LAGU MARS PTK-PNF KARYA SRI SURYANTI SEBAGAI KEKUATAN CITRA SOSIAL DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN...

37
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karawitan merupakan suatu jenis musik tradisi yang begitu besar berperan dan bermanfaat sebagai salah satu media ungkap dan sarana pembentukan citra, kepribadian, karakter atau identitas dari seorang atau kelompok (Djoko Maduwiyata, 2000:49) yang disajikan dalam bentuk ensambel. Kebudayaan musik ini telah berkembang secara turun temurun beradaptasi sesuai dengan jaman dan tidak meninggalkan keasliannya. Tetapi di masyarakat sekarang ini, kesenian karawitan mulai tergeser oleh arus globalisasi membuat generasi muda semakin meninggalkan kesenian tradisional karawitan. Karawitan yang dulunya dianggap mempunyai peran penting yang bermanfaat sebagai pembentukan indentitas

Transcript of LAGU MARS PTK-PNF KARYA SRI SURYANTI SEBAGAI KEKUATAN CITRA SOSIAL DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karawitan merupakan suatu jenis musik tradisi yang

begitu besar berperan dan bermanfaat sebagai salah satu

media ungkap dan sarana pembentukan citra, kepribadian,

karakter atau identitas dari seorang atau kelompok (Djoko

Maduwiyata, 2000:49) yang disajikan dalam bentuk

ensambel. Kebudayaan musik ini telah berkembang secara

turun temurun beradaptasi sesuai dengan jaman dan tidak

meninggalkan keasliannya. Tetapi di masyarakat sekarang

ini, kesenian karawitan mulai tergeser oleh arus

globalisasi membuat generasi muda semakin meninggalkan

kesenian tradisional karawitan.

Karawitan yang dulunya dianggap mempunyai peran

penting yang bermanfaat sebagai pembentukan indentitas

2

maupun karakter budaya, sekarang hanyalah tinggal sejarah

sedikit demi sedikit ditinggalkan oleh generasi muda yang

terseret arus globalisasi yang begitu besar. Oleh karena

itu,

Karawi

Lagu mars adalah komposisi lagu sederhana dengan

irama kuat dan kalimat lagu teratur biasanya dalam birama

genap 2/4 atau 4/4 dengan tempo cepat (N.

Simanungkalit, 2008:78). Melalui keteraturan irama dan

kekuatannya membuat lagu mars dapat diapresiasi oleh

masyarakat luas secara lebih mudah tanpa harus berpikir

mendalam untuk memahami pesan atau makna yang terkandung

di dalamnya. Pada masa perjuangan lagu mars selalu

dinyayikan seluruh lapisan masyarakat, baik petani,

pekerja, anak-anak sekolah dan para pejuang kemerdekaan

lainnya untuk membakar semangat perjuangan kemerdekaan.

Berbeda pada masa perjuangan, lagu mars kini

3

kehadirannya banyak disajikan oleh instansi atau lembaga

swasta maupun pemerintah. Tujuannya adalah untuk

membangun identitas. Banyak instansi atau lembaga-lembaga

formal berlomba-lomba menciptakan lagu mars. Sedangkan

untuk mendapatkannya cara yang digunakan pun bermacam-

macam. Di antaranya mengadakan perlombaan lagu mars yang

ditujukan kepada instansinya atau bahkan secara khusus

memesan kepada seorang komposer yang memiliki keahlian

dalam menciptakan lagu mars.

Konsekuensi yang ditanggung instansi atau lembaga

tatkala hendak mendapatkan lagu mars dengan cara memesan,

maka pencipta harus kreatif, peka dan mampu memahami

pesan lembaga atau instansi yang hendak disampaikan

kepada masyarakat luas. Demikian juga berpijak pada pesan

yang hendak disampaikan, maka lagu mars karya Sri Suryanti

sebagai produk kreatif keberadaan dapat dipahami sebagai

4

musik yang memuat kompleksitas ide. Kompleksitas ide yang

dimaksud unsur-unsurnya terdiri dari norma, nilai, hingga

perilaku masyarakatnya. Secara lebih khusus segala unsur

yang berada di dalam kompleksitas ide tersebut secara

kontekstual turut memberikan dampak terhadap masyarakat

pendukungnya dalam hal ini adalah instansi atau lembaga

pemerintah.

Penulis menduga lagu mars sebagai salah satu produk

kreatif yang dimaksud berada pada posisi yang mampu

memberikan pengaruh secara sosial. Kongkritnya pengaruh

tersebut terletak pada proses terbangunnya ‘citra sosial’

yang diinginkan oleh kelompok masyarakat atau instansi

yang berkepentingan, seperti Dinas Pendidikan, BKKBN dan

Kodim. Penelitian ini selanjutnya menjadikan ‘citra

sosial’ sebagai objek formal, atau secara lebih kongkrit

‘citra sosial’ menjadi pusat perhatian dalam penelitian

ini. ‘Citra’ dalam penelitian ini dipahami sebagai cara

manusia melihat dan memahami dirinya sendiri atau

5

kelompoknya, atau dengan bentuk lain ‘citra’ dapat

digunakan sebagai upaya menunjukkan eksistensi institusi

atau lembaga yang dimaksud (Yasraf Amir Piliang, 2011:135).

Sedangkan ‘sosial’ adalah hubungan yang pada umumnya

dijalin secara sistematis antar manusia demi produk atau

hubungan itu sendiri (Horton, 1993:4). Pemaparan di atas

dapat dipahami bahwa ‘citra sosial’ adalah cara yang

dilakukan oleh manusia dalam menunjukkan eksistensi diri

atau kelompoknya melalui hubungan yang dijalin secara

sistematis.

Persoalan lain yang mendasari ‘citra sosial’ sebagai

pusat perhatian atau objek formal dalam penelitian ini

berpijak pada aktivitas kreatif yang dilakukan Sri

Suyanti. Lagu mars yang diciptakannya mampu memberikan

pengaruh terciptanya citra positif yang berujung pada

dukungan masyarakat luas. Melalui lagu mars dukungan

tersebut diberikan kepada lembaga atau institusi yang

berkepentingan. Penulis pun memahami pula kebutuhan

6

‘citra sosial’ ini menjadi sangat penting bagi lembaga

atau instansi manapun sebagai wujud pencitraan positif

dan upaya mewujudkan eksistensinya.

Penulis menduga, lagu mars keberadaannya cukup

penting karena didasari oleh perubahan dan pembaharuan

dalam masyarakat yang turut berimplikasi pada timbulnya

golongan-golongan atau kelompok-kelompok baru yang

memajukan kepentingan-kepentingan baru pula (Budiardjo,

1986:20). Melalui dinamika sosial tersebut, setiap

lembaga berupaya serius untuk menunjukkan eksistensi diri

atau instansinya dihadapan seluruh masyarakat luas secara

sistematis dan terencana, salah satunya adalah

menggunakan musik sebagai sarana pembentukan ‘citra’.

Realitas tersebut memperlihatkan lagu mars memiliki

kedudukan penting guna mewujudkan eksistensi diri yang

diinginkan oleh masing-masing institusi atau lembaga.

Dengan demikian musik dalam konteks ini tidak dapat

dilepaskan daris kondisi sosial. Artinya musik tidak

7

hanya membahas musik sebagai sebuah sistem pengaturan

bunyi sebagai wujud ekspresi musikal melainkan memiliki

hubungan secara sosial dalam bentuk ‘citra’. Sedangkan

objek material dalam penelitian ini adalah ‘lagu mars

karya Sri Suryanti’ yang berjudul “PTK-PNF”.

Pertimbangan yang digunakan dalam penentuan objek

material ini adalah didasarkan atas prestasi yang pernah

dicapai oleh Sri Suryanti. Prestasi yang dimaksud di

antaranya pernah memenangkan perlombaan karya cipta lagu

mars tingkat kabupaten atau kota, provinsi bahkan

nasional. Adapun alasan penentuan lagu “PTK-PNF” sebagai

fokus kajiannya adalah berpijak pada perolehan juara dua

tingkat Nasional. Lagu mars berjudul “PTK-PNF” ini pernah

mendapatkan peringkat kedua dalam perlombaan Jambore PTK-

PNF (Pendidikan dan Tenaga Pendidikan Non Formal) tingkat

Nasional.1 Penentuan lagu ini digunakan agar pembahasan

tidak melebar yang mengakibatkan terjadinya pembiasan1 Jawa Pos. “ Hobi Cipta Lagu Mars”. Edisi: Sabtu,16 Juni 2012.

Hal. 16.

8

penelitian.

Prestasi Sri Suryanti dapat terlihat pula pada

karya-karya lain yang diciptakannya. Di antaranya adalah

lagu mars berjudul “nDayu Alam Asri Park” lagu ini

menjadi ikon pariwisata kota Sragen. Selain itu digunakan

pula untuk mempromosikan objek wisata baru di Kabupaten

Sragen yakni Taman Pendidikan dan Rekreasi Dayu Alam Asri

yang terletak di Desa Dayu Kecamatan Karangmalang.2

Pemaparan di atas merupakan instrumen yang digunakan

sebagai pijakan dalam menentukan objek material dalam

penelitian ini. Melalui pemaparan argumentatif di atas

dan sesuai dengan pernyataan yang disampaikan Bagdi

Sumanto bahwa kehidupan sebuah kesenian [musik] tidak

mungkin hanya diamati sebagai bentuk kesenian [musik] itu

sendiri tanpa melihat bagaimana dan cara kesenian [musik]

itu hadir dan bertahan (2003:84). Oleh karena itu,2 Majalah Info Sukowat. “Sri Suryanti PNS Sekaligus Seniman,

Pencipta Lagu-Lagu Mars” Edisi Khusus/ Tahun 2009, Hal. 89.

9

penelitian ini berupaya untuk mengungkap persoalan

kehadiran musik dalam konteks digunakan sebagai media

‘pencitraan sosial’.

Media ‘pencitraan sosial’ di dalam lagu mars tersebut

diduga memiliki peran sebagai pemecah kontradiksi sosial,

menyodorkan model identitas dan merayakan tatanan sosial

yang ada (Douglas, 2010:338). Dugaan tersebut kemudian

dibuktikan, adapun pijakannya adalah bersandar pada

pertanyaan-pertanyaan yang tersusun dalam bentuk rumusan

masalah di sub bab berikut ini.

B. Rumusan Masalah

Melalui ulasan penjabaran latar belakang di atas,

penelitian ini selanjutnya mengkerucutkan persoalan ke

dalam bentuk rumusan masalah di bawah ini.

1. Bagaimanakah ‘citra sosial’ dalam lagu mars karya Sri

Suryanti hadir dan faktor-faktor apa saja yang

10

membentuknya hadir?

2. Mengapa lagu mars PTK – PNF mampu membentuk kekuatan

‘citra sosial’ bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Sragen?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

C.1.Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mengakibatkan wujud ‘citra sosial’ dalam lagu mars

karya Sri Suryanti terbentuk.

2. Menjelaskan alasan mengapa lagu mars PTK – PNF

mampu menjadi kekuatan pembentuk ‘citra sosial’.

C.2. Manfaat.

1. Bagi kepentingan dunia akademik, penelitian ini

memberikan sumbangan terhadap disiplin ilmu

etnomusikologi terutama kajian kontekstual yang

membahas musik dalam sudut pandang sosiologi.

2. Bagi narasumber, diharapkan dapat memberikan

11

pengetahuan bahwa lagu mars PTK – PNF yang

diciptakannya memiliki pengaruh sosiologis.

3. Bagi peneliti, kajian ini dapat menjadi embrio

kajian ‘sosiologi musikal’ pada penelitian

berikutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian Etnomusikologi dengan menggunakan

perspektif ‘citra sosial’ sampai saat ini belum banyak

dijumpai. Meskipun belum pernah dilakukan, penelitian ini

tetap melakukan peninjauan terhadap berbagai jenis

pustaka, baik dalam bentuk jurnal, majalah, karangan

tugas akhir maupun laporan penelitian. Tujuannya adalah

untuk mengetahui posisi penelitian, dan sekaligus menjadi

pijakan dalam menentukan keabsahan dan keaslian

penelitian ini.

Taboid Smart memberitakan bahwa banyak orang

12

memiliki bakat dan kemampuan untuk mencipta lagu. Namun

hanya sedikit dari orang-orang tersebut yang juga

memiliki kemampuan mencipta lagu mars. Salah satunya

adalah Sri Suryanti yang memiliki kemampuan menciptakan

berbagai jenis lagu mars. Lagu mars adalah musik identitas

sebuah lembaga atau organisasi, bahkan lagu mars sering

diciptakan untuk keperluan penyelenggaraan sebuah even

atau kegiatan (2009: 13). Selain sebagai identitas

lembaga, lagu mars pun memiliki keterkaitan secara sosial

yakni sebagai pembentuk ‘citra sosial’ bagi lembaga yang

menggunakannya.

‘Citra Sosial’ merupakan fenomena sosial yang

memiliki tujuan untuk mengkokohkan identitas suatu

kelompok tertentu. Bagi Irwan Abdullah dalam bukunya

berjudul “Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan” terbitan

Pustaka Pelajar Yogyakarta tahun 2007 menjelaskan bahwa

identitas suatu kelompok tidak dapat dilepaskan dari

proses sosial budaya. Menurutnya proses tersebut

13

menyangkut dua hal penting. Pertama, pada tataran sosial

akan terlihat proses dominasi dan subordinasi budaya yang

terjadi secara dinamis yang memungkinkan kita menjelaskan

dinamika kebudayaan secara mendalam. Kedua pada tataran

individual akan dapat diamati proses resistensi di dalam

reproduksi identitas kultural sekelompok orang di dalam

konteks sosial budaya tertentu (Irwan Abdullah, 2007:41-

42). Berbeda dengan Irwan Abdullah, menurut Umar Kayam

dalam makalah berjudul “Seni Pertunjukan dan Sistem

Kekuasaan” yang ditulis dalam satu buku berjudul

“Mencermati Seni Pertunjukan I Prespektif Kebudayaan,

Ritual, Hukum” diterbitan atas kerjasama The Ford

Fondation dan Program Pascasarjana STSI Surakarta,

memaparkan bahwa, dalam masyarakat hadir berbagai sistem

sosial yang menggerakan dinamika masyarakat yakni berupa

sistem kekuasaan, sistem kepercayaan, sistem sosial dan

sebagainya. Menurutnya seni pertunjukan yang tumbuh dan

berkembang tersebut tidak bisa tidak (pasti) dipengaruhi

14

oleh sistem-sistem tersebut (Umar Kayam, 2003:98).

Termasuk dalam hal ini adalah lagu mars. Sistem yang

dimaksud menurut Tatang M. Amirin dalam bukunya berjudul

“Pokok-Pokok Teori Sistem” terbitan Rajawali Jakarta

adalah himpunan komponen atau bagian yang saling

berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai

sesuatu tujuan (Tatang M Amirin: 1986:10).

Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuatan kolektif

kemasyarakatan pada tataran kongkritnya masih dipegang

kuat oleh sistem tersebut meskipun masing-masing individu

sesungguhnya memiliki peran pula untuk membangun kekuatan

kolektif. Kekuatan kolektif yang dimaksud ini menurut M.

Habib Mustopo dalam bukunya berjudul “Manusia dan Budaya

Kumpulan Essay Ilmu Budaya Dasar” terbitan Usaha Nasional

Surabaya adalah menggambarkan kepribadian komunal atau

masyarakat setempat. Menurutnya musik mampu menyatakan

semangat atau spirit kebersamaan dari komunitas yang

bersangkutan (Habib Mustofa, 1983:58), dan lagu mars pun

15

tidak dapat dilepaskan dari spirit yang dimaksud. Spirit

kebersamaan dari komunitas tentunya memberikan pandangan

mengenai ‘golongan’. P.J. Bouman dalam bukunya berjudul

“Ilmu Masyarakat Umum, Pengantar Sosiologi” terbitan

Pembangunan Jakarta, memberikan pandangan mengenai

golongan bahwa manusia dengan segala perasaannya memiliki

kebebasan terhadap segala hal, menurutnya sebagian besar

manusia bertindak sebagai ‘makhluk golongan’ (Bouman,

1976:33).

Meskipun manusia memiliki kebebasan, namun mereka

tetap dihadapkan dengan kebiasaan yang di dalamnya memuat

norma-norma kehidupan. Abdulsyani dalam bukunya berjudul

“Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan” terbitan Bumi

Aksara Jakarta, memandang kebiasaan yang berkembang pada

suatu masyarakat merupakan satu dari empat bentuk norma

yang secara umum ada pada masyarakat. Tiga norma lain

yang umumnya ada selain kebiasaan adalah cara berbuat

(usage), tata kelakuan (mores) dan adat istiadat (custom)

16

(Abdulsyani, 1994:55-56). Norma-norma tersebut turut pula

dalam membangun spirit kebudayaan.

Berbeda dengan Abdulsani, menurut Dieter Mack dalam

bukunya berjudul “Musik Kontemporer dan Persoalan

Interkultural” Penerbit Arti Jakarta menyatakan bahwa,

semua lingkungan sesungguhnya mampu melahirkan berbagai

struktur-struktur dasar yang sangat alami buat setiap

budaya. Dieter Mack menegaskan bahwa satu karya musik

memiliki kepentingan mengikat manusia dari berbagai

lingkungan yang berbeda (Mack, 2004:100) dan lagu mars

adalah salah satu unsur yang mampu mengikat manusia

secara kolektif. Bahkan Wisnu Mintargo dalam jurnal

Humaniora, Volume XV, No 1 berjudul “Lagu Propaganda

dalam Revolusi Indonesia 1945 – 1949” menjelaskan bahwa,

fungsi musik dalam dunia politik merupakan alat yang

ampuh untuk melakukan propaganda dan agitasi politik.

Menurutnya fungsi utama lagu-lagu propaganda adalah alat

penyebarluasan opini bersifat sederhana tetapi

17

implikasinya bersifat kompleks. Unsur teknis musiknya

tidak mendapatkan perhatian utama, melainkan yang menjadi

perhatiannya adalah makna serta isi teks lagu yang harus

bermuat agitasi dan harus disampaikan kepada masyarakat

luas agar lagunya mudah dinyanyikan, mudah dihayati dan

mudah dipahami oleh masyarakat Indonesia (Wisnu Mintargo,

2003:105).

Tulisan-tulisan di atas memberikan gambaran mengenai

pembahasan persoalan musik yang ditinjau dari aspek

sosiologis. Melalui pemaparan beberapa tulisan di atas

menunjukan bahwa skripsi yang berjudul “Lagu Mars PTK-PNF

Karya Sri Suryanti Sebagai Kekuatan Citra Sosial Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen” dengan prespektif

‘citra sosial’ dalam konteks lagu mars karya Sri Suryanti

betul-betul belum pernah dikaji atau diteliti, sehingga

penelitian ini benar-benar berangkat dari persoalan yang

belum pernah dibahas sebelumnya.

18

E. Landasan Konseptual

Penelitian ini memahami lagu mars merupakan mekanisme

sosial yang digunakan untuk meningkatkan dan

mengintegrasikan kepentingan-kepentingan institusi atau

lembaga dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Sragen agar keberadaannya

mendapatkan pengakuan secara masif di hadapan masyarakat

luas. Mekanisme sosial tersebut secara kongkrit bertujuan

untuk membentuk kekuatan ‘citra sosial’. Kekuatan ‘citra

sosial’ di dalam lagu mars dalam penelitian ini diduga

memiliki peran sebagai pemecah kontradiksi sosial,

19

menyodorkan model identitas dan merayakan tatanan sosial

yang ada (Douglas, 2010:338). Pijakan teoritis ini

selanjutnya digunakan sebagai dasar konseptual untuk

memecahkan persoalan yang telah diajukan di dalam rumusan

masalah.

Kontradiksi sosial yang dimaksud dipahami sebagai

sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari konflik yang

ditimbulkan oleh sekelompok masyarakat atau instansi yang

menghegemoni, dan peran lagu mars adalah sebagai salah

satu media yang turut berpengaruh dalam memecahkan

kontradiksi sosial yang dimaksud. Harapan yang hendak

dicapai oleh instansi atau lembaga ketika menggunakan

lagu mars adalah agar stabilitas sosial dapat terjaga.

Penjelasan tersebut apabila dipandang melalui perspektif

konflik merupakan perwujudan kesinambungan ketegangan dan

perjuangan kelompok sebagai kondisi normal suatu

masyarakat di mana stabilitas dan konsensus nilai yang

merupakan ilusi telah disusun dengan hati-hati untuk

20

melindungi kelompok yang mendapat hak-hak istimewa

(Horton, 1993:24).

Lagu mars pun turut memberikan peran dalam

pembentukan model identitas yang diharapkan oleh lembaga

atau instansi yang berkepentingan. Model dalam penelitian

ini merupakan manifestasi persepsi yang dibayangkannya

seseorang secara personal sehingga apa yang tampak di

dalam model dan kemudian dipersepsi akan tampak pada

kesadaran personal (Bambang, Sunarto, 2010:38). Sedangkan

identitas adalah proyek eksistensial dan penegasan esensi

bawaan yang menentukan ‘siapa saya’, sementara bagi yang

lain identitas merupakan sebuah konstruksi dan kreasi

dari berbagai peran dan bahan sosial yang ada, atau

secara tradisional identitas merupakan fungsi kesukuan,

kelompok, atau kolektif dalam modernitas (Douglas,

2010:317). Pembentukan model identitas melalui lagu mars

cukup efektif untuk meningkatkan keterarahan masyarakat

luas atas pengakuan identitas lembaga atau institusi

21

dengan maksud agar identitasnya dapat diakui keabsahan

secara sosial.

Lagu mars pun jika dilihat dalam konteks perayaan

tatanan sosial, merupakan bentuk aktivitas perayaan

terhadap sosialisasi eksistensi kelembagaan atau instansi

yang bertujuan agar instansi atau lembaga tidak terpisah

dari masyarakat. Perayaan ini sesungguhnya dibentuk oleh

masyarakat dan masyarakat adalah suatu organisasi dari

orang-orang yang disosialisasikan (Horton, 1993:110). Lagu

mars dengan demikian menjadi realitas penghubung yang

mampu menyatukan keterpisahan antara masyarakat luas

dengan instansi atau lembaga.

Lagu mars beserta penjelasan ini menegaskan

sesungguhnya realitas tidak dapat dibagi dalam berbagai

bidang yang terpisah-pisah tanpa hubungan satu sama lain,

melainkan realitas dilihat sebagai suatu kesatuan

menyeluruh (Franz Magnis Suseno, 2001: 82), termasuk dalam

hal ini adalah lagu mars bagi instansi atau lembaga dapat

22

dihadirkan secara empiris untuk menyatukan eksistensinya

dengan masyarakat luas dalam situasi apapun. Penjabaran

konsep teoritis kekuatan ‘citra sosial’ dalam lagu mars di

atas apabila digambarkan dalam bentuk model terlihat

seperti di bawah ini.

Bagan. 1.1. Model Kekuatan Citra Sosial dalam Lagu Mars

Penelitian ini pada uraian latar belakang yang ada

pada sub bab awal telah dijelaskan, bahwa pengertian

‘citra sosial’ adalah cara yang dilakukan oleh manusia

Pemecah Kontradiksi

SosialPerayaan Tatanan Sosial

Pembentukan Model

Identitas

Kekuatan Citra Sosial dalam Lagu Mars

23

dalam menunjukkan eksistensi diri atau kelompoknya

melalui hubungan yang dijalin secara sistematis. Melalui

uraian penjelasan dan gambaran diagram konseptual di atas

pengertian yang ditawarkan memperlihatkan keterkaitannya.

Keterkaitan tersebut secara sistematis menunjukkan lagu

mars dalam hal ini tidak dapat dipandang sebagai musik

yang berdiri sendiri, melainkan kehadirannya memiliki

hubungan dan keterkaitan dengan persoalan sosial yang

terjalin secara sistematis dan konstruktif. Argumen ini

turut dikuatkan oleh pernyataan teoritis lain bahwa musik

dalam hubungannya dengan manusia sesungguhnya mampu

menciptakan jalinan integratif dan relasional, jalinan

ini pun sesungguhnya menjadi inti dari proses sosialisasi

manusia itu sendiri (Franki, Raden, 1995:170).

Lagu mars dalam proses sosialisai ini selanjutnya

digunakan sebagai media untuk menyampaikan kompleksitas

ide. Kompleksitas ide ini unsur-unsurnya meliputi norma-

norma, nilai-nilai yang kehadirannya dimanifestasikan

24

dalam bentuk karya lagu mars dan secara lebih khusus

unsur-unsur yang termuat di dalam lagu mars tersebut

secara kontekstual mampu memberikan pengaruh terhadap

pembentukan kekuatan ‘citra sosial’ bagi instansi atau

lembaga yang berkepentingan. Sementara dugaan kekuatan

“citra sosial” yang dibangun melalui lagu mars dilandasi

pula oleh pernyataan teoritis lain yakni bahwa tindakan

manusia [institusi] akan selalu mempunyai dimensi

normatif atau non rasionalnya. Artinya, tindakan

institusi atau lembaga tersebut dipandu oleh ideal-ideal

tertentu atau pemahaman bersama, mengingat sifatnya yang

internal dan dekat dengan motivasi, maka hal ini mampu

menjadi basis tindakan [pencitraan] (Hendar Putranto,

2005:55).

Basis tindakan pencitraan institusi atau lembaga

inilah yang diduga mampu membentuk kekuatan “citra

sosial”. Tindakan pencitraan ini secara eksplisit termuat

ke dalam lagu mars yang diciptakan. Dengan demikian lagu

25

mars sekaligus merupakan model tindakan pencitraan bagi

institusi atau lembaga yang dimaksud. Agar lagu mars mampu

membuat “citra sosial” hadir dan dirasakan oleh institusi

atau lembaga yang bersangkutan maka model tindakan

pencitraan yang dimanifestasikan dalam bentuk lagu mars

harus berpijak pada beberapa unsur berikut ini, (1)

tujuan, (2) sarana atau hal-hal yang digunakan [sarana

penciptaan lagu mars], (3) syarat, situasi-kondisi dan

batasan-batasan yang melingkupinya [syarat tema musik

yang diajukan], (4) norma, pemahaman atas tujuan dan

sarana yang hendak dicapai, (5) upaya yang dikerahkan

pelaku [institusi] untuk menyelesaikan tindakan

[pencitraan] (Hendar Putranto, 2005:55).

Unsur-unsur tersebut apabila termanifestasi secara

kongkrit dalam lagu mars, dimungkinkan “citra sosial” yang

dikehendaki institusi atau lembaga dapat terwujud.

Sedangkan alasan yang digunakan untuk menjawab mengapa

lagu mars dijadikan kekuatan ‘citra sosial’ bagi lembaga

26

atau instansi adalah berpijak pada teori pertukaran

sosiologis. Teori ini menyatakan bawa orang cenderung

memaksimalkan sejumlah hal tertentu, seperti pengakuan

sosial dan baru akan berinteraksi ketika ada keuntungan

untuk melakukannya (Hendar Putranto, 2005:53), dan lagu

mars dalam konteks ini memiliki peran menggali keuntungan

dengan cara menjalin interaksi sosial dengan masyarakat

luas secara kreatif yakni melalui lagu mars.

Melalui model pemanfaatan kekuatan lagu mars sebagai

pembentuk citra sosial, diharapkan institusi atau lembaga

yang berkepentingan mendapatkan keuntungan darinya.

Berpijak pada landasan konseptual di atas, maka

penelitian ini berupaya menjawab persoalan yang telah

dirumuskan di dalam rumusan masalah di depan.

F. Metodologi Penelitian

27

Penelitian ini secara tegas menggunakan data

kualitatif. Secara metode karakteristik penelitian ini

harus mampu mengeksplanasikan semua bagian yang dapat

dipercaya dari informasi yang diketahui serta tidak

menimbulkan kontradiksi dengan interpretasi yang

disajikannya (RM Soedarsono, 1999:27). Adapun demi

menjaga kejernihan informasi serta menghindari

kontradiksi informasi dan data, peneliti menyusun

langkah-langkahnya secara sistematis dengan mengajukan

beberapa tahapan penelitian. Di antaranya yakni

pengumpulan data melalui kerja pengamatan, wawancara,

pengumpulan dokumen, studi pustaka kemudian yang terakhir

adalah pengolahan data dan sistematika penulisan laporan

penelitian. Adapun uraian tersebut dijabaran dalam bentuk

pembahasan sub bab berikut ini.

F.1. Pengumpulan Data

F.1.a. Pengamatan

28

Penggunaan teknik ini dimungkinkan waktunya hampir

bersamaan dengan wawancara, yakni seperti mengamati ruang

tamu yang tertempel prestasi-prestasi narasumber,

koleksi-koleksi keliping yang dimiliki narasumber, bahkan

kaset-kaset karya yang dimilikinya. Peneliti pun tetap

berhati-hati dalam melakukan pengamatan, karena hasil

pengamatan yang diperoleh dari narasumber perlu

dikonfirmasikan kembali kepada narasumber primer lain,

seperti asisten Sri Suryanti bernama Budi Rahmatjati.

Teknik pengamatan ini tidak hanya berhenti di

wilayah narasumber. Peneliti juga melakukan pengamatan

mengenai bagaimana lagu mars itu disajikan oleh lembaga

atau instansi yang berkepentingan. Pengamatan pun tertuju

pada respon masyarakat yang membawakan lagu mars tersebut

tatkala lagu mars disajikan secara bersama-sama. Lagu mars

yang menjadi kajian dalam hal ini berjudul “Mars PTK-PNF”

karya Sri Suryanti.

29

Sedangkan respon yang dimaksud dalam pengamatan

peneliti ini di antaranya meliputi respon sosial. Artinya

bagaimana masyarakat yang menjadi target sasaran pelantun

lagu mars ini menyikapi atau bersikap terhadap lagu mars

yang dinyayikan. Teknik ini cukup membantu untuk

memperjelas bentuk kekuatan ‘citra sosial’ yang

ditimbulkan oleh lagu mars. Selain itu teknik pengamatan

ini pun turut menjadi alat bantu yang cukup penting

sebagai jalan untuk merekonstruksi data primer dan data

sekunder yang diperoleh ketika peneliti melakukan

kodefikasi dan klasifikasi data.

F.1.b. Wawancara

Wawancara adalah langkah utama dan mendasar dalam

memperoleh data secara langsung di lapangan. Ketrampilan

menangkap informasi yang diberikan narasumber menjadi hal

mutlak yang harus dilakukan. Wawancara dilakukan kepada

narasumber utama, yakni Sri Suryanti. Sedangkan

30

narasumber primer lain adalah pembantu Sri Suryanti yang

turut berperan dalam menyusun dan membuat lagu mars yang

diciptakan Sri Suryanti. Narasumber yang dimaksud adalah

Budi Rahmatjati, ia adalah asisten Sri Suryanti ketika

mebuat lagu mars.

Wawancara yang dilakukan atau ditujukan kepada Budi

Rahmatjati digunakan untuk cross check atau konfirmasi

terhadap kebenaran data yang diperoleh ketika peneliti

melakukan wawancara kepada Sri Suryanti. Peneliti

menggunakan teknik wawancara tidak formal, mengingat

wawancara yang dilakukan antara peneliti dan narasumber

utama maupun narasumber primer lain dilakukan di tempat

kediaman mereka. Pertimbangan yang digunakan ketika

menggunakan wawancara tidak formal adalah usaha yang

dilakukan peneliti untuk membangun keakraban antara

peneliti dengan narasumber.

Teknik ini dimungkinkan dapat memberi peluang bagi

peneliti untuk mengembangkan pertanyaan yang diajukan

31

kepada narasumber, sehingga informasi yang diberikan oleh

narasumber dapat lebih mendalam. Pelaksanaan wawancara

menggunakan pilihan bahasa campuran yaitu bahasa Jawa dan

bahasa Indonesia. Selain melakukan wawancara kepada

narasumber utama beserta pembantu-pembantunya, peneliti

juga melakukan wawancara kepada pimpinan instansi atau

lembaga yang berkepentingan dalam memesan lagu mars kepada

Sri Suryanti, yakni Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Sragen.

Wawancara yang ditujukan pada pimpinan instansi atau

lembaga difokuskan pada penggalian data yang terkait

dengan persoalan motivasi instansi atau lembaga formal

ketika memesan lagu mars kepada Sri Suryanti. Teknik

wawancara yang digunakan peneliti ketika melakukan

wawancara dengan pimpinan instansi atau lembaga yang

memesan lagu mars pun menggunakan teknik tidak formal

pula, mengingat wawancara juga dilakukan di tempat

kediaman atau rumah narasumber. Hal ini dilakukan dengan

32

alasan pimpinan instansi atau lembaga formal yang pernah

memesan lagu mars kepada Sri Suryanti sebagian besar telah

dipindah tugaskan atau bahkan ada yang pensiun. Teknik

wawancara yang digunakan ini diharapkan mampu mendapatkan

data yang berkualitas. Adapun alat yang digunakan untuk

mendukung wawancara adalah alat tulis, hand phone yang

memiliki fasilitas perekaman digital dan seperangkat kamera

video dan foto.

F.1.c. Pengumpulan Dokumen

Pengumpulan dokumen yang dimaksud adalah pengumpulan

data baik berupa data foto maupun dokumen-dokumen yang

dimiliki oleh Sri Suryanti. Dokumen ini dapat berupa

kumpulan lagu, sertifikat, penghargaan dan berita-berita

terkait dengan kekaryaan Sri Suryanti yang pernah dimuat

di media massa.

F.1.d. Studi Pustaka

Proses kerja ini dilakukan dengan jalan jelajah

33

buku, jurnal dan lain sebagainya. Pustaka yang ditelusuri

adalah pustaka-pustaka yang memiliki keterkaitan langsung

terhadap objek kajian. Studi ini dilakukan terhadap

berbagai sumber literatur yang masih memiliki hubungan

dengan data atau informasi yang telah diperoleh dan

memiliki kaitan dengan fokus kajian. Penulis melakukan

jelajah pustaka di perpustakaan pusat dan perpustakaan

Jurusan Karawitan ISI (Institut Seni Indonesia).

F.2. Reduksi dan Analisis Data

Data yang diperoleh dan terkumpul ada kemungkinan

sangat beragam atau bervariasi. Dengan demikian sebelum

dilakukan proses analisis, data direduksi sesuai dengan

kebutuhan dan terkait dengan fokus amatan. Proses reduksi

yakni membuang atau mengurangi data yang diragukan

kebenarannya. Reduksi dilakukan beberapa kali sampai

terkumpul data yang paling valid dan yang sesuai dengan

kebutuhan analisis.

Penulis ketika menjawab persoalan yang telah

34

diajukan dalam rumusan masalah tetap berpijak pada

prespektif yang diajukan yakni kekuatan ‘citra sosial’.

Terkait dengan hal tersebut penulis selanjutnya

mengidentifikasi dan mengklasifikasi konsep-konsep sosial

yang ada dalam ilmu sosiologi dan dikaitkan dengan data

lapangan yang diperoleh dan telah direduksi. Konsep ilmu

sosial yang digunakan ditekankan pada konsep ‘citra

sosial’. ‘Citra sosial’ yang dimaksud adalah cara yang

dilakukan oleh manusia dalam menunjukkan eksistensi diri

atau kelompoknya melalui hubungan yang dijalin secara

sistematis. Sedangkan konsep eksistensi ini selanjutnya

dikaitkan dengan persoalan pembentukan model identitas,

pemecahan kontradiksi sosial dan perayaan tatanan sosial.

Tiga komponen ini selanjutnya dianalisis secara mendalam

dan dikaitkan dengan konsep penciptaan lagu mars karya Sri

Suryanti yang berjudul “PTK-PNF” dan dikontektualisasikan

dengan konsep pencitraan sosial. Ketiga hal tersebut

kemudian diformulasikan kedalam bentuk kekuatan ‘citra

35

sosial’, tujuannya adalah agar penelitian ini tidak

melebar.

Sebagai penelitian kualitatif, teknik analisis data

dilakukan secara induktif. Artinya, kesimpulan teoritis

ditarik berdasarkan data dengan kekayaan nuansanya yang

ditemukan di lapangan. Sehubungan dengan itu, asumsi-

asumsi yang digunakan sebagai dasar dalam menyusun

kerangka teoritis, sifatnya hanya sebagai dugaan

sementara. Apabila dalam kegiatan pengumpulan data di

lapangan ditemukan informasi yang cenderung tidak

membenarkan asumsi tersebut, maka asumsi tersebut

dibatalkan atau diperbaiki sesuai dengan kenyataan yang

ada di lapangan.

F.3. Sistematika Penulisan

Hasil analisis data dalam penelitian ini selanjutnya

disusun dan disajikan dalam bentuk laporan penelitian

36

dengan sistematika tulisan sebagai berikut.

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenai Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitihan,

Tinjauan Pustaka, Landasan Konseptual, Metode

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II. LATAR BELAKANG KEHIDUPAN SRI SURYANTI

Bab ini berisi pembahasan Masa Kecil dan Keluarga

Sri Suryanti, Sri Suryanti Ketika Belajar di

Konservatori Surakarta, Riwayat Pekerjaan Sri

Suryanti

BAB III. FAKTOR PEMBENTUK CITRA SOSIAL DALAM MUSIK MARS

KARYA SRI SURYANTI

Bab ini berisi mengenai faktor pembentukan citra

sosial. Faktor tersebut di antaranya, Faktor

Tindakan Musikal, Faktor Kesadaran Lembaga, Faktor

Tema Lagu, dan Faktor Norma Sosial.

BAB IV. ANALISIS PENTINGNYA CITRA SOSIAL DALAM LAGU MARS

37

BERJUDUL PTK-PTF KARYA SRI SURYANTI

Bab ini berisi mengenai pentingnya Lagu Mars

berjudul “PTK-PTF” bagi lembaga pendidikan. Alasan-

alasan mengenai pentingnya lagu ini digunakan

sebagai pembentuk citra sosial dijelaskan dalam bab

ini. Pembahasan tersebut di antaranya meliputi Lagu

Mars “PTK-PTF” sebagai Pemecah Kontradiksi Sosial,

Lagu Mars “PTK-PTF” sebagai Perayaan Tatanan Sosial,

dan Lagu Mars “PTK-PTF” sebaga Pembentukan Model

Identitas. Namun sebelumnya turut dipaparkan pula

bentuk dan struktur lagu mars berjudul PTK-PNF

karaya Sri Suryanti ini.

BAB V. KESIMPULAN

Bab ini berisi mengenai hasil akhir penelitian dan

memuat jawaban-jawaban yang telah dirumuskan dalam

rumusan masalah.