KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI

28
i PAPER KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI SIMULTAN PADA LAPANGAN “ALMULK”, FORMASI TALANG AKAR CEKUNGAN SUMATERA SELATAN RESERVOIR CHARACTERIZATION USING SIMULTANEOUS INVERSION METHOD IN “ALMULK” FIELD, TALANG AKAR FORMATION SOUTH SUMATERA BASIN Fathul Mubin 08/270187/PA/12238 INTISARI KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI SIMULTAN PADA LAPANGAN “ALMULK”, FORMASI TALANG AKAR CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Studi inversi impedansi akustik telah dikenal dan sering digunakan sebagai salah satu metode dalam karakterisasi reservoar, baik dalam membedakan litologi maupun fluida. Metode inversi impedansi akustik ini memiliki keterbatasan dalam membedakan litologi dan fluida, sering dijumpai kasus dimana antara batupasir (porous sand) dan batulempung (shalestone) memiliki nilai impedansi yang hampir sama. Oleh karena itu diperlukan suatu metode baru yang dapat membedakan litologi dan mendeteksi kandungan fluida hidrokarbon dengan baik. Metode inversi simultan menggunakan data berupa angle gather yang kemudian diinversikan untuk menghasilkan impedansi P, impedansi S dan densitas. Parameter impedansi P dan impedansi S kemudian diturunkan menjadi parameter lambda-rho dan mu- rho yang sensitif terhadap adanya fluida. Hasil analisis crossplot menunjukkan bahwa parameter impedansi P, impedansi S, densitas, lambda-rho dan mu-rho dapat mengidentifikasi litologi dan fluida dengan baik. Map hasil inversi simultan menunjukkan bahwa parameter impedansi P, densitas dan lambda-rho mampu mengidentifikasi adanya zona reservoar dan fluida pada porous sand dengan baik. Pada area tersebut ditunjukkan dengan nilai impedansi P rendah, densitas rendah, lambda-rho rendah, impedansi S tinggi dan mu-rho tinggi. Kata kunci: Inversi simultan, Impedansi P, Impedansi S, Lamda-Mu-Rho.

Transcript of KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI

i

PAPER

KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI

SIMULTAN PADA LAPANGAN “ALMULK”, FORMASI TALANG AKAR

CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

RESERVOIR CHARACTERIZATION USING SIMULTANEOUS INVERSION

METHOD IN “ALMULK” FIELD, TALANG AKAR FORMATION SOUTH SUMATERA

BASIN

Fathul Mubin

08/270187/PA/12238

INTISARI

KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI

SIMULTAN PADA LAPANGAN “ALMULK”, FORMASI TALANG AKAR

CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

Studi inversi impedansi akustik telah dikenal dan sering digunakan sebagai salah satu

metode dalam karakterisasi reservoar, baik dalam membedakan litologi maupun fluida.

Metode inversi impedansi akustik ini memiliki keterbatasan dalam membedakan litologi dan

fluida, sering dijumpai kasus dimana antara batupasir (porous sand) dan batulempung

(shalestone) memiliki nilai impedansi yang hampir sama. Oleh karena itu diperlukan suatu

metode baru yang dapat membedakan litologi dan mendeteksi kandungan fluida hidrokarbon

dengan baik.

Metode inversi simultan menggunakan data berupa angle gather yang kemudian

diinversikan untuk menghasilkan impedansi P, impedansi S dan densitas. Parameter

impedansi P dan impedansi S kemudian diturunkan menjadi parameter lambda-rho dan mu-

rho yang sensitif terhadap adanya fluida. Hasil analisis crossplot menunjukkan bahwa

parameter impedansi P, impedansi S, densitas, lambda-rho dan mu-rho dapat mengidentifikasi

litologi dan fluida dengan baik. Map hasil inversi simultan menunjukkan bahwa parameter

impedansi P, densitas dan lambda-rho mampu mengidentifikasi adanya zona reservoar dan

fluida pada porous sand dengan baik. Pada area tersebut ditunjukkan dengan nilai impedansi

P rendah, densitas rendah, lambda-rho rendah, impedansi S tinggi dan mu-rho tinggi.

Kata kunci: Inversi simultan, Impedansi P, Impedansi S, Lamda-Mu-Rho.

ii

RESERVOIR CHARACTERIZATION USING SIMULTANEOUS INVERSION

METHOD IN “ALMULK” FIELD, TALANG AKAR FORMATION

SOUTH SUMATERA BASIN

Study of acoustic impedance inversion method has been known and utilized as a

method in reservoir characterization, for lithology and fluid discrimination. This Acoustic

Impedance inversion has a limitation in discriminating lithology and fluid effects, and it is

often found in many cases where the porous sand and shalestone have a similar impedance

value. Because of that reason, there is needs a new invention method that can discriminate

lithology and fluid effect better.

The simultaneous inversion method was used in this research, using angle stack data

as the input and then it was inverted simultaneously together to produce P impedance, S

impedance, and density. The P impedance and S impedance were derived to produce lambda-

mu-rho which are sensitive to the presence of fluid. The results of the sensitivity analysis

showed that parameter of P impedance, S impedance lambda-rho and mu-rho could define

lithology differences and fluid properly. Map of inversion result show that P impedance,

density, and lamda-rho are able to identify the zone of reservoir and fluid in the porous sand

clearly. In this area, the inversion result was were indicated by low P Impedance, low density,

low lambda-rho, high S Impedance and high mu-rho.

Key words: Lamda-Mu-Rho, P-impedance, S-impedance, Simultaneous inversion.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karakterisasi reservoar didefinisikan

sebagai suatu proses untuk menjabarkan

secara kualitatif dan atau kuantitatif karakter

reservoar menggunakan semua data yang

ada. Sedangkan karakterisasi reservoar

seismik adalah suatu proses untuk

menjabarkan secara kualitatif dan atau

kuantitatif karakter reservoar menggunakan

data seismik sebagai data utama (Sukmono,

2000).

Seismik inversi adalah satu dari

sekian banyak metode yang sudah digunakan

ahli geofisika untuk karakterisasi reservoar.

Seismik inversi adalah suatu teknik

pembuatan model geologi bawah permukaan

dengan data seismik sebagai input dan data

geologi sebagai kontrol (Sukmono, 2000).

Metode seismik inversi simultan merupakan

proses inversi data seismik angle gather

dengan melibatkan pengaruh wavelet dari

seismik partial stack Near, Midlle, Far offset

untuk menghasilkan secara langsung

parameter fisik batuan P-impedance (Zp), S-

impedance (Zs) dan Density untuk kemudian

ditransformasi menjadi parameter Lambda-

Mu-Rho. (Hampson dan Russell, 2005).

Lamda-rho (λρ) yang juga dikenal sebagai

incompressibility yang digunakan sebagai

indikator porositas fluida yang mengandung

hidrokarbon dan Mu-rho (μρ) yang dikenal

sebagai rigiditas yang dapat digunakan untuk

indikator batuan dimana parameter ini

sensitif terhadap karakter matrik batuan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakter reservoar

dengan melakukan analisis kualitatif

dan kuantitatif berdasarkan data hasil

inversi simultan dan turunannya.

2. Mengetahui persebaran reservoar

pada zona target melalui parameter-

parameter yang dihasilkan oleh

inversi simultan.

1.3. Batasan Masalah

Beberapa batasan masalah yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi

beberapa hal, antara lain:

1. Data Sumur yang digunakan adalah

data sumur yang dilengkapi log P-

wave (sonic), log S-wave (sonic),

log Densitas (density), log Gamma

Ray, log Porositas.

2. Data seismik yang digunakan adalah

data seismik 3D pre-stack time

migration (PSTM) gather.

3. Zona target reservoar merupakan

batupasir pada formasi Talang Akar.

4. Proses inversi simultan pada

reservoar batupasir menggunakan

parameter Impedansi P, Impedansi

S, densitas, lamda-rho dan mu-rho.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional

Cekungan Sumatera Selatan yang

merupakan lokasi penelitian dapat dilihat

pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Peta Cekungan Sumatera Selatan

(Bishop, 2001)

Cekungan Sumatera Selatan dibatasi

oleh Paparan Sunda di sebelah timurlaut,

daerah ketinggian Lampung di sebelah

Tenggara, Pegunungan Bukit Barisan di

sebelah baratdaya serta Pegunungan Dua

Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah

baratlaut. Evolusi cekungan ini diawali sejak

Mesozoic (Pulunggono dkk, 1992) dan

merupakan cekungan busur belakang (back

arc basin). Tektonik cekungan Sumatera

dipengaruhi oleh pergerakan konvergen

antara Lempeng Hindia-Australia dengan

Lempeng Paparan Sunda.

Berdasarkan unsur tektonik, maka

fisiografi regional cekungan Sumatera

Selatan mempunyai daerah tinggian dan

depresi, yaitu:

1. Tinggian Meraksa, yang terdiri dati

Kuang, Tinggian Palembang,

Tinggian Tamiang, Tinggian

Palembang bagian utara dan Tinggian

Sembilang.

2. Depresi Lematang (Muaraenim

Dalam)

3. Antiklinorium Pendopo Limau dan

Antiklinorium Palembang bagian

utara.

Ketiga fisiografi di atas membagi

cekungan Sumatera Selatan menjadi tiga

bagian, yaitu sub-cekungan Palembang

bagian selatan, sub-cekungan Palembang

bagian tengah dan sub-cekungan Jambi.

2.2. Stratigrafi Struktur Cekungan

Sumatera Selatan

Pada dasarnya stratigrafi cekungan

Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus besar

sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi

pada awal siklus dan fase regresi pada akhir

siklusnya. Awalnya siklus ini dimulai dengan

siklus non-marine, yaitu proses

diendapkannya formasi Lahat pada oligosen

awal dan setelah itu diikuti oleh formasi

Talang Akar yang diendapkan diatasnya

secara tidak selaras. Fase transgresi ini terus

berlangsung hingga miosen awal, dan

berkembang formasi Baturaja yang terdiri

dari batuan karbonat yang diendapkan pada

lingkungan back reef, fore reef dan intertidal.

Sedangkan untuk fase transgresi maksimum

diendapkan formasi Gumai bagian bawah

yang terdiri dari shale laut dalam secara

selaras diatas formasi Baturaja. Fase regresi

terjadi pada saat diendapkannya formasi

Gumai bagian atas dan diikuti oleh

pengendapan formasi Air Benakat secara

selaras yang didominasi oleh litologi

batupasir pada lingkungan pantai dan delta.

Pada pliosen awal, laut menjadi semakin

dangkal karena terdapat dataran delta dan

non-marine yang terdiri dari perselingan

batupasir dan claystone dengan sisipan

berupa batubara. Pada saat pliosen awal ini

menjadi waktu pembentukan dari formasi

Muara Enim yang berlangsung sampai

pliosen akhir yang terdapat pengendapan

batuan konglomerat, batu apung dan lapisan

batupasir tuffa. Penjelasan dengan

menggunakan kolom stratigrafi dapat dilihat

pada gambar 2.2.

3

Gambar 2.2. Kolom stratigrafi cekungan Sumatra

Selatan (Satyana, 2005).

2.2.1. Batuan Dasar (Basement)

Pada dasarnya stratigrafi cekungan

Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus besar

sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi

pada awal siklus dan fase regresi. Batuan

dasar (pra tersier) terdiri dari batuan

kompleks paleozoikum dan batuan

Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku,

dan batuan karbonat. Batuan dasar yang

paling tua, terdeformasi paling lemah,

dianggap bagian dari lempeng-mikro Malaka,

mendasari bagian utara dan timur cekungan.

Lebih ke selatan lagi terdapat Lempeng-

mikro Mergui yang terdeformasi kuat,

kemungkinan merupakan fragmen

kontinental yang lebih lemah. Lempeng-

mikro Malaka dan Mergui dipisahkan oleh

fragmen terdeformasi dari material yang

berasal dari selatan dan bertumbukan.

Bebatuan granit, vulkanik, dan metamorf

yang terdeformasi kuat (berumur Kapur

Akhir) mendasari bagian lainnya dari

cekungan Sumatera Selatan. Morfologi

batuan dasar ini dianggap mempengaruhi

morfologi rift pada Eosen-Oligosen, lokasi

dan luasnya gejala inversi/pensesaran

mendatar pada Plio-Pleistosen, karbon

dioksida lokal yang tinggi yang mengandung

hidrokarbon gas, serta rekahan-rekahan yang

terbentuk di batuan dasar (Ginger dan

Fielding, 2005).

2.2.2. Formasi Talang Akar

Formasi Talang Akar diperkirakan

berumur oligosen akhir sampai miosen awal.

Formasi ini terbentuk secara tidak selaras dan

kemungkinan paraconformable di atas

Formasi Lahat dan selaras di bawah Formasi

Gumai atau anggota Basal Telisa/formasi

Baturaja. Formasi Talang Akar pada

cekungan Sumatera Selatan terdiri dari

batulanau, batupasir dan sisipan batubara

yang diendapkan pada lingkungan laut

dangkal hingga transisi. Bagian bawah

formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih

dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian

atasnya berupa perselingan antara batupasir

dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar

berkisar antara 460 – 610 m di dalam

beberapa area cekungan. Variasi lingkungan

pengendapan formasi ini merupakan fluvial-

deltaic yang berupa braidded stream dan

point bar di sepanjang paparan (shelf)

berangsur berubah menjadi lingkungan

pengendapan delta front, marginal marine,

dan prodelta yang mengindikasikan

perubahan lingkungan pengendapan ke arah

cekungan (basinward). Sumber sedimen

batupasir Talang Akar Bawah ini berasal dari

dua tinggian pada kala oligosen akhir, yaitu

di sebelah timur (Wilayah Sunda) dan

sebelah barat (deretan Pegunungan Barisan

dan daerah tinggian dekat Bukit Barisan).

2.3. Petroleum System Cekungan

Sumatera Selatan

Cekungan Sumatera Selatan

merupakan cekungan yang produktif sebagai

penghasil minyak dan gas. Hal itu dibuktikan

dengan banyaknya rembesan minyak dan gas

yang dihubungkan oleh adanya antiklin.

Letak rembesan ini berada di kaki bukit

Gumai dan pegunungan Barisan. Sehingga

dengan adanya peristiwa rembesan tersebut

dapat digunakan sebagai indikasi awal untuk

eksplorasi adanya hidrokarbon yang berada

4

di bawah permukaan berdasarkan petroleum

system.

2.3.1. Batuan Induk (Source Rock)

Hidrokarbon pada cekungan

Sumatera Selatan diperoleh dari batuan induk

lacustrine formasi Lahat dan batuan induk

terrestrial coal dan coaly shale pada formasi

Talang Akar. Batuan induk lacustrine

diendapkan pada kompleks half-graben,

sedangkan terrestrial coal dan coaly shale

secara luas pada batas half-graben. Selain itu

pada batu gamping formasi Baturaja dan

shale dari formasi Gumai memungkinkan

juga untuk dapat menghasilkan hirdrokarbon

pada area lokalnya (Bishop, 2001).

2.3.2. Reservoir

Dalam cekungan Sumatera Selatan,

beberapa formasi dapat menjadi reservoir

yang efektif untuk menyimpan hidrokarbon,

antara lain adalah pada basement, formasi

Lahat, formasi Talang Akar, formasi

Baturaja, dan formasi Gumai. Sedangkan

untuk sub cekungan Palembang Selatan

produksi hidrokarbon terbesar berasal dari

formasi Talang Akar dan formasi Baturaja.

Untuk formasi Talang Akar secara umum

terdiri dari quarzone porous sand, siltstone,

dan pengendapan shale. Sehingga pada

porous sand sangat baik untuk menjadi

reservoir. Porositas yang dimiliki pada

formasi Talang Akar berkisar antara 15-30 %

dan permeabilitasnya sebesar 5 Darcy.

Formasi Talang Akar diperkirakan

mengandung 75% produksi minyak dari

seluruh cekungan Sumatera Selatan (Bishop,

2001).

2.3.3. Batuan Penutup (Seal)

Batuan penutup cekungan Sumatra

Selatan secara umum berupa lapisan shale

cukup tebal yang berada di atas reservoir

formasi Talang Akar dan Gumai itu sendiri

(intraformational seal rock).

2.3.4. Jebakan (Trap)

Jebakan hidrokarbon utama

diakibatkan oleh adanya antiklin dari arah

baratlaut ke tenggara dan menjadi jebakan

yang pertama dieksplorasi. Antiklin ini

dibentuk akibat adanya kompresi yang

dimulai saat awal miosen dan berkisar pada

2-3 juta tahun yang lalu (Bishop, 2001).

2.3.5. Migrasi

Migrasi hidrokarbon ini terjadi secara

horisontal dan vertikal dari source rock

serpih dan batubara pada formasi Lahat dan

Talang Akar. Migrasi horisontal terjadi di

sepanjang kemiringan slope, yang membawa

hidrokarbon dari source rock dalam kepada

batuan reservoir dari formasi Lahat dan

Talang Akar sendiri. Migrasi vertikal dapat

terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah

sesar turun mayor.

2.4. Inversi Simultan

Contreras et al (2006) dalam

papernya menjelaskan kesuksesan dari

aplikasi amplitude-versus-angle (AVA)

simultaneous inversion dari data amplitudo

seismik pre-stack untuk mendeteksi dan

mendelineasi reservoir hidrokarbon. Analisis

sensitivitas yang detail dilakukan untuk

menilai sifat dari efek AVA pada area studi,

berdasarkan data log sumur. Pada

penelitiannya, Contreras terlebih dahulu

melakukan krosplot data log sumur.

Impedansi P dan S (Zp dan Zs) yang

merupakan hasil perkalian densitas dengan

kecepatan P dan S, dihitung dari log densitas

dan dipole-sonic. Setelah itu, diaplikasikan

metode lambda-mu-rho untuk menghasilkan

atribut modulus lambda-rho dan mu-rho

yang sensitif terhadap fluida dan litologi,

yang ditentukan dari hasil perkalian antara

parameter elastic Lame (λ dan μ) dengan

densitas bulk (ρ). Atribut modulus ini

dihitung dan dicrossplot dengan log

impedansi P dan S menggunakan persamaan:

2

sZ

(2.1)

5

222 sp ZZ

(2.2)

Deskripsi skematik dari metode

inversi simultan AVA dapat ditampilkan

pada gambar 2.3. Volume frekuensi rendah

dari impedansi P, impedansi S dan densitas

dibutuhkan untuk inversi 1D trace-based (1D

trace-based inversion) karena informasi

frekuensi rendah yang diperlukan untuk

mengikutsertakan pola kompaksi (0-6 Hz

pada kasus ini), tidak dimiliki oleh data

amplitudo seismik. Sebagai tambahan,

volume frekuensi rendah digunakan untuk

menuntun konstrain pola soft. Volume ini

diperoleh dengan melakukan interpolasi

lateral berbobot pada log sumur dengan

menggunakan model geologi yang

dikonstruksi berdasarkan interpretasi horizon

top formasi geologi. Terakhir, model

terinterpolasi difilter low-pass dengan

frekuensi cut-off 6 Hz untuk menghasilkan

volume frekuensi rendah terakhir.

Gambar 2.3. Skema metode inversi simultan AVA

(Contreras et al, 2006).

7

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Gelombang Seismik

Gelombang seismik merupakan

gelombang yang merambat melalui bumi.

Perambatan gelombang ini bergantung pada

sifat elastisitas batuan. Gelombang seismik

dapat ditimbulkan dengan dua metode yaitu

metode aktif dan metode pasif. Metode aktif

adalah metode pengusikan gelombang seismik

secara aktif atau disengaja menggunakan

gangguan yang dibuat oleh manusia, biasanya

digunakan untuk eksplorasi. Metode pasif

adalah gangguan yang muncul terjadi secara

alamiah. Metode seismik merupakan metode

yang banyak dipakai dalam menentukan lokasi

prospek hidrokarbon. Dengan metode ini dapat

diperoleh informasi mengenai litologi dan fluida

bawah permukaan dalam bentuk waktu rambat,

amplitudo refleksi, dan variasi fasa.

3.1.1. Gelombang Badan (Body Wave)

Gelombang badan merupakan

gelombang seismik yang menjalar pada media

elastik dan arah perambatannya keseluruh

bagian interior bumi. Berdasarkan gerak partikel

dan arah penjalarannya gelombang badan

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gelombang P

dan gelombang S.

Gelombang P (primary wave)

merupakan gelombang kompresi

(compressional wave) atau gelombang

longitudinal, yang menjalar dengan arah gerak

partikel sejajar dengan arah rambatan

gelombangnya. Gelombang S (secondary wave)

adalah gelombang geser (shear wave) atau

gelombang transversal yang menjalar dengan

arah gerak partikel tegak lurus dengan arah

rambatan gelombangnya. Berbeda dengan

gelombang P yang dapat merambat baik di

medium padat, cair, maupun gas, gelombang S

hanya menjalar pada medium padat.

Persamaan kecepatan gelombang P dan

gelombang S untuk batuan non-porous dan

isotropic, menggunakan konstanta Lame λ,

modulus Bulk K dan modulus Shear μ yang

dituliskan sebagai:

342

K

VP

(3.1)

SV

(3.2)

dengan

Vp = kecepatan gelombang P

Vs = kecepatan gelombang S

K = modulus bulk

ρ = densitas

μ = modulus shear

3.1.2. Gelombang Permukaan (Surface

Wave)

Gelombang permukaan merupakan

gelombang seismik yang merambat pada

permukaan suatu medium. Berdasarkan pada

sifat gerakan partikel media elastik, gelombang

permukaan merupakan gelombang yang

kompleks dengan frekuensi yang rendah dan

amplitudo yang besar, yang menjalar akibat

adanya efek free survace dimana terdapat

perbedaan sifat elastik. Jenis dari gelombang

permukaan ada dua yaitu gelombang Reyleigh

dan gelombang Love.

Gelombang Reyleigh merupakan

gelombang permukaan yang orbit gerakannya

elips tegak lurus dengan permukaan dan arah

penjalarannya.

Gelombang Love merupakan gelombang

permukaan yang menjalar dalam bentuk

gelombang transversal yang merupakan

gelombang S horizontal yang penjalarannya

paralel dengan permukaannya (Gadallah and

Fisher, 2009).

3.1.3. Penjalaran Gelombang Seismik

Gelombang seismik dalam medium

berlapis (seperti halnya bumi) penjalarannya

mengikuti hukum Snellius. Hukum ini

mengatakan bahwa gelombang seismik yang

melewati bidang batas antara dua medium akan

dipantulkan atau dibiaskan dengan mengikuti

relasi:

8

konstaanpv

i

sin

(3.3)

dengan i dapat berupa sudut datang, sudut

pantul atau sudut bias gelombang, v adalah

kecepatan gelombang dalam medium yang

bersangkutan dan p adalah konstanta yang

disebut parameter gelombang. Parameter

gelombang ini besarnya tertentu dan tetap untuk

semua gelombang yang berasal dari satu berkas

gelombang.

Hukum Snell, yaitu:

pVVVVV SSPPP

2

2

1

1

2

2

1

'

1

1

1 sinsinsinsinsin

(3.4)

dengan

1 = sudut datang gelombang P,

2’, 2 = sudut pantul dan sudut bias

gelombang P,

1, 2 = sudut pantul dan sudut bias

gelombang S,

VP1, VP2 = kecepatan gelombang P pada

medium pertama dan medium

kedua,

VS1, VS2 = kecepatan gelombang S pada

medium pertama dan medium

kedua,

p = parameter gelombang,

dan 1 = 1’.

3.2. Koefisien Refleksi

Koefisien refleksi adalah perbandingan

antara amplitudo gelombang pantul dengan

amplitudo gelombang datang. Besarnya

koefisien refleksi pada sudut datang nol derajat

atau gelombang yang datang tegak lurus

terhadap bidang pemantul disebut juga koefisien

refleksi sudut datang normal atau koefisien

refleksi sudut datang nol yang dapat dirumuskan

sebagai :

2211

1122

0

10

PP

PP

VV

VV

A

AR

(3.5)

dengan

R0 = koefisien refleksi sudut datang nol,

A1 = amplitudo gelombang yang dipantulkan

pada medium 1,

A0 = amplitudo gelombang datang,

1 = densitas medium 1,

2 = densitas medium 2,

V P1 = kecepatan gelombang P pada medium 1,

VP2 = kecepatan gelombang P pada medium 2,

VP impedansi akustik.

3.3. Impedansi Akustik

Salah satu sifat akustik yang khas pada

batuan adalah Acoustic Impedance (Zp) yang

merupakan perkalian antara kecepatan (V) dan

densitas (ρ).

Zp = Vp ρ (3.6)

Dimana :

Zp = impedansi akustik

Vp = kecepatan gelombang P (m/s)

ρ = densitas (g/cm3)

Harga Zp ini lebih dikontrol oleh

kecepatan gelombang P dibandingkan densitas,

karena orde nilai kecepatan lebih besar

dibandingkan dengan orde nilai densitas. Jika

gelombang seismik ini melewati dua media

yang berbeda impedansi akustiknya maka akan

ada sebagian energi yang dipantulkan yang

kemudian direkam oleh receiver di permukaan.

3.4. Impedansi Shear

Secara umum Impedansi Shear hampir

sama dengan impedansi akustik, perbedaannya

pada kecepatan yang digunakan adalah

kecepatan gelombang S (Vs). Secara matematis

dirumuskan sebagai :

Zs = Vs ρ (3.7)

dimana :

Zs = Impedansi Shear

ρ = Densitas

Vs = kecepatan gelombang S

Karena sifat dari gelombang S hanya

mengukur rigiditas matriks batuan sehingga

keberadaan fluida tidak terdeteksi, gelombang

ini hanya akan melewati medium solid,

sehingga Zs dapat merepresentasikan variasi

litologi.

9

3.5. Seismogram Sintetik

Seismogram sintetik adalah hasil

konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan

suatu wavelet. Untuk membuat seismogram

sintetik, wavelet yang dipakai diperoleh dengan

melakukan pengekstrakan pada data seismik

atau dengan wavelet buatan.

Seismogram sintetik merupakan sarana

untuk mengidentifikasi horizon seismik yang

sesuai dengan geologi bawah permukaan yang

diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon

(Munadi dalam Fatimah, 2011). Identifikasi

permukaan atau dasar formasi pada penampang

seismik memungkinkan ditelusuri penerusan

formasi tersebut pada arah lateral dengan

memanfaatkan data seismik.

3.6. Inversi Seismik

Inversi seismik merupakan suatu teknik

untuk menggambarkan model geologi bawah

permukaan menggunakan data seismik sebagai

masukan dan data log sebagai pengontrol

(Sukmono, 2000). Veeken (2007) memberi

pengertian bahwa inversi seismik merupakan

suatu metode yang mengubah volum data

seismik menjadi volum data akustik atau elastik.

Pada dasarnya metode inversi seismik

digunakan untuk mengetahui kemenerusan

lateral dari data log, dan sangat membantu

dalam proses korelasi data sumur. Metode

inversi dapat memodelkan data sumur semu dari

data seismik seperti data log kecepatan, log

densitas, log impedansi akustik, yang memiliki

dimensi dan karakter yang sama dengan data

sumur konvensional.

Ilustrasi metode seismik inversi sebagai

proses pemodelan maju (forward modelling)

ditunjukan pada gambar 3.2. Gelombang

seismik yang ditangkap geofon sebenarnya

adalah konvolusi antara wavelet sumber dengan

deret koefisien refleksi di bawah permukaan

bumi. Pada metode inversi seismik, proses

tersebut dibalik menjadi proses dekonvolusi

data seismik dengan wavelet sumber sehingga

diperoleh koefisien refleksi.

Lindseth (1979) telah mengembangkan

metode inversi seismik sejak tahun 1970-an.

Prosedur dasarnya adalah :

1. Proses dekonvolusi data seismik menjadi

perkiraan deret koefisien refleksi

2. Proses inversi deret koefisien refleksi

menjadi impedansi akustik semu

3.7. Sifat Fisika Batuan

Sifat fisika batuan dapat digunakan

untuk mendeskripsikan kondisi batuan pada

suatu reservoir, serta dapat menentukan

bagaimana perilaku penjalaran gelombang di

dalam batuan. Sifat fisika batuan meliputi,

densitas, kecepatan gelombang P, kecepatan

gelombang S, porositas, dan lain sebagainya.

3.7.1. Porositas Batuan

Porositas batuan merupakan salah satu

sifat akustik dari reservoir yang didefinisikan

sebagai ukuran kemampuan batuan untuk

menyimpan fluida. Porositas batuan dinyatakan

dalam persen (%) atau fraksi. Dalam

karakterisasi reservoir, porositas terdiri dari dua

yaitu :

1. Porositas absolut didefinisikan sebagai

perbandingan antara volume pori-pori

total batuan terhadap volume total

batuan.

2. Porositas efektif didefinisikan sebagai

perbandingan antara volume pori-pori

yang saling berhubungan dengan volume

batuan total.

3.7.2. Densitas

Densitas adalah karakter fisis yang

berubah secara signifikan terhadap perubahan

tipe batuan akibat perubahan mineral dan

porositas yang dimilikinya. Densitas (ρ)

didefinisikan sebagai massa (m) batuan per

satuan unit volume (V).

V

m

(3.10)

satuan densitas dalam SI adalah kg/m3 atau g/cc.

.

3.7.3. Inkompresibilitas (λ) dan Rigiditas (μ)

Inkompresibilitas (λ) merupakan tingkat

ketahanan suatu batuan terhadap gaya tekan

yang mengenainya. Semakin mudah dikompresi

maka semakin kecil nilai inkompresibilitas

begitu pula sebaliknya. Perubahan ini lebih

disebabkan oleh adanya perubahan pori

daripada perubahan ukuran butirnya. Hasil

perkalian λ dengan ρ atau dikenal dengan

10

lamda-rho (λρ) dapat mengindikasikan

keberadaan fluida karena nilainya

menggambarkan resistensi fluida terhadap

perubahan volume karena gaya compressional

stress. Batuan yang berisi gas akan memiliki

nilai lamda-rho yang kecil. Menurut Gray dan

Andersen (2001) dalam Sumirah (2003),

menyatakan bahwa rigiditas (μ) atau modulus

geser didefinisikan sebagai resistensi batuan

terhadap sebuah strain yang mengakibatkan

perubahan bentuk tanpa merubah volume total

dari batuan tersebut. Rigiditas sensitive terhadap

matriks batuan, semakin rapat matriksnya maka

akan semakin pula mengalami slide over satu

sama lain dan benda tersebut dikatakan

memiliki rigiditas yang tinggi.

)2().( 22 PP VZ

(3.13)

22).( PS VZ

(3.14)

22

SP ZZ

(3.15)

keterangan:

PV = Kecepatan gelombang P

SV = Kecepatan gelombang S

PZ = Impedansi gelombang P

SZ = Impedansi gelombang S

3.8. AVO (Amplitude Variations with

Offset)

3.8.1. Prinsip Dasar AVO

Konsep AVO didefinisikan sebagai

variasi perubahan amplitudo refleksi seiring

dengan bertambah besarnya sudut datang (angle

of incidence). Nilai reflektifitas pada sudut

datang kecil akan berbeda dengan nilai

reflektifitas pada sudut datang besar, dimana

nilai reflektifitas tersebut dapat menjadi lebih

besar atau kecil. Kasus perubahan nilai

reflektifitas ini dapat berupa brightspot, dimspot

atau pembalikan polaritas.

3.8.2. Persamaan Zoeppritz

Persamaan dasar AVO pertama kali

diperkenalkan oleh Zoeppritz (Hampson dan

Russel, 2008) yang menggambarkan koefisien

refleksi dan transmisi sebagai fungsi dari sudut

datang pada media elastik (densitas, kecepatan

gelombang P dan kecepatan gelombang S).

Konsep persamaan Zoeppritz adalah

menentukan koefisien refleksi dan transmisi

gelombang yang datang dari suatu medium ke

medium lain dengan sudut datang tidak sama

dengan nol. Dengan mengacu pada gambar 3.3,

persamaan Zoeppritz dapat dituliskan dalam

bentuk :

1

1

1

1

2

11

22

2

11

22

1

1

11

22

11

122

2

2

2

11

1

2

22

1

1

11

2211

2211

2cos

2sin

cos

sin

2sin.

.2cos

.

.2sin2cos

2cos.

..2sin

..

..2cos2sin

sincossincos

cossincossin

Tps

Tpp

Rps

Rpp

V

V

V

V

V

V

V

VV

VV

VV

V

V

p

s

p

p

p

s

s

ps

ps

ps

s

p

(3.16)

Keterangan:

Rpp = koefisien refleksi gelombang P,

Rps = koefisien refleksi gelombang S,

Tpp = koefisien transmisi gelombang

P,

Tps = koefisien transmisi gelombang

S,

Vp = kecepatan gelombang P (m/s)

1,2 = indeks medium lapisan 1 dan 2

1 = sudut datang gelombang P

2 = sudut transmisi gelombang P

1 = sudut datang gelombang S

2 = sudut transmisi gelombang S

Vs = kecepatan gelombang S (m/s)

ρ = densitas (kg/m3)

Aki-Richard menyederhanakan

persamaan Zoeppritz seperti persamaan (3.17).

12

12222 sin41sin8tan1

12

12

12

12

K

VV

VVK

VV

VVKR

ss

ss

pp

pp

pp

(3.17)

dengan :

2

2

p

s

V

VK

(3.18)

Pada persamaan (3.17) terlihat bahwa

koefisien refleksi pada setiap sudut datang

hanya dipengaruhi oleh densitas, kecepatan

gelombang P, dan kecepatan gelombang S pada

setiap lapisan.

3.8.3. Persamaan Aki-Richard

Aki dan Richard (1980) melakukan

penyerdehanaan pada persamaan Zoeppritz

11

menjadi persamaan orde-1 untuk koefisien

refleksi. Pendekatan yang dilakukan merupakan

linearisasi dari persamaan Zoeppritz yang

kompleks dengan memisahkan komponen

kecepatan dan densitas. Hal ini berfungsi untuk

memberikan perkiraan reflektivitas variasi

offset pada domain data pre-stack. Hasil

penyederhanaan oleh Aki-Richard diberikan

oleh persamaan:

S

S

P

PPP

V

Vcb

V

VaR

)(

(3.19)

dengan

2

2

2

2

2

sin4

sin2

2

1

cos2

1

P

S

P

S

V

Vc

V

Vb

a

21

21

21

21

21

21

2

)(

2

)(

2

)(

SSS

PPP

SS

S

PPP

VVV

VVV

VVV

VVV

SP,PP V,VR masing-masing adalah

koefisien refleksi sebagai fungsi sudut , rata-

rata kecepatan gelombang P dan kecepatan

gelombang S, dan densitas; ,SP V,V

masing-masing adalah perbedaan kecepatan

gelombang P, gelombang S dan densitas dari

dua medium yang berbeda, adalah rata-rata

sudut datang dan sudut transmisi atau bias.

3.9. Inversi Simultan

3.9.1. Prinsip Dasar Inversi Simultan

Inversi seismik merupakan suatu teknik

untuk menggambarkan model geologi bawah

permukaan menggunakan data seismik sebagai

masukan dan data log sebagai pengontrol

(Sukmono, 2000). Metode inversi seismik

dibagi menjadi dua jenis berdasarkan data yang

digunakan, yaitu: post stack seismic inversion

dan pre stack seismic inversion. Pada data

seismik post stack, diasumsikan bahwa

amplitudo seismik hanya dihasilkan oleh

reflektifitas pada sudut datang nol yaitu R(0),

sehingga post stack seismic inversion hanya

dapat digunakan untuk menghasilkan tampilan

model impedansi akustik. Data seismik pre

stack masih mengandung informasi sudut

(R(θ)), sehingga dapat digunakan untuk

manghasilkan parameter-parameter selain

impedansi P, seperti impedansi S, Vp/Vs serta

Lambda-Rho dan Mu-Rho.

Metode inversi simultan yang

dikembangkan Russel et.al. (2005)

menggunakan data pre-stack berupa partial

stack yang kemudian diinversikan secara

bersama (simultan) dengan wavelet hasil

estimasi dari masing-masing partial stack,

menggunakan persamaan Fatti yang telah

dimodifikasi sehingga diperoleh nilai impedansi

gelombang P, impedansi gelombang S dan

densitas.

3.9.2. Persamaan Fatti

Fatti et. al (1994) dalam Hampson et. al

(2006) memodifikasi persamaan Aki-Richard

sehingga diperoleh hubungan koefisien refleksi

sebagai berikut:

DSPPP RcRcRcR 321

(3.20)

dengan

,

,2

1

,2

1

DR

SV

SVSR

PV

PVPR

,2sin222tan

2

13

,2sin282

,2tan11

c

c

c

dan PV

SV .

12

Dengan melakukan pendekatan terhadap

reflektifitas kecil, Rpi<0.1 maka:

)(2

)(

)()1(

)()1(

iZ

iZ

iZiZ

iZiZPiR

(3.21)

dengan 2

)()1()(

iZiZiZ

.

Dengan menggunakan operasi kalkulus

sederhana, turunan dari logaritma natural

impedansi dapat dituliskan sebagai:

dttdZ

tZdt

tZd 1ln

(3.22)

Dengan menghilangkan dt pada

persamaan (3.30) kemudian menggunakan Δ

sebagai pengganti d, maka diperoleh persamaan

baru:

iPZ

iPZiPZ

iPR ln1

ln2

1ln

2

1

(3.23) dengan I merepresentasikan batas lapisan ke-i.

Persamaan (3.23) dapat diterapkan untuk

RS dan RD sehingga diperoleh persamaan baru :

SiPZ

iSZiSZ

iSR ln1

ln2

1ln

2

1

(3.24)

iDZ

iDZiPZ

iDR ln1

lnln

(3.25)

Jika ada N reflektifitas maka persamaan

(3.23) dapat dituliskan dalam bentuk persamaan

matriks sebagai:

NN

i

P

P

P

P

P

P

L

L

L

R

R

R

2

1

2

1

1

1

0

0

1

1

0

0

1

2

1 (3.26)

dengan iPZ

iPL ln.

Persamaan matriks di atas secara singkat

dapat ditulis:

PP DLR2

1 (3.27)

Dengan melakukan langkah yang sama

ke dalam persamaan 3.25 dan 3.26 maka dapat

diperoleh persamaan baru yaitu :

SS DLR2

1

(3.28)

DD DLR (3.29)

Jika seismic trace (S) direpresentasikan

sebagai konvolusi dari wavelet seismic (W)

dengan reflektifitas bumi (R) maka diperoleh

persamaan matriks sebagai:

NP

P

P

N R

R

R

WW

W

W

W

W

S

S

S

2

1

12

1

3

2

1

2

1

0

00

2

1 (3.30)

Persamaan matriks di atas secara singkat

dapat ditulis:

PWDRS2

1 (3.31)

Dengan mendefinisikan reflektifitas

( PR ,SR , dan DR ) sebagai fungsi dari matriks

derivative dan logaritma dari impedansi seperti

pada persamaan matriks (3.31) maka akan dapat

dituliskan persamaan:

DDLWcSDLWcPDLWcS )(3)(22

1)(1

2

1)(

(3.32)

Keterangan :

W = wavelet berdasarkan angle

tertentu

PL = logaritma natural impedansi

gelombang P

SL

= logaritma natural impedansi

gelombang S

DL = logaritma natural densitas

= sudut datang

S = seismic trace berdasarkan angle

tertentu

17

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Kelengkapan Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian

ini meliputi:

1. Data seismik 3D Pre Stack Time

Migration format CDP gather.

2. Data log 3 buah sumur pada area

penelitian, yaitu: FM-D2, FM-E1, FM-

E2. Adapun data log utama yang

digunakan adalah data Log P-wave

(sonic), Log S-wave (sonic), log

Densitas (density), log Gamma Ray, log

Porositas, dan log Resistivitas.

3. Checkshot 3 buah sumur, yaitu: FM-D2,

FM-E1, FM-E2.

4. Data Marker meliputi : Top BRF, Top

TAF, Top LAF, dan Top BSMN.

5. Data geologi yang meliputi geologi

regional daerah penelitian, dan

stratigrafi.

6. Basemap daerah penelitian (gambar 4.2)

4.2. Pengumpulan Data

4.2.1. Data Seismik

Data seismik awal yang digunakan dan

menjadi masukan berupa data 3D Pre-Stack

Time Migration, CDP gather yang telah

dikoreksi NMO (Normal Move Out) dan

supergather yang ditampilkan pada gambar 4.3.

Adapun jangkauan lintasan seismiknya yaitu

mulai dari Inline 1001 s.d 1304 dan Crossline

5001 s.d 5300. Dengan masukan berupa data

seismik Pre-Stack Time Migration, diharapkan

akan didapatkan titik reflektor yang

sesungguhnya, serta ini sebagai syarat dalam

pengolahan inversi simultan. Jika reflektor

berupa garis miring, di mana CMP ≠ CDP maka

efek point smearing dapat dihindari dan akan

merepresentasikan titik reflektor yang sama,

meskipun dengan sudut datang yang berbeda.

4.2.2. Data Sumur

Pada penelitian ini data sumur yang

dipakai berupa 3 sumur pada area penelitian,

yaitu: FM-D2, FM-E1, FM-E2. Adapun

kelengkapan data log pada tiap sumur dapat

dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.4.

Table. 4.1. Kelengkapan data log pada setiap

sumur.

Log Sumur

FM-D2 FM-E1 FM-E2

P-wave √ √ √

S-wave √ √ √

Densitas √ √ √

Gamma ray √ √ √

Neutron

porosity √ √ √

4.2.3. Data Marker

Data marker digunakan sebagai acuan

batas lapisan dan top formasi yang digunakan

sebagai acuan dalam melakukan pengikatan data

sumur dan data seismik yang selanjutnya

digunakan untuk picking horizon dari tiap batas

formasi. Marker tersebut yaitu Top BRF, Top

TAF dan Top LAF.

4.2.4. Data Geologi

Pada penelitian ini fungsi data geologi

sangat penting yang menjadi data pendukung

dalam pengolahan dan interpretasi hasil inversi.

Adapun data geologi didapat dari beberapa

literature yang melingkupi informasi geologi

regional, sistem tektonik, serta stratigrafi daerah

penelitian yang berasal dari hasil penelitian

sebelumnya.

4.3. Persiapan Data

Persiapan data perlu lakukan sebelum

proses inversi simultan, data tersebut sebagai

masukan sebelum diproses. Data-data yang

perlu disiapkan terdiri dari data sumur dan data

seismik, meliputi pembuatan crossplot untuk

analisis sensitifitas data sumur, super gather,

angle gather (near, middle, far), angle stack

dari data angle gather, full stack, picking

horizon dan wavelet yang diekstraksi dari tiap

angle stack.

4.3.1. Analisis Sensitivitas Data Sumur

Pada tahap awal sebelum inversi perlu

dilakukan analisa sensitifitas dari data sumur

untuk dapat mengetahui parameter fisis yang

paling sensitif terhadap data dalam

membedakan litologi dan fluida. Uji sensitifitas

dilakukan dengan cara melakukan crossplot dari

beberapa parameter fisis yang bersumber dari

data sumur. Parameter yang dianggap sensitif

terhadap data akan dapat memisahkan litologi

18

maupun fluida dengan baik dilihat dari hasil

crossplot.

4.3.2. Super Gather

Proses super gather dilakukan untuk

menganalisis tiap-tiap trace dalam CDP gather,

dimana setiap trace-nya akan menggambarkan

kisaran dari nilai offset. Super gather adalah

suatu proses perataan trace yang bertujuan

untuk memperkuat respon amplitudo.

4.3.3. Angle Gather

Proses pada angle gather adalah untuk

membawa tiap-tiap trace dalam kawasan offset

ke dalam kawasan sudut (angle), dimana proses

ini dilakukan dengan ray tracing menggunakan

fungsi kecepatan.

4.3.4. Full Stack

Proses stacking pada data PSTM gather

adalah dengan menjumlahkan trace-trace

seismik pada hasil angle gather. Proses ini

dilakukan untuk meningkatkan rasio sinyal

terhadap noise (S/N ratio). Data hasil stacking

akan digunakan dalam pembuatan earth model

yang berperan sebagai model awal inversi

simultan.

4.3.5. Angle Stack

Pada inversi simultan perlu digunakan

data seismik angle gather pada sudut near,

middle, dan far. Adapun pembagian sudutnya

sebagai berikut: Near stack (6O-17O), Middle

stack (14O-27O), Far stack (24O-35O).

Pemilihan sudut sengaja dibuat overlap

dengan tujuan mengover semua sudut yang ada,

sehingga tidak ada faktor sudut yang tidak

terlibatkan. Hal ini diharapkan memberikan

hasil yang lebih baik.

4.3.6. Ekstraksi Wavelet

Wavelet merupakan komponen penting

yang nantinya akan digunakan dalam proses

well seismic tie maupun pada saat proses

inversi. Ekstraksi wavelet dapat dilakukan

dengan menggunakan data sumur maupun data

seismik secara statistik. Wavelet yang diekstrak

pada saat proses well seismic tie akan

dikonvolusikan dengan reflektifitas sehingga

didapatkan seismik sintetik atau sintetik

seismogram. Adapun wavelet pada proses

inversi simultan digunakan untuk

mendekonvolusikan data seismik sehingga

didapatkan reflektifitas yang kemudian akan

didapatkan model impedansi P litologi bawah

permukaan.

4.3.7. Well Seismic Tie

Proses ini merupakan suatu proses

pengikatan data sumur yang ada dengan data

seismik dengan maksud supaya informasi data

sumur sesuai dengan data seismik. Proses ini

hanya dapat dilakukan apabila sumur yang kita

miliki terdapat data log sonic (Vp) dan data log

densitas. Adapun sebagai pengontrol kualitas

pengikatan yang kita lakukan antara data

seismik dengan data sumur akan dinyatakan

dalam bentuk korelasi antara data jejak seismik

dengan data seismiknya. Nilai korelasi

mendekati 1 merupakan kualitas korelasi yang

paling baik dari kisaran antara 0 – 1, namun

nilai korelasi lebih dari 0.7 sudah dikategorikan

baik.

4.3.8. Picking Horizon

Setelah dilakukan well seismic tie maka

langkah selanjutnya adalah melakukan picking

horizon. Pada penelitian ini menggunakan 2

buah horizon dengan tujuan untuk membatasi

nilai saat pembuatan model impedansi P dan

impedansi S. Horizon yang digunakan yaitu:

Horizon Top BRF, Horizon Top TAF, dan

Horizon Top LAF. Horizon Top TAF dan Top

LAF merupakan horizon target pada penelitian

ini yang merupakan reservoar batupasir yang

disisipi shale.

(a)

(b)

19

Gambar 4.3. Hasil map horizon (a) Top TAF dan (b)

Top LAF.

4.4. Proses Inversi Simultan

4.4.1. Pembuatan Model Awal

Pembuatan model awal Impedansi P dan

Impedansi S sebagai pengontrol agar hasil

inversi tidak bergeser jauh dari model. Input

yang digunakan pada proses ini adalah log Vp,

Vs, Densitas, impedansi P, dan impedansi S.

Data sumur berfungsi sebagai acuan nilai

Impedansi, sementara data horizon digunakan

sebagai panduan dalam melakukan ekstrapolasi

nilai Impedansi P dan impedansi S untuk

seluruh penampang seismik secara lateral. Pada

penelitian ini digunakan empat buah horizon,

yaitu Horizon Top BRF, Horizon Top TAF, dan

Horizon Top LAF.

4.4.2. Parameter Inversi Simultan

Parameter inversi simultan diperoleh

dengan mencari koefisien regresi hubungan

linier Ln Zp dengan Ln Zs dan Ln Zp dengan

Ln densitas seperti yang ditunjukkan pada

persamaan 3.36 dan persamaan 3.37. Koefisien-

koefisien ini dapat diperoleh dengan melakukan

crossplot pada data sumur. Adapun data log

yang diperlukan adalah Ln( ), Ln(Zp), dan

Ln(Zs).

a. Koefisien regresi linier Impedansi P

dan Impedansi S

Koefisien regresi hubungan linier

impedansi P dan impedansi S dapat

ditentukan dari crossplot data log Lp dan

Ls. Crossplot Log Lp dan Ls

ditunjukkan pada gambar 4.18.

Kemudian dengan melakukan regresi

linier pada trend utama (garis merah),

maka diperoleh nilai koefisien k dan kc

dimana k = 1,088 dan kc = -1,432.

b. Koefisien regresi linier Impedansi P

dan Densitas

Koefisien regresi hubungan linier

impedansi P dan densitas dapat

ditentukan dari crossplot data log Lp dan

Ld. Crossplot Log Lp dan LD

ditunjukkan pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Crossplot Ln Zs vs Ln Zp (kiri) dan

Crossplot Ln densitas vs Ln Zp (kanan).

Kemudian dengan melakukan regresi

linier pada trend utama (garis merah) maka

diperoleh nilai koefisien m = 0,253 dan mc = -

1,413. Begitu juga dengan

2260.Lp , 0880.Ls ,

dan 0530.Ld .

c. Perbandingan Vs dengan Vp

Dari data log Vp/Vs, nilai rata-

rata perbandingan kecepatan gelombang

P (Vp) terhadap kecepatan gelombang S

(Vs) pada daerah target antara Top BRF

– Top LAF yaitu 0,538.

4.4.3. Analisis Inversi Simultan

Proses inversi seismik diawali dengan

menganalisis parameter-parameter yang akan

diterapkan pada proses inversi. Analisis inversi

dilakukan dengan cara melakukan simulasi

secara iteratif terhadap parameter yang akan

digunakan dalam proses inversi sehingga dapat

20

diperoleh perkiraan hasil inversi dengan nilai

korelasi yang tinggi dan kesalahan (error) yang

paling kecil. Analisis ini berguna untuk

mengetahui sejauh mana kesesuaian perkiraan

hasil inversi terhadap data seismik dengan

melihat besarnya nilai korelasi dan kesesuaian

(kualitatif) antara data log, model awal dan hasil

inversi. Pada gambar 4.5 menunjukkan proses

quality control analisis parameter inversi

seismik pada sumur FM-D2 yang digunakan

adapun untuk sumur FM-E1 dan FM-E2

gambarnya terdapat pada lembar lampiran

(halaman A.5).

Gambar 4.5. Proses analisis inversi pada sumur FM-

D2.

24

BAB V

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Sensitifitas Data Sumur

Analisis sensitifitas data sumur

dilakukan dengan cara membuat crossplot

antara dua buah parameter log dalam sistem

kartesian sumbu x dan y, selanjutnya dilakukan

zonasi terhadap data yang mempunyai

kecenderungan tertentu. Hasil dari zonasi ini

kemudian akan ditampilkan melalui cross-

section sehingga dapat dilihat zonasi data secara

lateral. Analisis sensitifitas ini penting

dilakukan untuk mengetahui parameter-

parameter yang dapat dijadikan indikator

litologi dan indikator fluida. Pada menganalisis

crossplot, parameter yang dianalisis antara lain:

impedansi S, impedansi P, densitas, lamda-rha

dan mu-rha. Dengan melakukan zonasi terhadap

data parameter yang digunakan, diharapkan

dapat mengetahui keberadaan fluida serta

karaketerisasi reservoir pada daerah sekitar

sumur. Hasil dari analisis crossplot ini

kemudian dapat dijadikan panduan dalam

mengkarakterisasi fluida pada keseluruhan

lapangan ALMULK.

5.1.1. Crossplot Vp dan Vs

Hasil analisis crossplot antara log Vp

terhadap Vs pada sumur FM-E2 ditunjukkan

pada gambar 5.1, digunakan untuk

mengkorelasikan antara log Vp dengan log Vs

pada FM-E2 yang didapat dari pengukuran.

Gambar 5.1. Hasil crossplot hubungan linier antara

Vp dengan Vs pada sumur FM-E2

Pada grafik diatas, yang mana sumbu y

merupakan kecepatan gelombang S dan sumbu

x merupakan besar kecepatan gelombang P pada

kedalaman yang sama, menggunakan regresi

linear maka didapat persamaan linier y =

0.861423 x -1113.09. persamaan linear tersebut

kemudian digunakan untuk membuat log Vs

pada sumur FM-E1 dan FM-D2. Log Vs ini

begitu penting karena digunakan sebagai salah

satu parameter dalam inversi simultan.

5.1.2. Crossplot Densitas dan Impedansi P

Dari hasil analisis crossplot antara log

impedansi P terhadap densitas pada sumur FM-

E2 ditunjukkan pada gambar 5.2 dengan

menggunakan color key berupa gamma ray

dapat digunakan sebagai indikator litologi. Dari

hasil crossplot ini diharapkan dapat

membedakan porous sand dan shale. Maka

kemudian dilakukan zonasi pada daerah tersebut

yang dianggap sebagai zona interest pada

penelitian ini. Hasil analisis crossplot log

densitas dan impedansi P pada gambar 5.2

menunjukkan anomali berupa shale (warna

hijau), porous sand (warna kuning) dan tight

sand (warna orange). Pada sumur FM-D2

(lampiran hal. A.1), FM-E1 (lampiran hal. A.1)

juga memiliki pola yang cukup sama dengan

sumur FM-E2. Zona interest berupa porous

sand memiliki nilai gamma ray yang relatif

lebih rendah dari tight sand dengan impedansi P

sedang dan densitasi rendah. Analisis crossplot

sumur FM-D2, FM-E1 dan FM-E2

menghasilkan rentang nilai impedansi P untuk

lapisan porous sand 7200 – 8800 m/s*gr/cc dan

densitas 2.18 - 2.33 gr/cc.

Hasil crossplot impedansi P terhadap

densitas menunjukkan nilai cut off densitas

sebesar 2.33 gr/cc. Berdasarkan analisis

crossplot ini dapat dikembangkan lebih lanjut

untuk crossplot yang lain agar dapat

mengidentifikasi keberadaan fluida pada tiap

sumur.

Gambar 5.2. Hasil crossplot Densitas dan Impedansi P

dengan color key gamma ray dan cross

section pada sumur FM-E2.

Penampang log berupa cross section dari

hasil zonasi yang dilakukan pada crossplot di

atas menunjukkan adanya pemisahan yang

Tight sand

Shale

Porous sand

25

cukup baik antara zona interest yang

diasumsikan berupa porous sand dengan daerah

di sekitarnya yang merupakan shale dan tight

sand. Dari hasil crossplot ini dapat disimpulkan

bahwa parameter impedansi P dan densitas

cukup baik dalam memisahkan daerah target.

5.1.3. Crossplot Impedansi P dan Impedansi

S

Hasil crossplot tersebut menunjukkan

shale (warna hijau), porous sand (warna

kuning) dan tight sand (warna orange) dapat

terseparasi dengan cukup baik. Hal ini didukung

oleh nilai impedansi P dan impedansi S yang

tinggi untuk tight sand. Sedangkan porous sand

ditunjukkan dengan nilai impedansi P dan

impedansi S yang lebih rendah dari tight sand.

Pada hasil crossplot sumur FM-E2

indikasi adanya fluida sudah cukup terlihat,

karena jika terdapat fluida maka nilai Impedansi

P akan turun secara drastis. Pada sumur FM-E2

secara zonasi shale (warna hijau), porous sand

(warna kuning) dan tight sand (warna orange)

terpisah dengan cukup baik. Hal ini dapat

mengindikasikan porous sand pada umur FM-

E2 telah tersaturasi dengan fluida. Analisis

crossplot sumur FM-D2, FM-E1 dan FM-E2

menghasilkan rentang nilai impedansi P untuk

lapisan porous sand 7200 – 8800 m/s*gr/cc dan

impedansi S 4000 – 5200 m/s*gr/cc.

Hasil crossplot impedansi P terhadap

impedansi S menunjukkan tidak adanya nilai cut

off antara porous sand dengan shale.

Gambar 5.3. Hasil crossplot Impedansi P dan

Impedansi S dengan color key gamma

ray dan cross section-nyapada sumur

FM-E2

Penampang log berupa cross section dari

hasil zonasi yang dilakukan pada crossplot di

atas menunjukkan adanya pemisahan yang

cukup baik antara zona interest yang

diasumsikan berupa porous sand dengan daerah

di sekitarnya yang merupakan shale dan tight

sand. Dari hasil crossplot ini dapat disimpulkan

bahwa parameter impedansi P dan impedansi S

cukup baik dalam memisahkan daerah target.

5.1.4. Crossplot Porositas dan Densitas

Dari hasil analisis crossplot antara log

neutron porosity dan densitas pada sumur FM-

E2 ditunjukkan pada gambar 5.4 dengan

menggunakan color key berupa gamma ray.

Dari hasil crossplot tersebut dapat dilihat bahwa

ada sekumpulan data yang memiliki trend (pola)

yang berbeda dengan yang lain atau biasa

disebut sebagai outlier yang biasanya

merepresentasikan adanya anomali. Maka

kemudian dilakukan zonasi, zonasi sebagai zona

interest pada penelitian ini dengan warna

kuning yang diasumsikan sebagai porous sand

sebagaimana memenuhi parameter porous sand

yaitu memiliki nilai densitas cukup kecil serta

neutron porosity kecil. Maka cukup untuk dapat

mengasumsikan area batupasir yang berpori

maupun lapisan batuan yang tidak berpori.

Gambar 5.4. Hasil crossplot porositas dan densitas

dengan color key gamma ray dan cross

section-nya pada sumur FM-E2

Analisis crossplot sumur FM-D2, FM-

E1 dan FM-E2 menghasilkan rentang nilai

neutron porosity untuk lapisan porous sand 0.19

– 0.29% sedangkan untuk densitas 2.18 – 2.33

gr/cc. Hal ini dapat mengindikasikan porous

sand pada umur FM-E2 telah tersaturasi dengan

fluida berupa hidrokarbon. Penampang log

berupa cross section dari hasil zonasi yang

dilakukan pada crossplot di atas menunjukkan

adanya pemisahan yang cukup baik antara zona

interest yang diasumsikan berupa porous sand

dengan daerah sekitarnya yang dimungkinkan

kurang berpori. Dari hasil crossplot ini dapat

disimpulkan bahwa parameter neutron porosity

Tight sand

Shale

Porous sand

Porous sand

26

dan densitas cukup baik dalam memisahkan

daerah target.

5.1.5. Crossplot Lambda-Rho dan Mu-Rho

Hasil crossplot antara parameter

Lambda-Rho dan Mu-Rho dengan color key

berupa parameter neutron porosity ditunjukkan

pada gambar 5.5. Crossplot tersebut cukup

dapat memisahkan daerah target dengan baik.

Hasil zonasi memperlihatkan nilai Mu-Rho yang

tinggi dan Lambda-Rho yang rendah sebagai

representasi dari porous sand yang terisi fluida

berupa hidrokarbon. Parameter neutron porosity

digunakan sebagai color key dapat

menginterpretasikan litologi yang memiliki

kandungan hidrokarbon, berdasarkan referensi

porous sand akan memiliki neutron porosity

rendah jika terisi fluida hidrokarbon, sedangkan

shale memiliki neutron porosity cukup tinggi.

Gambar 5.5. Hasil crossplot Lambda-Rho dan Mu-Rho

dengan color key resistivity dan cross

section-nya pada sumur FM-E2.

Berdasarkan hasil crossplot diatas, salah

satu anomali keberadaan fluida jelas

ditunjukkan pada crossplot sumur FM-E2.

Adapun pada sumur yang lain sumur FM-D2

(lampiran hal. A.4) dan FM-E1 (lampiran hal.

A.4) memiliki trend yang sama dengan sumur

FM-E2. Indikasi adanya fluida pada crossplot

FM-E2 ditunjukkan dengan separasi yang baik

antara shale (warna hijau), porous sand (warna

kuning) dan tight sand (warna orange). Nilai

mu-rho yang lebih tinggi dari shale dapat

mengkarakterisasikan porous sand sebagai

reservoir pada sumur FM-E2 dan lambda-rho

yang lebih rendah dari shale dapat

mengindikasikan bahwa pada zona tersebut

mengandung fluida yang mengisi reservoir.

Nilai mu-rho berdasarkan hasil crossplot pada

sumur FM-E2 diperoleh untuk porous sand

adalah 17 – 28 Gpa*g/cc dan lambda-rho 20 -

25 Gpa*g/cc.

5.2. Analisis Hasil Inversi Simultan

5.2.1. Impedansi P Hasil inversi simultan pada penelitian ini

menghasilkan 3 volume, yaitu impedansi P

(Zp), impedansi S (Zs) dan densitas. Hasil

inversi simultan untuk parameter Zp pada tiap

sumur penelitian diperlihatkan pada gambar 5.6.

Secara umum penampang Zp pada tiap sumur

sudah dapat memisahkan litologi yang ada

berdasarkan nilai impedansinya. Berdasarkan

penampang hasil inversi simultan pada daerah

horizon Top TAF- Top LAF sebagian besar

memiliki impedansi P pada rentang 5000 –

10400 m/s*gr/cc. Nilai impedansi P porous

sand berdasarkan hasil analisis crossplot pada

kisaran 7300-8500 m/s*gr/cc (warna merah).

Pada gambar 5.6 secara keseluruhan penampang

hasil inversi dengan well log FM-E1 dan FM-E2

relatif terlihat kecocokannya, hal ini

mengindikasikan bahwa hasil inversi dapat

memisahkan litologi yang ada pada horizon

target. Area target inversi cukup kecil sehingga

perlu dilakukan slicing untuk melihat secara

keseluruhan sebraran porous sand pada horizon

target.

Anomali impedansi P rendah pada

horizon Top-TAF dan Top-LAF

mengindikasikan terdapat porous sand yang

tersaturasi dengan fluida sehingga menyebabkan

nilai impedansi P menjadi rendah. Hal ini

bersesuaian dengan hasil analisis crossplot

dimana pada sumur FM-E1 dan FM-E2 terdapat

porous sand yang tersaturasi dengan fluida.

Untuk lebih memastikan mengenai keberadaan

fluida pada porous sand tersebut maka

dilakukan analisis terhadap volume lamda-rho

hasil turunan inversi simultan.

Persebaran dan kemenerusan porous

sand pada horizon Top-TAF dan Top-LAF

dapat dilakukan arbitrary line pada daerah

tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 5.6.

Tight sand

Shale

Porous sand

B

27

Hasil inversi simultan impedansi P pada

penampang arbitrary line seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 5.7 memperlihatkan

kemenerusan anomali Zp rendah di sepanjang

horizon sumur FM-E2 hingga FM-D2. Zona

adanya fluida dapat terpisahkan baik secara

horizontal maupun vertikal.

5.2.2. Impedansi S

Hasil inversi simultan untuk penampang

impedansi S (Zs) menunjukkan hasil yang

relatif sama dengan hasil inversi simultan untuk

penampang impedansi P seperti yang

diperlihatkan gambar 5.7. Secara umum

penampang inversi impedansi S dengan well log

cukup menunjukkan kecocokkan pada area

sekitarnya.

Gelombang S hanya dapat mengukur

rigiditas ( ) dari matriks batuan sehingga

keberadaan fluida tidak terdeteksi, gelombang

ini hanya akan melewati medium padat

sehingga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi variasi litologi.

Hasil inversi impedansi S pada horizon

target ditemukan kontras impedansi S (Zs)

dengan rentang berkisar antara 2800 – 5600

m/s*gr/cc. Berdasarkan analisis crossplot

kontras impedansi S rendah merepresentasikan

litologi pada horizon tersebut berupa shale,

sedangkan untuk nilai impedansi S sedang-

tinggi berupa sand. Tight sand memiliki nilai

impedansi S yang lebih tinggi dari pada porous

sand. Nilai impedansi S porous sand

berdasarkan hasil analisis crossplot pada kisaran

4200-5200 m/s*gr/cc (warna merah). Dengan

demikian secara umum pada sumur FM-E1 dan

FM-E2, hasil inversi simultan untuk parameter

impedansi S mampu mengidentifikasi porous

sand tersaturasi fluida pada target horizon Top-

TAF dan Top-LAF.

Log Zp Log GR

A

B

A

Gambar 5.6. Penampang hasil inversi untuk parameter impedansi P pada

sumur FM-E2.

Gambar 5.7. Penampang hasil inversi untuk parameter impedansi S pada

sumur FM-E2.

B

A

B

A B

28

5.2.3. Densitas ( )

Hasil inversi simultan untuk penampang

densitas menunjukkan hasil yang relatif sama

dengan hasil inversi simultan untuk penampang

impedansi P (Zp) seperti yang diperlihatkan

Gambar 5.8. Variasi densitas baik secara

vertikal maupun secara horizontal dapat

dipisahkan dengan baik.

Hasil volume densitas pada horizon

target ditemukan kontras densitas dengan

rentang berkisar antara 2.12 – 2.60 gr/cc.

Berdasarkan analisis crossplot kontras densitas

rendah merepresentasikan litologi pada horizon

tersebut berupa porous sand, sedangkan untuk

nilai densitas tinggi berupa shale. Tight sand

memiliki nilai densitas yang lebih tinggi dari

pada porous sand. Nilai densitas porous sand

berdasarkan hasil analisis crossplot pada kisaran

2.18 – 2.3 gr/cc. Dengan demikian secara umum

pada sumur FM-D2, FM-E1 dan FM-E2, hasil

inversi simultan untuk parameter densitas cukup

mampu mengidentifikasi porous sand

tersaturasi fluida pada target horizon Top-TAF

dan Top-LAF.

5.3. Analisis Turunan Hasil Inversi

Simultan

5.3.1. Mu-Rho

Volume mu-rho berasal dari turunan

antara impedansi P dan impedansi S.

Penampang mu-rha dapat dilihat pada gambar

5.9. Nilai Mu-Rho yang lebih tinggi dari shale

dapat mengkarakterisasikan porous sand

sebagai reservoir. Nilai Mu-Rho berdasarkan

hasil crossplot pada sumur FM-E2 diperoleh

untuk porous sand adalah 17 – 28 Gpa*g/cc.

Hasil volume mu-rho pada horizon

target ditemukan kontras dengan rentang

berkisar antara 5 – 35 Gpa*gr/cc. Berdasarkan

analisis crossplot kontras mu-rho tinggi

merepresentasikan litologi pada horizon tersebut

berupa porous sand yang menjadi reservoir

pada zona target. Secara umum penampang

hasil turunan berupa mu-rho dengan well log

cukup menunjukkan kecocokkan dengan area

sekitarnya, namun selisih nilai mu-rho-nya tidak

terlampau jauh. Dengan demikian secara umum

pada sumur FM-D2, FM-E1 dan FM-E2, hasil

penurunan inversi simultan untuk parameter mu-

rho cukup mampu mengidentifikasi porous sand

tersaturasi fluida pada target horizon Top-TAF

dan Top-LAF.

Log Density

A

B

A B

B

Gambar 5.8. Penampang hasil inversi untuk parameter densitas pada

sumur FM-E2.

29

5.3.2. Lamda-Rho

Volume lamda-rho berasal dari turunan

antara impedansi P dan impedansi S.

Penampang lamda-rho dapat dilihat pada

gambar 5.10. Nilai lambda-rho yang lebih

rendah dari shale dapat mengindikasikan bahwa

pada zona tersebut mengandung fluida

hidrokarbon yang mengisi reservoir.

Hasil volume lamda-rho pada horizon

target ditemukan kontras dengan rentang

berkisar antara 5 – 56 Gpa*gr/cc. Berdasarkan

analisis crossplot kontras lamda-rho rendah

merepresentasikan fluida hidrokarbon pada

horizon tersebut yang mengisi porous sand.

Nilai lamda-rho rendah pada porous sand

berdasarkan hasil analisis crossplot pada kisaran

20 – 25 Gpa*gr/cc. Secara keseluruhan

penampang hasil turunan berupa lamda-rho

dengan well log mampu menunjukkan

kecocokkan pada zona target, Dengan demikian

secara umum pada sumur FM-D2, FM-E1 dan

FM-E2, hasil penurunan inversi simultan untuk

parameter lamda-rho cukup mampu

mengidentifikasi porous sand tersaturasi fluida

pada target horizon Top TAF – Top LAF.

5.4. Analisis Slice

5.4.1. Impedansi P

Pembuatan map slicing pada tiap volume

hasil inversi simultan dan turunan hasil inverse

simultan dilakukan untuk mengetahui pola

penyebaran anomalinya. Hasil slicing untuk

volume impedansi P ditunjukkan pada gambar

5.11.

Hasil slicing untuk volume impedansi P

Log GR

Log MR

Log LR

A

B

A

B

Gambar 5.9. Penampang hasil inversi untuk parameter mu-rho pada

sumur FM-E2.

A B

Gambar 5.10. Penampang hasil inversi untuk parameter lambda-rho

pada sumur FM-E2.

B

30

memperlihatkan adanya persebaran anomali

impedansi P yang rendah dengan cukup jelas.

Daerah dengan nilai impedansi yang rendah

menerus diantara sumur FM-E2 dan sumur FM-

E1, kemudian menerus menjauhi sumur FM-E1

relatif ke arah selatan. Zona anomali ini terlihat

sangat kontras dan terseparasi dengan nilai

impedansi yang rendah. Sumur FM-E1 dan FM-

E2 berada di tepi zona anomali.

Berdasarkan map hasil slicing volume

impedansi P dapat diambil kesimpulan bahwa

anomali rendah (warna merah) yang nampak

pada map tersebut mengindikasikan adanya

porous sand yang tersaturasi fluida. Nilai

rentang porous sand untuk map ini sesuai

dengan rentang hasil analisis crossplot, yakni

berkisar antara 7300-8500 m/s*gr/cc.

Sedangkan tight sand ditunjukkan kontras

impedansi sedang hingga tinggi dan

mengelilingi zona anomali impedansi P rendah.

Gambar 5.11. Map hasil slicing volume impedansi P

5.4.2. Impedansi S

Hasil dari map slicing volume impedansi

S ditunjukkan pada gambar 5.12 cukup mampu

menunjukkan adanya anomali yang dapat

melokalisasi adanya fluida pada lapangan. Hal

ini sesuai dengan hasil penampang impedansi S

yang juga tidak memperlihatkan adanya anomali

impedansi S yang rendah. Dengan

menggunakan skala warna dengan nilai

impedansi sesuai dengan analisis crossplot,

yakni berkisar 4200-5200 m/s*gr/cc

ditunjukkan dengan warna merah pada skala

warna. Dengan menggunakan hasil analisis

crossplot dan map slicing dapat membantu kita

menginterpretasikan map impedansi S lebih

lanjut.

Pada daerah disekitar sumur FM-E1 dan

FM-E2, terlihat kontras impendansi S yang

tinggi. Nilai impendansi S yang tinggi dapat

diinterpretasikan sebagai porous sand dengan

nilai rentang impedansi S berkisar antara 4200-

5200 m/s*gr/cc. Secara umum map impedansi S

dapat mengidentifikasi variasi litologi pada

lapangan ALMULK dengan baik. Hal ini dapat

disebabkan karena Log Vs yang digunakan

cukup sensitif terhadap variasi litologi pada

lapangan ALMULK.

Gambar 5.12. Map hasil slicing Top TAF – Top LAF

pada volume impedansi S

5.4.3. Densitas

Map densitas hasil inversi simultan

dapat dilihat pada Gambar 5.13. Proses slicing

dilakukan antar horizon dari Top TAF – Top

LAF dengan menggunakan perhitungan

minimum amplitude. Dari hasil slicing terlihat

adanya daerah yang memiliki perbedaan nilai

densitas yang signifikan dengan daerah

sekitarnya. Kontras densitas rendah muncul

dalam area yang cukup lebar di antara sumur

FM-D2, FM-E1 dan FM-E2 dengan pola arah

penyebaran arah utara dan selatan. Zona

anomali pada area di antara sumur FM-D2, FM-

E1 dan FM-E2 teridentifikasi dan terpisahkan

dengan baik untuk porous sand. Berdasarkan

analisis crossplot nilai densitas rendah yang

teridentifikasi sebagai porous sand memiliki

rentang nilai berkisar 2.18 – 2.30 gr/cc. Pada

map hasil slice pada range 2.18 – 2.30 gr/cc

ditunjukkan dengan warna merah pada skala

warna.

Area

Prospek

C

A B

Area

Prospek

C

A B

31

Gambar 5.13. Map hasil slicing volume densitas pada

Top TAF – Top LAF

5.4.4. Mu-Rho

Volume mu-rho merupakan turunan

antara impedansi P dan impedansi S. Volume

mu-rho dilakukan slicing pada zona target agar

diperoleh map mu-rho yang dapat dilihat pada

Gambar 5.14. Proses slicing dilakukan antar

horizon dari Top TAF – Top LAF dengan

menggunakan perhitungan maksimum

amplitude. Dengan menggunakan parameter

turunan ini diharapkan dapat mendukung

interpretasi sebelumnya dan memudahkan untuk

mengidentifikasi fluida pada lapangan

ALMULK.

Nilai Mu-Rho yang lebih tinggi dapat

mengkarakterisasikan porous sand sebagai

reservoir. Berdasarkan nilai mu-rho hasil

analisis crossplot diperoleh untuk porous sand

adalah 17 – 28 Gpa*g/cc. Berdasarkan analisis

crossplot kontras mu-rho tinggi

merepresentasikan litologi pada horizon tersebut

berupa porous sand yang menjadi reservoir

pada zona target yang ditunjukkan dengan

warna merah pada skala warna hasil slice. Dari

hasil slicing terlihat kontras mu-rho yang tinggi

berada disekitar sumur FM-E1 dan FM-E2,

sedangkan sekitar area sumur FM-D2 relatif

memiliki nilai mu-rho yang rendah. Analisis

mu-rho hanya mengidentifikasi keberadaan

reservoir, sehingga untuk mengidentifikasi

fluida yang mengisi perlu dicocokkan dengan

analisis lamda-rho.

Gambar 5.14. Map hasil slicing volume Mu-Rho pada

Top TAF – Top LAF

5.4.5. Lamda-Rho

Volume lamda-rho merupakan turunan

antara impedansi P dan impedansi S. Volume

lamda-rho dilakukan slicing pada zona target

agar diperoleh map lamda-rho yang dapat

dilihat pada gambar 5.15. Proses slicing

dilakukan antar horizon dari Top TAF – Top

LAF dengan menggunakan perhitungan

minimum amplitude. Dengan menggunakan

parameter turunan ini diharapkan dapat

mendukung interpretasi sebelumnya dan

memudahkan untuk mengidentifikasi fluida

pada lapangan ALMULK.

Berdasarkan nilai lamda-rho hasil

analisis crossplot diperoleh untuk porous sand

adalah 20 – 25 Gpa*g/cc. Berdasarkan analisis

crossplot kontras lamda-rho rendah

merepresentasikan fluida hidrokarbon yang

mengisi reservoir yang berupa porous sand pada

zona target yang ditunjukkan dengan warna

merah pada skala warna hasil slice. Dari hasil

slicing terlihat kontras lamda-rho yang rendah

berada disekitar sumur FM-E1 dan FM-E2,

sedangkan sekitar area sumur FM-D2 relatif

memiliki nilai lamda-rha yang tinggi.

Area

Prospek

C

A B Area

Prospek

C

A B

32

Gambar 5.15. Map hasil slicing volume Lamda-Rho

pada Top TAF – Top LAF.

Berdasarkan gambar 5.14 dan gambar

5.15 terlihat bahwa parameter mu-rho dan

lamda-rho mampu melokalisasi adanya fluida

pada porous sand yang ditunjukkan dengan

nilai mu-rho tinggi dan lamda-rho rendah.

Anomali nilai mu-rho tinggi dan lamda-rho

rendah muncul pada daerah di sekitar sumur

FM-D2 dan menerus relatif ke selatan.

Sedangkan untuk sumur FM-E1 dan FM-E2

tidak terlihat adanya anomali Mu-Rho tinggi dan

Lamda-Rho rendah. Dari map mu-rho dan

lamda-rho ini diperoleh nilai rentang untuk

porous sand tersaturasi dengan fluida.

Area

Prospek

C

A B

36

36

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan inversi simultan pada

lapangan ALMULK untuk mengkaraketerisasi

fluida pada horizon Top TAF – Top LAF

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil inversi simultan untuk parameter

impedansi P mampu memberikan hasil

yang cukup bagus dan mampu

mengidentifikasi litologi berupa shale,

porous sand dan tight sand. Nilai

impedansi P dari porous sand pada

horizon target relative rendah dari

sekitarnya, yaitu berkisar 7300-8500

m/s*gr/cc. Sedangkan parameter

impedansi S cukup mampu memberikan

hasil yang jelas untuk identifikasi variasi

litologi yang mengandung fluida, terlihat

pada hasil inversi dan analisis crossplot

juga mampu terpisahkan. Berdasarkan

analisis crossplot kontras impedansi S

sedang-tinggi merepresentasikan litologi

yang mengandung fluida pada horizon

target. Nilai impedansi P porous sand

berdasarkan hasil analisis crossplot pada

kisaran 4200-5200 m/s*gr/cc. Hasil

inversi simultan berupa parameter

densitas mampu memisahkan kontras

densitas pada area horizon target. Nilai

densitas rendah teridentifikasi sebagai

porous sand yang bernilai 2.18 – 2.3

gr/cc. Parameter turunan yang berupa

mu-rho dan lamda-rho merupakan

parameter yang baik untuk melokalisasi

adanya fluida pada reservoir. Hasil

persebaran nilai mu-rho tinggi dan

lamda-rho rendah merepresentasikan

penyebaran reservoir berupa porous

sand yang terisi fluida berupa

hidrokarbon pada area formasi target.

Nilai mu-rho berdasarkan analisis

crossplot dan inversi pada zona porous

sand didapat berkisar adalah 17 – 28

Gpa*g/cc, sedangkan lamda-rho 20 – 25

Gpa*g/cc.

2. Terdapat 3 area prospek yaitu Prospek-

A, Prospek-B dan Prospek-C pada

lapangan ALMULK yang berada di

sekitar sumur FM-E1 dan FM-E2 yang

menyebar ke arah barat dan utara. Pada

area Prospek-A dan Prospek-B

merupakan area prospek baru yang telah

dianalisis menggunakan metode inverse

simultan, sedangkan pada area Prospek-

C merupakan area yang telah terbukti

keberadaan hidrokarbonnya terbukti dari

terdapatnya sumur produksi. Pada daerah

sekitar FM-D2 kurang prospek terlihat

dari nilai lamda-rho yang besar pada

hasil slacing dan crossplot, selain itu

pada penampang hasil inversi sumur

FM-D2 terlihat litologi batupasir yang

cukup tipis sehingga kurang prospek

sebagai reservoir batupasir yang terisi

hidrokarbon untuk diproduksi.

6.2. Saran

Setelah dilakukan penelitian dan melihat

hasil yang didapat, maka beberapa saran untuk

penelitian lebih lanjut sebagai berikut:

1. Diperlukan data sumur yang lebih

banyak dan tersebar agar dapat

memberikan informasi kemenerusan

litologi dan karakterisasi reservoir secara

lateral dengan lebih baik.

2. Perlu dilakukan studi atribut seismik

untuk menganalisis potensi hidrokarbon

dengan lebih baik.

37

37

DAFTAR PUSTAKA

Aki, K. dan Richards, P.G., 1980, Quantitative

Seismology: Theory and Methods, Vol 1:

W.H. Freeman and Company.

Bishop, M.G., 2001, South Sumatra Basin

Province, Indonesia: The Lahat/Talang

Akar-Cenozoic Total Petroleum System,

Open-File Report of USGS.

De Coster., 1974, The Geology of The Central

South Sumatra Basins, Proceding of The

Third Annual Convention Indonesian

Petroleum Association: Jakarta.

Contreras, A., Carlos, T.V. dan Tim. F., 2006,

AVA Simultaneous Inversion of Partially

Stacked Seismic Amplitude Data for the

Spatial Delineation of Lithology and

Fluid Units of Deepwater Hydrocarbon

Reservoirs in the Central Gulf of

Mexico, Geophysics.

Fatti, J.L., Smith, G.C., Vail, P.J., Strauss, P.J.

dan Levitt, P.R., 1994, Detection of Gas

in Porous Sand Reservoirs Using AVO

Analysis: A 3-D Seismic Case History

Using the Geostack Technique.

Geophysics, Vol. 59.

Gadallah, R.M. dan Fisher, R., 2009,

Exploration Geophysics, Springer:

Berlin.

Ginger, D. dan Fielding, K., 2005, The

Petroleum System And Future Potensial

Of The South Sumatera Basin.

Indonesian Petroleum Association.

Gray, D. dan Andersen, E., 2001, The

Aplication of AVO and Inversion to the

Estimation of Rock Properties, CSEG

Recorder.

Hampson, D. dan Russell, B.H., 2005,

Simultaneous Inversion of Pre-stack

Seismic Data, Geohorizons.

Hampson, D.P. dan Russel, B.H, 2006, The Old

and The New in Seismic Inversion,

CSEG RECORDER.

Inabuy., 2008, Estimasi Sebaran Fluida dan

Litologi Menggunakan Kombinasi

Inversi AVO dan Multi-atribut. Institut

Teknologi Bandung: Bandung.

Lindseth, R.O., 1979, Synthetic Sonic Logs – A

Process for Stratigraphic Interpretation:

Geophysics, v.44, p.3-26.

Russell, B.H., Daniel, P.H., Keith, H. dan

Janusz, P., 2005, Joint Simultaneous

Inversion of PP and PS Angle Gathers,

CREWES Report Volume 17.

Sarjono, S. dan Sardjito, 1989, Hydrocarbon

Source Rock Identification in the South

Palembang Sub-Basin, Proceeding

Indonesian Petroleum Association. 18th

Annual convention.

Satyana, Awang H., 2005, Geology of

Indonesia: Current Concepts, pre-

Conventional Course, 34th

Annual

Convention, Indonesia Association of

Geologists (IAGI).

Sismanto., 2006, Dasar-dasar Akuisisi dan

Pengolahan Data Seismik, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sukmono, S., 2000, Seismik Inversi untuk

Karakterisasi Reservoar, Institut

Teknologi Bandung: Bandung.

Sumirah., Budi, E.N. dan Endro, H., 2003,

Deteksi Reservoar Gas Menggunakan

Analisis AVO dan Inversi λμρ. Jakarta.

Veeken. dan Paul, C.H., 2007, Seismic

Stratigraphy, Basin Analysis and

Reservoir Characterization, Oxford:

Elsevier Ltd.