pewarisan jenis kelamin
Transcript of pewarisan jenis kelamin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah kita pelajari pola pewarisan sifat yang
diatur oleh gen-gen berangkai atau gen-gen yang
terletak pada satu kromosom. Keberadaan gen berangkai
pada suatu spesies organisme, yang meliputi urutan dan
jaraknya satu sama lain, menghasilkan peta kromosom
untuk spesies tersebut, misalnya peta kromosom pada
lalat Drosophila melanogaster yang terdiri atas empat
kelompok gen berangkai.
Salah satu dari keempat kelompok gen berangkai atau
keempat pasang kromosom pada D. melanogaster tersebut,
dalam hal ini kromosom nomor 1, disebut sebagai
kromosom kelamin. Pemberian nama ini karena strukturnya
pada individu jantan dan individu betina memperlihatkan
perbedaan sehingga dapat digunakan untuk membedakan
jenis kelamin individu. Ternyata banyak sekali spesies
organisme lainnya, terutama hewan dan juga manusia,
mempunyai kromosom kelamin.
Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin
dinamakan gen rangkai kelamin (sex-linked genes) sementara
fenomena yang melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut
peristiwa rangkai kelamin (linkage). Adapun gen berangkai
yang dibicarakan pada Bab V adalah gen-gen yang
1
terletak pada kromosom selain kromosom kelamin, yaitu
kromosom yang pada individu jantan dan betina sama
strukturnya sehingga tidak dapat digunakan untuk
membedakan jenis kelamin. Kromosom semacam ini
dinamakan autosom.
Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen
rangkai kelamin tidak mengalami segregasi dan
penggabungan secara acak di dalam gamet-gamet yang
terbentuk. Akibatnya, individu-individu yang dihasilkan
melalui kombinasi gamet tersebut memperlihatkan nisbah
fenotipe dan genotipe yang menyimpang dari hukum
Mendel. Selain itu, jika pada percobaan Mendel
perkawinan resiprok (genotipe tetua jantan dan betina
dipertukarkan) menghasilkan keturunan yang sama, tidak
demikian halnya untuk sifat-sifat yang diatur oleh gen
rangkai kelamin.
Gen rangkai kelamin dapat dikelompok-kelompokkan
berdasarkan atas macam kromosom kelamin tempatnya
berada. Oleh karena kromosom kelamin pada umumnya dapat
dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka gen rangkai
kelamin dapat menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan
gen rangkai Y (Y-linked genes). Di samping itu, ada pula
beberapa gen yang terletak pada kromosom X tetapi
memiliki pasangan pada kromosom Y. Gen semacam ini
dinamakan gen rangkai kelamin tak sempurna (incompletely
sex-linked genes).
2
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai pewarisan jenis kelamin dan peta silsilah
keluarga.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pewarisan jenis kelamin?
2. Bagaimana peta silsilah keluarga?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan pewarisan jenis kelamin.
2. Mendeskripsikan peta silsilah keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Jenis Kelamin
1. Pengertian Jenis Kelmin
Jenis kelamin (sex) merupakan suatu akibat dari
dimorfisme seksual (perbedaan sistematik tampakan
luar antar individu yang mempunyai perbedaan jenis
kelamin dalam spesies sama).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
jenis kelamin adalah sifat (keadaan) jantan atau
betina.
Pengertian jenis kelamin (seks) menurut Hungu
(dalam http://www.psychologymania.com, 2012) adalah
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan
dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-
laki memproduksikan sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu
untuk menstruasi, hamil dan menyusui.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa jenis kelamin (sex) adalah
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak lahir sebagai sarana atau sebagai
akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk
mempertahankan keberlangsungan spesies itu.
Jenis kelamin merupakan suatu akibat
dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal
menjadi laki-laki dan perempuan. Pada
4
kebanyakan hewannon-hermafrodit, tumbuhan berumah
dua (dioecious), dan berbagai organisme rendah orang
menyebutnya jantan dan betina. Jantan adalah
kelompok yang
menyediakan spermatozoid (sel gamet yang aktif
bergerak), sedangkan betina adalah kelompok yang
menyediakan sel gamet yang statik dan menunggu
untuk dibuahi. Adanya alat kelamin yang khas untuk
masing-masing seringkali dijadikan penciri bagi
masing-masing jenis kelamin. Sebagi tambahan,
sering kali tampak ciri-ciri sekunder yang terjadi
seperti pada manusia (misalnya payudara dan sebaran
rambut), unggas (ayam dan merak), dan
sejumlah mamalia (singa).
Hermafrodit adalah individu yang dapat berperan
sekaligus sebagai jantan dan betina pada saat yang
relatif bersamaan. Pada hewan gejala ini relatif
rendah frekuensinya, tetapi tinggi frekuensinya
pada tumbuhan dan banyak organisme rendah
(protista). Hewan hermafrodit yang paling dikenal
adalah siput. Tumbuhan yang berumah tunggal,
baik monoklin (berbunga lengkap, seperti padi)
maupun diklin (berbunga tak lengkap,
seperti jagung). Pada
sejumlah protista dan bakteri dikenal organisme
dengan jenis kelamin positif (+) dan negatif (-).
5
Penamaan ini diberikan karena diketahui terjadi
transfer material genetik dari satu individu ke
individu yang lain (disebut konjugasi) namun tidak
disertai dengan dimorfisme (tidak ada alat kelamin
atau petunjuk seksual lainnya yang teramati). Hal
ini berbeda dari hermafroditisme, karena pada yang
terakhir ini diketahui ada alat kelamin (kedua alat
kelamin dimiliki oleh satu individu) dan terjadi
pertukaran material genetik satu sama lain.
2. Berbagai Tipe Penentuan Jenis Kelamin Organisme
Mahluk yang hidup di dunia sangat beraneka
ragam, sehingga mudah dimengerti bahwa cara
menetukan seks pada berbagai mahluk itu tidak sama.
Beberapa tipe penentuan jenis kelamin yang dikenal
ialah:
a. Tipe XY
1) Pada lalat buah Drosophila melanogaster
Pada awal abad ini lalat buah banyak
digunakan dalam penelitian genetika karena
lalat ini mempunyai beberapa keuntungan,
antara lain:
a) Mudah dipelihara pada media makanan yang
sederhana, pada suhu kamar dan di dalam
botol susu berukuran sedang.
b) Mempunyai siklus hidup pendek (hanya
kira- kira 2 minggu) sehingga dalam
6
waktu satu tahun dapat diperoleh 25
generasi.
c) Mempunyai tanda- tanda kelamin sekunder
yang mudah dibedakan. Lalat betina lebih
besar daripada lalat jantan, ujung
abdomen meruncing dan pada abdomen
terdapat garis- garis hitam melintang.
Lalat jantan lebih kecil, ujung abdomen
tumpul berwarna kehitam- hitaman dan
pada abdomen terdapat garis- garis hitam
melintang. Lalat jantan lebih kecil,
ujung abdomen tumpul berwarna kehitam-
hitaman dan pada abdomen terdapat
sedikit garis- garis hitam melintang.
Ekstremitas (kaki) depan dari lalat
jantan memiliki sisir kelamin (sex comb )
tetapi lalat betina tidak memilikinya.
d) Hanya mempunyai 8 kromosom saja,
sehingga mudah menghitungnya. Delapan
buah kromosom yang terdapat dalam inti
sel itu dibedakan atas: 6 buah kromosom
(3 pasang) yang pada lalat betina maupun
jantan bentuknya sama dan karena itu
disebut autosom (kromosom tubuh),
disingkat A. 2 buah pasang kromosom ( 1
pasang) yang disebut kromosom kelamin
7
(seks kromosom) sebab anggota dari
sepasang kromosom ini tak sama bentuknya
pada lalat betina dan jantan
Kromosom kelamin dibedakan atas:
1) Kromosom-X yang berbentuk batang lurus. Lalat
betina memiliki 2 buah kromosom-X.
2) Kromosom-Y yang lebih pendek daripada
kromosom-X dan ujungnya sedikit membengkok.
Lalat jantan memiliki sebuah kromosom-X dan
sebuah kromosom-Y. Lalat betina normal tidak
memiliki kromosom-Y. Karena lalat betina
memiliki 2 kromosom kelamin sejenis (yaitu 2
kromosom-X), maka lalatbetina dikatakan
bersifat homogametik. Lalat jantan bersifat
heterogametik, karena memiliki kromosom-X dan
kromosom-Y. Berhubung dengan itu formula
kromosom untuk lalat Drosophila ialah:
Lalat betina : AAXX
Lalat jantan : AAXY
Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk
satu macam sel telur haploid (AX). Lalat jantan
membentuk 2 macam spermatozoa, yaitu yang membawa
kromosom-X (AX) dan yang membawa kromosom-Y (AY).
Apabila spermatozoa pembawa kromosom-X membuahi
ovum (AX) terjadilah anak lalat betina (AAXX),
8
sedangkan bila spermatozoa pembawa kromosom-Y
membuahi ovum terjadilah anak lalat jantan (AAXY).
Kadang- kadang diwaktu meiosis selama
pembentukan sel- sel kelamin, sepasang kromosom
kelamin tidak memisah diri, melainkan tetap
berkumpul. Peristiwa tidak memisahkannya sepasang
kromosom selama pembelahan sel dinamakan gagal
memisah (“ nondisjunction”). Jika nondisjunction itu
berlangsung selama oogenesis, maka terbentuklah 2
macam ovum, yaitu sebuah ovum yang memiliki dua
kromosom-X dan sebuah ovum lainnya yang hanya
mengandung autosom saja tanpa kromosom-X.
Adanya nondisjunction ini tentu saja
mengakibatkan terjadinya berbagai macam kelainan
dalam keturunan, yaitu:
1) Lalat betina super (AAXXX), yaitu apabila spermatozoa
yang membawa kromosom-X membuahi sel telur yang
mempunyai dua kromosom-X. Lalat ini tidak sempurna
pertumbuhannya, steril, sangat lemah dan hidup
tidak lama.
2) Lalat AAXXY, yaitu apabila spermatozoa pembawa
kromosom-Y membuahi sel telur yang mempunyai 2
kromosom-X. Lalat ini betina, subur, tak ada
bedanya dengan lalat biasa. Berarti bahwa
kromosom-Y pada Drosophila tidak memberi
pengaruh pada seks.
9
3) Lalat AAXO, yaitu apabila spermatozoa pembawa
kromosom-X membuahi sel telur tanpa kromosom-X.
Lalat ini jantan dan steril. Sebaliknya, manusia
XO adalah perempuan steril. Tetapi tikus XO
adalah betina fertile. Drosophila YO tidak
dikenal, sebab bila spermatozoa pembawa
kromosom-Y membuahi sel telur tanpa kromosom-X
akan berakibat letal.
4) Lalat Ginandromof, ialah lalat yang tubuhnya
separoh bersifat betina dan lainnya jantan,
dengan batas yang tegas. Berhubung dengan itu
untuk lalat ini tidak dapat diberikan formula
kromosomnya.
5) Lalat interseks (AAAXX), yaotu lalat yang merupakan
campuran antara lalat betina dan jantan,
triploid (3n) untuk autosomnya dan memiliki 2
kromosm-X steril. Lalat ini kini lazim disebut
lalat interseks triploid setelah Bridges
berhasil membuat berbagai macam Drosophila
tetraploid seperti betina tetraploid (AAAAXXXX),
interseks tetraploid (AAAAXXX), jantan super
tetraploid (AAAAX).
6) Lalat jantan super (AAXY), ialah lalat jantan
triploid untuk autosomnya. Seperti halnya dengan
lalat betina super maka pertumbuhannya tidak
10
sempurna, steril, sangat lemah dan hidup tak
lama.
7) Lalat dengan kromosom-X melekat pada salah satu
ujungnya
(“ attched-X chromosomes”). Lalat ini mempunyai
fenotip seperti lalat betina normal, tetapi bila
diperiksa secara mikroskopis maka inti selnya
mengandung sepasang kromosom-X yang saling
melekat pada salah satu ujungnya dan ditambah
dengan adanya kromosom-Y. Drosophila dengan
“attached-X chromosomes” mempunyai formula
kromosom AAXXY.
Gambar penentuan jenis kelamin pada manusia
Induk
Sperma
sel telur
Zigot
(keturunan)
b. Tipe XO
Berlaku bagi banyak serangga, misalnya
belalang. Yang betina memiliki dua buah
kromosom-X, sehingga disebut XX, sedang yang
11
jantan hanya memiliki sebuah kromosom-X saja
sehingga disebut XO. Jika pada Drosophila lalat
XO merupakan lalat jantan steril, maka pada
belalang ini individu XO adalah jantan fertil.
c. Tipe ZW
Burung, kupu-kupu dan beberapa jenis ikan
mengikuti tipe penentuan jenis kelamin ini. Di
sini yang heterogametik adalah yang betina,
sedangkan yang jantan homogametik. Untuk
menghindari kekeliruan dengan tipe XY, maka
disini digunakan Z dan W. Jadi burung betina
adalah ZW (atau XY), yang jantan ZZ (atau
XX)
d. Tipe ZO
Pada unggas (ayam, itik dsb) juga yang betina
heterogametik, tetapi hanya memiliki sebuah
kromosom selamin saja (ZO atau XO), sedang yang
jantan homogametik (ZZ atau XX).
12
e. Tipe Ploidi
Beberapa serangga dapat melakukan
partenogenesis, artinya dari sel telur dapat
terbentuk makhluk baru tanpa didahului pembuahan
oleh spermatozoa.
Contohnya lebah madu (Apis sp.)
Jelaslah bahwa penentuan jenis kelamin pada
lebah madu tidak dipengaruhi oleh kromosom
kelamin seperti pada makhluk lainnya, melainkan
oleh sifat ploidi dan makhluknya. Lebah yang
diploid (2n) adalah betina, sedangkan yang
haploid (n) adalah jantan.
3. Diagram persilangan rangkai kelamin X pada
Drosophila
Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies
organisme lainnya, individu betina membawa dua
buah kromosom X, yang dengan sendirinya homolog,
sehingga gamet-gamet yang dihasilkannya akan
mempunyai susunan gen yang sama. Oleh karena
itu, individu betina ini dikatakan bersifat
homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang
hanya membawa sebuah kromosom X akan
menghasilkan dua macam gamet yang berbeda, yaitu
gamet yang membawa kromosom X dan gamet yang
13
membawa kromosom Y. Individu jantan ini
dikatakan bersifat heterogametik.
Rangkai X pada kucing
Warna bulu pada kucing ditentukan oleh
suatu gen rangkai X. Dalam keadaan heterozigot
gen ini menyebabkan warna bulu yang dikenal
dengan istilah tortoise shell. Oleh karena genotipe
heterozigot untuk gen rangkai X hanya dapat
dijumpai pada individu betina, maka kucing
berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis
kelamin betina. Sementara itu, individu
homozigot dominan (betina) dan hemizigot dominan
(jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu
homozigot resesif (betina) dan hemizigot resesif
(jantan) akan berbulu kuning.
Istilah hemizigot digunakan untuk
menyebutkan genotipe individu dengan sebuah
kromosom X. Individu dengan gen dominan yang
terdapat pada satu-satunya kromosom X dikatakan
hemizigot dominan. Sebaliknya, jika gen tersebut
resesif, individu yang memilikinya disebut
hemizigot resesif.
Rangkai X pada manusia
Salah satu contoh gen rangkai X pada
manusia adalah gen resesif yang menyebabkan
penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam proses
14
pembekuan darah. Sebenarnya, kasus hemofilia
telah dijumpai sejak lama di negara-negara Arab
ketika beberapa anak laki-laki meninggal akibat
perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun, waktu
itu kematian akibat perdarahan ini hanya
dianggap sebagai takdir semata.
Hemofilia baru menjadi terkenal dan
dipelajari pola pewarisannya setelah beberapa
anggota keluarga Kerajaan Inggris mengalaminya.
Awalnya, salah seorang di antara putra Ratu
Victoria menderita hemofilia sementara dua di
antara putrinya karier atau heterozigot. Dari
kedua putri yang heterozigot ini lahir tiga cucu
laki-laki yang menderita hemofilia dan empat
cucu wanita yang heterozigot. Melalui dua dari
keempat cucu yang heterozigot inilah penyakit
hemofilia tersebar di kalangan keluarga Kerajaan
Rusia dan Spanyol. Sementara itu, anggota
keluarga Kerajaan Inggris saat ini yang
merupakan keturunan putra/putri normal Ratu
Victoria bebas dari penyakit hemofilia.
Rangkai Z pada ayam
Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai
Z sama dengan pewarisan sifat rangkai X. Hanya
saja, kalau pada rangkai X individu homogametik
berjenis kelamin pria/jantan sementara individu
15
heterogametik berjenis kelamin wanita/betina,
pada rangkai Z justru terjadi sebaliknya.
Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang
individu heterogametik (ZW) adalah betina.
Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan
adalah gen resesif br yang menyebabkan
pemerataan pigmentasi bulu secara normal pada
ayam. Alelnya, Br, menyebabkan bulu ayam menjadi
burik. Jadi, pada kasus ini alel resesif justru
dianggap sebagai tipe alami atau normal
(dilambangkan dengan +), sedang alel dominannya
merupakan alel mutan.
Pewarisan Rangkai Y
Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit
sekali mengandung gen yang aktif. Jumlah yang
sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh
sulitnya menemukan alel mutan bagi gen rangkai Y
yang dapat menghasilkan fenotipe abnormal.
Biasanya suatu gen/alel dapat dideteksi
keberadaannya apabila fenotipe yang
dihasilkannya adalah abnormal. Oleh karena
fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen
rangkai Y jumlahnya sangat sedikit, maka gen
rangkai Y diduga merupakan gen yang sangat
stabil.
16
Gen rangkai Y jelas tidak mungkin
diekspresikan pada individu betina/wanita
sehingga gen ini disebut juga gen holandrik.
Contoh gen holandrik pada manusia adalah Hg
dengan alelnya hg yang menyebabkan bulu kasar
dan panjang, Ht dengan alelnya ht yang
menyebabkan pertumbuhan bulu panjang di sekitar
telinga, dan Wt dengan alelnya wt yang
menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.
4. Kromatin Kelamin
Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr,
pada tahun 1949 menemukan adanya struktur
tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi
pewarnaan di dalam nukleus sel syaraf kucing
betina. Struktur semacam ini ternyata tidak
dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada
manusia dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis
pria, misalnya sel epitel selaput lendir mulut,
dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas
dasar ada tidaknya struktur tertentu yang
kemudian dikenal dengan nama kromatin kelamin
atau badan Barr.
Pada sel somatis wanita terdapat sebuah
kromatin kelamin sementara sel somatis pria tidak
memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya
kromatin kelamin ternyata sama dengan banyaknya
17
kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal
mempunyai sebuah kromatin kelamin karena kromosom
X-nya ada dua. Demikian pula, pria normal tidak
mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya
hanya satu.
Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering
kali digunakan untuk menentukan jenis kelamin
serta mendiagnosis berbagai kelainan kromosom
kelamin pada janin melalui pengambilan cairan
amnion embrio (amniosentesis). Pria dengan
kelainan kromosom kelamin, misalnya penderita
sindrom Klinefelter (XXY), mempunyai sebuah
kromatin kelamin yang seharusnya tidak dimiliki
oleh seorang pria normal. Sebaliknya, wanita
penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai
kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita
normal.
Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari
Inggris mengajukan hipotesis bahwa kromatin
kelamin merupakan kromosom X yang mengalami
kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga
secara genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini
dilandasi hasil pengamatannya atas ekspresi gen
rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit.
Individu betina heterozigot memperlihatkan
fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan ekspresi
18
gen semidominan (warna antara yang seragam). Hal
ini menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X
yang aktif di antara kedua kromosom X pada
individu betina. Kromosom X yang aktif pada suatu
sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel
yang lain mungkin justru membawa gen resesif.
Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya
mekanisme kompensasi dosis pada mamalia. Mekanisme
kompensasi dosis diusulkan karena adanya fenomena
bahwa suatu gen rangkai X akan mempunyai dosis
efektif yang sama pada kedua jenis kelamin. Dengan
perkataan lain, gen rangkai X pada individu
homozigot akan diekspesikan sama kuat dengan gen
rangkai X pada individu hemizigot.
5. Hormon dan Diferensiasi Kelamin
Dari penjelasan mengenai berbagai sistem
penentuan jenis kelamin organisme diketahui bahwa
faktor genetis memegang peranan utama dalam
ekspresi sifat kelamin primer. Selanjutnya, sistem
hormon akan mengatur kondisi fisiologi dalam tubuh
individu sehingga mempengaruhi perkembangan sifat
kelamin sekunder.
Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon
kelamin disintesis oleh ovarium, testes, dan
kelenjar adrenalin. Ovarium dan testes masing-
19
masing mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai
penghasil sel kelamin (gamet) dan sebagai
penghasil hormon kelamin. Sementara itu, kelenjar
adrenalin menghasilkan steroid yang secara kimia
berhubungan erat dengan gonad.
a. Gen terpengaruh kelamin
Gen terpengaruh kelamin (sex influenced genes)
ialah gen yang memperlihatkan perbedaan ekspresi
antara individu jantan dan betina akibat pengaruh
hormon kelamin. Sebagai contoh, gen autosomal H
yang mengatur pembentukan tanduk pada domba akan
bersifat dominan pada individu jantan tetapi
resesif pada individu betina. Sebaliknya, alelnya
h, bersifat dominan pada domba betina tetapi
resesif pada domba jantan. Oleh karena itu, untuk
dapat bertanduk domba betina harus mempunyai dua
gen H (homozigot) sementara domba jantan cukup
dengan satu gen H (heterozigot).
Tabel 6.2. Ekspresi gen terpengaruh kelamin pada
domba
Genotipe Domba jantan Domba betina
HH Bertanduk bertanduk
Hh Bertanduk tidak bertanduk
Hh tidak bertanduk tidak bertanduk
20
Contoh lain gen terpengaruh kelamin adalah
gen autosomal B yang mengatur kebotakan pada
manusia. Gen B dominan pada pria tetapi resesif
pada wanita. Sebaliknya, gen b dominan pada wanita
tetapi resesif pada pria. Akibatnya, pria
heterozigot akan mengalami kebotakan, sedang
wanita heterozigot akan normal. Untuk dapat
mengalami kebotakan seorang wanita harus mempunyai
gen B dalam keadaan homozigot.
b. Gen terbatasi kelamin
Selain mempengaruhi perbedaan ekspresi gen di
antara jenis kelamin, hormon kelamin juga dapat
membatasi ekspresi gen pada salah satu jenis
kelamin. Gen yang hanya dapat diekspresikan pada
salah satu jenis kelamin dinamakan gen terbatasi
kelamin (sex limited genes). Contoh gen semacam ini
adalah gen yang mengatur produksi susu pada sapi
perah, yang dengan sendirinya hanya dapat
diekspresikan pada individu betina. Namun,
individu jantan dengan genotipe tertentu
sebenarnya juga mempunyai potensi untuk
menghasilkan keturunan dengan produksi susu yang
tinggi sehingga keberadaannya sangat diperlukan
dalam upaya pemuliaan ternak tersebut.
B. PETA SILSILAH
1. Pengertian Peta Silsilah
21
Sifat-sifat yang dimiliki orang tua diturunkan pada
anaknya melalui pola pewarisan tertentu. Salah satu
metode mempelajari penurunan sifat manusia banyak
digunakan adalah dengan metode asal usul atau peta
silsilah dalam bentuk pedigree (peta silsilah).
Pedigree selalu menggunakan simbol silsilah
keluarga, seperti:
1. = (kotak tanpa arsiran), simbol untuk
laki-laki normal
2. = (kotak dengan arsiran penuh),simbol
untuk laki-laki yang menderita kelainan atau
penyakit tertentu.
3. = (kotak dengan arsiran tidak
penuh),simbol untuk laki-laki normal carier untuk
penyakit tertentu.
4. = (lingkaran tanpa arsiran) , simbol
untuk perempuan normal
5. = (lingkaran dengan arsiran tidak
penuh), simbol untuk perempuan normal carier
untuk penyakit atau kelainan tertentu
6. = (lingkaran dengan arsiran penuh) ,
simbol untuk perempuan dengan kelainan atau
penyakit tertentu.
2. Peta Silsilah Golongan Darah
Terdapat tiga sistem dalam silsilah golongan
darah, yaitu:
22
a) Sistem ABO
Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria
yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam
sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa
golongan darah beberapa teman sekerjanya.
Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan
mereaksikan sel darah merah dengan serum dari
para donor.
Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi
dasar antigen A dan B, dikenal dengan golongan
darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi
(tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan
darah O). Kesimpulannya ada dua macam antigen A
dan B di sel darah merah yang disebut golongan A
dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang
disebut golongan O.
Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano
Sturli yang masih kolega dari Landsteiner
menemukan golongan darah AB pada tahun 1901.
Pada golongan darah AB, kedua antigen A dan B
ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah
sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi.
Dalam sistem ABO, golongan darah dibagi
menjadi 4 golongan:
Golongan Sel Darah Merah Plasma
A Antigen A Antibodi A
23
B Antigen B Antibodi B
AB Antigen A & BTidak ada
antibodi
OTidak ada
antigen
Antibodi Anti A
& Anti B
Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB
bervariasi di dunia tergantung populasi atau ras.
Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi
golongan darah terhadap populasi yang berbeda-beda.
a. Sistem MN
Golongan darah sistem MN diperkenalkan oleh
K.Landsteiner dan P.Levine pada 1927. Golongan
darah tersebut dibagi menjadi 3 yaitu, golongan
darah M, N, dan MN. Golongan darah ini tidak
begitu diperhitungkan dalam dunia medis karena
24
tidak ada kasus aglutinasi seperti yang dapat
terjadi pada sistem ABO. Oleh karena itu, meski
terjadi ketidaksesuaian golongan darah antara
resipien dan donor pada saattransfusi, tidak akan
berakibat fatal bagi resipien. Penentuan jenis
golongan darah pada sistem MN juga berdasarkan
pada ada tidaknyaaglutinogen pada sel darah merah,
tetapi tidak dikenal adanya agglutinin. Jumlah
alelyang menentukan golongan darah seseorang hanya
ada 2, yaitu IM dan IN. Kedua alel tersebut
bersifat kodominan.
b. Sistem Rhesus
25
Penggolongan darah berdasarkan sistem Rh
ditemukan oleh K. Landsteiner dan A. S. einer pada
1940. Rh merupakan singkatan dari rhesus, diambil
dari nama kera acaca rhesus. Pada kera ini
didapati antigen yang memicu penggumpalan darah
kera oleh antibodi darah kelinci dan marmot yang
disuntikkan. Kelinci dan marmot membentuk
antiserum yang kemudian digunakan untuk menguji
darah manusia.
Berdasarkan pengujian, darah manusia dibedakan
atas Rh+ dan Rh. individu Rh+ memiliki antigen
rhesus. Adapun individu Rh– tidak memiliki antigen
rhesus. Pembentukan antigen Rh ini dikendalikan
oleh gen IRhyang dominan terhadap Irh. Perhatikan
tabel berikut.
Fenotipe, Genotipe, dan Gamet pada Sistem
Rhesus
Perkawinan antara pria dengan Rh+ dan wanita
dengan Rh– dapat menyebabkan keturunannya
menderita penyakit eritroblastosis fetalis. Jika
bayi yang dilahirkan memiliki Rh–, kemungkinan
26
bayi tersebut terlahir normal. Kelainan terjadi
jika janin yang dikandung Rh+ yang diwariskan dari
orangtua laki-laki.
Jika janin yang dikandung Rh+, sedangkan ibu
Rh–, pada kehamilan pertama bayi tersebut terlahir
selamat. Hal ini disebabkan antibodi ibu terhadap
antigen Rh– belum banyak diproduksi. Akan tetapi,
pada kehamilan kedua, jika janin Rh+, janin
tersebut akan diserang oleh antibodi ibu (anti–
Rh+). Akibatnya, jika janin Rh+, akan menderita
eritroblastosis fetalis. Keadaan ini tidak terjadi
jika pria Rh– dan wanita Rh+ atau keduanya
memiliki golongan Rh yang sama.
3. Penggunaan peta silsilah
Peta silsilah biasa digunakan untuk melihat
penurunan jenis kelamin dan penurunan penyakit.
Berikut merupaka contoh peta silsilah untuk
penentuan jenis kelamin dan menelusuri jenis
penyakit.
Pada kasus penyakit albinisme, penyakit
albino disebabkan oleh gen resesif a, sedangkan
alelanya A menyebabkan normal. Gen ini tidak
terpaut kromosom kelamin (gonosom) melainkan
terpaut kromosom tubuh (autosom). Perhatikan peta
silsilah berikut ini:
27
a b
c d e f
g h i j k
ml
I
II
III
IV
Peta silsilah yang terdiri dari 4 generasi
(generasi I, generasi II, generasi III, dan
generasi IV) di atas dapat diuraikan tentang
fenotip dan genotipnya, sebagai berikut:
1. Fenotip
- laki-laki normal adalah individu I a, II d,
dan IV l
- laki-laki normal carier adalah II e dan III i
- laki-laki albino adalah III h
- perempuan normal adalah II c, III g, III k
- perempuan normal carier adalah I b, II f, III
j, dan IV m
2. Genotip
Pada kasus pewarisan sifat albino di atas
adalah mudah untuk menentukan genotipnya yaitu
28
k l
m n o p q
hanya dengan melihat jenis arsiran pada simbol
yang digunakan, yaitu sebagai berikut:
AA (normal homozigot) terdapat pada individu: I
a, II c, II d, III g, III k, IV l
Aa (normal heterozygot/normal carier) terdapat
pada individu: I b, II e, II f, III i, dan III j
aa (albino) adalah individu III h
Contoh yang lain adalah pada penyakit menurun yang
terpaut kromosom kelamin, misalnya pada buta warna
yang disebabkan oleh gen resesif (c) terpaut X yang
dilambangkan dengan Xc. Penyakit ini lebih banyak
diderita oleh laki-laki karena pada wanita hanya
akan memunculkan ekspresinya apabila dalam keadaan
homozigot, sedangkan dalam keadaan heterozigot
tidak akan menampakkan ekspresinya. Perhatikan
contoh peta silsilah di bawah ini.
I
II
29
Catatan: Sering kali dalam menuliskan simbol untuk individu yang normalcarier dibuat tanpa menggunakan arsiran sama sekali, sehinggauntuk mencari genotipnya perlu dilakukan analisis baik darigenerasi sesudahnya (filialnya) dan atau dari generasisebelumnya (parentalnya).
r s t uIII
Peta silsilah penyakit buta warna di atas dapat
ditentukan fenotip dan genotipnya sebagai berikut:
1. Laki-laki normal (XY) : I l, II o, dan III s
2. Laki-laki buta warna (XcY) : II p dan III t
3. Perempuan normal (XX) : II m, dan II n
4. Perempuan normal carier (XXc) : I k, II q, dan
III r
5. Perempuan buta warna (XcXc) : III u
1. Cacat dan Penyakit Menurun
Seperti diketahui kromosom ada dua jenis yaitu
AUTOSOM dan GONOSOM, jadi penyakit genetik pada
manusia juga ada dua sebab yaitu :
Disebabkan oleh kelainan autosom.
Disebabkan oleh kelainan gonosom.
30
Catatan:1. Gen buta warna adalah gen resesif yang terpaut X dilambangkan Xc
sedangkan alelanya yang menyebabkan normal sering tidak ditulisatau juga dilambangkan dengan C sehingga menjadi XC.
2. Sama seperti pada penyakit yang terpaut autosom, dalam menuliskansimbol untuk individu yang normal carier dibuat tanpa menggunakanarsiran sama sekali, sehingga untuk mencari genotipnya perludilakukan analisis baik dari generasi sesudahnya (filialnya) danatau dari generasi sebelumnya (parentalnya).
a. Cacat dan penyakit menurun yang tidak terpaut
Seks
1) Albinisme
Albinisme mengakibatkan individu mengalami
kelainan kulit tubuh yang disebut albino. Albino
merupakan kelainan genetika yang ditandani adanya
abnormalitas pigmentasi kulit dan organ tubuh
lainnya serta penglihatan yang sangat peka
terhadap cahaya. Akibatnya, rambut dan kulitnya
berwarna putih atau bule.
Gen albino dikendalikan oleh gen resesif a,
sedangkan gen A menentukan sifat kulit normal.
Penderita Albino mempunyai genotip aa, sedangkan
orang normal mempunyai fenotip AA atau Aa.
Perhatikan persilangan berikut:
P1 (normal) AA X aa (albino)
Gamet A a
F1 Aa (normal)
P2 (normal) Aa X Aa (normal)
Gamet A, a A, a
F2 AA
Aa Normal
Aa
Aa albino
Jadi dari perkawinan seorang pria normal dengan
wanita normal yang keduanya heterozigot
31
menghasilkan keturunan dengan rasio fenotip
normal : albino = 3 : 1.
3) Gangguan mental
Yang dimaksud dengan gangguan mental adalah debil,
imbisil, dan ideot. Salah satu ciri penderita
gangguan mental adalah jika urinnya diberikan
larutan ferioksida 5% akan menghasilkan warna hijau
kebiruan yang berarti terdapat senyawa derivat
fenilketouria (FKU).
Fenilketouria disebabkan oleh gen resesif ph,
sedangkan Ph menentukan sifat normal. Cara
pewarisan Fenilketouria sebagai berikut berikut :
P (normal) Phph X Phph (normal)
Gamet Ph, ph Ph, ph
F 1 PhPh = normal (25%)
2 Phph = normal (50%)
1 phph = fenilketouria (25%)
Jadi rasio fenotipnya adalah normal :
fenilketouria = 3 : 1.
3) Kemampuan Mengecap Phenylthiocarbamida (PTC)
Phenylthiocarbamida (PTC) yaitu senyawa kimia yang
rasanya pahit. Sebagian besar orang dapat merasakan
rasa pahit PCT disebut pengecap atau taster,
sedangkan sebagian lainnya tidak dapat merasakan
pahit disebut dengan nontaster. Gen T menentukan
sifat perasa PCT, sedangkan alelnya gen t
32
menentukan seseorang tidak dapat merasakan PTC atau
disebut buta kecap. Cara pewarisan perasa PTC dan
bukan perasa PTC dapat dijelaskan dalam persilangan
berikut:
P1 (taster) TT X tt (nontaster)
Gamet T t
F1 Tt (taster)
P2 (taster) Tt X Tt (taster)
Gamet T, t T, t
F2 TT
Tt taster (75%)
Tt
Tt nontaster (25%)
Jadi rasio fenotipnya adalah perasa PTC (taster) :
buta kecap (nontaster)=75% : 25% = 3:1
4) Polidaktili
Polidaktili adalah kelainan genetika yang
ditandai banyaknya jari tangan atau jari kaki
melebihi normal, misalnya jari tangan atau jari
kaki berjumlah enam buah. Polidaktili dapat
terjadi pada kedua jari tangan (kanan dan kiri)
atau salah satu saja. Perhatikan gambar disamping.
5) Thalasemia
Thalasemia merupakan kelainan genetika karena
rendahnya pembentukan hemoglobin. Hal ini
mengakibatkan kemampuan eritrosit untuk mengikat
33
oksigen rendah. Thalassemia diakibatkan
ketidakberesan sintesis salah satu rantai globin,
yaitu kesalahan transkripsi mRNA dalam
menerjemahkan kodon untuk asam amino globin.
Thalassemia disebabkan oleh gen dominan Th,
sedangkan alelnya th menentukan sifat normal.
Penderita thalassemia bergenotip ThTh (thalassemia
mayor) atau Thth (Thallassemia minor). Penderita
thalassemia mayor keadaannya lebih parah daripada
thalassemia minor. Penderita thalassemia mayor
biasanya bersifat letal (mati).
6) Dentinogenesis Imperfecta
Dentinogenesis Imperfecta adalah kelainan
pada gigi, yaitu keadaan tulang gigi berwarna putih
seperti air susu. Kelainan itu disebabkan oleh gen
Dt, sedangkan gigi normal ditentukan oleh gen
resesif dt.
7) Retinal aplasial
Retinal aplasial adalah kelainan pada mata yang
mengakibatkan penderita mengalami kebutaan sejak
lahir. Penyebab kelainan itu yaitu gen dominan R,
sedangkan alel resesif r menentukan sifat mata
normal.
34
8) Katarak
Katarak adalah kelainan mata, yaitu kerusakan pada
kornea mata. Katarak dapat mengakibatkan kebutaan.
Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan K, sedangkan
alel resesif k menentukan sifat mata normal.
9) Botak
Ekspresi gen penyebab botak dibatasi oleh
jenis kelamin. Hal ini berarti dengan genotip yang
sama tetapi terdapat pada jenis kelamin yang
berbeda akan menimbulkan ekspresi fenotip yang
berbeda. Kebotakan ditentukan oleh gen B dan gen b
untuk kepala berambut normal). Orang yang
bergenotip BB, baik perempuan maupun laki-laki
akan mengalami kebotakan. Sebaliknya, genotip Bb
pada laki-laki mengakibatkan kebotakan, tetapi
tidak untuk perempuan. Artinya, genotip Bb tidak
mengakibatkan kebotakan pada perempuan. Mengapa
demikian? Hal ini karena perempuan menghasilkan
hormon estrogen yang mampu menghalangi kebotakan.
35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jenis kelamin (sex) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak
lahir sebagai sarana atau sebagai akibat
digunakannya proses reproduksi seksual untuk
mempertahankan keberlangsungan spesies itu.
1. Berbagai tipe jenis kelamin meliputi: Tipe XY, Tipe
XO, Tipe ZW, Tipe ZO, dan Tipe Ploidi.
2. Salah satu metode mempelajari penurunan sifat
manusia banyak digunakan adalah dengan metode asal
usul atau peta silsilah dalam bentuk pedigree (peta
silsilah).
3. Dalam penggunaan peta silsilah biasanya digunakan
untuk melihat penurunan jenis kelamin dan penurunan
penyakit.
B. Saran
36
Sebaiknya makalah ini dapat digunakan sebagai mana
mestinya dalam dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyulina, Dyah. 2006. IPA Biologi untuk SMA Kelas XII.
Bandung: Esis
Sembiring, Langkah. 2004. IPA Biologi untuk SMA Kelas XII B.
Semarang: Sunda Kelapa Pustaka
Bagod Sudjadi dan Siti Laila. 2006. Biologi sains dalam
kehidupan SMA Kelas XII Semester 1. Surabaya: Yudhistira
37
Anonim. 2012. Pewarisan Jenis Kelamin Dan Peta. Di
unduh dari :
.http://www.berbagipengetahuan.com/2012/06/
pewarisan-jenis-kelamin-dan-peta.html
www.biologi.blogspot.com. pada tanggal 20 Maret
2014.
Anonim. 2012. Pengertian Jenis kelamin Di unduh
dari
:http://www.psychologymania.com/2012/12/pengertia
n-jenis-kelamin.html pada tanggal 20 Maret 2014.
38