Komunikasi-Interpersonal-dalam-Pengelolaan-Ketidakpastian ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of Komunikasi-Interpersonal-dalam-Pengelolaan-Ketidakpastian ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan Lembaga Tinggi
Negara yang memegang amanat konstitusi UUD 1945 untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara/Daerah. Pelaksanaan
pemeriksaan tersebut dijabarkan secara nyata dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
Rencana Strategis BPK RI Tahun 2010-2015 menyatakan bahwa
Pemeriksaan Keuangan Negara yang dilakukan BPK bertujuan untuk
mendorong terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; dan
menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang bermanfaat dan sesuai dengan
kebutuhan pemangku kepentingan.
Adapun objek pemeriksaan BPK adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik
Negara/Daerah, Badan Layanan Umum, dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara. Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut
dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara, yang mencakup pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Pelaksanaan pemeriksaan keuangan negara pada BPK dilakukan
dengan penunjukan suatu Tim Pemeriksa melalui Surat Tugas Pemeriksaan.
Suatu Tim Pemeriksa terdiri beberapa pemeriksa (selanjutnya disebut sebagai
auditor) dengan jenjang jabatan tertentu, yaitu Penanggungjawab, Pengendali
Teknis, Ketua Tim dan beberapa Anggota Tim. Adapun komposisi jumlah
orang dan latar belakang pendidikan akan disesuaikan dengan tema dan ruang
lingkup pemeriksaan serta karakter dari entitas yang diperiksa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) yang berisikan rekomendasi atas simpulan maupun
temuan pemeriksaan. Rekomendasi BPK adalah bentuk akhir dari hasil
komunikasi yang terjadi dalam pemeriksaan antara tim pemeriksa dengan
auditee. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara diatur bahwa semua rekomendasi BPK dapat ditindaklanjuti
sepenuhnya oleh auditee dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yakni
maksimal 60 hari sejak LHP diterbitkan.
Dalam perkembangannya persentase tindaklanjut rekomendasi BPK
saat ini masih cukup rendah. Data pada Ikhitisar Hasil Pemeriksaan Semester
I Tahun 2014 BPK RI menunjukkan bahwa jumlah objek pemeriksaan
sebanyak 495 pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, jumlah temuan
sebanyak 69.265 dan rekomendasi sebanyak 169.296 senilai Rp18,450
trilyun. Posisi tindak lanjut terakhir adalah sebanyak 85.441 rekomendasi atau
50,47% telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi, dan sisanya
sebanyak 83.855 rekomendasi atau 49,53% belum/belum selesai/tidak dapat
ditindaklanjuti. Dengan demikian hanya kurang lebih separuh rekomendasi
yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah selaku auditee.
Persentase tindaklanjut rekomendasi BPK yang cukup rendah diatas
mengindikasikan bahwa rekomendasi BPK sebagai hasil akhir proses
komunikasi pemeriksaan belum sepenuhnya “dipahami” oleh Pemerintah
Daerah selaku auditee. Dengan demikian rekomendasi belum dapat
dilaksanakan sebagai bentuk perbaikan sistem pengendalian intern dan/atau
Sesuai Rekomendasi (50,47%)
Belum Sesuai Rekomendasi (28,55%)
Belum Ditindaklanjuti (20,94%)
Tidak Dapat Ditindaklanjuti (0,05%)
50,47%
0,04%
28,55%
20,94%
Sumber: Olahan data IHPS BPK RI Semester I Tahun 2014
Gambar 1. Status Pemantauan Tindak Lanjut pada Pemerintah Daerah Periode 2010 sd 2014 (Semester I)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sebagai bentuk pelaksanaan sanksi atas ketidakpatuhan terhadap perundang-
undangan yang berujung pada peningkatan kualitas pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara oleh auditee. Sehingga pada tahap
yang lebih lanjut dapat menimbulkan penilaian pemeriksaan BPK kurang
efektif mencapai tujuannya.
Berangkat dari beberapa hal tersebut diatas, dalam dinamisasi kinerja
yang terus berkembang, setiap auditor dalam Tim Pemeriksa melakukan
pemeriksaan dengan mengemban nilai-nilai dasar BPK, yaitu independensi,
integritas, dan profesional. Independensi berarti bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan dan tidak tergantung pada pihak lain, baik secara kelembagaan,
organisasi maupun individu yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan.
Selain itu dimaksudkan sebagai prinsip bebas nilai dalam sikap mental dan
penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan/atau organisasi yang dapat
mempengaruhi independensi. Integritas adalah memiliki karakter mampu
untuk untuk mewujudkan apa yang telah disanggupinya dan diyakini
kebenarannya, dengan bersikap jujur, objektif, dan tegas dalam menerapkan
prinsip, nilai dan keputusan. Sedangkan profesionalisme adalah menerapkan
prinsip kehati-hatian, dan kecermatan, serta berpedoman kepada standar yang
berlaku.
Sejalan dengan hasil penelitian Badjuri (2008), selain memiliki
prinsip-prinsip dasar dalam melaksanakan tugas profesionalnya, seorang
auditor juga harus memiliki kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi
dengan pihak yang diaudit atau auditee. Pendapat tersebut dikuatkan oleh
Halim (2008:65) yang menyatakan auditor juga harus dapat mengembangkan
hubungan yang saling percaya dan saling menghargai dengan auditee, baik
pada saat pemeriksaan maupun untuk masa yang akan datang dengan tetap
menjaga independensi dan objektivitasnya.
Kemampuan interaksi dan mengembangkan hubungan dapat tercipta
dengan adanya kemampuan komunikasi yang dimiliki auditor. Kemampuan
komunikasi, khususnya komunikasi interpersonal penting karena dalam
proses audit, seorang auditor senantiasa berhubungan dengan pihak yang
diaudit (disebut sebagai auditee). Adapun hubungan antara auditor dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
auditee ini tentunya diarahkan pada suatu kerjasama agar proses audit dapat
berjalan dengan lancar dan hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan
kedua belah pihak.
Dalam beberapa jurnal internasional ditemukan hasil penelitian yang
menyatakan kemampuan komunikasi auditor sangat mendukung pelaksanaan
kegiatan audit, antara lain:
1. McKnight, C.A. dengan judul Characteristics of Relatively High-
Performance Auditors (2011) menjelaskan bahwa auditor dengan
kemampuan komunikasi dan interaksi yang baik cenderung akan
memperluas standar dan prosedur pemeriksaan dan lebih pro aktif dalam
pengendalian dan penilaian pemeriksaan. Yang mana selanjutnya
mendukung kinerjanya dalam bidang pemeriksaan.
2. Bamber, E.M. dengan judul Auditors Identification with Their Clients and
its Effect on Auditors Objectivity (2007) menjelaskan bahwa keakraban
antara auditor dengan kliennya merupakan salah satu dari lima ancaman
independensi. Namun demikian keakraban tersebut akan memberikan
pemahaman klien secara lebih untuk merencanakan dan melaksanakan
audit yang efektif dan efisien.
Pentingnya komunikasi sebagai salah satu kemampuan yang harus
dimiliki oleh auditor dijabarkan dalam Serian Panduan: Wawancara dalam
rangka Pemeriksaan yang terbitkan oleh BPK RI. Dimana dinyatakan bahwa
selama proses pemeriksaan, komunikasi menjadi bagian yang selalu
dilakukan mulai dari kegiatan perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan
pemeriksaan. Dengan menerapkan keterampilan berkomunikasi, pelaksanaan
pemeriksaan akan berjalan dengan efektif dan efisien, antara lain dalam hal:
1. Memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam pengujian audit;
2. Mengendalikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan tim
pemeriksaan;
3. Meningkatkan mutu pemeriksaan;
4. Memperbaiki citra pemeriksa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Berikut pernyataan dari pegawai teladan sekaligus pemeriksa BPK RI
terkait kemampuan komunikasi sebagai salah satu faktor keberhasilan
pemeriksaan yang dilakukannya:
“Salah satu tantangannya adalah kalau ketemu auditee yang susah diminta data. Sebagai auditor, kita harus mampu mengkomunikasikan, harus mampu menjelaskan dengan baik, dengan argumen-argumen yang tepat, sehingga auditee mau memberikan data yang kita butuhkan” (Herny Widiyasih, Warta BPK: Januari 2013) “Salah satu kunci hubungan kerja yang baik dengan auditee adalah dengan membangun komunikasi yang baik dengan para auditee. Dengan begitu, hal ini memudahkan kami untuk meminta data. Jika kami meminta data yang diperlukan, auditee akan cepat merespon.” (Ida Irawati, Warta BPK: Februari 2013) Dengan adanya komunikasi interpersonal yang baik diantara auditor
dan auditee, maka proses penyampaian informasi berupa data dokumenter
maupun keterangan para pihak yang terkait akan terlaksana dengan baik.
Selanjutnya auditor akan dapat menuangkan kondisi pemeriksaan dalam
bentuk temuan pemeriksaan, baik yang bersifat positif maupun negatif, secara
lengkap, sesuai kenyataan (faktual) dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada
tahapan lebih lanjut, berdasarkan temuan pemeriksaan yang baik tersebut,
maka akan dapat dirumuskan rekomendasi yang tepat dari BPK kepada
auditee untuk segera ditindaklanjuti. Sesuai tujuan pemeriksaan, maka tindak
lanjut auditee ini harus diarahkan pada perbaikan/peningkatan pengelolaan
dan tanggungjawab keuangan negara yang diselenggarakan auditee.
Kondisi pemeriksaan ideal diatas, dimana komunikasi interpersonal
terjalin baik antara auditor dan auditee, tidak akan tercipta jika dalam
interaksi awal keduanya memiliki hambatan komunikasi interpersonal.
Hambatan komunikasi interpersonal yang terbesar dalam pemeriksaan adalah
sikap tidak percaya yang dimiliki antara kedua belah pihak. Sikap tidak
percaya tersebut akan menimbulkan ketidakpastian dalam pemeriksaan,
dimana auditor dan auditee akan saling mempertanyakan posisi diri mereka
dan lawannya dalam hubungan pemeriksaan tersebut.
Fisher (1987:2) menyatakan dalam proses komunikasi antar pribadi
akan selalu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh individu yang terlibat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
komunikasi, yaitu: perasaan, emosi, kepercayaan, kepribadian juga termasuk
pemahaman seseorang. Sedangkan Rahkmat dalam Psikologi Komunikasi
(2015:41) menjelaskan bahwa kepercayaan memberikan perspektif pada
manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberi dasar bagi pengambilan
keputusan dan menentukan sikap kepada objek sikap.
Ketidakpercayaan auditor terhadap auditee terbentuk karena adanya
batasan profesionalnya, yakni skeptisme profesional serta ketentuan kode etik
yang dimilikinya. Batasan profesional auditor tersebut seringkali
menyebabkan adanya jarak antara auditor dengan auditee itu sendiri dan
akhirnya menghilangkan unsur keakraban yang diperlukan dalam membina
hubungan interpersonal dengan auditee. Selain itu auditor juga memiliki
pandangan bahwa auditee tidak menyukai dan memiliki kecenderungan untuk
menghindar dari pemeriksaan dengan cara mencicil dokumen/data yang
diminta, tidak memberikan nomor telepon yang bisa dihubungi, tidak dapat
ditemui/dipanggil, dan lain sebagainya yang mempersulit pelaksanaan
prosedur pemeriksaan.
Sedangkan ketidakpercayaan auditee terhadap auditor terbentuk dari
adanya persepsi dari auditee dan stereotipe tentang auditor yang justru
menghambat kelancaran pemeriksaan, terutama dalam proses komunikasi
diantara auditor dengan auditee. Persepsi auditee dan stereotipe auditor ini
antara lain, bahwa pemeriksaan yang dilakukan BPK semata-mata hanya
mencari-cari kesalahan; pemeriksaan BPK hanya merepotkan saja (contohnya
dalam satu tahun anggaran pemeriksaan terhadap auditee Pemerintah Daerah
bisa saja dilakukan oleh Inspektorat Propinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota,
Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP), dan/atau BPK secara
bergantian); auditor BPK punya motif lain (mencari keuntungan finansial)
melalui temuan pemeriksaan; pemeriksa BPK tidak ramah, sok pintar dan
sewenang-wenang; dan lain sebagainya.
Auditor seharusnya lebih memperhatikan auditee yang mana di dalam
pikirannya memiliki pandangan bahwa tidak semua auditor mampu
melakukan komunikasi yang efektif dengan auditeenya. Tidak
tersampaikannya maksud seseorang atau tidak terpuaskannya komunikasi dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
salah satu pihak akan menimbulkan kerugian. Menurut Liliweri dalam
bukunya, komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk
melakukan hubungan dengan orang lain, bilamana tidak terealisasi akan
menghasilkan akibat yang tidak menyenangkan antar individu (Liliweri,
1994:137).
Gambaran audit dan hubungan antara auditor dengan auditee yang
memiliki rasa tidak percaya satu sama lain ini tentunya berdampak pada
kinerja pemeriksaan secara menyeluruh. Kerjasama yang baik antara auditor
dengan auditee menjadi sulit dibangun karena bagi auditee yang memiliki
pandangan demikian maka ia akan cenderung bersikap tertutup, defensif,
tidak mau bekerja sama dan bahkan ada yang menghalangi/menghambat
proses audit yang sedang dilaksanakan.
Salomon E. dalam Rahkmat (2015:42) menyatakan kepercayaan
terbentuk oleh: pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan. Pengetahuan dalam
hal ini adalah jumlah informasi yang diterima oleh pihak terkait dari pihak
lainnya. Dengan demikian ketidakpercayaan dapat dikurangi dengan adanya
penerimaan informasi yang banyak dan relevan. Dari segi psikologi
komunikasi (Rakhmat, 2015:120), dinyatakan bahwa makin baik hubungan
interpersonal makin terbuka komunikator untuk mengungkapkan dirinya,
makin cermat persepsinya tentang orang lain (komunikan) dan persepsi
dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara
komunikator dan komunikan.
Proses komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee akan
menciptakan suatu komunikasi dialogis, dimana pihak pemberi dan penerima
kedua-duanya berperan sebagai komunikator, yaitu sebagai pemberi pesan
sekaligus juga sebagai penerima pesan, dan sebagai penerima sekaligus
sebagai pemberi. Dengan demikian auditor dan auditee berperan aktif dalam
saling memberi dan menerima pesan, sehingga dapat meningkatkan
pemahaman informasi di antara kedua belah pihak.
Saat dua orang berhubungan satu sama lain, mereka membentuk
ikatan dan saling menghormati. Menciptakan hubungan-hubungan yang
sukses adalah faktor penting dalam membangun hubungan. Sebagai kunci
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
sukses hubungan auditor-auditee ini penting untuk mengetahui bagaimana
hubungan yang mulai berkembang langsung dari percakapan pertama kali
antara auditor dengan auditee. Untuk memastikan bahwa suatu hubungan
dapat dibentuk, auditor perlu berhati-hati tentang bagaimana auditee
memandang dia dan menilai dia dari komunikasi yang tidak hanya secara
verbal tetapi juga nonverbal. Dengan menunjukan energi, antuasiasme, rasa
hormat, empati, perhatian, pemahaman tentang isu-isu antar budaya dari awal.
Auditor akan dapat memulai proses membangun hubungan yang sama dengan
keahlian berkomunikasi yang merupakan kunci keterampilan praktek
pemeriksaan.
Kondisi bagaimana auditor dan auditee melakukan komunikasi dalam
konteks pemeriksaan sangat menarik untuk diteliti karena banyaknya
pertimbangan dan persepsi yang melatarbelakanginya sebagaimana telah
dijabarkan diatas. Dalam penelitian ini, penulis berusaha menjelaskan
bagaimana cara auditor dan auditee mencari informasi satu sama lain dalam
rangka mengurangi ketidakpastian hubungan yang terjadi karena adanya
ketidakpercayaan para pihak dalam pelaksanaan pemeriksaan. Selain itu
penelitian ini juga ditujukan untuk melihat model penerapan teori
pengurangan ketidakpastian ini pada posisi auditor dan auditee yang berperan
sebagai komunikator dan komunikan dalam pemeriksaan yang dilakukan
BPK.
Jika dilihat dari sudut pandang ilmu komunikasi, penelitian ini
mengambil elemen komunikasi yaitu percakapan dan hubungan, dimana baik
auditor maupun auditee sama-sama saling bertukar informasi melalui
percakapannya demi membina hubungan interpersonal yang baik. Adapun
hubungan komunikasi antara auditor dengan auditee ini termasuk level dan
bidang kajian komunikasi interpersonal (antar pribadi).
Penelitian mengenai bagaimana bentuk dan/atau proses hubungan
interpersonal antara auditor BPK dengan auditee dalam konteks pemeriksaan
keuangan negara belum pernah dilakukan. Sejauh ini penelitian terkait auditor
BPK masih terbatas pada bidang manajemen sumber daya manusia dan
bidang ekonomi akuntansi semata, seperti contohnya: Pengaruh Independensi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Profesionalisme, Struktur Audit, dan Role Stress terhadap Kinerja Auditor
BPK RI Perwakilan Bali oleh I Gede Bandar Wira Putra (2010); Pengaruh
Faktor-faktor skeptisisme profesional auditor terhadap pemberian opini (Studi
Empiris pada Pemeriksa BPK RI Provinsi Jawa Tengah oleh Astri Bunga
Pratiwi (2013); dan Identifikasi dan Perbedaan Karakteristik Kompetensi
Audit: Auditor Pemerintah Ditinjau dari Pengalaman dan Gender oleh Indira
Januarti (2012).
Sedangkan penelitian pada BPK RI terkait bidang komunikasi yang
pernah dilakukan antara lain: Gaya Kepemimpinan di Humas BPK RI oleh
Esti Adysti (2013), dan Tinjauan Kegiatan Komunikasi Horisontal dan
Penggunaan Saluran Komunikasi di Divisi Humas Bagian Publikasi dan
Layanan Informasi di Kantor Pusat BPK RI oleh Mayangsari Wilandini
(2010).
Berangkat dari pemahaman akan konsep komunikasi interpersonal dan
teori pengurangan ketidakpastian dalam hubungan interaksi auditor dengan
auditee pada saat pemeriksaan yang dirasa oleh peneliti memiliki keunikan
tersendiri yang belum pernah diteliti. Pemilihan lokasi penelitian yakni BPK
RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah dikarenakan predikatnya sebagai kantor
perwakilan termuda dan terbaik pada tahun 2014. Sedangkan Pemerintah
Kota Surakarta dipilih karena merupakan salah satu entitas pemeriksaan BPK
RI yang telah mendapatkan opini atas aporan Keuangan Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) selama tahun 2011-2014 berturut-turut. Diharapkan
dengan kondisi kedua lokasi penelitian diatas dapat menyediakan gambaran
komunikasi interpersonal antara auditor dengan auditee yang baik dalam
suatu kegiatan pelaksanaan pemeriksaan keuangan daerah.
Berdasarkan penjelasan di atas, sebagai arahan dalam penelitian ini maka
peneliti berupaya untuk mendeskripsikannya dalam sebuah penelitian dengan
judul “KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM PENGELOLAAN
KETIDAKPASTIAN AUDITOR- AUDITEE DALAM PEMERIKSAAN
KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus pada BPK RI Perwakilan Propinsi
Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Surakarta)”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti
merumuskan permasalahan, yaitu:
1. Bagaimanakah pola dan karakteristik komunikasi interpersonal antara
auditor BPK dengan auditee bendahara secara umum?
2. Bagaimana pola pengelolaan ketidakpastian komunikasi yang dilakukan
oleh auditor BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah dan auditee
bendahara Pemerintah Kota Surakarta dalam suatu pelaksanaan
pemeriksaan keuangan daerah?
3. Bagaimanakah peranan fasilitator pemeriksaan pada Pemerintah Kota
Surakarta dalam pengelolaan ketidakpastian komunikasi pemeriksaan
keuangan daerah oleh BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa pola
dan karakteristik komunikasi interpersonal yang terjadi antara auditor BPK
dengan auditee bendahara Pemerintah Daerah dalam suatu pemeriksaan
keuangan daerah.
2. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk
ketidakpastian/kecemasan komunikasi dan strategi yang diterapkan oleh
auditor dan auditee dalam suatu pemeriksaan keuangan daerah. Kemudian
bagaimana peranan fasilitator pemeriksaan dari Pemerintah Kota Surakarta
sebagai pihak ketiga dalam pengelolaan ketidakpastian pemeriksaan BPK
RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
A. Manfaat Teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
karakteristik dan pola komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
auditor dan auditee dalam mengurangi ketidakpastian dalam interaksi
pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK Perwakilan Propinsi Jawa Tengah.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pengembangan teori ketidakpastian yang dikembangkan oleh Charles
Berger, sehingga dapat melengkapi dan menyempurnakan kelemahan yang
ada dalam teori tersebut, terutama yang terkait dengan pembentukan
interaksi awal hubungan interpersonal antara auditor dengan auditee.
B. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan dan pemahaman
secara praktis mengenai komunikasi interpersonal dalam pemeriksaan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran faktor
pendukung dan penghambat yang mempengaruhi hubungan komunikasi
interpersonal antara auditor dengan auditeenya. Gambaran ini akan
selanjutnya akan dapat memberi pemahaman bahwa komunikasi yang
terjalin antara auditor BPK Perwakilan Propinsi Jawa Tengah dan
auditeenya tidak hanya sekedar komunikasi sosial biasa, namun adalah
komunikasi yang membutuhkan teknik dan cara yang berbeda dalam
penerapannya.