Laporan Drying (Dasar teknologi pengolahan)

50
LAPORAN PRATIKUM DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN DRYING Rombongan 1 Kelompok 2 Penanggung jawab : Fika Puspita (A1M012001) Gilang Respati N (A1M012055) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

Transcript of Laporan Drying (Dasar teknologi pengolahan)

LAPORAN PRATIKUM

DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN

DRYING

Rombongan 1Kelompok 2

Penanggung jawab :

Fika Puspita (A1M012001)Gilang Respati N (A1M012055)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANPURWOKERTO

2013

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengawetan makanan dapat dilakukan dengan beberapa

teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun

teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan

berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan

makanan adalah suatu upaya untuk menahahan laju

pertumbuham mikroorganisme pada makanan. Teknik

pengolahan dan pengawetan makanan itu ada beberapa

cara, yaitu: pendinginan, pengeringan, pengalengan,

pengemasan, penggunaan bahan kimia, penggunaan zat

aditif (tambahan) dan pemanasan. Proses pengeringan

merupakan proses pangan yang pertama dilakukan untuk

mengawetkan makanan. Selain untuk mengawetkan bahan

pangan yang mudah rusak atau busuk pada kondisi

penyimpanan sebelum digunakan, pengeringan pangan juga

menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam

pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimpanan,

karena dengan pengeringan bahan menjadi padat dan

kering, sehingga volume bahan lebih ringkas, mudah dan

hemat ruang dalam pengangkutan, pengemasan maupun

penyimpanan. Disamping itu banyak bahan pangan yang

hanya dikonsumsi setelah dikeringkan, seperti teh,

kopi, coklat dan beberapa jenis biji-bijian.

Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan

yang paling tua. Lingkungan primitif melakukan

pengeringan daging dan ikan sebelum catatan sejarah

dimulai. Pengeringan merupakan suatu metode untuk

mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu

bahan menggunakan energi panas dengan sengaja biasanya

dengan cara menguapkan air, bertujuan untuk menurunkan

kadar air sampai batas mikroba dan kegiatan enzimatis

tidak dapat menyebabkan kerusakan yang berarti.

Udara merupakan medium yang dibutuhkan dalam

pengeringan karena udara memberikan panas pada bahan

pangan, menyebabkan air menguap, dan merupakan

pengangkut uap air yang dibebaskan oleh bahan pangan

yang dikeringkan atau dapat dikatakan, udara yang

dipanaskan menyediakan panas untuk memenuhi kebutuhan

panas sensible dan panas laten penguapan air dari

bahan. Dari sisi lain udara juga tidak membutuhkan

biaya banyak juga mudah digunakan.

Proses pengeringan merupakan salah satu penanganan

bahan pangan untuk menjaga pengawetan bahan pangan

lebih lama. Proses pengeringan pada dasarnya ditentukan

oleh pengaturan suhu yang baik yang merupakan faktor

terpenting dalam pengawetan pangan dan mutu bahan

pangan yang dihasilkan. Pada Percobaan yang dilakukan,

ada dua cara yang digunakan yaitu pengeringan dengan

sinar matahari dan pengeringan dengan menggunakan alat

yaitu Cabinet drier

 

B. Tujuan

Tujuan dari dari pratikum ini yaitu :

1. Mengetahui lama waktu pengeringan yang

diperlukan pada saat laju pengeringan konstan

dan laju pengeringan menurun

2. Menentukan kadar air pada saat laju pengeringan

konstan dan laju pengeringan menurun

3. Menggambar kurva laju pengeringan bahan pangan

4. Mengetahui pengaruh blanching terhadap karakter

sensoris bahan segar dan produk ( warna,

tekstur, rasa dan flavor)

5. Mengamati perbedaan karakter sensoris bahan

segar dan produk (warna, tekstur, rasa dan

flavor) yang dikeringkan dengan metode

pengeringan yang berbeda

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

Hall (1957) menyatakan proses pengeringan adalah

proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai

batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju

kerusakan biji-bijian akibat aktivitas biologis dan

kimia sebelum bahan diolah. Pengeringan adalah metode

untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian aiar

dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar

air kesetimbangan dengan kondisi udara normal atau

kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (Aw)

yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan

kimiawi. Sedangkan dehidrasi adalah proses pengeluaran

atau penghilangan air dari suatu bahan dengan cara

menguapkannya hingga kadar air yang sangat rendah

mendekati nol.

Bahan pangan yang dikeringkan pada umumnya berubah

warnanya menjadi coklat. Perubahan warna tersebut

disebabkan reaksi browning, baik enzimatik maupun non-

enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang paling

sering terjadi adalah reaksi antara asam amino dan gula

reduksi. Reaksi asam asam amino dengan gula pereduksi

dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di

dalamnya. (Winarno et al., 1993). Beberapa klasifikasi

alat pengering yang dapat digunakan antara lain:

pengering tekanan atmosfer dan pengering vakum. Pada

pengeringan tekanan atmosfer panas yang diperlukan

untuk penguapan biasanya ditransfer dengan aliran udara

yang disirkulasikan, yang juga menampung dan membawa

air yang diuapkan. Sedangkan dalam pengering vakum

bahan yang dikeringkan harus diletakkan dalam ruang

tertutup dan panas untuk penguapan ditransfer dengan

cara radiasi atau konduksi dari permukaan yang panas.

Berdasarkan sistem pengumpanan bahan, pengering

diklasifikasikan menjadi pengering kontinue dan

pengering tipe batch. Pengering kabinet atau yang biasa

disebut dengan “tray dryer”dapat dikelompokkan sebagai

pengering batch konveksi udara yang biasanya

ditunjukkan untuk operasi kecil

(Wirakartakusumah,et.al,.1992).

Ada 4 metode pengeringan yang sekarang dilakukan.

Semua cara tersebut telah disesuaikan dengan jenis

komoditi dan kemampuan serta teknologi yang ada.

A. Pengeringan Langsung atau Penjemuran (Sun Drying).

Penjemuran merupakan pengeringan alamiah dengan

menggunakan sinar matahari langsung sebagai energi

panas. Pengeringan secara penjemuran memerlukan

tempat yang luas, wadah penjemuran yang luas serta

waktu yang lama dan mutu yang sangat bergantung

dengan cuaca tetapi biaya yang dikeluarkan lebih

sedikit. Hasil yang diperoleh seringkali mengalami

kerusakan oleh mikrobia dan lalat karena factor lama

penjemuran

Ada 3 macam alat pengering dengan bertenagakan

sinar matahari:

a. Tipe absorpsi dimana produk langsung dipanaskan

dengan sinar matahari.

b. Alat pengering tidak langsung atau tipe konveksi

dimana produk kontak dengan udara seperti pada

alat dehidrasi konvensional.

c. Alat pengering dengan system kombinasi kedua tipe

diatas.

B. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)

Pengeringan buatan atau sering disebut

pengeringan mekanis merupakan pengeringan dengan

menggunakan alat pengering. Tinggi rendahnya suhu,

kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan

waktu pengeringan dapat diatur sesuai dengan

komoditi yang dikeringkan. Pengawasan yang tidak

tepat dari factor diatas dapat menyebabkan case

hardening yaitu suatu keadaan dimana bagian permukaan

bahan telah sangat kering sedangkan bagian dalam

bahan masih basah. Hal ini terjadi apabila penguapan

air pada pemukaan bahan jauh lebih cepat daripada

difusi air dari dalam bahan menuju permukaan.

Jenis pengeringan pengering buatan dapat

dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

a. Pengeringan Adiabatik

Merupakan pengeringan dimana panas dibawa ke

alat pengering oleh udara panas. Udara yang telah

dipanaskan memberi panas pada bahan pangan yang

akan dikeringkan. Alat pengering yang termasuk

kelompok ini antara lain;

Pengering cabinet

Pengering ini terdiri dari suatu ruangan dimana

rigen-rigen utuk produk yang dikeringkan dapat

diletakkan didalannya. Didalam pengering yang

berukuran besar, rigen-rigen pengering disusun

diatas kereta untuk mempermudah penanganannya;

dalam unit yang berukuran kecil, rigen-rigen

pengering dapat disusun diatas suatu penyangga

yang tetap didalam pengering tersebut. Udara

dihembuskan dengan menggunakan kipas angin

melalui suatu pemanas dan kemudian menembus

rigen-rigen pengering yang berisi bahan. Pada

umumnya pengering ini digunakan untuk

penelitian dehidrasi sayuran dan buah-buahan

dalam laboratorium.

Selain pengering cabinet juga ada bed dryer,

air lift dryer, maupun vertical down flow

concurrent dryer.

b. Pengeringan isothermik

Merupakan pengeringan pengeringan yang

didasarkan atas adanya kontak langsung antara

bahan pangan dengan lembaran logam yang panas.

Pengering yang termasuk kelompokini ialah; drum

dryer, shelf dryer, dan continous vacuum dryer.

C. Pengeringan Secara Pembekuan (Freeze Drying)

Pada pengeringan ini digunakan prinsip

sublimasi, dimana bahan pangan dibekukan terlebioh

dulu dan air dikeluarkan dari bahan secara sublimasi

dalam kondisi tekanan vakum. Jadi langsung dari

bentuk padat menjadi gas atau uap, dan proses ini

dilakukan dalam vakum (tekanan < 4 mmHg). Suhu yang

digunakan pada system ini adalah sekitar (-10oC),

sehingga kemungkinan kerusakan kimiawi maupun

mikrobiologis dapat dihindari. Hal ini menyebabkan

hasil mempunyai citarasa tetap dan rehidrasi yang

baik.

D. Pengeringan Secara Osmotik ( Osmotic Dehydration)

Didasarkan atas proses osmosis yang dapat

digunakan untuk memindahkan air dari larutan encer

kelarutan yang lebih pekat melalui lapisan

semipermeabel. Proses pemindahan berlangsung sampai

terjadi keseimbangan antara larutan gula dengan

bahan yang dikeringkan. Dari beberapa cara diatas

didasarkan atas biaya, pengeringan matahari lebih

menguntungkan, tetapi didasarkan atas waktu

pengeringan dan kualitas, dehidrasai lebih

menguntungkan. Selanjutnya pengeringan matahari

tidak dapat dipraktekkan secara luas, karena

beberapa daerah yang sesuai untuk pemukiman dan

mengusahakan pertanian memiliki kondisi cuaca yang

tidak baik (Desrosier, Norman W, 1988).

Menurut Earle (1982), pengeringan bahan pangan

dapat diartikan sebagai proses pemisahan air dari suatu

bahan pangan dengan maksud untuk mengawetkan bahan

pangan dalam penyimpanan. Kadar air bahan dalam proses

pengeringan diturunkan sampai kesuatu tingkat yang

memungkinkan untuk dapat menahan atau menghambat

pertumbuhan mikroba atau reaksi lainnya. Tujuan lain

dari pengeringan adalah mengurangi volume produk

sehingga akan meningkatkan efisiensi dalam pengangkutan

maupun penyimpanan dari produk yang bersangkutan. Jadi

pengeringan bahan pangan adalah merupakan salah satu

unit operasi yang penting dalam proses pengolahan bahan

pangan.

Beberapa tipe pengering digunakan untuk bahan padat.

Dalam hal ini bahan pangan dikeringkan dalam baki, pada

ban berjalan atau pada rak tanpa wadah. Sedangkan spray

dryer dan drum dryer hanya bisa digunakan untuk

pengeringan bahan berbentuk cair. Klasifikasi lain alat

pengering adalah pengering tekanan atmosfer dan

pengering vakum.

Dalam pengeringan tekanan atmosfer panas yang

diperlukan untuk penguapan biasanya ditransfer dengan

aliran udara yang disirkulasikan, yang juga menampung

dan membawa air yang diupkan. Dalam pengeringan vakum

bahan yang dikeringkan harus diletakan dalam ruang

tertutup dan panas untuk penguapan ditransfer dengan

cara radiasi atau konduksi dari permukaan yang panas.

Berdasarkan sistem pengumpanan bahan, pengering

diklasifikasikan menjadi pengering kontinyu dan

pengering tipe batch.

Karena proses utama dalam pengeringan adalah penguapan

air dari bahan pangan, maka perlu terlebih dahulu

diketahui karakteristik hidratasi yaitu sifat-sifat

bahan pangan yang meliputi interaksi antara bahan

tersebut dengan molekul air yang dikandungnya, molekul

air di udara sekitarnya serta faktor-faktor yang

mempengaruhi sifat-sifat tersebut.

Menurut Taib et al.,(1988), dasar proses

pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara

karena perbedaan kandungan udara lebih sedikit atau

dengan kata lain udara mempunyai kelembaban nisbi yang

rendah, sehingga terjadi penguapan selama proses

pengeringan, energi yang diterima oleh bahan digunakan

untuk menaikkan suhu bahan dan menguapkan sejumlah air

dari bahan.

Panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan disebut

panas sensible, sedangkan panas yang digunakan untuk

menguapkan sejumlah air dari bahan disebut panas laten

(Heldman and Singh, 1981). Besarnya panas sensible

dapat dihitung dengan terlebih dahulu mengetahu

besarnya panas spesifik bahan serta besarnya perubahan

suhu bahan yang terjadi selama proses pengeringan.

Panas spesifik (Cp) bahan dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan Dickerson (1969) yaitu: Cp =

1.675 + 0.025 (kadar air).

Beberapa keuntungan dari pemakaian teknologi

pengeringan pada sayur dan buah antara lain: bahan

menjadi lebih awet, volume bahan menjadi lebih kecil

sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan

dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang

sehingga memudahkan pengangkutan, dengan demikian

diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah.

Sedangkan sisi kerugiannya antara lain: terjadinya

perubahan sifat fisis seperti pengerutan, perubahan

warna, kekerasan dan sebagainya. Perubahan kualitas

kimia antara lain : penurunan kandungan vitamin C

maupun terjadinya pencoklatan demikian pula kualitas

organoleptisnya (Susanto, 1994). Tujuan dari

pengeringan adalah

1. Daya simpan bahan lebih lama karena kadar air

dalam bahan relatif lebih rendah sehingga

kerusakan enzim maupun mikroorganisme dapat lebih

ditekan.

2. Dapat dihasilkan produk yang bernilai ekonomis

lebih tinggi.

3. Mempermudah distribusi karena umumnya bahan yang

telah dikeringkan mempunyai berat yang lebih

ringan dan bentuk lebih ringkas.

4. Bahan dapat lebih awal dipanen.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan

pengeringan dari suatu bahan pangan adalah

1. Sifat fisik dan kimia produk (bentuk, ukuran,

komposisi dan kadar air).

2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan

permukaan alat atau media perantara pemindah panas

(seperti nampan untuk pengeringan).

3. Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering

(suhu, kelembaban dan kecepatan udara) (Tim

Penyusun, 2009).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat

- Dandang

- Loyang

- KompoR

- Pisau

- cabinet dryer

- cawan

- oven

- desikator

2. Bahan

- Buah nanas

- Apel

- Jambu biji

3. Perlakuan : Bahan setelah dikupas sebagian di

blanching dan sebagian tanpa blancing. Kemudian

masing-masing perlakuan :

a. Dikeringkan dengan panas matahari

b. Dikeringkan dengan cabinet dryer

B. Prosedur

Prosedur Pengeringan

Prosedur Penentuan Kadar Air

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Bahan Jenis perlakuan Waktu

pengeringan

(jam)

Kadar air

(%)

Nanas

Blanching, cabinet

(konstan)

6 23,29

(menurun)

50 10,5

Blanching, sun

(konstan)

7 8,50498

(menurun)

50 5

Non blanching,

cabinet (konstan)

94 28,155

(menurun)

8 0,32

Non blanching, sun

(konstan)

8 43,41

(menurun)

53,5 60,15

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90100010203040506070

Nanas Nonblanching

Cabinet nonblanchingSun nonblanching

waktu (jam)

kada

r ai

r

0 10 20 30 40 50 600

5

10

15

20

25

Nanas Blanching

Cabinet BlanchingSun Blanching

waktu (jam)

kada

r ai

r

Tabel Kadar Air Nanas Non Blanching

No Jenis perlakuan Lamapengeringa

n(jam)

Kadar air (%)konstan Menurun

1 Non blanching,Cabinet drying

2

28,155

75,75

4 0,2556 0,2058 0,32

Total 28,155 76,53

2 Non blanching,Sun drying

2 39,8

60,154 1,4456 1,048 1,125

Total 43,41 60,15

Tabel Kadar Air Nanas Blanching

No Jenis Perlakuan LamaPengering

an(menit)

Kadar air (%)konstan Menurun

1 Blanching,Cabinet drying

2 22,88

10,54 0,366 0,05

Total 23,29 10,5

2 Blanching, sundrying

2 7,14773

55 1,268597 0,08866

Total 8,50498 5

Bahan Perlakuan

Metodepengerin

ganWarna Aroma Rasa Tekstu

r

Nanas

Non blanching

Sundrying

Coklatkekuningan

Harum Agakenak

Agakkeras

Cabinetdryng Coklat Harum Agak

enakAgakkeras

Blanching

Sundrying Coklat Agak

Harum AgakEnak

AgakKeras

Cabinetdrying

Coklatkekuningan

AgakHarum Enak Agak

Keras

Tabel uji sensoris untuk perlakuan nanas non

blanching, cabinet dryer.

Tabel uji sensoris untuk perlakuan nanas non

blanching, cabinet dryer dengan Panelis

Panelis Warna Aroma Tekstur Rasa1 4 3 1 32 3 2 2 33 4 3 1 24 4 3 2 25 4 2 2 16 4 4 3 27 4 2 2 38 4 2 2 39 4 3 2 310 4 3 2 2

Jumlah 39 27 19 22

Rata-

rata

3,9 2,7 1,9 2,2

Keterangan

Warna

1. Kuning2. Kuning kecoklatan3. Cokelat kekuningan4. Cokelat5. Sangat cokelat

Aroma

1. Tidak harum 2. Agak harum3. Harum4. Sangat harum

Rasa

1. Tidak enak2. Agak enak3. enak4. Sangat enak

Tekstur

1. Tidak keras2. Agak keras3. keras4. Sangat keras

Bahan

Berat Awal bahan +

cawan

Berat akhir bahan +

cawan

Sun dryingCabinet

dryingSun drying

Cabinet

drying

Nanas 42,7151 34,71 gram 42,5904 34,2442

(blanch

ing)gram gram gram

Nanas

(non

blanchi

ng)

50,239 gram 60,22 gram49,3708

gram

58,6899

gram

Perhitungan

A. Perlakuan Blanching Cabinet Drying (Konstan)

Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama

pemanasan x 100%

Berat Sampel

= berat awal – berat akhir

x 100%

Berat sampel

= 34,71 – 34,2442 x 100%

2

Kadar Air = 23,29%

B. Perlakuan Blanching Cabinet Drying (Menurun)

Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama

pemanasan x 100%

Berat Sampel

= berat awal – berat akhir x

100%

Berat sampel

= 2 –

1,79 x 100%

2

Kadar Air = 10,5%

C. Perlakuan Blanching Sun Drying (Constant)

Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama

pemanasan x 100%

Berat Sampel

= berat awal – berat akhir x

100%

Berat sampel

= 42,7151 –

42,5904 x 100%

1,4662

Kadar Air = 8,5%

D. Perlakuan Blanching Sun Drying (Menurun)

Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama

pemanasan x 100%

Berat Sampel

= berat awal – berat akhir x

100%

Berat sampel

= 2,1 – 2 x

100%

2

Kadar Air = 5%

Non Blanching

A. Perlakuan Non Blanching Cabinet Drying (Constant)

Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama

pemanasan x 100%

Berat Sampel

= berat awal – berat akhir

x 100%

Berat sampel = 2,77 –

2,2069 x 100%

2

Kadar Air = 28,155%

B. Perlakuan Non Blanching Cabinet Drying (Menurun)

Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama

pemanasan x 100%

Berat Sampel

= 58, 6963 – 58,6899 x

100%

2

Kadar Air = 0,32%

C. Perlakuan Non Blanching Sun Drying (Constant)

Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama

pemanasan x 100%

Berat Sampel

= 49,3933 – 49,3708 x

100%

2

Kadar Air = 1,125%

D. Perlakuan Non Blanching Sun Drying (Menurun)

Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama

pemanasan x 100%

Berat Sampel

= 2 – 0,797 x 100%

2

Kadar Air = 60,15%

B. Pembahasan

Proses pengeringan adalah proses pengambilan atau

penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga

dapat memperlambat laju kerusakan biji-bijian akibat

aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah.

Pengeringan adalah metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian aiar dari suatu bahan dengan

cara menguapkannya hingga kadar air kesetimbangan

dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara

dengan nilai aktivitas air (Aw) yang aman dari

kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi.

Pada praktikum kali ini, pengeringan dilakukan

dengan dua metode, yaitu pengeringan secara alami

dengan menggunakan (sun drying) sinar matahari atau

penjemuran dan pengeringan buatan dengan menggunakan

alat pengering cabinet (cabinet drying). Alat ini

terdiri dari suatu ruangan dimana didalamnya berisi

rak-rak yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan

dikeringkan. Bahan diletakkan diatas rak yang terbuat

dari logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan

lubang-lubang tersebut yaitu untuk mengalirkan udara

panas dan uap air (Gunarif, 1987). Sample yang ada di

berikan beberapa perlakuan yang berbeda yaitu :

1. Nanas di blanching terlebih dahulu kemudian di

lakukan pengeringan dengan metode sun drying.

2. Nanas di blanching terlebih dahulu kemudian

dilakukan pengeringan dengan cabinet dryer.

3. Nanas non blanching terlebih dahulu kemudian

dilakukan pengeringan dengan metode sun drying.

4. Nanas non blanching terlebih dahulu kemudian

dilakukan pengeringan dengan cabinet dryer.

Nanas blanching yang di keringkan dengan metode sun

drying memakan waktu pengeringan selama 420 menit.

Nanas blanching yang di keringkan dengan cabinet dryer

memakan waktu pengeringan selama 360 menit, Nanas non

blanching yang di keringkan dengan metode sun drying

memakan waktu pengeringan selama 420 menit, Nanas non

blanching yang di keringkan dengan cabinet dryer

memakan waktu pengeringan selama 480 menit.

Bahan yang dikeringkan pada praktikum ini yaitu

nenas yang telah di potong tipis. Sebelum dilakukan

pengeringan, sebagian nenas diblancing terlebih dahulu

selama 3 menit pada suhu 90° C dan sebagian lagi (yang

non blanching) dikeringkan bersama-sama dengan yang

sudah diblanching, sehingga pengamatan dilakukan

terhadap buah nenas dengan empat perlakuan yang

berbeda, yaitu sun drying non blancing, sun drying with

blancing, cabinet dryer non blancing dan cabinet dryer

with blancing seperti penjelasan diatas sebelumnya.

Secara umum dapat di lihat bahwa waktu

pengeringan bahan yang di blanching relatif lebih cepat

di banding bahan yang di keringkan tanpa blanching

terlebih dahulu. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa

warna buah nenas yang sebelum dikeringkan diblanching

terlebih dahulu berwarna cokelat kekuningan sedangkan

yang tidak diblanching juga berwarna cokelat.

Hal ini dibuktikan pada uji sensoris oleh para

panelis, Perubahan sifat sensoris berupa warna, aroma,

rasa, dan tekstur. Pada nanas blanching yang di

keringkan dengan sun drying, warna yang di hasilkan

coklat, aroma agak harum seperti nanas, agak enak,

tekstur yang dihasilkan agak keras tetapi tidak renyah.

Nanas blanching yang di keringkan dengan cabinet dryer,

warna yang di hasilkan coklat kekuningan, agak aroma

harum seperti nanas, rasa enak , sedikit pahit dan

tekstur yang di hasilkan agak keras.

Pada nanas non blanching yang di keringkan dengan sun

drying, warna yang di hasilkan coklat kekuningan, aroma

harum nanas, rasa agak enak, tekstur yang dihasilkan

agak keras. Nanas nonblanching yang di keringkan

dengan cabinet dryer, warna yang di hasilkan lebih

coklat dibanding sun drying, aroma harum nanas, rasa

agak enak, dan tekstur yang di hasilkan sedikit keras.

Seharusnya nanas Blanching berwarna cerah,

dibanding nanas non blanching, dan biasanya

tekstur nanas blanching tidak keras disbanding

nonblanching (terjadi kesalahan praktikan saat blanching)

Blanching harus dilakukan dengan tepat, karena apabila tidak tepat

maka akan terjadi kerusakan yang terlalu dini sebelum dikeringkan.

Apabila blanching belum mencukupi (under blanching) maka bahan

pangan tersebut akan lebih baik apabila tidak diblanching karena panas

hanya akan merusak jaringan tetapi tidak menginaktifkan enzim yang

menyebabkan bercampurnya enzim dengan substrat. Apabila terjadi over

blanching maka akan terjadi kerusakan pada pigmen warna dan bentuk

fisik bahan pangan tersebut, karena panas terlalu tinggi sehingga

jaringan pada bahan akan rusak parah. Mungkin praktikan pada nanas

blanching melakukan kesalahan over blanching, sehingga malahan

terjadi kerusakan pigmen yang seharusnya nanas blanching warna nya

lebih cerah, namun yang ada pada hasil pengamatan nanasnya menjadi

berwarna cokelat seperti nanas nonblanching, untuk sifat sensoris tekstur

pada nanas blanching di praktikum ini juga demikian, kemungkinan over

blanching menyebabkan panas terlalu tinggi yang mengenai bahan

menjadikan bahan keras, padahal seharusnya bahan blanching lebih

lunak atau tidak keras.

Yang terjadi pada nanas nonblanching Bahan pangan

yang dikeringkan pada umumnya berubah warnanya menjadi

coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan reaksi

browning, baik enzimatik maupun non-enzimatik. Reaksi

browning non-enzimatik yang paling sering terjadi

adalah reaksi antara asam amino dan gula reduksi.

Reaksi asam asam amino dengan gula pereduksi dapat

menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di

dalamnya. (Winarno et al., 1993).

Blancing ini tidak dimaksudkan untuk

preservasi/pengawetan tetapi merupakan pra-treatment

yang dilakukan antara preparasi raw material dan

kegiatan-kegiatan selanjutnya, khususnya heat

sterilization, dehydration dan freezing. Blanching

merupakan proses preparasi bahan sebelum bahan kemudian

melewati proses pengolahan lanjutan seperti chilling

dan drying. Bahan yang telah di blanching akan

mengalami pengurangan kadar air. Ada beberapa fungsi

blancing antara lain:

1. Untuk destruksi aktivitas enzim dalam buah sebelum

prosesing lebih lanjut.

2. Mengurangi jumlah mikrobia kontaminan pada makanan.

3. Freezing tidak mengurangi jumlah mikrobia dalam

makanan yang tidak diblanching, dan mikrobia ini

dapat tumbuh waktu thawing sehingga blanching

diperlukan.

4. Blanching dapat mengempukkan jaringan sayuran

sehingga dapat membantu filling.

5. Dapat menghilangkan udara-udara dalam ruang

interseluler yang membantu dalam pembentukan vacuum.

6. Merusak jaringan turgiditas sel yang mengakibatkan

jaringan lebih permeable dan proses pengeringan

dapat lebih cepat.

Pada umumnya blanching tidak menyebabkan terjadinya

reaksi karamelisasi dan reaksi mailard. Blanching juga

dapat membuat makanan menjadi lebih cerah karena dengan

blancing dapat menghilangkan udara dan debu pada

permukaan sehingga mengubah panjang gelombang pantulan

cahaya, hal ini sesuai dengan hasil praktikum bahwa

nenas yang dilakukan blanching permukaannya masih tetap

halus, sedangkan nanas yang tidak dilakukan blanching

permukaannya menjadi keras/kasar. Disamping itu,

blanching juga dapat mempercepat proses pengeringan

karena enzim-enzim ataupun mikrobia dapat inaktif

dengan pemanasan.

Dilihat dari metode yang digunakan bahwa pengeringan

dengan metode sun drying memakan waktu lebih lama di

bandingkan dengan cabinet dryer. Metode dengan sun

drying terlihat kurang efektif. Hal tersebut di

sebabkan karena proses pengeringan dengan metode sun

drying sangat bergantug pada kondisi cuaca yang

terkadang panas dan kadang hujan.

Beberapa keburukan metode pengeringan dengan cara

penjemuran

a. Suhu pengeringan dan kelembapan nisbi tidak

dapat di kontrol. Sehingga sering terjadi

keretakan pada bahan (sun cracking).

b. Memerlukan tempat yang luas.

c. Kemungkinan terjadinya susut lebih luas karena

gangguan ternak dan burung.

d. Hanya berlangsung jika ada sinar matahari.

e. Sering terjadi perubahan warna dan fermentasi

pada bahan.

f. Pengeringan tidak konstan karena penyinaran

matahari tidak tetap intensitasnya. (Gunarif,

1988)

Dalam praktikum kali ini, di lakukan pula perhitungan

kadar air bahan. Menurut Gunarif (1988), kadar air

bahan menunjukan banyaknya kandungan air persatuan

bobot bahan. Biasanya kadar air bahan di tentukan

berdasarkan sistem bobot kering. Ini disebabkan karena

perhitungan berdsarkan bobot basah mempunyai kelemahan,

yakni bobot basah bahan selalu berubah – ubah setiap

saat.

Berdasarkan hasil kalkulasi yang telah dilakukan

dengan rumus :

Kadar Air = berat yang hilang selama pemanasan X 100 %

berat sampel

Di dapatkan jumlah kadar air konstan yang hilang pada

nanas blanching yang di keringkan dengan sun drying

sebanyak 8,50498%, kadar air menurun yg hilang pada

nanas blanching yang dikeringkan dengan sun drying

sebanyak 5 % , kadar air konstan pada nanas blanching

yang dikeringkan dengan cabinet drying sebanyak 23,29%,

dan kadar air menurun pada nanas blanching yang

dikeringkan dengan cabinet drying sebanyak 10,5%. Kadar

air konstan untuk nanas non blanching yang dikeringkan

dengan cabinet drying sebanyak 28,155%, kadar air

menurun untuk nanas non blanching yang dikeringkan

dengan cabinet drying sebanyak 76,53%, kadar air

konstan nanas non blanching yang dikeringkan dengan sun

drying sebanyak 43,41%, dan kadar air menurun pada

nanas non blanching yang dikeringkan dengan sun drying

sebanyak 60,15%

Pada pengeringan, suhu udara mempunyai pengaruh yang

sangat besar dalam kecepatan perpindahan uap air, oleh

karena suhu ini mengatur tekanan uap jenuh air dan juga

suhu ini melengkapi gaya tarik suhu yangf memindahkan

panas untuk menguapkan air. Peningkatan kecepatan dan

suhu udara akan menyebabkan peningkatan peningkatan

laju pengeringan seperti yang diperkirakan oleh

persamaan standar. Lebih lanjut lagi, bertambah tinggi

kecepatan udara akan menolong perpindahan uap air

daerah bagian atas bahan padat yang dikeringkan. Suhu

dibatasi oleh kemungkinan kerusakan bahan pangan oleh

suhu tinggio, atau oleh ketentuan-ketentuan praktis

seperti kemampuan uap pada tekanan yang pasti ( Earle,

R.C.1969 ). Maka dari itu, demi pertimbangan standar

zat gizi pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 85 °C

( Suharto,1991 ).

Keseimbangan tekanan uap diatas suatu bahan

pangan ditentukan tidak saja oleh suhu, akan tetapi

juga oleh kandungan air bahan pangan tersebut. Cara air

tersebut terikat oleh bahan pangan dan oleh adanya

kandungan yang larut di dalam air. Di bawah pengaruh

tekanan uap tertentu, bahan pangan mempunyai kandungan

uap air dalam keadaan keseimbangan dengan keadaan

sekelilingnya dan keseimbangan ini disebut keseimbangan

kadar auai air bahan pangan tersebut. Laju pengeringan

akan menurun apabila kandungan uap air akan menurun,

dengan air yang tertinggal akan terikat bertambah kuat

apabila jumlahnya berkurang (Earle, R L. 1969.)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua

golongan, yaitu:

1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering,

yaitu suhu, kecepatan volumetric aliran udara

pengering dan kelembaban udara.

2. Faktor yang barhubungan dengan sifat bahan yang

dikeringkan, yaitu ukuran bahan, kadar air awal,

dan tekanan parsial di dalam bahan. (Tjahjadi, C.,

2011).

Maka dari itu proses pengeringan disebut sebagai

metode pengawetan yang tertua di dunia, karena

pengeringan selain bertujuan untuk mengawetkan bahan

pangan juga untuk mencegah kerusakan pada bahan pangan

yang memiliki kadar air yang cukup tinggi. Sehingga

proses pengeringan sangatlah penting dilakukan dalam

proses pengolahan bahan pangan dan hasil pertanian

lainnya.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum pengeringan kali ini sebagai

berikut :

1. Waktu yang digunakan untuk pengeringan dengan

cabinet drying non blanching selama 480 menit

sedangkan cabinet drying dengan blanching selama

360 menit. Akan tetapi untuk pengeringan alami

( sun drying ), waktu yang diperoleh hampir sama

dan tidak terlamapau jauh seperti cabinet drying,

pada nanas non blanching juga butuh 480 menit,

sedangkan pada nanas blanching 420 menit. Waktu

pengeringan bahan yang telah di blanching relatif

lebih cepat di banding bahan yang di keringkan

secara non blanching terlebih dahulu, dikarenakan

selama proses steam blanching bahan telah

mengalami pengurangan kadar air.

2. Kadar air pada metode Blanching saat laju

pengeringan constan (Sun Drying = 8,5%. Cabinet

Drying =23,29) pengeringan menurun (Sun Drying =

5%. Cabinet Drying =10,5%) Sedangkan kadar air

pada metode nonblanching saat laju pengeringan

constan (Sun Drying = 1,125%. Cabinet Drying =

28,155%) pengeringan menurun (Sun Drying =

60,15%. Cabinet Drying =0,32%)

3.

0 10 20 30 40 50 600

10

20

30

Nanas Blanching

Cabinet BlanchingSun Blanching

waktu (jam)

kadar air

0 20 40 60 801000

50

100

Nanas NonblanchingCabinet nonblanchingSun nonblanching

waktu (jam)

kadar air

4. Perubahan sifat sensoris yang dihasilkan berupa

warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada nanas

blanching yang di keringkan dengan sun drying,

warna yang di hasilkan coklat, aroma agak harum

seperti nanas, agak enak, tekstur yang dihasilkan

agak keras tetapi tidak renyah. Nanas blanching

yang di keringkan dengan cabinet dryer, warna

yang di hasilkan coklat kekuningan, agak aroma

harum seperti nanas, rasa enak , sedikit pahit

dan tekstur yang di hasilkan agak keras.

keras. Pada nanas non blanching yang di

keringkan dengan sun drying, warna yang di

hasilkan coklat kekuningan, aroma harum nanas,

rasa agak enak, tekstur yang dihasilkan agak

keras. Nanas nonblanching yang di keringkan

dengan cabinet dryer, warna yang di hasilkan

lebih coklat dibanding sun drying, aroma harum

nanas, rasa agak enak, dan tekstur yang di

hasilkan sedikit keras.

5. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa

warna buah nenas yang sebelum dikeringkan

diblanching terlebih dahulu baik sun drying

maupun cabinet drying berwarna cokelat, sedangkan

pada nanas nonblanching pada sun drying berwarna

cokelat kekuningan dan pada cabinet drying

berwarna cokelat. (Padahal blanching tidak

menyebabkan terjadinya reaksi karamelisasi dan

reaksi mailard, nanas yang dilakukan blanching

permukaannya masih tetap halus, sedangkan nanas

yang tidak dilakukan blanching permukaannya

menjadi kasar, sedangkan rasa dan flavornya tidak

banyak berubah hanya rasa dan flavornya

bekurang). Namun karena kesalahan saat blanching

terjadi maka nanas blanching tersebut baik dari

sun drying maupun cabinet drying berwarna cokelat

dan kasar.

B. Saran

1. Blanching harus dilakukan dengan tepat, karena

apabila tidak tepat maka akan terjadi kerusakan

yang terlalu dini sebelum dikeringkan, seperti

jaringan bahan pangan akan rusak karena penggunaan

panas yang tidak tepat dan tidak menginaktifkan

enzim yang menyebabkan bercampurnya enzim dengan

substrat dan apabila terjadi over blanching maka

akan terjadi kerusakan pada pigmen warna dan

bentuk fisik bahan pangan tersebut, karena panas

terlalu tinggi sehingga jaringan pada bahan akan

rusak parah.

2. Hati-hati pada bahan yang akan ditimbang khususnya

pada saat pemindahan bahan dari desikator ke

timbangan elektrik, karena jika jaraknya terlalu

jauh sangat dimungkinkan bahan yang sudah kering

tersebut dapat menyerap air kembali dari udara

sehingga hasilnya tidak akurat lagi.

3. Penambahan kipas angin pada laboratorium agar

praktikan dan asisten praktikum tidak kegerahan

dan nyaman selama proses praktikum berlangsung

DAFTAR PUSTAKA

Desroiser, Norman. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UIPress : Jakarta

Earle, R.L.1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan.Sastra Hudaya : Bogor

Hardjosentono, M. 1983. Mesin-Mesin Pertanian. CV. VasaGuna, Jakarta.

Pantastico, B. ER. 1986. Fisiologi Pasca Panen.Terjemahan oleh Kamariyani, Ir. Prof. 1989. GadjahMada University Press. Yogyakarta. 

Sathu, Suyanti. 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah.Penebar Swadaya. Jakarta.

Suharto.1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Bineka Cipta :Jakarta

Susanto, Tri. 1994. Teknologi Pengolahan HasilPertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya.

Sularso. 1997. Dasar Perencanaan Dan Pemilihan ElemenMesin. PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Taib, Gunarif,dkk. 1988. Operasi pengeringan padaPengolahan Hasil Pertanian. Jakarta: PenerbitMelton Putra

Tim penyusun. 2009. Modul Praktikum Teknik Pengawetandan Pengolahan Hasil Pertanian. FakultasPertanian, UNSOED.

Tjahjadi, C. dan Marta, H. 2011. Pengantar TeknologiPangan. Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Tjahjadi, C., dkk. 2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasarPengolahan. Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Wirakartakusumah, A. 1992. Peralatan dan Unit ProsesIndustri Pangan. IPB. Bogor

Terimakasih kunjungannya, selamat berproses, selamat belajartidak semua dari laporan ini benar, sudah pasti banyak kesalahan dan kekurangan.Fika Puspita / fikapuspita.blogspot.com / fika_puspita

Lampiran

Nanas Blanching

bahan (nanas) setelah dikupas dandicuci

bahan (nanas) diiris tipis

bahan diblanching

setelah di blanching

bahan akan dijemur (sun drying) setelah diblanching

blanching sun drying (constant) 2jam pertama

blanching sun drying (constant) 2jam kedua

berat cawan+berat bahan nanas (constant drying)

bahan dimasukkan ke cabinet setelah diblanching

blanching cabinet drying (constant) 2 jam ketiga

berat cawan

blanching cabinet drying (constant) 2 jam pertama

Nanas Non Blanching

bahan (nanas) setelah dikupas dandicuci

bahan (nanas) diiris tipis

setelah di iris

sun drying bahan + cawan 2 jam pertama

sun drying bahan + cawan 2 jam kedua

sun drying bahan + cawan 2 jam ketiga

sun drying bahan + cawan 2 jam

keempat

Cabinet drying berat bahan +

cawan 2 jam kedua

Cabinet drying berat bahan + cawan

2 jam ketiga

Cabinet drying berat bahan + cawan

2 jam keempat