KARAKTERISASI MAGNETIK PADA BATUAN PERIDOTIT DARI DESA AWANG BANGKAL KALIMANTAN SELATAN

6
JTM Vol. XVIII No. 2/2011 75 KARAKTERISASI MAGNETIK PADA BATUAN PERIDOTIT DARI DESA AWANG BANGKAL KALIMANTAN SELATAN Sudarningsih 1 , Simon Sadok S 1 , Ibrahim 1 , Satria Bijaksana 1 Sari Telah dilakukan serangkaian pengukuran magnetik dan non-magnetik terhadap sembilan belas sampel batuan peridotit dari Desa Awang Bangkal Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat sifat dan karakter mineral penyusun batuan peridotit ini. Beberapa metoda non-magnetik yaitu petrografi dan XRF dilakukan untuk melihat mineral penyusun batuan peridotit. Selain pengukuran non magnetik dilakukan pula pengukuran magnetik yaitu pengukuran suseptibilitas magnetik, pemberian dan peluruhan ARM, pemberian saturasi IRM, serta pengukuran suseptibilitas magnetik sebagai fungsi temperatur rendah pengukuran. Hasil-hasil pengukuran menunjukkan bahwa karakteristik petrografi batuan ini telah terpengaruh oleh tektonik (penggerusan dan pengkekaran) serta proses ubahan dan sangat jarang mineralisasi bijih. Olivin masih merupakan kristal utama penyusun batuan, yang diikuti oleh piroksen ortho serta sangat jarang piroksen klino. Mineral sekunder terbanyak adalah serpentin yang dijumpai cukup merata, mineral-oksida bijih sebagai pengganti dan pengisi kekar dan retakan yang dijumpai tidak merata, mineral lempung pengisi rongga, serta sangat jarang zeolit sebagai pengisi kekar dalam kristal. Hasil uji XRF menunjukkan keterdapatan unsur-unsur kimia oksida utama seperti SiO 2 (37,82%), Fe 2 O 3 (8,48%) dan MgO (38,51%). Intensitas magnetik yang dimiliki batuan ini berkisar 2,68 hingga 5,67 A/m dan mineral utama penyusun batuan peridotit adalah hematit (Fe 2 O 3 ) dan magnetit (Fe 3 O 4 ), sebagaimana yang ditunjukkan dari nilai suseptibilitasnya (22,81 – 61,01) × 10 –7 m 3 /kg dan dari medan saturasi IRM yang relatif rendah. Kata kunci: peridotit, olivin, XRF, mineral magnetik Abstract Magnetic and non-magnetic measurements have been carried out on nineteen peridotite samples from Awang Bangkal village, in the Regency of Banjar, South Kalimantan. This work is intended to observe the properties and characteristics of minerals within the peridotite using XRF and petrography analyses. Apart from these non-magnetic measurements, the samples were also subjected to several magnetic measurements such as measurements of magnetic susceptibility, ARM acquisition and decay, IRM saturation, and temperature dependent magnetic susceptibility. Results show that petrographic characters of these samples were affected by tectonism as well as metamorphism. Ore mineralization is a rarity. Olivine is the main crystal followed by orthopyroxene. Clinopyroxene is a rarity. The main secondary mineral is serpentine that is well distributed, followed by ore oxide-minerals that replace or fill joints and fractures. Clay minerals present as filler in cavities while zeolite serves as filler within the crystal. XRF results show that presence of the following major oxides; SiO 2 (37.82%), Fe 2 O 3 (8.48%) and MgO (38.51%). Magnetic intensity of the samples varies from 2.68 to 5.67 A/m while the main magnetic minerals are hematite (Fe 2 O 3 ) and magnetite (Fe 3 O 4 ) as shown as the 22.81 to 61.01 × 10 –7 m 3 /kg values of magnetic susceptibility and the low saturation of IRM. Key-word: peridotite, olivine, XRF, magnetic minerals 1) Program Studi Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat. Jln. A Yani, km 36 Banjarbaru Kalsel 70714,telp. : +62 511- 4773098, fax.: +62 511-4773098, email : [email protected] I. PENDAHULUAN Daerah Kalimantan Selatan mempunyai potensi batuan ultrabasa yang cukup besar, sekitar 11 milyar ton yang tersebar pada lokasi Batulicin, Kelumpang Tengah, Pulau Sewangi dan Pulau Sebuku (www.kalselprov.go.id ). Sebaran batuan ultra basa di Indonesia cukup luas, mulai dari Aceh, Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTT, Maluku, Irian Jaya Barat dan Papua. Luas sebaran seluruhnya mencapai 3 juta hektar. Dari sekian banyak sebaran batuan ultrabasa, diantaranya yang dekat aksesibilitasnya dengan aktifitas manusia (kota) adalah sebaran batuan ultrabasa di daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Papua (Tim Kajian Ultrabasa Kelompok Program Penelitian Mineral Sari, 2006). Pada umumnya batuan ultrabasa di tiap daerah terbentuknya memiliki komposisi mineral/kimianya yang tidak sama. Untuk daerah Sumatera Barat batuan ultrabasanya mengandung MgO = 30 – 37% (Kompas, 23 Februari 2003) dan Sulawesi mengandung MgO 37,90 – 40,77% disamping mineral-mineral yang lain seperti SiO 2 ; Al 2 O 3 ; Fe 2 O 3 ; CaO; MgO; Na 2 O dan lainnya. (Tim Kajian Ultrabasa Kelompok Program Penelitian Mineral Sari, 2006). Penelitian Karakterisasi batuan ultrabasa dalam hal ini adalah batuan peridotit dari daerah Kalimantan Selatan menjadi menarik karena hal ini belum pernah dilakukan. Tujuan umum penelitian ini adalah memahami karakteristik batuan peridotit dengan metoda magnetik dan non magnetik.

Transcript of KARAKTERISASI MAGNETIK PADA BATUAN PERIDOTIT DARI DESA AWANG BANGKAL KALIMANTAN SELATAN

JTM Vol. XVIII No. 2/2011

75

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA BATUAN PERIDOTIT DARI DESA AWANG BANGKAL KALIMANTAN SELATAN

Sudarningsih1, Simon Sadok S1, Ibrahim1, Satria Bijaksana1

Sari Telah dilakukan serangkaian pengukuran magnetik dan non-magnetik terhadap sembilan belas sampel batuan peridotit dari Desa Awang Bangkal Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat sifat dan karakter mineral penyusun batuan peridotit ini. Beberapa metoda non-magnetik yaitu petrografi dan XRF dilakukan untuk melihat mineral penyusun batuan peridotit. Selain pengukuran non magnetik dilakukan pula pengukuran magnetik yaitu pengukuran suseptibilitas magnetik, pemberian dan peluruhan ARM, pemberian saturasi IRM, serta pengukuran suseptibilitas magnetik sebagai fungsi temperatur rendah pengukuran. Hasil-hasil pengukuran menunjukkan bahwa karakteristik petrografi batuan ini telah terpengaruh oleh tektonik (penggerusan dan pengkekaran) serta proses ubahan dan sangat jarang mineralisasi bijih. Olivin masih merupakan kristal utama penyusun batuan, yang diikuti oleh piroksen ortho serta sangat jarang piroksen klino. Mineral sekunder terbanyak adalah serpentin yang dijumpai cukup merata, mineral-oksida bijih sebagai pengganti dan pengisi kekar dan retakan yang dijumpai tidak merata, mineral lempung pengisi rongga, serta sangat jarang zeolit sebagai pengisi kekar dalam kristal. Hasil uji XRF menunjukkan keterdapatan unsur-unsur kimia oksida utama seperti SiO2 (37,82%), Fe2O3 (8,48%) dan MgO (38,51%). Intensitas magnetik yang dimiliki batuan ini berkisar 2,68 hingga 5,67 A/m dan mineral utama penyusun batuan peridotit adalah hematit (Fe2O3) dan magnetit (Fe3O4), sebagaimana yang ditunjukkan dari nilai suseptibilitasnya (22,81 – 61,01) × 10–7 m3/kg dan dari medan saturasi IRM yang relatif rendah.

Kata kunci: peridotit, olivin, XRF, mineral magnetik

Abstract Magnetic and non-magnetic measurements have been carried out on nineteen peridotite samples from Awang Bangkal village, in the Regency of Banjar, South Kalimantan. This work is intended to observe the properties and characteristics of minerals within the peridotite using XRF and petrography analyses. Apart from these non-magnetic measurements, the samples were also subjected to several magnetic measurements such as measurements of magnetic susceptibility, ARM acquisition and decay, IRM saturation, and temperature dependent magnetic susceptibility. Results show that petrographic characters of these samples were affected by tectonism as well as metamorphism. Ore mineralization is a rarity. Olivine is the main crystal followed by orthopyroxene. Clinopyroxene is a rarity. The main secondary mineral is serpentine that is well distributed, followed by ore oxide-minerals that replace or fill joints and fractures. Clay minerals present as filler in cavities while zeolite serves as filler within the crystal. XRF results show that presence of the following major oxides; SiO2 (37.82%), Fe2O3 (8.48%) and MgO (38.51%). Magnetic intensity of the samples varies from 2.68 to 5.67 A/m while the main magnetic minerals are hematite (Fe2O3) and magnetite (Fe3O4) as shown as the 22.81 to 61.01 × 10–7 m3/kg values of magnetic susceptibility and the low saturation of IRM.

Key-word: peridotite, olivine, XRF, magnetic minerals

1)Program Studi Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat. Jln. A Yani, km 36 Banjarbaru Kalsel 70714,telp. : +62 511-4773098, fax.: +62 511-4773098, email : [email protected]

I. PENDAHULUAN Daerah Kalimantan Selatan mempunyai potensi batuan ultrabasa yang cukup besar, sekitar 11 milyar ton yang tersebar pada lokasi Batulicin, Kelumpang Tengah, Pulau Sewangi dan Pulau Sebuku (www.kalselprov.go.id). Sebaran batuan ultra basa di Indonesia cukup luas, mulai dari Aceh, Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTT, Maluku, Irian Jaya Barat dan Papua. Luas sebaran seluruhnya mencapai 3 juta hektar. Dari sekian banyak sebaran batuan ultrabasa, diantaranya yang dekat aksesibilitasnya dengan aktifitas manusia (kota) adalah sebaran batuan ultrabasa di daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Papua (Tim Kajian Ultrabasa Kelompok Program Penelitian Mineral Sari, 2006).

Pada umumnya batuan ultrabasa di tiap daerah terbentuknya memiliki komposisi mineral/kimianya yang tidak sama. Untuk daerah Sumatera Barat batuan ultrabasanya mengandung MgO = 30 – 37% (Kompas, 23 Februari 2003) dan Sulawesi mengandung MgO 37,90 – 40,77% disamping mineral-mineral yang lain seperti SiO2; Al2O3; Fe2O3; CaO; MgO; Na2O dan lainnya. (Tim Kajian Ultrabasa Kelompok Program Penelitian Mineral Sari, 2006). Penelitian Karakterisasi batuan ultrabasa dalam hal ini adalah batuan peridotit dari daerah Kalimantan Selatan menjadi menarik karena hal ini belum pernah dilakukan. Tujuan umum penelitian ini adalah memahami karakteristik batuan peridotit dengan metoda magnetik dan non magnetik.

Sudarningsih, Simon Sadok S, Ibrahim, Satria Bijaksana TMNo.4/2009

76

Titik Pengambilan Sampel

II. METODOLOGI Sampel peridotit diambil dari lokasi di Desa Awang Bangkal Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan (Gambar 1) dengan posisi 1140 58’ 19’’ BT dan 30 29’ 28’’ LS dengan menggunakan hand drill. Penelaahan petrografi melalui pembuatan sayatan tipis batuan (thin section) dengan standar pembuatan sayatan tipis yang baku/internasional. Apabila sayatan tipis batuan telah diperoleh maka dilakukan pendeskripsian batuan atau analisis petrografi untuk menentukan komposisi mineral dan tekstur batuannya dengan menggunakan alat bantu mikroskop polarisasi. Hasil deskripsi batuan kemudian ditabelkan dan untuk visualisasi dibuat foto mikroskopik sayatan tipis batuan. Data tersebut diatas diinterpretasi komposisi mineralnya dan tekstur batuannya. Pengukuran dengan XRF, prinsip kerjanya secara umum adalah sumber cahaya yang dipancarkan dihalangi oleh filter terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kap, kemudian diteruskan masuk ke dalam kap tempat di mana suatu material berada, dalam kap cahaya mendeteksi kandungan mineral yang ada dalam material tersebut. Selanjutnya cahaya keluar

dari kap kemudian dihalangi oleh filter dan cahaya masuk ke dalam kolimator kecil dan cahaya diteruskan masuk ke dalam kristal di mana kristal tersebut berfungsi sebagai monokromator. Kemudian cahaya diteruskan lagi masuk ke dalam detektor dan dikonversikan ke dalam program komputer sehingga menghasilkan output data berupa angka dan gambar. Pengukuran ini dilakukan di Pusat Survey Geologi Bandung. Preparasi sampel untuk pengukuran dengan metoda magnetik di Laboratorium Geofisika berbentuk silinder (diameter 1”) dengan tinggi 2,2 cm. Kesembilan belas sampel yang telah dipilih menggunakan alat Bartington magnetic susceptibility meter model MS2 yang ada di Lab. Kemagnetan Batuan, Prodi Fisika, ITB. Alat ini memiliki selang pengukuran 1 x 10-6 hingga 9999 x 10-6 dalam cgs atau 1,26 x 10-5 hingga 1,26 x 10-1 dalam SI. Pengukuran suseptibilitas magnetik dilakukan pada tiga arah yang saling tegak lurus dan kemudian ditentukan nilai rata-ratanya. Tinggi rendahnya nilai suseptibilitas magnetik dapat memberikan informasi tentang kandungan mineral magnetik pada sampel.

Gambar 1. Letak daerah pengambilan sampel (Sikumbang dan Heryanto, 1994)

Karakterisasi Magnetik pada Batuan Peridotit dari Desa Awang Bangkal Kalimantan Selatan

77

Sampel-sampel tersebut kemudian diberi magnetisasi artifisial dalam bentuk ARM (Anhysteretic Remanent Magnetization) dan kemudian diukur nilai dan stabilitas peluruhannya. Intensitas ARM dapat memberikan indikasi tentang kandungan mineral magnetik yang ada pada sampel, sementara peluruhan ARM dapat memberikan informasi tentang ukuran bulir magnetik serta domain-domainnya. Pemberian ARM dilakukan dengan Molspin AF demagnetizer yang dilengkapi dengan alat PARM, sementara pengukuran intensitas ARM dilakukan dengan menggunakan minispin magnetometer. Peluruhan ARM dilakukan dengan memberikan medan demagnetisasi secara bertahap mulai dari 2,5 mT (= 25 Oe) hingga ARM yang tersisa hanya tinggal 1 samai 5 % dari ARM semula. Magnetisasi ARM dan peluruhannya juga akan memberikan gambaran tentang jenis dan jumlah mineral magnetik yang ada pada sampel. Dengan menggabungkan hasil pengukuran magnetisasi ARM dan suseptibilitas magnetik maka akan diperoleh pula distribusi ukuran bulir pada sampel. Ukuran bulir pada bahan magnetik mempunyai arti yang sangat penting karena akan menentukan struktur domain magnetik yang sangat berpengaruh pada perilaku magnetiknya. Beberapa sampel akan dikenai magnetisasi artifisial lainnya dalam bentuk IRM atau isotermal remanent magnetization. IRM ini dikenakan pada sampel melalui pemberian medan magnetik yang tinggi hingga diperoleh keadaan saturasi. Tinggi rendahnya medan magnetik yang diperlukan untuk mencapai keadaan saturasi merupakan indikator dari jenis mineral magnetik pada sampel. IRM diberikan dengan sebuah elektromagnetik Pada pengukuran ini sampel akan diberi medan magnetik yang sangat besar yang dapat memberikan medan magnetik hingga 1T. Besarnya IRM pada sebuah setiap langkah diukur dengan minispin magnetometer, kemudian diplot sebagai fungsi dari besarnya medan yang diberikan. Bentuk kurva saturasi ini akan memberikan gambaran tentang komposisi dan jenis mineral magnetik yang ada pada sampel. Selanjutnya beberapa sampel akan diukur suseptibilitas magnetiknya sebagai fungsi dari temperatur rendah. Masing-masing mineral magnetik mempunyai transisi fasa yang merupakan ciri khasnya. Karena itu diharapkan bahwa, melalui pengukuran suseptibilitas versus temperatur rendah akan diketahui mineral magnetik yang dominan pada pada batuan ultra basa ini. Pengukuran suseptibilitas sebagai fungsi tempertur rendah masih dilakukan dengan Bartington magnetic susceptibility meter, namun kumparan yang digunakan adalah tipe MS2W. Kumparan ini dilengkapi dengan sebuah wadah khusus yang terbuat dari styrofoam untuk

menampung nitrogen cair. Sampel ditempatkan pada wadah tersebut, dan direndam dalam nitrogen cair yang bertemperatur 77 K. Suseptibilitas sampel kemudian diukur seiring dengan naiknya temperatur ruang, biasanya ditempuh dalam waktu 30 menit. III. HASIL DAN DISKUSI Gambar 2 memperlihatkan hasil pengamatan dengan menggunakan metode petrografi. Kedudukan lensa nikol sejajar (with parallel-nicols) a) Kedudukan lensa nikol bersilang (with cross- nicols) b) Kedudukan lensa nikol sejajar (with parallel-nicols)

c)

Sudarningsih, Simon Sadok S, Ibrahim, Satria Bijaksana TMNo.4/2009

78

Kedudukan lensa nikol bersilang (with cross- nicols) d)

Gambar 2. Posisi pengamatan sampel pada pengukuran dengan metoda petrografi:

Kedudukan lensa nikol sejajar (with parallel-nicols), (b) Kedudukan lensa nikol bersilang (with cross- nicols), (c) Kedudukan lensa nikol sejajar (with

parallel-nicols), (d) Kedudukan lensa nikol bersilang (with cross- nicols)

Gambar 2 memberikan informasi bahwa jenis batuan peridotite ini adalah hazburgite dengan indikasi sebagai berikut: batuan plutonik ultramafik yang telah terkena tektonik dan diikuti ubahan batuan. Olivin masih merupakan mineral utama penyusun batuan yang sebagian telah terubah menjadi serpentin, diikuti piroksen ortho dan piroksen klino yang keduanya sedikit terubah. Mineral-oksida bijih hadir sebagai pengganti olivine dan beberapa terkonsentrasi mengisi kekar, yang kadang-kadang bercampur dengan mineral lempung sebagai material pengisi fase terakhir (Gambar 2a dan 2b). Berdasarkan Gambar (2c) dan (2d) menunjukkan bahwa sampel ini merupakan batuan peridotite lherzolite yang telah terkena tektonik dan diikuti ubahan batuan. Olivin masih merupakan mineral utama penyusun batuan yang sebagian telah terubah menjadi serpentin, diikuti piroksen ortho dan piroksen klino yang keduanya sedikit terubah. Mineral-oksida bijih hadir sebagai pengganti olivine dan beberapa terkonsentrasi mengisi kekar, yang kadang-kadang bercampur dengan mineral lempung sebagai material pengisi fase terakhir. Pengujian menggunakan metode XRF menunjukkan kandungan unsur kimia oksida sebagai berikut: SiO2, TiO2, Al2O3, Fe2O3, MnO, CaO, MgO, Na2O, Na2O, K2O, P2O5, S, LOI, ZnO, NiO, V2O5, Cr2O3, Co3O4, dan Cl. Unsur kimia terbanyak yang dikandung oleh batuan ini adalah SiO2 (42,57%), kemudian MgO (35,85%). Sedangkan mineral terbanyak yaitu Mg (21 – 23 %) dan Fe (5,9%).

Pengukuran suseptibilitas magnetik 19 sampel batuan ini memperoleh hasil sebagai berikut: nilai susetibilitas tertinggi 61,01 x 10-7 m3/kg dan terendah 22,81 x 10-7 m3/kg. Nilai suseptibilitas ini menunjukkan nilai suseptibilitas hematit (1 x 10-7 m3/kg hingga 76 x 10-7 m3/kg). Intensitas magnetik yang diukur dari sampel bernilai 2,68 hingga 5,67 A/m. Pengukuran suseptibilitas magnetik pada suhu rendah memberikan gambaran tentang jenis dan konsentrasi mineral magnetik. Gambar 3 mamperlihatkan adanya transisi fasa pada temperatur sekitar -60 hingga -500C. Transisi ini tidak sepenuhnya memperlihatkan transisi Morin (260K atau -130C) untuk hematite ataupun transisi Verwey (120K atau -1530C) untuk magnetite. Hal ini mungkin disebabkan ketidakmurnian batuan ini, hal ini bisa dilihat dari hasil uji XRF dimana terdapatnya mineral-mineral lain seperti Mg, Ti, Na dan lainnya.

Gambar 3. Pengukuran susaptibilitas magnetik dengan suhu rendah

Berdasarkan grafik saturasi IRM pada Gambar 4, batuan ini didominasi oleh mineral magnetik magnetite, hal ini dapat dilihat dari penurunan intensitas magnetik yang perlahan-lahan tidak drastis. Kurva seperti ini menunjukkan perilaku mineral magnetite yang dominan. Gambar 5 memperlihatkan kurva peluruhan ARM pada sampel batuan peridotit ini. Terlihat bahwa, ARM meluruh dengan cukup perlahan, pada medan demagnetisasi 35 mT, intensitas ARM meluruh hingga kurang dari 20% intensitas mula-mula. Hal ini menunjukkan bahwa batuan ultrabasa ini memiliki bulir-bulir magnetik (magnetic grains) berukuran besar dan bersifat antara domain jamak Multi Domain (MD) dan Pseudo Single Domain (PSD) (Dunlop dan Ozdemir, 1997).

0

5

10

15

20

25

-300 -200 -100 0 100

Karakterisasi Magnetik pada Batuan Peridotit dari Desa Awang Bangkal Kalimantan Selatan

79

Gambar 4. Saturasi IRM sampel batuan ultra basa

Gambar 5. Kurva peluruhan ARM 15D IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN 1. Batuan peridotite ini adalah hazburgite dan

lherzolite dengan olivin masih merupakan mineral utama penyusun batuan.

2. Berdasarkan metode XRF menunjukkan kandungan unsur kimia oksida sebagai berikut: SiO2, TiO2, Al2O3, Fe2O3, MnO, CaO, MgO,

Na2O, Na2O, K2O, P2O5, S, LOI, ZnO, NiO, V2O5, Cr2O3, Co3O4, dan Cl.

3. Unsur kimia terbanyak yang dikandung oleh batuan ini adalah SiO2 (42,57%), kemudian MgO (35,85%). Sedangkan mineral terbanyak yaitu Mg (21 – 23 %) dan Fe (5,9%).

4. Nilai susetibilitas tertinggi 61,01 x 10-7 m3/kg dan terendah 22,81 x 10-7 m3/kg. Nilai suseptibilitas ini menunjukkan nilai suseptibilitas hematit (1 x 10-7 m3/kg hingga 76 x 10-7 m3/kg). Intensitas magnetik yang diukur dari sampel bernilai 2,68 hingga 5,67 A/m.

5. Suseptibilitas magnetik pada suhu rendah memberikan memperlihatkan adanya transisi fasa pada temperatur sekitar -60 hingga -500C. Transisi ini tidak sepenuhnya memperlihatkan transisi Morin (260K atau -130C) untuk hematite ataupun transisi Verwey (120K atau -1530C) untuk magnetite yang disebabkan ketidakmurnian batuan ini, seperti Mg, Ti, Na dan lainnya.

6. Berdasarkan grafik saturasi IRM batuan ini didominasi oleh mineral magnetik magnetite.

7. Berdasarkan kurva peluruhan ARM memiliki bulir-bulir magnetik (magnetic grains) berukuran besar dan bersifat antara domain jamak Multi Domain (MD) dan Pseudo Single Domain (PSD).

SARAN 1. Dilakukan kajian tentang potensi batuan ultrabasa

sebagai perangkap karbon dioksida. 2. Dilakukan pemetaan potensi batuan ultrabasa

untuk wilayah Kalimantan Selatan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi yang membantu pendanaan proyek penelitian ini melalui Hibah Pekerti. Terima kasih juga disampaikan pada La Ode Safiuddin dan Dini Fitriani atas bantuan teknis yang diberikan selama penelitian ini berlangsung. Sebagian pengukuran dilakukan oleh mahasiswa dan mahasiswi Prodi Fisiska FMIPA Universitas Lambung Mangkurat. DAFTAR PUSTAKA 1. Sastrawiharja, K., Bijaksana, S., Fauzi, U.,

Pasasa, L.A., 2006. Magnetic Grain Size of Andesitic Rocks from the Island of Java, International Conference on Mathematics and Natural Sciences (ICMNS), November 29-30, 2006, Bandung-Indonesia.

2. Borradaile, G.J., 1995. Anisotropy of magnetic susceptibility: Measurement schemes, Geophysical Research Letters V.22, No.15, p.1957-1960.

3. Butler, R.F., 1992. Paleomagnetism, Blackswell scientific Publication.

0.00.10.20.30.40.50.60.70.80.91.0

0 20 40 60

Inte

nsita

s Rel

atif

Field (mT)

Sudarningsih, Simon Sadok S, Ibrahim, Satria Bijaksana TMNo.4/2009

80

4. O'Driscoll, B., Hargraves, R.B., Emeleus, C.H., Troll, V.R., Donaldson, C.H., Reavy, E.R.J., 2007. Magmatic lineations inferred from anisotropy of magnetic susceptibility fabrics in Units 8, 9, and 10 of the Rum Eastern Layered Series, NW Scotland, ScienceDirect, Lithos 98 (2007) 27 – 44.

5. Collinson, D.W., 1983. Methods in Rock Magnetism and Paleomagnetism. Chapman and Hall.

6. Dunlop, D.J and Ozdemir. O., 1997. Rock Magnetism Fundamentals and Frontiers. Cambridge University Press.

7. Smith, G.M and Banerjee, S.K. Magnetic Properties of Plutonic Rocks From The Central North Atlantic, Department of Geology and Geophysics, University of Minnesota2.

8. Graha, 1987. Batuan Dan Mineral. Nova. Bandung.

9. Hamano, Y., Bina, M.M., and Krammer, K., 1990. Paleomagnetism of the serpentinized peridotite from Ocean Drill. Program Hole 670A, Proc. ODP. Sci. Results, 106/109, 257-262.

10. Kikawa, E., Kelso, P.R., Pariso, J.E., and Richter, C., 1996. Paleomagnetism of gabbroic rocks and peridotites from sites 894 and 895, Leg 147, Hess Deep: Results of half-core measurements, Proc. Ocean Drill. Program Sci. Results, 147, 383-391.

11. Hatori, K. and Cabri, L.C., 1992. Origin of Platinum-Group-Mineral Nigget Inferred from an Osmium Isotope Study, Canadian Mineralogist Vol. 30,p p.289-301.

12. Karit, L., Permana, H., Kadarusman, A., Hananto, N.D., dan Sudrajat, Y., 2004. Penelitian Geologi dan Geofisika Bawah Permukaan Kompleks Pegunungan Bobaris– Meratus Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian Geoteknologi. Bandung. Jurnal Geofisika.

13. Liu, Q., 2004. Paleomagnetic and rock magnetic results of upper mantle rocks recovered from the Newfoundland–Iberia rift

margins, Geophysical Research Abstracts, Vol. 7, 00135.

14. D’Arrigo, R., Wilson, R., Palmer, J., Krusic, P., Curtis, A., Sakulich, J., Bijaksana, S., Zulaikah, S., and Ngkoimani, L.O. Monsoon drought over Java, Indonesia, during the past two centuries, Geophysical Research Letters, Vol. 33, L04709, doi:10.1029/2005GL025465, 2006.

15. Sapiie, B., Magetsari, N.A., Harsolumakso, A.H., dan Abdullah, C.I., 2006. Geologi Fisik. ITB. Bandung.

16. Sikumbang, N., Heryanto, R., 1994. Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan 1: 250.000. P3G. Bandung.

17. Wiryolukito, A. 2008. Pelatihan Teknik Difraksi Sinar X dan Pengukuran Tekstur. Laboratorium Teknik Metalurgi ITB. Bandung.

18. Tauxi, L., 1998. Paleomagnetic Principles and Practice. Kluwer Academic Publishers.

19. Tarling, D.H., 1971. Principles and applications of Paleomagnetism, Chapman and Hall.

20. Tim Kajian Ultrabasa Kelompok Program Penelitian Mineral Sari, 2006. Kajian Potensi Batuan Ultrabasa di Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Untuk Menanggulangi Emisi Karbon Dioksida. Proceeding Pemaparan Hasil-Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan, Pusat Sumber Daya Geologi .

21. www.Ifremer.fr / Serpentine 2007 / Mathilde Cannat.

22. www.kalselprov.go.id 23. Bach, W., Paulick, H., Garrido, C.J., Ildefonse,

B., Meurer, W.P., and Humphris, S.E., 2006. Unraveling the sequence of serpentinization reactions: petrography, mineral chemistry, and petrophysics of serpentinites from MAR 15_N, Geophysical Research Letters, Vol. 33, L13306.

24. Zhao, X., Galbrun, B., Delius, H., 2005. Paleomagnetic and Rock Magnetic Investigation of Leg 210 Cores, Newfoundland Basin.