KARAKTERISASI BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA BERDASARKAN FORAMINIFERA BESAR DI DAERAH...

24
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011 The 36 th HAGI and 40 th IAGI Annual Convention and Exhibition Makassar, 26 – 29 September 2011 KARAKTERISASI BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA BERDASARKAN FORAMINIFERA BESAR DI DAERAH PADALARANG, JAWA BARAT Irwansyah¹, Khoiril Anwar M², Nurcahyo I.Basuki ² ¹Divisi Eksplorasi, PPPTMGB “LEMIGAS” Jakarta ²Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Formasi Rajamandala di daerah Padalarang Jawa Barat merupakan formasi batuan karbonat terutama disusun oleh batugamping yang diendapkan pada umur Oligosen Akhir - Miosen Awal. Formasi ini mengandung organisme khas seperti foraminifera besar, koral dan alga yang memerlukan beberapa persyaratan ekologi tertentu untuk berkembang. Dalam penelitian ini identifikasi foraminifera besar dan fosil asosiasinya dilakukan untuk membuat model biofasies Formasi Rajamandala. Sebanyak 70 perconto sayatan tipis diambil dari singkapan batuan karbonat yang merupakan representasi distribusi fasies karbonat Formasi Rajamandala. Berdasarkan analisis petrografi, 70 perconto tersebut dapat dikelompokkan pada enam fasies yang berhubungan dengan enam standard facies belt. Kandungan foraminifera besar dan fosil asosiasinya diuji dengan aplikasi multivariate analysis (cluster analysis dan indicator value) untuk menentukan biofasies, kumpulan dan taksa penciri masing-masing fasies batuan karbonat. Hasil penelitian menunjukkan adanya enam biofasies dengan beberapa taksa/genus penciri masing- masing fasies antara lain: (1) open sea shelf facies, taksa pencirinya adalah foraminifera plangtonik; (2) deep shelf margin facies, taksa/genus pencirinya adalah foraminifera plangtonik, Cycloclypeus, Operculina, Heterostegina, Amphistegina dan Spiroclypeus; (3) foreslope facies, taksa/genus pencirinya adalah Lepidocyclina, Miogypsinoides, Pararotalia dan Spiroclypeus; (4) organic buildup, taksa pencirinya adalah koral; (5) open platform facies ditandai dengan kumpulan taksa kelompok Quinqueloculinids (Quinqueloculinids tidak terdeterminasi dan Austrotrillina), Pararotalia, koral dan alga; (6) restricted platform/lagoon facies taksa/genus penciri adalah kelompok Quinqueloculinids (Quinqueloculinids tidak terdeterminasi dan Austrotrillina) dan Borelis. PENDAHULUAN Formasi Rajamandala merupakan formasi batuan karbonat berumur Oligosen Akhir -Miosen Awal yang tersingkap dengan baik di daerah barat kota Bandung, Jawa Barat (Gambar 1). Batuan ini dianggap sebagai batuan karbonat dengan pelamparan dan variasi yang cukup lengkap dalam sistem platform karbonat sehingga dapat dijadikan model yang cukup baik dalam mempelajari sistem terumbu umur Tersier di Indonesia. Penelitian geologi di daerah ini pernah dilakukan oleh penulis-penulis antara lain van Bemmelen (1949) mengenai fisiotektonik Zona Depresi Bandung, Sudjatmiko (1972) menyusun Peta Geologi Lembar Cianjur yang diterbitkan PPPG, Pringgoprawiro (1974) melaporkan foraminifera plangton Paleogen di Masigit, Adisaputra (1983) mengkorelasikan foraminifera besar terhadap foraminifera plangton Formasi Rajamandala, Martodjojo (1984) meneliti Cekungan Bogor dan evolusinya. Koesoemadinata dan Siregar (1984) yang meneliti model fasies terumbu batugamping Formasi Rajamandala. Kadar (1990) melakukan analisis nannoplangton di Formasi Batuasih. Penelitian tentang biofasies foraminifera besar secara detil pada fasies batuan karbonat Formasi Rajamandala masih jarang dan sangat penting dilakukan karena selain dapat menentukan umur dan lingkungan pengendapan sedimen karbonat,

Transcript of KARAKTERISASI BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA BERDASARKAN FORAMINIFERA BESAR DI DAERAH...

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

KARAKTERISASI BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA

BERDASARKAN FORAMINIFERA BESAR

DI DAERAH PADALARANG, JAWA BARAT

Irwansyah¹, Khoiril Anwar M², Nurcahyo I.Basuki ²

¹Divisi Eksplorasi, PPPTMGB “LEMIGAS” Jakarta

²Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Formasi Rajamandala di daerah Padalarang Jawa Barat merupakan formasi batuan karbonat terutama

disusun oleh batugamping yang diendapkan pada umur Oligosen Akhir - Miosen Awal. Formasi ini

mengandung organisme khas seperti foraminifera besar, koral dan alga yang memerlukan beberapa

persyaratan ekologi tertentu untuk berkembang. Dalam penelitian ini identifikasi foraminifera besar dan

fosil asosiasinya dilakukan untuk membuat model biofasies Formasi Rajamandala.

Sebanyak 70 perconto sayatan tipis diambil dari singkapan batuan karbonat yang merupakan representasi

distribusi fasies karbonat Formasi Rajamandala. Berdasarkan analisis petrografi, 70 perconto tersebut

dapat dikelompokkan pada enam fasies yang berhubungan dengan enam standard facies belt. Kandungan

foraminifera besar dan fosil asosiasinya diuji dengan aplikasi multivariate analysis (cluster analysis dan

indicator value) untuk menentukan biofasies, kumpulan dan taksa penciri masing-masing fasies batuan

karbonat.

Hasil penelitian menunjukkan adanya enam biofasies dengan beberapa taksa/genus penciri masing-

masing fasies antara lain: (1) open sea shelf facies, taksa pencirinya adalah foraminifera plangtonik; (2)

deep shelf margin facies, taksa/genus pencirinya adalah foraminifera plangtonik, Cycloclypeus,

Operculina, Heterostegina, Amphistegina dan Spiroclypeus; (3) foreslope facies, taksa/genus pencirinya

adalah Lepidocyclina, Miogypsinoides, Pararotalia dan Spiroclypeus; (4) organic buildup, taksa

pencirinya adalah koral; (5) open platform facies ditandai dengan kumpulan taksa kelompok

Quinqueloculinids (Quinqueloculinids tidak terdeterminasi dan Austrotrillina), Pararotalia, koral dan

alga; (6) restricted platform/lagoon facies taksa/genus penciri adalah kelompok Quinqueloculinids

(Quinqueloculinids tidak terdeterminasi dan Austrotrillina) dan Borelis.

PENDAHULUAN

Formasi Rajamandala merupakan formasi batuan

karbonat berumur Oligosen Akhir -Miosen Awal

yang tersingkap dengan baik di daerah barat kota

Bandung, Jawa Barat (Gambar 1). Batuan ini

dianggap sebagai batuan karbonat dengan

pelamparan dan variasi yang cukup lengkap dalam

sistem platform karbonat sehingga dapat dijadikan

model yang cukup baik dalam mempelajari sistem

terumbu umur Tersier di Indonesia. Penelitian

geologi di daerah ini pernah dilakukan oleh

penulis-penulis antara lain van Bemmelen (1949)

mengenai fisiotektonik Zona Depresi Bandung,

Sudjatmiko (1972) menyusun Peta Geologi

Lembar Cianjur yang diterbitkan PPPG,

Pringgoprawiro (1974) melaporkan foraminifera

plangton Paleogen di Masigit, Adisaputra (1983)

mengkorelasikan foraminifera besar terhadap

foraminifera plangton Formasi Rajamandala,

Martodjojo (1984) meneliti Cekungan Bogor dan

evolusinya. Koesoemadinata dan Siregar (1984)

yang meneliti model fasies terumbu batugamping

Formasi Rajamandala. Kadar (1990) melakukan

analisis nannoplangton di Formasi Batuasih.

Penelitian tentang biofasies foraminifera besar

secara detil pada fasies batuan karbonat Formasi

Rajamandala masih jarang dan sangat penting

dilakukan karena selain dapat menentukan umur

dan lingkungan pengendapan sedimen karbonat,

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

penelitian ini juga diperlukan untuk kepentingan

studi fasies batuan karbonat dan paleoekologi

lebih lanjut. Hal ini merupakan suatu tantangan

dalam upaya peningkatan referensi tentang studi

batuan karbonat secara umum.

Dalam makalah ini penulis melakukan penelitian

biofasies batuan karbonat dengan tujuan untuk

mengetahui karakteristik fasies karbonat Formasi

Rajamandala berdasarkan kandungan foraminifera

besar dan fosil asosiasinya berdasarkan data dari

sayatan tipis (thin section) batuan karbonat.

Ketersediaan data dari Geological Research

Group ITB (2009) memberikan kesempatan

penulis untuk melakukan penelitian biofasies

tersebut

STRATIGRAFI REGIONAL

Pada akhir Oligosen- Miosen Awal, Cekungan

Bogor menempati daerah Jawa Barat bagian

tengah (Martodjojo, 1984: Koesoemadinata &

Siregar, 1984). Pada saat itu diendapkan Formasi

Batuasih dan Formasi Rajamandala, keduanya

dalam lingkungan laut. Bagian teratas Formasi

Batuasih yang terdiri dari lempung gampingan

berubah fasies menjadi batugamping terumbu

Formasi Rajamandala (Gambar 2)

Nama satuan batugamping Rajamandala

dipublikasikan untuk pertama kali oleh Martin

(1911). Nama ini kemudian digunakan oleh

Baumann drr. (1973) untuk seluruh batugamping

berumur Oligosen-Miosen yang tersingkap di

daerah Rajamandala-Cimandiri. Satuan ini telah

disebut oleh para peneliti sebelumnya dengan

berbagai nama, antara lain: batugamping

Rajamandala (Martin, 1911), batugamping

Lepidocyclina (Harting, 1929), batugamping

Tagogapu (Leupold & van der Vlerk, 1931),

batugamping Masigit (van Bemmelen, 1949),

Anggota batugamping Formasi Rajamandala

(Sudjatmiko, 1972) dan batugamping terumbu

(Effendi, 1974). Status formasi Rajamandala

ditegaskan oleh Martodjojo (1984) dan

dipublikasikan oleh Koesoemadinata dan Siregar

(1984). Siregar (1984) membagi formasi

Rajamandala menjadi dua anggota; Anggota

Batugamping dan Anggota Napal. Formasi

Rajamandala mengandung fosil foraminifera

plangton, berumur N3-N5 atau Oligosen Akhir

hingga Miosen Awal. Kumpulan fosil

foraminifera besar menunjukkan umur Te1-Te4

atau Oligosen Akhir hingga Miosen Awal

(Adisaputra, 1983).

MATERI DAN METODOLOGI

Penelitian biofasies ini dilakukan terhadap 70

perconto sayatan tipis dari singkapan batuan

karbonat yang dianggap mewakili distribusi fasies

batugamping Formasi Rajamandala yang

tergambar dalam Peta Asosiasi Fasies

Batugamping Formasi Rajamandala (Geological

Research Group ITB, 2009) (Gambar 2).

Perconto batuan tersebut ada yang berasal dari

lintasan maupun yang diambil secara spot

sampling dari daerah sekitar Gunung Guha,

Gunung Balukbuk, Pasir Batununggal, Gunung Bende, Gunung Ketu, Pasir Pabeasan, Gunung

Bancana, Gunung Masigit, Gunung Pawon dan

Cikamuning. Pemrosesan data dilakukan di

laboratorium untuk melakukan pengujian

petrografi dan mikropaleontologi. Analisa

petrografi untuk mengetahui nama litologi/tekstur

batuan sehingga diperoleh gambaran tentang

fasies batuan karbonat yang di daerah penelitian.

Sayatan tipis batuan karbonat berukuran 4 cm x

7,5 cm diamati menggunakan mikroskop

polarisasi. Penamaan litologi batuan karbonat

mengikuti klasifikasi dari Dunham (1962).

Analisa mikropaleontologi, khususnya

foraminifera besar meliputi penentuan nama

genus atau spesies, keragaman dan kelimpahannya

serta asosiasinya dengan mikrofosil lain seperti

foraminifera plangtonik, bentonik, alga dan koral.

Analisa ini dilakukan secara kuantitatif. Proses

determinasi foraminifera besar dari sayatan tipis

batuan karbonat dilakukan dengan melakukan

pengamatan dari bentuk struktur dalam (internal

morphology) dari foraminifera besar tersebut.

Proses penghitungan jumlah individu foraminifera

besar dan fosil asosiasinya dalam satu sampel

dilakukan dengan hanya menghitung jumlah

foraminifera besar dan fosil

asosiasinya yang muncul di sayatan tipis. Individu

fosil dihitung satu apabila ditemukan fosil dalam

keadaan utuh maupun setengah utuh.

Untuk keberadaan fosil dalam keadaan setengah

utuh (pecah-pecah) tetap dihitung satu apabila

memperlihatkan ciri khas dari suatu genus/taksa

mikrofosil yang diteliti. Sedangkan keberadaan

fosil yang pecah-pecah dan sulit ditentukan

genusnya dimasukkan dalam fosil tidak

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

terdeterminasi yang tidak digunakan dalam

analisis statistik.

Untuk analisis data, berapa hal yang dilakukan

antara lain:

-Mengidentifikasi fasies dan lingkungan

pengendapan batuan karbonat yang merujuk pada

Standard Facies Belt batuan karbonat menurut

Wilson (1975). Setelah itu akan diintegrasikan

dengan hasil analisis mikropaleontologi untuk

mendapatkan gambaran kelimpahan dan

keragaman mikrofosil pada masing-masing fasies

yang telah teridentifikasi.

Standard fasies belt dari Wilson (1975) dapat

diterapkan di daerah Rajamandala karena fasies

karbonat Wilson ini menggambarkan distribusi

fasies karbonat yang ideal dan cocok untuk segala

kondisi tektonik, termasuk keberadaan fasies

lagoon, reef, near reef, fore reef, slope dan

endapan laut dalam yang menyusun Formasi

Rajamandala (Geological Research Group ITB,

2009).

-Menggunakan aplikasi biostratigrafi kuantitatif

Cluster Analysis dan Nilai Indikator dengan

bantuan program PAST (Paleontological Statistic)

versi 1.97 untuk mengetahui gambaran secara

objektif mengenai kumpulan dan keragaman

mikrofosil pada masing-masing fasies serta dapat

menginterpretasi variabel lingkungan/ekologi

yang mempengaruhi perubahan kumpulan

foraminifera besar dan fosil asosiasinya pada

biofasies yang hadir.

FASIES KARBONAT FORMASI

RAJAMANDALA

Pada tahun 2009 Geological Research Group ITB

melakukan penelitian dan pemetaan fasies batuan

karbonat Formasi Rajamandala daerah Padalarang.

Penelitian ini berdasarkan pengamatan di

lapangan serta didukung oleh studi petrografi dan

biostratigrafi.

Daerah Rajamandala di Padalarang terdiri dari dua

perbukitan batugamping yakni perbukitan di

bagian utara (Bancana, Masigit, Pawon, Ketu,

Pabeasan dan Cikamuning) dan perbukitan

batugamping Rajamandala di daerah bagian

selatan (Guha, Batununggal dan Bende).

Di daerah Gunung Bancana, Masigit dan Pawon

dari tua ke muda ditemukan bedded foraminifera-

red algae packstone - platy coral bindstone facies;

diatasnya diendapkan bedded domal- platy coral

bindstone - massive coral framestone; paling atas

diendapkan massive rudstone facies. Urutan fasies

yang sama juga ditemukan di daerah Gunung

Ketu. Di daerah Cikamuning terdapat empat fasies

batuan karbonat yakni bedded - massive coral

bindstone - framestone, diatasnya diendapkan

bedded prograding rudstones dan packstone. Di

atasnya diendapkan endapan turbidit yang terdiri

dari fasies well bedded foraminifera packstone-

grainstone. Paling muda diendapkan thick bedded

-massive rudstone facies dengan perselingan tipis

napal. Pola pengendapan memperlihatkan

pendalaman ke arah timur laut (NE).

Untuk perbukitan batugamping di daerah bagian

selatan terlihat beberapa fasies batuan karbonat.

Di daerah G. Guha dari tua ke muda terdiri atas;

thick bedded-massive coral bindstone dan

framestone, dilapisi oleh bedded packstone dan

wackestone dengan melimpahnya fosil miliolids

(lagoon). Paling muda terdiri atas perlapisan

rudstone conglomeratic dan napal di bagian

bawah dengan foraminifera packstone dan napal

di bagian atasnya. Di daerah G. Balukbuk dan

Batununggal ditemukan dua fasies batuan

karbonat, paling bawah didominasi oleh fasies

thick bedded massive coral bindstone -framestone

sedangkan diatasnya ditutupi fasies rudstone

conglomeratic dan napal. Di selatan G. Bende

ditemukan empat fasies, dari tua ke muda adalah

batu pasir dan konglomerat serta perlapisan batu

pasir dan lempung. Diinterpretasikan sebagai

bagian dari Formasi Bayah dan Batuasih. Endapan

tersebut kemudian ditutupi lapisan fasies platy

coral bindstone dan packstone. Diatasnya

diendapkan fasies milliolid packstone – wackstone

(lagoon) dengan ditemukannya kontak (truncation

surface). Paling muda ditemukan rudstone

conglomeratic facies dan napal. Di daerah sebelah

utara G. Bende ditemukan fasies thick bedded -

massive bindstone-framestone pada bagian bawah,

diikuti dengan perlapisan fasies rudstone

conglomeratic dan napal di bagian atasnya. Di

daerah G. Pabeasan fasies batuan karbonat yang

ditemukan adalah perselingan bedded

foraminifera-red algae packstone - grainstone

dengan bindtsone pada bagian bawah, dan

diatasnya diendapkan thick bedded bindstone -

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

massive framestone. Pola pengendapan fasies juga

memperlihatkan pendalaman ke arah timur laut

(NE).

Secara umum menurut penelitian Geological

Research Group ITB (2009) ini terdapat enam

asosiasi fasies batuan karbonat yang terdapat di

Formasi Rajamandala daerah Padalarang, yakni

dari tua ke muda : asosiasi fasies bedded

packstone-bindstone; asosiasi fasies framestone-

bindstone (reefal facies); asosiasi fasies rudstone-

packstone; asosiasi fasies packstone lagoonal;

asosiasi fasies turbiditic limestone; dan asosiasi

fasies rudstone-napal.(Gambar 3).

Geological Research Group ITB (2009) juga

berhasil mengidentifikasi lima mikrofasies batuan

karbonat dari hasil analisis petrografi antara lain :

1. Quartzose bioclastic facies

Fasies ini didominasi oleh butiran kuarsa (>10%)

dan bioclasts yang terdiri dari foraminifera

bentonik dan alga merah. Berdasarkan tekstur

kuarsa dan kehadiran pecahan koral, maka fasies

ini dibagi dua :

a.Polycrystalline quartzose-coral

rudstone/packstone facies

b.Monocrystalline quartzose-foraminifera

rudstone/grainstone/packstone facies

2. Mudstone-wackestone facies

Mudstone-wackestone facies ini didominasi oleh

matrik berupa mikrit (>50%) dan mengandung

sedimen rombakan, intraclasts, dan bioclasts (10-

20%), seperti alga merah, foraminifera besar,

gastropoda, ostrakoda, miliolid dan crinoids.

3. Bioclastic facies

Pada fasies ini ditemukan bioclasts laut dangkal

yang melimpah dan matriks yang berupa mikrit.

Bioclasts dalam bentuk utuh dan terawetkan

dengan baik. Bioclastic facies saling bersisipan

dengan lithoclastic facies. Ada empat sub fasies

yang teridentifikasi:

a. Miliolid-red algae packstone/wackestone facies.

b.Coral-redalgae

boundstone/packstone/wackestone facies

c. Foraminifera-red algae packstone/wackestone

facies

d. Coral rudstone facies

4. Lithoclastic facies

Fasies ini mempunyai kandungan lithoclasts yang

melimpah (>20%) dan bioclasts laut dangkal

dalam mikrit.

5. Planktonic foraminifera facies

Fasies ini dicirikan oleh melimpahnya

foraminifera plangtonik dalam matrik

lempung/lumpur.

Secara umum hasil analisis petrografi dari 70

sayatan batuan karbonat Formasi Rajamandala

tersebut dapat dilihat pada TABEL 1.

ANALISIS FORAMINIFERA BESAR

Foraminifera besar merupakan salah satu

indikator yang tepat untuk merekonstruksi model

lingkungan pengendapan daerah paparan karbonat.

Hal ini ditentukan dengan cara menginterpretasi

fasies, morfologi, cara hidup dan distribusi

foraminifera besar (Hallock & Glenn, 1986).

Foraminifera besar merupakan fauna oligotropic

dan hidup di daerah laut dangkal yang jernih dan

hangat. Ia hidup berasosiasi dengan alga, koral

dan moluska. Tetapi kelimpahan yang besar tidak

selalu berasosiasi dengan reefal, near refal

ataupun inner neritic. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi interpretasi lingkungan

pengendapan berdasarkan foraminifera besar

antara lain ekologi, komposisi fauna, evolusi,

preservasi dan perpindahan fauna.

Penyebaran geografinya tergantung oleh 2 faktor

yaitu nutrisi dan suhu air (Langer dan Hottinger,

2000). Foraminifera besar hidup sebagian besar di

daerah paparan karbonat. Walaupun melingkupi

daerah paparan karbonat namun hidup

foraminifera besar ini sangat dipengaruhi oleh

faktor global dan faktor lokal seperti : ekologi

(salinitas, kedalaman air, substrat, intensitas

cahaya, simbion dan temperatur), geologi (muka

air laut) serta filogeni (evolusi dan kepunahan).

Variasi dari parameter-parameter di atas

mempengaruhi komposisi/kumpulan dan

kelimpahan biota (Chaproniere, 1975).

Khusus untuk Indonesia, biozonasi foraminifera

besar menggunakan Klasifikasi Huruf (T) Tersier,

sebagai contoh klasifikasi menurut Adams (1984).

Berdasarkan hasil determinasi foraminifera besar

dan fosil asosiasinya terhadap 70 sayatan tipis

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

ditemukan spesies Austrotrillina striata, Borelis

pygmaeus, Pararotalia mecatepecensis, genus

Amphistegina, Operculina, Miogypsinoides,

Lepidocyclina, Heterostegina, Spiroclypeus,

Cycloclypeus dan kelompok Quinqueloculinids.

Subgenus dari Lepidocyclina yang berhasil

didentifikasi antara lain Lepidocyclina

(isolepidina), Lepidocyclina (nephrolepidina) dan

Lepidocyclina (eulepidina). Fosil-fosil lain yang

berasosiasi dengan foraminifera besar yang di

analisis secara kuantitatif dalam penelitian ini

adalah koral, alga, foraminifera plangtonik dan

foraminifera bentonik kecil. Setiap individu dari

taksa yang ditemukan dihitung secara kuantitatif

sehingga terlihat kelimpahan dan keragaman yang

bervariasi untuk setiap sampelnya. Hasil analisis

tersebut kemudian ditampilkan dalam tabel

distribusi foraminifera besar dan fosil asosiasinya

pada TABEL 1. Pada tabel tersebut masing-

masing perconto telah dikelompokkan

berdasarkan kesamaan fasies menurut Wilson

(1975).

ANALISIS BIOSTRATIGRAFI

KUANTITATIF

Biostratigrafi kuantitatif yaitu suatu metoda dalam

biostratigrafi dimana penyelesaian masalah-

masalah biostratigrafi seperti biozonasi, biofasies

dan korelasi dapat dilakukan dengan logika

matematika/statistik seperti: multivariate

analysis, ranking & scaling, unitary association

dan lain-lain.

Analisis multivariat merupakan salah satu teknik

statistik yang digunakan untuk memahami

struktur data dalam dimensi tinggi. Disebut

dimensi tinggi karena melibatkan lebih dari dua

variabel. Variabel-variabel itu saling terkait

(berkorelasi) satu sama lain. Beberapa metode

yang termasuk ke dalam golongan analisis

multivariat ini adalah Cluster Analysis dan

Principal Component Analysis (PCA).

Metode analisis multivariat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah cluster analysis yang diolah

dengan menggunakan bantuan program komputer

PAST/ Paleontological Statistics (Hammer &

Harper, 2006) dan Microsoft Excel.

Analisis kluster (cluster analysis) merupakan

teknik multivariat yang bertujuan untuk

mengelompokkan objek-objek berdasarkan

karakteristik yang dimilikinya (Davis, 1986).

Semua objek harus diseleksi berdasarkan distance

(jarak) atau kemiripan (similarity). Objek yang

memiliki kemiripan dengan objek lain

dikelompokkan dalam satu kelompok.

Karakteristik tersebut bisa diinterpretasikan

sebagai kemiripan dalam biogeografi, lingkungan

(ekologi) dan evolusi. Pada akhirnya, objek dalam

satu kelompok bersifat homogen sebaliknya, antar

kelompok akan bersifat heterogen. Kelompok-

kelompok tersebut dapat dikatakan mirip/berbeda

dilihat dari nilai Indeks Kemiripan (Index of

similarity). Semakin kecil Index of similarity

berarti dua objek tersebut tidak sama

kelompoknya, sedangkan semakin besar Index of

similarity dari 2 objek tersebut berarti

kelompoknya sama/mirip. Pengelompokan

(cluster) yang bertingkat ini akan menghasilkan

diagram yang disebut dendogram.

Pengelompokan (clustering) akan tetap

menghasilkan sebuah dendogram walaupun data

yang akan dikelompokkan mempunyai indeks

distance/similarity yang berbeda-beda serta

berasal dari data acak. Jadi tingkat kepercayaan

dari analisis kluster dapat dilihat dari level indeks

distance/similarity dalam dendogram.

Data paleontologi yang terdiri dari

percontoh/sampel dan taksa-taksa didalamnya

akan dikelompokkan baik yang berdasarkan Q-

mode (menganalisis sampel), R-mode

(menganalisis taksa) maupun berdasarkan

keduanya sekaligus (Gradstein et. al., 1985).

Untuk keakuratan hasil analisis maka dipilih

taksa-taksa/ variabel-variabel yang saling terkait

satu sama lain. Ada 13 taksa/variabel yang dipilih

yaitu kelimpahan foraminifera plangtonik,

foraminifera besar Cycloclypeus, Miogypsinoides,

Operculina, Heterostegina, kelompok

Quinqueloculinids (Quenqueloculinids tidak

terdeterminasi dan Austrotrillina), Borelis,

Lepidocyclina, Pararotalia, Amphistegina,

Spiroclypeus, Koral dan Alga.

Analisis kluster menggunakan teknik Q-mode

dengan metoda Ward’s methods menghasilkan

dendogram yang terdiri dari 8 kluster (A, B, C, D,

E, F, G dan H). Hal ini terlihat pada gambar 4.

Pengelompokan tersebut berdasarkan kepada

penarikan garis indeks kemiripan 110. Nilai

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

indeks kemiripan tersebut dipilih karena mewakili

distribusi/penyebaran fasies karbonat yang telah

ditentukan berdasarkan fasies Wilson (1975). Hal

ini juga terlihat pada dendogram yang dihasilkan

dari analisis kluster dengan teknik R-mode

(Gambar 5).

Hasil cluster analysis berguna dalam penentuan

Indicator Value (IV) atau Nilai Indikator dari

taksa/spesies. Indicator Value merupakan metode

yang mudah dan relatif baru dalam menentukan

spesies indikator/penciri serta kumpulannya yang

mencirikan suatu cluster atau kelompok. Metode

ini menggabungkan antara tingkat spesifisitas

(spesifity) suatu spesies/taksa terhadap suatu

kondisi ekologis, seperti tipe habitat dan keeratan

hubungannya (fidelity) dengan kondisi tersebut

(Dufrene & Legendre, 1997). Metode ini

mengelompokkan spesies yang ada pada suatu

habitat menjadi spesies indikator/penciri jika

spesies tersebut menempati posisi yang khas

(karakteristik) pada habitat tersebut (spesifisitas

dan keeratannya tinggi). Spesies yang tinggi

spesifisitas dan keeratannya dengan suatu habitat

merupakan spesies yang memiliki Nilai Indikator

yang paling tinggi. Spesies indikator/penciri akan

memberikan makna keadaan ekologi dari kluster

tempat spesies/taksa dikelompokkan.

Nilai Indikator suatu spesies dihitung sebagai

hasil dari kelimpahan relatif suatu spesies dalam

suatu cluster atau kelompok. Persamaan

matematika untuk menentukan Nilai Indikator

menurut Dufrene & Legendre (1997) adalah:

IndValij = Aij * Bij * 100

Aij = Nij/Ni.

Bij = Mij/Mj

Aij = Rata-rata kelimpahan spesies/genus i pada

sampel yang dimaksud dibanding semua cluster

Nij = Rata-rata jumlah individu spesies/genus i

pada keseluruhan sampel pada cluster j

Ni =Total dari rata-rata jumlah individu

spesies/genus i pada keseluruhan cluster

Bij = Frekuensi relatif kehadiran spesies/genus i

pada cluster j

Mij = Jumlah sampel pada cluster j yang

mengandung spesies/genus i

Mi = Total sampel pada cluster j.

Nilai Indikator akan maksimum ketika semua

individu dari suatu spesies ditemukan semua

dalam satu tempat/perconto dan suatu spesies

hadir dalam semua perconto dalam satu

kelompok/cluster (a symmetric indicator).

Menurut Dufrene & Legendre (1997) bahwa

taksa/spesies yang mempunyai Indikator Value

yang > 25% merupakan spesies indikator/penciri

dari semua taksa yang ada dalam suatu kluster

dengan anggapan bahwa taksa/spesies penciri

tersebut mempunyai kehadiran setidaknya 50%

dalam satu perconto atau kelimpahan relatifnya

dalam satu kluster mencapai 50%. Indikator Value

dari 5-25% mengindikasikan spesies/taksa

tersebut sering hadir di habitat tersebut, tapi bukan

merupakan penciri. Sedangkan Indicator Value

yang kurang dari 5% menunjukkan taksa tersebut

sangat jarang hidup di lingkungan itu berdasarkan

keadaan ekologinya (Renema dan Troelstra, 2000).

Hasil perhitungan nilai indikator/Indicator Value

tersebut kemudian dirangkum seperti yang terlihat

pada TABEL 2.

KARAKTERISTIK BIOFASIES

FORAMINIFERA BESAR FORMASI

RAJAMANDALA

Integrasi antara analisis petrografi/fasies dengan

kandungan foraminifera besar dan fosil

asosiasinya serta didukung dengan analisis kluster

dan nilai indikator telah memperlihatkan karakter-

karakter yang berbeda dari masing-masing

biofasiesnya. Karakter-karakter biofasies tersebut

bisa dilihat dari kumpulan dan taksa pencirinya,

kelimpahan dan diversitas serta interpretasi

faktor-faktor ekologi yang mempengaruhinya.

Beberapa biofasies yang berhasil diidentifikasi

pada platform karbonat Formasi Rajamandala di

daerah Padalarang, Jawa Barat yaitu :

Biofasies 1, Plangtonic packstone (Kluster A,

Open sea shelf facies)

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

-Pada biofasies ini diversitas dari biotanya rendah

karena didominasi oleh foraminifera plangtonik

sebagai taksa pencirinya dengan index value (IV)

lebih dari > 25%. Hal ini menunjukkan bahwa

kehadiran foraminifera plangtoniknya melimpah,

dengan kelimpahan relatif > 50%. Foraminifera

besar seperti Operculina dan Amphistegina juga

ditemukan tetapi tidak melimpah.. Hal ini

mengindikasikan biofasies ini terbentuk di fasies

open sea shelf (Gambar 6).

Biofasies 2, Plangtonic- Larger foraminifera

packstone (Kluster B, Deep shelf margin facies)

-Diversitas biofasies 2 ini mulai meningkat/tinggi,

ditunjukkan dengan berkembangnya foraminifera

besar. Foraminifera plangtonik masih menjadi

taksa pencirinya. Foraminifera besar yang menjadi

taksa/genus penciri antara lain Cycloclypeus,

Operculina, Heterostegina, Amphistegina dan

Spiroclypeus. Diperkirakan biofasies ini

diendapkan di neritik tengah, yang juga ditandai

dengan kehadiran alga yang mulai meningkat.

Diversitas yang meningkat dari semua

foraminifera besar ini menunjukkan bahwa

lingkungannya adalah di deep shelf margin facies

(Gambar 7).

Biofasies 3 (Foreslope facies) terdiri atas 3

Subbiofasies :

a. Biofasies 3a, Lepidocyclina

packstone/grainstone (Kluster C)

Diversitas foraminifera besar masih tinggi

yang dicirikan dengan melimpahnya

genus/taksa Lepidocyclina sebagai penciri

dari biofasies ini. Kumpulan foraminifera

besar seperti Operculina, Heterostegina,

Amphistegina, Spiroclypeus dan Pararotalia

hadir, tetapi tidak penciri biofasies ini. Koral

dan alga juga ditemukan tetapi tidak

melimpah.

b. Biofasies 3b, Pararotalia-Miogypsinoides

grainstone (Kluster D)

Biofasies ini mempunyai diversitas biota yang

tinggi. Namun perbedaannya dengan biofasies

3a adalah terletak pada munculnya

foraminifera besar Pararotalia,

Miogypsinoides dan Spiroclypeus sebagai

genus/taksa penciri.

Operculina, Heterostegina, Amphistegina dan

Lepidocyclina masih bisa ditemukan tapi tidak

melimpah. Kelompok Quinqueloculinids dan

alga juga masih hadir, sedangkan koral agak

berkurang.

c. Biofasies 3c, Cycloclypeus packstone (Kluster

F)

Foraminifera besar seperti Cycloclypeus,

Operculina, Heterostegina, Amphistegina,

Spiroclypeus dan Pararotalia tidak melimpah.

Genus Lepidocyclina mulai jarang ditemukan.

Alga juga mulai berkurang. Yang menarik

adalah mulai meningkatnya kehadiran koral

walaupun bukan penciri biofasies ini.

Menurut Wagner (1964) Lepidocyclina

ditemukan pada kedalaman 50-60meter.

Berdasarkan hal di atas diperkirakan biofasies

ini merupakan bagian dari foreslope facies

(Gambar 8 a, b, c).

Biofasies 4 coral-red algae boundstone (Kluster

E/ Organic build up)

-Biofasies ini diversitas biotanya rendah-sedang,

karena taksa pencirinya adalah koral dengan index

value (IV) sebesar 54,09 %. Hal ini menunjukkan

bahwa kehadiran koral sangat melimpah, dengan

kelimpahan relatif > 50%. Alga juga ditemukan

melimpah walaupun tidak sebanyak koral.

Foraminifera besar Spiroclypeus juga ditemukan

tetapi tidak melimpah. Miogypsinoides dan

Pararotalia mulai jarang, begitu juga dengan

Operculina, Heterostegina, Amphistegina dan

Lepidocyclina, sedangkan Kelompok

Quinqueloculinids masih agak banyak ditemukan.

Melimpahnya koral dan alga ini menandakan

bahwa biofasies ini terbentuk di fasies organic

build up (F5) berbentuk coralline red algae

(Gambar 9).

Biofasies 5, miliolid-algae mudstone (Kluster H,

Open platform facies)

-Litologinya tersusun oleh mudstone-wackestone.

Biota di daerah ini mempunyai diversitas yang

sedang. Kelompok Quinqueloculinids hadir

dengan kelimpahan agak tinggi. Koral mulai

berkurang, sedangkan alga masih banyak

ditemukan. Foraminifera besar seperti Pararotalia,

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

Miogypsinoides, Operculina, Heterostegina,

Amphistegina, Lepidocyclina dan Spiroclypeus

jarang ditemukan. Genus Borelis mulai hadir

walaupun tidak banyak. Karena diversitas yang

masih tinggi dinterpretasikan daerah ini

diendapkan di laut yang lebih dangkal/ open

platform facies (Gambar 10).

Biofasies 6, Miliolid packstone (Kluster G,

restricted platform facies/lagoon)

-Pada biofasies ini diversitasnya rendah karena

terjadi peningkatan kelimpahan yang sangat

signifikan dari kelompok Quinqueloculinids dan

genus Borelis. Dengan index value (IV) yang

sangat tinggi yaitu 53,9 % dan 91,9 %

menandakan kelompok Quinqueloculinids dan

genus Borelis sangat dominan dan merupakan

genus/taksa penciri dari biofasies ini (Gambar

IV.32a dan IV.32b). Dari data diatas dapat

diinterpretasikan bahwa biofasies ini merupakan

penciri fasies restricted platform /lagoon (F8)

(Gambar 11)..

Secara umum model distribusi foraminifera besar

dan asosiasinya pada platform karbonat Formasi

Rajamandala pada waktu umur Oligosen Akhir-

Miosen Awal dapat dijelaskan pada gambar 12.

DISKUSI

Dalam studi ini identifikasi mikrofosil lebih

ditekankan pada determinasi foraminifera besar

walaupun sampai tahapan genus (hanya beberapa

spesies yang dapat dikenali) sedangkan

identifikasi fosil asosiasinya seperti koral dan alga

tidak sampai detil. Hal ini tentu saja berpengaruh

pada data kuantitatif (kelimpahan) yang diuji

dalam metoda biostratigrafi kuantitatif sehingga

mempengaruhi interpretasi biofasiesnya. Tidak

semua biofasies mempunyai taksa/genus penciri.

Kehadiran fasies lagoon, reef, near reef, fore reef,

slope dan endapan laut dalam didukung dengan

hasil penelitian biofasies ini yang berhubungan

dengan enam standard facies belt menurut Wilson

(1975) yakni: restricted platform/lagoon, open

platform, organic build up, foreslope, deep shelf

margin dan open sea shelf. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa batuan karbonat Formasi

Rajamandala diendapkan dalam sistem platform

karbonat yang berbentuk rim.

KESIMPULAN

Hasil analisis biostratigrafi kuantitatif

menggunakan analisis kluster, indikator value

(IV) dan Principal Component Analysis

menunjukkan adanya 6 biofasies, 8

kluster/kelompok dan beberapa taksa/genus

penciri masing-masing biofasies yang mewakili

Standard Fasies Belt (Wilson, 1975) yaitu

lingkungan Open sea shelf, Deep shelf margin,

Foreslope, Organic buildup, Open platform

interior dan Restricted platform/lagoon., yaitu :

a. Biofasies 1 (Open sea shelf facies/F2)

diwakili oleh kluster A, taksa pencirinya

adalah foraminifera plangtonik

b. Biofasies 2 (Deep shelf margin/F3) diwakili oleh kluster B, taksa/genus pencirinya adalah

foraminifera plangtonik, foraminifera besar

Cycloclypeus, Operculina, Heterostegina,

Amphistegina dan Spiroclypeus.

c. Biofasies 3 (Foreslope facies/F4), terdiri atas kluster C, D dan Kluster F.

Kluster C taksa/genus pencirinya adalah

foraminifera besar Lepidocyclina. Kluster D

taksa/genus pencirinya adalah

Miogypsinoides, Pararotalia dan

Spiroclypeus. Sedangkan kluster F tidak ada

taksa/genus penciri, kumpulan foraminifera

besarnya adalah Cycloclypeus, Pararotalia,

Amphistegina dan Spiroclypeus.

d. Biofasies 4 (Organic buildup facies/F5)

diwakili oleh kluster E, taksa pencirinya

adalah koral.

e. Biofasies 5 (Open platform/F7) diwakili oleh

kluster H, taksa/genus penciri tidak ada.

Kumpulan biotanya terdiri dari kelompok

Quinqueloculinids, Pararotalia, Koral dan

alga.

f. Biofasies 6 (Restricted platform/lagoon/F8)

diwakili oleh kluster G, taksa/genus

pencirinya adalah kelompok

Quinqueloculinids (Quinqueloculinids tidak

terdeterminasi, Austrotrillina) dan Borelis.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada

rekan-rekan di laboratorium mikropaleontologi,

petrografi dan geodinamik ITB. Terima kasih

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

ditujukan juga kepada rekan-rekan di Kelompok

Stratigrafi, Program Litbang Eksplorasi

PPPTMGB“LEMIGAS”.

PUSTAKA

Adams, C. G., 1984. Neogene larger foraminifera,

evolutionary and geologically events in the

context of datum plane, in Ikebe, N., Tsuchi, R.,

eds., Pacific Neogene Datum Planes, h. 47 – 67.

Adisaputra, M.K. and Coleman, P.J., 1983.

Correlation between Larger Benthonic and

Smaller Foraminifera from The Mid-Tertiary

Rajamandala Formation, Central West Java. Geol.

Res.Dev. Centre. Pal.Ser., n.4. p.37-55

Baumann, P., De Genevraye, P., Samuel, L.,

Midjito, Sajekti, S., 1973. Contribution to the

geological knowledge of Southeast Java . Proc.

Indon. Petrl. Assoc, 2, 105-108.

Chaproniere, C.G.H., 1975. Paleoecology of

Oligo-Miocene Larger Foraminifera, Australia.

Alcheringa, 1p. 37-58.

Davis, J.C., 1986. Statistics and Data Analysis in

Geology. John Wiley & Sons,New York.

Dufrêne, M. and Legendre, P., 1997. Species

assemblages and indicator species: the need for a

flexible asymmetrical approach. Ecological

Monographs, 67 : 345-366.

Dunham, R. J., 1962. Classification of Carbonate

Rock According to Depositional Texture, in Ham,

W.E. (ed.). Depositional Environment in

Carbonate Rock. AAPG Memoir-1, h. 108-121.

Effendi, A.C., 1974. Geologic Map of Bogor

Quadrangle, Java, scale 1:250.000, Geological

Survey of Indonesia, Bandung.

Geological Research Group, 2009. Geology of

Rajamandala Complex. Faculty of Earth Sciences

and Technology ITB.

Gradstein, F.M., Agterberg, F.P., Brower, J.C. and

Schwarzacher, 1985. Quantitative Stratigraphy. D.

Reidel Publishing Company. Paris.

Harting, A., 1929. Tagogapu, Excursion guide

book C-1. Fouth Pacific Sci. Congress, Java., 14th.

Hallock, P. and Glenn, E.C., 1986. Larger

Foraminifera: a tool for paleoenviromental

analysis of Cenozoic carbonate depositional facies.

Palaios. n.1, p. 55-64.

Hammer, O. and Harper, D., 2006.

Paleontological Data Analysis. Blackwell

Publishing Ltd. USA.

Kadar, A.P., 1990, On the Age of The

Rajamandala and Batuasih Formations, Central

West Java, Indonesia. Geo.Res.Dev.Cen. Bandung,

Indonesia.

Koesoemadinata, R.P. and Siregar, S., 1984. Reef

Facies Model of the Rajamandala Formation,

West Java. Proceedings of the thirteenth Annual

Convention Indonesia Petroleum Association, v.1.

p.1-18.

Leupold, W. & Van der Vlerk, I.M., 1931. The

Tertiary, Godenkboek Martin. Leidsche

Geologische Mededeelingen, V, 611-648.

Langer, M.R. and Hottinger, L.C., 2000.

Biogeography of selected Larger

Micropaleontology 46. 105-127.

Martin, K., 1911. Vorlaufiger bericht uber

geologische forschungen auf java. Erster teil,

Sammlungen des geologischen Reichs-Museums

in Leiden, 1-56.

Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan Bogor,

Jawa Barat, Disertasi Doktor, Jurusan Geologi

ITB (tidak diterbitkan).

Murray, J.W., 2006. Ecology and Applications of

Benthic Foraminifera, Cambridge University

Press.

Pringgoprawiro, H., 1974. Foraminifera Plangton

Paleogen Daerah Selatan Cibadak dan Sekitar Pr.

Pawon, Padalarang, Jawa Barat, PIT ke 3 IAGI,

h.11

Renema, W. and Troelstra, S.R., 2001. Larger

foraminifera distribution on a mesotrophic

carbonate shelf in SW Sulawesi (Indonesia).

Journal of Palaeogeography, Palaeoclimatology,

Palaeoecology. n.175 p.125-146

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

Sujatmiko, 1972. Peta Geologi Lembar Cianjur,

skala 1: 100.000, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Bandung.

van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of

Indonesia vol. 1 A. Government Printing Office,

The Hague, Martinus Nijhoff, vol. 1A,

Netherlands.

Wagner, C.W., 1964. Manual of Larger

Foraminifera. Generic determination and

Stratigraphic value. Bataafse Internationale

Petroleum Maatschappij N.V. The Hague.

Exploration and Division.

Wilson, J.E., 1975. Carbonate Facies in Geologic

History. Springer-Verlag, New York, 471

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 1. Lokasi Penelitian

GAMBAR 2. Stratigrafi regional Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 3. Peta Asosiasi Fasies Batugamping Formasi Rajamandala dam Lokasi Sampel (Geological Research Group ITB, 2009)

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

Cluster

QuinqueloculinidsBorelis Amphistegina Koral Alga MiogypsinoidesPararotalia OperculinaLepidocyclinaHeterosteginaSpiroclypeusCycloclypeusPlangtonik

KM-5 B Wackestone Open sea shelf F2 1 0 12 0 5 1 1 1 6 0 3 5 304 A

SNI-4B Packstone Deep shelf margin/Toe of slope F3 4 0 91 0 25 0 11 6 8 10 31 197 296 B

YUG-4 Sandy bioclastic grainstone Fore slope F4 3 0 12 5 5 0 9 4 95 4 18 11 5 C

KM-7 B Floatsone Fore slope F4 3 0 11 0 25 22 3 3 41 2 13 2 8 D

Xb6 Wackestone Fore slope F4 3 0 5 5 17 1 21 2 8 0 33 3 3 D

Bc4 Packstone Fore slope F4 1 0 5 5 25 0 7 4 13 2 43 7 0 D

Za11 Lithoclastic-bioclastic grainstone Fore slope F4 7 0 9 0 25 0 15 2 14 4 43 8 6 D

YUA-26 Sandy bioclastic grainstone Fore slope F4 0 0 21 5 5 1 37 2 30 3 42 3 2 D

SNH-23 Packstone Fore slope F4 22 0 28 5 25 2 39 7 24 19 76 5 0 D

YUN-13 Planktonic packstone Fore slope F4 36 11 47 0 25 0 62 7 4 2 2 0 0 D

Xb2A Mudstone Organic build up F5 1 0 0 25 5 0 0 0 2 1 3 0 0 E

Bc1 Wackestone Organic build up F5 1 4 0 25 5 0 0 0 0 0 0 0 0 E

Xb2B Foraminifera-red algae grainstone Organic build up F5 1 0 0 30 9 1 0 0 1 0 0 0 0 E

XB-9 Lithoclastic-bioclastic rudstone Organic build up F5 1 0 0 25 10 1 2 0 2 0 1 0 0 E

SNA-24 Foraminifera-red algae wackestone Organic build up F5 5 2 3 25 5 0 0 0 6 1 6 4 7 E

SNH-26 Foraminifera packstone Organic build up F5 6 1 3 25 5 0 0 0 4 0 1 0 5 E

SNC-9 Bioclastic floatstone Organic build up F5 2 0 12 25 5 0 2 0 5 2 2 1 4 E

YUJ-9A Mudstone Organic build up F5 1 0 5 25 5 0 4 0 2 1 2 1 4 E

SNI-3 Foraminifera-red algae wackestone Organic build up F5 2 0 6 25 0 0 1 0 2 0 3 2 5 E

Za6 Lithoclastic-coral-red algae wackestone Organic build up F5 5 0 3 50 25 0 1 0 0 0 0 1 7 E

XB-10 Foram packstone Organic build up F5 3 0 2 25 16 0 3 0 2 0 6 1 3 E

U9 Foram Grainstone to Floatstone Organic build up F5 2 0 0 25 25 0 0 0 0 0 2 2 0 E

Bc2 Coral-red algae packstone Organic build up F5 4 0 4 25 25 1 2 0 5 0 7 1 2 E

Da6 Foraminifera-red algae wackestone Organic build up F5 2 0 0 25 25 0 0 0 2 0 9 3 1 E

SNH-21 Packstone Organic build up F5 10 0 17 25 5 2 16 4 1 1 7 3 5 E

SNG-18 Lithoclastic-bioclastic floatstone Organic build up F5 7 2 9 40 5 1 7 2 4 2 18 4 0 E

Bc9 Foraminifera packstone Organic build up F5 0 0 0 25 5 0 4 0 2 0 13 3 3 E

YUL-12 Branching coral-red algae floatstone Organic build up F5 6 0 5 25 5 1 5 2 9 1 14 0 0 E

Xa5 Quartzose bioclastic rudstone Organic build up F5 0 0 1 25 11 1 2 0 8 0 22 2 0 E

U8 Wackestone Organic build up F5 3 0 4 25 17 0 2 0 4 0 17 5 0 E

U7 Foraminifera-red algae wackestone Organic build up F5 2 2 5 25 12 1 1 2 4 0 15 5 3 E

Xb3 Coral-red algae wackestone Organic build up F5 4 0 4 25 21 1 5 1 4 0 24 2 1 E

Bc7 Quartzose bioclastic rudstone Organic build up F5 4 0 4 25 25 0 5 0 3 1 27 8 2 E

U4 Foraminifera-red algae wackestone Fore slope F4 0 0 10 0 5 0 1 0 3 0 7 49 10 F

SNH-3B Coral Packstone Fore slope F4 11 0 16 25 25 0 3 0 4 0 11 27 25 F

Da10 Lithoclastic-bioclastic floatstone Fore slope F4 8 0 22 5 25 0 13 0 7 0 5 17 35 F

YUL-4 Foraminifera-red algae packstone Fore slope F4 0 0 18 5 25 0 9 2 8 8 10 8 49 F

YUN-6 Packstone Restricted Platform Interior/Lagoon F8 53 36 5 5 5 0 4 1 0 0 3 0 1 G

Za8 Wackestone Restricted Platform Interior/Lagoon F8 18 27 0 0 5 0 1 0 0 0 0 0 0 G

SNG-16 Cycoclypeus packstone Open Platform Interior F7 7 2 23 5 25 2 18 1 2 1 11 2 2 H

YUL-1 Wackestone Open Platform Interior F7 9 5 20 5 25 0 26 3 1 8 6 2 3 H

SNG-23 Packstone Open Platform Interior F7 7 2 2 5 25 1 1 1 22 0 3 2 3 H

Bc6 Wackestone Open Platform Interior F7 1 0 2 0 25 1 1 0 11 0 25 3 0 H

O7 Packstone Open Platform Interior F7 0 0 0 5 25 0 1 0 0 0 1 1 11 H

SNH-6 Packstone Open Platform Interior F7 0 0 6 5 25 0 1 1 1 0 6 1 0 H

U10 Grainstone Open Platform Interior F7 1 0 1 5 25 0 0 0 0 0 2 0 0 H

YUF-10 Wackestone Open Platform Interior F7 3 0 0 5 25 0 0 0 0 0 0 0 0 H

O8 Packstone Open Platform Interior F7 4 0 12 5 25 0 1 0 2 1 11 5 10 H

SNG-20 Packstone Open Platform Interior F7 5 0 8 2 25 0 11 0 8 0 7 0 0 H

YUA-27 Grainstone Open Platform Interior F7 14 0 5 5 30 0 5 1 1 0 6 2 3 H

YUN-4 Wackestone Open Platform Interior F7 12 0 4 5 25 0 7 1 0 2 0 0 0 H

SNF-15 Wackestone Open Platform Interior F7 1 0 1 5 5 0 1 0 0 0 0 1 11 H

SNF-9 Foraminifera packstone Open Platform Interior F7 1 1 3 5 5 0 3 0 1 1 3 3 21 H

SNH-3A Foraminifera - red algae floatstone Open Platform Interior F7 3 0 2 0 5 0 7 1 3 0 5 5 17 H

SNH-4 Wackestone Open Platform Interior F7 1 0 1 0 5 0 5 2 1 0 1 0 0 H

KM-6 Wackestone Open Platform Interior F7 1 0 1 5 0 0 2 0 1 0 1 0 1 H

KM-7 A Floatstone - grainstone Open Platform Interior F7 2 0 0 0 5 0 0 0 0 0 2 1 3 H

YUL-2 Packstone Open Platform Interior F7 0 0 0 5 5 0 0 0 0 0 1 1 2 H

SNS-7 Packstone Open Platform Interior F7 8 0 6 5 5 0 4 1 4 2 4 2 7 H

SNF-18 Rudstone - floatstone Open Platform Interior F7 6 0 3 5 5 0 1 0 4 1 3 1 2 H

SNI-4A Wackestone Open Platform Interior F7 2 1 5 5 5 0 2 0 1 0 4 1 3 H

YUF-4 Rudstone- grainstone Open Platform Interior F7 3 7 3 5 5 0 0 0 1 0 0 0 0 H

YUN-2 Packstone Open Platform Interior F7 13 1 2 5 5 0 1 0 0 0 0 0 0 H

KM-5 A Packstone Open Platform Interior F7 0 0 7 5 15 1 0 0 10 1 2 4 3 H

XB1A Packstone Open Platform Interior F7 1 0 3 5 11 1 1 0 5 1 3 1 1 H

SNG-14 Packstone Open Platform Interior F7 4 0 11 0 5 0 17 3 6 1 11 4 7 H

YUL-3 Miliolids packstone Open Platform Interior F7 0 1 7 5 5 0 11 3 7 0 2 1 0 H

XB1B Foraminifera-red algae packstone Open Platform Interior F7 1 0 3 0 7 2 0 0 6 2 19 5 6 H

SNG-22 Coral-red algae packstone Open Platform Interior F7 11 2 6 5 5 1 4 1 2 0 10 0 0 H

SNH-1 Miliolids packstone Open Platform Interior F7 9 0 5 0 5 0 6 2 2 0 9 2 2 H

Sayatan PETROGRAFI Fasies Karbonat (Wilson,1975) SimbolKelimpahan Foraminifera dan Fosil asosiasinya

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

TABEL 1. Data Petrografi, Fasies karbonat dan Kelimpahan Foraminifera & Fosil Asosiasinya

GAMBAR 4 Analisis kluster dengan teknik Q-mode dengan metoda Ward’s method

10 20 30 40 50 60 70

-500

-400

-300

-200

-100

0

Similarity

KM5B

SNI-4B

YUG-4

KM7B

XB6

BC4

Za11

YUA-26

SNH-23

YUN13

XB2a

BC1

XB2b

XB9

SNA-24

SNH-26

SNC-9

YUJ-9A

SNI-3

Za6

XB10

U9

BC2

Da6

SNH-21

SNG-18

BC9

YUL-12

XA5

U8

U7

XB3

BC7

U4

SNH-3B

DA-10

YUL-4

YUN6

Za8

SNG-16

YUL-1

SNG-23

BC6

O7

SNH-6

U10

YUF-10

O8

SNG-20

YUA-27

YUN4

SNF-15

SNF-9

SNH-3A

SNH-4

KM6

KM7A

YUL-2

SNS-7

SNF-18

SNI-4A

YUF-4

YUN2

KM5A

XB1a

SNG-14

YUL-3

XB1b

SNG-22

SNH-1

A B C D E F G H

Sampel/perconto

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 5 Analisis kluster dengan teknik R-mode dengan metoda Ward’s method

TABEL 2 Nilai Indikator pada setiap kluster

Total sampel 1 1 1 7 23 4 2 31 Max IV

max Cluster A B C D E F G H Cluster

Variabel Indicator Value ( IV )

Plangtonik 47.2 45.96 0.776 0.241 0.214 4.62 0.039 0.38 A 47.2

Cycloclypeus 1.23 80.75 4.509 1.405 0.632 10.4 0 0.47 B 80.75

Miogypsinoides 18.38 0 0 39.02 3.128 0 0 1.21 D 39.02

Operculina 5.2 31.2 20.8 20.06 3.047 0.65 1.3 1.48 B 31.2

Heterostegina 0 46.12 18.45 18.07 0.697 2.31 0 1.11 B 46.12

Quinqueloculinids 1.518 6.074 4.555 13.39 4.34 3.61 53.9 5.34 G 53.9

Borelis 0 0 0 0.655 0.303 0 91.95 0.6 G 91.95

Koral 0 0 10.03 3.276 54.09 13.2 2.508 5.86 E 54.09

Lepidocyclina 4.284 5.712 67.83 13.67 1.943 3.93 0 1.74 C 67.83

Pararotalia 1.577 17.35 14.2 41.46 2.958 10.3 3.943 5.4 D 41.46

Amphistegina 7.468 56.63 7.468 11.2 1.638 10.3 0.778 2.66 B 56.63

Spiroclypeus 2.691 27.8 16.14 32.29 6.748 7.4 0.673 3.83 D 32.29

Alga 4.712 23.56 4.712 19.79 10.62 18.8 4.712 12.2 B 23.56

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

-500

-400

-300

-200

-100

0

Similarity

Plank

Cyclo

Migypnoid

Operculin

Heteros

Quinquelo

Borelis

Koral

Lepido

Pararotal

Amphisteg

Spiro

Alga

Taksa/variab

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 6 Kumpulan mikrofosil di fasies open sea shelf (Kluster A)

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 7 Kumpulan mikrofosil di fasies deep shelf margin (Kluster B)

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 8a Kumpulan mikrofosil di fore slope facies (Kluster C)

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 8b Kumpulan mikrofosil di fore slope facies (Kluster D)

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 8c Kumpulan mikrofosil di fore slope facies (Kluster F )

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 9 Kumpulan mikrofosil di organic buildup facies (Kluster E)

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 10 Kumpulan mikrofosil di open platform facies (Kluster H)

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 11 Kumpulan mikrofosil di restricted platform/lagoon facies (Kluster G)

PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40

th IAGI Annual Convention and Exhibition

Makassar, 26 – 29 September 2011

GAMBAR 12 Pemodelan Distribusi Foraminifera Besar Pada Umur Oligosen Akhir-Miosen Awal

di Formasi Rajamandala, daerah Padalarang Jawa Barat (tanpa skala)