Jenis Kelamin

50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Deskripsi Wilayah Penelitian Secara administratif, wilayah Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara yang secara geografis terletak diantara 1° LU - 3° LU, dan 125° BT - 128° BT. Dengan memiliki luas 2.612,24 Km 2 . Wilayah Kabupaten Halmahera Barat memiliki 5 kecamatan dan 133 desa. Karena letaknya di sekitar garis khatulistiwa, Kabupaten Halmahera Barat beriklim tropis dengan suhu rata-rata 28,05°C dan kelembaban 73-82%, serta curah hujan 1500 mm/tahun. Kabupaten Halmahera Barat mempunyai ketinggian 0-700 m dpl (diatas permukaan laut), dengan batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah utara dengan Kecamatan Loloda Utara - Sebelah selatan dengan Kota Tidore Kepulauan - Sebelah timur dengan Kabupaten Halmahera Utara - Sebelah barat dengan Kota Ternate dan Laut Maluku Wilayah Kabupaten Halmahera Barat secara administratif terdiri dari 5 (lima) Kecamatan, yaitu : Kecamatan Jailolo, Kecamatan Jailolo Selatan, Kecamatan Sahu, Kecamatan Ibu dan Kecamatan Loloda. Keseluruhan wilayah Kabupaten Halmahera Barat membawahi 133 desa. Adapun perinciannya yakni sebagai berikut :

Transcript of Jenis Kelamin

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

Secara administratif, wilayah Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku

Utara yang secara geografis terletak diantara 1° LU - 3° LU, dan

125° BT - 128° BT. Dengan memiliki luas 2.612,24 Km2. Wilayah

Kabupaten Halmahera Barat memiliki 5 kecamatan dan 133 desa. Karena

letaknya di sekitar garis khatulistiwa, Kabupaten Halmahera Barat beriklim

tropis dengan suhu rata-rata 28,05°C dan kelembaban 73-82%, serta

curah hujan 1500 mm/tahun.

Kabupaten Halmahera Barat mempunyai ketinggian 0-700 m dpl

(diatas permukaan laut), dengan batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah utara dengan Kecamatan Loloda Utara

- Sebelah selatan dengan Kota Tidore Kepulauan

- Sebelah timur dengan Kabupaten Halmahera Utara

- Sebelah barat dengan Kota Ternate dan Laut Maluku

Wilayah Kabupaten Halmahera Barat secara administratif terdiri

dari 5 (lima) Kecamatan, yaitu : Kecamatan Jailolo, Kecamatan Jailolo Selatan,

Kecamatan Sahu, Kecamatan Ibu dan Kecamatan Loloda. Keseluruhan wilayah

Kabupaten Halmahera Barat membawahi 133 desa. Adapun perinciannya yakni

sebagai berikut :

61

Tabel 5

Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa

No Kecamatan Luas wilayah (Km2) Jumlah Desa

1.

2.

3.

4.

5.

Jailolo

Jailolo Selatan

Sahu

Ibu

Loloda

125,26

887,24

256,25

1.043,75

299,74

33

18

29

36

17

Jumlah 2.612,24 133 Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005

Data di atas memperlihatkan bahwa luas desa dan jumlah desa sangat

bervariasi antar satu kecamatan dengan kecamatan yang lain. Kecamatan yang

mempunyai wilayah paling luas adalah Kecamatan Ibu yaitu 39,96% dari luas

Wilayah Kabupaten Halmahera Barat, dan kecamatan yang mempunyai wilayah

paling kecil adalah Kecamatan Jailolo yaitu 4,80% dari luas Wilayah

Kabupaten Halmahera Barat. Dari aspek administrasi pemerintahan, luas wilayah

akan menentukan jangkauan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah

kepada masyarakat. Untuk penelitian ini, yang menjadi objek adalah

Kecamatan Jailolo dan Sahu.

4.1.2. Kondisi Penduduk

Letak wilayah Kabupaten Halmahera Barat yang strategis yaitu sebagai

Ibukota Kabupaten, menyebabkan Kabupaten Halmahera Barat menjadi fokus

perhatian dari berbagai kelompok masyarakat untuk bekerja dan berusaha

di wilayahnya. Akibatnya migrasi penduduk tidak dapat dihindari oleh

Kabupaten Halmahera Barat. Dari hasil registrasi penduduk oleh

Badan Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Barat sampai dengan

Desember 2003 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Halmahera

62

Barat sebesar 92.894 jiwa, yang terdiri dari 48.125 jiwa berjenis kelamin laki-laki

dan 44.769 jiwa berjenis kelamin perempuan. Secara rinci keadaan jumlah

penduduk Kabupaten Halmahera Barat menurut jenis kelamin berdasarkan

wilayah kecamatan adalah sebagai berikut :

Tabel 6

Jumlah Penduduk Berdasarkan

Jenis Kelamin Menurut Kecamatan

Penduduk No

Kecamatan

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

Jailolo

Jailolo Selatan

Sahu

Ibu

Loloda

13.209

8.001

8.005

13.097

5.768

12.394

7.314

1.104

12.115

5.242

25.603

15.315

15.754

25.212

11.010

Jumlah 48.125 44.769 92.894 Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005

Data tersebut memperlihatkan bahwa penyebaran penduduk masing-masing

wilayah kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat tidak merata, dimana jumlah

penduduk terbesar ada di wilayah Kecamatan Jailolo yaitu 25.603 jiwa (27,56%),

dan jumlah penduduk terkecil ada di wilayah Kecamatan Loloda yaitu 11.010 jiwa

(11,85%). Dengan jumlah penduduk yang demikian, kepadatan penduduk

Kabupaten Halmahera Barat sampai dengan Desember 2005 sebesar 344,02

jiwa/km2. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :

63

Tabel 7

Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk dari Kecamatan

Jailolo dan Kecamatan Sahu di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2005

Penduduk No

Kecamatan

Laki-Laki Perempuan Jumlah

Luas

Kepadatan

1.

2.

3.

4.

5.

Jailolo

Jailolo Selatan

Sahu

Ibu

Loloda

13.209

8.001

8.005

13.097

5.768

12.394

7.314

1.104

12.115

5.242

25.603

15.315

15.754

25.212

11.010

125,26

887,24

256,25

1.043,75

299,74

204,39

17,26

61,48

24,16

36,73

Jumlah 48.125 44.769 92.894 2.612,24 344,02 Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005

Data tersebut memberikan informasi bahwa luas wilayah kecamatan

di Kabupaten Halmahera Barat yang terbesar adalah Kecamatan Ibu

yaitu 1.043,75 km2

(39,96%), dan luas wilayah yang terkecil adalah

Kecamatan Jailolo 125,26 km2

(4,80%). Namun dari segi kepadatan penduduk,

wilayah yang paling padat adalah Kecamatan Jailolo dengan kepadatan sebesar

204,39 jiwa/km2, dan wilayah yang paling jarang penduduknya adalah wilayah

Kecamatan Jailolo Selatan dengan kepadatan penduduk sebesar 17,26 jiwa/km2.

Kepadatan penduduk yang tidak merata ini dipengaruhi oleh sebagian besar pusat

perkantoran pemerintahan dan perdagangan berada di wilayah Kecamatan Jailolo,

yang menyebabkan masyarakat mencari pemukiman yang berdekatan dengan

pusat perkantoran tersebut.

Hal ini hendaknya menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Halmahera

Barat selain itu, salah satu hal yang sangat urgen yang perlu mendapat perhatian

pemerintah adalah penyediaan sarana dan prasarana umum daerah yang cukup,

baik secara fisik maupun non fisik dimaksudkan untuk memberikan pelayanan

dan fasilitas pembangunan, pemerintahan dan kegiatan masyarakat lainnya.

64

4.1.3. Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.3.1. Struktur Organisasi Kantor Camat Jailolo dan Sahu

Untuk meningkatkan kinerja Kantor Camat di Kabupaten

Halmahera Barat, Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat telah mengeluarkan

beberapa kebijakan diantaranya adalah dengan menyempurnakan struktur

organisasi. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 158 Tahun 2003, tentang

Struktur Organisasi Kecamatan disempurnakan seperti dalam lampiran tesis ini.

Untuk susunan organisasi dari Kantor Camat Jailolo dan Sahu

Kabupaten Halmahera Barat adalah sebagai berikut :

Tabel 8

Susunan Jabatan di Kantor Camat Jailolo

dan Sahu Kabupaten Halmahera Barat

No Jabatan Jumlah (orang)

1 Kecamatan Jailolo

a. Camat

b. Sekretaris Kecamatan

c. Kasi KTBN

d. Kasi Pemerintahan

e. Kasi Kesra

f. Kasi BPM

g. Staf

1

1

1

1

1

1

20

Jumlah 26

2 Kecamatan Sahu

a. Camat

b. Sekertaris Kecamatan

c. Kasi PMD

d. Kasi Pelayanan Umum

e. Kasi Kesra

f. Staf

1

1

1

1

1

20

Jumlah 25

Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005

Berdasarkan data tersebut memberikan informasi bahwa jabatan staf di

Kantor Camat Jailolo dan Sahu merupakan jabatan yang mempunyai jumlah

65

personil terbesar. Banyaknya jabatan staf selain pangkat dan golongan yang

belum bisa dipromosikan ke dalam suatu jabatan tertentu, juga lebih disebabkan

dengan banyaknya staf, dalam operasionalisasi kantor camat diharapkan dapat

memberi pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, dan dapat menjangkau seluruh

masyarakat dalam pelayanan di wilayah kerja kecamatan. Dengan demikian, pada

akhirnya pelayanan yang diterima oleh masyarakat akan semakin baik dari segi

kuantitas maupun kualitasnya.

4.1.3.2. Keadaan Pegawai di Kantor Camat Jailolo dan Sahu

Untuk mengetahui kondisi pegawai Kantor Camat Jailolo dan pegawai

Kantor Camat Sahu di Kabupaten Halmahera Barat secara rinci menurut

pangkat/golongan ruang, pendidikan dan usianya, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9

Komposisi Pegawai Berdasarkan Pendidikan,

Usia, dan Golongan Ruang

No Pendidikan Jlh Usia Jlh. Golongan Jlh.

1 Kecamatan Jailolo

a. SD

b. SMP/SMA

c. Diploma

d. Sarjana

-

17

3

6

20-30

31-40

41-50

51-60

5

9

8

4

I

II

III

IV

-

12

14

-

Jumlah 26 26 26

2 Kecamatan Sahu

a. SD

b. SMP/SMA

c. Diploma

d. Sarjana

-

18

2

5

20-30

31-40

41-50

51-60

3

10

7

5

I

II

III

IV

1

10

13

1

Jumlah 25 25 25

Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa dari segi pendidikan formal yang

dilalui pegawai, di Kantor Camat Jailolo dan Sahu jumlah pegawai dengan tingkat

66

pendidikan formal yang terbesar adalah SMP/SMA dari keseluruhan jumlah

pegawai, sedangkan tingkat pendidikan formal yang terkecil, di Kantor Camat

Jailolo dan di Kantor Camat Sahu adalah pendidikan diploma dari keseluruhan

jumlah pegawai. Dengan demikian, sebagian besar pegawai di Kantor Camat

Jailolo dan Sahu telah memperoleh pendidikan formal sampai pada tingkat

lanjutan, yang potensial untuk ditugasbelajarkan pada tingkat pendidikan yang

lebih tinggi.

Kemudian dari segi usia, di Kantor Camat Jailolo jumlah pegawai terbesar

adalah yang berkisar antara 31-40 tahun dari keseluruhan jumlah pegawai,

demikian halnya juga dengan Kantor Camat Sahu dari keseluruhan jumlah

pegawai, sedangkan yang terkecil, di Kantor Camat Jailolo adalah pegawai

dengan umur berkisar antara 51-60 tahun keseluruhan jumlah pegawai, sedangkan

di Kantor Camat Sahu adalah yang berumur 20-30 tahun dari keseluruhan jumlah

pegawai. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai yang bekerja di Kantor

Camat Jailolo dan di Kantor Camat Sahu Kabupaten Halmahera Barat masih

tergolong dalam usia produktif, yang masih berpotensi untuk bisa dikembangkan

dan bisa dirangsang untuk berprestasi.

Selanjutnya dari data tersebut juga memperlihatkan bahwa di Kantor Camat

Jailolo dan Sahu, jumlah pegawai memiliki kepangkatan ada yang bervariasi

mulai dari golongan I, golongan II, Golongan III dan Golongan IV. Sebagian

besar pegawai dari golongan II dan III tersebut berpendidikan SMP/SMA dan

mempunyai usia antara 31-40 tahun yang tentunya masih berpotensi untuk

pengembangan karier menjadi lebih baik.

67

4.1.3.3. Pendidikan dan Pelatihan Pegawai

Mengingat semakin meningkatnya kesadaran dan tuntutan masyarakat akan

pelayanan, maka peningkatan kemampuan dan keterampilan pegawai merupakan

satu langkah strategis yang perlu dilakukan. Sejalan dengan hal itu, Kantor Camat

Jailolo dan Kantor Camat Sahu di Kabupaten Halmahera Barat telah

mengikutsertakan pegawainya ke pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang

merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat

mendukung terselenggaranya kegiatan kantor. Beberapa macam Diklat yang telah

diikuti oleh pegawai adalah Diklat Struktural, dan Diklat Fungsional sebagainya

dapat dilihat melalui tabel berikut ini :

Tabel 10

Jumlah Pegawai Kantor Camat Jailolo dan Sahu

Yang Telah Mengikuti Kegiatan Diklat

No Jenis Kegiatan Jumlah (orang)

1

A. Kecamatan Jailolo

Diklat Struktural

a. Diklatpim IV/Adum

b. Diklatpim III/Spama

4

2

2

Diklat Fungsional

a. Bendaharawan 3

Jumlah 9

1

B. Kecamatan Sahu

Diklat Struktural

a. Diklatpim IV/Adum

b. Diklatpim III/Spama

3

2

2

Diklat Fungsional

a. Bendaharawan 2

Jumlah 7 Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005

Data ini memberi informasi bahwa jumlah pegawai yang baru mengikuti

Diklat di Kantor Camat Jailolo baru sebagian kecil dari keseluruhan pegawai,

68

sedangkan pada Kantor Camat Sahu jumlah pegawai yang baru mengikuti diklat

baru sebagian kecil juga dari keseluruhan pegawai. Data ini juga memberikan

informasi bahwa perlu adanya diklat bagi para pegawai baik di Kantor Camat

Jailolo dan Kantor Camat Sahu, untuk lebih meningkatkan profesionalisme

pegawainya di masa mendatang. Berbagai macam Diklat, kursus, seminar ataupun

studi banding perlu direncanakan dan diprogramkan oleh Kantor Camat Jailolo

dan Kantor Camat Sahu untuk dilaksanakan secara terus menerus dan

berkesinambungan.

4.1.3.4. Jenis Layanan Kartu Tanda Penduduk (KTP)

Pelayanan kepada masyarakat yang disediakan oleh Kantor Camat Jailolo

dan Kantor Camat Sahu dengan persyaratan dan besarnya tarif retribusi dari Kartu

Tanda Penduduk (KTP), berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera

Barat Nomor 10 Tahun 2005 sebagai berikut.

Tabel 11

Jenis Layanan dan Tarif KTP di Kecamatan Jailolo dan Sahu

No Kewarganegaraan Persyaratan Tarif Retribusi

1. WNI

o Surat pengantar RT dan RW

o Surat pengantar dari Kepala Desa

o Foto-copy Kartu Keluarga

o Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 3 lembar

Rp. 20.000

2. WNA

o Surat pengantar RT dan RW

o Surat pengantar dari Kepala Desa

o Surat pengantar dari Dinas

Kependudukan

o Foto-copy Kartu Keluarga

o Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 3 lembar

Rp. 25.000

Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005

69

Tabel di atas menunjukan bahwa penyediaan layanan KTP di Kecamatan

Jailolo dan Sahu secara formal dan terinci telah diatur sedemikian rupa. Dengan

harapan aparat pelaksana mempunyai acuan dalam melaksanakan tugas

pelayanannya sekaligus agar masyarakat dapat mengetahui dan mengontrol

pelaksanaannya di lapangan.

4.1.4. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 189 orang dengan perincian

sebagai berikut jumlah responden untuk Kecamatan Jailolo sebanyak 114 orang

dan responden untuk kecamatan Sahu sebanyak 75 orang. Setelah diadakan

penyebaran kuesioner kepada masing-masing responden, maka diperoleh

gambaran tentang karakteristik dari 189 orang responden tersebut yang akan

dikemukakan berdasarkan klasifikasi dan pengelompokan responden. Deskripsi

umum tentang responden ini dipandang penting untuk dikemukakan karena

diasumsikan bahwa perbedaan respon setiap responden terhadap item-item yang

diberikan berkaitan dengan perbedaan latar belakang dari masing-masing

responden, baik menyangkut pendidikan, umur, jenis kelamin, mata pencaharian.

Klasifikasi pertama yang akan dilihat adalah responden berdasarkan umur.

Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa umur responden secara keseluruhan

berada pada rentang usia antara 17 tahun sampai dengan 60 tahun. Pada tabel

berikut dapat dilihat identitas responden berdasarkan umur. Adapun karakteristik

responden menurut umur adalah sebagai berikut :

70

Tabel 12

Klasifikasi Responden Menurut Umur

No

Kelompok Usia

(Thn)

1 Kecamatan Jailolo

Jumlah (Orang) Persentase (%)

17 - 20

21 - 40

41 - 60

35

51

28

30,70

44,74

24,56

Jumlah 114 100

2 Kecamatan Sahu

17- 20

21- 40

41 -60

23

32

20

30,67

42,67

26,66

Jumlah 75 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Adapun usia responden yang diambil adalah sesuai dengan batas usia bagi

warga negara yang wajib memiliki KTP. Dengan rentang usia responden yang

cukup beragam sebagaimana tersebut pada tabel di atas, diharapkan data yang

akan diperoleh dapat mendukung dalam analisis dan pengujian hipotesis.

Data mengenai sikap yang akan ditunjukan oleh responden dalam menjawab

kuesioner atau angket, diharapkan dapat mendekati obyektifitas karena mereka

ikut merasakan langsung pelayanan yang diberikan aparat khususnya dalam

pelayanan pembuatan KTP. Selanjunya komposisi responden menurut jenis

kelamin dapat dilihat pada tabel 13.

Berdasarkan tabel di bawah ini bahwa Data primer diperoleh tentang

pembuatan KTP dari warga masyarakat yang telah berumur 17 tahun ke atas, dan

yang sudah pernah menikah baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun berjenis

kelamin perempuan. Karena KTP itu harus dimiliki oleh setiap orang sebagai

71

kartu tanda bukti (legitimasi) bagi setiap penduduk dalam Wilayah Negara

Republik Indonesia.

Tabel 13

Klasifikasi Responden Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Kecamatan Jailolo

Laki-laki

Perempuan

46

58

40,35

50,88

Jumlah 114 100

2 Kecamatan Sahu

Laki-laki

Perempuan

39

36

52,00

48,00

Jumlah 75 100

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer Tahun 2006

Adapun klasifikasi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 14

Klasifikasi Responden Menurut Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Kecamatan Jailolo

Petani

Wiraswasta

PNS,TNI/Polri

Mahasiswa, Siswa

Pensiunan/Purnawirawan

Ibu Rumah Tangga

15

39

13

12

15

20

13,16

34,21

11,40

10,53

13,16

17,54

Jumlah 114 100

2 Kecamatan Sahu

Petani

Wiraswasta

PNS,TNI/Polri

Mahasiswa, Siswa

Pensiunan/Purnawirawan

Ibu Rumah Tangga

10

14

11

9

8

23

13,33

18,67

14,67

12

10,67

30,67

Jumlah 75 100 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer Tahun 2006

72

Para wiraswasta memeliki respon yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan

pada umumnya wiraswasta sangat membutuhkan status kependudukan atau

identitas yang jelas sebagai salah satu untuk mengurusi berbagai kepentingan

yang menyangkut perijinan dan urusan perbankan. Dengan jelasnya status yang

dibuktikan oleh adanya Kartu Tanda Penduduk (KTP), wiraswasta, pegawai

negeri/swasta, buruh, ibu rumah tangga dan lain-lain, mendapat legitimasi yang

pasti tentang status kewarganegaraan dan identitas lainnya guna kelancaran urusan

ke berbagai instansi pemerintah maupun swasta.

Dari aspek pendidikan, terlihat adanya variasi tingkat pendidikan dari

masing-masing responden mulai dari pendidikan terrendah sampai pada tingkat

yang paling tinggi. Tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi kemampuan

responden dalam menjawab kuesioner yang diberikan. Adapun klasifikasi

responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 15

Klasifikasi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan

1 Kecamatan Jailolo Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD

SLTP

SLTA

Sarjana Muda/Sarjana

13

15

59

27

11,40

13,16

51,75

23,68

Jumlah 114 100

2 Kecamatan Sahu

SD

SLTP

SLTA

Sarjana Muda/Sarjana

18

14

23

20

24

18,67

26,67

30,67

Jumlah 75 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

73

Adanya fluktuasi dari tingkat pendidikan responden masyarakat di

Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu menunjukkan tingkat pendidikan yang

terbanyak adalah SLTA. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan

SLTA, kesadaran untuk mengurus KTP dari masyarakat cukup besar. Kesadaran

membuat KTP pada tingkat pendidikan SLTA tersebut terutama kebutuhan dalam

memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikan, menikah, melamar

pekerjaan, mengurus izin usaha dan lain sebagainya.

4.1.5. Uji Statistik

Untuk mengetahui sifat pengaruh dan sejauhmana pengaruh motivasi kerja

aparat terhadap kualitas layanan civil dan seberapa besar persentase pengaruh

variabel pengaruh motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan civil di dua

kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Maka akan

diuraikan hasil pengujian statistik berkaitan dengan variabel atau masalah

penelitian yang ditetapkan.

Namun, sebelum diuraikan hasil pengujian statistik tersebut terlebih dahulu

digambarkan analisis statistik data hasil penelitian yang berkaitan dengan

kecenderungan distribusi frekuensi dan skor jawaban responden untuk setiap

dimensi variabel penelitian yang diteliti berdasarkan data yang terdapat dalam

tabel pada lampiran tesis ini sebagai berikut :

4.1.6. Analisis Data Hasil Penelitian

Untuk memberikan gambaran motivasi kerja aparat dan kualitas layanan

sipil dalam pembuatan kartu tanda penduduk di dua kecamatan Kabupaten

74

Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara, pada bagian ini akan diberikan uraian

mengenai kedua variabel berdasarkan tanggapan responden terhadap item

kuesioner penelitian.

Hasil tanggapan responden yang berjumlah sebanyak 189 orang yang terdiri

atas masyarakat dan aparat atas kuesioner penelitian akan diuraikan dalam bentuk

tabel tabulasi frekuensi dengan skor untuk setiap dimensi. Berdasarkan skor serta

persentase yang dicapai untuk setiap dimensi/variabel selanjutnya ditentukan

pengkategorian berdasarkan penentuan kriteria berikut :

Perolehan skor maksimum setiap kuesioner adalah 5 atau 100% dan skor

minimum adalah 1 atau 20% dari skor maksimum. Jarak antara skor yang

berdekatan adalah satu per lima dari selisih nilai maksimum dengan nilai

minimum atau sama dengan 16% dari nilai maksimum 100%.

Diperoleh interval persentase skor untuk setiap kategori adalah sebagai

berikut :

o 84% sampai dengan 100% dikategorikan sangat baik

o 68% sampai dengan 83,99% dikategorikan Baik

o 52% sampai dengan 67,99% dikategorikan cukup baik

o 36% sampai dengan 51,99% dikategorikan tidak baik

o 20% sampai dengan 35,99% dikategorikan sangat tidak baik

4.1.6.1. Analisis Variabel Motivasi Kerja Aparat

Adanya motivasi dalam melakukan pelayanan umum diharapkan akan

memberikan hasil yang baik dalam pelayanan yang diberikan (dalam hal ini

pelayanan dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk di 2 (dua) kecamatan

75

Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Motivasi yang dilihat dalam

penelitian ini merupakan unsur-unsur yang menimbulkan dorongan tertentu bagi

aparat kecamatan untuk bekerja keras melayani secara baik yang tercermin dari 3

(tiga) dimensi yaitu adanya motif, pengharapan dan insentif. Untuk mengukur

ketiga dimensi tersebut dalam penelitian ini digunakan kuesioner dengan jumlah

item pernyataan untuk mengukur ketiganya sebanyak 12 item (12 indikator).

1) Dimensi Motif

Dimensi motif dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu gaji

cukup, nyaman bekerja, aktualisasi diri dan kesadaran etik. Hasil tanggapan 189

orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 16

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Motif

No. Pernyataan

1 2 3 4 Total Skor

(S) f % f % f % f % f∑ f S×∑ %

1 7 3.70 1 0.53 1 0.53 4 2.12 13 13 0.54

2 33 17.46 43 22.75 102 53.97 26 13.76 204 408 16.92

3 86 45.50 45 23.81 43 22.75 61 32.28 235 705 29.24

4 60 31.75 73 38.62 41 21.69 61 32.28 235 940 38.99

5 3 1.59 27 14.29 2 1.06 37 19.58 69 345 14.31

Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 2411 100

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 16 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)

dari tanggapan responden sebesar 2411 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai

(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual

dibandingkan skor ideal adalah 63,8%. Terlihat persentase skor yang diperoleh

76

dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini

menunjukan bahwa motivasi kerja aparat di dua kecamatan Kabupaten Halmahera

Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimensi motif masih belum baik.

Data tersebut memberikan pemahaman bahwa penanganan motif pegawai

belum berjalan sebagaimana mestinya. Padahal organisasi seharusnya

memperhatikan motif pegawainya bila organisasi menginginkan pencapaian

tujuan organisasi secara efektif. Hal ini cukup beralasan karena motif sering

didefinisikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan atau kemauan dalam diri

individu dimana pada prinsipnya motif atau kebutuhan adalah pendorong utama

dari tindakan-tindakan manusia (pegawai).

Hal ini mengindikasikan pula bahwa motif atau kebutuhan seseorang

(pegawai) merupakan pendorong utama sesuatu kegiatan, karena yang

bersangkutan ingin memenuhi kebutuhannya baik fisik maupun non fisik yang

dirasakan mendesak melalui aktivitasnya di kantor. Pandangan sebagian aparat

bahwa pekerjaan di kantor baginya merupakan, ”kebun” yang dengan kerja

kerasnya maka organisasipun akan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Adanya kehendak aktualisasi diri dalam pekerjaan yang tercermin pada

kuesioner no 3 responden memberikan jawaban tidak setuju, karena mereka sering

mengerjakan tugas-tugas atau penempatan pegawai tidak sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki. Sedangkan adanya kesediaan, kesadaran etik pegawai

untuk memangku suatu jabatan yang meliputi pemilihan tugas kerja atas

kesadaran sendiri atau mundur jika melakukan kesalah tercermin dari jawaban

yang diberikan tidak kuat. Jawaban responden mengindikasikan bahwa

77

pengangkatan seseorang terhadap suatu jabatan adalah wewenang pimpinan dan

bawahan tidak perlu dimintakan kesediaan dan kemampuannya dalam jabatan

tersebut, dan dalam kesadaran mundur dari jabatan tertentu jika melakukan

kesalahan selama ini belum ada, bahkan terkesan orang akan mempertahankan diri

dalam jabatan tertentu walaupun sebenarnya ia telah diketahui melakukan

kesalahan-kesalahan tertentu.

Kondisi sebagaimana diuraikan di atas merupakan suatu indikasi kuat bahwa

penanganan motif pegawai yang terkait langsung kebutuhannya masih dalam

kategori kurang memuaskan. Jika kebutuhan-kebutuhan pegawai kurang

mendapat perhatian yang sungguh-sungguh maka pelaksanaan tugasnya akan

kurang optimal dan bahkan bisa mengarahkan aparat untuk melakukan tindakan-

tindakan yang melanggar hukum.

Kebutuhan manusia (pegawai) bermacam-macam sebagaimana

dikemukakan oleh para ahli baik Maslow, Fret Luthans, Hersey, Blanchard,

Gibson, Taliziduhu Ndraha sebagaimana telah diuraikan terdahulu dalam Bab II.

Sehubungan dengan uraian tentang motif Paul Heresy dan Blanchard mengatakan

bahwa ”motif atau kebutuhan adalah pendorong utama dari tindakan-tindakan”.

Pemberian kompensasi yang belum memenuhi kebutuhan pegawai berakibat

rendahnya motivasi kerja dan ini merembet kepada pencapaian dan pelaksanaan

tugas. Hal ini diperburuk lagi jika kondisi tersebut diikuti dengan kurangnya

kesadaran etik. Pegawai yang berkesadaran etik menganggap kerja atu tugas

merupakan suatu kewajiban moral atau suatu panggilan pengabdian/panggilan

78

murni pelayanan yang siap menerima akibat dari pelaksanaan tugas tersebut

seperti reward, punishment bahkan hingga pengorbanan diri.

2) Dimensi Pengharapan

Dimensi motif dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu kerja yang

menyenangkan, pengahargaan, rasa ikut memiliki dan pengembangan diri. Hasil

tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 17

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Pengharapan

No . Pernyataan

5 6 7 8 Total Skor

(S) f % f % f % f % f∑ f S×∑ %

1 8 4.23 0 0.00 11 5.82 5 2.65 24 24 1.05

2 59 31.22 83 43.92 28 14.81 37 19.58 207 414 18.04

3 62 32.80 49 25.93 86 45.50 64 33.86 261 783 34.12

4 51 26.98 51 26.98 62 32.80 82 43.39 246 984 42.88

5 9 4.76 6 3.17 2 1.06 1 0.53 18 90 3.92

Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 2295 100

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 17 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)

dari tanggapan responden sebesar 2295 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai

(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual

dibandingkan skor ideal adalah 60,7%. Terlihat persentase skor yang diperoleh

dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini

menunjukkan bahwa motivasi kerja aparat di 2 (dua) kecamatan

Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimensi

pengharapan meskipun cukup baik namun masih harus ditingkatkan menjadi baik.

79

Distribusi jawaban responden untuk indikator pengharapan memperlihatkan

sebagian besar responden memberi penilaian pada skor 4. Jawaban responden

seperti ini mengindikasikan bahwa harapan-harapan pegawai dalam melaksanakan

tugas, belum terpenuhi sebagaimana mestinya. Hal ini secara rinci dalam jawaban

responden sebagai berikut.

Terhadap jawaban responden tentang adanya pengakuan atau penghargaan,

pengakuan kalau pegawai dapat melakukan tugas dengan baik jawaban yang

diberikan responden adalah kurang kuat. Jawaban responden ini mengindikasikan

bahwa pekerjaan yang dikerjakan dengan baik selama ini pun belum pernah

mendapat penghargaan sehingga tidak para pegawai bekerja sering tidak terlalu

memikirkan kerja dengan sungguh-sungguh, sedangkan tentang pemberian

tanggung jawab atasan kebawahan dengan memberikan promosi jabatan, dan

pengangkatan pegawai berdasarkan pada kecakapan, dari kuesioner yang

diedarkan jawaban responden sebagian besar pada skor 3, jawaban responden ini

mengindikasikan promosi jabatan berdasarkan pada prestasi kerja dan

kemampuan belum tercapai secara optimal. Karena sebagai pegawai yang

berprestasi dan bekerja dengan baik belum tentu mendapatkan promosi pada

jabatan tertentu. Penghargaan kenaikan pangkat belum tercapai secara optimal,

karena sebagian pegawai yang kenaikan pangkatnya terhambat maka jabatan-

jabatan tertentu sulit diraihnya. Kondisi ini lebih terasa menekan karena

pemberian penghargaan atau pengakuan atas kesuksesan aparat dalam tugas

karena berbagai pertimbangan termasuk kemampuan dukungan keuangan daerah.

80

Sedangkan mengenai jaminan bagi pegawai untuk mengembangkan

kemampuan, kecakapan dan ketrampilan melalui pendidikan dan pelatihan yang

tercermin, sebagian responden memberi jawaban skor 5 dan 2.

3) Dimensi Insentif

Dimensi insentif dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu

pencapaian/prestasi, upah dan gaji, tunjangan dan promosi. Hasil tanggapan 189

orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 18

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Insentif

No . Pernyataan

9 10 11 12 Total Skor

(S) f % f % f % f % f∑ f S×∑ %

1 16 8.47 5 2.65 24 12.70 1 0.53 46 46 2.35

2 98 51.85 95 50.26 77 40.74 54 28.57 324 648 33.11

3 64 33.86 80 42.33 58 30.69 91 48.15 293 879 44.92

4 6 3.17 6 3.17 29 15.34 40 21.16 81 324 16.56

5 5 2.65 3 1.59 1 0.53 3 1.59 12 60 3.07

Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 1957 100

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 18 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)

dari tanggapan responden sebesar 1957 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai

(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual

dibandingkan skor ideal adalah 51,8%. Terlihat persentase skor yang

diperoleh dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria kurang baik.

Hasil ini menunjukan bahwa motivasi kerja aparat di dua kecamatan

81

Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimens insentif

masih perlu ditingkatkan agar menjadi baik.

Distribusi jawaban responden untuk indikator insentif yang tercermin dalam

kuesioner memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memberikan jawaban

pada skor 3. Jawaban responden tersebut memberi petunjuk bahwa penanganan

insentif bagi pegawai kurang berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari

jawaban responden dimana 44,92% dari seluruh responden menjawab pada skor 3,

sementara sebagian besar responden menginginkan suatu insentif berupa bonus

(uang, dan fasilitas ) bagi yang berprestasi. Sedangkan jawaban responden

terhadap kuesioner 12, responden menjawab dalam kategori cukup baik,

sedangkan 33,11% responden menjawab dalam kategori skor 2 dan 4. Kondisi ini

cukup memperihatinkan karena kenaikan gaji berkala pegawai berlaku otomatis

setiap 2 tahun bila tidak bermasalah.

Hal lainnya adalah tentang pencapaian/prestasi, promosi yang

menyenangkan tercermin dari pertanyaan, dimana 3,07% responden menjawab

dalam kategori kurang (skor 5) dan 2,35% responden menjawab dalam kategori

tidak mencukupi (menjawab dalam skor 1). Kondisi ini mengindikasikan bahwa

fasilitas kerja yang dipandang sangat mendukung kelancaran kegiatan-kegiatan

kedinasan masih sangat kurang. Di lain pihak faktor peralatan kerja sangat

dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kedinasan maupun kemasyarakatan.

Peralatan disini adalah setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar

pekerjaan atau kegiatan Pemerintah Daerah seperti alat-alat kantor, alat-alat

komunikasi dan lain-lain.

82

Dengan demikian maka tersedianya fasilitas/peralatan kerja seperti

Komputer, ruangan kerja dan kelengkapannya justru akan meningkatkan kualitas

pelayanan kepada masyarakat.

Secara keseluruhan, berdasarkan hasil analisis jawaban responden

sebagaimana diuraikan di atas mengindikasikan bahwa penanganan insentif bagi

aparat belum berjalan sebagimana mestinya. Padahal insentif merupakan faktor

perangsang bagi aparat untuk bekerja lebih giat. Incentives are inducement plased

directed one goal rather than another (insentif adalah perangsang yang menjadikan

sebab berlangsungnya kegiatan memelihara kegiatan mengarah langsung satu

tujuan yang lebih baik dari yang lain).

4.1.6.2. Analisis Variabel Kualitas Layanan Civil

Kualiatas layanan civil adalah standarisasi produk (output yang diharapkan)

yang menunjukana derajat tingkat kepuasan masyarakat atas kualityas layanan

yang diberikan oleh aparat pemerintah kecamatan.

Kualitas layanan civil yang dilihat dalam penelitian terdiri dari 4 (empat)

dimensi yaitu kecepatan, ketepatan, kemudahan dan keadilan. Untuk mengukur

ketiga dimensi tersebut dalam penelitian ini digunakan kuesioner dengan jumlah

item pernyataan untuk mengukur keempat dimensi sebanyak 14 item

(14 indikator).

1) Dimensi Kecepatan

Dimensi kecepatan dilihat berdasarkan 3 indikator yaitu cepat tanggap, cepat

selesaikan pekerjaan dan cepat proses layanan. Hasil tanggapan 189 orang

83

responden terhadap 3 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 19

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kecepatan

No. Pernyataan

1 2 3 Total Skor

(S) f % f % f % f∑ f S×∑ %

1 4 2.12 3 1.59 8 4.23 15 15 1.00

2 81 42.86 87 46.03 87 46.03 255 510 33.93

3 81 42.86 64 33.86 79 41.80 224 672 44.71

4 19 10.05 30 15.87 10 5.29 59 236 15.70

5 4 2.12 5 2.65 5 2.65 14 70 4.66

Jlh 189 100 189 100 189 100 567 1503 100

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 19 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)

dari tanggapan responden sebesar 1503 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai

(skor ideal) adalah 3 x 5 x 189 = 2835. Dapat dihitung persentase skor aktual

dibandingkan skor ideal adalah 53,0%. Terlihat persentase skor yang diperoleh

dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini

menunjukan bahwa dilihat dari dimensi kecepatan, kualitas layanan civil dalam

pembuatan KTP di dua kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku

Utara dinilai belum baik dan perlu perbaikan agar menjadi lebih baik.

Indikator kecepatan pegawai menanggapi keluhan masyarakat dinilai

responden masih rendah. Keluhan-keluhan yang disampaikan kepada pegawai

tidak langsung ditindaklanjuti dan cenderung diabaikan. Padahal sebagai pelayan

masyarakat semestinya pegawai berkewajiban untuk menanggapi keluhan tersebut

secara cepat sehingga masyarakat merasa dilayani dengan baik dan tidak berlama-

lama untuk memperoleh solusinya.

84

Akan halnya indikator kecepatan pegawai menyelesaikan pekerjaan menurut

penilaian responden juga masih kurang cepat. Dari hasil wawancara dengan

responden didapatkan informasi bahwa walaupun standar pelayanan KTP telah

dibakukan, namun pada kenyataannya masih terdapat aparat yang berkerja dengan

lambat. Selain itu kendala yang ada ialah masih rendahnya tingkat keseriusan

pegawai melaksanakan pekerjaan. Sehingga mereka bekerja apa adanya, tanpa ada

dorongan yang kuat untuk lebih serius mempercepat penyelesaian pekerjaan yang

ada.

Demikian halnya dengan indikator kecepatan pegawai dalam memproses

setiap urusan masih belum maksimal. Dari hasil wawancara dengan beberapa

responden diperoleh informasi bahwa untuk mempercepat pengurusan KTP perlu

biaya tambahan. Akan tetapi kondisi ini tidak berarti semata-mata pegawai yang

mengharuskan atau meminta biaya tambahan tersebut, berdasarkan hasil

wawancara dengan beberapa pegawai diperoleh keterangan bahwa kadangkala

pemohon ingin diperlakukan lebih, sehingga mereka rela membayarkan sejumlah

biaya tertentu secara tersembunyi.

Kecepatan pegawai mengantisipasi perkembangan tuntutan juga masih

rendah. Pegawai pada umumnya terpaku pada pola yang biasanya diterapkan,

padahal tuntutan masyarakat terhadap pelayanan berkualitas semakin tinggi.

Pegawai masih menganggap bahwa pelayanan yang telah diberikan demikianlah

adanya, tidak perlu dilakukan perbaikan karena bagaimanapun masyarakat tetap

membutuhkannya.

85

2) Dimensi Ketepatan

Dimensi ketepata dilihat berdasarkan 3 indikator yaitu kesiapan pegawai,

tepat waktu dan kesesuaian prosedur. Hasil tanggapan 189 orang responden

terhadap 3 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 20

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Ketepatan

No. Pernyataan

4 5 6 Total Skor

(S) f % f % f % f∑ f S×∑ %

1 8 4.23 6 3.17 5 2.65 19 19 1.28

2 106 56.08 106 56.08 70 37.04 282 564 37.90

3 51 26.98 44 23.28 84 44.44 179 537 36.09

4 17 8.99 25 13.23 25 13.23 67 268 18.01

5 7 3.70 8 4.23 5 2.65 20 100 6.72

189 100 189 100 189 100 568 1488 100

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 20 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)

dari tanggapan responden sebesar 1488 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai

(skor ideal) adalah 3 x 5 x 189 = 2835. Dapat dihitung persentase skor aktual

dibandingkan skor ideal adalah 52,5%. Terlihat persentase skor yang diperoleh

dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini

menunjukan bahwa dilihat dari dimensi ketepatan, kualitas layanan civil dalam

pembuatan KTP di 2 (dua) kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi

Maluku Utara dinilai kurang baik dan perlu dilakukan perbaikan agar menjadi

lebih baik.

Indikator kesiapan pegawai untuk memberikan pelayanan responden menilai

masih rendah, artinya kesiapan dari pegawai dalam memberikan layanan civil

perlu ditingkatkan. Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa

86

kekurangsiapan para petugas pada loket-loket pelayanan masih ditemukan.

Pegawai sesampainya di kantor belum sepenuhnya siap untuk memberi layanan

kepada masyarakat, padahal masyarakat sudah menunggu lebih awal.

Indikator ketepatan waktu pegawai memproses layanan menurut jawaban

responden masih rendah, sebagian besar responden memberi jawaban cukup tepat.

Pegawai dalam memproses layanan sering tidak tepat waktu, rentang waktu yang

diperlukan untuk memproses layanan cenderung dikorupsikan. Standar pelayanan

tidak sepenuhnya diikuti oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.

Sama halnya indikator kesesuaian prosedur dan mekanisme pelayanan KTP

menurut responden masih rendah. Sebagian besar responden memberi jawaban

cukup sesuai. Hal ini menggambarkan bahwa prosedur dan mekanisme pelayanan

yang berlaku cenderung dilanggar oleh pegawai. Berdasarkan hasil wawancara

dengan responden prosedur dan mekanisme pelayanan tidak sepenuhnya

diterapkan dan bisa diatur sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan. Kesepakatan

yang dimaksud adalah bagaimana si pemohon dapat memberi biaya tambahan

maka prosedur dan mekanisme yang ada tidak perlu lagi dipikirkan oleh

si pemohon, hal yang demikian akan diurus oleh pegawai yang bersangkutan.

3) Dimensi Kemudahan

Dimensi kemudahan dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu sarana informasi,

pemahaman informasi, mengikuti prosedur dan pembiayaan. Hasil tanggapan 189

orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada

tabel berikut :

87

Tabel 21

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kemudahan

No . Pernyataan

7 8 9 10 Total Skor

(S) f % f % f % f % f∑ f S×∑ %

1 2 1.06 2 1.06 20 10.58 10 5.29 34 34 1.49

2 23 12.17 24 12.70 46 24.34 25 13.23 118 236 10.32

3 108 57.14 87 46.03 99 52.38 110 58.20 404 1212 53.00

4 55 29.10 75 39.68 22 11.64 43 22.75 195 780 34.11

5 1 0.53 1 0.53 2 1.06 1 0.53 5 25 1.09

189 100 189 100 189 100 189 100 756 2287 100

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 21 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)

dari tanggapan responden sebesar 2287 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai

(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual

dibandingkan skor ideal adalah 60,5%. Terlihat persentase skor yang diperoleh

dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini

menunjukan bahwa dilihat dari dimensi kemudahan, kualitas layanan civil dalam

pembuatan KTP di dua kecamatan dinilai cukup baik namun demikian masih

diperlukan perbaikan agar menjadi lebih baik.

Berdasarkan jawaban responden indikator kemudahan memperoleh

informasi masih kurang mudah. Hal ini menunjukan bahwa informasi layanan

KTP tidak mudah diakses dan belum tersebar secara umum. Informasi baru dapat

diperoleh bilamana masyarakat mendatangi langsung ke kantor kecamatan bagian

loket pelayanan. Padahal pengenalan akan informasi layanan KTP oleh

masyarakat cukup penting guna memudahkan pemahaman akan karakteristik

layanan yang tersedia dan dibutuhkan oleh masing-masing warga masyarakat.

88

Indikator kemudahan memahami informasi layanan menurut jawaban

responden masih kurang dipahami. Data ini mengindikasikan bahwa informasi

layanan yang ada perlu diperbaiki agar seluruh lapisan masyarakat dengan mudah

memahami pesan-pesan atau isi dari informasi tersebut. Hal ini mengingat

masyarakat yang berhak memiliki KTP belum tentu mempunyai kemampuan yang

sama baiknya untuk mencerna informasi layanan tersebut. Untuk itu informasi

yang disediakan kepada masyarakat sebaiknya didesain sesederhana mungkin dan

dapat dipahami dengan sempurna oleh masyarakat.

Indikator kemudahan mengikuti prosedur dan mekanisme layanan menurut

jawaban responden dirasakan kurang mudah, hal ini menggambarkan bahwa

penyediaan dan pemrosesan layanan tidak sederhana dan cenderung berbelit

mengingat persyaratan yang dipenuhi dan tahap-tahap yang dilalui cukup banyak.

Hasil wawancara dengan responden diperoleh informasi bahwa setiap pengurusan

KTP membutuhkan waktu yang relatif lama untuk melengkapi persyaratan dan

mendatangi kantor-kantor yang berwenang menerbitkan atau melegalisir berkas

yang mesti diserahkan diloket pelayanan. Hal ini disebabkan karena aturan yang

ada mengharuskan demikian ketatnya prosedur dan mekanisme layanan, dan

kurang memperhatikan aspek efisiensi pelayanan.

Demikian halnya dengan kemudahan melengkapi syarat-syarat yang

ditentukan, menurut responden masih kurang mudah. Hasil wawancara dengan

beberapa pegawai dijelaskan bahwa persyaratan yang demikian ketat diberlakukan

sebagai langkah antisipatif untuk menghindari terjadinya pemalsuan identitas serta

kepemilikan bukti diri secara ganda.

89

4) Dimensi Keadilan

Dimensi keadilan dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu perlakuan adil, waktu

layanan yang sama, pemberlakukan prosedur dan kesamaan biaya. Hasil

tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 22

Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Keadilan

No . Pernyataan

11 12 13 14 Total Skor

(S) f % f % f % f % f∑ f S×∑ %

1 8 4.23 9 4.76 1 0.53 3 1.59 21 21 0.90

2 102 53.97 55 29.10 57 30.16 55 29.10 269 538 23.18

3 16 8.47 33 17.46 15 7.94 57 30.16 121 363 15.64

4 56 29.63 88 46.56 114 60.32 68 35.98 326 1304 56.18

5 7 3.70 4 2.12 2 1.06 6 3.17 19 95 4.09

Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 2321 100

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Dari tabel 22 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)

dari tanggapan responden sebesar 2321 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai

(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual

dibandingkan skor ideal adalah 61,4%. Terlihat persentase skor yang diperoleh

dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini

menunjukan bahwa dilihat dari dimensi keadilan, kualitas layanan civil dalam

pembuatan KTP di 2 (dua) kecamatan dinilai belum optimal namun demikian

masih diperlukan perbaikan agar menjadi lebih baik.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dengan

responden kesan yang tampak dalam pemberian layanan KTP yaitu masih

90

ditemukan perlakuan kurang adil kepada setiap pemohon. Adakalanya orang-

orang tertentu mendapatkan prioritas dalam pelayanan, dan hal ini disebabkan

karena adanya faktor emosional dengan pegawai atau petugas yang bersangkutan.

Waktu yang diluangkan atau diberikan oleh pegawai dalam pengurusan KTP juga

cenderung berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut beberapa responden,

pegawai cenderung subyektif dalam memproses setiap KTP.

Pemberlakuan prosedur dan mekanisme layanan menurut responden kurang

adil. Pegawai kadangkala memberikan keringanan kepada orang-orang tertentu

untuk tidak sepenuhnya mengikuti prosedur dan mekanisme yang ada, hal ini

menimbulkan kecemburuan kepada pemohon lainnya yang melengkapi berkasnya

dengan mengikuti prosedur dan mekanisme yang ditentukan. Pembiayaan

terhadap KTP yang sejenis pada umumnya sama, hanya saja kadangkala ada

warga yang berurusan memberikan biaya lebih sebagai ucapan terima kasih atau

dengan kata lain. Padahal seharusnya hal ini tidak boleh terjadi karena para

pegawai atau pengelola memperoleh gaji yang tetap untuk melaksanakan tugas

pekerjaannya.

4.1.7. Hasil Uji Coba Alat Ukur (Validitas dan Reliabilitas)

Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor jawaban setiap butir

pernyataan dengan jumlah skor variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah

teknik Korelasi Spearman Rank sesuai dengan skala ukur data ordinal. Angka

yang dipergunakan sebagai pembanding untuk melihat valid tidaknya suatu item,

seperti dikemukakan oleh Syaifuddin Azwar (1997:158) adalah 0,3.

Item yang memiliki korelasi diatas 0,3 dikategorikan item valid, sedangkan item

91

di bawah 0,3 dikategorikan tidak valid dan akan disisihkan dari analisis

selanjutnya. Uji coba kuesioner dilakukan menggunakan data dari 30 responden

yang diambil untuk melihat validitas dan reliabilitas kuesioner.

Perhitungan korelasi item dengan total skor variabel untuk variabel motivasi

dan kualitas layanan civil dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa dari 12 item pernyataan yang digunakan dalam kuesioner

penelitian untuk mengukur motivasi dan 14 item untuk kualitas layanan civil

disimpulkan valid karena diperoleh nilai korelasi besar dari 0,3.

Setelah mendapatkan item-item pertanyaan dari kuesioner yang valid,

selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah alat

pengumpulan data pada dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan,

kestabilan atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu

dari sekelompok individu, dan hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan

pengukuran kembali terhadap gejala yang sama.

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode Cronbach Alpha. Sebagai nilai batasan untuk melihat reliabilitas item

digunakan nilai koefisien reliabilitas, seperti dikemukakan oleh Kaplan et.al

(1993:126) adalah minimal 0,70 atau antara (0,70 - 0,80). Dari hasil perhitungan

reliabilitas diperoleh besar koefisien reliabilitas sebesar 0,8327 untuk X dan

0,9100 untuk variabel Y. Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang dilakukan

terhadap item dalam kedua variabel dalam penelitian ini menunjukan bahwa data

dapat dikatakan reliabel (nilai koefisien reliabilitas lebih besar dari 0,7).

92

4.1.8. Uji Hipotesis

Analisis distribusi frekuensi jawaban responden menurut skor dari variabel

X dan Y sebagimana yang telah dilakukan,hanyalah bermanfaat untuk

memberikan informasi pendahuluan mengenai pola distribusi jawaban responden

menurut skor. Namun demikian hasil analisis skor jawaban responden belum

dapat digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan tentang bobot pengaruh

variabel X dan Y. Dengan kata lain bahwa analisis distribusi skor jawaban

responden tersebut belum mampu menjawab apakah hipotesis yang diajukan

diterima atau ditolak. Sehingga untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang valid,

maka harus dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik statistika.

Mengingat penelitian ini hanya melibatkan dua variabel, maka teknik

statistika yang dipandang tepat untuk melakukan uji hipotesis adalah analisis jalur

(path analisis). Teknik analisis ini dikembangkan oleh Sewal Wright (dalam Al

Rasyid, 1994 : 121). Adapun hasil pengujian selengkapnya terdapat pada

lampiran.

4.1.8.1. Analisis Koefisien Jalur

Hasil analisis deskriptif terhadap distribusi tanggapan responden

berdasarkan skor yang diperoleh dari variabel motivasi kerja aparat dan kualitas

layanan civil hanya memberikan informasi awal bahwa distribusi proporsi

tanggapan pada variabel X (motivasi kerja aparat) dan Y (kualitas layanan civil)

memperlihatkan pola jawaban yang mirip yaitu skor jawaban terbanyak adaah

skor 3 dan skor 2. Pola tanggapan ini mengindikasikan bahwa ada keterikatan

93

antara variabel X (motivasi kerja aparat) dan variabel Y (kualitas layanan civil)

dimana keduanya menunjukkan hasil yang masih belum terlaksana dengan baik.

Untuk mengetahui dan menguji pengaruh variabel motivasi kerja aparat (X)

terhadap kualitas layanan civil (Y) maka dilakukan analisis secara statistik melalui

pengujian hipotesis. Berkaitan dengan tujuan penelitian untuk mengetahui

pengaruh X terhadap Y dalam penelitian ini digunakan analisis jalur

(Path Analysis).

Penggunaan analisis jalur (Path Analysis) mensyaratkan data yang

digunakan sekurang-kurangnya mempunyai tingkat pengukuran interval. Karena

data yang dikumpulkan dari kuesioner dan mempunyai skala pengukuran ordinal,

terlebih dahulu ditransformasikan menjadi skala interval menggunakan

Method of Successive Interval (MSI). Hasil transformasi data menjadi skala

interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI) untuk kedua variabel

penelitian yaitu variabel X (motivasi kerja aparat dan variabel Y (kualitas layanan

civil) selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Secara konseptual telah dijelaskan bahwa variabel X secara langsung

mempengaruhi variabel Y. Hasil perhitungan koefisien pengaruh untuk menjawab

hipotesis penelitian mengenai pengaruh motivasi kerja aparat terhadap variabel

kualitas layanan civil dengan menggunakan program SPSS ditunjukkan pada

tabel berikut ini :

94

Tabel 23

Koefisien Jalur Dan Hasil Pengujian

Hipotesis

Alternatif

Koefisien

Jalur thitung ttabel

Sig

(p-value) Kesimpulan

PYX ≠ 0 PYX = 0,784 17,279 1,973 0,000 H0 ditolak

F-hitung = 298,575 (0,000)

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

Hasil analisis jalur pada tabel di atas menunjukkan besarnya koefisien

pengaruh variabel X (motivasi kerja aparat) terhadap variabel Y (kualitas layanan

civil) diperoleh sebesar 0,784. Terlihat adanya pengaruh variabel X terhadap

variabel Y, atau dengan kata lain motivasi kerja aparat berpengaruh terhadap

kualitas layanan civil. Besarnya koefisien pengaruh untuk variabel yang di teliti

seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 4

Path Diagram Pengaruh

Motivasi Kerja Aparat Berpengaruh Terhadap Kualitas Layanan Civil

X Y

εεεε

PYX = 0,784

PYε = 0,4646

Untuk menguji apah pengaruh X terhadap Y signifikan dalam populasi yang

diteliti, maka dilakukan uji koefisien pengaruh.

95

4.1.8.2. Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui besarnya pengaruh antara kedua variabel motivasi kerja

aparat dan kualitas layanan civil adalah melalui perhitungan koefisien

determinasi. Koefisien Determinasi (R) didapat dari hasil pengkuadratan koefisien

korelasi ( r ) atau R = r2.

Sejalan

dengan itu, maka menurut Nugroho (1990 : 452) ”koefisien

determinasi (coefficient of determination) diberi lambang r2

, yaitu koefisien yang

menunjukan (to determine = menceritakan berapa besar peranan faktor X dalam

menentukan besar Y)”.

Dari responden masyarakat, dengan koefisien jalur (r = 0,784) maka

koefisien determinasi (R = r2

= 0,7842

= 0,615) atau 61,5 %. Hal ini menunjukan

pengaruh variabel X terhadap Y sebesar 61,5%, sisanya 38,5% dipengaruhi oleh

variabel lain yang tidak diteliti. Secara kuantitatif determinasi 61,5% tersebut

menunjukkan kontribusi faktor motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan

civil relatif besar dan kedua variabel mempunyai hubungan yang cukup kuat.

4.1.8.3. Uji Signifikan (kemaknaan)

Menurut Sudjana (1990 : 234) bahwa : ”Sebelum digunakan untuk membuat

kesimpulan, perlu terlebih dahulu dilakukan pengujian keberanian”. Oleh karena

itu hasil atau koefisien korelasi tersebut belum dapat diinterpretasikan sebelum

dilakukan uji signifikan, adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai

berikut :

Langkah 1 : Hipotesis yang diuji statistik.

Ho : PYX = 0.

Ha : PYX ≠ 0.

96

Langkah 2 : Taraf kemaknaan yang ditetapkan α = 0,05 dengan df = n-k-1=189-1-

1=187

Langkah 3 : Titik kritis dan daerah penolakan Ho.

Dari tabel t-distribusi diperoleh basanya nilai titik kritis (t tabel) adalah 1,973.

Langkah 4 : Perhitungan statistik uji yang digunakan adalah :

( )( )( )

21

1

yx

i

iiy x

Pt

R CR

n k

=

− −

Hasil perhitungan nilai statistik uji (t-uji) adalah

2

0,78417, 279

(1- 0,78 ) 1

189 -1-1

t = =×

Dengan demikian daerah penolakan H0 dapat dilihat pada kurva berikut :

Gambar 5

Kurva Daerah Penolakan H0 Analisis Pengaruh

Variabel X terhadap Variabel Y

Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006

0

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho

Daerah Penolakan Ho

-t(0,975; 187) = -1,973 t(0,975; 187) = 1,973

thitung = 17,279

97

Pada gambar di atas terlihat nilai t-uji sebesar 17,279 jatuh di sebelah kanan

titik kritis sebesar 1,973 atau berada di daerah penolakan Ho karena

t-hitung =17,584 > t-tabel = 1,973. Jadi diperoleh keputusan pengujian bahwa

Ho ditolak dan Ha diterima sehingga hasil pengujian disimpulkan signifikan.

Hasil ini berarti koefisien pengaruh motivasi kerja aparat terhadap kualitas

layanan civil sebesar 0,784 yang diperoleh melalui penelitian dari data sampel,

berlaku juga untuk populasi.

Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan adanya pengaruh yang signifikan

dari motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan civil dalam pembuatan KTP

di Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat Provinsi

Maluku Utara.

4.2. Pembahasan.

Berdasarkan keseluruhan hasil analisis, baik analisis frekuensi dan anlisis

statistik, maka dapat dikatakan bahwa secara umum motivasi kerja aparat pada

Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu meliputi diemnsi motif, pengharapan dan

insentif belum sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi. Motivasi yang

ditunjukkan demikian akan berpengaruh secara langsung kepada masyarakat yang

menjadi objek dari penyelenggaraan pelayanan civil, karena dengan buruknya

motivasi yang dihasilkan akan berpengaruh kepada hasil pelaksanaan tugas dan

kerja yang akan bermuara kepada hasil kerja organisasi yang tidak maksimal.

Dengan demikian, maka masyarakat tidak akan terlayani kebutuhan hidupnya

sehingga kualitas hidup masyarakat di Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu

akan rendah. Motivasi sangat berkaitan dengan sistem dan tujuan organisasi

98

sehingga secara konkrit motivasi sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi

dalam mencapai tujuannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Zainun (1979 : 10) bahwa :

Motivasi dapat dilihat sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan

manajemen, sehingga segala sesuatunya dapat ditujukan kepada pengarahan

potensi dan daya manusia dengan jalan menimbulkan, menghidupkan dan

menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi, kebersamaan dalam

menjalankan tugas-tugas perseorangan maupun kelompok dalam organisasi.

Sebagai organisasi pemerintahan, maka Kecamatan Jailolo dan Kecamatan

Sahu dalam menggerakkan organisasinya ditunjang dengan semangat kerja yang

tinggi yang berasal dari motivasi aparatnya dalam melakukan tugas dan

kewajibannya sebagai seorang pegawai. Hal ini membawa konsekuensi logis bagi

pimpinan organisasi untuk secara terus menerus mengusahakan pengembangan

motivasi baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi tersebut.

Pengembangan motivasi didasarkan kepada tiga faktor yang dianggap dominan

berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai yang menekankan kepada aspek

terpenuhinya kebutuhan ekonomi pegawai dan keluarga, aktualisasi diri, membina

hubungan yang harmonis antara atasan dengan sesama pegawai dan pengakuan

pegawai sebagai seorang manusia yang memiliki hak-hak dasar terutama hak

hidup sehingga diupayakan pemenuhan kebutuhan hidup sang pegawai dengan

keluarganya.

Salah satu faktor yang turut berpengaruh dalam upaya meningkatkan

motivasi kerja aparat adalah dengan memberikan kesempatan bagi pegawai dalam

pengembangan diri sebagai bentuk dari upaya untuk meningkatkan kemampuan

dibidang ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Hal lain yang berkaitan dengan

99

upaya mengembangkan kemampuan pegawai yaitu dengan berupaya memberikan

kesempatan untuk promosi, baik promosi jabatan atau promosi memegang

tanggung jawab terhadap pekerjaan tertentu. Disamping itu, pengembangan juga

diarahkan pada menumbuhkan sikap saling percaya diantara diantara atasan dan

bawahan terutama dalam memberikan tugas dan pekerjaan kepada pegawai.

Kepercayaan terhadap tugas dan pekerjaan tertentu akan mendorong seseorang

mampu mengembangkan diri karena ia akan berusaha melakukan pekerjaan

tersebut secara benar sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal. Terhadap

kemampuan, membangun sikap saling percaya maka salah satu hal yang perlu

diperhatikan adalah perlakuan yang sama terhadap seluruh pegawai. Sikap suak

dan tidak suka yang dimiliki oleh seorang pimpinan harus dihilangkan dengan

mengedepankan sikap profesionalisme dalam menjalankan organisasi.

Sistem pemberian bonus, fasilitas, pujian dan penghargaan merupakan salah

satu elemen penting dalam suatu organisasi untuk memotivasi pegawai mencapai

prestasi kerja yang diinginkan. Sistem pemberian insentif dan penghargaan

tersebut diberikan kepada pegawai yang berprestasi berupa penghargaan materi

maunpun non materi, sedangkan pegawai yang tidak berprestasi mendapatkan

disinsentif berbentuk teguran, peringatan, penurunan pangkat. Pegawai yang

berprestasi perlu memperoleh penghargaan yang pada gilirannya dapat memacu

semangat dan prestasi kerja yang lebih baik lagi. Insentif dapat dikembangkan

dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain gaji yang memadai, jaminan

fasilitas penunjang dan kondisi kerja, hadiah berupa penghargaan serta jaminan

hari tua. Faktor-faktor tersebut harus dikembangkan dalam proses

100

penyelenggaraan organisasi kedepan sehingga mampu menumbuhkan motivasi

dari dalam diri setiap pegawai dengan maksud mampu berkreatifitas dan memiliki

inovasi-inovasi terbaru dalam pengembangan organisasi.

Dari beberapa pendapat dan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa faktor motivasi sangat penting dan merupakan elemen penting dalam suatu

organisasi, karena motivasi kerja mampu meningkatkan prestasi kerja yang akan

berpengaruh kepada pencapaian tujuan yang diinginkan. Hal tersebut sejalan

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Duncan (1981 : 138), bahwa ”motivasi

adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk mempengaruhi tingkah laku

dalam rangka pencapaian tujuan organisasi”.

Dalammkaitan itu, maka aparat pemerintah mkecamatan harus dapat

memberikan pelayanan yang lebih profesional, efektif, efisien, sederhana,

transparan, tepat waktu, dan adaptasi serta dapat membangun kualitas sumbe

rdaya manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu aktor pemerintahan

dan memberdayakan masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk

pemerintahan.

Sebagai suatu organisasi pemerintahan, pemerintah kecamatan tentu harus

memiliki berbagai sumber daya untuk menjalankan berbagai tugas dan fungsi

dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuannya. Hal ini sejalan dengan pengertian

organisasi dari Schulze (dalam Sutarto, 1989 : 22) bahwa ”pada dasarnya adalah

penggabungan dari orang-orang, benda-benda, alat-alat perlengkapan, ruang kerja

dan segala sesuatu yang bertalian dengannya yang dihimpun dalam hubungan

yang teratur dan efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan”. Dalam

101

pengertian ini kiranya dipahami bahwa satu diantara berbagai sumber daya dalam

menggerakkan organisasi pemerintahan adalah sumber daya manusianya sebagai

penggerak organisasi tersebut.

Apabila dikaitkan dengan hasil analisis dalam penelitian ini maka dapat

dikemukakan bahwa motivasi kerja dari aparat dalam melaksanakan tugas dan

pekerjaannya masih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa aparat melakukan

penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.

Penyimpangantersebut berkisar pada kesadarannya didalam melaksanakan tugas,

ketulusannya didalam memberikan pelayanan, kesabarannya menanggapi keluhan

masyarakat. Karena motivasi instrik itu adalah pendorong kerja yang bersumber

dari dalam diri pekerja, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat

pekerjaan yang dilaksanakanny. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari

pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan, atau

menyenangkan, atau memungkinkan mencapai suatu tujuan maupun karena

memberikan harapan tertentu yang positif dimasa depan. Misalnya pekerja yang

bekerja secara berdedikasi semata karena memperoleh kesempatan untuk

mengaktualisasikan dirinya secara maksimal.

Kemudian menurut pendapat Maslow (dalam Asnawi 2000 : 16)

mengatakan bhwa ”Suatu potensi intrinsik yang bersifat internal yang telah ada

pada diri manusia, ia dapat bersifat pasif tetapi juga bisa bersifat aktif. Apabila ia

bersifat aktif maka ia membutuhkan respon”.

Sebagai hasil penelitian bahwa motivasi kerja aparat dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat selama ini mengarah kepada motivasi intrinsik yang

102

bersifat pasif. Untuk menghindari hal tersebut agar motivasi kerja aparat bersifat

aktif, pihak pimpinan harus dapat mengatasinya dengan berbagai hal, antara lain

dengan meresponi setiap perilaku dari aparat itu sendiri, menghargai hasil

kerjanya serta tetap membina komunikasi yang antara pimpinan dengan bawahan.

Karena seandainya pihak pimpinan tidak memperhatikan perilaku bawahannya

maka akan berakibat fatal terhadap motivasi aparat itu sendiri dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat.

Demikian halnya juga dengan motivasi ekstrinsik, yaitu suatu pendorong

kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi

yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Sebagaimana

hasil penelitian ini bahwa aparat sebagai pelayan masyarakat mengharapkan

adanya suatu perhatian dari pimpinan baik pimpinan di tingkat kecamatan maupun

pimpinan di Kantor Dinas Kpendudukan dan Catatan Sipil Kabupaten halmahera

Barat yang sampai saat ini belum pernah mereka rasakan yaitu berupa pemberian

bonus, pemberian fasilitas, pemberian penghargaan. Sehingga aparat kecamatan

dalam hal ini aparat petugas pelayanan KTP, untuk memenuhi tuntutan kebutuhan

hidupnya dan mereka selalu mengharapkan pengertian dari masyarakat yang

membutuhkan pelayanan, baik pengertian dengan cara baik-baik, maupun secara

paksa. Seorang pimpinan seandainya mengharapkan bawahannya secara totalitas

mengabdi dan memberikan pelayanan yang berkualitas terlebih dahulu harus

memperhatikan kebutuhan dari bawahannya itu sendiri. Karena aparat itu didalam

melaksanakan tugasnya selain untuk mewujudkan tercapainya tujuan organisasi

103

juga untuk mewujudkan tujuan pribadinya yaitu memenuhi tuntutan kebutuhan

hidupnya, sebagaimana pendapat siagian (1996 : 139) mengatakan bahwa :

Seoran karyawan akanmenampilkan kinerja yang memuaskan bagi dirinya

dan perusahaan apabila yang bersangkutan termotivasi untuk berbuat

demikian. Perlu diingat bahwa motivasi mengandung tiga konsep, yaitu

upaya yang maksimal untuk menyelenggarakan fungsi dan menjalankan

kegiatan yang menjadi tanggung jawab seseorang, pencapaian tujuan

organisasi dan pencapaian tujuan pribadi dari orang yang bersangkutan.

Artinya seseorang karyawan hanya akan bersedia melakukan upaya yang

maksimal demi tercapainya tujuan perusahaan apabila karyawan tersebut

yakin bahwa dengan tercapainya tujuan organisasi, tujuan pribadinya pun

akan tercapai.

Dari pendapat tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa sebagai sebuah

organisasi harus memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan tugas dan

fungsinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya bahwa tugas dan fungsi pemerintah kecamatan adalah sebagai garda

terdepan pemerintah daerah yang bertugas secara langsung dan berhadapan

dengan masyarakat. Oleh karena itu aparat kecamatan wajib menyelenggarkan

kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi kewenangannya.

Berkaitan dengan itu, maka motivasi kerja aparat menajdi sanat penting

artinya dalam upaya untuk lebih memaksimalkan proses pelayanan secara efektif,

efisien dan bertanggung jawab. Penjelasan ini juga mencoba menguraikan

bagaimana kondisi lingkungan organisasi pemerintahan berinteraksi dengan

karakteristik aparat sehingga membangun semangat kebersamaan dalam

meningkatkan prestasi kerja.

Dalam kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa interaksi antara

individu-individu di pemerintah Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu

menimbulkan konsekuensi terhadap motivasi kerja aparat sebagai modal utama

104

dalam menggerakkan individu-individu yang ada didalamnya. Oleh karena itu,

motivasi kerja aparat sebagai penggerak dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawab masing-masing harus dimiliki oleh setiap individu dan selanjutnya dapat

menjadi kekuatan yang besar dari suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.

Dalam konteks penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas sebagai visi

dan tujuan organisasi pemerintah, Wasistiono (2000 : 1) menegaskan bahwa :

”dalam suatu organisasi, termasuk organisasi pemerintah daerah, faktor utama

yang mempengaruhi kemampuan dan keberhasilan pencapaian tujuan adalah

faktor manusia yang ada dalam organisasi itu sendiri”. Artinya bahwa tingkat

pencapaian tujuan organisasi pemerintahan akan turut dipengaruhi oleh perilaku

individu aparat pemerintah itu sendiri mengembang tugas fungsinya sebagai

pelayan masyarakat. Dengan demikian maka faktor manusia yang ada didalam

organisasi pemerintahan memerlukan penggerak sebagai modal dalam

pelaksanaan tugas. Penggerak semangat kerja bisa diperoleh dari dalam diri

maupun dari luar.

Dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas pelayanan,

Thoha (1998 : 119) mengemukakan bahwa :

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan civil, organisasi publik (birokrasi

publik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan

layanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi

suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan,

berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis

dan dialogis, dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang

realistik pragmatis.

Sebagai seni, layanan itu terbentuk sebagai upaya aparat pemerintahan untuk

mengefektifkan kegiatan atau pelayanannya sesuai dengan kondisi orang,

105

makhluk, atau lingkungan yang dilayaninya, yang bagaimana sekalipun. Oleh

sebab itu, aparat pemerintahan harus benar-benar berkualitas : kreatif, inovatif,

proaktif, dan berfikir positif.

Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan hasil penelitian dan pengolahan

data secara statistik, maka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat meningkatkan

kemampuan individu-individu aparat pemerintahan kecamatan secara berkualitas

maka diperlukan adanya perbaikan motivasi kerja pemerintahan secara lebih baik

dan berorientasi pada kepentingan rakyat dan pembangunan kebersamaan

(kemitraan).

Menurut Thoha (1995 : 181) bahwa ”Kualitas pelayanan civil sangat

tergantung kepada individual aktor”. Hal ini memberi pemahaman bahwa

pelayanan yang berkualitas sangat ditentukan oleh keseluruhan aspek dari

manusia selaku pegawai atau birokrat termasuk motivasinya. Suatu pelayanan

yang berkualitas dengan sendirinya akan memberikan kepuasan kepada

masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Tjiptono (1996 : 54) bahwa ”kualitas

pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan”. Mengacu

pada pendapat tersebut maka analisis terhadap kualitas layanan civil menitik

beratkan pada upaya untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap

kualitas layanan yang diberikan.

Kualitas layanan civil yang secara signifikan dipengaruhi oleh motivasi

kerja aparat berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data masih rendah.

Aspek kecepatan, ketepatan kemudahan, dan keadilan dalam proses layanan civil

belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat. Kehidupan masyarakat yang

106

semakin kompleks menuntut adanya suatu pelayanan yang sempurna dan

berkualitas, dan hal itu tidak dapat diwujudkan oleh aparat sebagai abdi negara

dan abdi masyarakat. Motivasi atau daya dorong aparat untuk melakukan sesuatu

pelayanan masih jauh dari yang diharapkan.

Kecepatan dalam proses layanan civil belum terlihat secara signifikan,

bahkan masih ditemui proses layanan yang berbelit dan membutuhkan waktu

yang relatif lama. Kecepatan dalam hal ini dimaksudkan agar layanan civil

diperoleh masyarakat dengan cepat dan tidak perlu berlama-lama. Untuk itu aparat

harus memeliki kesiapan merealisasikan kebutuhan tersebut, tanpa ada alasan

untuk menunda atau memperlambat proses layanan.

Demikian juga dengan tingkat ketepatan dalam layanan civil masih rendah.

Aparat berkewajiban memenuhi janjinya kepada masyarakat sebagaimana

tertuang dalam visi dan misi yaitu mewujudkan pelayanan yang berorientasi

kepada kepuasan dan kemitraan masyarakat secara cepat, tepat, mudah dan

transparan belum sepenuhnya diwujudkan, ketelitian dan kecermatan dalam

proses layanan civil sering terabaikan.

Aspek kemudahan dalam layanan civil masih jauh dari yang diharapkan,

persyaratan yang dibutuhkan dirasakan masyarakat masih sulit dipenuhi, prosedur

dan mekanisme yang ada relatif membebani, demikian juga biaya yang dipungut

termasuk mahal. Namun karena layanan civil dimonopoli oleh pemerintah dan

wajib dimiliki oleh setiap warga negara, maka kadangkala walaupun tidak mudah

diperoleh tetap saja masyarakat berusaha untuk mendapatkannya. Keadaan yang

demikian disinyalir kadangkala dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk

107

kepentingan pribadinya. Perda Kabupaten Halmahera Barat

Nomor 10 Tahun 2005 telah menegaskan bahwa tarif layanan untuk penerbitan

KTP Rp. 20.000 untuk WNI dan Rp. 25.000 untuk WNA, namun pada

kenyataanya pengenaan tarif kepada masyarakat jauh lebih besar dari nilai

tersebut. Dan menurut sebagian responden hal ini telah menjadi kebiasaan dalam

pengurusan KTP, dan untuk mengubahnya agak sulit karena pungutan tersebut

ada saja yang menjadi penjelasan dari aparat, walaupun sulit

dipertanggungjawabkan.

Dalam layanan civil, aspek keadilaan tidak jauh berbeda dengan aspek

kecepatan, ketepatan, dan kemudahan. Subjektifitas aparat sering terlihat dalam

memproses layanan civil. Pelayanan yang adil belum menjadi perilaku yang

permanen dalam motivasi kerja aparat. Padahal mestinya motivasi kerja aparat

dalam memberikan layanan tanpa memandang siapa, dimana, dan bilamana

sekalipun layanan yang diberikan tidak mendatangkan keuntungan. Keadilan

berarti sejauhmana layanan diterima oleh masyarakat tanpa memandang asal usul,

serta sosial dan ekonomi masyarakat yang dilayani.

Kualitas layanan civil sebagaimana diuraikan di atas, mengindikasikan

bahwa visi dan misi dari Kantor Camat Jailolo dan Sahu yaitu mewujudkan

pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan dan kemitraan masyarakat melalui

pelayanan yang cepat, tepat, mudah, dan transparan masih belum diterapkan,

diwujudkan, dan dirasakan oleh masyarakat. Padahal layanan civil merupakan

kewajiban pemerintah untuk memberikannya kepada masyarakat tanpa diminta-

minta dan seharusnya tanpa bayar. Sebagaimana pendapat Ndraha (2002 : 57)

108

yaitu : Layanan civil disebut no price dan monopoli badan istimewa (badan

publik). Layanan civil seratus persen dibayar melalui pendapatan negara, yaitu

hasil pengolahan sumber daya alam, pajak dan sebangsanya. Selanjutnya Ndraha

(2003:46-47) yang menyatakan bahwa layanan civil adalah hak, kebutuhan dasar

dan tuntutan setiap orang, lepas dari suatu kewajiban. Mengingat layanan civil

adalah produk yang disediakan oleh provider, maka provider harus menyesuaikan

diri dengan kondisi dengan tuntutan konsumer.

Karena Kantor Camat Jailolo dan Sahu Kabupaten Halmahera Barat sebagai

instansi pemerintah yang memproduksi, menyediakan dan mendistribusikan

layanan civil kepada masyarakat. Dengan motivasi kerja aparat ke arah yang lebih

baik diharapkan layanan civil yang diberikan kepada masyarakat kualitasnya

semakin meningkat. Dan pada gilirannya persepsi yang kurang baik terhadap

motivasi kerja aparat selama ini secara perlahan berubah menjadi lebih baik, dan

tentunya fungsi pemerintah dalam mengemban tugas pelayanan berubah menjadi

lebih baik, dan tentunya fungsi pemerintah dalam megemban tugas pelayanan

dapat terealisasikan sesuai dengan tuntutan, keinginan, dan kebutuhan masyarkat.

Hasil analisis data penelitian motivasi kerja aparat dan kualitas layanan

civil, dari analisis koefisien pengaruh diperoleh hasil bahwa hubungan kedua

variabel tersebut termasuk dalam kategori erat. Hal ini menjelaskan bahwa setiap

perubahan variabel motivasi kerja aparat akan memberikan kontribusi yang positif

terhadap perubahan kualitas layanan civil. Dengan demikian berdasarkan hasil

analisis pengaruh variabel X terhadap variabel Y akan memberikan kontribusi

61,5% terhadap perubahan variabel Y.

109

Jadi hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini teruji secara empirik, yaitu

terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja aparat meningkat, maka

kualitas layanan civil akan meningkat juga.