fungsi angklung gubrag pada upacara adat seren taun di ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of fungsi angklung gubrag pada upacara adat seren taun di ...
FUNGSI ANGKLUNG GUBRAG PADA UPACARA ADAT
SEREN TAUN DI KAMPUNG BUDAYA SINDANGBARANG,
DESA PASIR EURIH KECAMATAN TAMANSARI, BOGOR
Zakiyah Munawiroh
2815121881
Skripsi yang diajukan kepada Universitas Negeri Jakarta untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
i
ABSTRAK
Zakiyah Munawiroh, 2017. Fungsi Angklung Gubrag pada Upacara Adat Seren
Taun di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan
Tamansari, Bogor. Skripsi. Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa dan
Seni. Universitas Negeri Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mengumpulkan dan
mendapatkan gambaran mengenai fungsi dari alat musik angklung gubrag pada
saat perayaan upacara adat seren taun di Kampung Budaya Sindangbarang, Bogor.
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kampung Budaya Sindangbarang dari bulan
Juli sampai bulan Desember 2016 dengan subyek penelitiannya adalah alat musik
tradisional angklung gubrag.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif.
Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan studi
dokumen. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian/pemaparan
data dan penarikan kesimpulan, selanjutnya melakukan keabsahan data dengan
menggunakan triangulasi dengan sumber data.
Hasil penelitian bahwa fungsi utama dari angklung gubrag ini adalah
sebagai sarana ritual yaitu ketika ritual ngembang, ngala cikulu, sedekah kue dan
puncak acara seren taun. Selain itu angklung gubrag juga berfungsi sebagai
iringan dan juga sebagai sarana hiburan.
Kata Kunci : Fungsi, Angklung Gubrag, Upacara Adat Seren Taun.
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademis Universitas Negeri Jakarta saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Zakiyah Munawiroh
No. Registrasi : 2815121881
Fakultas : Bahasa dan Seni
Jenis Karya : Skripsi
Judul Skripsi : Fungsi Angklung Gubrag pada Upacara Adat Seren Taun
di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih,
Kecamatan Tamansari, Bogor.
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Negeri Jakarta Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exlusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya. Dengan Hak Bebas Royalti Non
Ekslusif ini, Universitas Negeri Jakarta berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database),
mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di internet atau
media lainnya untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta. Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran
Hak Cipta dalam karya ilmiah ini menjadi tanggung jawab saya pribadi. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta, 25 Januari 2017
Yang menyatakan,
Zakiyah Munawiroh
No.Reg 2815121881
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga
dapat mencapai tujuan yang diharapkan atas segala kenikmatan yang telah saya
terima. Pada kesempatan kali ini saya telah menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Fungsi Angklung Gubrag pada Upacara Adat Seren Taun di Kampung Budaya
Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Bogor”. yang
alhamdulillah tepat pada waktunya.
Berhasilnya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, baik secara moril maupun materi. Maka pada kesempatan kali ini saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Gandung Joko Srimoko, M.Sn. selaku dosen pembimbing I yang telah
membimbing dalam bidang materi dan memberikan pengarahan serta bantuan
dengan banyak motivasi yang diberikan, sehingga saya dapat menyelesaikan
Skripsi ini.
2. Ibu Dr. Dian Herdiati, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing dalam bidang metodologi dan memberikan pengarahan dengan
penuh kesabaran dan bijaksana, sehingga saya dapat menyelesaikan Skripsi
ini.
3. Ibu Rien Safrina, MA., Ph.D selaku ketua Program Studi Pendidikan
Sendratasik.
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama
peneliti mengikuti perkuliahan pada program studi Pendidikan sendratasik
khususnya di jurusan seni musik.
5. Abah Maki dan Abah Ukat selaku narasumber yang telah memberikan segala
informasi tentang kesenian yang berasal dari Kota Bogor yaitu kesenian
angklung gubrag.
6. Kedua orang tua saya Ibu R.A. Yulia Indra Dewi dan Bapak Syahid Syuhada,
yang senantiasa telah mencurahkan segenap cintanya dan memberikan doa dan
vi
dukungan, dan juga kedua adik saya M. Azhar Hanif dan M. Fikri Maulana
yang selalu siap membantu selama proses penelitian berlangsung.
7. Nenek Hj. Ayu Nuraeni sebagai motivasi saya untuk segera menyelesaikan
Skripsi ini, dan juga seluruh keluarga yang saya cintai.
8. Teman-teman seni musik angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan
dan berjuang bersama.
Diharapkan Skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Saya menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya
mohon kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun dan selalu
diharapkan demi kesempurnaan karya tulis dimasa yang akan datang.
Jakarta, Januari 2017
Z M
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii
LEMBAR PUBLIKASI ...................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ...................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................................... 8
A. Deskripsi Teoritis .................................................................................... 8
1. Masyarakat dan Kebudayaan ............................................................ 8
2. Kesenian ............................................................................................ 9
3. Teori Fungsi ...................................................................................... 10
4. Upacara Adat ..................................................................................... 12
5. Seren Taun ........................................................................................ 13
6. Angklung Gubrag .............................................................................. 14
7. Tangga Nada ..................................................................................... 16
8. Bentuk Pertunjukan ........................................................................... 19
B. Penelitian yang Relevan .......................................................................... 20
C. Kerangka Berpikir ................................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 25
A. Tujuan Penelitian .................................................................................... 25
viii
B. Lingkup Penelitian .................................................................................. 25
C. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 25
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 25
1. Observasi ..................................................................................... 26
2. Wawancara .................................................................................. 26
3. Studi Dokumen ........................................................................... 27
E. Teknik Analisis Data ............................................................................... 28
1. Reduksi Data ............................................................................... 28
2. Penyajian/Pemaparan Data.......................................................... 29
3. Penarikan Kesimpulan ................................................................ 29
F. Keabsahan Data ....................................................................................... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 31
A. Deskripsi Data ......................................................................................... 31
1. Seren Taun .................................................................................. 31
2. Proses Upacara Seren Taun ......................................................... 32
3. Angklung Gubrag ........................................................................ 42
4. Ciri Khas dari Angklung Gubrag ................................................ 44
5. Fungsi Angklung Gubrag pada Upacara Seren Taun .................. 46
B. Interpretasi Data ...................................................................................... 63
C. Keterbatasan dalam Penelitian ................................................................ 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 65
A. Kesimpulan ............................................................................................. 65
B. Saran ........................................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 74
GLOSARIUM ..................................................................................................... 76
LAMPIRAN ........................................................................................................ 78
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Angklung Gubrag ............................................................................ 16
Gambar 2.2 Susunan Tangga Nada Mayor ......................................................... 17
Gambar 2.3 Susunan Tangga Nada Minor Asli .................................................. 17
Gambar 2.4 Susunan Tangga Nada Minor Harmonis ......................................... 18
Gambar 2.5 Susunan Tangga Nada Minor Melodis ............................................ 18
Gambar 4.1 Netepkeun ........................................................................................ 33
Gambar 4.2 Ngembang........................................................................................ 34
Gambar 4.3 Kaulinan budak lembur ................................................................... 35
Gambar 4.4 Prosesi Ngala Cikulu ...................................................................... 37
Gambar 4.5 Prosesi Menggabungkan Air dari tujuh mata air ............................. 37
Gambar 4.6 Munday ............................................................................................ 38
Gambar 4.7 Dongdang ........................................................................................ 39
Gambar 4.8 Sedekah Kue .................................................................................... 39
Gambar 4.9 Angklung Gubrag Mengarak Penanten Sunat ................................. 40
Gambar 4.10 Memasukan Padi ke dalam Lumbung ........................................... 41
Gambar 4.11 Pemain Angklung Gubrag ............................................................. 45
Gambar 4.12 Partitur Angklung Gubrag ............................................................. 51
Gambar 4.13 Partitur Prepet Jengkol .................................................................. 52
Gambar 4.14 Angklung Gubrag mengiringi ritual Ngala Cikulu ....................... 53
Gambar 4.15 Persiapan Sebelum Ngala Cikulu .................................................. 54
Gambar 4.16 Prosesi Pengambilan 7 Mata Air ................................................... 55
Gambar 4.17 Partitur Angklung Gubrag ............................................................. 56
Gambar 4.18 Partitur Shalawat Nabi .................................................................. 56
Gambar 4.19 Angklung Gubrag mengarak Sunatan masal ................................. 57
Gambar 4.20 Partitur Angklung Gubrag ............................................................. 58
Gambar 4.21 Partitur Lagu Kampung Budaya Sindangbarang ........................... 59
Gambar 4.22 Dongdang ...................................................................................... 60
Gambar 4.23 Angklung Gubrag pada Upacara Adat Seren Taun ....................... 62
Gambar 4.24 “Leuit” Lumbung tempat penyimpanan padi ................................ 63
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Bagan Kerangka Berpikir .................................................................. 24
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara ...................................................................... 72
Lampiran 2 Hasil Wawancara Narasumber ........................................................ 75
Lampiran 3 Profil Narasumber dan Surat Pernyataan......................................... 81
Lampiran 4 Dokumentasi .................................................................................... 85
Lampiran Foto 1 .................................................................................................. 85
Lampiran Foto 2 .................................................................................................. 85
Lampiran Foto 3 .................................................................................................. 86
Lampiran Foto 4 .................................................................................................. 86
Lampiran Foto 5 .................................................................................................. 87
Lampiran Foto 6 .................................................................................................. 87
Lampiran Foto 7 .................................................................................................. 88
Lampiran Foto 8 .................................................................................................. 88
Lampiran 5 Riwayat Hidup Peneliti .................................................................... 89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman
budaya, bahasa, adat istiadat, serta keindahan alam di setiap daerahnya. Sehingga
Indonesia terkenal dengan keunikannya. Setiap daerah memiliki kesenian yang
berbeda-beda, biasanya keunikan dan perbedaan ini dijadikan ciri atau kekhasan
dari masing-maasing asal terciptanya kesenian tersebut.
Misalnya kesenian Kuda Lumping dengan iringan alat musik bendhe yaitu
alat musik yang berbentuk seperti gong tetapi berukuran lebih kecil, kesenian ini
berasal dari daerah Ponorogo, Jawa Timur. Lalu upacara Ngaben atau upacara
pembakaran jenazah, upacara ini merupakan salah satu tradisi umat Hindu di Bali,
selain itu ada alat musik tradisional berasal dari Sumatra Utara yaitu Gondang
yang biasanya dimainkan pada saat pernikahan suku Batak, serta kesenian dari
daerah Jawa Barat diantaranya adalah tari Jaipong,
Jawa Barat memiliki kesenian yang beragam dan tentunya dengan
keunikan tersendiri yang mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. Kesenian
yang terkenal antara lain Pencak Silat, Sisingaan, Angklung, Calung, Tari Ketuk
Tilu, dan Jaipong. Kota Bogor adalah salah satu kota yang terdapat di Provinsi
Jawa Barat, selain memiliki julukan Kota Hujan, Bogor juga terkenal dengan
kesenian tradisionalnya, yaitu Upacara Adat Seren Taun. Bogor adalah salah satu
kota yang masih berupaya melestarikan adat leluhur.
2
Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang
dilakukan tiap tahun. Upacara adat ini merupakan bentuk syukur kepada Yang
Maha Esa atas semua rejeki yang telah diberikan. Terdapat cerita menarik dibalik
munculnya seren taun ini yaitu berawal dari pemuliaan terhadap Nyi Pohaci
Sanghyang Asri yang merupakan dewi padi dalam kepercayaan Sunda kuno,
masyarakat Sunda kuno menganggap kekuatan alam yang memberikan kesuburan
tanaman dan ternak ini diberikan oleh Nyi Pohaci Sanghyang Asri.
Ritual yang sekarang diadakan di Kampung Budaya Sindangbarang ini
menurut Ukat Sukatma yang merupakan sesepuh di desa ini selain sebagai bentuk
syukur atas semua rejeki yang diberikan juga sebagai sarana hiburan untuk
masyarakat, untuk sarana meminta doa dan berkah dalam kehidupan. Seperti
kesuburan, kesehatan, penolak bala, dan juga dengan harapan akan mendapatkan
perlindungan dari Tuhan untuk musim tanam yang akan datang.1
Dalam perayaannya terdapat satu alat musik tradisional yang menjadi ikon
dalam upacara adat seren taun ini yaitu Angklung Gubrag. Angklung Gubrag
dijadikan ikon dalam upacara adat seren taun karena menurut cerita hanya
angklung saja yang alunan suaranya dapat diterima oleh Dewi Sri atau Dewi padi
sehingga masyarakat menjadikan angklung sebagai alat musik yang wajib
dimainkan dalam perayaaan upacara adat seren taun.
Angklung merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. besar dan
panjangnya bervariasi, dari yang besar dan panjang sampai yang kecil pendek
1 Ukat Sukatma, Pengelola Kampung Budaya Sindangbarang, wawancara, Bogor,14 Oktober 2016
3
sejengkal.2 Alat musik bambu ini merupakan salah satu alat musik tradisional
yang berhubungan dengan unsur kehidupan, yang lebih cenderung sebagai bentuk
aturan ritual. Kesenian angklung berkembang pesat bukan hanya di Indonesia
melainkan sampai ke luar negeri. Misalnya seperti negara Korea Selatan dan
Malaysia yang memiliki kurikulum pembelajaran angklung yang resmi dipelajari
di sekolahnya.3 Angklung yang dimaksud ini adalah angklung modern yang
merupakan salah satu alat musik tradisonal yang berasal dari Jawa Barat.
Kesenian angklung di Jawa Barat sangat beragam, mulai dari angklung
Kanekes yang berada di suatu daerah di Baduy, Provinsi Banten. Angklung
Dogdog Lojor yang terdapat di Gunung Halimun, yaitu gunung yang terletak
antara perbatasan Jakarta, Bogor, dan Lebak. Angklung Badeng yang berasal dari
Malangbong, Garut. Angklung Buncis yang berada di Baros, Bandung yang
terdiri dari dua Angklung Indung, dua Angklung Ambrug, Angklung Panempas,
dua Angklung Pancer, satu Angklung Enclok. Lalu ada Angklung Padaeng yang
namanya diambil dari pencetus angklung itu sendiri, yaitu Daeng Sutigna. Ada
juga Angklung Sarinade yang hanya mempunyai nada tanpa nada kromatis,
Angklung Toel, Angklung Sri Murni yang spesifik diciptakan untuk dimainkan
oleh robot dan terakhir ada Angklung Gubrag yang berasal dari Bogor di
Kampung Cipining.
Angklung-angklung tersebut biasanya digunakan dalam acara ritual yaitu
ritual padi supaya hasil panennya bagus. Namun, sekarang pemikiran masyarakat
2 Soewito M, Mengenal Alat Musik (Tradisional dan Non Tradisional) (Jakarta:Titik Terang,
1996), h. 37. 3 Kurikulum Angklung di Malaysia, di akses dari
http://m.metrotvnews.com/jabar/peristiwa/ZkenBlOK-angklung-masuk-kurikulum-di-malaysia-
dan-korea-indonesia-belum pada tanggal 26 Januari 2017 pukul 21.00 WIB
4
semakin maju dan modern, sehingga tidak lagi memperhatikan hal-hal berbau
mistis. Selain itu tempat-tempat penyimpanan padi pun tidak digunakan lagi di
rumah-rumah penduduk, karena telah tergantikan oleh tempat seperti karung atau
kotak plastik. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual tidak seperti jaman
dulu yang disimpan di lumbung.
Dengan demikian angklung yang dulunya digunakan pada saat menanam
dan membawa hasil panen padi ke lumbung tidak lagi digunakan, karena
masyarakat pun semakin modern dan mulai menggunakan tempat seperti kotak
dari plastik atau karung untuk menyimpan padi yang membuat angklung menjadi
jarang dipertunjukan. Sehingga sejak saat itu angklung mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai seni pertunjukan hiburan dan juga sebagai sarana ritual yang hanya
diadakan di beberapa daerah tertentu.
Seperti di daerah Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Bogor yang masih
melestarikan musik angklung yaitu Angklung Gubrag. Di Desa ini masih sering
mengadakan ritual menggunakan Angklung Gubrag dalam upacara seren taun
dalam rangka bersyukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Namun, selain
disajikan ketika pesta panen Angklung Gubrag ini juga dijadikan sebagai hiburan
ketika desa ini menyambut kedatangan tamu yang ingin mengetahui lebih jauh
kesenian angklung yang berada di desa ini.
Selain warga yang tinggal di sekitar kampung Budaya Sindangbarang,
tidak banyak masyarakat lain yang mengetahui tentang keberadaan kesenian
Angklung Gubrag yang terdapat pada upacara seren taun, jaman sekarang
masyarakat lebih tertarik dengan hal-hal yang berbau modern dan kekinian. Oleh
5
karena itu dalam upaya pelestarian budaya terlihat perkembangan fungsi pada
kesenian Angklung Gubrag, yang tadinya alat musik ini hanya digunakan pada
saat-saat tertentu pada saat perayaan upacara seren taun, sekarang alat musik
tesebut juga dimanfaatkan sebagai upaya untuk melestarikan budaya agar
kesenian angklung gubrag tetap bertahan.
Perayaan seren taun pun tidak hanya diisi dengan kesenian Angklung
Gubrag, banyak kesenian-kesenian lain yang sengaja ditambahkan agar
masyarakat lebih tertarik untuk turut serta meramaikan upacara yang memang
hanya dilakukan satu tahun sekali ini.
Berdasarkan fenomena di atas, pentingnya pengenalan mengenai
Angklung Gubrag yang terdapat pada upacara adat seren taun dan untuk
mengetahui lebih jelas fungsi apa saja yang masih melekat sampai saat ini dalam
mempertahankan kesenian tradisi di Kampung Budaya Sindangbarang. Maka,
peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Fungsi Angklung
Gubrag pada Upacara Adat Seren Taun di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa
Pasir Eurih Kecamatan Tamansari, Bogor.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka penulis
memfokuskan penelitian Fungsi Angklung Gubrag pada Upacara Adat Seren
Taun di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih Kecamatan
Tamansari, Bogor, Jawa Barat.
6
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
a. Bagaimanakah ciri khas dari Angklung Gubrag ?
b. Bagaimanakah fungsi Angklung Gubrag pada Proses Upacara Seren Taun?
D. Manfaat Penelitian
Setelah dilakukan penelitian penulis berharap dapat berguna untuk :
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan kepustakaan dan pengetahuan kesenian tradisional bagi
lembaga pendidikan Universitas Negeri Jakarta khususnya untuk
program studi sendratasik dalam hal penelitian.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti dan pembaca, hasil penelitian ini dapat menambah
wawasan mengenai fungsi dari kesenian angklung gubrag di Kampung
Budaya Sindangbarang, Bogor.
b. Untuk memacu para seniman agar tetap meningkatkan kreativitas
dalam upaya melestarikan kesenian daerah.
c. Sebagai pembelajaran bagi peneliti dan juga upaya menjaga kelestarian
kesenian tradisional.
7
d. Untuk memperkenalkan kesenian yang berada di Bogor kepada
masyarakat umum. Agar masyarakat dapat ikut serta memperhatikan
dan melestarikan kesenian Angklung Gubrag di Bogor.
e. Untuk mengetahui fungsi apa saja yang masih melekat pada Angklung
Gubrag agar tetap bisa dimainkan setiap tahunnya pada upacara adat
seren taun.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritis
1. Masyarakat dan Kebudayaan
Peran masyarakat dan kebudayaan merupakan pembahasan yang tidak
dapat dilepaskan apabila dikaitkan dengan fungsi seni, sehingga diperlukan
teori mengenai masyarakat dan kebudayaan menurut pendapat dari berbagai
ahli. Kebudayaan menurut Van Peursen merupakan endapan dari kegiatan dan
karya manusia.1 Menurut Koentjaraningrat kata kebudayaan berasal dari
Sansekerta buddayah yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau
akal.2
Kebudayaan meliputi segala perbuatan manusia, seperti misalnya cara
ia menghayati kematian dan membuat upacara-upacara untuk menyambut
peristiwa, kesenian, ilmu pengetahuan, dan agama juga termasuk ke dalam
kebudayaan. Masyarakat menurut Koentjaraningrat adalah kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.3
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan turun-temurun dari
generasi ke generasi.4 Edi Sedyawati berpendapat
1 C.A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan (Yogyakarta:Kanisius, 1988) h. 9.
2 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta:Gramedia, 1984), h. 9.
3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropolohi (Jakarta:Rineka, 2009), h. 118.
4 Budaya, Di akses dari http://www.wikipedia.org/wiki/budaya, pada tanggal 25 Oktober 2016
pukul 21.00 WIB
9
Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia Indonesia hingga dewasa ini
secara keseluruhan dapat digambarkam sebagai tumpukan-tumpukan
pengalaman budaya dan pembangunan budaya yang terdiri dari
lapisan-lapisan budaya yang terbentuk sepanjang sejarahnya.5
Lapisan-lapisan budaya tersebutlah yang menjadi faktor munculnya
keanekaragaman budaya di Indonesia. Menurut Taylor dalam Munandar
kebudayaan mengandung pengertian luas, meliputi pemahaman dan perasaan
suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota
masyarakat.6
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah segala
upaya, gagasan, atau akal budi manusia untuk menghasilkan suatu karya
dimana masyarakat sangat berperan penting akan adanya kebudayaan, dengan
berkembangnya sumber daya manusia juga dapat berpengaruh terhadap
kebudayaan tersebut.
2. Kesenian
Menurut Edi Sedyawati kesenian itu dapat mempunyai kaitan amat erat
dengan satu dan lain hal yang lain seperti agama, ekonomi, struktur sosial, dan
lain-lain.7 Tumbuh dan berkembangnya kesenian dipengaruhi oleh kondisi
setempat, sehingga kesenian pasti akan berbeda di setiap daerah. Kesenian juga
menggambarkan kebudayaan setempat, memberikan gambaran umum tentang
wujud suatu bangsa.
5 Edi Sedyawati, Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah (Jakarta:PT Rajagrafindo
Persada, 2006), h.317. 6 M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar (Bandung:PT Refika Aditama, 2001), h. 19.
7 Edi Sedyawati, Op. cit. h. 124.
10
Dawey dalam Sakri mengatakan bahwa kesenian adalah mutu suatu
perbuatan serta hasilnya dibuat melibatkan kegiatan lahir batin.8 Sedangkan
Harsojo mengungkapkan kesenian merupakan faktor yang sangat penting
dalam kehidupan dan integritas, kreativitas kultural, sosial maupun individual.9
Selain itu Kamaril berpendapat kesenian adalah hasil proses kerja atau gagasan
manusia yang melibatkan kemampuan kreatif, intuitif, kepekaan indra,
kepekaan hati dan berpikir dalam menciptakan sesuatu yang indah dan
selaras.10
Dari beberapa teori yang telah dipaparkan dapat disimpulkan kesenian
merupakan suatu hal yang menggambarkan kebudayaan, hasil dari suatu proses
kegiatan manusia yang berupa kreatifitas yang berhubungan dengan banyak
faktor yang membentuk suatu kesenian itu sendiri. Kesenian dapat dihasilkan
dari kebiasaan masyarakat, lingkungan, dan juga nilai estetis yang terdapat
pada setiap daerah.
3. Teori Fungsi
Fungsi seni dapat berubah disebabkan oleh kebutuhan masyarakat dan
perkembangan zaman. Kesenian bisa melakukan yang berbeda pada fungsi
masing-masing kelompok seni. Perubahan fungsi dan perubahan bentuk pada
hasil-hasil seni dapat berubah disebabkan oleh dinamika masyarakat.11
Seni pertunjukan terutama yang berupa tari-tarian dengan iringan
bunyi-bunyian biasanya berfungsi sebagai pengemban dari kekuatan-kekuatan
8 A. Sakri, Pendidikan Seni Rupa (Jakarta:Depdikbud, 1990), h.11.
9 Harsojo, Pengantar Antropologi (Bandung:Bina Cipta, 1984), h. 223.
10 Kamaril, Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan Tangan (Jakarta:Depdikbud, 1988), h.5.
11 Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan (Jakarta:Sinar Harapan, 1981), h.7.
11
magic. Sedangkan menurut Soedarsono seni pertunjukan adalah salah satu
cabang seni yang selalu hadir dalam kehidupan masyarakat.12
R. M. Soedarsono dalam Endang Caturwati mengelompokkan fungsi
seni menjadi 2 kelompok yaitu, fungsi-fungsi primer dan fungsi-fungsi
sekunder. Seni Pertunjukan dalam fungsi-fungsi primer memliki fungsi (1)
Sebagai sarana ritual (2) Sebagai ungkapan pribadi yang pada umumnya
berupa hiburan pribadi.13
Sedangkan seni pertunjukan sekunder, dijelaskan Anya Peter Roice
dalam Endang Caturwati :
Apabila seni pertunjukan bertujuan bukan untuk dinikmati, tetapi
untuk kepentingan lain, atau multifungsi, antara lain sebagai pengikat
kebersamaan, media komunikasi, interaksi, ajeng gengsi, ajeng bisnis,
dan mata pencaharian. Seni pertunjukan yang tidak mampu bersaing,
akan mati dengan sendirinya. Dan kemungkinan akan muncul seni
pertunjukan yang merupakan met amorphose dari sajian lama, namun
tidak menutup kemungkinan muncul kemasan yang baru, yang
sebelumnya tidak ada.14
Sedangkan Edi Sedyawati memandang fungsi kesenian dari segi
kegunaanya dibagi menjadi tujuh, yaitu : (1). Pemanggil kekuatan gaib, (2).
Penjemput roh-roh, (3). Penjemput roh untuk hadir di tempat pemujaan, (4).
Peringatan pada nenek moyang, (5). Pelengkap upacara sehubung dengan saat-
saat tertentu dalam perputaran waktu, (6). Perlengkapan upacara dengan
12
Soedarsono, Seni Pertunjukan dari Perspektif Politik, Sosial, dan Ekonomi (Yogyakarta:Gajah
Mada University Press, 2003), h.1. 13
Endang Caturwati, Tradisi Sebagai Tumpuan Kreativitas Seni (Bandung:Sunan Ambu STSI
Press, 2008), h. 108. 14
Edi Sedyawati, Op.cit., h. 90.
12
tingkat-tingkat hidup manusia, dan (7). Perwujudan dorongan untuk
mengungkapkan semesta.15
Berdasarkan ulasan di atas, seni mempunyai fungsi masing-masing
tergantung kebutuhan pelakunya, terutama dalam seni pertunjukan, dan
kesenian bisa berubah fungsinya mengikuti proses penyesuaian dan kebutuhan
masyarakat.
Seperti yang dipaparkan oleh Alan P.Merriam musik memiliki sepuluh
fungsi yaitu, (1) sebagai ekspresi emosional, (2) kenikmatan estetis, (3) iringan,
(4) sebagai alat komunikasi, (5) sebagai persembahan simbolik, (6) sebagai
respon fisik, (7) sebagai Penyelenggara kesesuaian dengan norma-norma
sosial, (8) sebagai Pengesahan lembaga sosial dan ritual religius, (9) sebagai
sarana kelangsungan dan stabilitas kebudayaan, dan (10) sebagai integritas
kemasyarakatan.16
Dari beberapa teori yang telah dijabarkan sebelumnya musik khususnya
dalam penelitian ini yaitu alat musik angklung gubrag memiliki fungsi sebagai
hiburan, pelengkap upacara adat, alat untuk memanggil roh yang digunakan
dalam ritual tertentu.
4. Upacara Adat
Hasan M. mengatakan adat merupakan segala hal yang senantiasa tetap
atau sering diterapkan kepada manusia atau binatang yang mempunyai
nyawa.17
Sedangkan menurut Koen Cakraningrat adat merupakan sebuah
15
Edi Sedyawati dalam Nanik, Seni Pertunjukan Rakyat Kedu (Surakarta:Pascasarjana ISI Press
Surakarta : Cendrawasih, 2008), h. 213 16
Alan P. Merriam, The Anthropology of Music (Jakarta:Pustaka Grafiti, 1964) h.16-25 17
Hasan Mustapa, Adat Istiadat Sunda (Bandung:P.T. Alumni, 1991), h.1
13
norma atau aturan yang tidak tertulis, tetapi keberadaannya sangat kuat dan
mengikat sehingga siapa saja yang melanggarnya akan dikenakan sangsi yang
cukup keras. Otje Salman juga mengungkapkan, adat merupakan perbuatan
yang berulang-ulang atau kebiasaan yang berlaku bagi sebuah masyarakat.18
Upacara adat tradisional ini bersifat kepercayaan yang dianggap sakral
dan suci, dimana setiap aktifitas manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan
tertentu yang ingin dicapai, termasuk kegiatan-kegiatan yang bersifat religius.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa upacara adat
merupakan suatu kebiasaan masyarakat, perwujudan kebudayaan tidak tertulis
yang didalamnya terdapat unsur keagamaan yang berkembang dalam
masyarakat secara turun-temurun melalui keyakinan tertentu.
5. Seren Taun
Ketika Kerajaan Pajajaran sudah tidak ada, perayaan seren taun
majikeun pare yaitu seren taun yang ditandai dengan memasukan padi ke
dalam lumbung berpindah ke daerah Banten yang sekarang bernama
Kesepuhan Banten Kidul. Ketika itu di Bogor pemerintahan pada saat kerajaan
bubar, lalu diambil alih oleh islam mulai dari kerajaan Demak sampai Cirebon,
lalu muncul kembali perbedaan perayaan dalam upacara adat seren taun. Di
Demak seren taun diadakan setiap 10 Asyuro atau satu tahun sekali patokannya
adalah tahun baru islam, berbeda dengan daerah Cirebon dan Sukabumi yang
menganggap sebagai Sedekah Bumi jadi tidak berpatokan kepada padi saja,
namun pada saat panen buah, sayuran, dan juga hasil kerajinan tangan.
18
Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptuisasi Humum Adat Kontemporer
(Bandung:P.T.Alumni, 2002), h. 14.
14
Kesenian yang digunakan untuk mengiringi proses seren taun ini diantaranya
menggunakan alat musik angkung gubrag, kesenian dongdang untuk
menunjukan rasa bersyukur atas segala sesuatu yang telah diberikan.
Pada perayaan upacara adat seren taun musik sangat berperan penting,
karena asal-mula terciptanya kebudayaan seren taun adalah pemikiran
masyarakat sunda tentang bagaimana cara agar padi yang ditanam dapat
tumbuh dengan subur. Seperti yang sudah dituliskan sebelumnya musik
digunakan untuk memanggil atau menghibur Dewi Sri atau Nyi Pohaci.
Jaman dahulu dalam perayaan seren taun ini alat musik yang digunakan
hanyalah alat musik bambu seperti angklung dan calung. Namun seiring
dengan perkembangan jaman upacara ini tidak hanya diisi dengan kesenian
angklung dan calung saja, tapi juga dengan beberapa kesenian khas Sunda
diantaranya pertunjukan tari jaipong, calung, kendang pencak, seni debus, dan
juga tari gembira yang ditampilkan oleh anak-anak.
6. Angklung Gubrag
Angklung merupakan alat musik yang terbuat dari bambu besar dan
panjangnya bervariasi, dari yang besar dan panjang sampai yang kecil pendek
sejengkal. Alat musik asal Jawa Barat, yang cara memainkannya adalah di
getarkan atau digoyang.19
Angklung konon berasal dari Bahasa Sunda
(angkleung-angkleungan), yang menggambarkan gerak tubuh para pemain
Angklung yang berayun-ayun seiring irama yang dibunyikan. Namun, ada juga
yang meyakini kata angklung berasal dari klung, tiruan bunyi instrumen
19
Soewito M, Mengenal Alat Musik (Tradisional dan Non Tradisional) (Jakarta:Titik Terang,
1996), h. 37.
15
bambu tersebut.20
Dulunya angklung memegang bagian penting dari aktivitas
upacara tertentu. Seperti angklung yang berada di daerah Bogor yaitu angklung
gubrag.
Angklung gubrag merupakan alat musik yang biasa dimainkan
masyarakat setempat pada acara tertentu, biasanya dilaksanakan setiap satu
tahun sekali pada saat perayaan pesta panen dan kini juga dimainkan pada saat
menerima tamu yang datang ke Kampung Budaya Sindangbarang. Adapun
penambahan nama gubrag pada alat musik angklung tersebut, berdasarkan hasil
wawancara peneliti yang diperoleh dari narasumber. Menurut beliau ada
seorang sesepuh yang melakukan pemujaan untuk memohon agar desanya
diberi keberkahan. Ketika bersemedi itulah sesepuh tersebut seolah-olah
mendengar bunyi “gubrag” dan akhirnya kata gubrag tersebut melekat pada
alat musik yang digunakan oleh penduduk setempat.
Angklung gubrag mempunyai bentuk yang berbeda dengan angklung
lainnya, angklung ini memiliki ukuran sangat besar. Tingginya sekitar 1 meter.
Dalam permainannya angklung gubrag ini berjumlah lima angklung. Apabila
ditinjau dari tangga nadanya, angklung ini memiliki tangga nada pentatonik
dengan laras salendro dengan susunan da mi na ti la. Namun dalam
memainkannya pemain tidak terpatok kepada nada yang ada melainkan
berpatokan pada pola ritmik yang biasa dimainkan. Dari kelima angklung
tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Dua pemain angklung memainkan pola
satu, dua orang memainkan pola dua dan dua orang lainnya memainkan pola
20
Angklung, diakses dari http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/826/angklung pada tanggal
28 Januari 2017 pukul 20.00 WIB
16
tiga. Dalam memainkannya pemain harus memiliki konsentrasi penuh agar
ritmik yang dimainkan bisa harmonis dan tidak terkesan berantakan.
Gambar 2.1 Angklung Gubrag (Zakiyah, 2017)
7. Tangga Nada
Menurut Rudy My dalam bukunya nada adalah suatu nilai dari sebuah
suara, yang ditentukan oleh tangga nada.21
Yang dimaksud dengan tangga nada
adalah deretan nada yang berurutan, sesuai dengan harga (nilai) yang telah
ditentukan dari yang rendah sampai yang tinggi atau seterusnya.22
Serupa
dengan yang dipaparkan oleh Erymartono yang mengungkapkan bahwa tangga
nada merupakan Susunan nada dari tingkat yang terendah sampai ke tingkat
21
Rudy My, Panduan Olah Vokal (Yogyakarta:MedPress, 2008), h. 57 22
Ibid, h. 58
17
tertinggi.23
Dalam seni musik, tangga nada dibagi menjadi dua yaitu tangga
nada diatonis dan juga pentatonis.
a. Tangga Nada Diatonis
Tangga nada diatonik adalah susunan tangga nada yang masing-masing
nada mempunyai jarak 1 tone (whole tone) dan jarak ½ tone
(semitone/halftone), terdiri dari beberapa macam diantaranya adalah
1. Tangga nada mayor yang mempunyai susunan nada yang berjarak 1-1-1/2-1-
1-1-1/2
Gambar 2.2 Susunan tangga nada mayor (Zakiyah, 2017)
2. Tangga nada minor, tangga nada minor merupakan tangga nada diatonis
yang susunan nada-nadanya berjarak 1–1/2–1–1–1/2–1–1. Tangga nada minor
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Tangga Nada Minor Asli
Tangga nada minor asli hanya memiliki nada-nada pokok dan belum
mendapat nada sisipan. Berikut ini, tangga nada minor asli.
Gambar 2.3 Susunan tangga nada minor asli (Zakiyah, 2017)
23
S.Erymartono, Belajar Menyanyi Bersama : Si Balok (Jakarta:Balai Pustaka, 2000), h. 45
18
b. Tangga Nada Minor Harmonis
Tangga nada minor harmonis adalah tangga nada minor yang nada ke
tujuhnya dinaikkan setengah nada. Dalam tangga nada ini, deretan naik dan
turun tetap sama. Berikut ini merupakan contoh dari tangga nada minor
harmonis :
Gambar 2.4 Susunan tangga nada minor harmonis (Zakiyah, 2017)
c. Tangga Nada Minor Melodis
Tangga nada minor melodis adalah tanga nada minor asli yang nada
ke-6 dan ke-7 dinaikkan setengah laras. Pada saat turun, nada ke-6 dan ke-7
tersebut diturunkan ½ laras. Berikut ini, tangga nada minor melodis.
Gambar 2.5 Susunan tangga nada minor melodis (Zakiyah, 2017)
d. Tangga Nada Pentatonis
Tangga nada pentatonis adalah jenis tangga nada yang hanya memakai
lima nada pokok. Ragam tangga nada pentatonis dibedakan oleh jarak antar
nada serta pilihan nada yang didengar. Berdasarkan nadanya, ada tangga nada
yang menggunakan pelog dan juga salendro. Pelog merupakan susunan nada
terdiri dari tujuh nada yang berbeda, sedangkan susunan nada salendro hanya
19
terdiri dari lima nada saja. Contoh alat musik yang menggunakan tangga nada
ini adalah angklung dan gamelan.
Angklung tradisi yang biasa digunakan untuk ritual menggunakan
tangga nada pentatonis laras salendro yang biasanya hanya dimainkan oleh 5
sampai 6 orang saja. Tangga nada angklung yang saat ini banyak digunakan
adalah tangga nada diatonis yang biasa ditampilkan pada acara-acara
kenegaraan dan hiburan. Berbeda dengan angklung tradisi, angklung dengan
tangga nada diatonis ini harus dimainkan dengan jumlah pemain yang banyak.
Daeng Sutigna adalah seorang tokoh musik tradisional Sunda yang berjasa
dalam menyempurnakan angklung yang semula berdasar tangga nada pelog
dan salendro menjadi tangga nada diatonis.
8. Bentuk Pertunjukan
Bentuk menurut Sal Murgianto adalah segala kaitannnya berarti
pengaturan.24
Sedangkan pertunjukan merupakan sesuatu yang dipertunjukan,
sehingga bila digabungkan arti kata bentuk pertunjukan adalah suatu
pertunjukan yang telah disusun sedemikian rupa agar layak untuk
dipertunjukan atau dipertontonkan. Menurut Bastomi yang dimaksud dengan
bentuk adalah wujud yang dapat dilihat.25
Dengan wujud dimaksudkan
kenyataan secara konkret di depan kita (dapat dilihat dan didengar), sedangkan
wujud abstrak hanya bisa dibayangkan. Pertunjukan adalah sebuah bentuk yang
disajikan dalam wujud nyata dapat dilihat dan didengar. Bentuk pertunjukan
menurut Sedyawati adalah :
24
Sal Murgianto, Koreografi (Jakarta:Depdikbud, 1992), h. 36 25
Bastomi, Apresiasi Kesenian Tradisional (Semarang : IKIP Semarang Press, 1988), h. 55
20
Sesuatu yang berlaku dalam waktu, suatu lokasi, mempunyai arti
hanya pada waktu suatu pengungkapan seni berlangsung di situ.
Bentuk pertunjukan meliputi berbagai aspek yang tampak serta
terdengar di dalam tatanan yang mendasari suatu perwujudan seni
pertunjukan dalam bentuk gerak, suara dan rupa. Ketiga aspek ini
menyatu menjadi satu keutuhan dalam penyajiannya26
Dari teori yang telah dipaparkan diatas bentuk pertunjukan merupakan
suatu yang nyata yang dapat dilihat dan didengar, bentuk pertunjukan terdiri
dari dua unsur yaitu terdiri dari bentuk komposisi dan juga bentuk penyajian.
B. Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan referensi dari beberapa hasil
penelitian yang sudah ada, tentunya penelitian yang relevan dengan permasalahan
yang akan diteliti. Beberapa hasil penelitian yang relevan di antaranya :
1. Ika Sugiarti, Perubahan Fungsi dan Perubahan Seni Pertunjukan Jaranan di
Kediri, 2015 dengan kesimpulan : kesenian Jaranan telah mengalami
perubahan fungsi dan perkembangan pada penyajiannya disebabkan oleh
adanya penetrasi budaya global dalam kesenian jaranan.
2. Bagus Indrawan, Bentuk dan Fungsi Pertunjukan Musik Pengiring Seni Sintren
Lais di Desa Balapulang Kulon, Kabupaten Tegal, 2013 dengan kesimpulan :
kesenian sintren lais mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan
pola pikir masyarakat.
3. Rahmad Gunawan, Fungsi dan Peran Musik Angklung Tradisional Mayang
Sari di Desa Pulo Kecamatan Cisarua Kabupaten Serang, 2008 dengan
kesimpulan : musik angklung tradisional mayang sari memiliki fungsi sebagai
sarana ritual dan juga sarana hiburan bagi masyarakat yang menyaksikan.
26
Edi Sedyawati, Op. cit. h. 60
21
Berdasarkan uraian di atas, lingkup daerah kedua penelitian yang telah
disebutkan berbeda dengan lingkup daerah penelitian ini, namun di dalam kedua
penelitian tersebut terdapat uraian mengenai fungsi dan juga perkembangan yang
terjadi pada kesenian di masing-masing daerah. Peneliti melakukan penelitian
yang berkaitan dengan fungsi angklung gubrag yang masih melekat hingga kini
pada perayaan upacara adat seren taun.
C. Kerangka Berpikir
Angklung gubrag yang merupakan alat musik khas dalam upacara adat
seren taun merupakan hasil dari pengaruh masyarakat dan kebudayaan, karena
alat musik tradisional tersebut awal mulanya terbentuk dari keingintahuan
masyarakat akan hal-hal tentang kehidupan. Seperti bagaimanakah kaitannya
kehidupan manusia dengan alam. Dari situlah muncul pemikiran manusia untuk
menciptakan sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
Edi Sedyawati menjelaskan bahwa kebudayaan dapat digambarkan sebagai
tumpukan-tumpukan pengalaman budaya dan pembangunan budaya yang terdiri
dari lapisan-lapisan budaya yang terbentuk sepanjang sejarahnya.27
Hal ini
menggambarkan bahwa kebudayaan itu sendiri memiliki pengaruh atas nilai-nilai
kehidupan yang ada hingga sekarang.
Upacara seren taun merupakan salah satu contoh dari hasil pemikiran
masyarakat untuk menunjukan rasa syukur kepada Tuhan atas segala rejeki yang
telah diberikan. Dimana didalamnya terdapat sebuah kesenian tradisional yang
dikenal dengan kesenian angklung gubrag. Alat musik ini muncul ketika
masyarakat mencari cara agar terhindar dari bencana dan juga kelaparan akibat
27
Edi Sedyawati, Loc.cit..
22
dari tanaman padi yang tidak tumbuh dengan baik. Saat ini seren taun selalu
dirayakan setiap satu tahun sekali. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari teori
yang dipaparkan oleh Kamaril yaitu kesenian merupakan hasil proses kerja atau
gagasan manusia ini yang melibatkan kemampuan kreatif, intuitif, kepekaan indra,
kepekaan hati dan berpikir dalam menciptakan sesuatu yang indah dan selaras.28
Munculnya kebudayaan dan kesenian tidak hanya semata-mata muncul
tanpa adanya tujuan. Terdapat kegunaan atau fungsi tertentu dibalik apa yang
dihasilkan oleh masyarakat, seperti masyarakat Sunda yang menggunakan
angklung gubrag dalam proses menanam dan juga memanen padi. Masyarakat
berpikiran dengan diiringi musik padi akan tumbuh dengan baik, karena mereka
percaya bahwa Dewi Sri yang merupakan dewi padi ini akan merasa terhibur
dengan adanya alunan musik dari angklung gubrag ini. Hal itu menunjukan bahwa
musik memiliki fungsi tersendiri sesuai dengan teori mengenai fungsi musik yang
dipaparkan oleh Alan P. Merriam dimana didalamnya disebutkan bahwa musik
memiliki 10 fungsi yaitu 1). Sebagai ekspresi emosional, 2). Kenikmatan estetis,
3). Iringan, 4). Sebagai alat komunikasi, 5). Sebagai persembahan simbolik, 6).
Sebagai respon fisik, 7). Sebagai Penyelenggara kesesuaian dengan norma-norma
sosial, 8). Sebagai Pengesahan lembaga sosial dan ritual religius, 9). Sebagai
sarana kelangsungan dan stabilitas kebudayaan, dan 10). Sebagai integritas
kemasyarakatan.29
dan juga teori fungsi yang dipaparkan oleh Edi Sedyawati yang
menyebutkan bahwa kesenian bila dipandang dari segi kegunaanya dibagi menjadi
tujuh yaitu 1). Pemanggil kekuatan gaib, 2). Penjemput roh-roh, 3). Penjemput roh
untuk hadir di tempat pemujaan, 4) Peringatan pada nenek moyang, 5). Pelengkap
28
Kamaril, Loc.cit. 29
Alan P.Merriam, Loc.cit.
23
upacara sehubungan dengan saat-saat tertentu dalam perputaran waktu, 7).
Perwujudan dorongan untuk mengungkapkan semesta.30
Seiring dengan perkembangan jaman, angklung gubrag yang memiliki
unsur-unsur ritualisme saat ini tidak hanya digunakan pada saat ritual saja namun
juga sebagai sarana hiburan bagi masyarakat. Angklung gubrag dijadikan sebagai
ikon dalam upacara adat seren taun sebagai bentuk upaya pelestarian budaya yang
sudah agar tidak perlahan-lahan menghilang. Upacara adat itu sendiri merupakan
suatu kebiasaan masyarakat yang didalamnya terdapat unsur yang berkembang
secara turun-temurun.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai upacara adat seren
taun di daerah Kampung Budaya Sindangbarang Bogor yang merupakan suatu
kebudayaan yang telah ada dari jaman dahulu yang sengaja selalu diperingati satu
tahun sekali sebagai bentuk syukur atas apa yang telah didapat selama satu tahun
dan juga dengan harapan di tahun yang akan datang bisa mendapatkan rejeki yang
lebih baik lagi. Kerangka berpikir yang telah dipaparkan oleh peneliti dapat
digambarkan dalam sebuah bagan sebagai berikut :
30
Edi Sedyawati, Loc.cit.
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui Fungsi Angklung Gubrag pada
Upacara Adat Seren Taun di Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan
Tamansari, Bogor pada masa lampau hingga sekarang.
B. Lingkup Penelitian
Lingkup dalam penelitian ini adalah fungsi angklung gubrag pada upacara
seren taun di Sindangbarang, Bogor. Pemilihan Kampung Budaya Sindangbarang
sebagai latar penelitian dikarenakan di tempat ini terdapat kesenian tradisi
kerakyatan salah satunya adalah Upacara Adat Seren taun yang didalamnya
terdapat kesenian khas kota Bogor yaitu Angklung Gubrag.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juli sampai Desember 2016.
Penelitian ini berlokasi di Kampung Budaya Sindangbarang, Jl. Endang Suma
Wijaya RT. 02 RW. 08, Sindangbarang, Dukuh Menteng, Desa Pasir Eurih
Kecamatan Tamansari, Bogor, Jawa Barat 16631.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
26
1. Observasi
Nawawi dan Martini dalam Afifuddin dan Beni mengungkapkan
bahwa observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap
unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek
penelitian.1 Begitu juga yang diungkapkan oleh Basrowi dan Suwandi yaitu
observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung.2
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi
partisipatif, namun peneliti hanya berpartisipasi secara pasif yaitu hanya datang
ke lokasi penelitian, melihat, memperhatikan, mewawancara, tetapi tidak
melibatkan diri secara langsung ke dalam objek penelitian.
Peneliti melakukan observasi pada tanggal 21-23 Oktober 2016 yang
merupakan hari perayaan upacara adat seren taun. Namun sebelumnya peneliti
sudah melakukan observasi dan juga wawancara dengan narasumber guna
mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan upacara adat seren taun dan
juga informasi mengenai alat musik angklung gubrag pada bulan September
2016.
2. Wawancara
Menurut Afifudin dan Beni dijelaskan bahwa wawancara adalah
metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada orang yang
1 Afifuddin, Beni Ahmad Saebaani, Op.Cit, h. 134
2 Basrowi, Suwandi. Op.cit. h. 94
27
menjadi informan atau responden.3 Dalam penelitian ini digunakan teknik
wawancara tidak terstruktur (unstructured interview) atau wawancara bebas.
Peneliti melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang sesuai dan
telah ditentukan yaitu pimpinan dari Kampung Budaya Sindangbarang yang
bernama Achmad Mikami yang memberikan informasi mengenai sejarah seren
taun dan Angklung Gubrag, lalu narasumber yang kedua adalah Ukat Sukatma
sebagai pengelola budaya di Kampung Budaya Sindangbarang, beliau
memberikan informasi mengenai bentuk pertunjukan dan perkembangan apa
saja yang terjadi pada angklung gubrag. Selain itu peneliti juga berusaha
mendapatkan informasi melalui warga setempat mengenai kebiasaan-kebiasaan
yang ada pada saat perayaan upacara adat seren taun.
Peneliti mencari informasi mengenai angklung gubrag, bagaimana
cara memainkanya, asal mula dari munculnya angklung gubrag itu sendiri, dan
apa saja fungsi dari angklung gubrak pada saat perayaan upacara adat seren
taun.
3. Studi Dokumen
Metode atau teknik dokumentasi menurut Afiffudin dan Beni adalah
teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan
bukti-bukti.4 Dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto, video, dan
rekaman suara.
Dokumentasi berupa foto, video, dan rekaman suara diambil ketika
melakukan wawancara dengan Acmad Mikami (Abah Maki) pada tanggal 14
3 Afifudin dan Beni Ahmad, Op.cit, h. 131
4 Ibid, h. 141
28
Oktober 2016 dan dengan Ukat Sukatma atau yang dikenal dengan panggilan
Abah Ukat di Kampung Budaya Sindang Barang pada tanggal 16 Oktober
2016. Dan juga pada hari perayaan upacara adat seren taun yang dilaksanakan
pada tanggal 21 sampai 23 Oktober 2016.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton dalam Basrowi dan Suwandi adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan
satuan uraian dasar.5 Serupa dengan yang diungkapkan oleh Afiffudin dan Beni
yaitu Teknik analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.6
Peneliti melakukan analisis data agar data terorganisir dengan baik dan benar.
Untuk menganalisis data yang ditemukan di lapangan, peneliti
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu memilih data
yang terpakai dan berhubungan dengan fungsi angklung gubrag pada upacara
adat seren taun di Sindangbarang, serta mengesampingkan data yang tidak
relevan. Peneliti melakukan reduksi data dengan memilih data yang relevan
seperti sejarah angklung gubrag, sejarah seren taun, dan fungsi dari musik
angklung gubrag pada acara seren taun tersebut. Kemudian mengesampingkan
data yang tidak relevan.
5 Ibid. h.91
6 Ibid. h. 145
29
2. Penyajian / pemaparan data
Dengan melihat data-data yaitu penyajian angklung gubrag dalam
upacara adat seren taun peneliti dapat memahami apa yang terjadi mengenai
fungsi dari kesenian angklung gubrag pada upacara adat seren taun di
Sindangbarang, Bogor. Peneliti menganalisa apa saja sejarah dan fungsi
kesenain angklung gubrag pada proses upacara adat seren taun. Data yang
sudah terkumpul lalu peneliti paparkan dalam bentuk tulisan.
3. Penarikan kesimpulan
Peneliti melakukan penarikan kesimpulan setelah mendapatkan semua
data yang berasal dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumen.
F. Keabsahan Data
Menurut Burgess dalam Bungin, uji keabsahan data dapat dilakukan
dengan triangulasi pendekatan dengan kemungkinan melakukan terobosan
metodologis terhadap masalah-masalah tertentu yang kemungkinan dapat
dilakukan.7 Triangulasi sumber data adalah langkah pengecekan kembali data
yang sudah didapat dari berbagai sumber, data yang sudah didapat dari lapangan
kemudian dibandingkan dengan data kepustakaan, kemudian kedua data tersebut
dicek kembali oleh pakar untuk memastikan kebenaran atau keabsahan data yang
sudah didapat.
Triangulasi data menggunakan berbagai sumber data, seperti dokumen,
arsip, hasil wawancara, hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai satu
7 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta : Kencana, 2008), h. 249
30
subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.8 Selanjutnya
disesuaikan pula dengan pendapat dari Lexy J, Moelong tentang teknik triangulasi
adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
data itu untuk keperluan pengecekan data atau sebagai pembanding terhadap data
itu.9
Pada tahap triangulasi, peneliti menggunakan triangulasi dengan sumber
yaitu dengan cara membandingkan data yang didapat melalui sumber-sumber
seperti internet dan media cetak dengan wawancara yang peneliti lakukan di
Kampung Budaya Sindangbarang. Sebagai pembanding data yang diperoleh dari
Ustad Suryadi Palwah Manggala.
8 Ibid. h. 143
9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:PT Remaja Rosda Karya, 2000), h.
3
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Seren Taun
Seren taun merupakan upacara adat yang diadakan setiap satu tahun
sekali sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rejeki
yang telah diberikan, Pada jaman dahulu masyarakat Sunda mengadakan
syukuran yang ditujukan untuk Dewi Sri dan Ayah Kuera. Mereka percaya
Dewi Sri dan Ayah Kuera akan turun di punden berundak, suatu tempat seperti
puncak gunung untuk berdoa yang dipercaya menjadi tempat turunnya Dewi
Sri dan Ayah Kuera.
Kegiatan seren taun sudah berlangsung pada masa Kerajaan
Pajajaran dan berhenti ketika Pajajaran runtuh. 32 tahun kemudian
upacara itu kembali diadakan di Sindangbarang, Kuta Batu, dan
Cipakancilan. Namun akhirnya, kegiatan ini tidak dilaksanakan lagi
sekitar tahun 1970. Setelah kegiatan seren taun ini berhenti selama 36
tahun, seren taun ini dihidupkan kembali sejak tahun 2006 di Kampung
Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari,
Kabupaten Bogor yang disebut Upacara seren taun Guruh Bumi sebagai
upaya membangkitkan jati diri budaya masyarakat sunda.1
Upacara adat seren taun menempati fungsi seni primer yaitu sebagai
penghayatan, atau ekspresi, juga fungsi sekunder sebagai sarana upacara dan
hiburan. Sedangkan dari fungsi yang ditinjau dari segi kegunaanya sebagai
pemanggil kekuatan gaib, peringatan pada nenek moyang, dan perwujudan
untuk mengungkapkan rasa syukur atas segala rejeki yang berlimpah yang
1 Tempo Online, https://majalah.tempo.co/konten/2011/03/21/IMZ/136225/Seren-Taun-dan-
Misteri-Batu-Besar-Sindang-Barang/03/40. Di akses tanggal 3 September 2016, pukul 21.00 WIB
32
berasal dari alam semesta, dan jika dilihat dari fungsi musik etnis dalam
masyarakat sebagai hiburan, persembahan simbolik dan juga sebagai wujud
pelestarian budaya.
Terdapat perbedaan mengenai seren taun dari waktu ke waktu, dari
zaman Pajajaran sampai sekarang yang masih sering dipertunjukan. Seperti
yang disebutkan oleh Ukat seren taun dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Kuera Bakti, biasanya hanya dilakukan oleh kerajaan, Kuera bakti ini
dilakukan dalam kurun waktu sewindu sekali.
b. Guruh Bumi, juga diadakan oleh kerajaan, namun bedanya di Guruh Bumi
ini diadakan setiap satu tahun atau empat tahun sekali. Tidak berpatokan ke
pesta panen.
c. Seren Taun yang berada di masyarakat yang bernama Majikeun Pare. Yang
berpatokan pada waktu panen padi yang dimainkan sebagai arak-arakan
ketika padi dipindahkan ke lumbung padi.2
2. Proses Upacara Adat Seren Taun
Dalam proses upacara adat seren taun terdiri dari beberapa tahapan
diantaranya : 1). Netepkeun, 2) Ngembang, 3). Ngala Cikulu, 4).Sedekah Kue
dan munday, 5). Seren Taun. Dan juga ditambah dengan acara hiburan
kaulinan budag lembur pada hari ke tiga dalam rangkaian upacara adat seren
taun. Dengan penjelasan sebagai berikut
2 Ukat Sukatma, Pengelola Kampung Budaya Sindangbarang, wawancara, Bogor, 14 Oktober
2016
33
a. Netepkeun
Gambar 4.1 Netepkeun (sumber : internet)
3
Ritual ini dilaksanakan di Imah Gede Kampung Budaya
Sindangbarang. Netepkeun adalah suatu ritual menetapkan niat untuk
mengadakan seren taun, dan juga meminta izin pada leluhur untuk
mengadakan seren taun. Ritual ini dilakukan oleh para pupuhu di daerah
Sindangbarang, isi dari ritual ini adalah doa-doa dan juga terdapat sajen
atau sajian berupa tujuh macam kue dan tujuh macam bunga yang
disiapkan sebagai simbol dari tujuh lapisan bumi dan langit. Pada ritual ini
dibagi menjadi tiga tahap yang pertama yaitu tawasulan. Tawasulan yaitu
memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, nabi Muhammad SAW,
para leluhur, dan juga mengharapkan berkah bagi hasil panen dan kue
yang nantinya akan di sajikan pada saat ritual.
Doa yang dibacakan memiliki tujuan agar doa-doa yang
disampaikan dapat terdengar dan dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
3 Indonesia Kaya, https://www.indonesiakaya.com/kanal/foto-detail/mensyukuri-hasil-panen-
lewat-tradisi-seren-taun-di-kampung-budaya-sindang-barang diakses pada tanggal 15 Desember
2016 pukul 21.00 WIB
34
Setelah doa selesai dibacakan kegiatan selanjutnya adalah tausiah yaitu
menyampaikan sedikit mengenai kehidupan, yang disampaikan adalah
bahwa kita sebagai manusia jangan hanya memikirkan kehidupan duniawi
saja, tetapi juga harus lebih banyak memikirkan kehidupan di akhirat, dan
tahap terakhir dalam ritual netepkeun ini adalah makan bersama.
b. Ngembang
Gambar 4.2 Ngembang (sumber : internet)4
Ritual ngembang yaitu melakukan ziarah ke makam leluhur
Sindangbarang untuk meminta izin atau sebagai bentuk laporan kepada
leluhur bahwa Kampung Budaya Sindangbarang akan mengadakan tradisi
upacara adat seren taun. Upacara ini dimulai dari Imah Gede menuju
makam leluhur di gunung Salak dan sekitarnya.
Ziarah tersebut hanya dilakukan oleh para sesepuh adat di bawah
pimpinan ketua adat. Peziarah melakukan pembacaan doa dan ayat-ayat
4 Indonesia Kaya, https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/ngembang-bentuk-
penghormatan-kepada-leluhur diakses pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 21.00 WIB.
35
Al-Quran dengan tujuan meminta kepada Allah SWT untuk memberikan
keselamatan pada leluhur dan penduduk Sindangbarang, serta kelancaran
acara yang akan dilaksanakan dalam 6 hari kedepan.
Ritual ngembang diiringi angklung gubrag dari imah gede menuju
makam dengan diiringi oleh permainan angklung gubrag selama
perjalanan menuju ke makam, ritual ini dilakukan di beberapa makam
leluhur diantaranya 1). Mama Haji Ali, 2). Mama haji Abdullah, 3). Ki
Etong Sumawijaya, 4). Eyang Purwakalih, 5). Eyang Prenggongjaya, 6).
Eyang Langlang Buana, 7). Mbah Kulincir Putih, 8). Mbah Jamaka, dan
9). Ki Gabuh Kariman. Mama Haji Ali, Mama Haji Abdullah, dan juga
Mbah Jamaka merupakan penyebar agama islam di daerah Sindangbarang
ini. Sedangkan Ki Etong Sumawijaya merupakan kepala adat terakhir
sebelum digantikan oleh cucunya yaitu Achmad Mikami.
c. Kaulinan Budak Lembur
Gambar 4.3 Kaulinan Budak Lembur (sumber:dokumen Kampung Budaya
Sindangbarang)5
5 Dokumentasi Kampung Budaya Sindangbarang, pada tanggal 20 Desember 2016 pukul 20.00
WIB
36
Pada hari ketiga terdapat acara yang bukan bagian dari ritual
upacara adat seren taun yang biasa disebut dengan kaulinan budak lembur.
Acara ini merupakan hiburan tambahan yang sengaja diadakan untuk
mengenalkan kepada anak-anak mengenai permainan tradisional daerah.
Kegiatan ini berisi beberapa permainan tradisional seperti bakiak, egrang
bambu, egrang batok, gatrik, prepet jengkol, boy-boy, dampu, gandring,
dan simpit yang pemenangnya akan diumumkan pada akhir perayaan
upacara seren taun. Permainan ini diikuti oleh beberapa Sekolah Dasar
yang berada di sekitar Sindangbarang, yang memang setiap tahunnya
selalu diundang untuk memperebutkan piala bergilir. Dalam kegiatan ini
angklung gubrag tidak dimainkan karena memang hanya berisi permainan
tradisional saja.
d. Ngala Cikulu
Hari keempat ritual yang dilakukan adalah ngala cikulu,
merupakan proses pengambilan air suci, air yang diambil berasal dari tujuh
mata air yang kemudian disatukan dalam satu wadah dan didoakan. Tujuh
sumber mata air itu antara lain Cipamali, Cimaeja, Cikubang, Cilipah,
Jalatunda, Ciputri, dan Cieming. Pupuhu yang telah dipilih berjumlah
tujuh orang, masing-masung membawa satu tempat untuk menampung air
yang terbuat dari bambu. Setelah doa dibacakan rombongan pengambil air
suci berjalan dari Imah Bali menuju sumber mata air yang terendah sampai
ke yang tertinggi.
Angklung gubrag kembali dimainkan untuk mengiringi perjalanan
pulang pupuhu yang membawa air suci tersebut selama perjalanan menuju
Imah Bali.
37
Gambar 4.4 Prosesi Ngala Cikulu (Zakiyah, 2017)
Setelah rombongan pembawa air sampai di Imah Bali, selanjutnya
dilaksanakan ritual berdoa dan menuangkan air yang berasal dari tujuh
mata air ke dalam satu wadah berupa tempayan atau gentong. Pada malam
harinya diadakan ritual ngangkat. Ritual ini dilaksanakan untuk memberi
tau kepada Allah SWT bahwa esok hari akan diadakan acara inti dari
perayaan upacara adat seren taun.
Gambar 4.5 Prosesi Menggabungkan Air dari 7 Mata Air (Zakiyah, 2017)
38
Setelah ritual menyatukan air suci di dalam gentong diadakan ritual
munday yang berarti mengambil ikan didalam sungai yang telah
dibendung. Pada masa kerajaan Pajajaran munday diikuti oleh raja dan
rakyat yang turun untuk menangkap ikan kemudian ikan tersebut dimasak
dan digunakan di puncak punden berundak dan acara puncak hari terakhir.
Namun sekarang, munday diikuti oleh masyarakat sekitar dan hasilnya bisa
dibawa pulang ke rumah masing-masing. Tidak ada ritual spesial dalam
pelaksanaan munday ini, setelah sungai dibendung dan ikan dimasukkan
masyarakat bebas mengambil ikan sebanyak-banyaknya dengan caranya
masing-masing.
Gambar 4.6 Munday (Zakiyah,2017)
e. Sedekah Kue
Keesokan harinya yaitu pada hari kelima diadakan sedekah kue,
warga yang berkumpul berebut mengambil kue yang ada di dongdang
(pikulan) atau tampah yang dipercaya kue itu memberi berkah yang
berlimpah bagi yang mendapatkannya. Semua warga berbaris rapih
39
menunggu panitia memberi aba-aba untuk memulai acara sedekah kue ini,
bukan hanya makanan saja yang disuguhkan dalam acara sedekah kue ini,
sayuran dan buah-buahan hasil panen masyarakat juga dimasukan ke
dalam dongdang.
Gambar 4.7 Dongdang (Zakiyah, 2017)
Gambar 4.8 Sedekah Kue (Zakiyah, 2017)
40
Dilanjutkan dengan ngayak panganten sunat. Sekumpulan anak
kecil yang mengikuti acara sunatan masal berkumpul di kampung budaya
Sindangbarang lalu di arak menuju ke Masjid Sindang Raya yang menjadi
tempat dilaksanakannya sunatan masal. Selama perjalanan, penganten
sunat ini juga diiringi oleh alunan musik angklung gubrag dan juga
masyarakat sekitar yang ikut serta meramaikan
Gambar 4.9 Angklung Gubrag Mengarak Penganten Sunat (Zakiyah, 2017)
Setelah itu masih di hari yang sama kegiatan yang dilakukan adalah
ngumbah pakakas tani, semua peralatan bertani dibersihkan satu-persatu
sebagai pertanda bahwa panen telah dilakukan dan untuk persiapan
menanam padi selanjutnya agar semua peralatan dapat digunakan dalam
keadaan yang baik
f. Seren Taun
Acara puncak dari seren taun ini adalah prosesi majikeun pare
kana leuit yaitu memasukan padi ke dalam lumbung. Hasil panen padi
yang diikat diarak dan diiringi oleh angklung gubrag, pemain debus,
41
jaipong, dan komunitas ibu berkebaya. Selain padi, warga juga mebawa
dongdang yang berisi sayuran dan buah-buahan yang merupakan hasil
pertanian dari warga. Semua pengisi kesenian dan juga warga berjalan dari
Imah Bali menuju Kampung Budaya Sindangbarang, setelah itu mereka
semua berbaris dan berkeliling mengelilingi lapangan. Setelah berkeliling
hasil panen padi di ikat dan di simpan di depan lumbung setelah itu
dikukuhkan dengan pembacaan doa yang disampaikan oleh tokoh agama
di Sindangbarang, dan kegiatan terakhir dari upacara seren taun ini adalah
penyerahan padi hasil panen yang kemudian dimasukan ke dalam lumbung
padi secara bergantian oleh sesepuh dan pejabat desa lainnya. Kegiatan ini
merupakan puncak acara dari ritual upacara adat seren taun.
Gambar 4.10 Memasukan Padi ke dalam Lumbung (Zakiyah, 2017)
Masyarakat sunda menyebut prosesi memasukan padi ke lumbung
dengan sebutan “majikeun pare kana leuit”. Setelah semua padi
dimasukkan ke dalam lumbung, acara belum berakhir, masih ada hiburan
kesenian lain yang disajikan. Dimulai dari parebut seeng yaitu suatu
42
pertunjukan yang menampilkan dua orang laki-laki yang bertarung
memperebutkan seeng atau tungku nasi, pertarungan ini berakhir apabila
tungku nasi berhasil direbut oleh lawan. Kesenian selanjutnya adalah tari
gembira yang pemainnya berjumlah 40 orang, dimana semua penarinya
merupakan anak-anak kecil berumur sekitar tiga sampai enam tahun.
Dilanjutkan dengan dua orang anak kecil menampilkan tarian jaipong, dan
yang menjadi penutup rangkaian acara perayaan upacara adat seren taun
adalah kesenian Debus yang sengaja di datangkan dari daerah Pandeglang,
Banten.
3. Angklung Gubrag
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan terdapat dua cerita sejarah
mengenai asal mula penamaan angklung gubrag ini yang pertama dari Abah
Maki selaku ketua adat Kampung Budaya Sindangbarang beliau menceritakan
bahwa asal mula adanya kata gubrag pada angklung ini adalah menurut cerita
ketika panen tidak berhasil, sudah segala macam musik dimainkan. Tetapi hasil
panen tidak bagus, Dewi Sri tidak turun dari khayangan, akhirnya diambil
angklung dan dibunyikannya seperti dibanting karena kesal dan marah
sehingga menghasilkan suara gubrag.6 Ternyata setelah digubragkan Dewi Sri
pun turun ke bumi, dari situlah angklung gubrag digunakan untuk menghibur
Nyi Pohaci. Berbeda sedikit dengan yang disampaikan oleh Abah Ukat, beliau
mengatakan pada zaman dahulu, Kampung Cipining, Bogor, diancam oleh
bencana kelaparan akibat tanaman padi di ladang-ladang yang tidak tumbuh
6 Achmad Mikami, Ketua Adat Kampung Budaya Sindangbarang, wawancara, Bogor, 14 Oktober
2016
43
dengan baik. Penduduk meyakini bahwa musibah tersebut akibat kemarahan
Dewi Sri yang sedang murung karena kurang mendapat hiburan, atau sedang
murka kepada penduduk.
Awal mula Dewi Sri dianggap sebagai Dewi padi adalah zaman dahulu
kala ada seorang gadis yang biasa dipanggi Nyi Pohaci, dia disukai oleh
seorang penguasa bisa dibilang seperti dewa karena jaman dulu cerita
mistisnya masih sangat kental. Namun Nyi Pohaci menolak dan melarikan diri,
dan bersembunyi diantara padi yang sedang menguning. Nyi Pohaci dikepung,
namun sampai semua padi dibersihkan tidak ditemukan keberadaan Nyi
Pohaci. Sampai akhirnya Nyi Pohaci dianggap bertapa di dalam padi dan
dianggap sebagai Dewi Sri.
Penduduk Kampung Cipining yang menganggap Dewi Sri bersemayam
di angkasa kemudian melakukan berbagai usaha untuk mengundang kembali
Dewi Sri untuk turun ke bumi dan memberikan keberkahannya bagi kesuburan
tanaman padi masarakat kampung Cipining. Beberapa usaha dilakukan, di
antaranya adalah menyediakan sedekah sesajian, mengadakan acara-acara
kesenian seperti pertunjukan suling, pertunjukan karinding, dan lain-lain.
Namun usaha-usaha tersebut sia-sia dan tidak membuahkan hasil. Hingga
akhirnya ada ada seorang kasepuhan yang mempunyai pendapat ketika ia
melakukan meditasi ada bayangan jatuh mengeluarkan suara gubrag, bayangan
tersebut bila dilihat bentuknya seperti bambu. Ia berpikir mungkin ini adalah
suatu isyarat yang diberikan. Ketika itu dia tidak mengetahui harus digunakan
seperti apa bambu yang ia anggap sebagai isyarat tersebut. Sebagai percobaan
44
dia mengajak masyarakat untuk menggunakan bambu sebagai iringan dalam
proses netembeyan atau proses pengambilan sedikit padi dari hasil panen yang
nantinya yang didoakan oleh Ustad Yadi sebagai perwakilan dari bagian
kerohanian kampung budaya Sindangbarang, padi tersebut nantinya akan
digunakan sebagai bibit untuk ditanam kembali.
Karena bambu merupakan musik yang berasal dari alam, mungkin saja
dapat berpengaruh terhadap kedatangan Dewi Sri, dan ternyata benar setelah
proses penanaman padi diiringi oleh iringan musik bambu tanaman padi
masyarakat tumbuh dengan baik dan masyarakat Kampung Cipining tidak lagi
merasakan kelaparan.7
Hingga saat ini kesenian angklung gubrag selalu digunakan dalam
upacara seren taun di Sindangbarang namun bedanya angklung gubrag ini
tidak hanya digunakan pada saat perayaan panen padi tetapi juga digunakan
dalam acara-acara tertentu seperti ketika menyambut wisatawan yang datang
ke kampung budaya Sindangbarang. Hal ini lah yang lama kelamaan membuat
angklung gubrag dikenal banyak orang dan menjadi salah satu ikon di Kota
Bogor.
4. Ciri Khas dari Angklung Gubrag
Alat musik yang menjadi ciri khas dari upacara adat ini adalah angklung
gubrag, selain memiliki sejarah yang menarik, angklung gubrag ini juga
memiliki ukuran yang tidak sama dengan angklung yang pada umumnya yaitu
hanya sekitar 30 cm saja. Bentuk angklung gubrag ini memiliki ukuran yang
7 Ukat Sukatma, pengelola Kampung Budaya Sindangbarang, wawancara, Bogor, 16 Oktober
2016
45
cukup besar sekitar 1 meter. Tersusun dari tiga pilah bambu. Semuanya
berjumlah enam angklung dalam namun pada saat perayaan upacara seren taun
hanya lima saja yang dimainkan. Di kedua sisi kiri dan atas dihiasi dengan
kembang wiru yang diikatkan pada ujungnya, selain itu ada dua alat musik lain
yang disebut dogdog lojor. Alat ini terbuat dari bambu sebagai pelengkap
dalam upacara tersebut. Alat ini dibunyikan dengan cara dipukul pakai tangan
mirip dengan memainkan rebana. Cara memainkan angklung gubrag ini tidak
berbeda jauh dengan angklung pada umumnya, namun dari suara yang
dihasilkan suara angklung gubrag terdengar lebih besar
Ditinjau dari tangga nadanya, angklung gubrag ini memiliki laras
salendro yaitu sistem urutan nada yang terdiri dari lima nada dalam satu oktaf.
Dan biasanya dalam ritual hanya tiga nada saja yang dimainkan.
Gambar 4.11 Pemain Angklung Gubrag (Zakiyah, 2017)
46
Para pemain angklung gubrag ini mengenakan baju hitam yang biasa
disebut dengan baju kampret dan juga celana pangsi, ditambah dengan
ikatan kepala bermotif batik.
5. Fungsi Angklung Gubrag pada Upacara Adat Seren Taun
Perayaan upacara adat seren taun itu sendiri dilaksanakan selama enam
hari, namun tidak setiap waktu angklung gubrag dimainkan. Dalam hal ini
musik adalah satu elemen penting yang tidak dapat dilepas dari upacara adat
seren taun ini, karena berhubungan dengan sejarah yang ada, yaitu Nyi Pohaci
sebagai Dewi padi tidak akan hadir apabila tidak diiringi dengan hiburan-
hiburan dari iringan musik. Selain itu masyarakat juga menganggap musik
dapat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan padi yang ditanam. Fungsi
musik dari setiap ritual yang ada peneliti jabarkan sebagai berikut sesuai
dengan urutan ritual pada saat perayaan upacara adat seren taun yaitu:
a. Netepkeun
Dalam ritual netepkeun ini angklung gubrag tidak dimainkan,
karena ritual ini hanya berisi doa-doa yang dibacakan bersama dan
dipimpin oleh Ustad Yadi.8 Adapun doa-doa yang dibacakan adalah doa
tawasul sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW adalah sebagai
berikut :
Au’dubilah himinasyaitonnirrojim Bismilahirohmanirohim
Ashadu alla ila ha’illaloh wa’as haduana muhammad darosululoh
Astagfiruloh hal adzim 3x
Aladi laila haila hualhayul koyum wa’atubu ilaih lahaulawala kuwata ila
bilahil aliyil adzim. ila hadrotin nabiyil mustofa rosululohi solalohu alaihi
8 Suryadi Palwah Manggala, Pembaca doa dari Sie Kerohanian Kampung Budaya Sindangbarang,
wawancara, Bogor, 20 Desember 2016
47
wasalam, wa’ala alhi wasohbihi wa’ajwajihi wadzuriyatihi wa’alihi
baetihl kirom syaiulilahi lahumul, al-fatihah.....
suma ila arwahi abaihi wa umahatihi wa azdadihi waikhwanihi minal
ambiai walmursalin wal malaikatil mukorobin wa sohabati wa solihin
wasobiina watabiin khususon illa sadatina abi bakrin wa umar wa usman
wa ali wabakiyati sohabati rosululohi ajmain saiulilahi lahumul. al-
fatihah.....
suma ila arwahi arba atil aimatil muztahidin wamukoli fidin wa ulama
amilin wal musonifin wal mukhlasin allohuma ina natawsulla bijahi
nabiyikal karim wabikaromati aulia saidina syeh abdul kodir jaelani fil
bagdadi karomulohu wajha . al-fatihah.....
su ma ila jamiil ahli kubur minal muslimina wal muslimat wal mukminina
wal mukminat mima sarikil ardi ila magoribiha bariha wa bariha alohuma
ausil sawaba hususon ila arwahi aba ina wa umahatina wa ajdadina
wajjadatina waikwahwanina wa akhwatina walimasayikhina alohumag
firlahum warhamhum wa afihi wafu’anhum gufarulahu dzunubahum al-
fatihah.....
laaa ilahailaloh hualoh huakbar walila ilhamdu bismillahirohmanirohim
laa haula wala quwata illabillah
1. al-Ikhlas 3x
Qul huwa allaahu ahadun,
allaahu shamadu,
lam yalid walam yuuladu,
walam yakun lahu kufuwan ahadun.
2. al-Falaq 1x
Qul a'udzu birobbil falaqi
Min syarri ma kholaqo
Wamin sharri ghosiqin idza waqoba
Wamin sharrin naffatsati fiil 'uqadi
Wamin sharri hasidin idza hasada
3. an-Nas 1x
qul a'uudzu birabbi nnaas
maliki nnaas
ilaahi nnaas
min syarri lwaswaasi lkhannaas
alladzii yuwaswisu fii shuduuri nnaas
mina ljinnati wannaas
48
Allahuma inna nas aluka salamatan fidin, wa’afiatan fil jasadin,
wayizaadatan fil’ilmi, wabarakatan firizqi wataubatan qablal mauti,
warahmatan indal mauti wamagfiratam ba’dal mauti, allahuma hawin
Alayna fii sakaratil mauti wanajaata minannari wal’af-wa in-dal hisab.
Rabbana latujigh qulubanna ba’da idz hadaytana wahab lanaa miladung
karohmah, inaka antal wahab, robana atina fidun-yaa hasanah
wafilakhirotil hasanah, waqina adza banar.
Allohuma ina nasaluka ijaba bibarokati surohumil qur’an al-fatihah.9
Artinya :
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk,
dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan
Allah, Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung
Aku memohon ampun kepada Allah, Yang tiada Tuhan yang
berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Maha
Mengurus, dan aku bertobat kepada-Nya Tiada daya dan tiada kekuatan
melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung
Ya Allah limpahkanlah sholawat untuk Sayyidina Muhammad dan
keluarganya dan sahabatnya dan limpahkan baginya salam.
Yang tiada Tuhan yang Maha Menghidupkan dan aku bertobat
kepada-Nya karena tidak ada kekuatan kecuali kekuatan Allah Yang Maha
Besar, dan kepada hadratin Muhammad SAW dan atas keluarganya,
sahabatnya, istri-istrinya, dan anak-anaknya dan ahli bhaetil kirom bagi
mereka Al-Fatihah.
Kemudian kepada arwah bapak-bapak dan ibu-ibunya dan istri-
istrinya dan saudara-saudara dari para nabi dan para rasul dan para
malaikat dan sahabatnya yang soleh dan para tabiin khususnya Abu Bakar
dan Umar serta Usman dan Ali dan sahabat-sahabat Rasul yang lain bagi
mereka Al-Fatihah
Kemudian kepada arwah para mujahid dan yang memegang teguh
di dalam agama dan para ulama dan pengarang kitab dan orang-orang yang
soleh. Ya Allah kami bertawasul dengan kemuliaan Nabi Muhammad dan
kemuliaan Syech Abdul Qadir Jaelani yang berada di Baghdad yang
dimuliakan oleh Allah Al-Fatihah
Kemudian kepada semua ahli kubur dari orang muslimin dan
muslimat para mukminin dan mukminat dari seluruh alam, dari barat dan
timur di daratan dan lautan Ya Allah sampaikanlah khususnya kepada
9 Diakses dari http://www.e-islami.com/2016/01/bacaan-tawasul-dan-doa.html pada tanggal 15 Januari 2017,
pukul 22.00 WIB
49
arwah ibu bapak kami dan leluhur kami dan saudara perempuan atau laki-
laki kami. Ampunkanlah dosa mereka dan sayangilah mereka dan
maafkanlah bagi mereka Al-Fatihah.
Al-Ikhlas
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia
Al Falaq
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita
dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada
buhul-buhul dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.
An-Nas
Katakanlah, “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan
menguasai) manusia. Raja manusia.Sembahan manusia.
Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan)
jin dan manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.10
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada engkau akan
keselamatan Agama dan sehat badan, dan tambahnya ilmu pengetahuan,
dan keberkahan dalam rizki dan diampuni sebelum mati, dan mendapat
rahmat waktu mati dan mendapat pengampunan sesudah mati. Ya Allah,
mudahkan bagi kami waktu (sekarat) menghadapi mati, dan selamatkan
dari siksa neraka, dan pengampunan waktu hisab. Ya Allah janganlah
Engkau palingkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk, dan berilah
kami rahmat, sesungguhnya Engkau adalah dzat yang banyak
pemberiannya, Ya Allah berikanlah aku kebaikan di dunia dan akhirat, dan
jauhkanlah aku dari api neraka.11
10
Arti surat pendek, diakses dari https://matakolaka.wordpress.com/2011/05/14/tafsir-surah-an-
nas-al-falaq-dan-al-ikhlas pada tanggal 31 Januari 2017 Pukul 13.00 WIB 11
Arti doa keselamatan, diakses dari http://www.masuk-islam.com/amalkan-doa-ini-doa-ini-
memiliki-arti-makna-dan-faedah-yang-sangat-lengkap.html, pada tanggal 31 Januari 2017 pukul
11.00 WIB
50
Doa diawali dengan syahadat untuk menyatakan tidak ada yang
berkuasa selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan
Allah SWT, setelah itu mengucapkan bacaan istighfar untuk meminta
ampun atas segala kesalahan yang telah diperbuat dan selanjutnya doa
tawasul seperti yang telah dituliskan diatas. Doa yang dibacakan
menggambarkan bahwa doa berfungsi media untuk berkomunikasi antara
Tuhan dan umat-Nya. sesuai dengan teori fungsi yang dipaparkan oleh
Alan P.Merriam yaitu musik berfungsi sebagai alat komunikasi.12
Mereka
berharap dengan doa yang dibacakan dapat diterima dan dikabulkan oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
b. Ngembang
Ngembang adalah ritual berziarah ke makam leluhur sebagai
bentuk rasa hormat kepada Tuhan dan para leluhur yang sudah berjasa
baik dalam penyebaran agama Islam, menciptakan kebudayaan, tradisi
adat istiadat, dan lain-lain. Prosesi ngembang dilakukan pada hari kedua
setelah para pupuhu mengadakan ritual netepkeun. Dalam ritual ini
angklung gubrag dimainkan untuk mengiringi para pupuhu selama
perjalanan dari imah gede menuju makam leluhur. Pola permainan yang
dimainkan oleh para pemain angklung gubrag adalah sebagai berikut :
12
Alan P. Merriam, The Anthropology of Music (Jakarta:Pustaka Grafiti, 1964) h.18
51
Gambar 4.12 Partitur Angklung Gubrag (Zakiyah, 2017)
Dalam permainannya dimulai dengan aba-aba dari angklung 1 dan
2 lalu dijawab oleh angklung 3, 4 dan 5. Selama perjalanan permainan
angklung gubrag ini diselingi oleh sorak sorai oleh pemain dan juga
masyarakat untuk meramaikan suasana. Jaman dahulu masyarakat percaya
musik yang berasal dari bambu ini dapat diterima oleh para leluhur, dalam
hal ini musik dapat berfungsi sebagai iringan dan juga sebagai
persembahan simbolik bagi para leluhur.
52
c. Kaulinan Budak Lembur
Pada kegiatan kali ini angklung gubrag tidak dimainkan, karena di
hari ketiga hanya berisi acara tambahan yaitu kaulinan budak lembur yang
didalamnya berisi permainan-permainan tradisional yang merupakan
cerminan dari fungsi seni sebagai sarana kelangsungan dan stabilitas
budaya karena permainan tradisional ini sudah jarang dimainkan oleh
karena itu dalam kegiatan kaulinan budak lembur ini dijadikan sebagai
upaya pelestarian budaya agar tidak tenggelam begitu saja di jaman yang
sudah serba modern ini. Kegiatan ini dikuti oleh sekumpulan anak sekolah
dasar untuk mengikuti beberapa permainan tradisional yang diadakan.
Terdapat 8 permainan tradisional yang dimainkan diantaranya adalah
bakiak, egrang bambu, egrang batok, gatrik, prepet jengkol, boy-boy,
dampu, bandring, dan sumpit. Tidak ada nyanyian khusus yang
dinyanyikan ketika bermain, kecuali pada saat memainkan permainan
prepet jengkol nyanyian yang dinyanyikan adalah sebagai berikut :
Gambar 4.13 Partitur Prepet Jengkol (Zakiyah, 2017)
d. Ngala Cikulu
Selanjutnya pada hari ke empat angklung gubrag dimainkan untuk
mengiringi para sesepuh pada saat perjalanan menuju tujuh mata air yang
53
dimulai dari imah Bali menuju ke mata air terendah hingga yang tertinggi,
lalu kembali lagi ke imah Bali. Para pemain angklung gubrag pun ikut
serta dalam kegiatan yang disebut ngala cikulu ini.
Gambar 4.14 Angklung Gubrag Mengiringi Ritual Ngala Cikulu (Zakiyah, 2017)
Dalam hal ini angklung gubrag memiliki fungsi sebagai iringan,
sepanjang perjalanan angklung dimainkan dengan pola iringan seperti
biasa dengan penuh semangat beberapa teriakan penyemangat, karena pola
permainan yang dimainkan memiliki alunan suara yang gembira. Hal ini
menggambarkan bahwa musik dapat berfungsi sebagai ekspresi emosional
yang ditunjukan oleh para pemain angklung gubrag dan juga masyarakat
yang menyaksikan.
54
Gambar 4.15 Persiapan sebelum Prosesi Ngala Cikulu (Zakiyah, 2017)
Sebelum berjalan acara dimulai dengan berdoa yang dipimpin oleh
salah satu tokoh masyarakat, tidak ada doa khusus doa hanya berupa doa
agar mendapatkan keberkahan, semua berjalan dengan lancar, dan selalu
diberi kesehatan. Adapun doa yang dibacakan pada saat mengambil air
adalah sebagai berikut :
Allahuma inna nas aluka salamatan fidin, wa’afiatan fil jasadin,
wayizaadatan fil’ilmi, wabarakatan firizqi wataubatan qablal mauti,
warahmatan indal mauti wamagfiratam ba’dal mauti, allahuma hawin
Alayna fii sakaratil mauti wanajaata minannari wal’af-wa in-dal hisab.
Rabbana latujigh qulubanna ba’da idz hadaytana wahab lanaa miladung
karohmah, inaka antal wahab, robana atina fidun-yaa hasanah
wafilakhirotil hasanah, waqina adza banar. Allohuma ina nasaluka ijaba
bibarokati surohumil qur’an al-fatihah.
Artinya :
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada engkau akan
keselamatan Agama dan sehat badan, dan tambahnya ilmu pengetahuan,
dan keberkahan dalam rizki dan diampuni sebelum mati, dan mendapat
rahmat waktu mati dan mendapat pengampunan sesudah mati. Ya Allah,
mudahkan bagi kami waktu (sekarat) menghadapi mati, dan selamatkan
dari siksa neraka, dan pengampunan waktu hisab. Ya Allah janganlah
Engkau palingkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk, dan berilah
kami rahmat, sesungguhnya Engkau adalah dzat yang banyak
55
pemberiannya, Ya Allah berikanlah aku kebaikan di dunia dan akhirat, dan
jauhkanlah aku dari api neraka.13
Setelah itu rombongan memulai perjalanan mengambil mata air
dari yang terendah sampai tempat mata air yang tertinggi. Selama
perjalanan, alunan yang berasal dari angklung gubrag selalu dimainkan
kecuali ketika sampai di tempat mata air, karena pada saat itu dilakukan
ritual doa sehingga tidak boleh ada kebisingan agar ritual dapat dilakukan
dengan khusu. Setelah selesai mengambil air dari mata air, angklung
gubrag kembali dimainkan. Angklung gubrag terus dimainkan sebagai
iringan sampai ke tempat mata air terakhir hingga kembali lagi ke imah
Bali.
Gambar 4.16 Proses Pengambilan Air dari 7 Mata Air (Zakiyah, 2017)
Pola permainan angklung kali ini tidak berbeda jauh dengan
sebelumnya, hanya melakukan pengulangan saja. Karena di Kampung
Budaya ini memang hanya memiliki satu pola saja.
13
Arti doa keselamatan, diakses dari http://www.masuk-islam.com/amalkan-doa-ini-doa-ini-
memiliki-arti-makna-dan-faedah-yang-sangat-lengkap.html, pada tanggal 31 Januari 2017 pukul
11.00 WIB
56
Gambar 4.17 Partitur Angklung Gubrag (Zakiyah, 2017)
Pada saat air dari tujuh mata air digabungkan menjadi satu para
pupuhu membacakan sholawat nabi yang dibacakan mulai dari air yang
pertama sampai air yang terakhir. Berikut adalah partitur sholawat yang
dibacakan pada saat menggabungkan air dari tujuh mata air :
Gambar 4.18 Partitur Shalawat Nabi Muhammad SAW (Zakiyah, 2017)
57
e. Sedekah Kue dan Sunatan Massal
Kegiatan dimulai pukul 08.00 WIB seluruh panita menyiapkan
semua yang diperlukan dalam ritual sedekah kue. Sedekah kue ini bisa
diikuti oleh siapa saja. Pada ritual ini angklung gubrag tidak dimainkan,
angklung gubrag dimainkan ketika acara sunatan masal dimulai. Sunatan
masal bukan merupakan bagian dari ritual inti dari seren taun, namun
didalamnya terdapat permainan angklung gubrag yang digunakan untuk
mengiringi peserta sunat masal atau dalam bahasa Sunda disebut
panganten sunat. Sama seperti dalam ritual ngala cikulu angklung gubrag
ini digunakan untuk mengiringi para peserta sunat yang berjalan dari
Kampung Budaya Sindangbarang menuju lokasi sunat masal yaitu di
Masjid Raya Sindangbarang yang letaknya bersebelahan dengan imah
Bali. Para pemain angklung gubrag berada dibarisan depan lalu diikuti
oleh peserta sunat masal.
Gambar 4.19 Angklung Gubrag Mengarak Sunatan Masal (Zakiyah, 2017)
Pola permainan yang dimainkan juga tidak ada bedanya dengan
sebelumnya, namun kali ini permainan angklung gubrag diiringi oleh
58
nyanyian lagu Kampung Budaya Sindang Barang. Berikut partitur dari
pola permainan angklung gubrag :
Gambar 4.20 Partitur Angklung Gubrag (Zakiyah, 2017)
Dan juga menyanyikan lagu Kampung Budaya Sindangbarang,
lagu tersebut dinyanyikan sebanyak 5 sampai 6 kali hingga tiba di tempat
tujuan yaitu Masjid Raya Sindangbarang. Berikut adalah partitur dari lagu
Kampung Budaya Sindangbarang :
59
Gambar 4. 21 Partitur Lagu Kampung Budaya Sindangbarang (Zakiyah, 2017)
Dalam sedekah kue masyarakat berkumpul di satu lapangan, saling
membantu satu sama lain untuk menyiapkan acara sedekah kue. Mereka
sengaja datang untuk ikut meramaikan dan saling berburu makanan yang
disediakan karena mereka percaya kue yang di sajikan pada saat sedekah
kue ini bisa membawa keberkahan Kegiatan ini merupakan salah satu
fungsi dari musik sebagai integritas budaya.
60
f. Seren Taun
Hari terakhir yaitu hari ke enam adalah acara inti dari perayaan
seren taun ini, angklung gubrag kembali digunakan untuk mengiringi
rombongan pembawa padi dan dongdang yaitu tempat membawa makanan
yang dihias. Berisi panen berupa buah-buahan dan sayur-sayuran.
Gambar 4.22 Dongdang (Zakiyah, 2017)
Acara dimulai dengan doa lalu setelah doa selesai dibacakan semua
orang termasuk warga yang turut serta meramaikan bersiap untuk berjalan
kaki menyusuri desa menuju kampung budaya Sindangbarang. Doa yang
dibacakan diantaranya
Au’dubilah himinasyaitonnirrojim Bismilahirohmanirohim
Ashadu alla ila ha’illaloh wa’as haduana muhammad darosululoh
Allahumma innaanas ‘aluka, salamatan fiddiin, wa’aafiyatan filjhasad, wa
jizadatan fil’ilmi, wa barakatan firrizqi, wa taubatan kablalmaut, wa
rahmatan ingdalmaut, wa magfiratan ba’dalmaut. Allahumma hawwin
‘alaina fii sakaratilmaut, wannajaa taminannari, wal’afwa ‘indalhisaab.
Rabbana laa tujighkuluubanaa, ba’daizd hadaitanaa, wa hablanaa
minladunkarahmatan, innaka antalwahhab. Rabbanaa aattinaa fiddun-ya
hasanah, wafil aahirati khasanah, waqinaa azaa-bannar. Walhamdulillahi
rabil-aalamiin.
61
Artinya :
Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk,
dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan
Allah. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada Engkau akan
keselamatan Agama dan sehat badan, dan tambahnya ilmu pengetahuan,
dan keberkahan dalam rizki dan diampuni sebelum mati, dan mendapat
rahmat waktu mati dan mendapat pengampunan sesudah mati. Ya Allah,
mudahkan bagi kami waktu (sekarat) menghadapi mati, dan selamatkan
dari siksa neraka, dan pengampunan waktu hisab. Ya Allah janganlah
Engkau palingkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk, dan berilah
kami rahmat, sesungguhnya Engkau adalah dzat yang banyak
pemberiannya, Ya Allah berikanlah aku kebaikan di dunia dan akhirat, dan
jauhkanlah aku dari api neraka.14
Angklung gubrag dimainkan untuk mengiringi selama perjalanan
dari imah Bali menuju Kampung Budaya Sindangbarang, para pemain
memainkannya dengan penuh semangat. Selain permainan ritmik dari
angklung gubrag yang dimainkan, pemain juga menyanyikan lagu
Kampung Budaya Sindangbarang.
Sesampainya di Kampung Budaya, pemain angklung gubrag,
jaipong, debus dan juga komunitas ibu berkebaya yang ikut serta dalam
puncak acara perayaan upacara adat seren taun berkeliling mengelilingi
lapangan dengan sedikit gerakan seperti orang menari. Pada perayaan
upacara adat seren taun ini terdapat fungsi musik sebagai sarana pengukuh
institusi, sosial, dan ritual. Hal ini ditunjukan dengan ikut sertanya
beberapa komunitas dari berbagai daerah yang berkumpul dalam acara ini.
14
Ibid.
62
Gambar 4.23 Angklung Gubrag pada Puncak Acara Seren Taun (Zakiyah, 2017)
Setelah mengelilingi lapangan seluruh pengisi acara berbaris dan
menunggu para sesepuh memasuki tempat di sekitar lumbung padi yang
dimana nantinya akan dilakukan penyerahan hasil panen padi yang akan
dimasukan ke lumbung tempat penyimpanan padi atau dalam bahasa
Sunda disebut leuit.
Hasil panen padi yang sudah dikatkan menjadi satu, kemudian
didoakan dan dimasukan ke dalam lumbung dengan penuh harapan agar
pada masa tanam kedepan hasil yang didapat bisa lebih baik lagi. Berikut
ini adalah gambar lumbung untuk menyimpan padi:
63
Gambar 4.24 “Leuit” Lumbung tempat Penyimpanan Padi (Zakiyah, 2017)
Dan kegiatan terakhir pada puncak perayaan seren taun ini adalah
menampilkan kesenian-kesenian seperti parebut seeng, jaipong, dan debus.
Semua warga dan wisatawan menyaksikan dengan penuh antusias. Terlihat
fungsi musik sebagai kenikmatan estetis tersendiri bagi yang menyaksikan.
Selain itu dengan adanya musik iringan tari yang dimainkan juga bisa
membuat penonton ikut bergerak mengikuti irama maka terlihatlah fungsi
musik sebagai respon fisik karena penonton ikut terpengaruh oleh alunan
musik yang dimainkan. Secara keseluruhan angklung gubrag biasanya
digunakan sebagai pengiring dalam rangkaian acara tertentu dalam proses
upacara seren taun.
64
B. Interpretasi Data
Fungsi Angklung Gubrag
Angklung gubrag memiliki perbedaan yang cukup terlihat bila
dibandingkan dengan angklung pada umumnya, tangga nada yang digunakan
sebenarnya adalah laras slendro yaitu tangga nada dengan susunan 5 nada yang
memiliki jarak nada tertentu. Namun, pada saat dimainkan angklung gubrag yang
berada di Sindangbarang ini tidak memiliki nada yang jelas sehingga hanya
mengandalkan ritmik saja dalam permainannya.
Fungsi yang telah ada dari jaman dahulu adalah alat musik ini digunakan
sebagai pengiring dalam proses menanam dan memanen padi dengan tujuan agar
Dewi Sri terhibur sehingga masyarakat yang sebagian bermatapencaharian
sebagai petani bisa mendapatkan hasil panen yang baik. Hingga sekarang
angklung gubrag masih digunakan untuk mengiringi ritual-ritual tertentu dalam
perayaan upacara adat seren taun, selain itu seiring berjalannya waktu terjadilah
perkembangan dan perubahan dari fungsi angklung gubrag itu sendiri, yaitu
angklung gubrag kini tidak hanya digunakan pada saat ritual saja tetapi juga
dimainkan ketika ada wisatawan yang sengaja datang ke Kampung Budaya
Sindangbarang, hal ini merupakan salah satu fungsi angklung gubrag sebagai
sarana hiburan, dan yang diadakan oleh kampung budaya ini merupakan salah
satu upaya pelestarian budaya yang ada.
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini, peneliti memiliki
keterbatasan antara lain waktu yang sangat terbatas, minimnya sumber pustaka
65
yang dapat dijadikan acuan unuk membahas tentang fungsi angklung gubrag.
Sulitnya mendapat data mengenai lagu yang digunakan pada saat ritual karena
tidak adanya penerus dari pemain angklung gubrag saat ini, sehingga peneliti
hanya mendapatkan informasi pola permainan dan lagu angklung gubrag pada
perayaan upacara seren taun ciptaan dari seorang guru seni di daerah Bogor.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Angklung gubrag memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan
angklung lain pada umumnya yang memiliki tinggi sekitar 30 cm. Angklung
gubrag ini memiliki tinggi sekitar 1 meter.
2. Permainan angklung gubrag penekanannya hanya pada pola ritmik yang
monotone saja, tidak terpaku pada melodi meskipun angklung gubrag memiliki
susunan tangga nada pentatonis (laras salendro).
3. Angklung gubrag mengalami perkembangan fungsi, awalnya sebagai alat ritual
untuk mengiringi proses tanam dan panen padi sampai membawa hasil panen
ke dalam lumbung padi. Saat ini angklung gubrag tidak hanya dimainkan pada
saat upacara adat seren taun saja, tetapi juga digunakan untuk menyambut
wisatawan yang datang ke Kampung Budaya Sindangbarang.
4. Fungsi utama angklung gubrag digunakan sebagai musik pengiring dalam
mengarak proses upacara adat seren taun seperti pada ritual ngembang, ngala
cikulu, ngarak panganten sunat, dan puncak perayaan upacara adat seren taun.
67
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti memberikan
saran sebagai berikut :
1. Adanya publikasi yang lebih gencar dari Kampung Budaya Sindangbarang jika
ada perayaan upacara adat seren taun yang diadakan setiap tahunnya
2. Adanya sosialisasi yang dilakukan oleh dinas kebudayaan setempat tentang
upacara-upacara tradisional seperti upacara adat seren taun bagi wisatawan
yang datang ke Kampung Budaya Sindangbarang
3. Adanya dukungan dari pemerintah untuk mempromosikan kesenian di daerah
Bogor yang menggunakan angklung gubrag dalam perayaan upacara adat seren
taun.
Daftar Pustaka
Afifuddin, & Beni Ahmad Saebaani. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka
Setia.
Ahmadi, R. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyaarta: Az-Ruzz Media.
Bastomi. (1988). Apresiasi Kesenian Tradisional. Semarang: IKIP Semarang Press.
Bungin, B. (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
Caturwati, E. (2008). Tradisi Sebagai Tumpuan Kreativitas Seni. Bandung: Sunan Ambu STSI
Press.
Harsojo. (1984). Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta.
Kamaril. (1988). Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan Tangan. Jakarta: Depdikbud.
Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropolohi. Jakarta: Rineka.
Merriam, A. P. (1964). The Anthropology of Music. Yogyakarta: Pustaka Grafiti.
Moleong, L. J. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Murgianto, S. (1992). Koreografi. Jakarta: Depdikbud.
Mustapa, H. (1991). Adat Istiadat Sunda. Bandung: P.T. Alumni.
My, R. (2008). Panduan Olah Vokal. Yogyakarta: MedPress.
Nanik. (n.d.). Seni Pertunjukan Rakyat Kedu. Surakarta: Pascasarjana dan ISI Press Surakarta.
Peursen, C. V. (1988). Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
S.Erymartono. (2000). Belajar Menyanyi Bersama : Si Balok. Jakarta: Balai Pustaka.
Sakri, A. (1990). Pendidikan Seni Rupa. Jakarta : Depdikbud.
Sedyawati, E. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Sedyawati, E. (2006). Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Soedarsono. (2003). Seni Pertunjukan dari Perspektif Politik, Sosial, dan Ekonomi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Soelaeman, M. M. (2001). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT Refika Aditama.
Soemadiningrat, O. S. (2002). Rekonseptuisasi Humum Adat Kontemporer. Bandung:
P.T.Alumni.
Sumber Internet
Budaya diakses dari http://www.wikipedia.org/wiki/budaya, pada tanggal 25 Oktober 2016
pukul 21.00 WIB
Tempo Online, https://majalah.tempo.co/konten/2011/03/21/IMZ/136225/Seren-Taun-dan-
Misteri-Batu-Besar-Sindang-Barang/03/40 Di akses tanggal 3 September 2016, pukul 21.00 WIB
Bacaan Doa Tawasul, Diakses dari http://www.e-islami.com/2016/01/bacaan-tawasul-dan-
doa.html di akses tanggal 15 Januari 2017, pukul 22.00 WIB
67
DAFTAR PUSTAKA
Afifuddin, & Beni Ahmad Saebaani. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Pustaka Setia. (2009).
Ahmadi, R. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyaarta: Az-Ruzz Media. (2014).
Bastomi. Apresiasi Kesenian Tradisional. Semarang: IKIP Semarang Press.
(1988).
Bungin, B. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. (2008).
Caturwati, E. Tradisi Sebagai Tumpuan Kreativitas Seni. Bandung: Sunan Ambu
STSI Press. (2008).
Harsojo. Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta. (1984).
Kamaril. Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan Tangan. Jakarta: Depdikbud.
(1988).
Koentjaraningrat. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
(1984).
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropolohi. Jakarta: Rineka. (2009).
Merriam, A. P. The Anthropology of Music. Yogyakarta: Pustaka Grafiti. (1964).
Moleong, L. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
(2013).
Murgianto, S. Koreografi. Jakarta: Depdikbud. (1992).
Mustapa, H. Adat Istiadat Sunda. Bandung: P.T. Alumni. (1991). My, R. Panduan Olah Vokal. Yogyakarta: MedPress. (2008).
Nanik. Seni Pertunjukan Rakyat Kedu. Surakarta: Pascasarjana dan ISI Press
Surakarta. (2008).
Peursen, C. V. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. (1988).
S.Erymartono. Belajar Menyanyi Bersama : Si Balok. Jakarta: Balai Pustaka.
(2000).
68
Sakri, A. Pendidikan Seni Rupa. Jakarta : Depdikbud. (1990).
Sedyawati, E. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. (1981).
Sedyawati, E. Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada. (2006).
Soedarsono. Seni Pertunjukan dari Perspektif Politik, Sosial, dan Ekonomi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. (2003).
Soelaeman, M. M. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT Refika Aditama. (2001).
Soemadiningrat, O. S. Rekonseptuisasi Humum Adat Kontemporer. Bandung:
P.T.Alumni. (2002).
Webtografi
1. Budaya diakses dari http://www.wikipedia.org/wiki/budaya, pada tanggal 25
Oktober 2016 pukul 21.00 WIB
2. Tempo Online,
https://majalah.tempo.co/konten/2011/03/21/IMZ/136225/Seren-Taun-dan-
Misteri-Batu-Besar-Sindang-Barang/03/40 Di akses tanggal 3 September
2016, pukul 21.00 WIB
3. Bacaan Doa Tawasul, Diakses dari http://www.e-islami.com/2016/01/bacaan-
tawasul-dan-doa.html di akses tanggal 15 Januari 2017, pukul 22.00 WIB
4. Kurikulum Angklung di Malaysia, di akses dari
http://m.metrotvnews.com/jabar/peristiwa/ZkenBlOK-angklung-masuk-
kurikulum-di-malaysia-dan-korea-indonesia-belum pada tanggal 26 Januari
2017 pukul 21.00 WIB
5. Arti doa keselamatan, diakses dari http://www.masuk-islam.com/amalkan-
doa-ini-doa-ini-memiliki-arti-makna-dan-faedah-yang-sangat-lengkap.html,
pada tanggal 31 Januari 2017 pukul 11.00 WIB
6. Doa Keselamatan, diakses dari http://aspal-putih.blogspot.com/2011/08/yang-
ini-doa-doa-terbaik-dari-para-nabi.html, pada tanggal 31 Januari 2017 pukul
11.20 WIB
69
GLOSARIUM
A
Angkleung : Hanyut, atau terapung-apung
Asyuro : Hari ke Sepuluh pada bulan Muharam
Ayah Kuera : Dewa kemakmuran
B
Bendhe : Gong berukuran kecil
D
Dewi Sri : Dewi Padi
Dongdang : Pikulan berisi sayuran dan buah-buahan
H
Half Tone : Setengah nada
I
Imah Gede : Tempat tinggal Kepala Adat yang berlokasi di Kampung
Budaya Sindangbarang
Imah Bali : Rumah yang terletak bersebelahan dengan masjid Raya
Sindangbarang yang biasa digunakan untuk berkumpul
dalam ritual tertentu dan juga menjadi tempat pelatihan
tari tradisional
K
Kasepuhan : Tempat atau bangunan yang sudah tua
Kidul : Selatan
L
Laras : Nada
Leuit : Lumbung padi
Locus : Lokasi
M
Majikeun Pare : Memasukan padi
Monotone : Nada yang sama
70
N
Ngala Cikulu : Mengambil air dari mata air
Ngayak Panganten : Mengarak pengantin
Netembeyan : Memulai yang baru
Ngumbah Pakakas : Mencuci perkakas
Ngunjal : Menyimpan ke penyimpanan
Ngangkat : Ritual berdoa pada malam hari yang dilakukan di imah
gede setelah pelaksanaan ritual ngala cikulu
P
Punden Berundak : Suatu tempat suci yang biasa digunakan sebagai tempat
pemujaan
Pupuhu : Para tetua, orang yang sudah tua yang dihormati dan
dianggap sudah memiliki banyak pengalaman.
S
Seeng : Tempat nasi atau dandang
Seren Taun : Upacara menyerahkan taun kepada Allah SWT
Sesepuh : Bahasa yang lebih halus dari pupuhu
Sajen : Sejenis persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai simbol yang menggambarkan 7 lapisan bumi dan
langit
T
Tausiah : Ceramah keagamaan yang berisi pesan-pesan kehidupan
Tawasul : Berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui
perantara yang berkedudukan baik di sisi Allah SWT.
71
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
Narasumber Pertanyaan
Achmad Mikami 1. Apa itu seren taun?
2. Sejarahnya seperti apa?
3. Tujuan dari adanya seren taun?
4. Bagaimana prosesinya?
5. Apa perbedaan perayaan jaman
dulu dan sekarang?
6. Diadakannya kapan saja?
7. Berapa lama kah waktu perayaan
upacara adat seren taun?
8. Apa itu angklung gubrag?
9. Asal usul adanya angklung
gubrag?sejarahnya seperti apa?
10. Mengapa namanya angklung
gubrag?
11. Siapa yang menciptakan angklung
gubrag?
12. Sejak tahun berapa angklung
gubrag muncul?
13. Adakah kaitannya angklung
gubrag dengan upacara adat seren
72
taun?
14. Fungsi apa saja yang ada pada
angklung gubrag dalam upacara
adat seren taun?
15. Apa perbedaan fungsi yang ada
pada angklung gubrag dari dulu
hingga sekarang?mengapa?
Ukat Sukatma 1. Sejarah seren taun di Bogor?
2. Bentuk pertunjukannya seperti
apa?proses dari awal sampai
akhir?
3. Apa saja kesenian yang
mengiringi selama proses seren
taun?
4. Adakah syarat khusus bagi
pemain dalam upacara adat seren
taun?
5. Lagu apa saja yang dimainkan?
6. Adakah kelompok musik khusus
dalam perayaan seren taun?
7. Bagaimanakah perkembangan
yang terjadi dalam proses seren
taun baik dari musik, tarian,
73
susunan acara, pemain, kostum?
8. Apakah peranan kesenian seren
taun dalam masyarakat
9. Kendala dan Usaha dalam upaya
melestarikan ritual upacara adat
seren taun
74
Lampiran 2
Hasil Wawancara
Hasil wawancara dengan Kepala Adat Kampung Budaya Sindangbarang
Nama pewawancara : Zakiyah Munawiroh
Informan : Achmad Mikami
Waktu : 14 Oktober 2016
Pertanyaan Jawaban
1. Apa itu seren taun?
2. Sejarahnya seperti apa?
3. Tujuan dari adanya seren taun?
1. Seren taun adalah tradisi ucapan
terimakasih kepada sang pencipta.
2. Tradisi masyarakat sunda jaman
dulu setiap satu tahun sekali
mereka mengadakan syukuran
dulu sekali kepada Dewi Sri dan
Ayah Kuera. Mereka percaya
Dewi Sri dan Ayah Kuera akan
turun di punden berundak, suatu
tempat seperti gunung padang.
Dewi Sri simbol dewi padi Ayah
Kuera dewa kesuburan
3. Agar di waktu yang akan datang
bisa mendapatkan hasil panen
yang lebih baik
75
4. Bagaimana prosesinya?
5. Apa perbedaan perayaan jaman
dulu dan sekarang?
6. Diadakannya kapan saja?
7. Berapa lama kah waktu perayaan
upacara adat seren taun?
8. Apa itu angklung gubrag?
9. Asal usul adanya angklung
gubrag?sejarahnya seperti apa?
4. Dilakukan selama enam hari
berturut-turut dengan.
5. Ada beberapa ritual yang
dihilangkan karena perkembangan
masyarakat yang kini memeluk
agama islam. Yang tidak lagi
diadakan diantaranya datang
untuk berdoa ke punden
berundak, berburu kancil, dan
juga rasullan.
6. Dibagi jadi 3 yaitu kuera bakti 8
tahun sekali yang dipercaya ayah
kuera dan dewi sriturun 8 taun
sekali. Guruh bumi yang turun
ambu sri rumbiyang jati dan
batara pandajala. Dan sedekah kue
7. Dilakukan selama enam hari
8. Alat musik yang berasal dari
Cigudeg, Jasinga yang
mempunyai ukuran besar
9. Dahulu menurut cerita ketika
panen tidak berhasil, sudah segala
76
10. Mengapa namanya angklung
gubrag?
11. Siapa yang menciptakan angklung
gubrag?
12. Sejak tahun berapa angklung
gubrag muncul?
13. Adakah kaitannya angklung
gubrag dengan upacara adat seren
taun?
macam musik dimainkan. Tetapi
hasil panen tidak bagus, Ambu Sri
tidak turun dari khayangan,
akhirnya diambil angklung dan
dibunyikannya seperti dibanting
karena kesel, di gubrag. Ternyata
setelah digubragkan Dewi Sri
turun. Dari situlah angklung
gubrag digunakan untuk
menghibur Nyi Pohaci.
10. Karena diainkan seperti orang
melempar dan menghasilkan
suara gubrag
11. Tidak jelas siapa yang
menciptakannya
12. Tidak ada waktu pasti, tapi erat
kaitannya dengan agama sunda,
agama Sunda menurut pantun
bogor sudah ada 17000 tahun
sebelum masehi
13. Kenapa digunakan karena
kepercayaan masyarakat Sunda
ketika dari ladang ke rumah
77
14. Fungsi apa saja yang ada pada
angklung gubrag dalam upacara
adat seren taun?
15. Apa perbedaan fungsi yang ada
pada angklung gubrag dari dulu
hingga sekarang?mengapa?
menggunakan angklung tujuannya
untuk menghibur Dewi Sri.
14. Untuk menyuburkan padi. Dari
bibit padi ditanam diberikan
musik supaya molekul lebih
sempurna. Karena musik
membawa pengaruh baik. Sebagai
sarana hiburan untuk dewi, dan
juga masyarakat
15. Dulu hanya digunakan untuk
ritual, namun sekarang bisa
dimainkan kapan saja sesuai
dengan keperluan
78
Hasil Wawancara dengan Pengelola Kampung Budaya Adat Sindangbarang
Nama pewawancara : Zakiyah Munawiroh
Informan : Ukat Sukatma
Waktu : 16 Oktober 2016
Pertanyaan Jawaban
1. Sejarah seren taun di bogor?
2. Bentuk pertunjukannya seperti
apa?proses dari awal sampai
akhir?
3. Apa saja kesenian yang
mengiringi selama proses seren
taun?
4. Adakah syarat khusus bagi
pemain dalam upacara adat seren
taun?
5. Lagu apa saja yang dimainkan?
1. Berawal dari desa yang sedang
dilanda kelaparan, masyarakat
2. Seren taun diisi oleh kesenian
angklung gubrag yang memang
merupakan ciri khas dari upacara
adat ini. Yang pertama netepkeun,
ngembang, ngala cikulu, munday,
sedekah kue, ngangkat, dan
terakhir seren taun.
3. Kaulinan budag lembur,
dongdang, debus, parebut seeng,
jaipongan.
4. Jaman dahulu harus wanita,
namun sekarang tidak harus.
Tetapi di Sindangbarang
pemainnya wanita
5. Tidak ada lagu khusus, hanya
79
6. Adakah kelompok musik khusus
dalam perayaan seren taun?
7. Perkembangan yang terjadi dalam
proses seren taun baik dari musik,
tarian, susunan acara, pemain,
kostum?
8. Kendala dan Usaha dalam upaya
melestarikan angklung gubrag
dalam upacara adat seren taun
menyanyikan lagu Kampung
Budaya Sindangbarang
6. Ada, kelompok musik yang
memang sudah memainkan
angklung gubrag sejak lama.
7. Dahulu tidak ada sedekah kue,
sekarang ada. Keseniannya juga
bertambah bukan hanya angklung
gubrag saja, susunan acara
berubah sesuai kondisi, pemain
dan kostum masih tetap sama
8. Kurangnya dukungan dari
pemerintah setempat
80
Lampiran 3
PROFIL NARASUMBER
Nama : Achmad Mikami
Umur : 46 tahun
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 19 Mei 1970
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Imah Gede Kampung Budaya Sindangbarang
Jabatan : Ketua adat di Kampung Budaya Sindangbarang
No. Telp : 0817406363
Achmad Mikami atau yang biasa dipanggil Abah Maki merupakan cucu
dari Ki Etong Sumawijaya yang dulunya merupakan kepala adat di
sindangbarang. Abah Maki inilah yang kembali menghidupkan upacara adat seren
taun setelah sekian lama tidak diadakan kira-kira sekitar 36 tahun, beliau
mempunyai gagasan untuk menghidupkan kembali kebudayaan tradisional dengan
mendirikan sebuah tempat yang bernama Kampung Budaya Sindangbarang,
81
SURAT PERNYATAAN
NARASUMBER 1
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Achmad Mikami
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 19 Mei 1970
Alamat : Imah Gede Kampung Budaya Sindangbarang
Pekerjaan : Kepala Adat Kampung Budaya Sindangbarang
Menyatakan bahwa telah menjadi narasumber guna memberikan data yang
diperlukan dalam rangka penelitian skripsi, oleh saudari Zakiyah Munawiroh
dengan judul “Fungsi Angklung Gubrag pada Upacara Adat Seren Taun di
Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari,
Bogor”.
Bogor, 19 Januari 2017
Achmad Mikami
82
PROFIL NARASUMBER
Nama : Ukat Sukatma
Umur : 56 tahun
Tempat tanggal lahir : Bogor, 22 Agustus 1960
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sindangbarang, Desa Pasir Eurih
Jabatan : Pengelola Kampung Budaya Sindangbarang
No. Telp : 08567371489
Abah Ukat merupakan pengelola kampung budaya Sindangbarang, beliau
merupakan orang yang bertanggung jawab atas segala kegiatan di kampung
budaya ini. Baik dalam menyiapkan acara seren taun, menerima wisatawan yang
berkunjung, beliau juga dengan ramah melayani para peneliti yang ingin mencari
tau mengenai kampung budaya dan lain-lain yang berkaitan dengan kesenian
sunda.
83
SURAT PERNYATAAN
NARASUMBER 2
Nama : Ukat Sukatma
Tempat/tanggal lahir : Bogor, 22 Agustus 1960
Alamat : Sindangbarang, Bogor
Pekerjaan : Pengelola Kampung Budaya Sindangbarang
Menyatakan bahwa telah menjadi narasumber guna memberikan data yang
diperlukan dalam rangka penelitian skripsi, oleh saudari Zakiyah Munawiroh
dengan judul “Fungsi Angklung Gubrag pada Upacara Adat Seren Taun di
Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari,
Bogor”.
Bogor, 19 Januari 2017
Ukat Sukatma
84
Lampiran 4
DOKUMENTASI FOTO
Foto 1. Halaman Kampung Budaya Sindangbarang (Zakiyah, 2017)
Foto 2. Angklung Gubrag dan Dogdog Lojor (Zakiyah, 2017)
85
Foto 3. Doa sebelum Memasukan Padi ke Lumbung (Zakiyah, 2017)
Foto 4. Sesajen dalam Puncak Acara Seren Taun (Zakiyah, 2017)
86
Foto 5. Para Gadis pembawa Air Suci dari 7 Mata Air (Zakiyah, 2017)
Foto 6. Tari Jaipong (Zakiyah, 2017)
88
Lampiran 5
PROFIL PENELITI
Zakiyah Munawiroh lahir di Bogor pada tanggal 29 September 1994.
Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Peneliti lahir dari pasangan suami
istri Ibu R.A. Yulia Indra Dewi dan Bapak Syahid Syuhada Al-Majdi. Peneliti
bertempat tinggal di Nanggewer Ps. Pak Tani RT. 05 RW. 01 Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor
Telah menamatkan sekolah di SDN Pajeleran 1 pada tahun 2006, SMP
Negeri 2 Cibinong pada tahun 2008, dan SMK Negeri 3 Bogor jurusan Jasa Boga
pada tahun 2012 Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Jakarta
jurusan Sendratasik tahun 2012.