BAB II TINJAUAN PUSTAKA hubungan jenis kelamin dan usia onset terhadap epilepsi idiopatik

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epilepsi 2.1.1 Definisi Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel- sel otak, bersifat sinkron dan berirama. Serangan dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis. Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali saja, serangan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung dan ocassional provokes seizures misalnya kejang atau serangan pada hipoglikemia. 14 7

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA hubungan jenis kelamin dan usia onset terhadap epilepsi idiopatik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epilepsi

2.1.1 Definisi

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat

yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit,

attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan

berkala. Serangan dapat diartikan sebagai

modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan

sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-

sel otak, bersifat sinkron dan berirama. Serangan

dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif

atau psikis. Istilah epilepsi tidak boleh

digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali

saja, serangan yang terjadi selama penyakit akut

berlangsung dan ocassional provokes seizures misalnya

kejang atau serangan pada hipoglikemia.14

7

8

Epilepsi adalah suatu gejala akibat cetusan pada

jaringan saraf yang berlebihan dan tidak

beraturan. Cetusan tersebut melibatkan sebagian

kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang

lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangn

umum).2 Epilepsi didefiniskan sebagai suatu

keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi

berulang sebagai akibat dari adanya gangguan

fungsiotak secara intermitten disebabkan oleh

lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan di

neuron-neuron secara paroksismal disebabkan

berbagai etiologi. 14

International League Against Epilepsy (ILAE) dan

International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005

merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu

kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor

predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan

epileptik, perubahan nerubiologis, kognitif,

psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang

diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan

9

sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik

sebelumnya. Bangkitan epileptik didefinisikan

sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas

(transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan

atau sinkron yang terjadi di otak.1

Terdapat beberapa elemen penting dari definisi

yang baru dirumuskan oleh ILAE dan IBE,15 yaitu:

1. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik

sebelumnya

2. Perubahan di otak yang meningkatkan

kecenderungan terjadinya bangkitan selajutnya

3. Berhubungan dengan gangguan pada faktor

neurobiologis, kognitif, psikologis, dan

konsekuensi sosial yang ditimbulkan.

Ketiga elemen di atas harus diperhatikan karena

dalam tatalaksana seorang penderita epilepsi,

tidak hanya faktor bangkitan atau kejang yang

perlu diperhatikan namun konsekuensi sosial yang

ditimbulkan juga harus dioerhatkan seperti

10

dikucilkan oleh masyarakat, stigma bahwa penyakit

epilepsi adalah menular, dan sebagainya .15

Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak

faktor yang dapat mencederai sel-sel, saraf otak

atau lintasan komunikasi antar sel otak. Lebih

kurang 65% dari seluruh kasus epilepsi tidak

diketahui faktor penyebabnya. Beberapa faktor

risiko yang sudah diketahui antara lain: trauma

kepala, demam tinggi, stroke, intoksikasi ( termasuk

obat-obatan tertentu ), tumor otak, masalah

kardiovaskuler tertentu, gangguan keseimbangan

elektrolit, infeksi (ensefalitis, meningitis ) dan

infeksi parasit terutama cacing pita. Apabila

diketahui penyebabnya maka disebut epilepsi

simtomatik. sedangkan apabila penyebabnya tidak

diketahui disebut epilepsi idiopatik. 33

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

11

Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron

yang membangun substasia alba dan substasia

grisea. Otak merupakn organ yang sangat komplek

dan sensitif, berfungs sebagai pengendali dan

pengatur seluruh aktivitas: gerakan motorik,

sensasi, berpikir dan emosi. Di samping itu, otak

merupakan tempat kedudukan memori dan juga sebagai

pengatur aktivitas involunteer atau otonom. Sel-

sel otak bekerja sama, berkomunikasi melalui

signal-signal listrik. Kadang-kadang dapat terjadi

cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur

dari sekelompok sel yang menghasilkan serangan

atau seizure. Sistem limbik merupakan bagian otak

yang paling sensitif terhadap serangan. Ekpresi

aktivitas otak abnormal dapat berupa gangguan

motorik, sensorik, kognitif atau psikis.16

Neurokorteks (area korteks yang menutupi

permukaan otak), hipokampus, dan area fronto-

temporal bagian mesial sering kali merupakan letak

awal munculnya serangan epilepsi, area subkorteks

12

misalnya thalamus, substansia nigra dan korpus

striatum berperan dalam menyebarkan aktivitas

serangan dan mencetuskan serangan epilepsi umum.

Pada otak normal, rangsang penghambat dari area

subkorteks mengatur neurotransmitter perangsang

antara korteks dan area otak lainnya serta

membatasi meluasnya signal listrik abnormal.

Penekanan terhadap aktivitas inhibisi eksitasi di

area tadi pada penderita epilepsi dapat memudahkan

penyebaran aktivitas serangan mengikuti awal

serangan parsial atau munculnya serangan epilepsi

umum primer.16

2.1.3 Etiologi

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf

kronik kejang berulang yang muncul tanpa

diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan

bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak

terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian

otak.17

13

Berdasarkan penyebabnya epilepsi dibagi menjadi

dua tipe yaitu epilepsi primer dan epilepsi

sekunder. 18

Epilepsi primer adalah epilepsi yang

penyebabnya tidak diketahui secara pasti.

Epilepsi primer juga disebut dengan idiopatik

epilepsi. Beberapa hal yang berhubungan dengan

epilepsi primer yaitu: 18

a. Adanya episode aktivitas listrik yang abnormal

di dalam otak yang menyebabkan kejang

b. Ada beberapa area tertentu pada otak yang

dipengaruhi oleh aktivitas listrik yang

abnormal yang menyebabkan beberapa tipe kejang

c. Jika semua area otak dipengaruhi oleh

aktivitas listrik yang abnormal maka kejang

menyeluruh mungkin terjadi. Hal ini berarti

bahwa kesadaran mungkin hilang atau berkurang.

Seringnya semua tangan dan kaki akan menjadi

kaku kemudian menyentak secara berirama

14

d. Satu tipe kejang mungkin berkembang menjadi

kejang tipe lain. Sebagai contoh, kejang

mungkin berawal sebagian meliputi muka atau

tangan. Kemudian aktivitas otot akan menyebar

keseluruh tubuh. Pada saat ini, kejang akan

menyeluruh.

e. Kejang yang disebabkan oleh demam tinggi pada

anak mungkin dipertimbangkan sebagai epilepsi

Epilepsi sekunder adalah kejang yang

penyebabnya telah diketahui. Epilepsi sekunder

disebut juga sebagai epilepsi simptomatik. Ada

beberapa penyebab yang biasa ditemukan pada

epilepsi sekunder yaitu: 18

a. Tumor

b. Ketidak seimbangan metabolisme seperti

hipoglikemi

c. Trauma kepala

d. Pengunaan obat-obatan

e. Kecanduan alkohol

15

f. Stroke termasuk perdarahan

g. Trauma persalinan

Epilepsi kriptogenik: dianggap simptomatik

teatapi penyebabnya belum diketahui, termasuk di

sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut

dan epilepsi mioklonik. 18

Epilepsi disebabkan oleh beberapa kondisi yang

dapat mempengaruhi otak, antara lain: 17

a. Idiopatik: penyebabnya tidak diketahui,

umumnya mempunyai predisposisi genetik.

b. Kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi

penyebabnya belum diketahui termasuk sindrow

West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi

mioklonik. Gambaran sesuai ensefalopati difus.

c. Simtomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada

susunan saraf pusat. Misalnya; cedera kepala,

infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak

ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik

16

(alkohol, obat), metabolik, kelainan

neurodegeneratif.

Penyebab epilepsi dilihat dari umur, biasanya

disebabkan paling sering karena; pada bayi

terjadi asfiksi atau hipoksi waktu lahir,

gangguan metabolik, malformasi kongenital pada

otak, atau infeksi; pada anak dan remaja

kebanyakan epilepsi idiopatik dan pada usia

dewasa penyebabnya lebih bervariasi oleh karena

idiopatik, cedera kepala, tumor. 17

2.1.4 Patofisiologi

Serangan epilepsi terjadi apabila proses

eksitasi di dalam otak lebih dominan dari pada

proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam

eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran

konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel

opening, dan menguatnya sinkronasi neuron sangat

penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan

aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron

17

diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang

ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan

keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron. 19

Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron-

neuron tertentu pada korteks serebri penting dalam

mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:

1. Kemanpuan neuron kortikal untuk bekerja pada

frekuensi tinggi dalam merespon depolarisasi

diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps

dan inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.

2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent

excitatory connection), yang memungkinkan adanya

umpan balik positif yang membangkitkan dan

menyebarkan aktivitas kejang.

3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan

umum terhadap sel-sel piramidal pada daerah

tertentu di korteks, termasuk pada

hippocampus, yang bisa dikatakan sebagai

tempaat paling rawan untuk terkena aktivitas

kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah

18

potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas

penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.

4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya

potensiasi (termasuk juga merekrut respon

NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di

korteks.

5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi)

dari sinaps inhibitor rekuren dihasilkan dari

frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.

Serangan epilepsi akan muncul apabila

sekelompok kecil neuron abnormal mengalami

depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan

cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-

ulang. Cetusan listrik abnormal ini kemudian

“mengajak” neuron-neuron yang terkait di dalam

proses. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak

apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron

abnormal muncul secara bersama-sama, membentuk

suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. 20

19

Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam

serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20

macam), bergantung pada daearah dan fungsi otak

yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat

dimengerti apabila epilepsi tampil dengan

manifestasi yang sangat bervariasi.19

Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi

terdiri dari 3 kategori yaitu: 21

1. Non Specific Predispossing Factor (NPF) yang membedakan

seseorang peka tidaknya terhadap serangan

epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang

sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan

epilepsi hanya dengan dosis rangsangan yang

berbeda-beda.

2. Spesific Epileptogenic Distubances (SED). Kelainan

epileptogenik ini dapat diwariskan maupun

didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas

timbulnya epileptiform activity di otak. Timbulnya

bangkitan epilepsi merupakan kerja sama SED

dan NPF.

20

3. Presipating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus

terjadinya bangkitan epilepsi pada penderita

epilepsi yang kronis. Penderita dengan nilai

ambang yang rendah, PF dapat membangkitkan

reactive seizure dimana SED tidak ada.

Ketiga hal di atas memegang peranan penting

terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.

Hipotesis secara seluler dan molekuler yang

banyak dianut sekarang adalah: membran neuron dalam

keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan

ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion

natrium dan kalsium. Dengan demikian konsentrasi

yang tinggi ion kalium dalam sel (intraseluler),

dan konsentrasi ion natrium dan kalsium

ekstrseluler yang tinggi. Sesuai dengan teori Dean

(Sosium pump), sel hidup mendorong ion natrium

keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan

ini sama halnya dengan ion kalsium. 21

21

Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls

yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti

pola normal, sehingga terjadi sinkronasi dari

impuls. Sinkronasi ini dapat terjadi pada

sekelompok atau seluruh neuron di otak secara

serentak, secara teori ini dapat terjadi.22

1. Fungsi jaringan neuron penghambat

(neurotansmitter GABA dan Glisin) kurang

optimal hingga terjadi pelepasan impuls

epileptik secara berlebihan.

2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron

eksitatorik (Glutamat dan Aspartat) berlebihan

hingga terjadi pelepasan impuls epileptik

berlebihan juga.

Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal

antara lain bila konsentrasi GABA (gamma aminobutyric

acid) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita

epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan

oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial

postsinaptik (IPSPs = inhibotory post sinaptic potentials)

22

adalah lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis

mengatakan bahwa aktifitas epileptik disebabkan

oleh hilang atau kurangnya inhibisi GABA, zat yang

merupakan neurotransmiter inhibtorik utama pada

otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak

sesederhana seperti yang disangka semula. Riset ini

membuktikan bahwa perubahan pada salah satu

komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap

yang akan menambah rangsangan. 23

Sinkronasi dapat terjadi pada sekelompok kecil

neuron saja, sekelompok besar atau seluruh neuron

otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari

kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang

berbeda dari serangan epileptik. Secara teoritis

ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron kurang

optimal (GABA) sehingga terjadi pelepasan impuls

epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi

jaringan neuron eksiatorik (Glutamat) berlebihan. 23

Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan

terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron

23

inhibitor dan eksiator, misalnya kelainan

heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor,

vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat

mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau

meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah

timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. 24

Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada

abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh

karena setiap serangan kejang cenderung berulang

dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih

luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita

epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di

daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak

mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial,

fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana

terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal

epilepsi dapatan. 24

2.1.5 Usia, jenis kelamin dan epilepsi

24

Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih

imatur sehingga mudah terkena efek traumatik,

gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan

sebagainya. Efek ini dapat berupa kemusnahan

neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan

pada neuron atau glia, yang pada gilirannya dapat

membuat neuron glia atau lingkungan neuronal

epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma,

infeksi, gangguan metabolisme dan sebagainya,

semuanya dapat mengembangkan epilepsi. Akan tetapi

anak tanpa brain damage dapat juga menjadi epilepsi,

dalam hal ini faktor genetik dianggap penyebabnya,

khususnya grand mal dan petit mal serta benigne

controtemporal epilepsy. Walaupun demikian proses yang

mendasari seranga epilepsi idiopatik, melalu

mekanisme yang sama. 25

Pada perempuan, hormon steroid yang dihasilkan

ovarium akan mempengaruhi keparahan dan frekuensi

dari kejang epilepsi. Sistem hormonal mempengaruhi

tipe kejang dan epilepsi. Kebanyakan wanita dengan

25

epilepsi mengalami perubahan pengeluaran phenotypic

sebagai respon jika terjadi epilepsi saat masa

reproduksi dan siklus reproduksi menjadi

berlebihan. Frekuensi dan keparahan kejang mungkin

akan meningkat saat pubertas, saat menstruasi,

kehamilan dan menopause. Peningkatan ini terjadi

akibat hormone steroid yang dihasilkan ovarium

berpengaruh pada saraf-saraf di sistem saraf pusat.

32

Telah lama diketahui bahwa masa haid dapat

mencetuskan serangan epilepsi pada banyak penderita

wanita. Kenapa terjadi hal demikian belum dapat

diterangkan dengan baik. Ada ilmuwan yang menduga

bahwa tertahannya cairan tubuh sewaktu haid

memegang peranan. Penelitian lain menduga bahwa

perubahan keseimbangan hormone semasa haid ikut

berperan dalam mencetuskan serangan. 32

26

Gambar 2.1. Bagan pengaruh ketidakseimbangan neurotansmitter otak

terhadap kejang31

2.1.6 Faktor Risiko Epilepsi

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya

epilepsi adalah: 26

a. Bayi yang lahir kurang bulan.

b. Bayi yang mengalami kejang pada satu bulan

pertama setelah dilahirkan.

c. Bayi yang lahir dengan struktur otak abnormal.

d. Perdarahan di dalam otak

e. Pembuluh darah abnormal di dalam otak.

f. Trauma otak berat atau kurangnya oksigen

g. Tumor otak

27

h. Infeksi pada otak, abses meningitis atau

ensefalitis

i. Serebral palsy.

Faktor yang dapat memicu terjadinya kejang

yaitu: 26

a. Lupa minum obat

b. Kurang tidur

c. Sakit (dengan atau tanpa demam)

d. Stress psikologi yang berat

e. Pengguna alkohol yang berat

f. Pengguna kokain atau ekstasi

g. Kurangnya nutrisi seperti vitamin dan mineral

h. Siklus menstruasi

Penelitian terdahulu menunjukan insidensi

epilepsi pada anak-anak adalah tinggi dan memang

merupakan penyakit neurologis utama pada kelompok

usia tersebut. Bahkan dari tahun ke tahun ditemukan

bahwa prevalensi epilepsi pada anak-anak cenderung

meningkat. Pada usia dewasa kejadian epilepsi

28

menurun. Epilepsi pada kelompok usia ini biasanya

dikarenakan cedera otak akut (kejang akut

simptomatik). 10

2.1.7 Klasifikasi

Berkaitan dengan letak focus : 34

1. Idiopatik (primer)

a. Epilepsi anak benigna dengan gelombang

paku di sentrotemporal (Rolandik

benigna).

b. Epilepsi pada anak dengan paroksismal

oksipital

c. Primary reading epilepsy

2. Simtomatik (sekunder)

a. Lobus temporalis

b. Lobus frontalis

c. Lobus parietalis

d. Lobus oksipitalis

29

e. Kronik progresif parsialis kontinua

3. Kriptogenik

Umum :

1. Idiopatik (primer)

a. Kejang neonatus familial benigna

b. Kejang neonatus benigna

c. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

d. Epilepsi absans pada anak

e. Epilepsi absans pada remaja

f. Epilepsi mioklonik pada remaja

g. Epilepsi dengan serangan tonik klonik

pada saat terjaga

h. Epilepsi tonik kionik dengan serangan

acak

2. Kriptogenik atau simtomatik

a. Sindroma West (spasmus infantil dan

hipsaritmia)

b. Sindroma Lennox Gastaut

c. Epilepsi mioklonik astatic

d. Epilepsi absans miokionik

30

3. Simtomatik

a. Etiologi non spesifik

1) Ensefalopati miokionik neonatal

2) Sindrom Ohtahara

b. Etiologi / sindrom spesifik

1) Malformasi serebral

2) Gangguan metabolisme

Klasifikasi kejang epilepsi: 14,15

a. Bangkitan Parsial/fokal

1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa

gangguan kesadaran)

a) Dengan gejala motorik.

b) Dengan gejala sensorik.

c) Dengan gejala otonomik.

d) Dengan gejala psikis.

31

2) Bangkitan parsial kompleks (dengan

gangguan kesadaran)

a) Awalnya parsial sederhana, kemudian

diikuti gangguan kesadaran.

b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal

bangkitan.

3) Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik,

tonik atau klonik)

a) Bangkitan parsial sederhana

berkembang menjadi bangkitan umum

b) Bangkitan parsial kompleks berkembang

menjadi bangkitan umum

c) Bangkitan parsial sederhana

berkembang menjadi parsial kompleks,

dan berkembang menjadi bangkitan umum

b. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)

32

1)Bangkitan lena (absence)

Ciri khas serangan lena adalah durasi

singkat, onset dan terminasi mendadak,

frekuensi sangat sering, terkadang disertai

gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.

2)Bangkitan mioklonik

Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak,

sebentar yang dapat umum atau terbatas pada

wajah, batang tubuh, satu atau lebih

ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat

berulang atau tunggal.

3)Bangkitan tonik

Merupakan kontraksi otot yang kaku,

menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu

posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata

dan kepala ke satu sisi, dapat disertai

rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi

pucat kemudian merah dan kebiruan karena

33

tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau

tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan

pupil dilatasi.

4)Bangkitan atonik

Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara

fragmentasi hanya kepala jatuh ke depan atau

lengan jatuh tergantung atau menyeluruh

sehingga pasien terjatuh.

5)Bangkitan klonik

Pada kejang tipe ini tidak ada komponen

tonik, hanya terjadi kejang kelojot. dijumpai

terutama sekali pada anak.

6)Bangkitan tonik-klonik

Merupakan suatu kejang yang diawali dengan

tonik, sesaat kemudian diikuti oleh gerakan

klonik.

34

2.1.8 Diagnosis

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis

dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG

dan radiologis. Namun demikian, bila secara

kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung

maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan. 27

1. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci

dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak pemah

menyaksikan serangan yang dialami penderita.

Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi

sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi

gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi

yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.

Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma

kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,

ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi

vaskuler dan obat-obatan tertentu. 27 Anamnesi (auto

dan aloanamnesis), meliputi:

35

a. Pola / bentuk serangan

b. Lama serangan

c. Gejala sebelum, selama dan paska

serangan

d. Frekwensi serangan

e. Faktor pencetus

f. Ada / tidaknya penyakit lain yang

diderita sekarang

g. Usia saat serangan terjadinya pertama

h. Riwayat kehamilan, persalinan dan

perkembangan

i. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi

sebelumnya

j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang

berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala,

infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,

gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan

36

fisik harus menepis sebab- sebab terjadinya

serangan dengan menggunakan umur dan riwayat

penyakit sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa

harus memperhatikan adanya keterlambatan

perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara

anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan

pertumbuhan otak unilateral. 28

3. Pemeriksaan penunjang

a. Elektro ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua

pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang

yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan

diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG

menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di

otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG

menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik

atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal. 29

37

a. Asimetris irama dan voltase gelombang

pada daerah yang sama di kedua

hemisfer otak.

b. Irama gelombang tidak teratur, irama

gelombang lebih lambat dibanding

seharusnya misal gelombang delta.

c. Adanya gelombang yang biasanya tidak

terdapat pada anak normal, misalnya

gelombang tajam, paku (spike), paku-

ombak, paku majemuk, dan gelombang

lambat yang timbul secara paroksimal.

Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran

EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai

gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal

gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per

detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai

gambaran EEG gelombang paku/tajam/ lambat dan paku

majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).

b. Rekaman video EEG

38

Rekaman EEG dan video secara simultan pada

seorang penderita yang sedang mengalami serangan

dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi

sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan

hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta

memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran

klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat

bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum

diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk

kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus

epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat

diperlukan pada persiapan operasi. 30

c. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah

neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak

dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan

CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik

akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk

membandingkan hipokampus kanan dan kiri.27,28

39

2.1.9 Penatalaksaan

Status epileptikus merupakan kondisi

kegawatdaruratan yang memerlukan pengobatan yang

tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik

permanen maupun kematian. Definisi dari status

epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit,

akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila

sudah lebih dari 5-10 menit. 26

Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya

kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip terapi

farmakologi epilepsi yakni:

a. OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi

sudah dipastikan terdapat minimal dua kali

bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga

telah mengetahui tujuan pengobatan dan

kemungkinan efek sampingnya

b. Terapi dimulai dengan monoterapi

40

c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan

dinaikkan bertahap sampai dosis efektif

tercapai atau timbul efek samping; kadar obat

dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak

terkontrok dengan dosis efektif.

d. Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE

tidak daat mengontrol bangkitan, ditambahkan

OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai

kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan

bertahap perlahan-lahan.

e. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah

terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan

penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pasien dengan bangkitan tunggal

direkomendasikan untuk dimulai terapi bila

kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila: dijumpai

fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat

riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma

41

kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan

pertama merupakan status epileptikus. 30

Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi:

a. Meningkatkan neurotansmitter inhibisi (GABA)

b. Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi

konduksi ion: Na+,Ca2+,K+,Cl- atau aktivitas

neurotansmitter.

2.1.10 Prognosis

Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk

beberapa tahun, hal ini mungkin untuk menghentikan

pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien

dan tipe epilepsi yang diderita. Hal ini dapat

dilakukan di bawah pengawasan dokter yang

berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang bebas

kejang selama tiga tahun akan tetap bebas setelah

menghentikan pengobata yang dilakukan dengan

mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari

42

setengah pasien anak-anak dengan epilepsi dapat

menghentikan pengobatan tanpa perkembangan kejang.26

2.2 Penelitian Terkait

Peneliti belum menemukan penelitan terkait

dengan variable dependent serupa namun, penelitian

yang dilakukan Husam dan Endang Kustiowati (2007)

yang dilakukan di RS dr. Kariadi, RS Semarang,

memiliki variable indepent serupa dengan variable

dependennya berupa jenis epilepsi. Penelitian ini

menunjukkan hasil penelitian dari 302 kasus, yang

memenuhi kriteria inklusi 180 kasus. 96 (53,3%)

pasien menderita epilepsi pada onset usia anak-

anak, 71 (39,4%) pasien pada onset usia dewasa dan

13 (7,2%) pasien pada onset usia tua, dari uji Chi

square didapatkan perbedaan usia yang bermakna pada

jenis epilepsi dengan angka signifikan p=0,029.

Tidak didapatkan perbedaan jenis kelamin yang

bermakna pada jenis epilepsi dengan angka

signifikan p=0,694.

43

2.3Kerangka Teori Penelitian

Berdasarkan tinjauan teori diatas, maka dapat

dibuat kerangka teori sebagai berikut:

Ketidakseimbanga

n sekresi maupun

fungsi

neurotransmitter

eksitatorik dan

Usia

Anak-anak

Dewasa(16-60tahun)

Lansia(>60

tahun)

Asfiksia,

hipoksia,

malformasiotak

Cederakepala,tumor

Stroke,gangguanmetabolis

me

Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

Hormon steroid yangtidak seimbang

44

2.4Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah

kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin

diamati atau diukur melalui penelitian yang akan

dilakukan. Pada penelitian ini peneliti ingin

mengukur hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen yang terlihat pada gambar berikut:

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari

peneliti yang kebenarannya masih harus diteliti

(Arikunto,202). Berdasarkan kerangka konsep diatas

penulis mengajukan hipotesis yaitu :

Ketidakseimbanganneurotransmitter otak

Perubahan mekanisme regulasi fungsi & struktur neuron yang mengarah pada

Usia

Epilepsi Idiopatik

Epilepsi

Jenis

kelamin

Gambar 2.2 Kerangka teori

Gambar 2.3 Kerangka konsep

45

a. H0 : Tidak ada hubungan antara usia onset

terhadap kejadian

epilepsi idiopatik.

H1 : Ada hubungan antara usia onset terhadap

kejadian epilepsi

idiopatik.

b. H0 : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin

terhadap kejadian

epilepsi idiopatik.

H1 : Terdapat hubungan antara jenis kelamin

terhadap kejadian

epilepsi idiopatik.