LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN Program Studi Teknologi Pangan

12
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN Pengolahan dan Pegawetan Daging (Pembuatan Bakso) Dhyah Citra Kinanthi (203134866115368) Idelia Sanjaya (203131617782536) Rakhmat Dharma Gempita (203139924028813) Tanggal Praktikum : 14 April 2015 Tanggal Pengumpulan: 21 April 2015 Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Ilmu Hayati Universitas Surya Tangerang 2015

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN Program Studi Teknologi Pangan

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

Pengolahan dan Pegawetan Daging

(Pembuatan Bakso)

Dhyah Citra Kinanthi (203134866115368)

Idelia Sanjaya (203131617782536)

Rakhmat Dharma Gempita (203139924028813)

Tanggal Praktikum : 14 April 2015

Tanggal Pengumpulan: 21 April 2015

Program Studi Teknologi Pangan

Fakultas Ilmu Hayati

Universitas Surya

Tangerang

2015

Abstract

This experiment aimed to learn how to process and preserve meat, specifically to process beef

into meatball. Meatball consists from various component. Meatball was made from 150 grams of

beef; 26.3 grams of tapioca; 46.5 grams of ice cube; 0.6 grams of sodium tripolyphosphate; 9

grams of salt; 3 grams of garlic powder; 0.51 grams of nutmeg powder; 3 grams of sugar; and

8.28 grams of cooking oil. There was 4 steps for making this meatballs. First, the beef was

destructed, then mixed the beef with the spices, then mold the meatball dough, and last the dough

was cooked in two different temperature, first 36oC, after that 90oC. Sensory test was done to 30

untrained panelists, and rate the meatball from its color, appearance, flavor, taste, texture, and

overall meatball. Based on sensory test, the meatball that has been made was quite good. The

average of the test was 3.63 on color; 3.5 for appearance; 3.2 for flavor; 3.83 for taste; 3.6 for

texture; and the overall meatball was 3.6

Keywords: Meat, beef, meatball, sensory test

I. TUJUAN

Mahasiswa dapat melakukan prosedur pengawetan dan pengolahan daging dan ikan, yang

diaplikasikan dalam pembuatan bakso daging, nugget ayam, dan surimi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bakso merupakan sebuah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang

dilumatkan, dicampur dengan bahan tambahan dan dibentuk bulat-bulat kemudian direbus.

Terdapat perbedaan yang mendasar pada bakso dan sosis, pada umumnya bakso tidak

mengalami proses curing. Berdasarkan bahan baku yang digunakan dalam proses

pembuatan bakso, bakso akan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu bakso daging, bakso urat,

dan bakso aci. (Anonim, 2012).

Bakso daging adalah bakso yang terbuat dari daging dan ditambahkan dengan tepung

akan tetapi jumlahnya tidak lebih banyak dari daging. Bakso urat merupakan bakso yang

dibuat dengan daging yang memiliki urat atau jaringan ikat daging, jumlah tepungnya lebih

sedikit daripada jumlah daging. Sedangkan bakso aci adalah bakso yang jumlah

penambahan tepungnya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah daging. (Anonim,

2012). Untuk menghasilkan bakso yang memiliki kualitas bagus maka jumlah tepung yang

digunakan 10% - 15% dari berat daging. (Singgih W, 2009)

Daging biasanya digunakan sebagai bahan utama pembuatan bakso. Daging

mengandung banyak nutrisi penting untuk yang baik bagi tubuh seperti protein, air, lemak,

mineral, dan vitamin. Namun, kadar air dalam daging termasuk tinggi, yaitu sekitar 68%-

75%. (Soeparno, 2005). Kondisi ini menyebabkan mikroba tumbuh dengan cepat dan

daging tidak memiliki umur simpan yang panjang. Daging yang terkontaminasi mikroba

akan bau dan berubah warna. Oleh karena itu dibutuhkan pengolahan daging untuk

meningkatkan umur simpannya. (Rahadiyan, 2004).

Tepung tapioka merupakan salah satu bahan tambahan dalam pembuatan bakso yang

diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon. Tepung tapioka memiliki kandungan pati

yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung lainnya karena kadungannya mencapai 88%.

Pati memegang peranan yang penting untuk menentukan tekstur bakso. Dimana campuran

antara granula pati dan air panas akan membentuk gel. ( Lisa M. Maharja, 2008)

Tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk bakso dapat diketahui melalui uji

organoleptik. Uji organoleptik dilakukan karena untuk mengembangkan suatu produk baru

tidak hanya perlu diuji sifat kimiawinya akan tetapi juga diuji cita rasa, tekstur, dan aroma.

Rasa, aroma dan kekenyalan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam

pembuatan bakso. Konsumen pada umumnya lebih menyukai bakso yang kompak, elastis,

kenyal (tidak keras dan tidak lembek). (Winarno, 1997).

Rasa bakso sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi, dan interaksi

antar komponen penyusun makanan. Sedangkan aroma yang terbawa dari daging

dipengaruhi oleh umur hewan, genetik, lingkungan pemeliharaan, makanan, dan komposisi

kimia dari daging tersebut. (Davendra dan Burns, 1983)

Menurut Soekarto, uji organoleptik adalah hasil reaksi fisikologis berupa tanggapan

mutu yang dirasakan oleh sekelompok orang yang disebut panelis. Panelis adalah

sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau kualitas produk pangan yang telah di

buat.

Bahan tambahan yang tidak kalah penting dalam pembuatan bakso adalah tepung

pati, garam dan air es. Daaging diberikan 5% garam dari berat daging sebagai pemberi rasa

pada produk bakso. Garam juga dapat berfungsi sebagai pelarut protein, pengawet dan

meningkatkan daya ikat air dari protein daging. Penambahan air es pada adonan bakso

berfungsi untuk menjaga suhu adonan agar tetap rendah selama penggilingan. Selain itu

penambahan air juga berfungsi untuk melarutkan garam sehingga menyebar secara merata

keseluruh bagian daging, dan memudahkan ekstraksi protein dari daging dan membantu

dalam pembentukan emulsi. Jumlah penambahan air biasanya berkisar 20-50% dari berat

daging yang digunakan. (Anonim, 2010)

III. METODE

A. Alat

1. Neraca

2. Chopper

3. Wadah (baskom)

4. Grinder

5. Sendok bulat untuk mencentak

6. Water bath

7. Saringan

8. Panci

9. Kompor

B. Bahan (untuk perlakuan A)

1. Daging Sapi 150 gram

2. Tapioka 78.9 gram

3. Es 46.5 gram

4. Sodium tripospat 0.60 gram

5. Garam 9 gram

6. Bawang putih bubuk 3 gram

7. Lada bubuk 0.51 gram

8. Pala bubuk 0.21 gram

9. Gula 3 gram

10. Minyak goreng 8.28 gram

C. Skema Kerja

IV. HASIL

Responden Warna Penampakan Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan

1 4 4 4 4 3 4

2 4 4 2 3 5 4

3 3 3 3 3 3 3

4 3 3 3 3 2 3

5 4 3 2 3 2 3

6 3 3 3 5 4 4

7 4 4 4 4 4 4

8 4 4 4 5 4 4

9 3 3 3 4 4 4

10 2 3 4 3 2 3

11 4 4 3 4 4 3

12 4 3 3 4 5 4

13 4 4 2 4 4 4

14 4 4 3 4 4 4

15 3 2 3 4 4 3

16 2 3 4 4 4 4

17 4 4 2 2 2 2

18 3 4 4 3 2 3

19 4 3 2 4 4 4

20 3 3 3 4 4 3

21 5 4 3 4 5 4

22 4 4 4 5 4 4

23 5 4 3 4 4 4

24 3 4 2 4 3 3

25 3 3 4 4 4 4

26 4 4 3 4 4 3

27 4 3 4 3 3 4

28 5 5 4 5 4 5

29 3 3 4 4 3 3

30 4 3 4 4 4 4

Rata-rata 3.63333 3.5 3.2 3.83333 3.6 3.6

V. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pengolahan dan pengawetan daging menjadi bakso.

Daging yang diolah adalah daging sapi bagian kaki depan. Untuk membuat bakso pada

praktikum ini, komposisi yang jumlahnya telah ditetapkan sebelumnya, jumlahnya dikali 3.

Perbanyakan ini dimaksudkan agar bakso yang dihasilkan dapat digunakan untuk uji

sensori bagi 30 orang panelis. Terdapat tambahan perlakuan pada daging sebelum digiling.

Daging dipotong kecil-kecil terlebih dahulu dan dihilangkan urat-uratnya, karena urat-urat

pada daging sapi ini dapat menghambat jalan keluar daging dari grinder.

Bahan-bahan pembuatan bakso terdiri dari bahan baku utama, yaitu daging, dan

bahan baku tambahan, yaitu bahan pengisi, garam, air es, dan bumbu-bumbu lain.

Pembuatan bakso kali ini dibedakan pada komposisi daging sapi, tapioka, dan es.

Kelompok 8 melakukan perlakuan A, yaitu dengan 150 gram daging sapi, 78.9 gram

tapioka, dan 46.5 gram es batu. Bahan lain yang digunakan adalah 0.6 gram sodium

tripolifosfat, 9 gram garam, 3 gram bubuk bawang putih, 0.51 gram lada bubuk, 0.21 gram

pala bubuk, 3 gram gula, dan 8.28 gram minyak goring.

Tekstur dari bakso dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam

pembuatannya. Tepung tapioka digunakan dalam pembuatan bakso untuk menambah

volume, sehingga meningkatkan daya ikat air dan memperkecil penyusutan. Tepung

tapioka mengandung pati yang berfungsi langsung dalam meningkatkan daya ikat air. Pati

pada suhu tinggi jika dikombinasikan dengan air akan membentuk gel. Gel ini terbentuk

karena tepung tapioka mempunyai sifat mudah menyerap air. (Basuki, tanpa tahun).

Tekstur dan keempukan bakso juga dipengaruhi oleh kandungan airnya. Dalam

pembuatan bakso, digunakan air es. Air es ini berfungsi untuk menjaga suhu yang timbul

akibat adanya gesekan antara daging dengan alat yang digunakan seperti chopper. Dengan

adanya penambahan es, suhu daging dapat dipertahankan sehingga protein daging tidak

terdenaturasi. Karena bila protein terdenaturasi, ekstraksi protein tidak dapat berjalan

dengan baik dan protein tidak bisa digunakan sebagai pengemulsi. Selain itu, jumlah air

yang ditambahkan dapat mempengaruhi kadar air. Kadar air ini akan mempengaruhi daya

ikat air pada bakso. Daya ikat air ini akhirnya akan berpengaruh pada kekenyalan dan

kekompakan bakso (Indarmono, 1987).

Bumbu-bumbu yang ditambahkan pada bakso mempunyai beberapa fungsi. Bumbu-

bumbu yang ditambahkan pada bakso akan memberikan rasa dan aroma. Selain rasa dan

aroma, bumbu dapat digunakan sebagai pengawet alami. Pada umumnya, bumbu

mengandung zat yang bersifat bakteristatik dan antioksidan, sehingga bumbu dapat

memberikan pengaruh dalam memperpanjang umur simpan (Soeparno, 1998). Garam

dapur juga ditambahkan pada pengolahan daging menjadi bakso. Garam selain berfungsi

sebagai pemberi rasa, juga berfungsi sebagai pelarut protein, pengawet, dan meningkatkan

daya ikat air dari protein daging (Koswara, 2009).

Pada pembuatan bakso digunakan juga Sodium Tripolifosfat (STPP). STPP ini

berfungsi untuk meningkatkan pH daging, kestabilan emulsi, dan kemampuan emulsi. Nilai

pH yang mengekati titik isoelektrik protein akan menurunkan daya ikat air. STPP akan

meningkatkan nilai pH adonan, karena ketetapan ionisasi basa pada STPP lebih besar

dibandingkan ketetapan ionisasi asamnya. Maka dari itu, STPP bersifat basa dan dapat

meningkatkan pH adonan (Ulupi, 2005).

Pada proses pembuatan bakso, daging giling, es, dan garam adalah bahan yang

pertama kali dicampur dan dihancurkan. Es dan garam akan membantu proses esktraksi

protein yang ada dalam daging. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, es akan

membantu dalam menjaga suhu saat garam bekerja untuk mengekstrak protein yang ada di

dalam daging. Penghancuran daging ini berfungsi untuk memecah dinding sel pada serabut

otot daging, sehingga protein larut garam seperti miosin dan aktin dapat lebih mudah

diekstrak keluar (Pisula, 1984 dalam Sekarwiyati, 2000).

Setelah proses penghancuran selesai, bahan-bahan lain seperti sodium tripolifosfat,

bawang putih, lada, pala, gula, dan minyak goring dicampurkan kedalam adonan daging.

Tahap selanjutnya adalah pencetakan. Adonan yang sudah dicetak bulat-bulat selanjutnya

dimasak. Pemasakan bakso dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada dua suhu yang berbeda.

Suhu pertama adalag 36oC selama 30 menit, dan suhu kedua adalah 90oC selama 10 menit.

Pemasakan bakso dilakukan dalam dua tahap, untuk mencegah bakso tidak pecah akibat

perubahan suhu yang terlalu cepat. Sehingga dapa dihasilkan bakso dengan tekstur yang

baik.

Setelah proses pengolahan selesai, dilakukan uji sensori terhadap warna,

penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan dari bakso tersebut. Uji ini dilakukan

pada 30 panelis tidak terlatih. Panelis diberi sampel bakso dan kemudian menilai warna,

penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan dengan angka 1 – 5. Angka 1

menunjukkan paling tidak suka dan 5 adalah paling suka. Dari segi warna, didapatkan rata-

rata sebesar 3.63. Hasil rata-rata penampakan sebesar 3.5, aroma sebesar 3.2, rasa sebesar

3.83, rekstur sebesar 3.6, dan keseluruhan sebesar 3.6. Hal ini menunjukkan bahwa bakso

yang dihasilkan sudah cukup baik. Tidak ada indikator yang digunakan untuk menentukan

pada skala berapa pada uji ini bakso dikatakan baik, sehingga peneliti tidak dapat

membandingkan hasil yang didapatkan dengan literatur. Akan tetapi peneliti menganggap

bahwa bakso yang dihasilkan sudah cukup baik, karena hasil uji yang dilakukan

menunjukkan hasil di atas biasa saja yaitu lebih dari 3. Untuk menghasilkan bakso yang

lebih baik, diperlukan percobaan berkali-kali dengan perbedaan komposisi agar didapatkan

bakso dengan warna, penampakan, aroma, rasa, dan tekstur yang disukai oleh masyarakat.

VI. KESIMPULAN

Kualitas dari bakso dipengaruhi oleh bahan yang terdapat didalamnya. Komposisi bahan

untuk pembuatan bakso juga akan mempengaruhi kualitas. Selain itu, warna, penampakan,

aroma, rasa, dan tekstur dari bakso dipengaruhi juga oleh komposisi bahan-bahan penyusun

bakso. Uji sensori dilakukan terhadap bakso yang telah dibuat dalam segi warna,

penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Hasilnya menunjukkan angka yang

cukup baik, yaitu sekitar 3.2 – 3.8. Tidak ada indikator dalam uji sensori ini, akan tetapi

praktikan menyimpulkan bahwa bakso yang dihasilkan sudah cukup baik, karena rata-rata

hasil sensori menunjukkan angka lebih dari 3, dimana 3 sendiri adalah nilai tengah dari

skor yang digunakan dalam uji sensori ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2010) 26 Bakso Daging. Tekno Pangan, Volume 1 Nomor 6. Jurusan Teknologi

Pangan dan Gizi. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Basuki EK, Latifah, Wulandari IE (tanpa tahun) Kajian Penambahan Tepung Tapioka dan

Kuning Telur pada Pembuatan Bakso Daging Sapi. Surabaya: FTI UPN “Veteran”

Davendra C dan M Burns (1983) Goat Production in Tropic. London: Commenwealth

Agricultural Bureaux

Indarmono TP (1987) Pengaruh Lama Pelayuan dan Jenis Daging Karkas Serta Jumlah Es yang

Ditambahkan ke dalam Adonan Fisikokimia Bakso Sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Koswara S (2009) Teknologi Praktis Pengolahan Daging. [online] ebookpangan.com (diakses 19

April 2015)

Lisa MM (2008) Penggunaan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu dalam natrium nitrat

dalam pembuatan bakso daging sapi. Fakultan Pertanian. Medan: Universitas Sumatra

Utara

Rahadiyan D (2004) Bakso (Traditional Indonesian Meatball) Properties With Postmortem

Condition and Frozen Storage

Sekarwiyati (2000) Pengaruh Konsentrasi Garam dan Jenis Tepung terhadap Karakteristik Mutu

Fisik Bakso Ikan Layaran (Isthiophorus orientalis). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Singgih W (2009) Membuat 50 Jenis Bakso Sehat dan Enak Jakarta : Swadaya

Soekarto ST (1985) Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhantara

Karya Aksara. Jakarta

Soeparno (1998) Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Soeparno (2005) Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Pisula A (1984) Meat Processing. FAO Rome, Italy

Ulupi N, Komariah, Utami S (2005) Evaluasi Penggnaan Garam dan Sodium Tripoliphosphat

terhadap Sifat Fisik Bakso Sapi. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

LAMPIRAN

a. Foto kegiatan praktikum

Gambar 1. Pemisahan daging dengan urat Gambar 2. Penggilingan daging dengan Grinding

Gambar 3. Daging yang sudah di chopper Gambar 4. Proses chopping daging

Gambar 5. Daging yang dicampur bahan lain Gambar 6. Pembentukan bakso

Gambar 7. Bakso pada waterbath 36 ̊ C Gambar 8. Bakso pada waterbath 90 ̊ C

Gambar 9. Bakso yang sudah jadi