Komunikasi-Interpersonal-dalam-Pengelolaan-Ketidakpastian ...

11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan Lembaga Tinggi Negara yang memegang amanat konstitusi UUD 1945 untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara/Daerah. Pelaksanaan pemeriksaan tersebut dijabarkan secara nyata dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Rencana Strategis BPK RI Tahun 2010-2015 menyatakan bahwa Pemeriksaan Keuangan Negara yang dilakukan BPK bertujuan untuk mendorong terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; dan menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan. Adapun objek pemeriksaan BPK adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara/Daerah, Badan Layanan Umum, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, yang mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pelaksanaan pemeriksaan keuangan negara pada BPK dilakukan dengan penunjukan suatu Tim Pemeriksa melalui Surat Tugas Pemeriksaan. Suatu Tim Pemeriksa terdiri beberapa pemeriksa (selanjutnya disebut sebagai auditor) dengan jenjang jabatan tertentu, yaitu Penanggungjawab, Pengendali Teknis, Ketua Tim dan beberapa Anggota Tim. Adapun komposisi jumlah orang dan latar belakang pendidikan akan disesuaikan dengan tema dan ruang lingkup pemeriksaan serta karakter dari entitas yang diperiksa.

Transcript of Komunikasi-Interpersonal-dalam-Pengelolaan-Ketidakpastian ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan Lembaga Tinggi

Negara yang memegang amanat konstitusi UUD 1945 untuk memeriksa

pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara/Daerah. Pelaksanaan

pemeriksaan tersebut dijabarkan secara nyata dengan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

Rencana Strategis BPK RI Tahun 2010-2015 menyatakan bahwa

Pemeriksaan Keuangan Negara yang dilakukan BPK bertujuan untuk

mendorong terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang tertib, taat pada

peraturan perundang-undangan, ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan

bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; dan

menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang bermanfaat dan sesuai dengan

kebutuhan pemangku kepentingan.

Adapun objek pemeriksaan BPK adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik

Negara/Daerah, Badan Layanan Umum, dan lembaga atau badan lain yang

mengelola keuangan negara. Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut

dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara, yang mencakup pemeriksaan keuangan,

pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Pelaksanaan pemeriksaan keuangan negara pada BPK dilakukan

dengan penunjukan suatu Tim Pemeriksa melalui Surat Tugas Pemeriksaan.

Suatu Tim Pemeriksa terdiri beberapa pemeriksa (selanjutnya disebut sebagai

auditor) dengan jenjang jabatan tertentu, yaitu Penanggungjawab, Pengendali

Teknis, Ketua Tim dan beberapa Anggota Tim. Adapun komposisi jumlah

orang dan latar belakang pendidikan akan disesuaikan dengan tema dan ruang

lingkup pemeriksaan serta karakter dari entitas yang diperiksa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil

Pemeriksaan (LHP) yang berisikan rekomendasi atas simpulan maupun

temuan pemeriksaan. Rekomendasi BPK adalah bentuk akhir dari hasil

komunikasi yang terjadi dalam pemeriksaan antara tim pemeriksa dengan

auditee. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

Negara diatur bahwa semua rekomendasi BPK dapat ditindaklanjuti

sepenuhnya oleh auditee dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yakni

maksimal 60 hari sejak LHP diterbitkan.

Dalam perkembangannya persentase tindaklanjut rekomendasi BPK

saat ini masih cukup rendah. Data pada Ikhitisar Hasil Pemeriksaan Semester

I Tahun 2014 BPK RI menunjukkan bahwa jumlah objek pemeriksaan

sebanyak 495 pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, jumlah temuan

sebanyak 69.265 dan rekomendasi sebanyak 169.296 senilai Rp18,450

trilyun. Posisi tindak lanjut terakhir adalah sebanyak 85.441 rekomendasi atau

50,47% telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi, dan sisanya

sebanyak 83.855 rekomendasi atau 49,53% belum/belum selesai/tidak dapat

ditindaklanjuti. Dengan demikian hanya kurang lebih separuh rekomendasi

yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah selaku auditee.

Persentase tindaklanjut rekomendasi BPK yang cukup rendah diatas

mengindikasikan bahwa rekomendasi BPK sebagai hasil akhir proses

komunikasi pemeriksaan belum sepenuhnya “dipahami” oleh Pemerintah

Daerah selaku auditee. Dengan demikian rekomendasi belum dapat

dilaksanakan sebagai bentuk perbaikan sistem pengendalian intern dan/atau

Sesuai Rekomendasi (50,47%)

Belum Sesuai Rekomendasi (28,55%)

Belum Ditindaklanjuti (20,94%)

Tidak Dapat Ditindaklanjuti (0,05%)

50,47%

0,04%

28,55%

20,94%

Sumber: Olahan data IHPS BPK RI Semester I Tahun 2014

Gambar 1. Status Pemantauan Tindak Lanjut pada Pemerintah Daerah Periode 2010 sd 2014 (Semester I)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

sebagai bentuk pelaksanaan sanksi atas ketidakpatuhan terhadap perundang-

undangan yang berujung pada peningkatan kualitas pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara oleh auditee. Sehingga pada tahap

yang lebih lanjut dapat menimbulkan penilaian pemeriksaan BPK kurang

efektif mencapai tujuannya.

Berangkat dari beberapa hal tersebut diatas, dalam dinamisasi kinerja

yang terus berkembang, setiap auditor dalam Tim Pemeriksa melakukan

pemeriksaan dengan mengemban nilai-nilai dasar BPK, yaitu independensi,

integritas, dan profesional. Independensi berarti bebas dari pengaruh, tidak

dikendalikan dan tidak tergantung pada pihak lain, baik secara kelembagaan,

organisasi maupun individu yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan.

Selain itu dimaksudkan sebagai prinsip bebas nilai dalam sikap mental dan

penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan/atau organisasi yang dapat

mempengaruhi independensi. Integritas adalah memiliki karakter mampu

untuk untuk mewujudkan apa yang telah disanggupinya dan diyakini

kebenarannya, dengan bersikap jujur, objektif, dan tegas dalam menerapkan

prinsip, nilai dan keputusan. Sedangkan profesionalisme adalah menerapkan

prinsip kehati-hatian, dan kecermatan, serta berpedoman kepada standar yang

berlaku.

Sejalan dengan hasil penelitian Badjuri (2008), selain memiliki

prinsip-prinsip dasar dalam melaksanakan tugas profesionalnya, seorang

auditor juga harus memiliki kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi

dengan pihak yang diaudit atau auditee. Pendapat tersebut dikuatkan oleh

Halim (2008:65) yang menyatakan auditor juga harus dapat mengembangkan

hubungan yang saling percaya dan saling menghargai dengan auditee, baik

pada saat pemeriksaan maupun untuk masa yang akan datang dengan tetap

menjaga independensi dan objektivitasnya.

Kemampuan interaksi dan mengembangkan hubungan dapat tercipta

dengan adanya kemampuan komunikasi yang dimiliki auditor. Kemampuan

komunikasi, khususnya komunikasi interpersonal penting karena dalam

proses audit, seorang auditor senantiasa berhubungan dengan pihak yang

diaudit (disebut sebagai auditee). Adapun hubungan antara auditor dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

auditee ini tentunya diarahkan pada suatu kerjasama agar proses audit dapat

berjalan dengan lancar dan hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan

kedua belah pihak.

Dalam beberapa jurnal internasional ditemukan hasil penelitian yang

menyatakan kemampuan komunikasi auditor sangat mendukung pelaksanaan

kegiatan audit, antara lain:

1. McKnight, C.A. dengan judul Characteristics of Relatively High-

Performance Auditors (2011) menjelaskan bahwa auditor dengan

kemampuan komunikasi dan interaksi yang baik cenderung akan

memperluas standar dan prosedur pemeriksaan dan lebih pro aktif dalam

pengendalian dan penilaian pemeriksaan. Yang mana selanjutnya

mendukung kinerjanya dalam bidang pemeriksaan.

2. Bamber, E.M. dengan judul Auditors Identification with Their Clients and

its Effect on Auditors Objectivity (2007) menjelaskan bahwa keakraban

antara auditor dengan kliennya merupakan salah satu dari lima ancaman

independensi. Namun demikian keakraban tersebut akan memberikan

pemahaman klien secara lebih untuk merencanakan dan melaksanakan

audit yang efektif dan efisien.

Pentingnya komunikasi sebagai salah satu kemampuan yang harus

dimiliki oleh auditor dijabarkan dalam Serian Panduan: Wawancara dalam

rangka Pemeriksaan yang terbitkan oleh BPK RI. Dimana dinyatakan bahwa

selama proses pemeriksaan, komunikasi menjadi bagian yang selalu

dilakukan mulai dari kegiatan perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan

pemeriksaan. Dengan menerapkan keterampilan berkomunikasi, pelaksanaan

pemeriksaan akan berjalan dengan efektif dan efisien, antara lain dalam hal:

1. Memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam pengujian audit;

2. Mengendalikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan tim

pemeriksaan;

3. Meningkatkan mutu pemeriksaan;

4. Memperbaiki citra pemeriksa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Berikut pernyataan dari pegawai teladan sekaligus pemeriksa BPK RI

terkait kemampuan komunikasi sebagai salah satu faktor keberhasilan

pemeriksaan yang dilakukannya:

“Salah satu tantangannya adalah kalau ketemu auditee yang susah diminta data. Sebagai auditor, kita harus mampu mengkomunikasikan, harus mampu menjelaskan dengan baik, dengan argumen-argumen yang tepat, sehingga auditee mau memberikan data yang kita butuhkan” (Herny Widiyasih, Warta BPK: Januari 2013) “Salah satu kunci hubungan kerja yang baik dengan auditee adalah dengan membangun komunikasi yang baik dengan para auditee. Dengan begitu, hal ini memudahkan kami untuk meminta data. Jika kami meminta data yang diperlukan, auditee akan cepat merespon.” (Ida Irawati, Warta BPK: Februari 2013) Dengan adanya komunikasi interpersonal yang baik diantara auditor

dan auditee, maka proses penyampaian informasi berupa data dokumenter

maupun keterangan para pihak yang terkait akan terlaksana dengan baik.

Selanjutnya auditor akan dapat menuangkan kondisi pemeriksaan dalam

bentuk temuan pemeriksaan, baik yang bersifat positif maupun negatif, secara

lengkap, sesuai kenyataan (faktual) dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada

tahapan lebih lanjut, berdasarkan temuan pemeriksaan yang baik tersebut,

maka akan dapat dirumuskan rekomendasi yang tepat dari BPK kepada

auditee untuk segera ditindaklanjuti. Sesuai tujuan pemeriksaan, maka tindak

lanjut auditee ini harus diarahkan pada perbaikan/peningkatan pengelolaan

dan tanggungjawab keuangan negara yang diselenggarakan auditee.

Kondisi pemeriksaan ideal diatas, dimana komunikasi interpersonal

terjalin baik antara auditor dan auditee, tidak akan tercipta jika dalam

interaksi awal keduanya memiliki hambatan komunikasi interpersonal.

Hambatan komunikasi interpersonal yang terbesar dalam pemeriksaan adalah

sikap tidak percaya yang dimiliki antara kedua belah pihak. Sikap tidak

percaya tersebut akan menimbulkan ketidakpastian dalam pemeriksaan,

dimana auditor dan auditee akan saling mempertanyakan posisi diri mereka

dan lawannya dalam hubungan pemeriksaan tersebut.

Fisher (1987:2) menyatakan dalam proses komunikasi antar pribadi

akan selalu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh individu yang terlibat dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

komunikasi, yaitu: perasaan, emosi, kepercayaan, kepribadian juga termasuk

pemahaman seseorang. Sedangkan Rahkmat dalam Psikologi Komunikasi

(2015:41) menjelaskan bahwa kepercayaan memberikan perspektif pada

manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberi dasar bagi pengambilan

keputusan dan menentukan sikap kepada objek sikap.

Ketidakpercayaan auditor terhadap auditee terbentuk karena adanya

batasan profesionalnya, yakni skeptisme profesional serta ketentuan kode etik

yang dimilikinya. Batasan profesional auditor tersebut seringkali

menyebabkan adanya jarak antara auditor dengan auditee itu sendiri dan

akhirnya menghilangkan unsur keakraban yang diperlukan dalam membina

hubungan interpersonal dengan auditee. Selain itu auditor juga memiliki

pandangan bahwa auditee tidak menyukai dan memiliki kecenderungan untuk

menghindar dari pemeriksaan dengan cara mencicil dokumen/data yang

diminta, tidak memberikan nomor telepon yang bisa dihubungi, tidak dapat

ditemui/dipanggil, dan lain sebagainya yang mempersulit pelaksanaan

prosedur pemeriksaan.

Sedangkan ketidakpercayaan auditee terhadap auditor terbentuk dari

adanya persepsi dari auditee dan stereotipe tentang auditor yang justru

menghambat kelancaran pemeriksaan, terutama dalam proses komunikasi

diantara auditor dengan auditee. Persepsi auditee dan stereotipe auditor ini

antara lain, bahwa pemeriksaan yang dilakukan BPK semata-mata hanya

mencari-cari kesalahan; pemeriksaan BPK hanya merepotkan saja (contohnya

dalam satu tahun anggaran pemeriksaan terhadap auditee Pemerintah Daerah

bisa saja dilakukan oleh Inspektorat Propinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota,

Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP), dan/atau BPK secara

bergantian); auditor BPK punya motif lain (mencari keuntungan finansial)

melalui temuan pemeriksaan; pemeriksa BPK tidak ramah, sok pintar dan

sewenang-wenang; dan lain sebagainya.

Auditor seharusnya lebih memperhatikan auditee yang mana di dalam

pikirannya memiliki pandangan bahwa tidak semua auditor mampu

melakukan komunikasi yang efektif dengan auditeenya. Tidak

tersampaikannya maksud seseorang atau tidak terpuaskannya komunikasi dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

salah satu pihak akan menimbulkan kerugian. Menurut Liliweri dalam

bukunya, komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk

melakukan hubungan dengan orang lain, bilamana tidak terealisasi akan

menghasilkan akibat yang tidak menyenangkan antar individu (Liliweri,

1994:137).

Gambaran audit dan hubungan antara auditor dengan auditee yang

memiliki rasa tidak percaya satu sama lain ini tentunya berdampak pada

kinerja pemeriksaan secara menyeluruh. Kerjasama yang baik antara auditor

dengan auditee menjadi sulit dibangun karena bagi auditee yang memiliki

pandangan demikian maka ia akan cenderung bersikap tertutup, defensif,

tidak mau bekerja sama dan bahkan ada yang menghalangi/menghambat

proses audit yang sedang dilaksanakan.

Salomon E. dalam Rahkmat (2015:42) menyatakan kepercayaan

terbentuk oleh: pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan. Pengetahuan dalam

hal ini adalah jumlah informasi yang diterima oleh pihak terkait dari pihak

lainnya. Dengan demikian ketidakpercayaan dapat dikurangi dengan adanya

penerimaan informasi yang banyak dan relevan. Dari segi psikologi

komunikasi (Rakhmat, 2015:120), dinyatakan bahwa makin baik hubungan

interpersonal makin terbuka komunikator untuk mengungkapkan dirinya,

makin cermat persepsinya tentang orang lain (komunikan) dan persepsi

dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara

komunikator dan komunikan.

Proses komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee akan

menciptakan suatu komunikasi dialogis, dimana pihak pemberi dan penerima

kedua-duanya berperan sebagai komunikator, yaitu sebagai pemberi pesan

sekaligus juga sebagai penerima pesan, dan sebagai penerima sekaligus

sebagai pemberi. Dengan demikian auditor dan auditee berperan aktif dalam

saling memberi dan menerima pesan, sehingga dapat meningkatkan

pemahaman informasi di antara kedua belah pihak.

Saat dua orang berhubungan satu sama lain, mereka membentuk

ikatan dan saling menghormati. Menciptakan hubungan-hubungan yang

sukses adalah faktor penting dalam membangun hubungan. Sebagai kunci

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

sukses hubungan auditor-auditee ini penting untuk mengetahui bagaimana

hubungan yang mulai berkembang langsung dari percakapan pertama kali

antara auditor dengan auditee. Untuk memastikan bahwa suatu hubungan

dapat dibentuk, auditor perlu berhati-hati tentang bagaimana auditee

memandang dia dan menilai dia dari komunikasi yang tidak hanya secara

verbal tetapi juga nonverbal. Dengan menunjukan energi, antuasiasme, rasa

hormat, empati, perhatian, pemahaman tentang isu-isu antar budaya dari awal.

Auditor akan dapat memulai proses membangun hubungan yang sama dengan

keahlian berkomunikasi yang merupakan kunci keterampilan praktek

pemeriksaan.

Kondisi bagaimana auditor dan auditee melakukan komunikasi dalam

konteks pemeriksaan sangat menarik untuk diteliti karena banyaknya

pertimbangan dan persepsi yang melatarbelakanginya sebagaimana telah

dijabarkan diatas. Dalam penelitian ini, penulis berusaha menjelaskan

bagaimana cara auditor dan auditee mencari informasi satu sama lain dalam

rangka mengurangi ketidakpastian hubungan yang terjadi karena adanya

ketidakpercayaan para pihak dalam pelaksanaan pemeriksaan. Selain itu

penelitian ini juga ditujukan untuk melihat model penerapan teori

pengurangan ketidakpastian ini pada posisi auditor dan auditee yang berperan

sebagai komunikator dan komunikan dalam pemeriksaan yang dilakukan

BPK.

Jika dilihat dari sudut pandang ilmu komunikasi, penelitian ini

mengambil elemen komunikasi yaitu percakapan dan hubungan, dimana baik

auditor maupun auditee sama-sama saling bertukar informasi melalui

percakapannya demi membina hubungan interpersonal yang baik. Adapun

hubungan komunikasi antara auditor dengan auditee ini termasuk level dan

bidang kajian komunikasi interpersonal (antar pribadi).

Penelitian mengenai bagaimana bentuk dan/atau proses hubungan

interpersonal antara auditor BPK dengan auditee dalam konteks pemeriksaan

keuangan negara belum pernah dilakukan. Sejauh ini penelitian terkait auditor

BPK masih terbatas pada bidang manajemen sumber daya manusia dan

bidang ekonomi akuntansi semata, seperti contohnya: Pengaruh Independensi,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Profesionalisme, Struktur Audit, dan Role Stress terhadap Kinerja Auditor

BPK RI Perwakilan Bali oleh I Gede Bandar Wira Putra (2010); Pengaruh

Faktor-faktor skeptisisme profesional auditor terhadap pemberian opini (Studi

Empiris pada Pemeriksa BPK RI Provinsi Jawa Tengah oleh Astri Bunga

Pratiwi (2013); dan Identifikasi dan Perbedaan Karakteristik Kompetensi

Audit: Auditor Pemerintah Ditinjau dari Pengalaman dan Gender oleh Indira

Januarti (2012).

Sedangkan penelitian pada BPK RI terkait bidang komunikasi yang

pernah dilakukan antara lain: Gaya Kepemimpinan di Humas BPK RI oleh

Esti Adysti (2013), dan Tinjauan Kegiatan Komunikasi Horisontal dan

Penggunaan Saluran Komunikasi di Divisi Humas Bagian Publikasi dan

Layanan Informasi di Kantor Pusat BPK RI oleh Mayangsari Wilandini

(2010).

Berangkat dari pemahaman akan konsep komunikasi interpersonal dan

teori pengurangan ketidakpastian dalam hubungan interaksi auditor dengan

auditee pada saat pemeriksaan yang dirasa oleh peneliti memiliki keunikan

tersendiri yang belum pernah diteliti. Pemilihan lokasi penelitian yakni BPK

RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah dikarenakan predikatnya sebagai kantor

perwakilan termuda dan terbaik pada tahun 2014. Sedangkan Pemerintah

Kota Surakarta dipilih karena merupakan salah satu entitas pemeriksaan BPK

RI yang telah mendapatkan opini atas aporan Keuangan Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP) selama tahun 2011-2014 berturut-turut. Diharapkan

dengan kondisi kedua lokasi penelitian diatas dapat menyediakan gambaran

komunikasi interpersonal antara auditor dengan auditee yang baik dalam

suatu kegiatan pelaksanaan pemeriksaan keuangan daerah.

Berdasarkan penjelasan di atas, sebagai arahan dalam penelitian ini maka

peneliti berupaya untuk mendeskripsikannya dalam sebuah penelitian dengan

judul “KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM PENGELOLAAN

KETIDAKPASTIAN AUDITOR- AUDITEE DALAM PEMERIKSAAN

KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus pada BPK RI Perwakilan Propinsi

Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Surakarta)”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti

merumuskan permasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah pola dan karakteristik komunikasi interpersonal antara

auditor BPK dengan auditee bendahara secara umum?

2. Bagaimana pola pengelolaan ketidakpastian komunikasi yang dilakukan

oleh auditor BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah dan auditee

bendahara Pemerintah Kota Surakarta dalam suatu pelaksanaan

pemeriksaan keuangan daerah?

3. Bagaimanakah peranan fasilitator pemeriksaan pada Pemerintah Kota

Surakarta dalam pengelolaan ketidakpastian komunikasi pemeriksaan

keuangan daerah oleh BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa pola

dan karakteristik komunikasi interpersonal yang terjadi antara auditor BPK

dengan auditee bendahara Pemerintah Daerah dalam suatu pemeriksaan

keuangan daerah.

2. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk

ketidakpastian/kecemasan komunikasi dan strategi yang diterapkan oleh

auditor dan auditee dalam suatu pemeriksaan keuangan daerah. Kemudian

bagaimana peranan fasilitator pemeriksaan dari Pemerintah Kota Surakarta

sebagai pihak ketiga dalam pengelolaan ketidakpastian pemeriksaan BPK

RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

A. Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

karakteristik dan pola komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

auditor dan auditee dalam mengurangi ketidakpastian dalam interaksi

pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK Perwakilan Propinsi Jawa Tengah.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pengembangan teori ketidakpastian yang dikembangkan oleh Charles

Berger, sehingga dapat melengkapi dan menyempurnakan kelemahan yang

ada dalam teori tersebut, terutama yang terkait dengan pembentukan

interaksi awal hubungan interpersonal antara auditor dengan auditee.

B. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan dan pemahaman

secara praktis mengenai komunikasi interpersonal dalam pemeriksaan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran faktor

pendukung dan penghambat yang mempengaruhi hubungan komunikasi

interpersonal antara auditor dengan auditeenya. Gambaran ini akan

selanjutnya akan dapat memberi pemahaman bahwa komunikasi yang

terjalin antara auditor BPK Perwakilan Propinsi Jawa Tengah dan

auditeenya tidak hanya sekedar komunikasi sosial biasa, namun adalah

komunikasi yang membutuhkan teknik dan cara yang berbeda dalam

penerapannya.