SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON TANDAN PISANG ...

158
i SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON TANDAN PISANG SEBAGAI ADSORBEN DENGAN AKTIVATOR ZnCl 2 UNTUK ADSORPSI LARUTAN FENOL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana Sains (S.Si)pada Program Studi Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Disusun oleh : HALIMAH ZAUMI FEBRIYANTRI No. Mahasiswa : 13612035 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2017

Transcript of SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON TANDAN PISANG ...

i

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON TANDAN

PISANG SEBAGAI ADSORBEN DENGAN AKTIVATOR ZnCl2

UNTUK ADSORPSI LARUTAN FENOL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Gelar Sarjana Sains (S.Si)pada Program Studi Ilmu Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta

Disusun oleh :

HALIMAH ZAUMI FEBRIYANTRI

No. Mahasiswa : 13612035

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2017

ii

iii

iv

PERSEMBAHAN

Dengan mengharap ridho Allah SWT ku persembahkan karya

sederhana ini sebagai wujud cinta kasih, sayang dan tanggung jawab

saya kepada:

Orang-orang yang aku sayangi terutama Kedua orang tuaku, Babe Sukirno dan Ibu Istriyah yang telah memberikan cinta kasih dan sayang serta doa untukku, yang telah memberikan semangat dan bekerja keras banting tulang untuk menyekolahkanku hingga tercapainya gelar S1 ini. Terimakasih saya ucapkan, kalianlah inspirasi tuk masa depanku.

Buat Kakak-kakak ku terkasih Ilham Yusuf Vishnu Aditya dan Surya Dwi Juni Ardiantoko, Adekku yang paling kusayang Catur Maulana Muslimin,serta kakak iparku Mba Yuli Widyastuti, kalian yang slalu ada dalam bayangan dan do’a ku, semoga kita semua bisa menjadi kebanggaan orang tua dan keluarga. Buat Mbah Wedok matur nuwun do’a lan wejanganipun. Adek Maulana Muslimin (Alm) semoga bahagia di sana dan bisa menjadi penolong Babe dan Ibu kelak. Aamiin

Pembimbing ku Pak Allwar terimakasih ilmu dan dukungannya serta dosen-dosen Kimia UII terimakasih ilmunya selama ini.

Buat temen Allwar Research Team (ART) : Tari, Klana, Tomi, Hendra, Ade, Ridho , mba Watik. Mba Diah, kak Al, dan kak Ovi makasih dukungan, kebersamaan dan bantuannya, semoga tercapai segala cita2 nya.Aamiin

v

Thanks to Sulis Prasetyo Squad: mba Ovi, mba Icha, mak Anggi, Om Hakim, pak kanit Gilang, mas Ikhsan dan Orang dusun mas Faby, makasih loh.. do’a, hiburan, kebersamaan, n dukungannya. Kalian bikin aku kotor. Seneng punya temen KKN yang klop abizz. KKN-UII MG-243 Gejayan Joss.

Pasukan Sumbrej kost Vicka, Sifa, Mitha Bocil, Mba Ai, Sofi thanks for everyday, lope-lope buat kalian.

Tak lupa buat temen-temen Kimia UII 2013, terima kasih sudah mau jadi teman, terima kasih kebersamaan yang telah memberi warna baru selama 4 tahun ini.

Thanks juga buat inspirasiku mas Budi, and special thanks buat “Well” temen nyebelin aku yang slalu ada buat nemenin begadang, slalu support, temen curhat, makasih waktunya.

vi

MOTTO

“Sungguh, bersama kesukaran itu pasti ada kemudahan, Oleh karena itu, jika kamu

telah selesai dari suatu tugas, kerjakanlah tugas lain dengan sungguh-sungguh dan

hanya Tuhanmulah hendaknya kamu memohon dan mengharap.”

(Q.S.Al-insyiroh;5-8)

Demi langit dan bintang yang muncul dimalam hari, apakah

yang kamu ketahui tentang bintang ini? Bintang yang

sinarnya menembus malam. Setiap orang pasti ada penjaga yang

mengawas itindakannya, maka hendaklah seseorang berfikir dari

apa mereka diciptakan.

Bermimpilah karena Allah akan memeluk mimpi-mimpi itu,

maka jangan pernah takut untuk bermimpi karena mimpi

merupakan akar keajaiban didunia.

(Q.S. At-Thaariq;1-5)

“Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang banyak

manfaatnya (kebaikannya) kepada manusia lainnya”

(H.R. Qadla‟iedari Jabir)

Detikdemi detik, hari demi hari, terasa sekali

perubahannya, Tak ada satu pun yang tak berarti dari

setiap langkah ini.Tak ada yang sia-sia dari dunia ini.

Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala apa yang

terbaik bagi hamba-Nya.”

(penulis)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi ini.Skripsi ini berjudul

“ Sintesis dan Karakterisasi Karbon Tandan Pisang Dengan Aktivator ZnCl2

Untuk Adsorpsi Larutan Fenol” dibuat untuk memenuhi salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak.Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Drs. Allwar, M.Sc.Ph.D. selaku Dekan FMIPA UII sekaligus dosen

pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan

pengarahan,masukan,diskusi, serta persetujuan sehingga makalah skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

2. Ibu Dr. Is Fatimah, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Kimia FMIPA UII.

3. Ibu Febi Indah Fajarwati,S.Si,M.Sc selaku penguji skripsi juga dosen Kimia

UII yang telah member waktu dan tempat, juga pengarahan, masukan buat

saya berkeluh kesah selama mengerjakan penelitian skripsi ini.

4. Ibu IkaYanti, M.Si,M.Sc. selaku dosen penguji penelitian.

5. Seluruh dosen Departemen Ilmu Kimia UII yang telah mengajar dan

member pengetahuan selama menjadi mahasiswa Ilmu Kimia UII.

6. Tak lupa Keluarga penulis, terutama kedua orang tua serta kakak dan adik

penulis yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun

material.

viii

7. Sahabat-sahabat penulis serta rekan satu penelitian pembuatan karbon aktif,

Team ART ( Tari, Klana, Tomi, Hendra, Ade, Mba Watik, Mba Diah, Kak

Alfarizi, Kak Ovi ), Pasukan Sumbrej Kost (Vicka, Mita, Sifa), Sulis

Prasetyo Squad (Ovi, Anggi, Icha, Gilang, Hakim, Ikhsan, Faby),

terimakasih atas kerjasamanya, persahabatan, bantuan, dan dukungannya

selama ini.

8. Teman- teman Ilmu Kimia UII 2013 baik kelas A dan B, Resty, Mba Kiki,

Alin, Widya, Tari, mba Ida, Ncop, serta teman lain yang tidak dapat

disebutkan satu per satu atas persahabatan dan keceriaannya yang diberikan

selama ini.

Akhir kata, penulis berharap agar makalah skripsi ini bermanfaat bagi orang

yang membacanya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Penulis

menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam hal penulisan

makalah ini maupun hal materi di labortorium selama penelitian. Oleh karena itu,

penulis mengharap kritikan dan saran yang bersifat membangun guna penyusunan

berikutnya.

Yogyakarta, 17 Juli 2017

Penulis

(Halimah Zaumi Febriyantri)

ix

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON TANDAN

PISANG SEBAGAI ADSORBEN DENGAN AKTIVATORZnCl2

UNTUKADSORPSI FENOL

INTISARI

Halimah Zaumi Febriyantri

NIM: 13612035

Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi karbon aktif

tandan pisang dengan aktivator ZnCl2 untuk adsorpsi fenol. Tujuan dari penelitian

ini untuk mensintesis karbon aktif dari tandan pisang sebagai adsorben. Analisa

terhadap daya serap larutan fenol juga diselidiki. Karbon aktif diperoleh dari

tandan pisang yang diaktivasi dengan ZnCl2 8 % dan dikarbonisasi selama 8 jam

pada suhu 150 0C. Karbon aktif yang telah teraktivasi dicuci menggunakan HNO3

dan dinetralkan menggunakan akuades kemudian dikeringkan pada suhu 150 0C

selama 2 jam. Metode yang digunakan yaitu karbonisasi hidrotermal.

Karakterisasi sampel menggunakan teknik Fourier Transform Spectroscopy

Infrared (FTIR), Surface Area Analyzer (SAA) dan (Scanning Electron

Microscopy-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX)serta uji kadar abu dan kadar

air juga dilakukan. Berdasarkan hasil FTIR didapat gugus C=C, C-O dan gugus

fungsi Zink (Zn-O) pada permukaan karbon aktif. Untuk Surface Area Analyer

(SAA) meliputi luas permukaan BET sebesar 46.304 m2/g, luas permukaan

Langmuir sebesar 69.166 m2/g dan total volume pori (P/P0 =0.991268) 0.1069

cc/g. Karbon aktif tandan pisang tergolong dalam tipe Mesopori. Kadar air dan

kadar abu berturut-turut sebesar 0,9396 % dan 9,5 %. Proses adsorpsi larutan

fenol dengan karbon aktif tandan pisang menggunakan variasi pH larutan fenol,

waktu pengadukan, berat adsorben, dan konsentrasi larutan fenol. Pada proses

batch didapatkan hasil penyisihan fenol terbesar oleh karbon aktif tandan pisang

yaitu pH optimum fenol sebesar 4,62 mg/g, massa karbon optimum sebanyak 1,5

gram sebesar 2,393 mg/g, waktu kontak optimum 45 menit sebesar 4,61 mg/g dan

kapasitas maksimum karbon aktif terhadap fenol sebesar 4,687 mg/g. Isotherm

adsorpsi mengikuti model Freundlich dengan laju orde dua semu.

Kata kunci: Karbon Aktif, Adsorpsi, Karbonisasi Hidrotermal, Fenol.

x

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION CARBON BANANA

EMPTY FRUIT BUNCH AS ADSORBEN USING ZnCl2

ACTIVATOR FOR ADSORPTION OF PHENOL

Abstract

Halimah Zaumi Febriyantri

NIM: 13612035

A research has been conducted to synthesis and characterization of

activated carbon of banana empty fruit bunch with ZnCl2 activator for phenol

adsorption. The purpose of this research was to synthesis activated carbon of

banana empty fruit bunch as adsorben. The phenol adsorption capacity were also

investigated. The active carbon was obtained from banana empty fruit bunch that

activated using 8 % ZnCl2 and carbonized with a temperature of 150 oC for 8

hours. The activated carbon was then washed by HNO3 and neutralizing the pH

with distilled water, then dried at 150 0C for 2 hours. Hydrothermal methods were

used in this research. Sample chracterization were done using Fourier Transform

Spectroscopy Infrared (FTIR), Surface Area Analyzer (SAA) dan (Scanning

Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX)and test ash content

and moisture content. Characterization of activated carbon using FTIR obtained

C = C, C- O and Zinc (Zn-O) functional groups present on the surface of activated

carbon. Surface Area Analyer (SAA), which includes the BET surface area of

46.304 m2 / g, surface area Langmuir amounted to 69.166 m

2 / g and a total pore

volume (P / P0 = 0.991268) 0.1069 cc / g. The activated carbon of banana empty

fruit bunch is type mesoporous. Moisture content and ash content were 0.9396 %

and 9,5 %, respectively. The phenol adsoption process with activated carbon of

banana empty fruit bunch was using variation pH of phenol, mass of adsorben,

time of shaker and variation of phenol concentration. The best result of phenol

removal in batch process is show by activated carbon of banana empty fruit bunch

at optimum pH of phenol of 4.62 mg / g, the optimum carbon mass of 1.5 grams

of the phenol of 2.393 mg / g, optimum contact time of 4.61 mg / g and a

maximum capacity of activated carbon to a phenol of 4.687 mg / g. Isotherm

adsorption is Freundlich with orde dua semu.

Keywords : Activated Carbon, Adsorption, Hydrothermal Carbonization, Phenol.

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv

MOTTO .......................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

INTISARI ......................................................................................................... ix

ABSTRACT ......................................................................................................x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4

1.5. Luaran ........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6 BAB III DASAR TEORI .............................................................................. 15

3.1. Tumbuhan Pisang ................................................................................... 15

3.2. Karbon Aktif .......................................................................................... 17

xii

3.2.1. Struktur Fisik dan Struktur Kimia Karbon Aktif ..........................23

3.3.2. Jenis-Jenis Karbon Aktif ..............................................................25

3.3. Proses Karbonisasi ................................................................................. 26

3.4. Proses Aktivasi ........................................................................................ 29

3.5. Adsorpsi ...................................................................................................33

3.5.1. Jenis-Jenis Adsorpsi ....................................................................34

3.5.2. Isotherm Adsorpsi ........................................................................36

3.5.3. Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi ........................................40

3.5.4. Orde Semu Reaksi .......................................................................43

3.5.4.1. Orde satu semu ...............................................................43

3.5.4.2. Orde dua semu ................................................................43

3.5.5. Kapasitas dan Energi Adsorpsi ....................................................44

3.5.5.1. Model Isoterm Adsorpsi Lanmuir ..................................44

3.5.5.2. Model Isoterm Adsorpsi Freundlich ..............................46

3.6. Mekanisme Reaksi ...................................................................................47

3.7. Scanning Electron Microscopy (SEM) .................................................... 48

3.8. Fourier Transform Spectroscopy Infrared (FTIR) ................................ 52

3.9. Surface Area Analyzer (SAA) .................................................................54

3.10. Karbonisasi Hidrotermal ....................................................................... 55

3.11. Fenol .......................................................................................................55

3.11.1 Sifat-sifat Fenol ..........................................................................57

3.12. Spektrofotometer UV-VIS .....................................................................57

BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 61

xiii

4.1. Bahan dan Peralatan ................................................................................ 61

4.1.1. Bahan ......................................................................................... 61

4.1.2. Alat ............................................................................................ 61

4.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................................ 61

4.3. Prosedur Penelitian...................................................................................62

4.3.1. Pembuatan Arang........................................................................ 62

4.3.2. Analisis Gugus Fungsi Adsorben Karbon Aktif dengan FTIR .. 63

4.3.3. Analisis Sifat dan Struktur Adsorben Karbon Aktif dengan SAA ................................................................................63

4.3.4. Penentuan Rendemen ................................................................. 64

4.3.5. Penentuan Kadar Air .................................................................. 64

4.3.6. Penentuan Kadar Abu ..................................................................64

4.3.7. Aplikasi Karbon Aktif Tandan Pisang Terhadap

Adsorpsi Fenol ............................................................................65

4.3.7.1. Pembuatan Larutan Standar Fenol 1000 mg/L ............... 65

4.3.7.2. Pembuatan Larutan Fenol 100 mg/L sebanyak 50 mL .. 65

4.3.7.3. Penentuan pH Optimum Adsorpsi Fenol .........................65

4.3.7.4. Penentuan Waktu Kontak Optimum Adsorpsi Fenol ...... 66

4.3.7.5. Penentuan Berat Optimum Karbon Aktif Dalam Adsorpsi Fenol .................................................................................66

4.3.7.6. Penentuan Kapasitas Adsorpsi Fenol ............................. 67

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 68

5.1. Preparasi Tandan Pisang dan Aktivasi .................................................... 68

5.2. Karakterisasi Adsorben Karbon Aktif Tandan Pisang ........................... 71

xiv

5.2.1. Pengujian Kadar Air ................................................................... 71

5.2.2. Pengujian Kadar Abu ...................................................................72

5.2.3. Pengujian Penentuan Gugus Fungsi ......................................... 73

5.2.4. Pengujian SEM-EDX.................................................................. 76

5.2.5. Karakterisasi Karbon Aktif Tandan Pisang dengan Surface Area

Analyzer (SAA) .......................................................................... 78

5.3. Aplikasi Karbon Aktif Tandan Pisang Terhadap Adsorpsi Fenol ...........80

5.3.1. Penentuan pH Optimum ............................................................. 81

5.3.2. Penentuan Waktu Kontak Karbon Aktif Optimum .................... 82

5.3.3. Penentuan Massa Karbon Aktif Optimum .................................. 85

5.3.4. Kapasitas Adsorpsi Maksimum .................................................. 86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 91

6.1. Kesimpulan ............................................................................................ 91

6.2. Saran .........................................................................................................92

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 93

LAMPIRAN ................................................................................................ 101

LAMPIRAN 1 SKEMA CARA KERJA ..................................................... 101

LAMPIRAN 2 PERHITUNGAN PEMBUATAN LARUTAN .................. 110

LAMPIRAN 3 DATA PENGAMATAN ..................................................... 112

LAMPIRAN 4 PERHITUNGAN ADSORPSI FENOL ............................. 121

LAMPIRAN 5 PENENTUAN KAPASITAS ADSORPSI ORDE DUA ... 124

LAMPIRAN 6 PERHITUNGAN ISOTHERM ADSORPSI ....................... 125

LAMPIRAN 7 PERHITUNGAN BET-SAA................................................128

xv

LAMPIRAN 8 HASIL SURFACE AREA ANALYZER (SAA) .................131

LAMPIRAN 9 HASIL SEM-EDX ...............................................................134

LAMPIRAN 10 HASIL FTIR ......................................................................136

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penggunaan Karbon Aktif Dinegara Industri ................................ 9

Gambar 2. Tandan Pisang ...............................................................................17

Gambar 3. Klasifikasi Material Karbon ........................................................ 18

Gambar 4. Struktur Grafit .............................................................................. 19

Gambar 5. Struktur Selulosa .......................................................................... 21

Gambar 6. Ilustrasi Skema Struktur Karbon AKtif ........................................ 24

Gambar 7. Struktur Fisik Karbon Aktif ........................................................ 24

Gambar 8. Struktur Kimia Karbon Aktif ...................................................... 25

Gambar 9. Proses Adsorpsi pada Karbon Aktif: Transfer Molekul Adsorbat

ke Adsorben .................................................................................33

Gambar 10. Klasifikasi Isotherm Adsorpsi-Desorpsi BDDT .........................36

Gambar 11. Mekanisme Reaksi Selulosa dengan ZnCl2 ................................48

Gambar 12. A. Proses Pengeringan B. Proses Karbonisasi Hidrotermal

C.Arang Aktif ................................................................................68

Gambar 13. A. Proses Perendaman dengan HNO3 B. Pencucian dengan

Akuades C. Karbon Aktif Teraktivasi ..........................................70

Gambar 14. Spektrum Karbon Aktif Sebelum (atas) dan Sesudah (bawah)

Pencucian HNO3 ..........................................................................74

Gambar 15. Hasil Uji SEM ............................................................................77

Gambar 16. Hasil Analisis Karbon AKTIF Tandan Pisang dengan EDX ......77

Gambar 17. Plot Adsorpsi Isotherm Nitrogen (N2) .........................................79

Gambar 18. Penentuan pH Optimum ..............................................................81

Gambar 19. Waktu Optimum Adsorpsi Fenol ................................................83

Gambar 20. Ordeduasemu ..............................................................................85

Gambar 21. Berat Optimum Adsorpsi Fenol ..................................................86

xvii

Gambar 22. Konsentrasi Optimum Fenol ......................................................87

Gambar 23. Ce/(x/m) berbanding Ce (Langmuir)...........................................89

Gambar 24. Log (x/m) dengan log Ce (Freundlich) .......................................90

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Penelitian Karbon Aktif ........................................... 9

Tabel 2. Kegunaan Arang Aktif ..................................................................... 21

Tabel 3. Standar Karbon Menurut SII No. 0258-88....................................... 22

Tabel 4. Tabel Spektra Inframerah................................................................. 53

Tabel 5. Perbedaan Gugus Fungsi Sebelum dan Sesudah Pencucian HNO3 . 76

Tabel 6. Hasil SEM-EDX .............................................................................. 78

Tabel 7. Analisis SAA pada Karbon Aktif Tandan Pisang ............................ 79

Tabel 8. Banyaknya Fenol yang Teradsorpsi ..................................................82

Tabel 9. Waktu Optimum pada Fenol .............................................................83

Tabel 10. Waktu Terhadap Banyaknya Fenol Terjerap ..................................84

Tabel 11. Isotherm Langmuir dan Freundlich ................................................88

Tabel 12. Harga Konstanta Lanmuir dan Freundlich pada Fenol ...................90

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia

(Satuhu dan Supriadi, 2000). Tanaman pisang banyak tumbuh di Indonesia dan

banyak sekali manfaat yang didapat dari tanaman pisang, baik dari buah, daun,

bonggol, kulit pisang hingga tandan dari pisang dapat dimanfaatkan

(Adinata,2013). Tandan pisang memiliki komposisi kimia yang berupa selulosa.

Selulosa ini merupakan senyawa organik yang berpotensi besar dapat digunakan

sebagai penyerapan. Di mana penyerapan tersebut terjadi karena gugus-OH yang

terikat pada selulosa dapat melepas atom hidrogen dan oksigen akibat pemanasan

suhu tinggi sehingga didapat karbon dari setiap sudut selulosa.

Ketidaksempurnaan penataan cincin segi enam yang dimiliki selulosa,

menyebabkan terbentuknya ruang pada struktur arang aktif yang memungkinkan

adsorbat masuk dalam struktur arang aktif berpori (Muna,2011). Oleh sebab itu

digunakan limbah tandan pisang sebagai bahan baku alternatif pembuatan karbon

aktif.

Dengan banyaknya pendirian industri di Indonesia, jika tidak diiringi

dengan pengelolaan limbah yang dihasilkan maka akan membahayakan ekosistem

yang ada. Limbah merupakan hasil sampingan yang dihasilkan dari suatu proses

kegiatan manusia seperti proses industri. Dengan pesatnya pertumbuhan industri

maka limbah yang dihasilkan semakin banyak. Lingkungan dipaksa menerima

2

limbah baik limbah yang telah diproses maupun belum diproses, akibatnya

kelamaan lingkungan akan tercemar. Salah satu limbah yang ada dalam limbah

industri adalah limbah fenol. Limbah organik ini banyak ditemukan dalam limbah

industri di Indonesia, antara lain industry migas, fiber-glass, perekat, kayu

lapis, farmasi, cat, tekstil, keramik, plastik, formaldehid dan sebagainya.

Fenol sendiri merupakan polutan yang sangat berbahaya di lingkungan

karena bersifat racun dan sangat sulit didegradasi oleh organisme pengurai. Fenol

adalah senyawa kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan iritasi

jaringan, kulit, mata, dan mengganggu pernapasan manusia. Fenol di alam

mengalami transformasi kimia, biokimia, dan fisika. Proses alami yang ada tidak

cukup untuk menangani masalah ini, perlu penanganan lebih sehingga fenol dan

derivate-derivatnya berkurang hingga dibawah nilai batas ambangnya

(Masykuri,dkk, 2005). Apabila terminum akan menimbulkan rasa sakit dan

merusak pembuluh darah sehingga menyebabkan gangguan pada otak, paruparu,

ginjal dan limpa. Apabila mencemari perairan dapat menimbulkan rasa dan bau

tidak sedap dan pada konsentrasi nilai tertentu akan menyebabkan kematian

organisme di perairan. Berdasarkan kategori tersebut, fenol digolongkan

sebagai Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) (Juliandini dan

Trihadiningrum,2008).

Salah satu metode untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah melalui

proses adsorpsi. Proses adsorpsi dapat dilakukan dengan karbon aktif yang dibuat

dari bahan bakar limbah yang mengandung karbon. Proses adsorpsi merupakan

3

salah satu teknik pengolahan limbah yang diharapkan dpat digunakan untuk

menurunkan konsentrasi fenol berlebih. Adsorben yang pernah digunakan dalam

penelitian adsorpsi dengan memanfaatkan limbah pertanian antara lain adsorben

dari tempurung kelapa (Prilianti, 2013), limbah kayu sengon (Abadi, 2005),

limbah kayu jati (Azizah, 2009), dan kulit buah kapuk randu dengan aktivator

ZnCl2(Budiman, 2001). Alternatif penerapan metode adsorpsi dengan karbon aktif

dipilih karena permukaan karbon aktif yang luas, kemampuan adsorpsi yang

besar, mudah diaplikasikan dan biaya yang diperlukan relative murah

(Muna,2011).

Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Husni,dkk (2004) yaitu adsorpsi

logam merkuri (Hg) menggunakan arang aktif batang pisang. Memberikan hasil

bahwa logam merkuri teradsorpsi arang aktif sebesar 9,21 mg/g. Penelitian

tersebut memberikan gambaran bahwa batang pisang dapat dijadikan adsorben.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan membuat

arang aktif tandan pisang teraktivasi ZnCl2, di pilih aktivator ZnCl2 karena karbon

aktif yang dihasilkan memiliki porositas yang lebih baik dibandingkan dengan

aktivator KOH dan KCl, memiliki luas permukaan yang besar hingga 737,6 mg/g,

aktivator ZnCl2 menghasilkan adsorben yang efektif untuk menghilangkan nitrat

dari larutan juga hasil pengujian iodine juga tinggi (Namasivayam, 1998). Karbon

aktif tandan pisang yang didapat digunakan untuk mengetahui daya adsorpsi

karbon aktif tandan pisang terhadap fenol. Untuk karakterisasi karbon aktif

sebagai adsorben digunakan FTIR (Fourier Transform Spectroscopy Infrared),

SAA (Surface Area Analyzer) dan SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy-

4

Energy Dispersive X-Ray) serta dilakukan uji kadar air dan kadar abu. Sedangkan

untuk analisis fenol pada larutan di lakukan dengan menggunakan

Spektrofotometer UV-VIS.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mensintesis karbon aktif tandan pisang dengan aktivator

ZnCl2 sebagai adsorben?

2. Bagaimana karakterisasi karbon aktif tandan pisang dengan aktivator ZnCl2

sebagai adsorben?

3. Bagaimana kapasitas adsorpsi pH optimum, massa karbon optimum, waktu

kontak optimum dan kapasitas adsorpsi maksimum karbon aktif tandan

pisang dalam mengadsorpsi fenol ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana cara mensistesis karbon aktif tandan pisang dengan

aktivator ZnCl2 sebagai adsorben.

2. Mengetahui karakterisasi karbon aktif yang dihasilkan dari tandan pisang

dengan aktivator ZnCl2 sebagai adsorben.

3. Untuk mengetahui besarnya kapasitas adsorpsi pH optimum, massa karbon

optimum, waktu kontak optimum serta besarnya kapasitas adsorpsi

maksimum karbon aktif tandan pisang dalam mengadsorpsi fenol.

5

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan maka manfaat dari

penelitian ini yaitu:

1. Memperoleh ilmu dan informasi tentang cara mensistesis dan

mengkarakterisasi karbon aktif tandan pisang menggunakan aktivator ZnCl2.

2. Memperoleh data kapasitas adsorpsi pH optimum, massa karbon optimum,

waktu kontak optimum dan kapasitas adsorpsi maksimum karbon aktif tandan

pisang dalam mengadsorpsi fenol.

3. Memanfaatkan limbah tandan pisang yang berlimpah sekaligus

meningkatkan nilai ekonominya.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

pemanfaatan limbah tandan pisang secara optimal sebagai penyerap limbah

fenol.

1.5. Luaran

Luaran yang diharapkan pada penelitian ini adalah dapat menghasilkan

arang aktif yang telah memenuhi kriteria SNI. Penelitian ini juga memberikan

informasi bahwa karbonisasi hidrotermal mampu menghasilkan karbon aktif

tandan pisang yang dapat digunakan sebagai adsorben fenol.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Di Indonesia bahan baku untuk membuat arang aktif sebagian besar

menggunakan tempurung kelapa dan kayu. Di lain pihak, bahan baku yang dapat

dibuat menjadi arang aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon,

baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun barang tambang

seperti batu bara. Pada abad XV, diketahui bahwa arang aktif dapat

dihasilkan melalui komposisi kayu dan dapat digunakan sebagai adsorben

warna dari larutan. Beberapa tahun terakhir ini pemanfaatan limbah padat

pertanian untuk dijadikan karbon aktif menjadi alternatif baru dalam pembuatan

karbon aktif, seperti karbon aktif dari sari serat pisang (Namasivayam et

al., 1998), dari tongkol jagung, sekam padi (Valix et al., 2004), tempurung

kelapa, arang kayu (Kardivelu, 2003), ampas tebu (Rachakornkij et al., 2004),

kulit kemiri (Labuka, 2003; Nasrullah, 2003), kulit buah coklat (Hakim, 2003;

Jannah, 2003), Kayu bakau (Nasruddin, 2002), dan tempurung kenari

(Wijaya, 2005; Sherliy, 2004).

Namun pada penelitian ini bahan yang digunakan yaitu tandan

pisang.Penggunaan tandan pisang dikarenakan memiliki potensi untuk

digunakan sebagai bahan baku arang aktif. Selain itu produksi limbah tandan

pisang sangat tinggi.Tingginya produksi limbah ini sebanding dengan tingginya

produksi pisang.Semakin tinggi produksi pisang, maka tingkat produksi limbah

tandan pisang juga semakin tinggi.

7

Tandan pisang dengan nama latin Musa Paradiseaca merupakan tanaman

yang banyak terdapat dan tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Limbah

tandan pisang merupakan limbah terbesar yang diperoleh dengan nilai ekonomis

yang hampir tidak ada. Hasil analisis dari Balai Penelitian dan Pengembangan

Industri tahun 2008 menyatakan bahwa tandan pisang banyak mengandung

selulosa (8,30%), hemiselulosa (21,33%) dan lignin (19,06%). Elemental analisis

dari tandan pisang memperlihatkan bahwa andan pisang terdiri dari karbon

(41,75%), hidrogen (5,10%), nitrogen (1,23%), sulfur (0,18%), dan oksigen

(51,73%) serta fix karbonnya (5,95 ± 4,98%). Sedangkan kadar selulosa dari

batang pisang kering sekitar 50% (Husni dkk.,2004). Kandungan karbon yang

dimiliki tandan pisang cukup tinggi, oleh karena itu komoditas ini dapat dijadikan

sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif.

Penggunaan tandan pisang sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif

karena kandungan selulosa dan hemiselulosa dalam tandan pisang cukup tinggi

dan kadar lignin yang rendah .Lignin kurang stabil dan kurang bisa diuraikan

sehingga mempengaruhi keaktifan karbon. Semakin sedikit lignin yang terdapat

dalam bahan baku maka kualitas karbon aktif semakin baik

(Priatmoko,dkk.,1995).

Selulosa ini merupakan senyawa organik yang berpotensi besar dapat

digunakan sebagai penyerapan.Dimana penyerapan tersebut terjadi karena gugus-

OH yang terikat pada selulosa dapat melepas atom hidrogen dan oksigen akibat

pemanasan suhu tinggi sehingga didapat karbon dari setiap sudut selulosa.

Ketidaksempurnaan penataan cincin segi enam yang dimiliki selulosa,

8

menyebabkan terbentuknya ruang pada struktur arang aktif yang memungkinkan

adsorbat masuk dalam struktur arang aktif berpori (Muna,2011).

Karbon aktif merupakan karbon amorf dengan luas permukaan sekitar

300 sampai 2000 m2/gr (Fuadi, 2008). Luas permukaan yang sangat besar ini

karena mempunyai struktur pori-pori, pori-pori inilah yang menyebabkan

karbon aktif mempunyai kemampuan untuk menyerap. Daya serap karbon

aktif sangat besar, yaitu 25-1000 % terhadap berat karbon aktif ( Salamah, 2008).

Karbon aktif biasanya digunakan sebagai katalis, penghilangan bau,

penyerapan warna, zat purifikasi, dan sebagainya.Untuk industri di Indonesia,

penggunaan karbon aktif masih relatif tinggi. Sayangnya, pemenuhan akan

kebutuhan karbon aktif masih dilakukan dengan cara mengimpor. Pada tahun

2000 saja, tercatat impor karbon aktif sebesar 2.770.573 kg berasal dari negara

Jepang, Hongkong Korea, Taiwan, Cina, Singapura, Philipina, Sri Lanka,

Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Denmark, dan

Italia (Rini Pujiarti, J.P Gentur Sutapa).

Selain aplikasi karbon aktif yang telah disebutkan di atas, juga terdapat

negara industry seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang menggunakan

karbon aktif paling besar untuk pengolahan air selanjutnya untuk industri

makanan lalu untuk pemurnian udara dan gas serta industri obat dan lain-lain

(Saragih,2008).

9

Gambar 1. Penggunan karbon aktif di negara industri (Saragih,2008).

Kebutuhan Indonesia akan karbon aktif untuk bidang industri masih

relatif tinggi disebabkan semakin meluasnya pemakaian karbon aktif pada sektor

industri. Permintaan karbon aktif akan terus meningkat sebesar 9% per tahun

sampai dengan 2014 dan konsumsi karbon aktif dunia tahun 2014

diperkirakan 1,7 juta ton per tahun (Freedonia, 2014).

Adapun perkembangan penelitian untuk meningkatkan daya adsorpsi karbon

aktif dalam skala laboratorium dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

10

Table 1. Perkembangan Penelitian Karbon Aktif

No Judul Jurnal Proses Hasil

1 Production of activated

Carbon from Palm-oil

shell by pyrolysis and

steam activation in a

fixed bed reactor

(Vitidsant,1999)

Pirolisis bahan baku dengan

laju alir udara 0,72 ml/min

selama 30 menit dengan

menggunakan steam dengan

temperature 750oC selama 3

jam.

bulk = 0,505 g/cm3

surface area= 669,75

m2/g.

2 Production and

characterization of

Activated Carbon from

pine wastes gasified in a

pilot reactor

(Garcia,2002)

Pencampuran bahan baku

dengan KOH (rasio berat

alkali/char= 4:1). Dialiri

dengan gas N2 4:1 min

dengan temperatur

bervariasi dari 725 sampai

8000C selama 1 jam

Volume mikropori =

0,678 cm3/g. Surface

area = 1908 m2/g.

3 Preparation and

Examination of

Activated Carbon from

Date Pits Impregnated

with KOH (Banat,2003).

Dengan mencampur 30 wt%

KOH dan kemudian

dipanaskan sampai

temperatur 6000C selama 2

jam.

Surface area adalah

470 m2/g

4 Understanding

chemical reaction

between carbon and

NaOH and KOH

(Lillo,2003)

Bahan baku dicampur

dengan NaOH (NaOH: C=

3:1) dengan laju pemanasan

adalah 50C/menit sampai

7600C. Dengan dialiri

N2,CO2 dan steam (laju

steam adalah 40,100,dan 500

ml/min)

Hasil terbaik: dialiri

N2 500 ml/min =

2193 m2/g. hasil

paling jelek dialiri

CO2= 36 m2/g

5 Activated carbon from

Moringa husks and

Dipanaskan dengan dialiri

steam (2 ml/min) dan besar

Surface area

Untuk 8000C = 713

11

pods

(McConnachie,1996)

laju pemanasan adlah

200C/min, temperatur akhir

bervariasi dari 5000C sampai

8000C selama 1 atau 2 jam

m2/gram.

6 Activated carbon from

Bamboo-Technology

Development towards

Commercialisation

(Baksi,2006).

Dicampurkan asam fosfat

(H3PO4), Zinc Clorida

(ZnCl2) di fluidized bed

reactor pada 900-11000C

dengan adanya steam atau

CO2

Surface area rata-

rata adalah 1250

m2/g.

7 High-Porosity Carbons

Prepared from

Bituminous Coal with

Pottasium Hydroxide

Activation (Teng,1999)

Dilakukan karbonisasi di

horizontal cylindrical

furnace (60-nm i.d.) dengan

atmosfer N2 (100 ml/min)

dan laju pemanasan (v) =

300C. min dari temperatur

ruang sampai 500-10000C

selama 0-3 jam.

KOH/Coal = 4,25:1

dengan 8000C

selama 1 jam

mendapat surface

area = 3000 m2/g.

8 Preparation of

Activated Carbon from

Bituminous Coals with

CO2 Activation 1.

Effects of Oxygen

Content in Raw Coals

(Teng,1996).

Pirolisis dengan aliran

CO2/N2 dipanaskan dengan

laju pemanasan 300C/min

dari temperatur ke maximum

heat treatment yaitu 800-

9500C. Kemudian dilakukan

gasifikasi dengan aliran CO2

pada temperatur maximum

heat treatment.

Hasil yang terbaik

adalah 658 m2/g

9 Effect of Two-Stages

Process on the

preparation and

Precarbonized karbon

dengan dicampur dengan

250 g yang mengandung

Surface area T =

9000C adalah 438,9

m2/g

12

Characterization of

Porous Carbon

Composite from Rice

Husk by Phosporic Acid

Activation

(Kennedy,2004)

85% berat H3PO4. Rasio

H3PO4 :Coal 4,2:1 pada

850C selama 4 jam. Lalu

dikeringkan dengan kondisi

vacuum pada 1100C selam

24 jam dan diaktivasi

dengan atmosfer N2 (v=

100ml/min) dan laju

pemanasan = 50C/min.

temperatur yang digunakan

adalah 700,800,9000C

selama 1 jam lalu

didinginkan.

(Maulana.A.,2011)

Berdasarkan Tabel 1. dapat disimpulkan bahwa karbon aktif dapat dibuat

dari bahan limbah organik yang ada disekitar lingkungan kita seperti tempurung

kelapa, bambu, sekam padi, dan serbuk gergaji dengan berbagai jenis aktivator

antara lain NaOH, KOH, H3PO4, serta ZnCl2. Rajeshwar., dkk (2012)

melakukan pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari biji Lapsi

(Choerospondias axillaris) dengan aktifasi kimia dengan asam fosfat dengan

konsentrasi 50% dengan rasio 1:1 pada suhu 80 °C selama 24 jam dan dipirolisi

pada 400 °C menghasilkan bilangan iodin 845 mg/g dan metilen biru 277

mg/g.

Foo dan Lee (2010) melakukan pembuatan karbon aktif dari Parkia

Speciosa dengan aktifasi kimia yang menghasilkan luas permukaan dan

volume pori karbon aktif sangat bergantung pada suhu karbonisasi dalam

13

pembuatan karbon. Rasio impregnasi 1:1 karbon aktif diproduksi dengan BET

tinggi luas permukaan dibandingkan dengan karbon aktif disusun dengan

menggunakan rasio peresapan 2:1. Suhu karbonisasi tinggi akan menghasilkan

karbon aktif dengan luas permukaan dan volume pori yang lebih tinggi.

Penelitian-penelitian terdahulu tentang pembuatan karbon aktif masih

jarang yang memanfaatkan tandan pisang kepok sebagai bahan baku.

Penelitian yang sudah ada mengenai pembuatan karbon aktif dari bahan

tanaman berjenis plantain adalah pembuatan karbon aktif dari kulit pisang

menggunakan aktivator H2SO4, KOH, dan ZnCl2 masing- masing 2N (Adinata,

2013). Dan Sugumuran., dkk (2012) melakukan pembuatan dan karakterisasi

karbon aktif dari tandan kosong buah pisang (TKBP) dan buah kacang

polong Delonix regia (KPDR) dengan impregnasi asam fosfat dan kalium

hidroksida dengan konsentrasi 10% yang dipirolisis pada suhu 400 dan 450 °C.

Pada penelitian ini, pada (TKBP) dengan aktivator asam fosfat dan KOH

pada suhu 450 °C menghasilkan yield 34,66% dan 38,86 % dengan luas

permukaan 15,3757m2/g dan 1,0045 m

2/g sedangkan pada (KPDR) pada suhu

400 ° C dengan aktivator yang sama menghasilkan yield 38,613% dan 35,53%

dan luas permukaan yaitu 22,2908 m2/g dan 0,0139 m

2/g.

Oleh sebab itu, untuk memperbanyak alternatif pembuatan karbon aktif,

pada penelitian kali ini dibuat karbon aktif dari tandan pisang kepok dengan

aktivator seng klorida (ZnCl2) dengan konsentrasi 8 %. Digunakan aktivator

ZnCl2 karena aktivator ini dapat memperbesar luas permukaan dan juga

menghasilkan porositas yang lebih baik dari aktivator lain seperti KOH dan KCl,

14

ZnCl2 merupakan adsorben yang paling efektif dalam penghlangan nitrat dalam

larutan oleh sebab itu dalam penelitian ini menggunakan aktivator ZnCl2. Karbon

aktif yang dihasilkan kemudian akan dianalisa kualitasnya dengan analisa

Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray (EDX),

Fourier Transform Spectroscopy infrared (FTIR), Surface Area Analyzer (SAA).

Kemudian karbon aktif yang dihasilkan diaplikasikan pada pemisahan fenol

dalam larutan.

Limbah industri berbahaya bagi lingkungan air karena mengandung

beberapa racun dan senyawa kimia yang sangat berbahaya, salah satunya

adalah limbah fenol. Limbah fenol berbahaya karena bila mencemari

perairan dapat membuat bau tidak sedap, serta pada nilai konsentrasi tertentu

dapat mengakibatkan kematian organisme di perairan tersebut. Senyawa fenol

dapat dikatakan aman bagi lingkungan jika konsentrasinya 1,0 mg/L sesuai

dengan KEP No. 51/MENLH/10/1995 (Slamet et al, 2005). Oleh karena itu

perlu dilakukan penanganan terhadap fenol dalam air limbah salah satunya

melalui metode adsorpsi menggunakan adsorben karbon aktif.

Penurunan fenol menggunakan karbon aktif telah banyak dilakukan.

Kemampuan adsorpsi serbuk gergaji terhadap fenol mencapai efisiensi sebesar

6,45% (Trihendardi, 1997). Efisiensi karbon aktif dari ampas tebu untuk

penyisihan fenol mencapai 98,33% dengan aktifator ZnCl2 (Setyowati, 1998)

dan 17,78% dengan aktifator K2S (Herawati, 1998). Putranto (2005) juga telah

memanfaatkan kulit biji mete sebagai adsorben karbon aktif untuk adsorpsi

fenol dengan aktivator ZnCl2 menggunakan metode batch dan menghasilkan

15

penurunan fenol pada suhu pemanasan 600oC selama 1 jam sebesar 96,9% -

98,5%.

Adsorpsi fenol menggunakan adsorben karbon aktif dari tandan kosong

(kelapa) sawit (TKS) dengan aktivator soda kue 4% menggunakan metode

kolom dengan dua variasi ukuran partikel 80 dan 100 mesh dan variasi selang

waktu kontak total kolom I dan Kolom II selama 4, 8, dan 12 jam, diperoleh besar

nilai maksimum konsentrasi dan efisiensi penurunan fenol pada karbon aktif

80 mesh terdapat pada waktu kontak 12 jam. Di kolom I dengan nilai

maksimum konsentrasi 1,27 mg/L dan besar nilai efisiensi 96.15%,

sedangkan pada karbon aktif 100 mesh terdapat pada waktu kontak 12 jam

di kolom I dengan nilai maksimum konsentrasi 1,24 mg/L dan besar nilai

efisiensi 96,26%. Besar total efisiensi penurunan kadar fenol yang terbaik pada

karbon aktif yaitu pada ukuran partikel 80 mesh dengan waktu kontak 12

jam sebesar 97,11% (Kindy,2015).

16

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Tumbuhan Pisang

Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang kemudian

disebarkan oleh para penyebar agama islam ke Afrika Barat, Amerika Selatan

dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke suluruh dunia, meliputi

daerah tropis dan sub tropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal

diantaranya Brasil, Fhilipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand,

Karibia, Columbia, Meksiko, Venzuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara

penghasil pisang nomor empat di dunia (Satuhu dan Supriadi, 2000).

Pisang tergolong tanaman buah berupa herbal yang tidak asing lagi bagi

sebagian besar masyarakat. Tumbuhan ini berdasarkan klasifikasi ilmiahnya

tergolong dalam keluarga besar Musaceae, sebagaimana penggolongan dari

tingkat Kingdom hingga species berikut ini. Adapun klasifikasi pisang (musa

paradisiaca formatypica) menurut Tjitrosoepomo (2001) :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Species : Musa paradisiaca formatypica

17

Pisang termasuk dalam family Musaceae, dan terdiri atas berbagai

varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yaang berbeda-beda.

Varietas pisang yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang

Ambon Lumut, Pisang Badak, Pisang Barangan, Pisang Kepok, Pisang Susu,

Pisang Raja, Pisang Tanduk, dan Pisang Nangka.

Adapun jenis tanaman pisang yang dipakai pada penelitian ini yaitu jenis

tanaman pisang kepok. Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman pisang

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca formatypica

Pisang kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan setelah

setelah diolah terlebih dahulu. Pisang kepok memiliki buah yang sedikit pipih dan

kulit yang tebal, jika sudah matang warna kulit buahnya akan menjadi kuning.

Pisang kepok memiliki banyak jenis, namun yang lebih dikenal adalah pisang

kepok putih dan pisang kepok kuning. Warna buahnya sesuai dengan nama jenis

pisangnya, yaitu putih dan kuning. Pisang kepok kuning memiliki rasa yang lebih

enak, sehingga lebih disukai masyarakat (Prabawati dkk, 2008).

18

Gambar 2. Tandan Pisang

Menurut hasil penelitian dari Balai Penelitian dan Pengembangan Industri

tahun 2008 tandan pisang terdiri dari selulosa (8,30%), hemiselulosa (21,33%),

lignin (19,06%). Elemental analisis dari tandan pisang memperlihatkan bahwa

tandan pisang terdiri dari karbon (41,75%), hydrogen (5,10%), nitrogen (1,23%),

sulfur (0,18%) dan oksigen (51,73%) serta fix karbonnya (5,95 ± 4,98%).

Tandan pisang juga mengandung gugus fungsi seperti –OH, -NH2, -COOH

yang mempunyai pasangan electron bebas untuk meningkatkan daya adsorpsi.

3.2 Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan suatu padatan yang berpori yang mengandung 85 –

95 % karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan

pemanasan pada suhu tinggi sehingga diperoleh luas permukaan yang sangat

besar, dimana ukurannya berkisar antara 300 – 2000 m2 /gr. Luas permukaan yang

besar dari struktur dalam pori-pori karbon aktif dapat terus dikembangkan,

struktur ini memberikan kemampuan karbon aktif menyerap (adsorb) gas-gas dan

19

uap-uap dari gas dan juga dapat menguraikan zat-zat dari liquida (Kirk-Othmer,

1992).

Gambar 3. Klasifikasi material karbon (Byrne and Mars,1995)

Karbon berbeda dengan intan dan grafit yang memiliki komposisi atas

karbon murni sedangkan arang aktif merupakan material karbon yang masih

mengandung unsur lain, seperti oksigen dan hydrogen dan unsur lain yang

membentuknya. Arang aktif disebut juga karbon berpori yaitu karbon dalam

bentuk non grafit yang memiliki luas permukaan internal 300-3500 m2

tiap

gramnya (Byrne dan Marsh,1995).

Grafit mempunyai massa jenis yang rendah yaitu 2,3 g/ cm3 . Strukturnya

yang tidak terlalu padat karena ikatan yang lemah antara tiap lapisan

menyebabkan tiap lapisan dapat dipindah yang memungkinkan sifat licin .diantara

Material Karbon

Karbon Murni Karbon Tidak Murni

Intan Grafi

t

Karbon tidak

murni bersifat

grafit

Karbon tidak

murni tidak

bersifat grafit

Tidak dapat digrafitkan

(isotropis) contoh karbon aktif

Dapat digrafitkan

(anisotropis) contoh

cocas

20

tiap lapisan, atom karbon terikatnya hanya dengan 3 atom karbon lainnya,

sehingga terdapat ikatan rangkap dan tunggal secara bergantian.

Gambar 4. Struktur grafit (Muna, 2011)

Perbedaan grafit dan amorf, yaitu pada proses pembentukannya. Pada

proses pembentukan grafit berlangsung secara lambat ,sehingga atom penyusun

partikel zat padat dapat menempatkan posisinya sendiri. Keadaan ini cenderung

membentuk susunan yang teratur dan juga berulang pada arah tiga dimensi,

sehingga terbentuk keteraturan susunan atom dalam jangkauan yang jauh. Pada

karbon amorf proses pembentukannya berlangsung cepat, sehingga atom tidak

memiliki waktu untuk menata diri dengan teratur, hasilnya terbentuklah susunan

yang memiliki tingkat energy yang lebih tinggi. Atom ini mempunyai keteraturan

dengan jangkauan terbatas (Muna,2011).

Karbon aktif adalah suatu bentuk arang yang telah melalui tahap aktivasi

menggunakan gas CO2, uap air atau bahan- bahan kimia sehingga pori-porinya

terbuka dan dengan begitu daya adsopsi meningkat terhadap zat warna dan bau.

Karbon aktif mengandung 5 hingga 15 persen air, 2 sampai 3 persen abu dan

21

sisanya terdiri dari karbon. Karbon yang sekarang banyak digunakan berbentuk

butiran (granular) atau serbuk (bubuk atau tepung) ( Wijaja,2009).

Keadaan pori-pori yang terbentuk mempengaruhi besarnya daya serap

karbon aktif. Adapun jenis dari pori-pori meliputi :

1. Mikropori yang mempunyai ukuran dibawah 40 Å

2. Mesopori yang mempunyai ukuran antara 40-5000 Å

3. Makropori yang mempunyai ukuran diatas 5000 Å

Pada bahan baku yang berbeda dan perlakuan yang berbeda juga

menghasilkan bentuk pori-pori yang berbeda pula. Pada karbon aktif dengan

bentuk mikropori sangat bagus untuk menyerap molekul gas dan dengan tingkat

kontaminan rendah.Sedangkan karbon aktif dengan dominsi bentuk makropori

sangat sesuai untuk menyerap molekul yang besar seperti molekul cairan (CCI,

2006).

Karbon aktif yang baik merupakan terdiri dari banyak senyawa karbon

seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa merupakan senyawa organic

dengan formula ( C6H10 O5)n yang terdapat dalam dinding sel dan berfungsi

sebagai pengokoh struktur. Kandungan selulosalah yang menyebabkan tandan

pisang keras.Sedangakan hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen

yang yang tersusun dari D-glukosa, L-arabiosa, dan D- xilosa yang mengisi ruang

antara serat selulosa didalam dinding sel tumbuhan. Selain selulosa dan

hemiselulosa tumbuhan juga mengandung lignin yang merupakan senyawa kimia

kompleks berstruktur amorf. Semakin banyak selulosa,hemiselulosa dan lignin

maka semakin baik karbon aktif yang dihasilkan ( Yahsito,2006).

22

Gambar 5. Struktur selulosa

Menurut Standart Industri Indonesia (SII No. 0258-88) yang dikeluarkan

oleh Departemen Perindustrian, persyaratan karbon aktif adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Standar Karbon Menurut SII No. 0258-88

Parameter Persentase

Bagian yang hilang pada suhu 9500C 25 %

Kandungan air 15%

Kandungan abu 10%

Bagian yang tidak di perarang Tidak ada

Daya serap I2 Minimal 20%

Dekindo.,LIPI, 1998/1999

Saat ini, arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia,

makanan atau minuman dan farmasi.Pada umumnya arang aktif digunakan

sebagai bahan penyerap, dan penjernih.Dalam jumlah kecil digunakan juga

sebagai katalisator (lihat Tabel 3).

23

Tabel 3 Kegunaan Arang Aktif

Maksud/Tujuan Pemakaian

UNTUK GAS

a. Pemurnian Gas Desulfurisasi,menghilangkan gas

beracun, bau busuk ,asap,menyerap

racun

b. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai

bahan mentah dan reaksi gas

c. Katalisator Reaksi katalisator atau pengangkut vinil

klorida dan vinil asetat

d. Lain-lain Menghilangkan bau dalam kamar

pendingin dan mobil

UNTUK ZAT CAIR

a. Industry obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna,

bau,rasa yang tidak enak pada makanan

b. Minuman ringan,minuman

keras

Menghilangkan warna, bau pada ara/

minuman keras dan minuman ringan

c. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara

d. Pembersih air Menyaring/menghilangkan bau, warna,

zat pencemar dalam air, sebagai

perlindungan dan penukaran resin dalam

alat/penyulingan air

e. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air

buangan dan pencemar,warna,bau,logam

berat

f. Penambakan udang dan benur Pemurnian, menghilangkanbau dan

warna

g. Pelaryt yang digunakan

kembali

Penarikan kembali berbagai pelarut,sisa

methanol,etil asetat,dan lain-lain

LAIN-LAIN

a. Pengolahan pulp Pemurnian, menghilangkan bau

b. Pengolahan pupuk Pemurnian

c. Pengolahan emas Pemurnian

d. Penyaringan minyak makan dan

glukosa

Menghilangkan bau, warna dan rasa

tidak enak (http://www.pdii.lipi.go.id/- PDII-LIPI, 2011)

Menurut Kirk Othmer pada tahun 1964 menyatakan apabila karbon aktif

mempunyai dua bentuk. Adapun dua bentuk karbon aktif tersebut diklasifikasikan

sesuai dengan sifat dan kegunaannya:

24

1. Bentuk powder / serbuk

Merupakan bubuk hitam yang biasanya digunakan untuk keperluan

adsorbsi dalam fase liquid untuk proses pemurnian larutan.

2. Bentuk granulat / butiran

Tipe granulat tidak hanya efektif untuk proses adsorbsi gas tetapi juga efektif

untuk adsorbsi fase liquid.

Faktor yang mempengaruhi daya serap arang aktif adalah:

1. Sifat fisika dan kimia dari arang antara lain luas permukaannya dan ukuran

lubang

2. Sifat fisika dan kimia dari adsorbant (gas / larutan yang akan diberi arang aktif )

antara lain ukuran molekul, muatan molekul susunan komposisi kimia

3. Konsentrasi adsorbant dalam fase liquid

4. Sifat karakteristik dalam keadaan liquid antara lain pH dan temperatur

5. Waktu tinggal

( Cheremisinoff, 1978).

3.2.1. Struktur Fisik dan Struktur Kimia Karbon Aktif

Struktur dasar karbon aktif berupa struktur kristalin yang sangat kecil

(mikrokristalin). Karbon aktif memiliki bentuk amorf yang tersusun atas lapisan

bidang datar dimana atom-atom karbon tersusun dan terikat secara kovalen dalam

tatanan atom-atom heksagonal. Gambar 6 menunjukkan skema struktur karbon

aktif. Setiap garis pada Gambar 6 menunjukkan lapisan atom-atom karbon yang

berbentuk heksagonal dan adanya mikrokristalin dengan struktur grafit pada

25

karbon aktif (Sudibandriyo, 2003).

Gambar 6. Ilustrasi Skema Struktur Karbon Aktif (Sudibandriyo, 2003).

Karbon aktif disususn oleh atom karbon yang terikat secara kovalen dalam

suatu kisi yang hexagonal. Hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian

menggunakan sinar-X yang menunjukkan adanya bentuk kristalin yang sangat

kecil dengan struktur grafit.

Daerah kristalin memiliki ketebalan 0,7-1,1 nm, jauh lebih kecil dari

grafit. Hal ini menunjukkan adanya 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan kurang

lebih terisi 20-30 heksagonal di tiap lapisannya.Rongga antara Kristal-kristal

karbon diisi oleh karbon-karbon amorf yang berikatan secara tiga dimensi dengan

atom lainnya terutama dengan atom oksigen.susunan karbon yang tidak teratur ini

diselingi oleh retakan-retakan dan celah yang disebut pori dan kebanyakan

berbentuk silindris.

Kemampuan karbon aktif mengadsorpsi ditentukan oleh struktur kimianya

yaitu atom C,H dan O yang terikat secara kimia membentuk gugus fungsional

seperti pada Gambar 7 berikut. gugus fungsional ini membuat permukaan karbon

aktif reaktif secara kimiawi dan mempengaruhi sifat adsorpsiny ( Pujiyanto,2010).

26

Gambar 7. Gugus Aktif daru suatu Karbon Aktif (Jankowska,1991)

3.2.2. Jenis-jenis Karbon Aktif

Berdasarkan penggunaannya, karbon aktif terbagi menjadi 2 jenis

yaitu karbon aktif untuk untuk fasa cair dan karbon aktif untuk fasa uap.

1. Karbon aktif untuk untuk fasa cair

Karbon aktif untuk fasa cair biasanya berbentuk serbuk. Karbon aktif

untuk fasa cair biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis rendah

seperti kayu, batubara lignit, dan bahan yang mengandung lignin seperti

limbah hasil pertanian. Karbon aktif jenis ini banyak digunakan untuk pemurnian

larutan dan penghilangan rasa dan bau pada zat cair misalnya untuk

penghilangan polutan berbahaya seperti gas amonia dan logam berbahaya pada

proses pengolahan air.

2. Karbon aktif untuk fasa uap

Karbon aktif untuk fasa uap biasanya berbentuk butiran/granular. Karbon

aktif jenis ini biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis lebih

besar seperti tempurung kelapa, batubara, dan residu minyak bumi. Karbon aktif

jenis ini digunakan dalam adsorpsi gas dan uap misalnya adsorpsi emisi gas

27

hasil pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx.

Pernyataan mengenai bahan baku yang digunakan dalam pembuatan karbon

aktif untuk masing- masing jenis yang telah disebutkan bukan merupakan

suatu keharusan, karena ada karbon aktif untuk fasa cair yang dibuat dari bahan

yang mempunyai densitas besar, seperti tulang. Kemudian dibuat dalam

bentuk granular dan digunakan sebagai pemucat larutan gula. Begitu pula

dengan karbon aktif yang digunakan untuk fasa uap dapat diperoleh dari bahan

yang memliki densitas kecil, seperti serbuk gergaji (Sembiring, 2003).

3.3. Proses Karbonisasi

Karbonisasi adalah pemecahan atau penguraian selulosa menjadi karbon

karena pemanasan pada suhu berkisar 275 0C. Pelepasan bahan “volatile” atau

devolatilasasi dalam karbonisasi tandan pisang dapat dibagi menjadi beberapa

fase,yaitu:

1. Fase pemanasan awal (20 0C -120

0C)

Pada suhu ini kandungan air bahan mulai terlepas dan terbentuk karbon

monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2).

2. Fase pengeringan (120 0C -200

0C)

Pada suhu ini air yang teradsorbsi oleh partikel kulit pisang akan terdesak

keluar. Pembentukan karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2)

masih berlanjut, bahan volatile yang keluar masih banyak.

28

3. Fase karbonisasi awal (200 0C -400

0C)

Sampai dengan suhu 280 0C, tar yang terbentuk mulai banyak, demikian juga

gas-gas hidrogen, metana dan hidrokarbon lainnya, seperti metanol, fenol,

asam asetat, ammonia, aseton dan sejumlah kecil karbon monoksida dan

karbon dioksida.

4. Fase karbonisasi utama (4000C-520

0C)

Dengan naiknya suhu, jumlah bahan volatile yang dihasilkan akan semakin

banyak. Produk utama yang berupa gas adalah CH4, H dan CO. Tar yang

terbentuk jumlahnya lebih sedikit dari fase sebelumnya. Kadar O dan H dalam

residu akan berkurang.

5. Fase Past Karbonisasi (520 0C -700

0C)

Pada fase ini terjadi perengkahan sekunder pada bahan-bahan volatile

yangdihasilkan

(Widodo,M, 2008).

Proses pembuatan karbon aktif ada dua tahap yaitu proses karbonisasi dan

proses aktivasi. Proses karbonisasi ataupengarangan dilakukan dengan membakar

bahan baku dalam situasi yang kurang oksigen. Karbonisasi sangat dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu:

1. Waktu karbonisasi

Bila waktu pemanasan diperpanjang maka reaksi pirolisis makin sempurna

sehingga hasil arang semakin turun tapi cairan dangas meningkat.Waktu

pemanasan berbeda-beda tergantung pada jenis bahan yang diolah misalnya kulit

pisang memerlukan waktu 2 jam.

2. Suhu pemanasan

Pada suhu 100-200 0C akan terjadi reaksi endotermis yang mengakibatkan

terurainya bahan organik yang mudah menguap selanjutnya pada 225-275 0C akan

29

menjadi reaksi eksotermis sehingga lignoselulosa akan terurai. Semakin tinggi

suhu, arang yang diperoleh semakin berkurang sedangkan gas yang dihasilkan

semakin meningkat.Hal ini disebabkan makin banyaknya zat-zat terurai dan

teruapkan.

3. Kadar air

Bila kadar air dalam bahan tinggi, pembakaran berjalan kurang baik dan

bara yang terbentuk mudah mati sehingga memerlukan waktu yang semakin

panjang. Hal ini disebabkan karena uap yang dihilangkan semakin banyak

4. Ukuran bahan

Ukuran bahan berpengaruh sekali pada perataan panas.Makin kecil ukuran

bahan makin cepat perataan keseluruh umpan sehingga pirolisis berjalan lebih

sempurna. Proses aktivasi yaitu proses membuka pori-pori agar arang menjadi

luas biasanya dengan menggunakan uap air atau melalui proses kimia seperti

ZnCl2, CaCl2, NaCl.

Menurut Arindyah Kusmartanti (2007) pada penelitiannya Pengaruh Suhu

Terhadap Penurunan Kadar Abu Tepung Beras Dengan Menggunakan Alat

Furnace, menyimpulkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin

kecil pula kadar abu yang dihasilkan. Dimana pada jurnal Pemanfaatan Kulit

Kemiri Untuk Pembuatan Arang Aktif Dengan Cara Pirolisis oleh Sutiyono,dkk,

juga menyatakan bahwa dalam pengarangan, semakin lama waktu yang digunakan

akan menyebabkan bahan menjadi arang yang kemudian berubah menjadi abu.

Abu ini berwarna keabu-abuan yang banyak sedikitnya dipengaruhi oleh waktu

proses pengarangan. Dengan demikian waktu pengarangan itu akan berpengaruh

pada arang yang akan dihasilkan, semakin lama waktu yang digunakan maka

semakin berkurang arang yang dihasilkan. (Sutiyono, 2006).

30

3.4. Proses Aktivasi

Pengaktifan karbon aktif merupakan hasil kerja aktifator yang memberikan

ion-ion dan menyerapkan ke dalam bahan baku sampai menjadi karbon aktif.

Metode aktifasi ada 2 macam yaitu:

1. Aktifasi secara fisika

Aktifasi secara fisika dilakukan dengan memasukkan bahan baku pada

reaktor suhu tinggi ( 600 – 1000 0C ) dan proses ini terjadi saat karbon bereaksi

dengan uap air / udara dimana akan dihasilkan oksida karbon yang tersebar pada

permukaan karbon secara merata. Terbentuknya struktur pori di dalam material

karbon tersebut merupakan hasil kerja aktivator. Reaksi mulamula pada karbon

amorf dan menyebabkan pori yang tertutup akan terbuka. Proses oksidasi lebih

jauh menyebabkan pori-pori terbentuk semakin banyak dalam material karbon.

2. Aktifasi secara kimia

Aktifasi secara kimia dilakukan dengan pengisian bahan kimia seperti

ZnCl2, CaCl2, H2SO4, dan NaOH. Prinsip kerjanya adalah pengikisan karbon

menggunakan bahan kimia untuk mengintensifkan proses aktifasi tersebut dapat

dilakukan dengan pemanasan. Pada cara ini activating yang digunakan reagen

sebagai bahan kimia dimana sebelum proses karbonisasi dilakukan, dengan

demikian cara aktifasi kimia ini lebih mudah dilakukan.

Mutu arang aktif yang dihasilkan tergantung dari bahan baku, bahan

pengaktif, dan cara pembuatannya. Untuk menaikkan aktifasi daya adsorbsi arang

31

banyak digunakan bahan kimia. Menurut Othmer, 1940, bahan kimia yang baik

digunakan adalah Ca(OH)2, CaCl2, HNO3, ZnCl2, H2SO4, dll (Jeanette M, dkk,

1996).

Dalam penelitian, digunakan beberapa aktivator antara lain:

1. H2SO4 (Asam Sulfat)

Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat.Zat

ini larut dalam air pada semua perbandingan.Asam sulfat mempunyai banyak

kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia.Kegunaan

utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air

limbah dan pengilangan minyak.Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak

dapat ditemukan secara alami di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis.

Rumus Molekul : H2SO4

Massa molar : 98,08 gr/mol

Sifat Fisik : cairan bening, tak berwarna, dan tak berbau

Densitas : 1,84g/cm3, cair

Kelarutan dalam air : tercampur penuh

(Anonim. 2012).

2. KOH (Kalium Hidroksida)

Kalium hidroksida adalah senyawa anorganik dengan rumus KOH.Seiring

dengan natrium hidroksida, padat berwarna ini adalah prototipe "basa kuat".Ini

memiliki banyak industri dan aplikasi niche.Kebanyakan aplikasi mengeksploitasi

reaktivitas terhadap asam dan bersifat korosif (Anonim. 2012).

32

Kualitas karbon aktif dengan aktivator HCl lebih baik dibandingkan karbon

aktif dengan aktivator KOH (dengan konsentrasi yang sama 2,5 M). Hal ini

dikarenakan asam kuat memiliki struktur pori yang lebih kecil di bandingkan basa

kuat yang mengakibatkan luas permukaan semakin besar sehingga daya serap juga

semakin besar (Nurul, 2011).

Sedangkan Siti Salamah pada Pembuatan Karbon Aktif Dari Kulit Buah

Mahoni Dengan Perlakuan Perendaman Dalam Larutan KOH, menyimpulkan dari

hasil penelitian untuk pengujian daya serap didapatkan hasil optimum pada

konsentrasi larutan KOH 3N (Salamah, 2008).

3. ZnCl2(Zink Klorida)

Zinc clorida juga merupakan zat pengaktif selain pengaktif diatas. Zinc

clorida juga merupakan aktivator yang terbaik. Senyawa ini bersifat molekuler

dan Zinc clorida digunakan sebagai katalis, zat penghidrasi fluks untuk solder

keras, pengawetan materi organic dan sebagai bahan perwarna karena mudah

terserap dalam materi organik.

Anhydrous Zincclorida dapat dibuat dengan reaksi logam dengan clorine

atau chloride biasanya dijual 47,7 % (spesifik gravity 1,53) larutan, tetapi

biasanya diproduksi lebih jauh dalam solid. Sifat-sifat dari zinc klorida yaitu

berbentuk kristal putih, titik leleh 290 0C , dan mempunyai titik didih 732

0C

(Anonim. 2012).

Menurut peneliti Sani pada pembuatan karbon aktif dari tanah gambut,

33

penentuan konsentrasi aktifator dan waktu aktivasi memegang peranan penting

dalam proses aktivasi. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai daya serap

karbon aktif meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah konsentrasi dari

aktifator. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan aktifator, cenderung dapat

mengikat zat-zat volatile yang masih tertinggal dan menutupi sebagian dari

poripori arang selama proses karbonisasi dan mendorongnya keluar melewati

mikro pori-pori.

Waktu aktivasi juga memegang peranan penting dalam proses aktivasi. Jika

waktu yang dibutuhkan terlalu sebentardikhawatirkan bahan aktivator tidak

terlepas sempurna dari karbon aktif.Sedangkan jika terlalu lama maka struktur

karbon aktif bisa rusak.Peningkatan waktu aktifasi juga mempengaruhi daya serap

dari karbon aktif.Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu

aktivasi, daya serap terhadap Iodine cenderung semakin tinggi (Sani, 2011).

3.5. Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan-penyerapan molekul solut di antara

partikel pada permukaan adsorben. Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya

gaya tarik menarik atom / molekul pada permukaan adsorben yang tidak

seimbang. Gaya yang menggerakkan terjadinya adsorbsi adalah kombinasi dari

faktor afinitas adsorbat terhadap pelarut dan afinitas adsorbat terhadap adsorben.

Dalam sistem adsorpsi, fasa teradsorpsi dalam solid disebut adsorbat

sedangkan solid tersebut adalah adsorben. Pada proses adsorpsi, molekul

adsorbat bergerak melalui bulk fasa gas menuju permukaan padatan dan

34

berdifusi pada permukaan pori padatan adsorben. Proses adsorpsi hanya terjadi

pada permukaan, tidak masuk dalam fasa bulk/ruah. Proses adsorpsi terutama

terjadi pada mikropori (pori-pori kecil), sedangkan tempat transfer adsorbat dari

permukaan luar ke permukaan mikropori ialah makropori. Ilustrasi proses

adsorpsi pada adsorben karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini.

Gambar 8.Proses Adsorpsi pada Karbon Aktif: Transfer Molekul Adsorbat ke

Adsorben (Manocha, 2003).

Menurut Bakti pada tahun 1998 mengatakan bahwa adsorpsi pada

umumnya terjadi pada suhu rendah dan makin tinggi suhunya maka tingkat

penyerapannya semakin kecil. Daya adsorpsi karbon aktif dapat terjadi karena:

1. Adanya pori-pori yang sangat banyak sehingga dapat menimbulkan gaya

kapiler yang menyebabkan timbulnya daya serap

2. Permukaan yang luas dari arang aktif

3. Pada kondisi yang bervariasi yang mempunyai daya serap pada permukaan

yang aktif saja karena permukaan arang aktif bersifat heterogen

35

4. Sifat fisika dan kimia adsorbent antara lain: ukuran permukaan, ukuran pori-

pori, komposisi kimia

5. Konsentrasi dari adsorbent

6. Sifat fase cair seperti pH dan suhu

7. Lamanya proses adsorbsi berlangsung

3.5.1. Jenis-jenis Adsorpsi

Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat,

adsorpsi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.

1. Physisorption (adsorpsi fisika)

Terjadi ketika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media

lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi

terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Contoh : Adsorpsi oleh karbon

aktif. Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan

struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang besar. Semakin besar luas

permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada

permukaan media adsorpsi.

2. Chemisorption (adsorpsi kimia)

Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi

36

terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media.Contoh : Ion exchange

Adsorbat = substansi yang akan disisihkan

Adsorben = padatan dimana di permukaannya terjadi pengumpulan substansi yang

disisihkan. (Atkins, P.W., 1997).

Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara

molekul adsorbat dengan permukaan adsorben.Ikatan kimia dapat berupa ikatan

kovalen atau ion. Ikatan yang terbentuk sangat kuat sehingga spesi aslinya tidak

dapat ditemukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk, maka

adsorbat tidak mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia ini diawali dengan adsorpsi

fisik dimana adsorbat mendekat ke permukaan adsoben melalui gaya Van der

Waals atau ikatan hidrogen kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia. Pada

adsorpsi kimia, adsorbat melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan

kimia yang biasanya merupakan ikatan kovalen (Prabowo, 2009).

Menurut Langmuir, molekul adsorbat ditahan pada permukaan

adsorben oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-

atom dalam molekul. Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan

adsorben, maka akan terbentuk suatu lapisan dimana lapisan tersebut akan

menghambat proses adsorpsi selanjutnya oleh adsorben sehingga efektifitas

berkurang. Adsorpsi kimia biasanya digunakan untuk penentuan daerah pusat

aktif dan kinetika reaksi permukaan (Murti, 2008).

37

3.5.2. Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi fisika dikelompokkan menjadi 5 berdasarkan

klasifikasi Brunauer, Deming, Deming dan Teller (BDDT). Gambar 9

menunjukkan adsorpsi isoterm gas nitrogen menurut klasifikasi BrunairDeming-

Deming-Teller (BDDT) dibagi ke dalam 6 (enam) kategori.

Gambar 9. Klasifikasi isoterm adsorpsi- desorpsi BDDT (Mulia, Muhammad and

Suharman 2005)

Grafik adsorpsi isoterm tipe I biasa disebut tipe Langmuir. Isoterm ini

jarang ditemukan untuk material nonpori, umumnya pada karbon teraktivasi,

silica gel dan zeolit yang mempunyai pori sangat halus. Nilai asimtot ini

menunjukkan mikropori yang terisi seluruhnya. Tipe isoterm ini diperkirakan

untuk kemisorpsi reversible. Peningkatan yang tajam dari adsoripsi P/Po

menunjukkan adanya mikropori dan mesopori di dalamnya. Isoterm tipe I

menggambarkan adsorpsi yang dominan terjadi pada tekanan relatif yang

rendah. Isoterm tipe I berasosiasi dengan dominannya mikropori dalam

material atau material dengan kandungan mesopori yang ukurannya mendekati

38

mikropori.

Grafik isoterm tipe II kadang disebut isoterm berbentuk S atau

sigmoid.Umumnya ditemui pada material nonpori atau pada material yang

diameter porinya lebih besar dari mikropori. Perubahan titik atau lengkungan dari

isoterm selalu terjadi dekat dengan titik akhir dari lapisan tunggal adsorbat yang

pertama, dengan kenaikan tekanan relatif (P/Po), kemudian lapisan kedua

sampai lapisan tertinggi dan berakhir sampai tingkat kejenuhan ketika jumlah

lapisan adsorbat menjadi tidak terbatas. Titik B menunjukkan bahwa monolayer

sudah sempurna terbentuk. Grafik isoterm tipe II didapat dari percobaan Brauner,

Emmett,dan Teller (1938). Metode ini dikembangkan dan didapat persamaan:

(

)

(

) (1)

Dimana:

P = Tekanan kesetimbangan adsorpsi

Po = Tekanan jenuh adsorpsi

V = Volume gas yang diserap pada tekanan kesetimbangan P

Vm = Volume gas yang diserap sebagai lapisan tunggal

C = Tekanan energi adsorpsi

P/Po = Tekanan relatif

Untuk sistem yang sama, nilai Vm dan nilai C tetap, sehingga persamaan BET

39

ditulis dengan :

( )

(2)

Persamaan diatas diasumsikan sebagai persamaan linear Y= mx+ b, dimana m

adalah slope dan b adalah intersep. Umumnya kurva linear terjadi pada range P/Po

0,05 – 0,35.

(3)

jika nilai C pada persamaan 4 disubstitusikan ke dalam nilai C pada persamaan 3

dapat ditulis persamaan sebagai berikut:

(

)

(4)

Nilai Vm pada persamaan 4 digunakan sebagai dasar pada perhitungan luas

permukaan karbon aktif. Jika nilai C yang didapat pada setiap detik tekanan

kesetimbangan analisis sampel dibuat grafik dengan koordinat sebagai berikut:

( )dan

(5)

maka dapat ditentukan nilai Vm yang selanjutnya digunakan dalam menghitung

luas permukaan spesifik pori dengan mengkonversi besaran volume gas menjadi

besaran luas permukaan dengan cara:

A. Menghitung jumlah molekul zat yang diserap dalam setiap 1 cc (Z)

(6)

40

B. Menghitung luas yang ditutupi oleh 1 cc gas yang diserap (So)

So = Z * a , dimana a adalah luas bagian molekul gas (1,62 Å2/ molekul)

C. Menghitung luas yang ditutupi oleh Vm cc gas (SA)

SA = So * Vm

D. Menghitung luas permukaan spesifik karbon (SSA)

(7)

Dimana W adalah berat sampel karbon aktif.

Volume total pori material dapat dihitung menggunakan persamaan: Vp =

V0,95(0,00156), dimana V0,95 adalah volume teradsorpsi pada tekanan relatif P/Po

= 0,95. Dari luas permukaan spesifik dan volume total pori dapat ditentukan

diameter pori dengan persamaan : d = 4 (Vp/ SSA).

Grafik isoterm tipe III berbentuk konveks. Sistem ini relatif jarang dan

merupakan tipe dimana gaya adsorpsinya relatif rendah. Pada dasarnya

dikarakteristik oleh panas adsorpsi yang lebih kecil dari panas pencairan

adsorbat.Oleh karena itu, selama adsorpsi berlangsung, adsorpsi tambahan lebih

mudah terjadi karena interaksi adsorbat dengan lapisan yang menyerap lebih besar

daripada interaksi dengan permukaan adsorben.

Isoterm tipe IV terjadi pada adsorben yang memiliki jari-jari pori sebesar

15 – 1000 Å. Saat nilai P/Po kecil, tipe isotermnya mirip tipe II namun

41

peningkatan adsorpsi menyolok sekali pada nilai P/Po yang lebih besar yakni

saat kondensasi pori (kapilaritas) terjadi. Kondensasi dan evaporasi kapiler

terjadi pada tekanan relatif yang berbeda sehingga akan menunjukkan adanya

hysterisis loop. Adsorpsi tipe IV ini umumnya terjadi pada clay terpilar yang

dipreparasi melalui jalur pembentukan sol-gel dimana mesopori dalam material

akan dominan.

Isoterm tipe Vsama dengan tipe III namun kondensasi pori terjadi pada

nilai P/Po yang lebih tinggi. Tipe ini relatif jarang ditemui. Ukuran pori untuk

isoterm ini sama range pori tipe IV.

Isoterm tipe VI, menunjukkan interaksi adsorbat dengan permukaan yang

terlalu homogen yang berinteraksi dengan adsorben seperti argon dan metan.

3.5.3. Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah

sebagai berikut:

1. Luas permukaan

Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang

teradsorpsi.Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan

jumlah dari adsorben.

2. Jenis adsorbat

a. Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan

adsorpsi

42

b. Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorb

dibandingkan rantai yang lurus.

3. Struktur molekul adsorbat

Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan penyisihan

sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan

4. Konsentrasi Adsorbat

Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah

substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben

5. Temperatur

Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperature

pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur

proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika

pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi

perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik

didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar

atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.

1. Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap

adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih

terbuka.

2. Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga

kemampuan penyerapannya menurun.

43

6. pH

pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada

biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi. Untuk asam-asam

organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan

penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral

untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam

organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan

berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

7. Waktu Kontak

Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum

terjadi pada waktu kesetimbangan. Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu

cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang

dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih

ditentukan oleh dosis arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu

kontak. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel

arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang

mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu kontak yang lebih lama.

( Wawan , 2009.).

3.5.4. Orde Semu Reaksi

3.5.4.1 Orde Semu Satu

Data kinetika adsorpsi diproses untuk memahami dinamika dari proses

adsorpsi berdasarkan orde adsorpsi. Data kinetika diolah dengan kinetika orde

44

satu semu. Adapun persamaan differendsialnya (Buhani et al., 2010) adalah:

( ) (8)

Dimana qe dan qt adalah jumlah senyawa fenol yang teradsorpsi (mg/g)

pada keadaan kesetimbangan dan pada waktu tertentu, t yaitu waktu (menit), dan

k merupakan tetapan laju orde semu (menit-1). Dari hasil integrasi diperoleh

persamaan sebagai berikut:

(9)

Yang merupakan orde satu semu dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

( )

(10)

Nilai tetapan laju k1, kapasitas adsorpsi dalam keadaan setimbang,qe, koefisien

korelasi , R12..

3.5.4.2. Orde Dua Semu

Data kinetika adsorpsi diproses untuk memahami dinamika dari proses

adsorpsi berdasarkan orde adsorpsi. Data kinetika diolah dengan kinetika orde dua

semu. Adapun persamaan differendsialnya adalah:

( ) (11)

Dimana qe dan qt adalah jumlah senyawa fenol yang teradsorpsi (mg/g)

pada keadaan kesetimbangan dan pada waktu tertentu, t yaitu waktu (menit), dan

k merupakan tetapan laju orde semu (menit-1). Dari hasil integrasi diperoleh

persamaan sebagai berikut:

(12)

45

yang merupakan persamaan laju orde reaksi dua semu. Persamaan tersebut dapat

ditulis dalam bentuk linear sebagai berikut:

(13)

Jika laju orde dua semu terpenuhi maka didapat grafik linear dengan t/qt versus t.

3.5.5 Kapasitas dan Energi Adsorpsi

Kesetimbangan adsorpsi yaitu suatu penjabaran secara matematika suatu

kondisi isotermal yang khusus untuk setiap sorbat/sorben. Jadi untuk masing-

masing bahan penyerap (adsorben) dan bahan yang diserap (adsorbat) memiliki

kesetimbangan adsorpsi tersendiri dimana jumlah zat yang diserap merupakan

fungsi konsentrasi pada temperatur tetap (Husin dan Rosnelly, 2005). Model

kesetimbangan adsorpsi yang sering digunakan untuk menentukan kesetimbangan

adsorpsi adalah isotermal Langmuir dan Freundlich.

3.5.5.1. Model Isoterm Adsorpsi Langmuir

Model kinetika adsorpsi Langmuir ini berdasarkan pada asumsi sebagai

berikut: laju adsorpsi akan bergantung pada faktor ukuran dan struktur molekul

adsorbat, sifat pelarut dan porositas adsorben, situs pada permukaan yang

homogen dan adsorpsi terjadi secara monolayer. Proses adsorpsi heterogen

memiliki dua tahap, yaitu: (a) perpindahan adsorbat dari fasa larutan ke

permukaan adsorben dan (b) adsorpsi pada permukaan adsorben. Tahap pertama

akan bergantung pada sifat pelarut dan adsorbat yang terkontrol. Bagian yang

terpenting dalam proses adsorpsi yaitu situs yang dimiliki oleh adsorben yang

46

terletak pada permukaan, akan tetapi jumlah situs-situs ini akan berkurang jika

permukaan yang tertutup semakin bertambah (Husin dan Rosnelly, 2005).

Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir tersebut ditulis dalam bentuk persamaan

linier yaitu sebagai berikut:

(

)

(14)

Dengan Ce adalah konsentrasi kesetimbangan (mg L -1

), x/m adalah jumlah fenol

yang teradsorpsi per gram adsorben pada konsentrasi Ce (mg g -1

), a adalah

jumlah fenol yang teradsorpsi saat keadaan jenuh (kapasitas adsorpsi) (mg g 1

)

dan b adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi (L mol -1

). Dari kurva linier

hubungan antara Ce/(x/m) versus Ce maka dapat ditentukan nilai a dari

kemiringan (slop) dan b dari intersep kurva. Energi adsorpsi (E ads ) yang

didefinisikan sebagai energi yang dihasilkan apabila satu mol metilen biru

teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya ekuivalen dengan nilai negatif dari

perubahan energy Gibbs standar, ΔG°, dapat dihitung menggunakan persamaan:

(15)

Dengan R adalah tetapan gas umum (8,314 J mol -1 K), T adalah

temperatur (K) dan K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh

dari persamaan Langmuir, sehingga energi total adsorpsi E harganya sama dengan

negatif energi bebas Gibbs (Oscik, 1982).

Berdasarkan harga energi adsorpsinya, fenomena adsorpsi diperkirakan

terjadi akibat adanya gaya-gaya yang tidak seimbang pada batas antar permukaan,

47

sehingga mengakibatkan perubahan jumlah molekul, atom atau ion. Proses

adsorpsi melibatkan berbagai gaya yaitu: gaya Van der Waals, ikatan hidrogen,

gaya elektrostatik (ikatan ionik), dan ikatan kovalen koordinasi, maka dapat

diperkirakan jenis adsorpsi yang terjadi. Apabila energi adsorpsinya kurang dari

20 kJ mol -1 , maka jenis adsorpsinya adalah adsorpsi fisika. Sedangkan apabila

energi adsorpsinya melebihi 20,92 kJ mol -1 , maka jenis adsorpsinya adalah

adsorpsi kimia (Adamson and Gast, 1997). Adsorpsi fisika (physisorption)

melibatkan gaya antarmolekular diantaranya gaya Van der Waals dan ikatan

hidrogen. Sedangkan adsorpsi kimia (chemisorption) melibatkan ikatan kovalen

koordinasi akibat pemakaian bersama pasangan elektron oleh adsorbat dan

adsorben (Oscik, 1982).

3.5.5.2. Model Isoterm Adsorpsi Freundlich

Model isoterm Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian

permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben

mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan

adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal tersebut

berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi

pada banyak lapisan multilayer (Husin dan Rosnelly, 2005). Adapun bentuk

persamaan linier Freundlich adalah sebagai berikut :

(

)

(16)

Bentuk linier digunakan untuk menentukan kelinieran data percobaan

48

dengan cara mengeplotkan C/(x/m) terhadap C. Konstanta Freundlich K diperoleh

dari kemiringan garis lurusnya dan 1/n merupakan harga slop. Bila n diketahui K

dapat dicari, semakin besar harga K maka daya adsorpsi semakin baik dan dari

harga K yang diperoleh, maka energi adsorpsi dapat dihitung (Rousseau, 1987).

3.6. Mekanisme Reaksi

Karbon dihasilkan dari pembakaran selulosa dari kulit pisang yang tidak

sempurna. Secara umum reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :

Pembakaran tidak sempurna akan menghasilkan CO, H2O dan C. Unsur C

ini yang dihasilkan selanjutnya diaktifasi.Yang dimaksud dengan aktifasi adalah

suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori-pori yang

tertutup sehingga memperbesar daya serapnya.

Mekanisme reaksi aktivasi selulosa dengan beberapa activator seperti ZnCl2:

Gambar 11. Mekanisme Reaksi Selulosa dengan ZnCl2

49

Prinsip dasar mekanisme adsorpsi yaitu campuran yang akan dipisahkan

berkontak dengan fase yang tak larut lainnnya antara fase adsorpsi pada

permukaan padat dan lapisan fluida akan terjadi pemisahan. Proses pemisahan

terjadi akibat perbedaan molekul atau perbedaan berat molekul. Proses regenerasi

dari adsorbent dapat pula dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi adsorbat yang

tinggi (Sri Sulastri,2005).

3.7. Scanning Electron Microscope (SEM)& Energy Dispersive X-Ray (EDX)

SEM mempunyai depth of field yang besar, yang dapat memfokus jumlah

sampel yang lebih banyak pada satu waktu dan menghasilkan bayangan yang baik

dari sampel tiga dimensi.SEM juga menghasilkan bayangan dengan resolusi

tinggi, yang berarti mendekati bayangan yang dapat diuji dengan perbesaran

tinggi. Kombinasinya adalah perbesaran yang lebih tinggi, dark field, resolusi

yang lebih besar, dan komposisi serta informasi kristallografi. Sem terdiri dari

electron optic columb dan electron console. sampel sem ditempatkan pada

specimen chamber di dalam electron optic colomb dengan tingkat kevakuman

yang tinggi yaitu sekitar 2 x 10-6

Trorr.

Sinar electron yang dihasilkan dari electron gun akan dialirkan hingga

mengenai sampel. Aliran sinar electron ini akan melewati optic columb yang

berfungsi untuk memfokuskan sinar electron hingga mengenai sampel tersebut.

Untuk mengetahui morfologi senyawa padatatan dan komposisi unsure yang

terdapat dalam suatu senyawa dapat digunakan alat scanning electron microscope

(SEM). Scanning Electron Microscope adalah suatu tipe mikroskop electron yang

50

menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan

pancaran energy yang tinggi dari electron dalam suatu pola scan raster. Electro

berinteraksi dengan atom – atom yang membuat sampel menghasilkan sinyal yang

memberikan informasi mengenai permukaan topografi sampel, komposisi dan

sifat – sifat lainnya seperti konduktivitas listrik.

Tipe sinyal yang dihasilkan oleh SEM dapat meliputi electron secunder,

sinar – X karakteristik dan cahaya (katoda luminisens).Sinyal terswebut dating

dari hamburan electron dari permukaan unsure yang berintaraksi dengan sampel

atau didekatkan permukaannya.SEM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi

yang tinggi dari suatu permukaan sampel, menangkap secara lengkap dengan

ukuran sekitar 1 – 5 nm. Agar menghasilkan gambar yang diinginkan maka SEM

mempunya sebuah lebar focus yang sangat besar (biasanya 25 – 250.000 kali

pembesaran). SEm dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang

berguna untuk memahami struktur permukaan dari suatu sampel (Hasrin, 2010).

Menurut Suriana bahwa data yang diperoleh dari hasil SEM – EDX dapat

dianalisa baik secara kuantitatif maupun kualitatif, karena dari data yang diperoleh

dapat diketahui jenis atau unsur – unsur mineral yang terkandung dalam suatu

sampel yang dianalisasi dan menginformasikan jumlah atau proporsi dari tiap –

tiap jenis mineral atau unsure yang diperoleh tersebut. Hasil dari SEM-EDX

berupa gambar struktur permukaan dari sampel yang diperoleh dari analisis SEM

dan grafik antara nilai energy dengan cacahan yang diperoleh dari analisis EDX.

Pada pengukuran SEM –EDX untuk setiap sampel dilakukan pada kondisi

51

yang sama yaitu dengan menggunakan alat SEM – EDX tipe JEOL JSM-6360LA

yang memiliki beda tegangan sebesar 20 kv dan arus sebesar 30 mA. Pada

pengukuran SEM-EDX setiap sampel digunakan dengan menggunakan analisis

area. Sinar Electron yang dihasilkan dari electron gun dialirkan hingga mengenai

specimen/ sampel aliran sinar electron ini selanjutnya difokuskan menggunakan

electron optic colum, sebelum sinar electron membentur atau mengenai sampel.

Setelah sinar electron membentur sampel maka akan terjadi interaksi pada sampel

yang disinari. Interksi – interaksi yang terjadi tersebut slanjutnya akan dideteksi

dan diubah kedalam sebuah gambar oleh analisis SEM dan juga dalam bentuk

Grafik oleh Analisis EDX.

Hasil analisa atau keluaran dari analisis SEM-EDX yaitu berupa gambar

struktur permukaan dari setiap sampel yang diui dengan karakeristik gambar 3-D

serta grafik hubungan antara energy( keV) pada sumbu horizontal dngan cecahan

pada sumbu pertikal dari keluran ini dapat diketahui unsure – unsure atau mineral

yang terkandung di dalam sampel tersebut, yang manakeberadaan unsure atau

mineral tersebut dapat ditentukan atau diketahui berdasarkan nilai energy yang

dihasilkan pada saat penembakan sinar electron primer pada sampel.

Cara kerja SEM yaitu sebuah elektron diemisikan dari katoda tungsten dan

diarahkan kesuatu anoda.Tungsten digunakan karena mempunyai titik lebur yang

paling tinggi dan tekanan uap paling rendah dari semua jenis logam, sehingga

dapat dipanaskan untuk keperluan pemancaran elektron.Berkas elektron yang

memiliki beberapa ratus eV dipusatkan oleh satu atau dua lensa kondeser kedalam

52

suatu berkas cahaya dengan spot 1 nm sampai 5 nm. Berkas cahaya dipancarkan

melalui sepasang coil scan pada lensa obyektif yang dapat membelokkan berkas

cahaya secara horizontal dan vertikal sehingga membentuk daerah permukaan

sampel persegi empat.

Ketika berkas elektron utama saling berinteraksi dengan sampel, maka

elektron kehilangan energi oleh penyebaran berulang dan penyerapan dengan

setetes volume spesimen yang dikenal sebagai volume interaksi yang meluas

kurang dari 100 nm sampai sekitar 5 nm pada permukaan. Ukuran dari volume

interaksi tergantung pada berkas cahaya yang mempercepat tegangan, nomor atom

spesimen dan kepadata spesimen. Energi berubah diantara berkas elektron dan

hasil sampel hasil pada emisi elektron dan sampel hasil pada emisi elektron dan

radiasi elektromagnet yang dapat dideteksi untuk menghasilkan suatu gambar

(Hasrin,2010).

3.8. Fourier Transform Spectroscopy Infrared (FTIR)

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban

suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.Sedangkan pengukuran

menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan

spektrofotometri (Basset, 1994).

Selain terdiri dari atom karbon, karbon aktif mengandung sejumlah

kecilhidrogen dan oksigen yang terikat pada gugus fungsi misalnya

karboksil, fenol,dan eter. Gugus fungsi ini dapat berasal dari bahan baku karbon

53

aktif. Selain itu,gugus fungsi pada karbon aktif juga terbentuk selama proses

aktivasi oleh karenaadanya interaksi radikal bebas permukaan karbon dengan

oksigen atau nitrogenyang berasal dari atmosfer. Gugus fungsi ini menjadikan

permukaan karbon aktifreaktif secara kimia dan dapat mempengaruhi sifat

adsorpsinya (Murti, 2008).

Spektroskopi inframerah transformasi fourier merupakan suatu teknik

pengukuran spektrum berdasarkan respon dari radiasi elektromagnet. FTIR dapat

digunakan untuk analisis kuantitatif maupun kualitatif suatu senyawa

organik,dimana dengan mendeteksi gugus fungsi yang ada pada sampel dengan

panjang gelombang yang terbentuk dan dapat pula digunakan untuk menentukan

struktur molekul suatu senyawa anorganik.

Spektroskopi inframerah berfungsi untuk mengidentifikasi gugus

fungsional yang ada. Spektra inframerah mengandung banyak serapan yang

dihubungkan dengan sistemm vibrasi yang berinteraksi dalam molekul dan

mempunyai karakteristik yang unik untuk setiap molekul. Pada spectra

inframerah terdapat pita-pita serapan yang karakteristik untuk gugus-gugus

fungsional(Sastrohamidjojo 1991).

Spektroskopi ini bekerja dengan cara sampel dikenai radiasi

elektromagnetik dan responnya (intensitas dari radiasi yang diteruskan)

diukur. Energi dari radiasi tersebut bervariasi dalam jarak tertentu dan responnya

diplot dalam suatu fungsi radiasi energi (frekuensi).Dengan cara ini, FTIR

dapat menghasilkan spektrum yang sama dengan spektrofotometer biasa namun

dengan waktu yang lebih singkat (Stevens 2001).

54

Tabel 4. Tabel Spektra Inframerah

Ikatan Tipe Senyawa Daerah Frekuensi

(cm-1

)

C – H Alkana 2850 – 2970

1340 – 1470

C – H Alkena 3010 – 3095

675 – 995

C – H Alkuna 3300

C – H Cincin aromatik 3010 – 3100

690 - 900

O – H

Fenol, monomer alkohol,

alkohol ikatan hidrogen

3590 – 3650

3200 – 3600

Monomer asam karboksilat,

Ikatan hidrogen asam

karboksilat

3500 – 3650

2500 – 2700

N – H Amina, amida 3300 – 3500

C = C Alkena 1610 – 1680

C = C Cincin aromatik 1500 – 1600

C ≡ C Alkuna 2100 – 2260

C – N Amina, Amida 1180 – 1360

C ≡ N Nitril 2210 – 2280

C – O Alkohol, Eter, Asam

karboksilat, Ester 1050 – 1300

C = O Aldehid, Keton, Asam

karboksilat, Ester 1690 – 1760

NO2 Senyawa nitro 1500 – 1570

1300 – 1370

Sumber : (Skoog dkk., 1998)

3.9. Surface Area Analyzer (SAA)

Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat utama dalam

karakterisasi material, yang hanya memerlukan sampel dalam jumlah yang kecil

biasanya berkisar 0,1 sampai 0,001 gram. Alat ini berfungsi untuk menentukan

luas permukaan material, distribusi pori dari material isoterm adsorpsi suatu

gas pada suatu bahan.Teknik karakterisasi dengan metode adsorpsi gas dapat

memberikan informasi mengenai luas permukaan spesifik, volume total pori,

distribusi ukuran pori dan isotherm adsorpsi(Lowell and Shields 1984).

55

Prinsip kerjanya menggunakan mekanisme adsorpsi gas, umumnya

nitrogen, argon dan helium, pada permukaan suatu bahan padat yang akan

dikarakterisasi pada suhu konstan biasanya suhu didih dari gas tersebut. Alat

tersebut pada dasarnya hanya mengukur jumlah gas yang dapat dijerap oleh suatu

permukaan padatan pada tekanan dan suhu tertentu. Secara sederhana, jika kita

mengetahui berapa volume gas spesifik yang dapat dijerap oleh suatu

permukaan padatan pada suhu dan tekanan tertentu dan kita mengetahui secara

teoritis luas permukaan dari satu molekul gas yang dijerap, maka luas permukaan

total padatan tersebut dapat dihitung.

Menurut definisi IUPAC, porositas material diklasifikasikan sebagai

mikropori jika memiliki diameter pori di bawah 20-25 Ǻ, mesopori jika memiliki

diameter pori antara 20-25 dan 500 Ǻ, serta makropori jika memiliki diameter

pori lebih dari 500 Ǻ. Definisi mutakhir membagi pori ke dalam nanopori (antara

0,1 dan 100 nm) dan mikropori (antara 0,1 dan 100 mm).

3.10. Karbonisasi Hidrotermal

Pada dasarnya metode ini terdiri dari dua tahap utama, yaitu: pemanasan

pada suhu rendah dan karbonisasi pada suhu tinggi (Wang, et al. 2001). Pada

prinsipnya metode ini memproduksi karbon dengan cara: merubah kelarutan,

melelehkan bagian kristalin, mempercepat interaksi fisikokimia, perantara

reaksi asam/basa atau ionik, dan pengendapan material karbon. Metode ini dibagi

kedalam dua daerah suhu, yaitu: 300-800 °C untuk membentuk karbon nanotube,

material grafit, dan karbon aktif. Pada suhu kurang dari 300 °C akan terbentuk

56

material karbon fungsional akibat proses polimerisasi dan dehidrasi. Metode ini

memiliki keunggulan, diantaranya:

1. Ukuran karbon ditentukan oleh variabel reaksi seperti: suhu, waktu, dan

konsentrasi reaktan ketika proses hidrotermal.

2. Permukaan karbon lebih halus.

3. Ramah lingkungan dan murah untuk membuat karbon yang berbasis

biomassa

4. Metode ini bisa digunakan untuk memperoleh produk, seperti: oksida,

halida, zeolit, sulfida, material berpori, dan senyawa anorganik (oksida

fungsional dan nanomaterial non oksida.

5. Bahan baku dan proses sintesis yang aman, menggunakan sumber

terbarukan, instrumentasi dan teknik yang sederhana, mudah

mengkopositkan, dan murah.

3.11. Fenol

Fenol merupakan limbah cair yang biasanya berasal dari indutri tekstil,

perekat, obat, dan sebagainya. Fenol dikenal juga sebagai

monohidroksibenzena, merupakan kristal putih yang larut dalam air pada

temperatur kamar ( Wirawan dan Teguh,2012). Fenol merupakan senyawa

organik (C6H5OH) yang berbau khas dan bersifat racun serta korosif terhadap

kulit (menimbulkan iritasi) (Putranto,2015) sehingga perlu adanya penanganan

limbah fenol agar kadar fenol tidak melebihi ambang batas yang ditentukan

pemerintah, sebab kadar fenol dalam air sangat berpengaruh besar dalam

penentuan kualitas air. Salah satu metode dalam penurunan limbah fenol dari

industri adalah dengan mengadsorbsi limbah ke dalam media, hal ini

dilakukan dengan memasukan adsorben (karbon aktif) dalam air sehingga

57

limbah fenol akan diserap oleh adsorben.

Fenol adalah sekelompok senyawa organik yang gugus hidroksinya (-OH)

langsung melekat pada karbon cincin benzene.Aktifator kuat dalam reaksi

subtitusi aromatik elektrofilik terletak pada gugus –OH nya, karena ikatan karbon

sp2 lebih kuat dari pada ikatan oleh karbon sp

3 maka ikatan C-O dalam fenol tidak

mudah diputuskan.Fenol sendiri bertahan terhadap oksidasi karena pembentukan

suatu gugus karbonil mengakibatkan dikorbankanya penstabilan aromatik. Fenol

umumnya diberi nama menurut senyawa induknya. Kimiawi fenol telah diketahui

lama sebelum pengetahuan kimia organik, sehingga banyak fenol mempunyai

nama-nama umum. Metifenol misalnya, dikenal sebagi kresol (berasal dari

kreosot, tar dari batu bara atau kayu yang mengandung zat ini. Berlawanan

dengan alkohol, fenol-fenol adalah asam yang lebih kuat daripada air.Fenol

sendiri 10.000 kali lebih asam dari pada air.Hal utama mengapa fenol lebih asam

dibandingkan alkohol dan air ialah karena ion fenoksida dimantapkan oleh

resonansi.Muatan negatif pada hidroksida atau alkoksida tetap tinggal pada atom

oksigen, sedangkan pada ion fenoksida muatan ini dapat didelokalisasi pada

posisi-posisi orto dan para pada cincin benzene melalui resonansi (Hart, 1983).

Fenol bersifat asam apabila bereaksi dengan NaOH membentuk garam

Natrium Fenolat dan tidak bereaksi dengan logam Na. Tidak bereaksi dengan

RCOOH namun bereaksi dengan alkil halida (RCOX) membentuk ester.

Keasaman suatu larutan dipengaruhi oleh pKa dari larutan tersebut. Semakin kecil

pKa semakin tinggi tingkat keasaman. pKa fenol yaitu 10 dan etanol memiliki

pKa 16. Fenol memiliki –OH terikat pada rantai benzennya. Saat ikatan H-O pada

58

fenol terputus, didapatkan ion fenoksida, C6H5O- yang mengalami delokalisasi.

Pada saat itu salah satu dari antara elektron bebas dari atom oksigen overlap

dengan elektron dari rantai benzene. Overlap ini mengakibatkan dislokalisasi. Dan

sebagai hasil muatan negatif tidak hanya berada pada oksigen tetapi tersebar

keseluruh molekul.

Delokalisasi membuat ion fenoksida lebih stabil dari seharusnya sehingga

fenol menjadi asam. Namun delokalisasi belum membagi muatan dengan efektif.

Muatan negatif disekitar oksigen akan tertarik pada ion hidrogen dan membuat

lebih mudah terbentuknya fenol kembali. Sehingga fenol merupakan asam yang

sangat lemah. Namun fenol memiliki keasaman sejuta kali etano. Selain itu

keasaman fenol dipengaruhi oleh resonansi pada benzennya. Akibat resonansi ini,

maka kesetimbangan bergeser arah pembentukannya. Dengan demikian fenol

memiliki keasaman yang lebih tinggin dibanding dengan alkohol.

3.11.1. Sifat-Sifat Fenol

1. Fenol yang murni berupa hablur yang tidak berwarna, sedikit larut dalam air,

sedangkan larutannya dalam air bersifat sebagai asam lemah, karena

mengalami oksidasi.

2. Senyawa fenol ini seperti alkohol, dapat dijadikan senyawa eter maupun ester.

3. Dalam senyawa fenol terdapat gugus –OH yang terikat pada atom C yang

berikatan rangkap.

4. Atom H dari inti benzene dalam fenol lebih mudah diganti (disubstitusi)

denganatom atau gugus lain, atom H dalam inti benzene saa. Oleh karena itu,

59

larutan fenol dengan brom langsung akan memberikan senyawa tri-brom-

fenol.

( Fessenden,1984).

3.12. Spektrofotometer UV-VIS

Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada

pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada

panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma

atau kisi difraksi dan detector vacuum phototube atau tabung foton hampa. Alat

yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu sutu alat yang digunakan untuk

menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan

mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari

konsentrasi.Pada instrument spektrofotometri, sinar yang digunakan merupakan

satu berkas yang panjangnya tidak berbeda banyak antara satu dengan yang

lainnya, sedangkan dalam kalorimetri perbedaan panjang gelombang dapat lebih

besar.Dalam hubungan ini dapat disebut juga spektrofotometri adsorpsi atomik

(Harjadi, 1990).

Metoda spektrofotometri uv-vis adalah salah satu metoda analisis kimia

untuk menentukan unsur logam, baik secara kualitatif maupun secara

kuantitatif.Analisis secara kualitatif berdasarkan pada panjang gelombang yang

ditunjukkan oleh puncak spektrum (190 nm s/d 900 nm), sedangkan analisis

secara kuantitatif berdasarkan pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh

suatu media.Intensitas ini sangat tergantung pada tebal tipisnya media dan

60

konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut. Pembentukan warna

dilakukan dengan cara menambahkan bahan pengompleks yang selektif terhadap

unsur yang ditentukan (Fatimah, dkk., 2009).

Metode spektrofotometri merupakan salah satu metode yang cukup

sensitive untuk mendeteksi analit fenol dalam konsentrasi yang rendah.Akan

tetapi, metode spektrofotometri ini memiliki kelemahan pada pendeteksian analit

jika analit berada pada sampel air yang mengandung banyak ion

pengganggu.Interferensi ion dan senyawa pengganggu dalam sampel dapat

menyebabkan kesalahan deteksi, sehingga serapan radiasi dapat berasal dari

pengganggu. Hal ini tentu akan menyebabkan kesalahan analisis, terutama untuk

analisis kuantitatif. Terlebih lagi dalam analisis fenol, sampel terlarut dalam

akuades biasanya akan memberikan respon yang kurang bagus karena adanya

pengaruh matriks larutan (Fatimah, 2003).

Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang

gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang

ditransmisikan atau diabsorbsi.Kelebihan spektrometer dibandingkan fotometer

adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh

dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada fotometer filter

dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang

gelombang tertentu. Pada fotometer filter tidak mungkin diperoleh panjang

gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang

gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang

yang benar-benar terseleksi dapatdiperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya

61

seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak

yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko

dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko

ataupun pembanding (Khopkar, 2002).

Sinar yang melewati suatu larutan akan terserap oleh senyawa-senyawa

dalam larutan tersebut. Intensitas sinar yang diserap tergantung pada jenis

senyawa yang ada, konsentrasi dan tebal atau panjang larutan tersebut.Makin

tinggi konsentrasi suatu senyawa dalam larutan, makin banyak sinar yang diserap

(Anonim, 2011).

Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode spektrofotometri yang

didasarkan pada adanya serapan sinar pada daerah ultra violet (UV) dan sinar

tampak (Visibel) dari suatu senyawa.Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini

jika memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah

tampak.Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV disebut dengan

kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam daerah sinar

tampak, senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003).

62

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Bahan dan Peralatan

4.1.1. Bahan

Bahan utama yaitu Tandan pisang (limbah dari petani pisang). Bahan kimia yang

digunakan adalah zink klorida (ZnCl2) 8 % (pengenceran dari ZnCl2 80 gram

dalam 1000 mL (Merck), asam klorida (HCl) (kadar: 37%, berat molekul 36,453

g/mol) (Merck), asam nitrat (HNO3) (kadar: 65%, berat molekul 80,05 g/mol)

(Merck), Larutan Buffer pH 3,5,7,dan 8, Larutan Fenol (Merck) dan akuades.

4.1.2. Alat

Alat yang digunakan yaitu Mortal, Oven, Ayakan, Alat Gelas Laboratorium,

Blender, Desikator, Timbang, Cawan Porselen, Furnace (F48010-33),FTIR

(Fourier Transform Infrared Spectroscopy)(PerkinElmer Spectrum Version

10.5.1), Spektrofotometer UV-VIS, SAA-BET (Surface Area Analyzer-

BET)(Quantachrome NovaWin version 11.0),SEM-EDX (Scanning Electron

Microscope-Energy Dispersive X-Ray Analysis) (JEOL JED-2300),Shaker digital

(SCILOGEX SK-L330-PRO) dan Alat Presto.

4.2 Waktu Dan Tempat Kegiatan

Penelitian ini dilakukan pada 28 Maret 2017 di Laboratorium Penelitian Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia.

63

4.3. Prosedur Pelaksanaan

4.3.1 Pembuatan Arang (Sani, 2011)

Pada proses pembuatan arang pertama dilakukan persiapan bahan

yaitu tandan pisang. Tandan pisang kepok awalnya dilakukan pengecilan

ukuran untuk mempercepat proses karbonasi. Tandan pisang kepok yang telah

dilakukan pengecilan ukuran 1-3 mm, kemudian di jemur selama satu minggu

dibawah sinar matahari. Kemudian 500 gram sampel dilakukan perendaman

dengan larutan ZnCl2 . Proses perendaman dilakukan dengan pemanasan pada

suhu 80 0C selama 6 jam. Setelah proses selesai, sampel yang masih panas

didinginkan terlebih dahulu dan kemudian di cuci dengan aquades sebanyak dua

kali lalu dilakukan proses presto.

Proses presto dilakukan selama 8 jam hingga sampel kering dan

membentuk arang, dengan meletakkan sampel dalam panci presto dan di rendam

dengan akuades hingga terendam semua dan tutup rapat sampel hingga kering dan

menjadi arang. Setelah presto selesai sampel arang yang telah disiapkan

kemudian dihaluskan dengan blender sampai ukuran 0.5-1 mm.Hal ini

dilakukan untuk memudahkan dalam pengerjaan selanjutnya, dalam hal ini

adalah proses dalam furnace. Furnace dilakukan pada temperature 150 0C selama

2 jam. Dengan bertambah lamanya karbonisasi atau holding time serta

bertambah tingginya temperatur karbonisasi maka akan mengakibatkan jumlah

arang yang dihasilkan semakin kecil. Selama proses ini, furnace dalam

keadaan kedap udara, agar arang aktif terbentuk maksimal. Arang yang telah

aktif di rendam dengan larutan HNO3 5M selama 3 jam kemudian disaring, dicuci

64

hingga pH 6- 7. Hal selanjutnya yang dilakukan setelah proses aktifasi kimia

adalah pencucian karbon aktif dari pengotor pada proses aktifasi. Hal ini

dilakukan karena proses aktifasi kimia biasanya juga dihasilkan pengotor

berupa sisa-sisa oksida yang tidak larut dalam air dan pengotor yang larut dalam

air waktu penyucian. Untuk itu, biasa dipakai aquades sebagai pencuci. Lalu di

keringkan pada oven dengan suhu 150 0C. Karbon aktif yang telah jadi dianalisis

dengan menggunakan SEM-EDX, dan SAA.

4.3.2 Analisis Gugus Fungsi Adsorben Karbon Aktif dengan FTIR

Karbon aktif tandan buah pisang masing-masing diambil sebanyak 0,2 mg.

Kemudian digerus dengan mortar hingga homogen. Hasil gerusan diletakkan pada

media analisis hingga menutupi permukaannya dan sample siap dianalisis

menggunakan FTIR.

4.3.3 Analisis Sifat dan Struktur Adsorben Karbon Aktif dengan Surface

Area Analyzer

Karakteristik karbon aktif tandan buah pisang dilakukan menggunakan

Surface Area Analyzer. Nitrogen adsorpsi desorpsi isotherm dilakukan pada

77 K. sebelum melakukan analisis, sampel dilakukan degasifikasi pada

temperatur 150 0C selama 6 jam. Analisis struktur pori luar permukaan, volume

pori, dan distribusi ukuran pori dilakukan dengan metode Beurner-Emmett- Teller

(BET).

65

4.3.4. Penentuan Rendemen (Hapsoro,2014)

Arang aktif yang telah diperoleh terlebih dahulu dibersihkan, kemudian

ditimbang rendemen dihitung berdasarkan rumus :

( )

4.3.5. Penentuan Kadar Air (Gunawan dan Wirawan,2012).

Kadar air bahan dapat ditentukan dengan cara sebanyak 0,5 gram karbon

aktif yang telah dihaluskan, kemudian dikeringkan didalam oven pada suhu 1050C

selama 2 jam. Selanjutnya didinginkan pada desikator selama 15 menit

sebelumnya ditimbang beratnya dengan rumus:

Dengan : a = berat cawan + sampel (awal) gram

b = berat cawan + sampel kering (akhir) gram

c = berat sampel awal (gram)

4.3.6. Penentuan Kadar Abu (Gunawan danWirawan 2012).

Kadar abu dapat ditentukan dengan cara sebanyak 0,5 gram contoh

dimasukkan kedalam cawan porselin. Setelah itu dimasukkan pada grafit furnace

pada suhu 6000C sampai terbentuk abu selama 5 jam. Selanjutnya contoh

didinginkan pada desikator selama 15 menit sebelumnya ditimbang beratnya

dengan rumus:

Dengan : a = berat cawan + sampel (awal) gram

b = berat cawan + sampel kering (akhir) gram

66

c = berat sampel awal (gram)

4.3.7. Aplikasi Karbon Aktif Tandan Pisang Terhadap Adsorbsi Fenol

4.3.7.1 Pembuatan Larutan Standar Fenol 1000 ppm (SNI – 06- 6989.21-

2004)

Ditimbang sebanyak 1 gram fenol dan dilarutkan dengan aquadest

sebanyak 100 ml. Diaduk hingga larutan homogen dan dimasukkan pada labu

ukur 1000 ml ,lalu ditera hingga tanda batas.

4.3.7.2 Pembuatan Larutan Fenol 100 ppm sebanyak 50 mL

Diambil sebanyak 5 ml larutan fenol standar dimasukkan pada labu ukur

50 ml lalu diencerkan dengan aquadest hingga tanda tera, lalu di kocok hingga

homogeny.

4.3.7.3 Penentuan pH Optimum Adsorpsi Fenol

Disiapkan larutan fenol dengan konsentrasi 100 ppm sebanyak 50 ml

dengan pH 3, 5,7, dan 8. Sebelumnya ditimbang karbon aktif sebanyak 0,5 gram

dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Lalu ditambahkan larutan fenol yang telah

dibuat dengan kondisi pH 3,5,7,dan 8 sebanyak 50 ml. Campuran larutan fenol

dan karbon aktif di shacker selama 30 menit. Disaring campuran dengan kertas

saring , diambil filtratnya dan diuji menggunakan spektrofotometer uv-vis dengan

panjang gelombang 269,5 nm. pH optimum adalah pH konsentrasi yang

teradsorpsi (C adsorpsi) terbesar. Banyaknya fenol yang teradsorpsi dalam mg

per gram adsorben ( karbon aktif) ditentukan dengan menggunakan rumus

persamaan:

67

( )

Dimana :

W : jumlah fenol yang teradsorpsi (mg/g)

Co : konsentrasi fenol

Ca : konsentrasi fenol setelah adsorpsi

V : volume larutan fenol

Wa : jumlah adsorben (gram)

4.3.7.4 Penentuan waktu kontak optimum adsorpsi larutan fenol

Disiapkan larutan fenol dengan konsentrasi 100 ppm pada keadaan pH

optimum sebanyak 50 ml. Ditambahkan karbon aktif sebanyak 0,5 gram dan di

kocok menggunakan shacker selam 30 menit pada waktu kontak yang terukur 0,

15, 30, dan 45 menit. Campuran kemudian disaring, diambil filtratnya dan

dilakukan pengujian menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang

gelombang 269,5 nm. Banyaknya fenol yang teradsorpsi dapat diukur

menggunakan rumus persamaan:

( )

Waktu kontak optimum adalah waktu dimana konsentrasi teradsorpsi terbesar

didapat.

4.3.7.5 Penentuan berat optimum karbon aktif yang digunakan dalam

adsorpsi fenol

Disiapkan larutan fenol dengan konsentrasi 100 ppm sebanyak 50 ml dan

diukur pada pH optimum. Ditambahkan karbon aktif dengan variasi berat 0 ; 0,5;

1; 1,5 gram. Campuran dishacker selama selama waktu kontak optimum yang

68

didapat. Kemudian disaring dan filtrat diuji menggunakan spektrofotometer uv-vis

pada panjang gelombang 269,5 nm. Banyaknya fenol yang teradsorpsi dihitung

menggunakan rumus persamaan:

( )

Berat optimum merupakan berat adsorben (karbon aktif) yang mampu

mengadsorpsi adsorbat (larutan fenol) secara maksimal atau terbesar.

4.3.7.6 Penentuan Kapasitas Adsorpsi Fenol

Disiapkan larutan fenol dengan variasi konsentrasi 0, 50, 100, 150 dan 200

ppm. Diukur pada pH optimum, ditambahkan dengan karbon aktif sejumlah berat

optimum, dan dikocok selama waktu optimum. Campuran disaring diambil

filtratnya dilakukan uji menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang

gelombang 269,5 nm. Banyaknya fenol yang teradsorpsi dihitung menggunakan

persamaan : .

( )

Konsentrasi Optimum merupakan besarnya konsentrasi yang mampu teradsorpsi

oleh adsorben.

69

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tentang pembuatan karbon aktif dari tandan pisang sebagai

adsorben untuk penyerapan fenol telah dilakukan pada tanggal 28 Maret 2017 di

Laboratorium Penelitian Kimia FMIPA Universitas Islam Indonesia. Penelitian

melakukan penelitian tentang sintesa atau pembuatan karbon aktif dengan

activator ZnCl2 yang kemudian diaplikasikan terhadap penyerapan fenol dengan

di tentukan optimasi pH ,optimasi waktu, optimasi berat, optimasi konsentrasi

yang kemudian dicari kapasitas adsorpsinya.

Pada bab hasil dan pembahasan ini akan diuraikan mengenai hasil preparasi

bahan dasar tandan pisang dan proses aktivasi, produk karbon aktif serta hasil

karakterisasi gugus fungsi dengan FTIR, morfologi permukaan dengan SEM-

EDX, luas permukaan dengan pengujian BET , uji kadar air, uji kadar abu dan

aplikasinya terhadap adsorpsi fenol dari karbon aktif yang dihasilkan.

5.1. Preparasi Tandan Pisang dan Aktivasi

Gambar 12. A. Proses pengeringan B. Proses Hidrokarbon C. ArangAktif

c A B

70

Gambar 12 A merupakan preparasi tandan pisang pertama kali dilakukan

dengan memotong tandan pisang dengan ukuran 1 sampai 3 mm dan dikeringkan

dibawah sinar matahari. Pemanasan bertujuan untuk menghilangkan kandungan

air yang terikat dalam tandan pisang. Setelah pengeringan dilakukan perendaman

menggunakan aktivator ZnCl2 dengan pemanasan pada suhu 80 0C terhadap

tandan pisang sebanyak 500 gram. Tujuan dari proses ini unuk membuka pori

yang terdapat pada karbon sehingga mengakibatkan luas permukaan bertambah

besar dan daya serap karbon menjadi semakin baik (Sembiring, 2003).

Sedangkan pemanasan dilakukan agar proses perjalan cepat. Menurut

Masitoh dan Sianita-B (2013), activating agent yang baik digunakan khususnya

untuk membuat karbon aktif dari tandan pisang adalah ZnCl2. Aktivator ZnCl2

bertujuan untuk memperbesar pori dengan cara memecah ikatan hidrokarbon atau

mengoksidasi molekul sehingga arang mengalami perubahan fisika dan kimia.

Pada saat perendaman larutan ZnCl2 akan teradsorpsi oleh tandan pisang yang

kemudian akan melarutkan tar dan mineral anorganik. Hilangnya zat tersebut dari

permukaan karbon aktif akan menyebabkan semakin besar pori dari arang aktif.

Besarnya pori karbon aktif berakibat meningkatnya luas permukaan karbon aktif.

Hal ini menyebabkan meningkatnya kemampuan adsorpsi dari karbon aktif.

Gambar 12 B menjelaskan proses pemprestoan atau proses karbonisasi

hidrotermal. Tandan pisang telah teraktivasi dengan aktivator ZnCl2 selanjutnya

di presto selama 8 jam hingga terbentuk arang seperti pada Gambar 12 C. Presto

ini digunakan sebagai proses karbonisasi menjadi arang akif, digunakan alat

presto karena memiliki keunggulan yang baik seperti energy yang digunakan

71

kecil, suhu rendah, dan menggunakan daya tekan dari air sebagai energy unuk

membentuk arang. Dibanding menggunakan pirolisis metode presto ini lebih

murah dan irit. Arang aktif yang didapat dihaluskan menggunakan blender agar

didapat arang aktif dengan ukuran yang homogeny atau rata (Gambar 12 C).

Gambar 13. A. Proses perendaman dengan HNO3 B. Pencucian dengan akuades

C. Karbon aktif teraktivasi

Sebelum direndam dengan asam nitrat, karbon di furnace terlebih dahulu

selama 2 jam dengan suhu 150 0C. Gambar 13 A menerangkan dilakukannya

aktivasi kimia dengan merendam karbon hasil karbonisasi dengan asam nitrat

(HNO3) 5 M. Tujuan direndam dengan asam nitrat ini untuk menghilangkan

pengotor dan Zn yang masih menempel pada pori-pori karbon sehingga pori-pori

bertambah lebar dan daya adsorpsi semakin baik. Untuk menghilangkan asam

nitrat dilakukan pencucian seperti pada Gambar 13 B dengan akuadest yang telah

dipanaskan hingga pH netral, dibutuhkan aquadest yang panas guna mempercepat

peluruhan pengotor. Setelah didapat pH netral maka arang aktif dioven pada suhu

1500C. Hasil dari pengovenan yaitu Gambar 13 C arang aktif dengan aktivator

ZnCl2 atau karbon aktif teraktivasi.

B C A

72

5.2 Karakterisasi Adsorben Karbon Aktif Tandan Pisang

5.2.1 Pengujian Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter standarisasi karbon aktif.

Kandungan air dalam karbon aktif dipengaruhi oleh temperatur dan waktu

pemprestoan atau proses karbonisasi hidrokarbon. Semakin tinggi temperatur

serta bertambahnya waktu karbonisasi hidrokarbon mengakibatkan kandungan air

dalam karbon semakin rendah. Hal ini disebabkan pada temperatur diatas 100 0C,

air mulai berubah fasa menjadi uap. Apabila temperatur dan waktu karbonisasi

hidrokarbon lama, maka air yang masih terperangkap didalam pori-pori karbon

dapat lepas sehingga kandungan air dalam karbon aktif semakin kecil.

Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui sifat higroskopis dari

karbon aktif. Dari hasil pengujian kadar air pada karbon aktif tandan pisang ini

diperoleh kadar air sebesar 0,9396%. Hasil ini didapat dengan cara menimbang

cawan porselin dan 0,5 gram karbon aktif sebagai berat awal. Setelah itu

dilakukan pengovenan pada suhu 150 0C selama 2 jam dan ditimbang sebagai

berat akhir. Perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 4. Berdasarkan SII, kadar

air yang diizinkan untuk karbon aktif maksimal sebesar 15%. Hal ini

menunjukkan bahwa karbon aktif dari tandan pisang memenuhi kadar air standar

mutu karbon aktif, sehingga dapat digunakan sebagai adsorben.

5.2.2 Pengujian Kadar Abu

Kadar abu merupakan sisa dari pembakaran yang sudah tidak memiliki

unsur karbon dan nilai kalor lagi. Kadar abu di uji guna untuk mengetahui

73

kandungan oksida logam dalam karbon aktif. Menurut Sudrajat 1985 dalam

Fauziah 2009, kadar abu meningkat karena terbentuknya garam mineral saat

proses karbonisasi yang apabila proses tersebut berlangsung lama maka akan

membentuk partikel halus dari garam mineral tersebut. Kadar abu dipengaruhi

oleh kandungan kadar silikat, semakin besar kadar silikat maka kadar abu semakin

besar.

Pengujian kadar abu dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu 600 0C.

Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 9%, perhitungannya pada

lampiran 3. Dari analisis yang didapat kadar abu yang dihasilkan masih dibawah

batas maksimal kadar abu untuk karbon aktif yaitu 10% berdasarkan standar SII.

Berdasarkan hasil penelitian tesebut dapat diketahui bahwa tandan pisang

mengandung oksida logam yaitu silikon oksida (SiO2), sehingga ketika proses

karbonisasi terjadi kontak dengan oksigen akan menghasilkan abu sebagai hasil

pembakaran lebih lanjut.

5.2.3 Pengujian Penentuan Gugus Fungsi

Karakterisasi gugus fungsi karbon aktif tandan pisang dengan

menggunakan FTIR untuk membandingkan gugus fungsi yang ada pada karbon

aktif tandan pisang sebelum dan sesudah di lakukan perendaman dengan asam

nitrat atau HNO3. Spektrum IR dari kedua sampel tersebut ditunjukkan pada

Gambar 14.

74

Gambar 14. Spektrum Karbon Aktif Sebelum (A) dan Sesudah (B) Pencucian

HNO3.

Gambar 14 diatas menunjukkan perbandingan bilangan gelombang pita

serapan karbon aktif tandan pisang sebelum dan setelah direndam dengan HNO3.

Pita serapan pada karbon tandan pisang sebelum dan setelah direndam HNO3

75

mengalami perubahan, hal ini karena HNO3 menyebabkan terjadi pergeseran

berdasarkan lingkungan kimianya. Gugus fungsi alkena muncul pada daerah

serapan 3413,56 cm-1

sebelum pencucian HNO3 dan mengalami pergeseran

bilangan gelombang lebih kecil dan semakin melebar setelah mengalami

perendaman dengan HNO3 yaitu 3059,20 cm-1

. Dari kedua puncak alkena juga

ditandai dengan munculnya puncak pada daerah serapan 1606,56 cm-1

dan

1572,21 cm-1

yang mana menunjukkan jika benar terdapat gugus alkena di dalam

karbon aktif tandan pisang.

Puncak eter (C-O) juga mengalami pergeseran bilangan gelombang yang

relative kecil yaitu 1030,35 dan 1030,87 cm-1

. Walaupun demikian hal tersebut

menunjukkan perbedaan lingkungan kimia. Gugus Zn-O juga muncul pada daerah

serapan 432,76 dan 411,34 cm-1

sebelum direndam, setelah direndam muncul dua

puncak gugus Zn-O yaitu 413,98 cm-1

dan 451,43 cm-1

. Kemunculan dua puncak

setelah pencucian kemungkinan diakibatkan pada saat sebelum pencucian gugus

Zn-O masih tertutup dan setelah pencucian pengotor yang lain hilang dan gugus

Zn-O terlihat. Gugus Zn-O muncul sebab aktivator yang digunakan dalam aktivasi

karbon aktif yaitu ZnCl2 . Dimana Zn akan masuk ke dalam pori-pori karbon

aktif dan memperbesar pori. Jadi , gugus fungsi utama yang teridentifikasi sesuai

dengan spektrumnya adalah C=C,C-O, ZnO. Dari kedua spektrum dapat

disimpulkan bahwa terjadi pergeseran lingkungan kimia antara sesudah dan

sebelum dilakukan pencucian dengan HNO3. Hasil yang di dapat sesuai dengan

apa yang diharapkan yaitu adanya gugus Zn dan C. Gugus Zn dan C akan

berperan penting dalam proses adsorpsi, dimana gugus tersebut akan menjadikan

76

permukaan karbon aktif menjadi lebih reaktif secara kimia dan dapat

mempengaruhi sifat adsorpsi.

Adapun perbedaan antara spektrum karbon aktif sesudah dan sebelum

pencucian dapat dilihat dari Tabel 5.

Tabel 5. perbedaan gugus fungsi sebelum dan setelah perendaman HNO3

Daerah Serapan

(cm-1

)

Gugus Fungsi Keterangan

Karbon Aktif

Sebelum

Perendaman HNO3

3413,56 C=C Alkena

1606,56 C=C Alkena (sp2)

1030,35 C-O Eter

432,76 dan

411,34

Zn-O Zink Oksida

Karbon Aktif

Setelah Perendaman

HNO3

3059,2 C=C Alkena

1572,21 C=C Alkena

1030,87 C-O Eter

413,98-451,43 Zn-O Zink Oksida

5.2.4 Pengujian SEM-EDS

SEM merupakan salah satu metode surface analysis untuk mengetahui

bentuk permukaan dari suatu bahan. Bentuk permukaan merupakan salah satu

faktor yang berperan didalam kemampuan suatu adsorben untuk mengadsorpsi

adsorbat ( Hasan La, 2015). Pada penelitian ini dilakukan uji SEM untuk

mengetahui perubahan morfologi permukaan karbon setelah diaktivasi dan

77

direndam dengan HNO3. Sedangkan untuk EDS digunakan untuk menentukan

unsur yang terkandung dalam karbon aktif. Unsur-unsur ini sebagai penyusun

dalam karbon aktif dalam mengadsorpsi fenol. Hasil uji SEM dapat dilihat pada

Gambar 15 :

Gambar 15. Hasil Uji SEM dengan perbesaraan 6200 x

Pada Gambar 15 menjelaskan bahwa karbon aktif tandan pisang memiliki

permukaan yang tidak rata, bentuk pori bulat namun sedikit ,hal ini dikarenakan

pori-pori masih banyak tertutup pengotor. Masih banyaknya pengotor dikarenakan

saat proses karbonisasi hidrotermal suhu yang terukur rendah tidak lebih dari 150

0C. Penyebab rendahnya suhu dikemungkinkan karena faktor alat presto yang

sudah tidak bisa menutup rapat, sehingga uap dalam presto keluar melalui celah

pada sekeliling penutup alat. Oleh karena itu tekanan tidak optimal dan aktivator

78

tidak terurai secara sempurna. Sedangkan dalam analisis kuantitatif permukaan

karbon aktif menggunakan EDS, hasil yang didapat dari analisis ini berupa unsur

yang terkandung dalam permukaan karbon aktif dan menginformasikan jumlah

atau proporsi dari tiap – tiap jenis mineral atau unsur yang diperoleh tersebut

antara lain:

Gambar 16. Hasil Analisis Karbon Aktif Tandan Pisang dengan EDX

Gambar 16 menunjukkan banyaknya jumlah unsur yang terkandung dalam

karbon aktif dan jika dilihat unsur Carbon yang terkandung sangat sedikit dan di

dominasi unsur O dan Zn, dimana Zn masuk dari aktivator, seperti dijelaskan

diatas bahwa Zn tidak terurai sempurna dengan tekanan yang rendah oleh sebab

itu unsur Zn mendominasi. Adapun pengotor lain seperti Si, Al, P, Ca, Cl, In

memiliki konsentrasi presentase yang sedikit. Besarnya presentase konsentrasi

dapat dilihat pada Tabel 6.

Unsur yang terkandung didalam karbon aktif tandan pisang antara lain:

79

Tabel 6. Hasil SEM-EDS

Atomic

Number

Element

Symbol Element Name

Concentration

percentage (%) Certainty

8 O Oxygen 43,8 0,99

30 Zn Zinc 22,1 0,99

6 C Carbon 20,0 0,99

14 Si Silicon 6,0 0,99

13 Al Aluminium 4,3 0,99

15 P Phosphorus 1,4 0,97

20 Ca Calcium 1,0 0,97

17 Cl Chlorine 0,9 0,97

49 In Indium 0,5 0,95

5.2.5 Karakterisasi Karbon Aktif Tandan Pisang dengan Surface Area

Analyzer (SAA)

Adapun prinsip kerja surface area analyzer (SAA) didasarkan pada

kemampuan tekanan mengukur variasi tekanan dalam proses yang dihasilkan pada

adsorpsi dan desorpsi isoterm gas nitrogen (N2) pada kondisi temperatur nitrogen

cair sebagai lapisan tunggal (monolayer) yang kemudian data akan diolah

menggunakan persamaan BET (Mujinem,2009). Karakterisasi Karbon Aktif

Tandan Pisang terhadap adsorpsi atau desorpsi nitrogen (N2) menggunakan

metode Multi-Point BET diperoleh luas permukaan untuk sampel Karbon Aktif

Tandan Pisang adalah 46.304 m2 /g dengan volume dan diameter pori, yang

80

didapat berturut-turut adalah 0,169 cc/g dan 46,19 Å . Sedangkan tipe adsorpsi

atau desorpsi Karbon Aktif Tandan Pisang seperti yang ditunjukkan pada

Gambar17.

Gambar 17. Plot Adsorpsi Isotherm Nitrogen (N2)

Pada Gambar 17 dapat diketahui, bahwa tipe adsorpsi atau desorpsi

keduanya mengikuti tipe IV untuk pori berukuran meso dan pori berbentuk bulat

seperti yang dihasilkan dari karakterisasi dengan SEM-EDS di atas. Ukuran

diameter pori untuk mesopori adalah sekitar 0,2-0,5 nm, dimana diameter pori

karbon aktif berada pada 0,29 nm. Secara kualitatif, karakteristik pori-pori dari

karbon aktif dapat diamati dari profil isotherm adsorpsi nitrogen pada 77 K

(Marsh dan Rodriguez Renioso, 2006). Kurva isotherm adsorpsi pada temperatur

150 ˚C disajikan pada Gambar 17. Dapat diamati bahwa pada rasio impregnant

kurva isoterm adsorpsi menunjukkan kurva tipe IV berdasarkan klasifikasi

IUPAC. Kurva tipe IV ditunjukkan dengan adanya hysteresis loop yang

diakibatkan oleh kondensasi nitrogen pada struktur mesopori karbon aktif (Marsh

81

dan Rodriguez-Renioso, 2006). Oleh karena itu dapat disimpulkan struktur karbon

aktif yang dihasilkan merupakan struktur mesopori.

Tabel 7. Analisis SAA pada Karbon Aktif Tandan Pisang

Hasil SAA

Luas permukaan Langmuir 69,17 m2/g

Luas permukaan BET 46,30 m2/g

Volume total pori 0,1069 cc/g

Rerata jari-jari pori 46,1884 Å

Hasil Perhitungan

BET

Luas permukaan (SA) 12.966 m2/g

Luas permukaan spesifik (SSA) 136.628 m2/g

Volume total pori (Vt) 0.729206312 Å

Rerata jari-jari pori 1.4584 Å

Diameter pori 2.916825248 Å = 0,29

nm

Untuk menghitung hasil dari Tabel 7 perlu diketahui dahulu bahwa nilai

slope dan intersep yaitu sebesar 73,996 dan 1,214 sedangkan nilai koefisien

korelasi dari persamaan adalah 0,998441 yang terdapat pada lampiran 5. Pada luas

permukaan menunjukkan nilai sebesar 12.966 m2/g dan luas permukaan

spesifik136.628 m2/g.

5.3 Aplikasi Adsorben Karbon Aktif Tandan Pisang terhadap Adsorpsi Fenol

Aplikasi karbon aktif merupakan proses adsorpsi dimana karbon aktif

bertindak sebagai adsorben atau penjerap, sedangkan larutan fenol sebagai

adsorbat atau merupakan fase yang diadsorpsi. Proses Adsorpsi dikalukan oleh

82

permukaan pori-pori dari karbon aktif (secara fisika), dan gugus-gugus yang ada

di permukaan karbon aktif (secara kimia) dengan menjerap senyawa organik

membentuk ikatan kovalen.

5.3.1 Penentuan pH Optimum Adsorpsi Fenol oleh Karbon Aktif Tandan

Pisang

Pengaruh pH terhadap adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang

dilakukan dengan penambahan 0,5 gram karbon ke dalam larutan fenol

konsentrasi 100 ppm sebanyak 50 ml dengan variasi pH yaitu 3,5,7 dan 8 dan

dishaker selama 30 menit. Jumlah fenol yang diadsorpsi oleh karbon aktif tandan

pisang sebagai fungsi pH dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Penentuan pH Optimum

Dari Gambar 18 menyatakan bahwa jumlah fenol yang diadsorpsi oleh

karbon aktif tandan pisang pada kondisi pH semakin besar atau kondisi pH

menuju keadaan basa cenderung mengalami penurunan yang signifikan.

Penurunan setelah pH 3 terjadi karena jumlah proton (H+)berkurang sehingga

arang tidak akan membentuk muatan positif, sehingga adsorpsi yang terjadi lebih

83

sedikit (Sunandar, 2012). Untuk kondisi pH 7 daya adsorpsi karbon aktif terhadap

fenol sangat jelek dan bisa dikatakan proses adsorpsi sangat sedikit. Namun pada

pH 8 terjadi kenaikan daya adsorpsi yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa

karbon aktif pada kondisi pH netral tidak mengalami adsorpsi yang maksimal,

karena karbon aktif didesain pada kondisi netral sehingga ketika berada pada pH

netral tidak mengalami perubahan yang signifikan. Adapun pH optimum adsorpsi

fenol oleh karbon aktif tandan pisang adalah pH 3 dengan jumlah fenol yang

teradsorpsi sebesar 4,62 mg/g.

Penentuan pH Optimum ditentukan dengan banyaknya fenol yang paling

banyak terjerap. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Banyaknya fenol yang terjerap oleh Adsorben

Fenol

pH Banyaknya fenol

terjerap (mg/g)

Sisa fenol (mg/L) Persen yang terjerap

(%)

3 4,62 53,8 46,2

5 3,94 60,6 39,4

7 1,81 81,9 18,1

8 3,07 69,3 30,7

5.3.2 Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi Fenol oleh Karbon Aktif Tandan

Pisang

Penentuan waktu optimum adsorpsi bertujuan untuk mengetahui berapa

banyak banyak fenol (mg/g) yang terjerap sebagai fungsi waktu .Waktu optimum

84

adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang ditentukan dengan menghitung

jumlah fenol yang diadsorpsi sebagai fungsi waktu. Pengaruh waktu terhadap

adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang dilakukan dengan penambahan 0,5

gram karbon ke dalam larutan fenol konsentrasi 100 ppm sebanyak 50 ml dengan

keadaan pH 3 dan variasi waktu shaker yaitu 0, 15, 30 dan 45 menit. Hasil

penelitian untuk penentuan waktu optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif

tandan pisang dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Waktu optimum adsorpsi fenol

Berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa adsorpsi fenol tanpa perlakuan

shaker atau 0 menit adalah sebesar 2,81 mg/g. Adsorpsi mengalami kenaikan pada

waktu 15 menit pertama yaitu dengan besar adsorpsi 3,93 mg/g dan setelah itu

cenderung meningkat secara signifikan pada setiap kenaikan lama waktu

pengadukan. Hal ini dapat dilihat bahwa hasil optimasi waktu adsorpsi yang

optimal berada pada waktu 45 menit dengan besar adsorpsi 4,61 mg/g. Waktu

85

optimum ini akan digunakan sebagai penelitian selanjutnya. Hal ini dapat

ditunjukkan oleh Tabel 9.

Tabel 9. Waktu Optimum pada Adsorpsi Fenol

t (Menit) 0 15 30 45

Banyaknya Zat yang

Teradsorpsi (mg/g)

2,81 3,93 4,4 4,61

Dari Tabel 9 dapat terlihat bahwa penambahan waktu adsorpsi dapat

meningkatkan kemampuan adsorpsi bahkan cenderung naik karena sisi pada

permukaan adsorben membuka dengan lebar. Untuk mengetahui model kinetika

adsorpsi fenol, persamaan orde satu semu dan orde dua semu digunakan. Data

kinetika adsorpsi diproses untuk memahami dinamika dari proses adsorpsi

berdasarkan orde adsorpsi. Data kinetika megikuti model orde dua semu. Dimana

qe dan qt adalah jumlah fenol yang diadsorpsi pada kesetimbangan dan pada

waktu tertentu ,t (menit), dan tetapan laju k, kapasitas adsorpsi pada

kesetimbangan. Yang merupakan persamaan laju orde dua semu. Persamaan

tersebut dapat ditulis dalam bentuk linear yaitu sebagai berikut:

Apabila laju orde dua terpenuhi maka akan didapat grafik linier dengan

t/qe berbanding t. Hasil yang diperoleh dari fenol dapat dilihat pada Gambar 20.

86

Tabel 10. Waktu terhadap Banyaknya Fenol Terjerap Adsorben

t (menit) 0 15 30 45

t/qe 0 3,8168 6,8182 9,7614

Gambar 20. T/qe berbanding T

Berdasarkan Gambar 20 menyatakan memang benar laju orde reaksi yang

terjadi yaitu laju orde dua. Hal ini dapat dibuktikan dengan membuat grafik linear

sesuai pada data Tabel 10 dan diperkuat dengan nilai regresi yang mendekati satu.

Nilai regresi dianggap baik jika mendekati angka satu atau kurang dari 0,9. dari

hasil penentuan orde semu reaksi didapatkan nilai regresi pada fenol sebesar

0,9958. Dari hasil regresi yang diperoleh dapat dibuktikan bahwa fenol memenuhi

persamaan orde dua semu. Selanjutnya ditentukan nilai k ( kapasitas adsorpsi)

dengan persamaan orde dua semu yang telah dijelaskan dengan nilai k yang

didapat yaitu sebesar 3,2676 m-1

.

87

5.3.3 Penentuan Berat Optimum Adsorpsi Fenol oleh Karbon Aktif Tandan

Pisang

Berat optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang ditentukan

dengan menghitung jumlah fenol yang diadsorpsi sebagai fungsi berat. Pengaruh

berat terhadap adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang dilakukan dengan

penambahan 0, 0,5, 1, 1,5 gram karbon ke dalam larutan fenol konsentrasi 100

ppm sebanyak 50 ml dengan keadaan pH 3 dan waktu shaker yaitu 45 menit.Hasil

penelitian untuk penentuan berat optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan

pisang dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Berat Optimum Adsorpsi Fenol

Dari data Gambar 21 yang didapat setiap penambahan berat karbon aktif

tandan pisang dengan konsentrasi yang sama, hasil yang didapat berbanding lurus

dengan daya adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang. Hal ini dttunjukkan

dengan semakin banyak karbon aktif yang digunakan maka banyaknya zat yang

teradsorpsi semakin kecil. Untuk berat 0 gram atau tanpa adsorben daya adsorpsi

0 mg/g seiring dengan berat 0,5 gram daya adsorpsi sebesar 4,7 mg/g. Begitu

88

juga dengan berat 1 gram dan 1,5 gram adsorben secara berturut-turut hasil

adsorpsi sebesar 3,205 dan 2,393 mg/g.

5.3.4 Penentuan Konsentrasi Optimum Adsorpsi Fenol oleh Karbon Aktif

Tandan Pisang

Konsentrasi optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang

ditentukan dengan menghitung jumlah fenol yang diadsorpsi sebagai fungsi

konsentrasi. Pengaruh konsentrasi terhadap adsorpsi fenol oleh karbon aktif

tandan pisang dilakukan dengan penambahan 1,5 gram karbon ke dalam larutan

fenol dengan variasi konsentrasi 0, 50, 100, 150, dan 200 ppm sebanyak 50 ml

dengan keadaan pH 3 dan waktu shaker yaitu 45 menit.Hasil penelitian untuk

penentuan konsentrasi optimum adsorpsi fenol oleh karbon aktif tandan pisang

dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Konsentrasi Optimum Fenol

Berdasarkan Gambar 22daya serap karbon aktif tandan pisang menunjukan

peningkatan. Jumlah peningkatan Fenol yang teradsorpsi berbanding lurus dengan

konsentrasi dimana konsentrasi Fenol yang tinggi akan menyebabkan makin

banyak Fenol yang berinteraksi dengan pori maupun permukaan dari karbon aktif

89

sehingga jumlah Fenol yang teradsorpsi semakin banyak. Selain itu, hal ini juga

ditentukan oleh kapasitas adsorpsi dari masing-masing karbon aktif. Jumlah Fenol

yang diadsorpsi sebagai fungsi konsentrasi ditentukan untuk menghitung kapasitas

adsorpsi. Menurut teori adsorpsi Langmuir, pada permukaan adsorben terdapat

sejumlah tertentu situs- situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan.

Selama situs-situs aktif adsorben belum jenuh oleh adsorbat, maka penambahan

konsentrasi adsorbat yang diinteraksikan akan meningkatkan secara linier jumlah

adsorbat yang teradsorpsi. Apabila situs-situs aktif adsorben telah jenuh, maka

penambahan konsentrasi selanjutnya tidak akan meningkatkan jumlah adsorbat

yang teradsorpsi (Oscik, 1982).

Untuk 1,5 gram arang aktif pada konsentrasi awal 0 mg/L diperoleh

banyaknya zat fenol yang terserap sebesar -0,363 mg/g kemudian terjadi

peningkatan adsorpsi pada konsentrasi 50 mg/L sebesar 1,1 mg/g , kenaikan

terjadi hingga penambahan konsentrasi sebesar 200 mg/L yaitu 4,686 mg/g. Hal

ini dikarenakan pada arang aktif belum mencapai kondisi jenuh sehingga dapat

mengikat fenol lebih banyak (Sunandar, 2012).

Untuk kapasitas adsorpsi fenol didapat dari persamaan isotherm adsorpsi

yaitu persamaan Lanmuir dan Freudlich. Isotherm Langmuir menunjukkan bahwa

permukaan dri karbon aktif adalah monolayer atau satu lapis, karena mengandung

sejumlah tertentu pusat-pusat aktif identik atau lanmuir menganggap bahwa

energi adsorpsi seragam pada permukaan dan tidak dapat berpindah adsorbat,

pada bidang permukaan (Namasivayam,1997). Adapun persamaan langmuir

yaitu:

90

( )

Dimana Ce adalah konsentrasi fenol (mg/L) pada kesetimbangan. a adalah

kapasitas adsorpsi dan b adalah konstanta adsorpsi.Sedangkan persamaan

Freudlich beranggapan bahwa energi permukaan itu heterogen, dengan

persamaannya yaitu:

(

)

Dimana, x adalah jumlah fenol yang teradsorpsi(mg/g), m adalah massa

adsorben (g), Ce adalah konsentrasi kesetimbangan fenol (mg/L),k dan n yaitu

tetapan yang menghubungkan semua faktor mempengaruhi proses adsorpsi,seperti

kapasitas adsorpsi dan intensitas adsorpsi.

Untuk menentukan persamaan isotherm Langmuir dan Freundlich dapat

dihitung dengan harga x/m, Ce/(x/m), log Ce, dan log (x/m) dimana x/m yaitu

jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif pada variasi konsentrasi 50, 100,

150 ,dan 200 mg/L ,yang ditunjukkan pada Tabel 11 dibawah ini:

Tabel 11. Isotherm Langmuir dan Freundlich

Co

mg/L

Ce

mg/L

C selisih

mg/L

Langmuir Freundlich

(x/m) Ce/(x/m) log Ce Log

(x/m)

50 17 33 1,1 15,4545 1,2304 0,0414

100 32,1 67,9 2,2633 14,1828 1,5065 0,3547

150 43,6 106,4 3,5467 12,2931 1,6395 0,5498

200 59,4 140,6 4,6867 12,6742 1,7738 0,6709

91

Berdasarkan Tabel 11 diatas maka dibuat grafik dengan memplotkan

Ce/(x/m) berbanding Ce untuk persamaan isotherm Langmuir, sedangkan untuk

persamaan Freundlich memplotkan log (x/m) dengan log Ce. Dapat dilihat pada

Gambar 23 dan Gambar 24 di bawah ini.

Gambar 23. Ce/(x/m) berbanding Ce (Langmuir)

Gambar 24. log (x/m) dengan log Ce (Freundlich)

Berdasarkan Gambar 24 dapat dilihat bahwa adsorpsi senyawa fenol

mengikuti model persamaan Freundlich yang dapat diindikasikan dari

meperbandingkan nilai determinasi (R2) yang mendekati nilai 1 atau kurang dari

92

0,9 yaitu sebesar 0,9958. Dari penentuan diatas dapat diketahui bahwa karbon

aktif tandan pisang mengalami fisisorpsi atau penjerapannya merupakan

multilayer atau lebih dari satu lapisan.

Tabel 12. Harga Konstanta Langmuir dan Freundlich pada Fenol

Fenol

Langmuir Freundlich

A (Kapasitas

Adsorpsi)

B (Energi

Adsorpsi)

K ( Kapasitas

Adsorpsi)

N ( Intesitas

Adsorpsi)

-0,02388 mg/g -22,4874 1,1970 mg/g 1,0257

Tabel 12 menunjukkan bahwa persamaan Langmuir memiliki kapasitas

adsorpsi fenol kecil yaitu sebesar -0,02388 mg/g seiring dengan kapasitas

adsorpsi yang rendah, energi adsorpsi pun kecil -22,4874 KJ/Mol. Nilai negatif

dari energi bebas menunjukan bahwa adsorpsi berlangsung secara spontan.

Sedangkan pada persamaan Freundlich memperkuat jika karbon aktif mengikuti

persamaan Freundlich yaitu dengan harga n yang menunjukkan intensitas

adsorpsi besar yaitu 1,0257 dan kapasitas adsorpsi sebesar 1,1970 mg/g. Hal ini

menunjukkan proses adsorpsi terjadi pada banyak lapisan dan model isoterm ini

mengangsumsikan bahwa adsorpsi terjadi secara fisika (Sembodo,2005). Hasil

pada Tabel 12 dan Gambar 24 ini menunjukkan kecocokan model isoterm

adsorpsi yang terjadi pada karbon aktif tandan pisang yaitu adsorpsi secara fisika

(Freundlich).

93

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan dibahas maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Kadar air sebesar 0,939 % dan kadar abu sebesar 9,5 %, sesuai dengan

Standar Karbon menurut SII No.0258-88.

2. Karbon aktif tandan pisang berbentuk pori sesuai tipe IV yaitu mesopori

dengan luas permukaan 46,30 m2/g, ukuran pori 46,19 Å dan volume pori

0,1069 cc/g.Unsur yang terkandung pada karbon yaitu Zn (Zink) 22,1 %

dan C (Carbon) 20 %.

3. Kinetika adsorpsi mengikuti persamaan Orde Dua Semu dengan R2

0,9979, dan nilai K sebesar 3,2676 m-1

. Isoterm Adsorpsi mengikuti

model isoterm adsorpsi Freundlich, dengan nilai determinasi (R2) 0,9958,

dan nilai intensitas adsorpsi (n) juga kapasitas adsorpsi (k) yaitu 1,0257

dan 1,1970 mg/g.

6.2 Saran

Perlu adanya dilakukan memodifikasi arang aktif dalam upaya

memperluas pori-pori pada permukaan arang aktif, serta penentuan optimasi

kecepatan pengadukan, suhu pemanasan, dan kinetika adsorpsi untuk mengetahui

daya adsorpsi karbon aktif tandan pisang terhadap fenol.

94

DAFTAR PUSTAKA

A.Fuadi .R., Mirah .H., Jo .H. 2008. Pembuatan Karbon Aktif Dari Pelepah

Kelapa (Cocus Nucifera). Jurnal Penelitian, Jurusan Teknik Kimia

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.

Abadi, N. 2005.” Pembuatan Arang Aktif Dari Serbuk Gergaji Kayu Sengon dan

Penerapannya Untuk Menyerap Zat Warna Tekstil.” Skripsi. Semarang :

UNNES.

Adinata, M.R. 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang sebagai Karbon

Aktif.Jurnal Penelitian. Fakultas Teknologi Industri. Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Anonim.2011.https://www.academia.edu/9092022/Laporan_Praktikum_Spektrofo

tometer_UV_VIS. Diakses Oktober 2016.

Anonim. 2012. http://www.wikipedia.co.id/Asam_Sulfat. Diakses pada Oktober

2016.

Anonim.2012. http://www.wikipedia.co.id/Zinc_Clorida. Diakses pada Oktober

2016.

Anonim.2012.. http://www.wikipedia.co.id/Kalium Hidroksida. Diakses Oktober

2016.

Atkins,P.W.1997.Kimia Fisika 2. Erlangga.Jakarta

Azizah,N. 2009. “ Penurunan Kadar Insektisida Deltametrin Menggunakan

Adsorben Karbon Aktif Dari Limbah Penggergajian Kayu Jati.” Skripsi.

Semarang:UNNES.

Baksi., Soumitra .B., dan Mahajan.S. 2006. Activated Carbon from Bamboo-

Technology Development towards Commercialisation. Retrieved from

http:// w.w.w. tifac. Org. in/news/accarbon. Html. India.

Bakti, H. 1998. Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Erlangga. Jakarta

Balai penelitian dan pengembangan industri. Penelitian, pengembangan

pembuatan arang aktif dari kayu Galam. Departemen Perindustrian.

Banjarbaru. 1982 .

Banat, F. A., Al-Asheh, Al-Makhdneh, L. 2003.Evaluation of the use of raw and

activated date pits as potential adsorbents for dyes cotaining waters.

Process Biochemistry, 39, 193-202.

Basset,J. Denny.R.C. Jeffrey.G.H. dan Mendham.J.1994. Buku Ajar Vogel Kimia

Analisis Kuantitatif Anorganik.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

95

Budiman. A. 2001. Pembuatan Karbon Aktif dari kulit buah kapuk randu dengan

aktifator ZnCl2. Jurnal Penelitian.

Buhani., Suharso dan Sumadi. 2010. Adsorption Kinetics and Isotherm of Cd (II)

Ion on Nannochloropsis sp Biomass Imprinted Ionic

Polymer.Desalination. 259: 140-146

Byrne,J.F.,and Mars,H.1995. Introductory Overview: Porosity in Carbon.

London: Edward Arnold.

Cameron Carbon Incorporated (CCI). 2006. Activated Carbon manufacture,

structure and properties, Amerika.

Cheremisinoff., Morresi. 1978. Carbon Adsorption Applications, Carbon

Adsorption Handbook; Ann Arbor Science Publishers, Inc, Michigan. 7-8.

Michigan.

Dekindo.,LIPI,1998/1999(http://www.dekindo.com/content/teknologi/Pembuatan

ArangAktifDariTe mpurung Kelapa.htm - LIPI, 1998/1999). Diakses

Oktober 2016.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2003. Syarat Mutu dan Uji Arang

Aktif SII No. 0258-88. Palembang: Balai Perindustrian dan Perdagangan.

Fatimah, I. 2003. „Analisis Fenol Dalam Sampel Air Menggunakan

Spektrofotometri Derivatif’. Logika, Vol. 9. No. 10 .ISSN: 1410-

2315. Jakarta

Fatimah. S. Haryati. I. dan Jamaluddin. A. 2009. „Pengaruh Uranium Terhadap

Analisis Thorium Menggunakan Spektrofotomer UV-Vis‟. Jurnal. ISSN:

1978-0176.Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir: Yogyakarta.

Fauziah. N. 2009. “Pembuatan Arang Aktif Secara Lagsung dari Kulit Acasia

mangium Wild dengan Aktivasi Fisika dan Aplikasinya Sebagai

Adsorben”. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: IPB.

Fessenden. R. J dan Fessenden, J. S. 1984. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta :

Erlangga.

Foo .P.Y.L dan Lee .L.Y. Preparation of Activated Carbon from Parkia

Speciosa Pod by Chemical Activation. Ind. Eng. Chem. Res. Vol II

2078-0958 2010 : hal. 34-37.

Freedonia. 2014. World Activated Carbon [Online], www.marketresearch.

com/product/display.asp?productid=2717702. diakses Oktober 2016.

96

Garcia .G,A., Gregorio,A., Boavida, D., dan Gulyurtlu, I. 2002. Production and

Characterization of Activated Carbon from Pine Wastes Gasified in A

Pilot Reactor, National Institute of Engineering and Industrial

Technology, Estrada do Paco do Lumiar,22, Edif.J, 1649-038, Lisbon,

Portugal.

Gunawan.R. Wirawan. T. dan Sunandar.N.N.H. 2012. Adsorpsi Fenol Oleh Arang

Aktif Dari Ampas Kopi. Jurnal Kimia Mulawarman. Volume 9 No 2, Mei

2012.

Hakim, R. 2003, Adsorpsi Ion Cd 2+ pada Karbon Aktif Kulit Buah Kakao

(Theobroma cacao), Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hapsoro, Tri, Wilibrodus. 2014. Laporan Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung

Kelapa. Universitas Jember. Jember.

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia: Jakarta.

Hart,H.1983. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam. Jakarta:

Erlangga.

Hasrin. 2010. Instrumen Kimia SEM-EDX.(http://anekakimia.blogspot.com).

Diakses Oktober 2016.

Herawati,D. 1998. Uji Kemampuan Karbon Aktif Ampas Tebu dengan Aktivator

K2S terhadap Fenol. Skripsi. Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya.

Husin, H dan C.M. Rosnelly. 2005. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam

Timbal (Pb) Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang. Tesis.

Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Husni H., and Cut .M.R. 2004. “Preparation and Characterization of Activatid

Carbon from Banana Stem by Using Nitrogen Gas”. Journal Reserch

Teknik Kimia. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Jankwoska, H., Swiatkowski, A., and Choma, J. 1991. Active Carbon. 1st

Published Ellis Hardwood. USA.

Jannah, M. 2003. Adsorpsi Ion Cu 2+ pada Karbon Aktif Kulit Buah Kakao

(Theobroma cacao). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Jeanette, M. 1996. Pengembangan Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung

Kelapa. 26-27. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen

Perindustrian Manado.

97

Juliandini.F dan Trihardiningrum.Y. 2008. Uji Kemampuan Karbon Aktif Dari

Limbah Kayu Dalam Sampah Kota Untuk Penyisihan Fenol. Prosiding

Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII. Program Studi MMT-

ITS.Surabaya. 2 Februari 2008.

Kadirvelu.K, Thamaraiselvi.K, Namasivayam .C. 2001. Removal of Heavy

Metals from Industrial Waste Waters by adsorption on to Activated carbon

Preparad from an Agriculture Solid Waste. Bioresource Tech 76: 63-65.

Kennedy, L. J., Vijaya, J. J., and Sekaran, G. 2004. Effect of Two- Stage process

on the Preparation and Characterization of Porous Carbon Composite from

Rice Husk by Phosphoric Acid Activation,Ind. Eng. Chem. Res. 43. 1832-

1838.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-

51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan

Industri.

Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta

Kindy.I.N., Wahyuni.N.,dan Zaharah.T.A. 2015. Adsorpsi Fenol Menggunakan

Adsorben Karbon Aktif Dengan Metode Kolom.JKK.Tahun 2015. Volume

4 (1) hal 17-21.ISSN 2303-1077.

Kirk, O. 1992. Encyclopedia Of Chemical Technology 2nd Edition Vol 4. John

Willy and Sons.

Kusmartanti. A. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Penurunan Kadar Abu Tepung

Beras Dengan Menggunakan Alat Furnace. Skripsi. Program Studi

Diploma III Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang.

La Hasan. N., Zakir. M.,Budi. P., 2015. Desilikasi Karbon Aktif Sekam Padi

Sebagai Adsorben Hg Pada Limbah Pengolahan Emas Di Kabupaten

Buru Propinsi Maluku. University of Hasanuddin.

Labuka. S. W.. 2003. Adsorpsi Natrium Dodekil Benzena Sulfonat (SDBS) oleh

Karbon Aktif dari Kulit Buah Kemiri. Skripsi. Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Lillo, R. M.A., Juan,J.J., Cazorla, A. D., Linares, S.A. 2003. Understanding

Chemical Reaction Between Carbon and NaOH and KOH: An Insight Into

the Chemical Activation Mechanism. Universidad de Alicante, Spain.

Lowell, S., Shields, J.E.. 1984. Powder Surface and Porocity. 2 nd ed. Chapman

and Hall Ltd. New York.

98

Manocha, S. 2003. Porous carbon. Sadhana 28 (l-2): 335-348.

Marsh, H. dan Rodriguez.R.F,. Activated Carbon. Elsevier Science & Technology

Books.2006.

Masitoh, Y. F., Sianita B. M. M. 2013. Pemanfaatan Arang Aktif Kulit Buah

Coklat (Theobroma Cacao L.) Sebagai Adsorben Logam Berat Cd (II)

Dalam Pelarut Air. Journal of Chemistry Vol. 2 No. 2. Department of

Chemistry.Faculty of Mathematics and Natural sciences State University

of Surabaya.UNESA.

Masykuri,M. Ashadi dan Susilowati,E.2005. Metode Derivative Spectrometry

Dalam Analisis Polutan Fenol pada Sampel Air dengan Turbiditas Tinggi.

Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Maulana.Andri. 2011. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar Petroleum Coke

Dengan Metode Aktivasi Kimia. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas

Indonesia: Jakarta.

Mc.Connachie.G.L., Warhurst.A.M., Pollard. S.J. , U.K.,Chipofya.V., Malawi.

1996. Activated carbon from Moringa husks and pods.22nd WEDC

Conference.Reaching The Unreached: Challenges For The 21 St Century.

New Delhi, India.

Mulja,M.,Suharman. 2005. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University

Press.

Muna.A.N. 2011. Kinetika Adsorpsi Karbon Aktif Dari Batang Pisang Sebagai

Adsorben Untuk Penyerapan ion Logam Cr(VI) Pada Air Limbah Industri.

Skripsi. Kimia. FMIPA UNNES.

Murti, S. 2008. Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung untuk Adsorpsi

Molekul Amonia dan Ion Chrom. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia

Namasivayam, C., Kardivelu, K., 1997. Activated carbons prepared from coir pit

by physical and chemical activation methods. Bioresource Technology

62,123-127.

Namasivayam, C., Prabha, D., And Kumutha, M. 1998. Removal Of Direct Red

And Acid Brilliant Blue By Adsorption On To Banana Pith. Biosource

Technology. No. 64: Hal 1.

Nasruddin. 2002. Adsorpsi Zat Warna Eryonil Brill Blue Pada Arang

Aktif Dari Kayu Bakau (Rhizopora, Sp). Skripsi. Makassar: Jurusan

Kimia. Fmipa. Universitas Hasanuddin.

99

Nasrullah, N. 2003. Adsorpsi Zat Warna Merah Reaktif-1 pada Karbon Aktif dari

Kulit Kemiri (Aleurites Molluccana Wild). Skripsi. Universitas

Hasanuddin. Makassar.

Nurul. K. 2011. Pengaruh Konsentrasi Aktivator Kimia Asam Klorida dan Kalium

Hidroksida Terhadap Kualitas Karbon Aktif dari Bambu. Skripsi. Teknik

Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

Oscik J. 1982. Adsorption. John Wiley and Sons Inc. West Sussex.

Othmer K. 1940. Encyclopedia of Chemical Technology. Interscience Publisher

John Willey and Sons. Inc. New York.

PDII-LIPI, 2011. (http://www.pdii.lipi.go.id/- PDII-LIPI, 2011). Diakses Oktober

2016.

Prabawati, S., Suyanti dan Setyabudi, D. A. 2008. Teknologi Pascapanen dan

Teknik Pengolahan Buah Pisang. Penyunting: Wisnu Broto. Balai Besar

Penerbitan dan Pengembangan Pertanian.

Prabowo, A. L. 2009. Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung serta

Aplikasinya untuk Adsorbsi Cu, Pb, dan Amonia. Skripsi. Universitas

Indonesia, Depok.

Priatmoko,S dan Cahyono, E. 1995. Struktur dan Pembuatan Arang Aktif.

Semarang : Media Pendididkan MIPA edisi No 3 IKIP Semarang.

Prilianti, R. 2003.” Pengaruh Jenis Aktivator , Rasio Aktivator Dri Tempurung

Kelapa Serta Waktu Alir Gas CO2 Terhadap Kapasitas Adsorpsi Arang

Aktif Tempurung Kelapa.” Skripsi. Semarang: UNNES.

Pujiarti, R, J.P. Gentur. S. 2007,. Mutu Arang Aktif dari Limbah Kayu Mahoni

(Swietenia macrophylla King) sebagai Bahan Penjernih Air.

http://www.google.com. Jakarta. Diakses Oktober 2016.

Pujiyanto.2010. Pembuatan Karbon Aktif Super dari Batubara dan Tempurung

Kelapa.Skripsi,Depok, Departemen Teknik Kimia FTUI.

Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. 1997. Manfaat Karbon Aktif dalam

Dunia Industri Sumber. LIPI.

Putranto, A.D dan Razif, M. 2005. Pemanfaatan Kulit Biji Mete Untuk

Arang Aktif Sebagai Adsorben Terhadap Penurunan Parameter Phenol.

Jurnal Purifikasi, 6(1): 37-42., Institut Teknologi Sepuluh Nopember-

Surabaya.

100

Putranto, A.,Liem, V.,dan Andreas, A. 2015. Sintesis Karbon Aktif dari Kulit

Salak Aktivasi Kimia-Senyawa KOH sebagai Adsorben Proses Adosprsi

Zat Warna Metilen Biru, Seminar Nasional Teknik Kimia,Universitas

Katolik Parahyangan, Bandung.

Rachakornkij, M., Ruangchuay, S., dan Teachakul Wiroj , S. 2004.

Removal Of Reactive Dyes From Aqueous Solution Using Baggase

Fly Ash. Thailand: Department Of Environmental Engineering,

Faculty Of Engineering, Chulalongkorn University, Bangkok, 10330.

Rajeshwar M.S., Amar P. Y.,Bhadra P.P.,Ram.P.R, 2012. Preparation and

Characterization of Activated Carbon from Lapsi (Choerospondias

axillaris) Seed Stone by Chemical Activation with Phosphoric acid.

Res.J.Chem. Sci. Vol. 2(10). Tribhuvan University, NEPAL.

Rianto, S., Mujinem, dan Aminhar, L. 2009.Pembuatan Sistem Perangkat Lunak

Alat Surface Area Meter Sorptomatic 800. Yogyakarta: Pusat Teknologi

Akselerator dan Proses Bahan.

Rousseau, R. W. 1987. Handbook Of Separation Process Technology. John Wiley

and Sons Inc. United States. pp.67.

Sani. 2011. Pembuatan Karbon Aktif dari Tanah Gambut. Jurnal Teknik Kimia

Vol.5, No.2. UPN “ Veteran “. Jawa Timur.

Saragih, S.A. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Batubara

Riau sebagai Adsorben. Tesis. Fakultas Teknik. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Sastrohamidjojo,H.1991. Spektrosfotokopi,edisis kedua. Liberty. Yogyakarta

Satuhu, S. dan Supriyadi, A. 2000. Bab 2. pdf. [Online]. Tersedia:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-madhyastap-

5256- 3-bab2.pdf [4 Oktober 2016]

Sembiring., Meilita.T & Sinaga. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proes

Pembuatannya). Universtas Sumatra Utara.

Sembodo B.S.T. 2005.Isoterm Kesetimbangan Adsorsi Timbal Abu Sekam Padi.

Ekuilibrium. 4(2): 100-105.

Setyowati, E. 1998. Uji Kemampuan Karbon Aktif Ampas Tebu dengan Aktivator

ZnCl2 terhadap Fenol. Skripsi. Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya.

101

Sherliy. 2004. Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Kulit Tempurung Kenari

(Canarium Commune) Sebagai Adsorben Fenol Dalam Air. Skripsi.

Makassar: Jurusan Kimia, Fmipa, Universitas Hasanuddin.

Siti.S. 2008. ” Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Buah Mahoni dengan

Perlakuan Perendaman dalam Larutan KOH,” Prosiding Seminar Nasional

Teknoin 2008 Bidang Teknik Kimia dan Tekstil

Skoog , D.A., West, D.M dan Holler, F.J. 1998. Fundamental of Analytical

Chemistry ,7 th edition, Thomson Learning Inc., New York.

Slamet, R. Arbianti dan Daryanto. 2005. Pengolahan Limbah Organik (Fenol)

dan Logam Berat (Cr6+

atau Pt4+

) secara Simultan dengan Fotokatalis

TiO2,ZnOTiO2, dan CdS-TiO2, Makara. Teknologi. Universitas

Indonesia. Fakultas Teknik, Depok, 9(2): 66-7.

SNI – 06- 6989.21-2004. Air dan Air Limbah- Bagian 21: Cara uji kadar Fenol

Secara Spektrofotometri.

Sontheimer, J.E. 1985. Activated Carbon for Water Treatment, Netherlands,

Elseiver,pp.51-105.

Stevens,M.P.2001.Kimia Polimer. PT. Pradnya Paramitha, Cetakan pertama,

Jakarta.

Sudibandriyo, M. 2003. A Generalized Ono-Kondo Lattice Model For High

Pressure on Carbon Adsorben, Ph.D Dissertation, Oklahoma State

University.

Sudradjat, R. Tresnawati, D. dan Setiawan, D. 1985. Pembuatan Arang Aktif Dari

Tempurung Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Bogor.

Sugumuran.P., Priya. S. V., Ravichandran.P., Seshadri.S. 2012. Production and

Characterization of Activated Carbon from Banana Empety Fruit Bunch

and Delonix regia Fruit Pod. Journal of Sustainable Energy and

Enviromental 3(2012) 125-132. Karunya University. India.

Sulastri, S. 2005.. Mekanisme Adsorpsi. Universitas Negri Yogyakarta.

Yogyakarta.

Sunandar. N. N.H., Wirawan.T., Gunawan.R. 2012. Adsorpsi Fenol Oleh Arang

Aktif Dari Ampas Kopi. Jurnal Kimia Mulawarman Vol. 9 No. 2.

Universitas Mulawarman.

102

Sutiyono dan Endahwati.L. 2006. Pemanfaatan Kulit Kemiri Untuk Pembuatan

Arang Aktif Dengan Cara Pirolisis. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik.Vol 6.

No.2., UPN “Veteran”. Jakarta Timur.

Takeuchi, Y. 2006. Pengantar Kimia. Iwanami Publishing Company. Tokyo.

Teng, H., and Hsu, L.Y. 1999. High-Porosity Carbons Prepared from Bituminous

Coal with Potassium Hydroxide Activation,Ind. Eng. Chem. Res.38. 2947-

2953.

Teng, H., and Hsu, Y.F., Ho.J.A.,Hsieh.C.T. 1996. Preparation of Activated

Carbons from Bituminous Coals with CO2. Activation 1: Effects of

Oxygen Content in Raw Coals. Journal Article. Chung Yuan Christian

University, Taiwan.

Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Cetakan 13. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Trihendrardi, C. 1997. Pembuatan Karbon Aktif Dengan Metoda Chemical

Impregnating Agent Dengan Bahan Baku Serbuk Gergaji dari Pohon

Kelapa dan Pengujiannya Terhadap Parameter Phenol. Skripsi. Jurusan

Teknik Lingkungan FTSP ITS. Surabaya.

Valix, M., Cheung, W. H., And Mckay, G. 2004. Prepaparation Of

Activated Carbon Using Low Temperature Carbonization And

Physical Activation Of High Ash Raw Baggase For Acid Dye Adsorption.

Chemosphere. Vol 56: 2-3

Vitidsant. T., Suravattanasakul.T. dan Damronglerd.S. 1999. Production of

Activated Carbon from Palm-oil Shell by Pyrolysis and Steam Activation

in a Fixed Bed Reactor. ScienceAsia 25 (1999) : 211-222. Chulalongkorn

University, Bangkok.

Wang, Jun, Fu-An, Meng .W., Ning .O, Yao .L, Shui-Qiu .F, dan Xing .J.

2001.Preparation Of Activated Carbon From A Renewable

Agricultural Residu Of Pruning Mulberry Shoot. African Journal Of

Biotechnology, Vol. 9 (19).

Wawan Junaidi.2009. http://rangminang.web.id/2010/06/adsorpsi/Diakses

Oktober 2016.

Widodo, M. 2008. Proses Karbonisasi. UI Press. Jakarta

Wijaja, T. 2009. Studi proses hybrid: adsorpsi pada karbon aktif/membran

bioreaktor untuk pengolahan limbah cair industri. Surabaya : Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

103

Wijaya, E. 2005. Pemanfaatan Karbon Aktif Tempurung Kenari Sebagai

Adsorben 4-Klorofenol Dalam Air. Skripsi. Makassar: Jurusan Kimia,

Fmipa, Universitas Hasanuddin.

Wirawan, T. 2012. Adsorpsi Fenol Oleh Arang Aktif Dari Tempurung Biji

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Universitas Mulawarman-

Samarinda.

104

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

SKEMA CARA KERJA

A. Pembuatan Larutan Induk Fenol 1000 ppm

1 gram Fenol

Dimasukkan kedalam gelas beker dan Dilarutkan dengan

aquades sebanyak 100 ml

Dimasukkan kedalam gelas beker dan di larutkan dengan

sedikit aquades

Diaduk hingga homogeny dan dimasukkan kedalam labu ukur 1 Liter

Ditera hingga tanda batas dengan aquades

Larutan Induk Fenol 1000 ppm

105

B. Pembuatan Larutan Standar Fenol 20; 40; 60; 80; 100 ppm dari Larutan

Induk 1000 ppm sebanyak 50 ml

C. Pembuatan Larutan Zink Klorida 8 %

Dimasukkan kedalam gelas beker 250 ml, dilarutkan dengan

akuades sebanyak 100 ml

3 ml

larutan

induk fenol

4 ml

larutan

induk fenol

Dditera dengan Aquadest hingga tanda batas, dan dikocok hingga homogen

Ditera dengan akuades hingga tanda batas dan

dikocok hingga homogen

Diaduk hingga homogeny dan dimasukkan ke

dalam labu ukur 1000 ml

1 ml

larutan

induk fenol

Larutan Standar Fenol 20 ;40 ;60; 80 dan 100 ppm

80 gram zink klorida

2 ml

larutan

induk fenol

5 ml

larutan

induk fenol

Masing-masing dimasukkan pad labu ukur 50 ml

106

D. Pembuatan Karbon Aktif Tandan Pisang

500 gram tandan pisang kering yang telah dipotong kecil-kecil

Direndam dengan activator Zink Klorida 10% dengan pemanasan pada

suhu 800C selama 8 jam

Dicuci dengan aquades sebanyak 2 kali dan di lakukan proses karbonisasi hidrotermal selama 6 jam (hingga terbentuk arang )

Arang teraktivasi

Diblender hingga halus

Di furnace pada suhu 1500C selama 2 jam

Dicuci dengan larutan HNO3 5M selama 30 menit

Dicuci dengan aquadest hingga pH menjadi netral (pH 7)

Dioven pada suhu 1000C hingga kering

karbon Aktif Tandan Pisang Teraktivasi Zink Klorida 8%

Larutan Zink Klorida 8%

107

D.1 Uji Kadar Abu

dikarakterisasi

Kadar Air 1. FTIR

2. SEM-EDX

3. SAA

Kadar Abu

Difurnace pada suhu 6000C selama 2 jam

ditimbang

Dihitung kadarnya

0,5 Gram Adsorben ditimbang dalam krus

108

D.2 Uji Kadar Air

Didinginkan dalam desikator

0,5 Gram Adsorben ditimbang dalam cawan porselin

Dihitung kadar airnya

Dioven pada suhu 1500C selama 2 jam

ditimbang

109

E. Aplikasi Adsorpsi Fenol dengan Adsorben Tandan Pisang

E.1 Penentuan pH Optimum

Di ukur menggunakan spektrofotometri

UV-VIS pada panjang gelombang 269,5 nm

.nm

Residu

0,5 gram karbon aktif

Dishaker selama 30 menit

Filtrat

Disaring

Ditambah 50 ml larutan fenol 100 ppm dengan kondisi pH antara lain 3, 5,

7 dan 8

KONSENTRASI TERBESAR = pH

OPTIMUM

110

E.2 Penentuan Waktu Kontak Optimum

0,5 gram karbon aktif 50 ml larutan fenol 100 ppm dengan

kondisi pH optimum

Digojog dengan cara dishaker dengan variasi waktu 0, 15, 30 dan 45 menit serta 60 menit

disaring

filtrat

Di ukur menggunakan spektrofotometri

UV-VIS pada panjang gelombang 269,5 nm

Konsentrasi teradsorbsi terbesar = waktu

kontak optimum

Campuran ( dalam Erlenmeyer)

residu

111

E.3 Penentuan Berat Optimum

Ditambah 50 ml larutan fenol 100 ppm

dengan kondisi pH optimum

disaring

Residu

Digojog dengan cara dishaker dengan

waktu sesuai dengan waktu kontak

optimum

Karbon aktif dengan variasi berat 0;

0,5 ; 1; 1,5 gram

Filtrat

Konsentrasi terbesar = berat optimum

Di ukur menggunakan spektrofotometri

UV-VIS pada panjang gelombang 269,5 nm

.nm

112

E.4 Penentuan Kapasitas Adsorpsi Optimum

Karbon aktif dengan berat optimum

Filtrat

Di ukur menggunakan spektrofotometri

UV-VIS pada panjang gelombang 269,5 nm

.nm

Konsentrasi terbesar = konsentrasi

optimum

Ditambah 50 ml larutan fenol dengan

variasi konsentrasi 0, 50, 100, 150, dan

200 ppm dengan kondisi pH optimum

disaring

Digojog dengan cara dishaker dengan

waktu sesuai dengan waktu kontak

optimum

Residu

113

LAMPIRAN 2

PERHITUNGAN PEMBUATAN LARUTAN

A. Pembuatan larutan untuk standar larutan fenol

a. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 20 ppm. 50 ml

V1 = 1 ml

b. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 40 ppm. 50 ml

V1 = 2 ml

c. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 60 ppm. 50 ml

V1 = 3 ml

d. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 80 ppm. 50 ml

V1 = 4 ml

e. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 100 ppm. 50 ml

V1 = 5 ml

B. Pembuatan larutan fenol untuk penentuan pH, Waktu kontak dan Berat

Optimum

N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 100 ppm. 50 ml

V1 = 5 ml

114

C. Pembuatan Larutan Fenol untuk penentuan konsentrasi optimum

a. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 0 ppm. 50 ml

V1 = 0 ml

b. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 50 ppm. 50 ml

V1 = 2,5 ml

c. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 100 ppm. 50 ml

V1 = 5 ml

d. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 150 ppm. 50 ml

V1 = 7,5 ml

e. N1.V1 = N2.V2

1000 ppm. V1 = 200 ppm. 50 ml

V1 = 10 ml

115

LAMPIRAN 3

Data Pengamatan

1. Karakterisasi Karbon Aktif Tandan Pisang

Jenis Uji Tandan Pisang SII No.0258-88 Kadar Abu 9 Minimum 10 % Kadar Air 0,9 Maksimum 15% Luas Permukaan 46.304 300-3500 m

2/g

2. Karakterisasi pH Optimum Fenol dengan Spektrofotometri UV-VIS

2.1 Kurva Kalibrasi Standar Fenol

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

0 -0.000

20 0.250

40 0.392

60 0.608

80 0.829

100 1.140

y = 0,0109x - 0,0101 R² = 0,9894

-0,2

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

0 20 40 60 80 100 120

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi (ppm)

Standar Kalibrasi

116

2.2 Optimasi pH Fenol

pH Konsentrasi

awal

(mg/L) Absorbansi

Konsentrasi

Akhir

(mg/L)

Konsentrasi

teradsorpsi

(mg/L)

Banyaknya

zat

teradsorpsi

(mg/g)

%

teradsorpsi

3 100 0.583 53.8 46.2 4.62 46.2

5 100 0.657 60.6 39.4 3.94 39.4

7 100 0.887 81.9 18.1 1.81 18.1

8 100 0.75 69.3 30.7 3.07 30.7

3. Karakterisasi Waktu Optimum Fenol dengan Spektrofotometri UV-VIS

3.1 Kurva Kalibrasi Standar Fenol

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

0 -0.000

20 0.250

40 0.392

60 0.608

80 0.829

100 1.140

y = -0,44x + 5,89 R² = 0,6474

0

1

2

3

4

5

0 2 4 6 8 10

Ban

yakn

ya z

at t

era

dso

rpsi

(m

g/g)

pH

pH Optimum

117

3.2 Waktu Optimum Fenol

Waktu

(menit)

Konsentrasi

awal

(mg/L) Absorbansi

Konsentrasi

Akhir

(mg/L) (C)

Konsentrasi

teradsorpsi

(mg/L)

(x/m)

Banyaknya

zat

teradsorpsi

(mg/g)

%

teradsorpsi

0 100 0.779 71.9 28.1 2.81 28.1

15 100 0.658 60.7 39.3 3.93 39.3

30 100 0.607 56 44 4.4 44

45 100 0.584 53.9 46.1 4.61 46.1

y = 0,0109x - 0,0101 R² = 0,9894

-0,2

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

0 20 40 60 80 100 120

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi (ppm)

Standar Kalibrasi

y = 0,0391x + 3,057 R² = 0,8892

0

1

2

3

4

5

6

0 10 20 30 40 50

Ban

yakn

ya z

at t

era

dso

rpsi

(p

pm

)

Waktu (menit)

Waktu Optimum

118

3.3 Langmuir

adsorben 1/C (mg/L) 1/(x/m) R2 qm (mg/g) B

Arang 0.01390821 0.35587189

0.9665 1.2955046 -0.02535808 Aktif 0.01647446 0.25445293

Tandan 0.01785714 0.22727273

Pisang 0.01855288 0.21691974

3.4 Freundlich

adsorben Log C

(mg/L) Log (x/m) R

2 Log K 1/n

Arang 1.8567289 0.4487063

0.9912 3.6839 -0.57484479 Aktif 1.7831887 0.5943926

Tandan 1.748188 0.6434527

Pisang 1.7315888 0.6637009

y = -30,44x + 0,7719 R² = 0,9665

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0 0,005 0,01 0,015 0,02

1/(

x/m

)

1/C

Langmuir

119

3.5 Parameter Kinetika Adsorpsi Orde 1

Waktu

(menit)

Konsentrasi

awal [A]0

(mg/L)

Konsentrasi

akhir [A]

(mg/L) Ln [A]

Konstanta

laju (k1) R

2

0 100 71.9 4.27527626

- 0.9102 15 100 60.7 4.1059437

30 100 56 4.02535169

45 100 53.9 3.98713048

y = -1,7396x + 3,6839 R² = 0,9912

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,72 1,74 1,76 1,78 1,8 1,82 1,84 1,86 1,88

Log

(x/m

)

Log C

Isotherm Freundlich

y = -0,0565x + 4,4234 R² = 0,9606

3,9

4

4,1

4,2

4,3

0 2 4 6 8 10

Ln [

A]

Waktu (menit)

Kinetika Adsorpsi Orde 1

120

3.6 Parameter Kinetika Adsorpsi Orde 2

Waktu

(menit)

Konsentrasi

awal [A]0

(mg/L)

Konsentrasi

akhir [A]

(mg/L)

Konstanta

laju (k2) R

2

0 100 71.9 0.013908206

3,267 0.9297 15 100 60.7 0.016474465

30 100 56 0.017857143

45 100 53.9 0.018552876

4. Karakterisasi Berat Optimum Fenol dengan Spektrofotometri UV-VIS

4.1 Kurva Kalibrasi Standar Fenol

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

0 -0.000

20 0.190

40 0.378

60 0.575

80 0.773

100 1.050

y = 0,0001x + 0,0144 R² = 0,9297

0

0,005

0,01

0,015

0,02

0 10 20 30 40 50

1/[

A]

Waktu (menit)

Kinetika Adsorpsi Orde 2

121

4.2 Berat Optimum Fenol

Bera

t (g)

Konsentras

i awal

(mg/L)

Absorbans

i

Konsentras

i Akhir

(mg/L)

Konsentras

i

teradsorpsi

(mg/L)

Banyakny

a zat

teradsorps

i (mg/g)

%

teradsorps

i

0 100 0.873 87 13 1.3 13

0.5 100 0.532 53 47 4.7 47

1 100 0.36 35.9 64.1 6.41 64.1

1.5 100 0.283 28.2 71.8 7.18 71.8

y = 0,0103x - 0,0197 R² = 0,995

-0,2

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

0 20 40 60 80 100 120

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi (mg/L)

Kalibrasi Standar Fenol

122

5. Karakterisasi Konsentrasi Optimum Fenol dengan Spektrofotometri UV-

VIS

5.1 Kurva Kalibrasi Standar Fenol

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi

0 -0.000

20 0.192

40 0.373

60 0.563

80 0.777

100 1.060

5.2 Konsentrasi Optimum Fenol

Konsentra

si (ppm)

Konsentra

si awal

(mg/L)

Absorban

si

Konsentra

si Akhir

(mg/L)

Konsentra

si

teradsorps

i (mg/L)

Banyakn

ya zat

teradsorp

si (mg/g)

%

teradsorp

si

0 0 0.11 10.9 -10.9 -1.09 -10.9

50 50 0.171 17 33 3.3 33

100 100 0.323 32.1 67.9 6.79 67.9

150 150 0.439 43.6 106.4 10.64 106.4

200 200 0.597 59.4 140.6 14.06 140.6

y = 0,0104x - 0,0233 R² = 0,9931

-0,2

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

0 20 40 60 80 100 120

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi (mg/L)

Kalibrasi Standar Fenol

123

6. Rendemen

( )

= 54,4%

7. Penentuan Kadar Air

Dengan : a = berat cawan + sampel (awal) gram

b = berat cawan + sampel kering (akhir) gram

c = berat sampel awal (gram)

= 0,9396%

8. Penentuan Kadar Abu

=

x 100% = 9.58

y = 0,0251x - 0,2627 R² = 0,9982

-1

0

1

2

3

4

5

6

0 50 100 150 200 250

Ban

yakn

ya z

at t

era

dso

rpsi

(m

g/g)

Konsentrasi (ppm)

Konsentrasi Optimum

124

LAMPIRAN 4

PERHITUNGAN ADSORPSI FENOL

Menghitung jumlah fenol yang teradsorp oleh karbon aktif. Adapun persamaan

untuk menghitung jumlah fenol yang teradsorpi yaitu:

( )

Dimana:

W = jumlah fenol yang teradsorpsi (mg/L)

Co = konsentrasi fenol sebelum teradsorpsi (mg/L)

Ce = konsentrasi fenol setelah adsorpsi (mg/L)

V= volume larutan (L)

Wa = jumlah adsorben, karbon aktif (g)

1. Jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif variasi pH

- pH 3 pada 30‟

( )

- pH 5 pada 30‟

( )

125

- pH 7 pada 30‟

( )

- pH 8 pada 30‟

( )

2. Jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif variasi waktu

pH 3 pada 0‟

( )

pH 3 pada 15‟

( )

pH 3 pada 30‟

( )

pH 3 pada 45‟

( )

1. Jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif variasi berat pH 3 pada waktu

optimum 45‟ dengan variasi berat 0, 0.5, 1 dan 1.5 gram berturut-turut yaitu:

0 gram : ( )

0,5 gram : ( )

1 gram : ( )

126

1,5 gram : ( )

2. Jumlah fenol yang teradsorpsi oleh karbon aktif variasi konsentrasi pH 3 pada

waktu optimum 45‟ dengan berat 1,5 gram

0 mg/L : ( )

50 mg/L : ( )

100 mg/L : ( )

150 mg/L : ( )

200 mg/L : ( )

127

LAMPIRAN 5

Penentuan Kapasitas Adsorpsi Menurut Teori Orde Dua Semu

Penentuan nikai k ( kapasitas adsorpsi)menurut teori orde dua semu . Adapun

persamaan untuk menghitung harga k yaitu:

Dimana:

jadi untuk menentukan nilai k dapat dihitung dari intersep yang didapat dari grafik

orde dua semu yang telah dibuat.

( )

128

LAMPIRAN 6

PERHITUNGAN ISOTHERM ADSORPSI

Penentuan harga tetapan isotherm adsorpsi fenol

Table. Penentuan x/m, Ce/(x/m) log Ce dan log (x/m) pada fenol

Co Ce C

selisih (x/m) Ce/(x/m) log Ce

log

(x/m)

50 17 33 1,1 15,4545 1,2304 0,0414

100 32,1 67,9 2,2633 14,1828 1,5065 0,3547

150 43,6 106,4 3,5467 12,2931 1,6395 0,5498

200 59,4 140,6 4,6867 12,6742 1,7738 0,6709

A. Penentuan harga tetapan isotherm Langmuir fenol

Persamaan dari isotherm Langmuir yaitu:

( )

Penentuan harga a (kapasitas adsorpsi)

y = -41,867x + 1,8622

a = -0,02388 penentuan harga b (energy adsorpsi)

129

B. Penentuan harga tetapan isotherm Freundlich fenol

Adapun persamaan dari isotherm Freundlich yaitu:

(

)

y = 0,9749x – 1,0781

R2= 0.9624

penentuan nilai k (kapasitas adsorpsi)

log k = -1,0781 k = 1,1970

penentuan nilai n (intensitas adsorpsi)

y = -0,072x + 16,39 R² = 0,7906

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0 10 20 30 40 50 60 70

Ce

/(x/

m)

Ce

Ce/(x/m) berbanding Ce

130

y = 1,1815x - 1,4124 R² = 0,9958

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0 0,5 1 1,5 2

log

Ce

log x/m

log (x/m) berbanding log Ce

131

LAMPIRAN 7

PERHITUNGAN BET-SAA

Perhitungan BET Surface Area Analyzer (SAA)

P/Po Volume

(cc/gr)

1/[W((Po-P)-1)]

7.28000e-03 6.3868 9.1870e-01

3.41250e-02 7.9290 3.5652e+00

6.47280e-02 8.9252 6.2042e+00

9.52160e-02 9.7296 8.6541e+00

1.25647e-01 10.4915 1.0959e+01

1.54457e-01 11.2448 1.2998e+01

1.86429e-01 11.9844 1.5299e+01

2.18364e-01 12.7349 1.7552e+01

2.46598e-01 13.5409 1.9340e+01

2.70937e-01 14.1753 2.0976e+01

3.00770e-01 14.9499 2.3021e+01

Slope 73.996

Intersep 1.214

Vm 0.013296

Cross section 1.62 x 10-9

Jumlah sampel molekul zat (Z) 2.69 x 1019

g

Berat Sampel 0.0949 g

N 6.02 x 10-23

Konstanta C 61.940

Wm 0.013296

Luas permukaan (SA) 12.966 m2/g

Luas permukaan spesifik (SSA) 136.628 m2/g

132

Volume total pori (Vt) 0.729206312 Å

Rerata jari-jari pori 1.4584 Å

Diameter pori 2.916825248 Å

Luas permukaan (SA) = 1 x 1034*

Wm*N*Cross Section*

= 1 x 1034

*0.013296*6.02 x 10-23

*1.62 x 10-9

= 12.966 m2/g

Luas permukaan spesifik (SSA) =

= 12.966/0.0949

= 136.628 m2/g

Volume total pori = V0.94 (0.00156)

= 0.00156 x 6.3868 (pada V(cc/g) = 0.91870)

= 0.0099634 cc/g (cm3/g) =

= 7.29206312 x 10-11

= 7.29206312 x 10-11

x 1010

= 0.729206312 Å

Rerata jejari pori =

= ⁄

= ⁄

= 1.4584 x 10-10

m = 1.4584 Å

Diameter pori = 4*(Vt/SSA)

= 4 * (0.729206312 Å)

= 2.916825248 Å

133

LAMPIRAN 8

HASIL SURFACE AREA ANALYZER (SAA)

134

135

136

LAMPIRAN 9

HASIL SEM-EDX

137

Atomic

Number

Element

Symbol Element Name

Concentration

percentage Certainty

8 O Oxygen 43,8 0,99

30 Zn Zinc 22,1 0,99

6 C Carbon 20,0 0,99

14 Si Silicon 6,0 0,99

13 Al Aluminium 4,3 0,99

15 P Phosphorus 1,4 0,97

20 Ca Calcium 1,0 0,97

17 Cl Chlorine 0,9 0,97

49 In Indium 0,5 0,95

138

LAMPIRAN 10

HASIL FTIR

SEBELUM PENCUCIAN HNO3

139

SESUDAH PENCUCIAN HNO3

93