K 11 : PENELITIAN KOMUNIKASI PENDEKATAN KUALITATIF BERBASIS TEKS : Aplikasi Model Semiotika Sosial...

21
MODUL PERKULIAHAN Judul METHODE PENELITIAN KOMUNIKASI KUALITATIF UNIVERSITAS : MERCU BUANA (KRANGGAN) TA 2014-2015 FAKULTAS : IKMU KOMUNIKASI JURUSAN : MATA KULIAH : METODE PENELITIAN KOMUNIKASI KUALITATIF KELAS : PKK DOSEN : DRS HASYIM ALI IMRAN , MSi. SAP Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Program 11 85021 Nama : Drs. Hasyim

Transcript of K 11 : PENELITIAN KOMUNIKASI PENDEKATAN KUALITATIF BERBASIS TEKS : Aplikasi Model Semiotika Sosial...

MODUL PERKULIAHAN

Judul METHODE PENELITIAN KOMUNIKASI KUALITATIF

UNIVERSITAS : MERCU BUANA (KRANGGAN) TA 2014-2015FAKULTAS : IKMU KOMUNIKASI JURUSAN : MATA KULIAH : METODE PENELITIAN KOMUNIKASI KUALITATIF KELAS : PKK DOSEN : DRS HASYIM ALI IMRAN , MSi.

SAP

Fakultas Program Studi

Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Fakultas Program 11 85021 Nama : Drs. Hasyim

Ilmu Komunikasi

Studi Humas

Ali Imran, MSi.

PERTEMUANKE :

MATERI AJAR OUT PUT OUTCOMES

1 Pengertian Penelitian Komunikasi Pendekatan Kualitatif -asumsi filosofis -- -free Will-value – free value-aphosteriori-konseptualisasi-penggunaan teori sebatas konsep2 teoritik

Mahasiswa memahami Inti persoalankomunikasi Kualitatif

Mahasiswa bisamembedakan PenelitianKomunikasi PendekatanKualitatif dariPenelitian KomunikasiPendekatan Kuantitatif

2 Persimpangan dalam Penelitian Pendekatan Kualitatif1) Berbasis Field2) Berbasis Teks

Mahasiswa memahami Inti Persimpangan yangmenyebabkan dua basis dalam penelitian pendekatan kualitatif

Mahasiswa bisamembedakan manapenelitian kualitatifbersasis teks danberbasis field.

3Penelitian Pendekatan Kualitatif (Pendalaman)1) Berbasis Field2) Berbasis Teks

Mahasiswa memahami danmengerti secara lebih mendalam mengenai Penelitian Pendekatan Kualitatif 1) Berbasis Field2) Berbasis Teks

Mahasiswa dapat melakukan penelitian komunikasi berdasarkanpendekatan kualitatif bersasis teks dan berbasis field.

4 Permasalahan dan merumuskan masalah penelitian kualitatif

Mahasiswa memahami danmengerti cara merumuskan masalah penelitian dalam penelitian kualitatif

Mahasiswa dapat melakukan perumusan penelitian komunmikasikualitatif

5 Paradigma Teori yang relevandengan penelitian pendekatanKualitatif

Mahasiswa memahami eksistensi teori yang relevan dengan Paradigma Teori yang relevan dengan penelitian komunikasi pendekatan kualitatif

Mahasiswa dapat menerapkan penggunaaanteori-teori yang relevan dengan paradigma2 teori yang bersifat kualitatif

6 Paradigma Penelitian yangrelevan dengan penelitianPendekatan Kualitatif

7 Resume materi kuliah dan kisi-kisi soal ujian UTS

Mahasiswa ter-refresh terkait dengan materi kuliah yang sudah diberikan

Mahasiswa diharapkan mampu menjawab soal-soal ujian mid test.

8 UTS Bahan : Materi ajar K 1-7

Mahasiswa dapat Menguasai materi yang ditanyakan dalam UTS menurut materi K 1-7

9

Penelitian Komunikasi Pendekatan Kualitatif BerbasisTeks : 1) Semiotika : Saussure, Pierce, Barthes2) Semiotika Sosial : Van Leuuween ; MAK Halliday; Marxis 3) Critical Discourse Analysis : Norman Fairclough

Mahasiswa memahami posisi-posisi analisisteks dalam penelitian komunikasi dengan pendekatan kuialitatif.

Mahasiswa dapat memutuskan dengan tepat untuk mengadopsisuatu metode analisis teks yg relevan dengansubyek analisis teks dalam penelitian komunikasi kualitatif

10Penelitian Komunikasi Pendekatan Kualitatif BerbasisTeks : Aplikatif : Model Saussure dan Model Pierce

Mahasiswa dapat memahami cara dalam menggunakan model analisis teks berbasisModel Saussure

Mahasiswa dapat melakukan analisis tesk dengan berbasiskan model analisis teks semiotika Model Saussure

11Penelitian Komunikasi Pendekatan Kualitatif BerbasisTeks : Aplikatif : Model Semiotika Sosial MAK Halliday

Mahasiswa dapat memahami cara dalam menggunakan model analisis teks berbasisModel Pierce

Mahasiswa dapat melakukan analisis tesk dengan berbasiskan model analisis teks semiotika Model Pierce

12Penelitian Komunikasi Pendekatan Kualitatif BerbasisTeks : Aplikatif : Model Semiotika Sosial Van Leuuween

Mahasiswa dapat memahami cara dalam menggunakan model analisis teks berbasisModel Semiotika SosialVan Leuuween

Mahasiswa dapat melakukan analisis tesk dengan berbasiskan model analisis teks semiotika SosialVan Leuuween

13Penelitian Komunikasi Pendekatan Kualitatif BerbasisTeks : Aplikatif : Model Semiotika SosialMAK Halliday

Mahasiswa dapat memahami cara dalam menggunakan model analisis teks berbasisModel Semiotika SosialMAK Halliday

Mahasiswa dapat melakukan analisis teks dengan berbasiskan model analisis teks semiotika Sosial modelMAK Halliday

14 Penelitian Komunikasi Pendekatan Kualitatif BerbasisTeks : Aplikatif : Model Marxis

Mahasiswa dapat memahami cara dalam menggunakan model analisis teks berbasisModel Marxis

Mahasiswa dapatmelakukan analisisteks denganberbasiskan modelanalisis teks berbasisModel Marxis

15 Penelitian Komunikasi Pendekatan Kualitatif BerbasisTeks : Aplikatif : Critical Discourse Analysis : Norman Fairclough

Mahasiswa dapat memahami cara dalam menggunakan model analisis teks berbasisCritical Discourse Analysis : Norman Fairclough

Mahasiswa dapat melakukan analisis teks dengan berbasiskan model Critical Discourse Analysis : Norman Fairclough

16 UAS Bahan : Materi ajar : 9-12

Mahasiswa dapat Menguasai materi yang ditanyakan dalam UAS menurut materi K 9-15

Designed by hasyim ali imran

Fakultas Program Studi

Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Fakultas Ilmu

ProgramStudi

11 85021 Nama : Drs. Hasyim Ali Imran, MSi.

Komunikasi Humas

Abstract Kompetensi

Membahas tentang Penelitian Komunikasi Pendekatan Kualitatif Berbasis Teks : Aplikatif : Model Saussure dan Model Pierce

Diharapkan mahasiswamenjadi tahu danmengerti secara esensialmengenai aplikasi ModelSaussure dan ModelPierce

Pembahasan

K 11 : PENELITIAN KOMUNIKASI PENDEKATAN KUALITATIF BERBASIS TEKS : Aplikasi Model Semiotika Sosial M.A.K. Halliday

Semiotika Sosial: a. M.A.K. Halliday.

Menurut Hamad tujuan aplikasi Semiotika Sosialdengan menggunakan komponen Semiotika Sosial dari M.A.K.Halliday dan Ruqaiya Hassan dalam analisis isi media,adalah untuk menemukan hal terkait dengan tiga komponenSemiotika Sosial, yaitu : Medan Wacana (field of discourse) ;Pelibat Wacana (tenor of discourse); dan Sarana Wacana (mode ofdiscourse).

Dari segi Medan Wacana (field of discourse) makatujuannya untuk mengetahui apa yang dijadikan wacana mediamassa mengenai sesuatu yang terjadi di lapangan.Diperlakukan apa sebuah obyek berita?

Terkait Pelibat Wacana (tenor of discourse), makauntuk megetahui orang-orang yang dicantumkan dalam teks(seperti berita, editorial, dll) ; sifat orang-orang itu,kedudukan dan peranan mereka.

Sementara dari segi Sarana Wacana (mode ofdiscourse), untuk mengetahui bagian yang diperankan olehbahasa : bagaimana komunikator (media massa) menggunakangaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) danpelibat (orang-orang yang dikutip). Bagi keperluanpraktis, kandungan tersebut memberikan implikasi apa ?(diantararanya yaitu berupa makna, citra, opini danmotif).1

1 Hamad, Ibnu, (2007), Analisis Wacana (Discourse Análisis) Sebuah Pengenalan Awal, Jakarta, Diktat Perkuliahamn Methode Penelitian Komunikasi

b. Praktik Analisis Semiotika Sosial M.A.K. Halliday,Sebuah Contoh Praktis

Untuk kepentingan tulisan ini, contoh teksyang diambil adalah Tajuk 17-05- 2006 dan Tajuk 11-5-2006dari Sk Republika. Namun, contoh aplikasi analisisSemiotika Sosial Halliday, di sini hanya disajikanberdasarkan contoh teks tajuk rencana Republika, 11 Mei2006 (terlampir), serta deskripsi analisisnya. :

1. Hasil analisis Teks

Hasil penelitian terhadap teks dalam tajuk edisi 11Mei 2006 disajikan dalam tabel berikut ini. Tajuk padaedisi 11 Mei 2006 sendiri memfiksasikan isu penyelesaianhukum kasus korupsi Pak Harto itu melalui tajuk yangberjudul “Soeharto dan Fatsoen Pengampunan”. Temuanberdasarkan analisis semiotika sosial Halliday terhadaptajuk tersebut, disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 1: Hasil analisa TAJUK 11-05-2006

Kategori

Temuan Keterangan

Medan Wacana (field of discourse)

-”Mungkin sebagianbesar bangsa ini akanmemilh memaafkanSoeharto atau bahkanmenilainya takbersalah. Yangdibutuhkan adalahlandasan tatanilainya.”(p11)

Pengampunan Soehartoberhubungan dengandukungan tata nilaiyang berkaitan denganbagaimana sejarahmembaca sepak terjangPak Harto dimasalalu, yang banyakjasanya bagi bangsadan negara. Selainitu, Dukungan tatanilai erat kaitannyadengan peranpemerintah membentuksuatu tindakan

Kulaitatif, PPS MIK UPDM (B) Jakarta, hal. 15.

politis dan hukumdalam kasus ini.

PelibatWacana (tenor of discourse)

1) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),

2) Soeharto, Mantan Presiden

3) Yusril Ihza Mahendra, Menteri Sekretaris Negara,5) Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet, 6) Jusuf Kalla, WakilPresiden,7) Jimly Asshiddiqie,Ketua Mahkamah Konstitusi,8) Zaenal Ma’arif, Wakil Ketua DPR,9) Muladi, Gubernur Lemhannas, dan 10) Pimpinan MPR.

Semua orang yangdicantumkan dalamteks adalah parapetinggi dalamkepemimpinaninstitusi negara,legislatif eksekutifdan Yudikatif. SelainSudi Silalahi, merekasemuanya menyatakanKasus Soehartoditutup saja danperlu mendapatpengampunan karenajasanya yang besarterhadap bangsa dannegara Indonesia.

Sarana Wacana (mode of discourse)

1) ”parade pembesuk”(P2)2) ”Kini, katareformasi menjadilelucon, dihindarkan,dan bau”(p5).3) ”Melalui pengaburannilai, kita dibuattolol.” ”..... Semualimbahnya dicekokkanke mulut rakyat.”(p6)3)ungkapan deskriptifdan eksplanasimengenai keadaanreformasi sekarangpasca Soeharto

Melihat kata-katanya penuh denganmetafora yangmenyindir sepertikata- kata ”paradepembesuk” danungkapan-ungkapananalogi yang keras(sarkastis) sepertitolol dan dicekokkandari penulis,sertaungkapan euphimismemelalui jargon Orbamikul duwur mendem jero,menunjukkan suatuketidak- senangan

dinyatakan dalamparagraf (p4 -11)4) ”..... kitamenganut asas mikulduwur mendem jero, atau...” ; ” konglomerathitam saja kitaampuni, masa Soehartoyang banyakjasanya ...... kitatak mengampuni?”;”...... apabahasanya?”(p.10).5)-Pengampunandilakukan berdasarkanjustifikasi ataslemahnya penegakanhukum pada banyakkasus lainnya, inidiantaranya tersuratpada : “..tak ada penilepBLBI dan rekapitulasiyang masuk penjara,bahkan mereka bisamengendalikan negeriini)” p.6); “Parakonglomerat hitamsibuk berinvestasidari satu negeri kenegeri lain.”(p7);“menegnal penjahatkemanusiaan sebagaipahlawan..”(p9);“Konglomerat hitamsaja diampuni, masaSoeharto yang berjasabanyak tidakdiampuni?”(p10).

media atas tindakanpemerintah yangmengikuti aruspengampunan.

Sebuah komparasidihadirkan dalambadan tulisan yangdiorientasikan padatampaknya pencitraansituasi lemahnyabidang penegakanhukum, yang jugacenderung dijadikanbahan justifikasibagi pengampunan ,kemudian ditutup olehparagraf yangmempertanyakantindakan tersebutdengan mengajukankata ”tata nilai”.Hal ini juga dapatditerjemahkan sebagaikepatutan hukum atausupremasi hukum dalamhal ini ditafsirkansebagai proses hukumSoeharto.

Sumber : Hasil Pengolahan data, 2008. Keterangan , p= paragraf

2. Deskriptif Analisis a. Medan Wacana (field of discourse)

Menyangkut temuan mengenai aspek medan wacanadalam semiotika sosial Halliday, maka wacana yang cobadikemukakan media adalah menyangkut kejelasan tata nilaidalam penyelesaian hukum kasus dugaan korupsi yang dilakukan PakHarto dan bahwa mantan Presiden Soeharto adalah dalangdari ricuh reformasi bidang penegakan hukum saat ini.Terlihat dari judul “Soeharto dan Fatsoen Pengampunan”dan lead serta ending, bahwa ada pernyataan-pernyataanyang bersifat pesimis, sinis dan negatif terhadapwacana pengampunan mantan Presiden Soeharto yangdiutarakan secara deskriptif dan tidak langsung.Artinya pernyataan-pernyataan ini menjadi pengantar keide sebenarnya mengenai posisi media terhadap kasusSoeharto. Pada konteksnya tampak posisi media terhadapkasus Soeharto memang terbelah menjadi dua pendapatbesar, tidak setuju pengampunan karena tidak ada dasartata nilainya dan setuju.

Ketidaksetujuan Republika mengenai opininya itudigambarkan antara lain dengan teks sinis berupa:“Yang menarik, tak ada satu partaipun yang bersuaramenentang arus pengampunan tersebut....”(p. 3 kalimat4). Selain itu juga dengan cara mengajukan pertanyaanretoris bersifat sinis menyangkut tata nilai terhadapsetiap contoh kasus lemahnya penegakan hukum, misalnya: “Maka tata nilai apakah yang hendak kitawariskan?”(p.7 kalimat 4; p.9 kalimat 5). Sedang opinimedia yang sifatnya setuju, ini digambarkan tidakseintens pada opininya yang tidak setuju tadi. Hal inimelainkan direpresentasikan dengan cara hati-hati dantidak tegas. Ini tercermin dari tidak beraninya pihakmedia bahwa itu merupakan opininya sendiri. Dalamkaitan ini media menggambarkannya dengan kata-kata“mungkin sebagian besar bangsa; memilih memaafkan ; dan menilainyatak bersalah “ dalam kalimat “Mungkin sebagian besar bangsaini akan memilih memaafkan Soeharto atau bahkanmenilainya tak bersalah.” (p. 11 kalimat 1). Selainitu sikap kesetujuan media ini juga mengindikasikankegamangan atau ketidakaslian sikapnya mengenai wacanapengampunan itu sendiri. Ada kesan, kalimat dalampragraf terakhir ini merupakan keterpaksaan yang sekedar

ingin aman mengingat pemunculannya yang bersifat“ujug-ujug” yang tak nyambung sama sekali dengan opinimedia pada paragraf-paragraf sebelumnya yang saratdengan kepesimisan dan kesinisan terhadap upayapenegakan hukum di negeri ini. Dari kesinisannya itu,sepertinya media ini berusaha juga menyerang danmenyudutkan sepak terjang pemerintah. Ini dapatdilihat bahwa wacana yang terbentuk juga wacana”pemerintah tidak becus menangani agenda reformasi” dibidang penegakan hukum.

b. Pelibat Wacana (tenor of discourse)Dari sisi pelibat wacana, disebutkan beberapa

pejabat yang menjadi bacground bagi penjelasanselanjutnya. Tidak ada sumber yang dilibatkan dalamteks itu bukan berasal dari institusi negara.Republika juga menempatkan semua pihak yang proterhadap pengampunan Pak Harto. Para pejabat yangdikemukakan yaitu : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono(SBY), Yusril Ihza Mahendra, Menteri SekretarisNegara, Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet, JusufKalla, Wakil Presiden, Jimly Asshiddiqie, KetuaMahkamah Konstitusi, Zaenal Ma’arif, Wakil Ketua DPR,Muladi, Gubernur Lemhannas, dan Pimpinan MPR.

Dengan pencantuman para petinggi negara itu, parasumber yang tentunya strategis dalam memutuskan statushukum Pak Harto, yang nota bene semuanya setuju soalpengampunan, dengan demikian dapat diartikan bahwapenyelesaian hukum kasus dugaan korupsi yang dilakukan Pak Hartosecara de facto memang sudah selesai, ditutup. Namun,dari segi penegakan hukum, ini tetap bermaknaketidakmampuan pemerintah untuk menyelesaikan masalahSoeharto dalam hubungannya dengan masalah hukum danini dengan sendirinya menjadi sebuah kelemahan danketidakmampuan pemerintahan SBY. Dalam hal inidisebutkan secara jelas para menteri kabinet SBY dandilanjutkan pada penjelasan betapa morat-maritnya ordereformasi ini dan ditutup oleh suatu tuntutan berupapertanyaan tentang tata nilai termasuk dasar hukumyang intinya sebuah kejelasan, dalam hal ini wacanadan idenya adalah ”kejelasan kasus Soeharto”.

c. Sarana Wacana (mode of discourse)

Dari sisi mode wacana, gaya bahasanya banyakmengandung metafor. Di sini metafor biasanya berusahauntuk memfokuskan suatu ide pada suatu kondisi. Dalamhal ini metafor yang dibentuk merupakan sindirannegatif ke arah pemerintah yang begitu lemah terhadapkasus Soeharto. Karenanya, beramai-ramai mengikuti”arus” pengampunan. Republika menggambarkan sindiranitu dengan kalimat, ”Kini, kata reformasi menjadilelucon, dihindarkan, dan bau”(p5 kalimat 1). Atau,”..... kita menganut asas mikul duwur mendem jero,atau ...” ;(p.10 kalimat 2).

Selain itu, kesinisan atas ”Pengampunan”dilakukan media berdasarkan justifikasi atas lemahnyapenegakan hukum pada banyak kasus lainnya, inidiantaranya tersurat pada : “.... tak ada penilepBLBI dan rekapitulasi yang masuk penjara, bahkanmereka bisa mengendalikan negeri ini)” p.6); “Parakonglomerat hitam sibuk berinvestasi dari satu negerike negeri lain.”(p7); “menegenal penjahat kemanusiaansebagai pahlawan..”(p9); “Konglomerat hitam sajadiampuni, masa Soeharto yang berjasa banyak tidakdiampuni?”(p10).

3. Representasi opini media terhadap isu penyelesaianhukum kasus korupsi Pak Harto melalui tanda-tanda yang difiksasikandalam Editorial

Seperti sudah disebutkan sebelumnya dalam bagianawal tulisan ini, bahwa persoalan kedua penelitian inimenyangkut ”Bagaimana tanda-tanda tersebutmerepresentasikan opini media terhadap isu penyelesaianhukum kasus dugaan korupsi Pak Harto? Dengan pertanyaantersebut dimaksudkan agar dapat diketahui representasiopini media terhadap isu penyelesaian hukum kasuskorupsi Pak Harto berdasarkan konstruksinya melaluitanda-tanda yang ditampilkan dalam editorial. Upayamengetahui ini sendiri dilakukan dengan cara menganalisteks dalam editorial/tajuk Republika dalam edisi 11 dan17 Mei 2006.

Berdasarkan temuan berdasarkan analisis semiotikasiosial Halliday menyangkut editorial edisi 11 Mei 2006,berkaitan dengan aspek medan wacana maka wacana yangcoba dikemukakan media adalah menyangkut kejelasan tata nilai

dalam penyelesaian hukum kasus dugaan korupsi yang dilakukan PakHarto dan bahwa mantan Presiden Soeharto adalah dalang dariricuh reformasi bidang penegakan hukum saat ini.Sehubungan pewacanaannya itu kerap dimediasikan melaluipenggunaan tanda-tanda yang merepresentasikan sifatpesimis, sinis dan negatif terhadap wacana pengampunanmantan Presiden Soeharto yang diutarakan secaradeskriptif dan tidak langsung maka berdasarkan analisisdapat diinterpretasikan bahwa itu merepresentasikanopini media yang sebenarnya tidak setuju atas“pengampunan” karena tidak memiliki landasan tata nilai.

Berkaitan dengan komponen Pelibat Wacana dalamkonteks semiotika sosial, dengan mana media berdasarkanpewacanaannya secara berlawanan arus mempertanyakan tatanilai yang pada intinya sebuah kejelasan atas“pengampunan” Soeharto sebagai sebuah kebijakanpemerintah yang disuarakan oleh semua pelibat yang notabene terdiri dari para menteri kabinet SBY, kiranya inimerepresentasikan opini media bahwa mereka sebenarnyatidak setuju terhadap “pengampunan” itu sendiri.

Kemudian menyangkut sisi Sarana Wacana atau modewacana, dengan gaya bahasa yang digunakan media banyakmengandung metaforis, sarkastis seumpama “mengenalpenjahat kemanusiaan sebagai pahlawan..” , “tak adapenilep BLBI .... masuk penjara”dan sinis seperti “mikulduwur mendem jero” dan reformasi menjadi lelucon dan bau”yang dibentuk guna penyindiran negatif ke arahpemerintah yang begitu lemah terhadap banyak kasuspenegakan hukum termasuk kasus Pak Soeharto, secarasemiotik ini menandakan bahwa media pada dasarnyaberopini tidak setuju atas kebijakan “pengampunan” Pak Hartoitu.

Selanjutnya, terkait temuan tajuk edisi 17 Mei 2006menyangkut komponen medan wacana, maka di sini tajukingin menempatkan wacana Soeharto dalam suatu kerangkatentang penyelesaian kasus secara hukum. Dengan warningberupa akan terjadinya pengambilalihan proses hukum olehhakim jalanan jika jalur penyelesaiannya bukanberdasarkan tata nilai hukum yang ada, pemediaan pesandalam editorial ini tampak lebih mengarah pada upayamerepresentasikan makna opininya yang setuju mengenaipenyelesesaian hukum kasus dugaan korupsi Pak Harto

harus ditempuh melalui jalur hukum. Dengan kata lain, mediaberopini bahwa Pak Harto harus diadili melalui jalurhukum pidana.

Dari kategori pelibat wacana, sehubungan dengantemuannya yang menunjukkan bahwa penyertaan pihaktertentu dalam tulisan ini mengarah pada makna tentangbagaimana kasus Soeharto itu untuk dilanjutkan dandituntaskan dalam kerangka hukum, kiranya ini dapatditafsirkan sebagai upaya media merepresentasikanopininya dalam memandang persoalan penyelesaian hukumkasus dugaan korupsi Pak Harto. Opini media sendiricenderung direpresentasikan dalam bentuk setuju.

Mengenai aspek sarana atau mode wacananya, makadengan penggunaan gaya kebahasaan yang hiperbolis,euphimisme, sarkastis dan metaforis yang lebih merupakansindiran-sindiran kepada pihak pemerintah dan kubuSoeharto tentang wacana dihentikannya kasus soehartomelaui penerbitan SKPP, media berupaya merepresentasikanmakna bahwa Pak Soeharto terkait “pengampunanya”, adalahsebagai sesuatu yang negatif dan bertentangan denganhukum dan idealisme mereka/media (idealisme reformasi).Dengan makna yang demikian maka secara semiotis inimenandakan bahwa media, meskipun tampak berusahamengambil posisi aman dalam pengungkapannya karena tidakberani mengklaim dirinya secara langsung denganmenggunakan kata “kami” melainkan justru kerap memakaikata ganti orang pertama jamak seperti “kita”, namunpada dasarnya pendapat mereka sangat setuju terhadappenyelesesaian kasus dugaan korupsi Pak Harto itu harusditempuh melalui jalur hukum.

4. Pembahasan

Sebagaimana telah disinggung pada bagian awaltulisan ini, bahwa tujuan penelitian melalui duapermasalahan yang diangkatnya, yaitu berupaya untukmengetahui konstruksi media melalui tampilan tanda-tandadalam editorialnya mengenai isu penyelesaian hukum kasuskorupsi Pak Harto dan mengetahui representasi opinimedia terhadap isu penyelesaian hukum kasus korupsi PakHarto berdasarkan konstruksinya melalui tanda-tanda yangditampilkan dalam editorial. Guna kepentingan tersebut

penelitian ini menjadikan editorial/tajuk Republikaedisi 11 Mei dan 17 Mei 2006 sebagai sumber datanya.

Sejalan dengan temuan penelitian, maka berdasarkananalisis semiotika siosial Halliday menyangkut editorialedisi 11 Mei 2006, berkaitan dengan aspek medan wacanamaka wacana yang coba dikonstruksikan media mengenaiadalah menyangkut kejelasan tata nilai dalam penyelesaian hukumkasus dugaan korupsi yang dilakukan Pak Harto.Pemediasiannya sendiri kerap melalui penggunaan tanda-tanda yang merepresentasikan sifat pesimis, sinis dannegatif terhadap wacana pengampunan mantan PresidenSoeharto yang diutarakan secara deskriptif dan tidaklangsung. Berkaitan dengan komponen pelibat wacana dalamkonteks semiotika sosial, dengan mana media berdasarkanpewacanaannya secara berlawanan arus mempertanyakan tata nilaiyang pada intinya mengarahkan makna adanya sebuahkejelasan atas “pengampunan” Soeharto sebagai sebuahkebijakan pemerintah yang disuarakan oleh semua pelibatyang berasal dari kalangan eksekutif kabinet SBY.Sementara terkait komponen sarana wacana, maka dengangaya bahasa yang digunakan media banyak yang mengandungmetaforis, sarkastis dan sinis ini bertendensi agarlahirnya makna penyindiran negatif ke arah pemerintahyang begitu lemah terhadap banyak kasus penegakan hukumtermasuk kasus Pak Soeharto.

Dengan pengetahuan mengenai konstruksi mediamelalui tampilan tanda-tanda yang dipilihnya dalam tekseditorial mengenai isu penyelesaian hukum kasus dugaankorupsi Pak Harto berdasarkan hasil analisis melaluitiga komponen semiotik dalam semiotika sosial Hallidayitu, maka dapat dimaknai bahwa dalam kasus dimaksudmedia terlihat merepresentasikan opininya yang tidak setujuterhadap kebijakan pemerintah yang “mengampuni” PakHarto dalam kaitan penyelesaian hukum kasus dugaankorupsi yang dilakukannya selama berkuasa.

Seminggu setelah Republika mewacanakan penyelesaianhukum kasus dugaan korupsi yang dilakukan Pak Hartomelalui editorialnya tadi, maka terkait dengan banyaknyaprotes yang muncul terhadap “pengampunan” Pak Harto,harian ini kembali mengangkatnya melalui rubrik yangsama pada edisi 17 Mei 2006. Jika pada edisi sebelumnyaharian ini mewacanakan tata nilai, maka pada edisi 17

Mei pun kembali soal tata nilai itu mendapat penekanan dalamkonstruksinya mengenai realitas “proses hukum”Pak harto.

Berdasarkan hasil analisis terhadap tajuk edisi 17mei 2006 itu, maka menyangkut komponen medan wacananya,di sini tajuk ingin menempatkan wacana Soeharto dalamsuatu kerangka tentang penyelesaian kasus secara hukum.Bahkan wacananya itu menempatkan tanda-tanda yangbermaknakan begitu seriusnya unsur “proses hukum” itumelalui warning berupa akan terjadinya pengambilalihan proseshukum oleh hakim jalanan jika jalur penyelesaiannya bukanberdasarkan tata nilai hukum yang ada. Terkait dengankomponen pelibat wacana, sehubungan dengan temuan yangmenunjukkan media melibatkan pihak tertentu yang antiterhadap “pengampunan” dan menjadikannya sebagai acuanuntuk mengakhiri pewacanaan dalam menelaah “pengampunan”dalam tulisan, ini mengarah pada makna tentang bagaimanakasus Soeharto itu untuk dilanjutkan dan dituntaskandalam kerangka hukum. Sementara dari segi sarana ataumode wacananya, maka dengan penggunaan gaya kebahasaanyang hiperbolis, euphimisme, sarkastis dan metaforisyang lebih merupakan sindiran terhadap “kebijakanpengampunan”, ini menandakan bahwa media berupayamerepresentasikan makna bahwa kebijakan “pengampunan,merupakan hal negatif dan bertentangan dengan hukum danidealisme (idealisme reformasi) mereka/media.

Berdasarkan pengetahuan mengenai konstruksi mediamelalui tampilan tanda-tanda yang dipilihnya dalam tekseditorial 17 Mei 2006 mengenai isu penyelesaian hukumkasus dugaan korupsi Pak Harto yang ditemukanberdasarkan hasil analisis melalui tiga komponensemiotik dalam semiotika sosial Halliday itu, denganmana menunjukkan makna bahwa media pada dasarnyamenginginkan terlaksananya proses hukum pidana dalampenyelesaian kasus dugaan korupsi yang dilakukan PakHarto, maka hal ini dapat dimaknai bahwa media telahmerepresentasikan opininya yang berupa ketidaksetujuanterhadap kebijakan pemerintah yang “mengampuni” PakHarto.

Menyimak temuan dan analisis mengenai dua teksdalam editorial sebelumnya, maka Harian Republika dalammengkonstruksi realitas penyelesaian hukum kasus dugaankorupsi Pak harto mengindikasikan adanya konsistensi

dalam upaya mereka mengarahkan makna yang merekainginkan, yakni dengan alasan dasar tata nilai, kebijakan“pengampunan” berlawanan dengan hukum dan idealismemereka/media (idealisme reformasi) dan karenanya MantanPresiden Soeharto harus diadili sesuai dengan tata nilaihukum yang ada demi tegaknya hukum dan terlunaskannyarasa keadilan masyarakat. Pengarahan makna yangdemikian, meskipun dalam fiksasi wacananya kerapmenggunakan simbol kata ganti orang pertama jamak “kita”yang bermakna mencakup pihak di luar media semisalindividu khalayak yang membacanya, dan bukan “kami” yangbermakna lebih berani dan bertanggung jawab karena langsungmenunjuk pihak media itu sendiri sebagai produsen maknalewat bahasa, namun secara semiotik kiranya itu tetapmenyimbolkan bahwa pada hakikatnya media ini secarakonsisten berpendapat tidak setuju terhadap keluarnyakebijakan pemerintah yang mengampuni Pak Harto dan lebihsetuju ditempuh lewat proses jalur hukum. Denganrepresentasi opini media yang demikian, maka jikadikatakan bahwa opini atau pendapat itu merupakanekspresi tersembunyi dari sikap, itu berarti opini mediatadi sekaligus dapat menjadi representasi sikap merekadalam memandang isu penyelesaian hukum kasus dugaankorupsi yang dilakukan Pak harto.

5. PenutupDari hasil pemaparan sebelumnya diketahui bahwa

dalam penelitian komunikasi dengan pendekatan kualitatifmemiliki variasi dalam hal metode. Namun varian metodedimaksud, secara sederhana, setidaknya menurut versisumber data (subyek penelitian), varian taditerkelompokkan pada dua domain, pertama pada metode yangpas berbasiskan pada “field” dan kedua berbasiskan pada“teks”. Salah satu metode yang berbasiskan pada teks ituadalah metode analisis teks Semiotika Sosial versi MAKHalliday. Dari praktik analisis teks berbasiskan versiMAK Halliday tersebut diketahui bahwa analisis teks inipada dasarnya berupaya menemukan unsur-unsur MedanWacana (field of discourse) ; Pelibat Wacana (tenor of discourse);dan Sarana Wacana (mode of discourse).

Daftar Pustaka

Albig, sebagaimana dikuti Sunarjo, Djoenasih, S., (1984), Yogyakarta, Liberty, hal.31.

Assegaf, Djafar, (1983), Jurnalistik masa Kini, Jakarta, Ghalia Indonesia,hal.64.

Bhikkhu Jotidhammo, M.Hum, 2006, “Korupsi Merupakan Perbuatan Yang Tidak Terpuji Dalam Ajaran Sang Buddha”, dalam Menuju Masyarakat Anti Korupsi, Perspektif Agama Buddha, Jakarta, Departemen Komunikasi dan Informatika, hal. 3.

Departemen Pendidikan Nasional, (2005), Kamus Besar bahasaIndonesia, Jakarta, Balai Pustaka.

Effendy, Onong Uchyana, (2000), Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung, Cutra Aditya Bakti, PT., hal.135.

Eriyanto, (2001), Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta, LkiS.

Eriyanto, Metoda polling, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, hal. 214

Halliday., M.A.K. dan Ruqaiya Hasan, (1994), Bahasa, Konteks, dan Teks, Aspek-Aspek bahasan dalam Pandangan Semiotik Sosial, Yogyakarta, Gadjahmada University Press, hal. 15.

Hamad, Ibnu, (2007), Analisis Wacana (Discourse Análisis) Sebuah Pengenalan Awal, Jakarta, Diktat Per-kuliahamn Methode Penelitian Komunikasi Kulaitatif, PPS MIK UPDM (B)Jakarta, hal.14-15.

Juliastuti, Nuraini (2000), “Representasi”, dalam, http://www.kunci.or.id/esai/nws/04/ representasi.htm

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2006, Memahami Untuk Membasmi, Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, KPK, hal. 11.

Lippman, Walter, Public Opinion With New Introduction by Diterjemahkan oleh S. Maimoen . Jakarta:Yayasasan Obor Michael Curtis,New Jersey; Transaction Publisher, Indonesia, 1999.

Moelong, Lexy, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung ,P.T Remaja Rosdakarya.

Namibia's Zero Tolerance for Corruption Campaign, dalam http://www.anticorruption.info/corr def.htm/.

Paul SinlaEloE, dalam http//groups.yahoo.com/group/indonesia-studies

Robert Klitgaard & Ronald Maclean , Penuntun PemberantasanKorupsi, sebagaimana dikutip Betty Rosalina dalam

http://www.kammi. or.id/last/lihat.php?d=materi&do=view&id=240

Rosalina,Betty,”Korupsi dalam Perspektif Sosio-Kultural”,dalam,http://www.kammi. or.id/last/ lihat.php?d=materi&do=view&id=240.

Sobur, Alex, (2004), dalam , Analisis Teks Media : Sebuah Pengantar Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, Bandung, Remaja Rosdakarya, hal. 64.

Sobur, Alex, (2004 ), Semiotika Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Soekanto, Soerjono, (1983), Kamus Sosiologi, Jakarta, Rajawali Press, hal. 239.

Sudibyo, Agus, (2001), Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta, LKiS, hal.129.

Suharso bayu Kuntoro, S.Ag., 2006, ”Penanggulangan Korupsidalam Perspektif Hindu”, dalam Menuju Masyarakat Anti Korupsi, Perspektif Agama Hindu, Jakarta, Departemen Komunikasi dan Informatika, hal.16.

Thamrin, Muhammad Husni, dalam, http://thamrin.wordpress.com/2006/07/18/definisi-korupsi/

Thamrin,MuhammadHusni, http://209.85.175.104/search?q=cache:YFUQ0MxLdGoJ:

thamrin. blogspot.com/2006/05/indonesia-and-corruption.

The 'Lectric Law Library,dalamhttp://www.lectlaw.com/def/c314.htm.

Transparency Internasional (TI) Indonesia , dalamhttp://www.ti.or.id/polling/9/

W.S. Januardi, SE, 2006, “Korupsi dalam pandanganKhonghucu”, dalam Menuju Masyarakat Anti Korupsi,Perspektif Agama Khonghucu, Jakarta, DepartemenKomunikasi dan Informatika, hal. 187.

Sumber lain:http://www. Wikipedia.com.

Merriam-websteronlinedictionary,(http://www.merriam-ebster.com/dictionary/corrupts

http://allword.com.http://www.transparency.org/news_room/faq/corruption_faq)http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi.http://www.mediaknowall.com/representation.html

http://www.ilstu.edu/~jrbaldw/372/Representation.hthttp://www.yourdictionary.com/meaningAllwords.com meaning Paul http://www.thefreedictionary.com/opinionhttp://www.answers.com/topic/opinion?cat=biz-finhttp://www.wordreference. com/definition/ pictorialMedia Literacy ; http://wneo.org/media/glossary.htmhttp://www.merriam-webster.com/dictionary/ representationhttp://www.mediaknowall.com/representation.html.http://www.mediaknowall.com/representation.html

LAMPIRAN

Lampiran : Tajuk Republika, 11 Mei 2006=fatsoen(n)bld; fatsun(n)Ind.:sopan santun

ooo

ooo