pewarisan jenis kelamin

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah kita pelajari pola pewarisan sifat yang diatur oleh gen-gen berangkai atau gen-gen yang terletak pada satu kromosom. Keberadaan gen berangkai pada suatu spesies organisme, yang meliputi urutan dan jaraknya satu sama lain, menghasilkan peta kromosom untuk spesies tersebut, misalnya peta kromosom pada lalat Drosophila melanogaster yang terdiri atas empat kelompok gen berangkai. Salah satu dari keempat kelompok gen berangkai atau keempat pasang kromosom pada D. melanogaster tersebut, dalam hal ini kromosom nomor 1, disebut sebagai kromosom kelamin. Pemberian nama ini karena strukturnya pada individu jantan dan individu betina memperlihatkan perbedaan sehingga dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin individu. Ternyata banyak sekali spesies organisme lainnya, terutama hewan dan juga manusia, mempunyai kromosom kelamin. Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen rangkai kelamin (sex-linked genes) sementara fenomena yang melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut peristiwa rangkai kelamin (linkage). Adapun gen berangkai yang dibicarakan pada Bab V adalah gen-gen yang 1

Transcript of pewarisan jenis kelamin

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telah kita pelajari pola pewarisan sifat yang

diatur oleh gen-gen berangkai atau gen-gen yang

terletak pada satu kromosom. Keberadaan gen berangkai

pada suatu spesies organisme, yang meliputi urutan dan

jaraknya satu sama lain, menghasilkan peta kromosom

untuk spesies tersebut, misalnya peta kromosom pada

lalat Drosophila melanogaster yang terdiri atas empat

kelompok gen berangkai.

Salah satu dari keempat kelompok gen berangkai atau

keempat pasang kromosom pada D. melanogaster tersebut,

dalam hal ini kromosom nomor 1, disebut sebagai

kromosom kelamin. Pemberian nama ini karena strukturnya

pada individu jantan dan individu betina memperlihatkan

perbedaan sehingga dapat digunakan untuk membedakan

jenis kelamin individu. Ternyata banyak sekali spesies

organisme lainnya, terutama hewan dan juga manusia,

mempunyai kromosom kelamin.

Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin

dinamakan gen rangkai kelamin (sex-linked genes) sementara

fenomena yang melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut

peristiwa rangkai kelamin (linkage). Adapun gen berangkai

yang dibicarakan pada Bab V adalah gen-gen yang

1

terletak pada kromosom selain kromosom kelamin, yaitu

kromosom yang pada individu jantan dan betina sama

strukturnya sehingga tidak dapat digunakan untuk

membedakan jenis kelamin. Kromosom semacam ini

dinamakan autosom.

Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen

rangkai kelamin tidak mengalami segregasi dan

penggabungan secara acak di dalam gamet-gamet yang

terbentuk. Akibatnya, individu-individu yang dihasilkan

melalui kombinasi gamet tersebut memperlihatkan nisbah

fenotipe dan genotipe yang menyimpang dari hukum

Mendel. Selain itu, jika pada percobaan Mendel

perkawinan resiprok (genotipe tetua jantan dan betina

dipertukarkan) menghasilkan keturunan yang sama, tidak

demikian halnya untuk sifat-sifat yang diatur oleh gen

rangkai kelamin.

Gen rangkai kelamin dapat dikelompok-kelompokkan

berdasarkan atas macam kromosom kelamin tempatnya

berada. Oleh karena kromosom kelamin pada umumnya dapat

dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka gen rangkai

kelamin dapat menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan

gen rangkai Y (Y-linked genes). Di samping itu, ada pula

beberapa gen yang terletak pada kromosom X tetapi

memiliki pasangan pada kromosom Y. Gen semacam ini

dinamakan gen rangkai kelamin tak sempurna (incompletely

sex-linked genes).

2

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas

mengenai pewarisan jenis kelamin dan peta silsilah

keluarga.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pewarisan jenis kelamin?

2. Bagaimana peta silsilah keluarga?

C. Tujuan

1. Mendeskripsikan pewarisan jenis kelamin.

2. Mendeskripsikan peta silsilah keluarga.

BAB II

PEMBAHASAN

3

A. Jenis Kelamin

1. Pengertian Jenis Kelmin

Jenis kelamin (sex) merupakan suatu akibat dari

dimorfisme seksual (perbedaan sistematik tampakan

luar antar individu yang mempunyai perbedaan jenis

kelamin dalam spesies sama).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

jenis kelamin adalah sifat (keadaan) jantan atau

betina.

Pengertian jenis kelamin (seks) menurut Hungu

(dalam http://www.psychologymania.com, 2012) adalah

perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara

biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan

dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-

laki memproduksikan sperma, sementara perempuan

menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu

untuk menstruasi, hamil dan menyusui.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa jenis kelamin (sex) adalah

perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara

biologis sejak lahir sebagai sarana atau sebagai

akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk

mempertahankan keberlangsungan spesies itu.

Jenis kelamin merupakan suatu akibat

dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal

menjadi laki-laki dan perempuan. Pada

4

kebanyakan hewannon-hermafrodit, tumbuhan berumah

dua (dioecious), dan berbagai organisme rendah orang

menyebutnya jantan dan betina. Jantan adalah

kelompok yang

menyediakan spermatozoid (sel gamet yang aktif

bergerak), sedangkan betina adalah kelompok yang

menyediakan sel gamet yang statik dan menunggu

untuk dibuahi. Adanya alat kelamin yang khas untuk

masing-masing seringkali dijadikan penciri bagi

masing-masing jenis kelamin. Sebagi tambahan,

sering kali tampak ciri-ciri sekunder yang terjadi

seperti pada manusia (misalnya payudara dan sebaran

rambut), unggas (ayam dan merak), dan

sejumlah mamalia (singa).

Hermafrodit adalah individu yang dapat berperan

sekaligus sebagai jantan dan betina pada saat yang

relatif bersamaan. Pada hewan gejala ini relatif

rendah frekuensinya, tetapi tinggi frekuensinya

pada tumbuhan dan banyak organisme rendah

(protista). Hewan hermafrodit yang paling dikenal

adalah siput. Tumbuhan yang berumah tunggal,

baik monoklin (berbunga lengkap, seperti padi)

maupun diklin (berbunga tak lengkap,

seperti jagung). Pada

sejumlah protista dan bakteri dikenal organisme

dengan jenis kelamin positif (+) dan negatif (-).

5

Penamaan ini diberikan karena diketahui terjadi

transfer material genetik dari satu individu ke

individu yang lain (disebut konjugasi) namun tidak

disertai dengan dimorfisme (tidak ada alat kelamin

atau petunjuk seksual lainnya yang teramati). Hal

ini berbeda dari hermafroditisme, karena pada yang

terakhir ini diketahui ada alat kelamin (kedua alat

kelamin dimiliki oleh satu individu) dan terjadi

pertukaran material genetik satu sama lain.

2. Berbagai Tipe Penentuan Jenis Kelamin Organisme

Mahluk yang hidup di dunia sangat beraneka

ragam, sehingga mudah dimengerti bahwa cara

menetukan seks pada berbagai mahluk itu tidak sama.

Beberapa tipe penentuan jenis kelamin yang dikenal

ialah:

a. Tipe XY

1) Pada lalat buah Drosophila melanogaster

Pada awal abad ini lalat buah banyak

digunakan dalam penelitian genetika karena

lalat ini mempunyai beberapa keuntungan,

antara lain:

a) Mudah dipelihara pada media makanan yang

sederhana, pada suhu kamar dan di dalam

botol susu berukuran sedang.

b) Mempunyai siklus hidup pendek (hanya

kira- kira 2 minggu) sehingga dalam

6

waktu satu tahun dapat diperoleh 25

generasi.

c) Mempunyai tanda- tanda kelamin sekunder

yang mudah dibedakan. Lalat betina lebih

besar daripada lalat jantan, ujung

abdomen meruncing dan pada abdomen

terdapat garis- garis hitam melintang.

Lalat jantan lebih kecil, ujung abdomen

tumpul berwarna kehitam- hitaman dan

pada abdomen terdapat garis- garis hitam

melintang. Lalat jantan lebih kecil,

ujung abdomen tumpul berwarna kehitam-

hitaman dan pada abdomen terdapat

sedikit garis- garis hitam melintang.

Ekstremitas (kaki) depan dari lalat

jantan memiliki sisir kelamin (sex comb )

tetapi lalat betina tidak memilikinya.

d) Hanya mempunyai 8 kromosom saja,

sehingga mudah menghitungnya. Delapan

buah kromosom yang terdapat dalam  inti

sel itu dibedakan atas: 6 buah kromosom

(3 pasang) yang pada lalat betina maupun

jantan bentuknya sama dan karena itu

disebut autosom (kromosom tubuh),

disingkat A. 2 buah pasang kromosom ( 1

pasang) yang disebut kromosom kelamin

7

(seks kromosom) sebab anggota dari

sepasang kromosom ini tak sama bentuknya

pada lalat betina dan jantan

Kromosom kelamin dibedakan atas:

1) Kromosom-X yang berbentuk batang lurus. Lalat

betina memiliki 2 buah kromosom-X.

2) Kromosom-Y yang lebih pendek daripada

kromosom-X dan ujungnya sedikit membengkok.

Lalat jantan memiliki sebuah kromosom-X dan

sebuah kromosom-Y. Lalat betina normal tidak

memiliki kromosom-Y. Karena lalat betina

memiliki 2 kromosom kelamin sejenis (yaitu 2

kromosom-X), maka lalatbetina dikatakan

bersifat homogametik. Lalat jantan bersifat

heterogametik, karena memiliki kromosom-X dan

kromosom-Y. Berhubung dengan itu formula

kromosom untuk lalat Drosophila ialah:

Lalat betina : AAXX

Lalat jantan : AAXY

Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk

satu macam sel telur haploid (AX). Lalat jantan

membentuk 2 macam spermatozoa, yaitu yang membawa

kromosom-X (AX) dan yang membawa kromosom-Y (AY).

Apabila spermatozoa pembawa kromosom-X membuahi

ovum (AX) terjadilah anak lalat betina (AAXX),

8

sedangkan bila spermatozoa pembawa kromosom-Y

membuahi ovum terjadilah anak lalat jantan (AAXY).

Kadang- kadang diwaktu meiosis selama

pembentukan sel- sel kelamin, sepasang kromosom

kelamin tidak memisah diri, melainkan tetap

berkumpul. Peristiwa tidak memisahkannya sepasang

kromosom selama pembelahan sel dinamakan gagal

memisah (“ nondisjunction”). Jika nondisjunction itu

berlangsung selama oogenesis, maka terbentuklah 2

macam ovum, yaitu sebuah ovum yang memiliki dua

kromosom-X dan sebuah ovum lainnya yang hanya

mengandung autosom saja tanpa kromosom-X.

Adanya nondisjunction ini tentu saja

mengakibatkan terjadinya berbagai macam kelainan

dalam keturunan, yaitu:

1) Lalat betina super (AAXXX), yaitu apabila spermatozoa

yang membawa kromosom-X membuahi sel telur yang

mempunyai dua kromosom-X. Lalat ini tidak sempurna

pertumbuhannya, steril, sangat lemah dan hidup

tidak lama.

2) Lalat AAXXY, yaitu apabila spermatozoa pembawa

kromosom-Y membuahi sel telur yang mempunyai 2

kromosom-X. Lalat ini betina, subur, tak ada

bedanya dengan lalat biasa. Berarti bahwa

kromosom-Y pada Drosophila tidak memberi

pengaruh pada seks.

9

3) Lalat AAXO, yaitu apabila spermatozoa pembawa

kromosom-X membuahi sel telur tanpa kromosom-X.

Lalat ini jantan dan steril. Sebaliknya, manusia

XO adalah perempuan steril. Tetapi tikus XO

adalah betina fertile. Drosophila YO tidak

dikenal, sebab bila spermatozoa pembawa

kromosom-Y membuahi sel telur tanpa kromosom-X

akan berakibat letal.

4) Lalat Ginandromof, ialah lalat yang tubuhnya

separoh bersifat betina dan lainnya jantan,

dengan batas yang tegas. Berhubung dengan itu

untuk lalat ini tidak dapat diberikan formula

kromosomnya.

5) Lalat interseks (AAAXX), yaotu lalat yang merupakan

campuran antara lalat betina dan jantan,

triploid (3n) untuk autosomnya dan memiliki 2

kromosm-X steril. Lalat ini kini lazim disebut

lalat interseks triploid setelah Bridges

berhasil membuat berbagai macam Drosophila

tetraploid seperti betina tetraploid (AAAAXXXX),

interseks tetraploid (AAAAXXX), jantan super

tetraploid (AAAAX).

6) Lalat jantan super (AAXY), ialah lalat jantan

triploid untuk autosomnya. Seperti halnya dengan

lalat betina super maka pertumbuhannya tidak

10

sempurna, steril, sangat lemah dan hidup tak

lama.

7) Lalat dengan kromosom-X melekat pada salah satu

ujungnya

(“ attched-X chromosomes”). Lalat ini mempunyai

fenotip seperti lalat betina normal, tetapi bila

diperiksa secara mikroskopis maka inti selnya

mengandung sepasang kromosom-X yang saling

melekat pada salah satu ujungnya dan ditambah

dengan adanya kromosom-Y. Drosophila dengan

“attached-X chromosomes” mempunyai formula

kromosom AAXXY.

Gambar penentuan jenis kelamin pada manusia

                                                  

Induk             

                

                           Sperma                                     

sel telur

                                                   

Zigot

                                            

(keturunan)

b. Tipe XO

Berlaku bagi banyak serangga, misalnya

belalang. Yang betina memiliki dua buah

kromosom-X, sehingga disebut XX, sedang yang

11

jantan hanya memiliki sebuah kromosom-X saja

sehingga disebut XO. Jika pada Drosophila lalat

XO merupakan lalat jantan steril, maka pada

belalang ini individu XO adalah jantan fertil.

c. Tipe ZW

Burung, kupu-kupu dan beberapa jenis ikan

mengikuti tipe penentuan jenis kelamin ini. Di

sini yang heterogametik adalah yang betina,

sedangkan yang jantan homogametik. Untuk

menghindari kekeliruan dengan tipe XY, maka

disini digunakan Z dan W. Jadi burung betina

adalah ZW (atau XY), yang jantan ZZ (atau

XX)                               

d. Tipe ZO

Pada unggas (ayam, itik dsb) juga yang betina

heterogametik, tetapi hanya memiliki sebuah

kromosom selamin saja (ZO atau XO), sedang yang

jantan homogametik (ZZ atau XX).

12

e. Tipe Ploidi

Beberapa serangga dapat melakukan

partenogenesis, artinya dari sel telur dapat

terbentuk makhluk baru tanpa didahului pembuahan

oleh spermatozoa.

Contohnya lebah madu (Apis sp.)

Jelaslah bahwa penentuan jenis kelamin pada

lebah madu tidak dipengaruhi oleh kromosom

kelamin seperti pada makhluk lainnya, melainkan

oleh sifat ploidi dan makhluknya. Lebah yang

diploid (2n) adalah betina, sedangkan yang

haploid (n) adalah jantan.

3. Diagram persilangan rangkai kelamin X pada

Drosophila

Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies

organisme lainnya, individu betina membawa dua

buah kromosom X, yang dengan sendirinya homolog,

sehingga gamet-gamet yang dihasilkannya akan

mempunyai susunan gen yang sama. Oleh karena

itu, individu betina ini dikatakan bersifat

homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang

hanya membawa sebuah kromosom X akan

menghasilkan dua macam gamet yang berbeda, yaitu

gamet yang membawa kromosom X dan gamet yang

13

membawa kromosom Y. Individu jantan ini

dikatakan bersifat heterogametik.

Rangkai X pada kucing

Warna bulu pada kucing ditentukan oleh

suatu gen rangkai X. Dalam keadaan heterozigot

gen ini menyebabkan warna bulu yang dikenal

dengan istilah tortoise shell. Oleh karena genotipe

heterozigot untuk gen rangkai X hanya dapat

dijumpai pada individu betina, maka kucing

berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis

kelamin betina. Sementara itu, individu

homozigot dominan (betina) dan hemizigot dominan

(jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu

homozigot resesif (betina) dan hemizigot resesif

(jantan) akan berbulu kuning.

Istilah hemizigot digunakan untuk

menyebutkan genotipe individu dengan sebuah

kromosom X. Individu dengan gen dominan yang

terdapat pada satu-satunya kromosom X dikatakan

hemizigot dominan. Sebaliknya, jika gen tersebut

resesif, individu yang memilikinya disebut

hemizigot resesif.

Rangkai X pada manusia

Salah satu contoh gen rangkai X pada

manusia adalah gen resesif yang menyebabkan

penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam proses

14

pembekuan darah. Sebenarnya, kasus hemofilia

telah dijumpai sejak lama di negara-negara Arab

ketika beberapa anak laki-laki meninggal akibat

perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun, waktu

itu kematian akibat perdarahan ini hanya 

dianggap sebagai takdir semata.

Hemofilia baru menjadi terkenal dan

dipelajari pola pewarisannya setelah beberapa

anggota keluarga Kerajaan Inggris mengalaminya.

Awalnya, salah seorang di antara putra Ratu

Victoria menderita hemofilia sementara dua di

antara putrinya karier atau heterozigot. Dari

kedua putri yang heterozigot ini lahir tiga cucu

laki-laki yang menderita hemofilia dan empat

cucu wanita yang heterozigot. Melalui dua dari

keempat cucu yang heterozigot inilah penyakit

hemofilia tersebar di kalangan keluarga Kerajaan

Rusia dan Spanyol. Sementara itu, anggota

keluarga Kerajaan Inggris saat ini yang

merupakan keturunan putra/putri normal Ratu

Victoria bebas dari penyakit hemofilia.

Rangkai Z pada ayam

Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai

Z sama dengan pewarisan sifat rangkai X. Hanya

saja, kalau pada rangkai X individu homogametik

berjenis kelamin pria/jantan sementara individu

15

heterogametik berjenis kelamin wanita/betina,

pada rangkai Z justru terjadi sebaliknya.

Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang

individu heterogametik (ZW) adalah betina.

Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan

adalah gen resesif br yang menyebabkan

pemerataan pigmentasi bulu secara normal pada

ayam. Alelnya, Br, menyebabkan bulu ayam menjadi

burik. Jadi, pada kasus ini alel resesif justru

dianggap sebagai tipe alami atau normal

(dilambangkan dengan +), sedang alel dominannya

merupakan alel mutan.

Pewarisan Rangkai Y

Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit

sekali mengandung gen yang aktif. Jumlah yang

sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh

sulitnya menemukan alel mutan bagi gen rangkai Y

yang dapat menghasilkan fenotipe abnormal.

Biasanya suatu gen/alel dapat dideteksi

keberadaannya apabila fenotipe yang

dihasilkannya adalah abnormal. Oleh karena

fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen

rangkai Y jumlahnya sangat sedikit, maka gen

rangkai Y diduga merupakan gen yang sangat

stabil.

16

Gen rangkai Y jelas tidak mungkin

diekspresikan pada individu betina/wanita

sehingga gen ini disebut juga gen holandrik.

Contoh gen holandrik pada manusia adalah Hg

dengan alelnya hg yang menyebabkan bulu kasar

dan panjang, Ht dengan alelnya ht yang

menyebabkan pertumbuhan bulu panjang di sekitar

telinga, dan Wt dengan alelnya wt yang

menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.

4. Kromatin Kelamin

Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr,

pada tahun 1949 menemukan adanya struktur

tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi

pewarnaan di dalam nukleus sel syaraf kucing

betina. Struktur semacam ini ternyata tidak

dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada

manusia dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis

pria, misalnya sel epitel selaput lendir mulut,

dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas

dasar ada tidaknya struktur tertentu yang

kemudian dikenal dengan nama kromatin kelamin

atau badan Barr.

Pada sel somatis wanita terdapat sebuah

kromatin kelamin sementara sel somatis pria tidak

memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya

kromatin kelamin ternyata sama dengan banyaknya

17

kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal

mempunyai sebuah kromatin kelamin karena kromosom

X-nya ada dua. Demikian pula, pria normal tidak

mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya

hanya satu.

Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering

kali digunakan untuk menentukan jenis kelamin

serta mendiagnosis berbagai kelainan kromosom

kelamin pada janin melalui pengambilan cairan

amnion embrio (amniosentesis). Pria dengan

kelainan kromosom kelamin, misalnya penderita

sindrom Klinefelter (XXY), mempunyai sebuah

kromatin kelamin yang seharusnya tidak dimiliki

oleh seorang pria normal. Sebaliknya, wanita

penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai

kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita

normal.

Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari

Inggris mengajukan hipotesis bahwa kromatin

kelamin merupakan kromosom X yang mengalami

kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga

secara genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini

dilandasi hasil pengamatannya atas ekspresi gen

rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit.

Individu betina heterozigot memperlihatkan

fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan ekspresi

18

gen semidominan (warna antara yang seragam). Hal

ini menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X

yang aktif di antara kedua kromosom X pada

individu betina. Kromosom X yang aktif pada suatu

sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel

yang lain mungkin justru membawa gen resesif.

Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya

mekanisme kompensasi dosis pada mamalia. Mekanisme

kompensasi dosis diusulkan karena adanya fenomena

bahwa suatu gen rangkai X akan mempunyai dosis

efektif yang sama pada kedua jenis kelamin. Dengan

perkataan lain, gen rangkai X pada individu

homozigot akan diekspesikan sama kuat dengan gen

rangkai X pada individu hemizigot.

5. Hormon dan Diferensiasi Kelamin

Dari penjelasan mengenai berbagai sistem

penentuan jenis kelamin organisme diketahui bahwa

faktor genetis memegang peranan utama dalam

ekspresi sifat kelamin primer. Selanjutnya, sistem

hormon akan mengatur kondisi fisiologi dalam tubuh

individu sehingga mempengaruhi perkembangan sifat

kelamin sekunder.

Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon

kelamin disintesis oleh ovarium, testes, dan

kelenjar adrenalin. Ovarium dan testes masing-

19

masing mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai

penghasil sel kelamin (gamet) dan sebagai

penghasil hormon kelamin. Sementara itu, kelenjar

adrenalin menghasilkan steroid yang secara kimia

berhubungan erat dengan gonad.

a. Gen terpengaruh kelamin

Gen terpengaruh kelamin (sex influenced genes)

ialah gen yang memperlihatkan perbedaan ekspresi

antara individu jantan dan betina akibat pengaruh

hormon kelamin. Sebagai contoh, gen autosomal H

yang mengatur pembentukan tanduk pada domba akan

bersifat dominan pada individu jantan tetapi

resesif pada individu betina. Sebaliknya, alelnya

h, bersifat dominan pada domba betina tetapi

resesif pada domba jantan. Oleh karena itu, untuk

dapat bertanduk domba betina harus mempunyai dua

gen H (homozigot) sementara domba jantan cukup

dengan satu gen H (heterozigot).

Tabel 6.2. Ekspresi gen terpengaruh kelamin pada

domba

Genotipe Domba jantan Domba betina

HH Bertanduk bertanduk

Hh Bertanduk tidak bertanduk

Hh tidak bertanduk tidak bertanduk

20

Contoh lain gen terpengaruh kelamin adalah

gen autosomal B yang mengatur kebotakan pada

manusia. Gen B dominan pada pria tetapi resesif

pada wanita. Sebaliknya, gen b dominan pada wanita

tetapi resesif pada pria. Akibatnya, pria

heterozigot akan mengalami kebotakan, sedang

wanita heterozigot akan normal. Untuk dapat

mengalami kebotakan seorang wanita harus mempunyai

gen B dalam keadaan homozigot.

b. Gen terbatasi kelamin

Selain mempengaruhi perbedaan ekspresi gen di

antara jenis kelamin, hormon kelamin juga dapat

membatasi ekspresi gen pada salah satu jenis

kelamin. Gen yang hanya dapat diekspresikan pada

salah satu jenis kelamin dinamakan gen terbatasi

kelamin (sex limited genes). Contoh gen semacam ini

adalah gen yang mengatur produksi susu pada sapi

perah, yang dengan sendirinya hanya dapat

diekspresikan pada individu betina. Namun,

individu jantan dengan genotipe tertentu

sebenarnya juga mempunyai potensi untuk

menghasilkan keturunan dengan produksi susu yang

tinggi sehingga keberadaannya sangat diperlukan

dalam upaya pemuliaan ternak tersebut.

B. PETA SILSILAH

1. Pengertian Peta Silsilah

21

Sifat-sifat yang dimiliki orang tua diturunkan pada

anaknya melalui pola pewarisan tertentu. Salah satu

metode mempelajari penurunan sifat manusia banyak

digunakan adalah dengan metode asal usul atau peta

silsilah dalam bentuk pedigree (peta silsilah).

Pedigree selalu menggunakan simbol silsilah

keluarga, seperti:

1. = (kotak tanpa arsiran), simbol untuk

laki-laki normal

2. = (kotak dengan arsiran penuh),simbol

untuk laki-laki yang menderita kelainan atau

penyakit tertentu.

3. = (kotak dengan arsiran tidak

penuh),simbol untuk laki-laki normal carier untuk

penyakit tertentu.

4. = (lingkaran tanpa arsiran) , simbol

untuk perempuan normal

5. = (lingkaran dengan arsiran tidak

penuh), simbol untuk perempuan normal carier

untuk penyakit atau kelainan tertentu

6. = (lingkaran dengan arsiran penuh) ,

simbol untuk perempuan dengan kelainan atau

penyakit tertentu.

2. Peta Silsilah Golongan Darah

Terdapat tiga sistem dalam silsilah golongan

darah, yaitu:

22

a) Sistem ABO

Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria

yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam

sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa

golongan darah beberapa teman sekerjanya.

Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan

mereaksikan sel darah merah dengan serum dari

para donor. 

Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi

dasar antigen A dan B, dikenal dengan golongan

darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi

(tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan

darah O). Kesimpulannya ada dua macam antigen A

dan B di sel darah merah yang disebut golongan A

dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang

disebut golongan O.

Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano

Sturli yang masih kolega dari Landsteiner

menemukan golongan darah AB pada tahun 1901.

Pada golongan darah AB, kedua antigen A dan B

ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah

sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi.

Dalam sistem ABO, golongan darah dibagi

menjadi 4 golongan:

Golongan Sel Darah Merah Plasma

A Antigen A Antibodi A

23

B Antigen B Antibodi B

AB Antigen A & BTidak ada

antibodi

OTidak ada

antigen

Antibodi Anti A

& Anti B

Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB

bervariasi di dunia tergantung populasi atau ras.

Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi

golongan darah terhadap populasi yang berbeda-beda.

a. Sistem MN

Golongan darah sistem MN diperkenalkan oleh

K.Landsteiner dan P.Levine pada 1927. Golongan

darah tersebut dibagi menjadi 3 yaitu, golongan

darah M, N, dan MN. Golongan darah ini tidak

begitu diperhitungkan dalam dunia medis karena

24

tidak ada kasus aglutinasi seperti yang dapat

terjadi pada sistem ABO. Oleh karena itu, meski

terjadi ketidaksesuaian golongan darah antara

resipien dan donor pada saattransfusi, tidak akan

berakibat fatal bagi resipien. Penentuan jenis

golongan darah pada sistem MN juga berdasarkan

pada ada tidaknyaaglutinogen pada sel darah merah,

tetapi tidak dikenal adanya agglutinin. Jumlah

alelyang menentukan golongan darah seseorang hanya

ada 2, yaitu IM dan IN. Kedua alel tersebut

bersifat kodominan.

b. Sistem Rhesus

25

Penggolongan darah berdasarkan sistem Rh

ditemukan oleh K. Landsteiner dan A. S. einer pada

1940. Rh merupakan singkatan dari rhesus, diambil

dari nama kera acaca rhesus. Pada kera ini

didapati antigen yang memicu penggumpalan darah

kera oleh antibodi darah kelinci dan marmot yang

disuntikkan. Kelinci dan marmot membentuk

antiserum yang kemudian digunakan untuk menguji

darah manusia.

Berdasarkan pengujian, darah manusia dibedakan

atas Rh+ dan Rh. individu Rh+ memiliki antigen

rhesus. Adapun individu Rh– tidak memiliki antigen

rhesus. Pembentukan antigen Rh ini dikendalikan

oleh gen IRhyang dominan terhadap Irh. Perhatikan

tabel berikut.

Fenotipe, Genotipe, dan Gamet pada Sistem

Rhesus

Perkawinan antara pria dengan Rh+ dan wanita

dengan Rh– dapat menyebabkan keturunannya

menderita penyakit eritroblastosis fetalis. Jika

bayi yang dilahirkan memiliki Rh–, kemungkinan

26

bayi tersebut terlahir normal. Kelainan terjadi

jika janin yang dikandung Rh+ yang diwariskan dari

orangtua laki-laki.

Jika janin yang dikandung Rh+, sedangkan ibu

Rh–, pada kehamilan pertama bayi tersebut terlahir

selamat. Hal ini disebabkan antibodi ibu terhadap

antigen Rh– belum banyak diproduksi. Akan tetapi,

pada kehamilan kedua, jika janin Rh+, janin

tersebut akan diserang oleh antibodi ibu (anti–

Rh+). Akibatnya, jika janin Rh+, akan menderita

eritroblastosis fetalis. Keadaan ini tidak terjadi

jika pria Rh– dan wanita Rh+ atau keduanya

memiliki golongan Rh yang sama.

3. Penggunaan peta silsilah

Peta silsilah biasa digunakan untuk melihat

penurunan jenis kelamin dan penurunan penyakit.

Berikut  merupaka contoh peta silsilah untuk

penentuan jenis kelamin dan menelusuri jenis

penyakit.

Pada kasus penyakit albinisme, penyakit

albino disebabkan oleh gen resesif a, sedangkan

alelanya A menyebabkan normal. Gen ini tidak

terpaut kromosom kelamin (gonosom) melainkan

terpaut kromosom tubuh (autosom). Perhatikan peta

silsilah berikut ini:

27

a b

c d e f

g h i j k

ml

I

II

III

IV

Peta silsilah yang terdiri dari 4 generasi

(generasi I, generasi II, generasi III, dan

generasi IV) di atas dapat diuraikan tentang

fenotip dan genotipnya, sebagai berikut:

1. Fenotip

- laki-laki normal adalah individu I a, II d,

dan IV l

- laki-laki normal carier adalah II e dan III i

- laki-laki albino adalah III h

- perempuan normal adalah II c, III g, III k

- perempuan normal carier adalah I b, II f, III

j, dan IV m

2. Genotip

Pada kasus pewarisan sifat albino di atas

adalah mudah untuk menentukan genotipnya yaitu

28

k l

m n o p q

hanya dengan melihat jenis arsiran pada simbol

yang digunakan, yaitu sebagai berikut:

AA (normal homozigot) terdapat pada individu: I

a, II c, II d, III g, III k, IV l

Aa (normal heterozygot/normal carier) terdapat

pada individu: I b, II e, II f, III i, dan III j

aa (albino) adalah individu III h

Contoh yang lain adalah pada penyakit menurun yang

terpaut kromosom kelamin, misalnya pada buta warna

yang disebabkan oleh gen resesif (c) terpaut X yang

dilambangkan dengan Xc. Penyakit ini lebih banyak

diderita oleh laki-laki karena pada wanita hanya

akan memunculkan ekspresinya apabila dalam keadaan

homozigot, sedangkan dalam keadaan heterozigot

tidak akan menampakkan ekspresinya. Perhatikan

contoh peta silsilah di bawah ini.

I

II

29

Catatan: Sering kali dalam menuliskan simbol untuk individu yang normalcarier dibuat tanpa menggunakan arsiran sama sekali, sehinggauntuk mencari genotipnya perlu dilakukan analisis baik darigenerasi sesudahnya (filialnya) dan atau dari generasisebelumnya (parentalnya).

r s t uIII

Peta silsilah penyakit buta warna di atas dapat

ditentukan fenotip dan genotipnya sebagai berikut:

1. Laki-laki normal (XY) : I l, II o, dan III s

2. Laki-laki buta warna (XcY) : II p dan III t

3. Perempuan normal (XX) : II m, dan II n

4. Perempuan normal carier (XXc) : I k, II q, dan

III r

5. Perempuan buta warna (XcXc) : III u

1. Cacat dan Penyakit Menurun

Seperti diketahui kromosom ada dua jenis yaitu

AUTOSOM dan GONOSOM, jadi penyakit genetik pada

manusia juga ada dua sebab yaitu :

Disebabkan oleh kelainan autosom.

Disebabkan oleh kelainan gonosom.

30

Catatan:1. Gen buta warna adalah gen resesif yang terpaut X dilambangkan Xc

sedangkan alelanya yang menyebabkan normal sering tidak ditulisatau juga dilambangkan dengan C sehingga menjadi XC.

2. Sama seperti pada penyakit yang terpaut autosom, dalam menuliskansimbol untuk individu yang normal carier dibuat tanpa menggunakanarsiran sama sekali, sehingga untuk mencari genotipnya perludilakukan analisis baik dari generasi sesudahnya (filialnya) danatau dari generasi sebelumnya (parentalnya).

a. Cacat dan penyakit menurun yang tidak terpaut

Seks

1) Albinisme

Albinisme mengakibatkan individu mengalami

kelainan kulit tubuh yang disebut albino. Albino

merupakan kelainan genetika yang ditandani adanya

abnormalitas pigmentasi kulit dan organ tubuh

lainnya serta penglihatan yang sangat peka

terhadap cahaya. Akibatnya, rambut dan kulitnya

berwarna putih atau bule.

Gen albino dikendalikan oleh gen resesif a,

sedangkan gen A menentukan sifat kulit normal.

Penderita Albino mempunyai genotip aa, sedangkan

orang normal mempunyai fenotip AA atau Aa.

Perhatikan persilangan berikut:

P1 (normal) AA X aa (albino)

Gamet A a

F1 Aa (normal)

P2 (normal) Aa X Aa (normal)

Gamet A, a A, a

F2 AA

Aa Normal

Aa

Aa albino

Jadi dari perkawinan seorang pria normal dengan

wanita normal yang keduanya heterozigot

31

menghasilkan keturunan dengan rasio fenotip

normal : albino = 3 : 1.

3) Gangguan mental

Yang dimaksud dengan gangguan mental adalah debil,

imbisil, dan ideot. Salah satu ciri penderita

gangguan mental adalah jika urinnya diberikan

larutan ferioksida 5% akan menghasilkan warna hijau

kebiruan yang berarti terdapat senyawa derivat

fenilketouria (FKU).

Fenilketouria disebabkan oleh gen resesif ph,

sedangkan Ph menentukan sifat normal. Cara

pewarisan Fenilketouria sebagai berikut berikut :

P (normal) Phph X Phph (normal)

Gamet Ph, ph Ph, ph

F 1 PhPh = normal (25%)

2 Phph = normal (50%)

1 phph = fenilketouria (25%)

Jadi rasio fenotipnya adalah normal :

fenilketouria = 3 : 1.

3) Kemampuan Mengecap Phenylthiocarbamida (PTC)

Phenylthiocarbamida (PTC) yaitu senyawa kimia yang

rasanya pahit. Sebagian besar orang dapat merasakan

rasa pahit PCT disebut pengecap atau taster,

sedangkan sebagian lainnya tidak dapat merasakan

pahit disebut dengan nontaster. Gen T menentukan

sifat perasa PCT, sedangkan alelnya gen t

32

menentukan seseorang tidak dapat merasakan PTC atau

disebut buta kecap. Cara pewarisan perasa PTC dan

bukan perasa PTC dapat dijelaskan dalam persilangan

berikut:

P1 (taster) TT X tt (nontaster)

Gamet T t

F1 Tt (taster)

P2 (taster) Tt X Tt (taster)

Gamet T, t T, t

F2 TT

Tt taster (75%)

Tt

Tt nontaster (25%)

Jadi rasio fenotipnya adalah perasa PTC (taster) :

buta kecap (nontaster)=75% : 25% = 3:1

4) Polidaktili

Polidaktili adalah kelainan genetika yang

ditandai banyaknya jari tangan atau jari kaki

melebihi normal, misalnya jari tangan atau jari

kaki berjumlah enam buah. Polidaktili dapat

terjadi pada kedua jari tangan (kanan dan kiri)

atau salah satu saja. Perhatikan gambar disamping.

5) Thalasemia

Thalasemia merupakan kelainan genetika karena

rendahnya pembentukan hemoglobin. Hal ini

mengakibatkan kemampuan eritrosit untuk mengikat

33

oksigen rendah. Thalassemia diakibatkan

ketidakberesan sintesis salah satu rantai globin,

yaitu kesalahan transkripsi mRNA dalam

menerjemahkan kodon untuk asam amino globin.

Thalassemia disebabkan oleh gen dominan Th,

sedangkan alelnya th menentukan sifat normal.

Penderita thalassemia bergenotip ThTh (thalassemia

mayor) atau Thth (Thallassemia minor). Penderita

thalassemia mayor keadaannya lebih parah daripada

thalassemia minor. Penderita thalassemia mayor

biasanya bersifat letal (mati).

6) Dentinogenesis Imperfecta

Dentinogenesis Imperfecta adalah kelainan

pada gigi, yaitu keadaan tulang gigi berwarna putih

seperti air susu. Kelainan itu disebabkan oleh gen

Dt, sedangkan gigi normal ditentukan oleh gen

resesif dt.

7) Retinal aplasial

Retinal aplasial adalah kelainan pada mata yang

mengakibatkan penderita mengalami kebutaan sejak

lahir. Penyebab kelainan itu yaitu gen dominan R,

sedangkan alel resesif r menentukan sifat mata

normal.

34

8) Katarak

Katarak adalah kelainan mata, yaitu kerusakan pada

kornea mata. Katarak dapat mengakibatkan kebutaan.

Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan K, sedangkan

alel resesif k menentukan sifat mata normal.

9) Botak

Ekspresi gen penyebab botak dibatasi oleh

jenis kelamin. Hal ini berarti dengan genotip yang

sama tetapi terdapat pada jenis kelamin yang

berbeda akan menimbulkan ekspresi fenotip yang

berbeda. Kebotakan ditentukan oleh gen B dan gen b

untuk kepala berambut normal). Orang yang

bergenotip BB, baik perempuan maupun laki-laki

akan mengalami kebotakan. Sebaliknya, genotip Bb

pada laki-laki mengakibatkan kebotakan, tetapi

tidak untuk perempuan. Artinya, genotip Bb tidak

mengakibatkan kebotakan pada perempuan. Mengapa

demikian? Hal ini karena perempuan menghasilkan

hormon estrogen yang mampu menghalangi kebotakan.

35

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jenis kelamin (sex) adalah perbedaan antara

perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak

lahir sebagai sarana atau sebagai akibat

digunakannya proses reproduksi seksual untuk

mempertahankan keberlangsungan spesies itu.

1. Berbagai tipe jenis kelamin meliputi: Tipe XY, Tipe

XO, Tipe ZW, Tipe ZO, dan Tipe Ploidi.

2. Salah satu metode mempelajari penurunan sifat

manusia banyak digunakan adalah dengan metode asal

usul atau peta silsilah dalam bentuk pedigree (peta

silsilah).

3. Dalam penggunaan peta silsilah biasanya digunakan

untuk melihat penurunan jenis kelamin dan penurunan

penyakit.

B. Saran

36

Sebaiknya makalah ini dapat digunakan sebagai mana

mestinya dalam dunia pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyulina, Dyah. 2006. IPA Biologi untuk SMA Kelas XII.

Bandung: Esis

Sembiring, Langkah. 2004. IPA Biologi untuk SMA Kelas XII B.

Semarang: Sunda Kelapa Pustaka

Bagod Sudjadi dan Siti Laila. 2006. Biologi sains dalam

kehidupan SMA Kelas XII Semester 1. Surabaya: Yudhistira

37

Anonim. 2012. Pewarisan Jenis Kelamin Dan Peta. Di

unduh dari :

.http://www.berbagipengetahuan.com/2012/06/

pewarisan-jenis-kelamin-dan-peta.html

www.biologi.blogspot.com. pada tanggal 20 Maret

2014.

Anonim. 2012. Pengertian Jenis kelamin Di unduh

dari

:http://www.psychologymania.com/2012/12/pengertia

n-jenis-kelamin.html pada tanggal 20 Maret 2014.

38