Hukum Adat, Hukum Tanah, Hukum Perhutangan, Sistem Hukum Adat / Struktur Persekutuan Hukum Adat,...

20
HUKUM TANAH Tanah merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembentukan bumi ini, tanah juga merupakan unsur manusia itu mampu mencari kehidupan, dirasa tanpa tanah manusia tidak dapat hidup. Bisa disebut tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan manusia. Berbicara tanah, benda yang satu ini sangat sensitive, dikatakan sensitive karena banyak yang berebut untuk mendapatkan tanah yang luas, tanah adalah objek yang rawan akan permasalahan, bahkan tidak jarang permasalahan itu menimbulkan nyawa hilang. Manusia itu sesungguhnya tidak dapat hidup sendiri, sehingga muncullah yang namanya negara, suatu negara terbentuk tidak jarang karena adanya kedekatan wilayah, dimana salah satu unsur wilayan itu ialah tanah, bahkan suatu negara mampu pecah atau bahkan terjajah oleh karena masalah tanah. Tanah pada suatu negara demokrasi seperti Indonesia, yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi, yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan campur tangan penguasa, cq yang kompeten dalam urusan tanah, sedangkan dalam lingkungan hukum adat, campur tangan ini dilakukan oleh kepala berbagai persekutuan hukum. Uraian tentang hukum tanah harus diawali dengan ilustrasi persekutuan hukum, sebab hak-hak perorangan dalam persekutuan tersebut dapat juga dipandang sebagai pelaksanaan dari hukum tanah itu oleh masing-masing anggota persekutuan. Hak-hak 1

Transcript of Hukum Adat, Hukum Tanah, Hukum Perhutangan, Sistem Hukum Adat / Struktur Persekutuan Hukum Adat,...

HUKUM TANAH

Tanah merupakan salah satu unsur terpenting dalam

pembentukan bumi ini, tanah juga merupakan unsur manusia itu

mampu mencari kehidupan, dirasa tanpa tanah manusia tidak

dapat hidup. Bisa disebut tanah memegang peran vital dalam

kehidupan dan penghidupan manusia. Berbicara tanah, benda yang

satu ini sangat sensitive, dikatakan sensitive karena banyak

yang berebut untuk mendapatkan tanah yang luas, tanah adalah

objek yang rawan akan permasalahan, bahkan tidak jarang

permasalahan itu menimbulkan nyawa hilang.

Manusia itu sesungguhnya tidak dapat hidup sendiri,

sehingga muncullah yang namanya negara, suatu negara terbentuk

tidak jarang karena adanya kedekatan wilayah, dimana salah

satu unsur wilayan itu ialah tanah, bahkan suatu negara mampu

pecah atau bahkan terjajah oleh karena masalah tanah. Tanah

pada suatu negara demokrasi seperti Indonesia, yang rakyatnya

berhasrat melaksanakan demokrasi, yang berkeadilan sosial,

pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan campur tangan penguasa,

cq yang kompeten dalam urusan tanah, sedangkan dalam

lingkungan hukum adat, campur tangan ini dilakukan oleh kepala

berbagai persekutuan hukum.

Uraian tentang hukum tanah harus diawali dengan ilustrasi

persekutuan hukum, sebab hak-hak perorangan dalam persekutuan

tersebut dapat juga dipandang sebagai pelaksanaan dari hukum

tanah itu oleh masing-masing anggota persekutuan. Hak-hak

1

persekutuan dan hak-hak perorangan setiap anggotanya saling

mempengaruhi.

Hak persekutuan disebut juga hak purba, yang dimaksud

dengan hak purba adalah hak yang dipunyai oleh suatu suku,

sebuah serikat desa-desa atau biasanya oleh sebuah desa saja

untuk menguasai seluruh tanah seisinya dalam lingkungan

wilayahnya.

Ciri-ciri hak purba (di luar jawa)

1. Hanya persekutuan itu sendiri dan warganya saja yang

berhak bebas mempergunakan tanah-tanah liar di wilayah

kekuasaannya. hubungan hak purba dengan hak perorangan,

yaitu semakin maju dan bebas penduduk dalam usaha-usaha

pertaniannya, semakin lemahlah hak purba itu dengan

sendirinya. Jika hak purba sudah lemah, dengan sendirnya

hak perorangan akan berkembang dengan pesatnya.

Dirimuskan, hak purba dengan hak perorangan itu

bersangkut paut dalam hubungan kempis-mengembang, desak-

mendesak, batas-membatasi, mulur mungkret tiada henti,

dimana hak purba kuat, disitu hak perorangan lemah;

demikian sebaliknya.

2. Oran luar hanya boleh mempergunakan tanah itu dengan izin

penguasa persekutuan tersebut, tanpa izin ia dianggap

melakukan pelanggaran. dalam artian, pendatang yang

hendak menggunakan tanah harus membayar uang pemasukan

sebagai bukti ia orang asing. Ia hanya dianggap sebagai

penumpang, sehingga hak yang diperolehnya tidak sama

2

dengan hak warga asli. Walaupun telah lama tinggal dan

mendapat hak-hak yang lebih kuat menyerupai hak warga

asli, namun hak ini akan hilang apabila orang asing

ttersebut meninggalkan tempat kediamannya, haknya kembali

menjadi orang asing.

3. Warga persekutuan boleh mengambil manfaat dari wilayah

hak purba dengan restriksi (pembatasan), yaitu hanya untuk

kepentingan keluarganya sendiri, jika untuk kepentingan

orang asing, harus mendapat izin lebih dahulu. Orang

asing hanya diperkenankan mengambil manfaat dari wilayah

hak purba dengan izin kepala persekutuan.

4. Persekutuan hukum bertanggung jawab atas segala hal yang

terjadi dalam wilayahnya, terutama yang berupa tindakan

melawan hukum, yang merupakan delik. mengenai tempat

terjadinya peristiwa, sikap persekutuan hukum keluar,

adanya rasa tanggung jawab bersama atas segala sesuatu

yang terjadi dalam lingkungan tanah purba tersebut. Jika

terjadi di tapal batas wilayah, maka persekutuan hukum

yang berhak atas tanah tempat kejadian itu boleh

membebaskan diri dari tanggung jawabnya, asalkan

persekutuan tersebut melepaskan hak-haknya atas sebidang

tanah yang bersangkutan. Disamping pertangguna jawaban

itu adapula pertanggungjawaban lain yaitu,

pertanggungjawaban segolongan sanak saudara atas tindakan

salah seorang anggotanya.

5. Hak purba tidak dapat dilepaskan, dipindah-tangankan

diasingkan untuk selamanya.

3

6. Hak purba juga meliputi tanah yang sudah digarap yang

sudah diliputi oleh hak perorangan. lamah kuatnya hak

purba, hak purba lemah tampak pada transaksi tanah

pertanian (jual-beli), hak purba kuat dalam pencabutan

hak tanpa ganti kerugian (pada tanah yang ditinggalkan,

pada tanah warga desa yang berpindah ke tempat lain, pada

tanah pemiliknya meninggal dengan tiada ahli warisnya.

Hak perorangan pada hak purba hak perorangan ialah suatu hak

yang diberikan kepada warga desa ataupun orang luar atas

sebidang tanah yang berada di wilayah hak purba persekutuan

hukum yang bersangkutan.

Jenis hak perorangan ialah ;

I. Hak milik hak terkuat, tidak dapat disangkal

kebenarannya kecuali ada bukti lain yang kuat untuk

dapat menyangkalnya. Cara memperoleh hak ini ialah

dengan membuka hutan, dengan mewaris tanah, dengan

penerimaan (pembelian, penukaran, hadiah) dan karena

daluwarsa.

II. Hak wenang pilih hak yang diperoleh seseorang yang

utama dibandingkan yang lainnya, misalnya atas tanah

yang dipilih oleh orang tersebut atas tanah yang telah

diberinya tanda-tanda larangan, atas belukar yang

berbatasan dengan tanahnya.

III. Hak menikmati hasil hak yang dapat diperoleh, baik

oleh warga persekutuan hukum sendiri maupun orang luar

dengan persetujuan para pemimpin persekutuan untuk

4

mengolah sebidang tanah selama satu atau beberapa kali

panen.

IV. Hak pakai

V. Hak menggarap

VI. Hak keuntungan jabatan hak seorang pamong desa atas

tanah jabatan yang ditunjuk untuknya dan yang berarti

bahwa ia boleh menikmati hasil dari tanah itu selama ia

memegang jabtannya. Maksudnya untuk menjamin

penghasilan para pejabat itu. Ia boleh mengerjakan

tanah jabatan namun tidak boleh menjualnya atau

menggadaikannya. Jika ia berhenti, tanah yang

bersangkutan kembali kepada hak purba. Bila tanah dalam

keadaan ditanami pada saat pergantian yang berhak

menikmati ialah ; bila tanaman masa penen masih lama,

yang menikmati ialah pejabat yang baru sedangkan bila

masa panen masih lama, yang menikmati ialah pejabat

lama sedangkan pejabat yang beru dapat menikmati

sebagian.

VII. Hak wenang beli hak seseorang lebih utama dari yang

lain untuk mendapat kesempatan membeli tanah

tetangganya dibandingkan dengan yang lain dengan harga

yang sama.

HUKUM PERHUTANGAN

Pada hukum adat, yang dimaksud dengan hukum perhutangan

ialah kaidah-kaidah yang mengatur hak-hak anggota persekutuan

5

atas benda-benda yang bukan tanah. Sebagai persekutuan ialah

sebagai keseluruhan tidak dapat melakukan tindakan-tindakan

yang akan menghalangi hak-hak perseorangan sepanjang hak-hak

itu menganai benda-benda yang bukan tanah. Dengan catatan,

apabila hak perseorangan itu akan digunakan untuk kepentingan

umum, maka persekutuan akan membayar ganti rugi.

Hak-hak perseorangan ini dapat berupa hak milik, namun

bukan atas tanah, sebab hukum adat itu sendiri mengenal yang

namanya asas pemisahan horizontal, yakni pada dasarnya hak

atas rumah, tanaman-tanaman terpisah dengan hak milik atas

tanah diatas mana rumah dan tanaman-tanaman itu berada. Asas

pemisahan horizontal ini dampaknya orang dapat mengadakan

transaksi atas tumah atau tanaman-tanaman, dengan catatanya

hanya atas rumah dan tanaman-tanaman dan segala sesuatu yang

ada di atas tanah, asalkan bukan tanahnya.

Transaksi sebagai akibat asas pemisahan horizontal ini di

Jawa dikenal dengan “Adol-Bedol” dan “Adol-Ngebregi”. Untuk Adol-

Bedol, yakni seseorang yang membeli rumah, maka rumah itu

harus dipindahkan dari atas tanah dimana rumah itu berada saar

dibeli. Hal ini menjadi penanda sekaligus alasan mengapa

dahulunya masyarakat hukum adat mendirikan rumah bisa yang

tidak permanen dan juga tidak menyatu dengan tanah, dengan

alasan agar mudah dipindahkan. Sedangkan untuk Adol-Ngebregi,

seseorang yang membeli rumah, ia akan menempati rumah itu di

atas tanah dimana rumah itu berada saat dibelinya, dengan kata

lain sipembeli tidak memindahkan rumah itu. Dalam suasana

6

hukum adat sering hak-hak atas rumah/ tanaman menimbulkan hak-

hak atas tanah, dicontohkan ; bila seseorang pergi

meninggalkan sebidang tana dengan menamainya, karena tanah

tersebut kurang subur.

Dari sisi hak ulayat, haknya atas tanah itu hilang tetapi

haknya atas tanaman-tanaman yang ia tanam tetap ada. Orang

yang menamai tanah pada prinsipnya adalah pemilik dari tanaman

yang ditanaminya. Prinsip ini merupakan titik tolak untuk

hubungan hukum dimana seorang menanami tanah orang lain, yang

dapat terjadi dengan cara :

1. Rechtmatig (tidak berlawanan dengan hukum) : dilakukan

dengan sepengetahuan pemilik tanah, berarti berdasarkan

perjanjian, karena itu hasil dari tanaman dibagi antara

pemilik tanah dan penanam, sesuai dengan perjanjian.

2. Pinjam Pakai – barang yang dipinjam, dikembalikan dengan

barang sejenis. Hutang tenaga- biasanya dibayar lagi

dengan tenaga. Hutang uang- biasanya dibayar dengan uang,

orang yang mempunyai hutang uang biasanya disebut

peminjam. Cara meminjamkan uang yaitu; meminjamkan uang

tanpa bunga dan meminjamkan uang dengan membayar bunga.

Contoh : batak, meminjam dengan bunga disebut- manganahi

sedangkan meminjam tanpa bunga disebut marsali.

Pada hukum adat dikenal bentuk jaminan utang seseorang, dimana

seseorang dibuat sebagai jaminan utang dari seseorang. Apabila

orang itu tidak membayar, maka orang yang menjamin itu dapat

7

dituntut. Bentuk lain dari perbuatan kredit perseorangan

dikenal dalam hukum adat :

1. Kempitan

2. Kempitan Kontrak Komisi

3. Kontrak Pemeliharaan

4. Alat Pengikat Tanda Yang Kelihata, disebut dengan panjer, kedua

belah pihak telah sepakat tentang sesuatu, salah satu

pihak akan menyerahkan sejumlah uang kepada pihak lain,

uang itu sebagai pengikat. Bila sipemberi panjer tidak

menepati janji maka panjer akan hilang, bila pihak yang

menerima panjer yang tidak melaksanakan kewajiban atau

prestasinya maka dia wajib mengembalikan panjer dan

biasanya ditambahi ganti rugi sebesar panjer kepada pihak

pemberi panjer. Tujuan panjer, agar para pihak

melaksanakan perbuatan tunai pada masa yang akan datang,

pada dunia kerja juga dikenal denga persekot, dalam

perkawinan disebut pertunangan (di minangkabatu :

paningset)

SISTEM HUKUM ADAT / STRUKTUR PERSEKUTUAN HUKUM ADAT

Untuk dapat memahami sistem hukum adat, terlebih dahulu

fahami sifat dan struktur susunan masyarakat dimana hukum adat

itu tumbuh.

Masyarakat itu sendiri terdiri dari kelompok-kelompok

dimana setiap anggotanya memiliki keyakinan bahwa tindakannya

8

tidak hanya akan membawa akibat pada dirinya sendiri saja,

melainkan juga akan dirasakan oleh anggota-anggota kelompok

lainnya. Tiap kelompok ini hidup dalam persekutuan, yang

dinamakan dengan persekutuan hukum. Persekutuan hukum itu

ialah sekelompok orang-orang yang terikat sebagai satu

kesatuan dalam suatu susunan yang teratur, bersifat abadi dan

memiliki pimpinan serta kekayaan baik berujud maupun tidak

berujud dan mendiami atau hidup di atas suatu wilayah

tertentu. Dinamakan persekutuan hukum sebab di dalam kelompok

itulah bangkitnya serta dibinanya kaidah-kaidah hukum adat

sebagai suatu endapan daripada kenyataan-kenyataan sosial,

dilain pihak karena kelompok-kelompok itu dalam hubungannya

antara satu dengan yang lain bersikap sebagai suatu kesatuan

dan juga hidup dalam suatu pergaulan hukum antar kelompok maka

kelompok-kelompok itu juga merupakan subjek hukum.

Ada beberapa persekutuan hukum adat, persekutuan ini

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ; faktor genealogis

(keturunan) dan faktor teritorial (wilayah). Dari kedua faktor

tersebut dapat dibedakan 3 (tiga) type persekutuan hukum adat,

yaitu ; persekutuan hukum genealogis, persekutuan hukum

teritorial dan persekutuan hukum genealogis teritorial.

i. Persekutuan Hukum Genealogis

Persekutuan hukum ini berdasarkan faktor pengikat

genealogis (keturunan) mengakibatkan anggota-anggotanya

merasa dilahirkan dan berasal dari nenek moyang yang

sama. Secara sistematis dapat dibedakan dalam dua macam

9

persekutuan genealogis ditambahkan satu bentuk khusus,

yaitu : masyarakat unilateral, masyarakat bilateral /

parental dan masyarakat alternerend / berganti-ganti.

a. Masyarakat Unilteral masyarakat yang mana anggota-

anggotanya menarik garis keturunan hanya dari satu

fihak saja, yaitu dari pihak laki-laki saja

(patrilineal) atau dari pihak ibu saja

(matrilineal).

Ciri-ciri masyarakat ini ; menarik garis keturunan

hanya dari satu pihak saja, masyarakatnya terbagi-

bagi dalam kelompok-kelompok yang disebut clan (sub-

clan), sistem perkawinan eksogami dan tiap kelompok

(clan) mempunyai harta pusaka yang tidak boleh

dibagi-bagi.

Masyarakat unilateral ini dapat dibedakan atas dua

macam dan satu bentuk khusus, yaitu: masyarakat

matrilineal, masyarakat patrilineal dan masyarakat

dubble unilateral.

1. Masyarakat Matrilineal masyarakat yang mana

anggota-anggotanya menarik garis keturunan dari

pihak ibu saja, terus-menerus hingga berakhir pada

satu kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari

satu keturunan yang sama. Contoh ; masyarakat

Minangkabau, Kerinci dann Semendo.

2. Masyarakat Patrilineal masyarakat dimana

anggota-anggotanya menarik garis keturunan dari

pihak laki-laki saja, terus-menerus ke atas hingga

10

berakhir pada suatu kepercayaan bahwa mereka semua

berasal dari satu bapak asal. Contoh ; masyarakat

Batak dan masyarakat Bali.

3. Masyarakat Dubble Unilateral masyarakat yang

menarik garis keturunan dari pihak ayah dan dari

pihak ibu yang dilakukan bersama-sama, berdasarkan

hal-hal tertentu. Contoh ; masyarakat di wilayah

timur bagian tengah. Caranya dilihat dari

pewarisan ; dalam pewarisan, benda-benda yang

berhubungan dengan kewanitaan diwariskan melalui

garis keibuan, sedang benda-benda yang ada sangkut

pautnya dengan kepriaan diwariskan melalui garis

ke bapaan. Maka, manifestasi dari bentuk dubble

unilateral terdapat pada pewarisan.

b. Masyarakat Bilateral / Parental masyarakat yang

anggota persekutuannya menarik garis keturunan, baik

melalui ayah maupun melalui ibu. Garis keturunannya

ditarik melalui orang tua (parental). Bentuk

perkawinannya bebas, artinya tidak terikat pada

keharusan exogami ataupun endogami . masyarakat ini

terdiri dari ;

1. masyarakat bilateral yang bersandikan kesatuan

rumah tangga (Gozins). Titik berat dari masyarakat

itu terletak pada rumah tangga. Contoh ; terdapat

di Jawa dan Madura

2. Masyarakat bilateral yang bersendikan pada rumpun-

rumpun (trible)titik berat dari masyarakat ini

11

terletak pada rumpun. Contoh ; terdapat pada

orang-orang dayak di Kalimantan. Pada masyarakat

ini dianjurkan untuk mengadakan perkawinan secara

endogami.

c. Masyarakat Alternerend masyarakat dimana garis

keturunan seseorang, ditarik berganti-ganti sesuai

dengan bentuk perkawinan yang dilakukan oleh orang

tuanya. Dengan kata lain, bila perkawinan orang

tuanya dilakukan dengan menurut hukum keibuan atau

kawin semenda, maka anak yang lahir dari perkawinan

ini menarik garis keturunan melalui ibu. Dan bila

perkawinan dilakukan anak menurut hukum kebapaan

atau kawin jujur, maka keturunan dari perkawinan ini

menarik garis keturunan melalui kebapaan. Contoh

masyarakat Rejang di Sumatera Selatan.

Ada kemungkinan putus, namun untuk

menghindarkannya :

1. Untuk perkawinan kebapaan, dapat diadakan

perkawinan yang menyimpang yaitu semendo, dimana

laki-laki didatangkan.

2. Kalau anak hanya satu (mungkin keturunan akan

hapus), untuk mencegahnya dapat dilakukan

perkawinan semendo rajo-rajo, menarik garis

keturunan dari kedua belah pihak atau orang tua.

NB : di Indonesia hanya ada beberapa daerah yang

berdasarkan pertalian genealogis semata, yaitu :

12

orang Gayo di Aceh dan orang-orang rubian di

Lampung. Tapi pertalian ini lama kelamaan

dipengaruhi oleh ikatan teritorial. Jadi umumnya

masyarakat atau persekutuan hukum genealogis murni

tidak ada.

ii. Persekutuan Hukum Teritorial

Persekutuan yang mana anggota-anggotanya merasa terikat

satu dengan yang lainnya karena merasa dilahirkan dan

menjalani kehidupan bersaman di tempat yang sama.

Persekutuan ini terdiri dari tiga jenis, yaitu ;

persekutuan desa, persekutuan daerah dan perserikatan

desa-desa.

a. Persekutuan desa segolongan orang yang terikat

pada suatu tempat kediaman kecil yang meliputi

perkampungan-perkampungan agak jauh dari pusat

kediaman dan dimana pemimpin atau pejabat-pejabat

pimpinan pergaulan hidup itu bertempat tinggal.

b. Persekutuan daerah kesatuan dari beberapa tempat

kediaman yang masing-masing tempat kediaman itu

mempunyai pimpinan sendiri-sendiri yang sejenis dan

sederajat, tapi tempat kediaman itu merupakan bagian

dari satu kesatuan yang meliputi bagian-bagian tadi

dimana kesatuan yang lebih besar ini mempunyai hak

ulayat, terhadap tanah yang belum dibuka yang

terletak antara tanah-tanah tempat kediaman itu

tadi. Contoh ; Huria di Tapanuli, yang merupakan

13

satu kesatuan bagiannya disebut Huta, Huta itu

sendiri mempunyai pimpinan sendiri-sendiri, yakni

setiap huta mempunyai pimpinan masing-masing.

c. Perserikatan desa-desa gabungan-gabunga dari

beberapa persekutuan desa, mereka mengadakan

permufakatan untuk melakukan kerja sama bagi

kepentingan bersama, untuk melakukan keperluan

bersama, diadakan suatu badan pengurus yang terdiri

dari pengurus-pengurus persekutuan desa. Contoh ;

Subak di Bali. Anggota-anggotanya dapat meninggalkan

tempat tinggalnya tanpa kehilangan keanggotaan dari

persekutuan hukum tersebut. Sedangkan orang luar

yang masuk persekutuan tidak dengan sendirinya jadi

teman segolongan. Ia baru diterima menjadi anggota

segolongan setelah melalui upacara-upacara menurut

hukum adat.

iii. Persekutuan Hukum Genealogis Terotorial

Perskutuan hukum dimana faktor genealogis maupun

faktor teritorial menjadi dasar pengikat antara

anggota-anggota kelompok. Artinya seseorang yang

menjadi anggota persekutuan hukum, disamping ditentukan

oleh keturunan, juga ditentukan oleh wilayah yakni

harus bertempat tinggal pada daerah yang sama. Pada

persekutuan ini, golongan yang mempunyai keturunan yang

sama yang bertempat tinggal di daerah itu, terputus

pertalian hubungan hukumnya dengan teman-temannya

seketurunan di tempat lain.

14

Contoh ;

1. Daerah yang didiami satu clan saja (di Enggano,

Buru).

2. Daerah yang didiami satu clan asli dan pendatang

karena adanya hubungan perkawinan ( di Tapanuli).

3. Daerah yang didiami satu clan saja, kemudian datang

clan lain menguasai , namun untuk tanah tetap

dikuasai oleh clan asli (Sumba).

4. Dalam satu daerah antara golongan yang menampung dan

yang berkuasa tidak ada perbedaan (Nagari di

Minangkabau).

5. Dalam satu daerah bertempat tinggal beberapa clan

(Jawa).

PATRILINEAL

1 2 3 4

5 6 7 8 9 10 11 12

13 14 15 16 17 19

= LAKI-LAKI

= PEREMPUAN

15

1

Yang digaris merah keluar dari klan nya, masuk ke klan suaminya, namun tidak menjadi anggota suaminya.

MATRILINEAL

1 2 3 4

5 6 7 8 9

10 11

12 13 14 15 16 17 18

19 20

= Laki-laki

= Perempuan Keturunan mengikuri garis keturunan ibu

PENGARUH FAKTOR SOSIOLOGIS TERHADAP PERUBAHAN GARIS KETURUNANDALAM MASYARAKAT ADAT

16

Sepanjang jalan hidupnya masyarakat pasti mengalami perubahan-

perubahan. Perubahan itu dapat kita lihat ketika kita

membandingkannya dengan keadaan kehidupan manusia itu sendiri

dari masa ke masa. Begitu juga hal ini pada adat manusia itu

sendiri, dari masa ke masa perubahan garis keturunan hukum

adat dari unilateral ke arah bilateral. Perubahan-perubahan

ini tidak terjadi begitu saja, melainkan karena oleh faktor-

faktor tertentu yang mendukug perubahan itu, seperti ; faktor

pendidikan, faktor perantauan, faktor ekonomi

(industrialisasi, teknologi, modernisasi), revolusi, faktor

ideologi, faktor islam dan faktor politik.

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM PERUNDANG-UNDANGAN

i. UUD Tahun 1945, pada UUD ini tidak ada satu pasalpun

yang memuat dasar berlakunya hukum adat. Hanya menurut

peraturan peralihan pasal II UUD “segala badan negara

dan peraturan yang ada, masih langsung berlakuo selama

belum diadakan yang baru menurut UUD ini”.

ii. UUDS 1950, pasal 104 “segala keputusan pengadilan harus

berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman

menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan-aturan

hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu”.

iii. UU No 1 dr Tahun 1951, dengan undang-undang ini hukum

adat diakui namun dapat dikesampingkan bila menurut

hakim hukumadat tidak selaras dengan zaman yang

senantiasa berubah. Dengan kata lain, hakim memberikan

17

hukuman berdasarkan kesalahan orang tersebut. Adat yang

realisasinya beru terlaksana secara keseluruhan pada

tahun 1970 yaitu dengan ditetapkannya penghapusan

pengadilan adat Irian Jaya. eksistensi peradilan adat

masih diakui sepanjang menurut hukum yang hidup

merupakan suatu bagian hukum tersendiri dari operadilan

adat. Kedudukan hukum pidana adat dengan berlakunya

KUHP secara unifikasi untuk seluruh golongan penduduk

tempatnya menjadi terdesak dsan dengan sistem

legislastis dari KUHP tersebut boleh dikatakan tidak

ada tempat lagi bagi hukum pidana adat, namun masih

diberikan suatu keonggaran “Untuk Sementara Waktu”

diakui namun harus tetap disesuaikan dengan apa yang

telah dirumuskan dalam KUHP.

iv. UU No. 5 Tahun 1960, UUPA mengakui hak ulayat sepanjang

dalam kenyataannya masih ada. Hukum adat dalam lapangan

keagrariaan, diberikan pembatan yaitu tidak boleh

bertentangan dengan kepentinfan nasionalisme negara

yang berdasarkan persatuan bangsa, tidak boleh

bertentangan dengan nasionalisme Indonesia, tidak boleh

bertentangan dengan ketentuan dalam UUPA dan tidak

boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan

perundangan lainnya.

v. UU No. 5 Tahun 1967, hukum adat mendapat pengakuan yang

kurang begitu menyenangkan “pelaksanaan hak-hak

masyarakat adat, hukum adat dan anggota-anggota serta

hak-hak perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari

18

hukumadat baik langsung maupun tidak langsung yang

didasarkan atas suatu peraturan sepanjang menurut

kenyataannya masih ada, tidak boleh mengganggu

tercapainya tujuan-tujuan yang dimaksud dalam undang-

undan ini”. Ketentuan ini Membatasi hukum adat karena

timbulnya dari anggapan bahwa suasana hukum adat dapat

menimbulkan perusakan hutan. Batasan-batasannya sebagai

berikut ;

- Hak-hak masyarakat hukum adat dan anggota-anggotanya

untuk memungut hasil hutan yang didasarkan atas

suatu peraturan hukum adat sepanjang menurut

kenyataannya masih ada, pelaksanaannya perlu untuk

ditertibkan sehingga tidak mengganggu pelaksanaan-

pelaksanaan pengusahaan hutan.

- Pelaksanaan tersebut di atas harus seizin pemegang

hak tersebut di atas yang diatur dengan suatu tata

tertib sebagai hasil musyawarah anatara pemegang hak

dan masyarakat hukum adat dengan bimbingan dan

pengawasan dinas khutanan.

- Demi keselamatan umum dalam areal hutan yang sedang

dikerjakan dalam rangka pengusahaan hutan,

pelaksanaan hak-hak rakyat untuk memungut hasil

hutan dibekukan.

vi. UU No. 14 Tahun 1970, ditegaskan semua peradilan di

seluruh wilayah RI adalah peradilan negara dan akan

ditetapkan dengan UU. Maka dengan begitu tidak akan ada

lagi suatu peradilan adat. Kedudukan hukum adat tetap

19

diakui, hanya pelaksanaannya dilakukan oleh badan

peradilan negara tersebut. Hukum tidak tertulis setara

dengan hukum tertulis, kemudian dipertegas bahwa hakim

sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup

dalam masyarakat.

vii. UU No.5 Tahun 1979, hukum adat hampir tidak

diperhatikan sama sekali. Kedudukan pemerintahan desa

sejauh mungkin diseragamkan dengan mengindahkan

keragaman keadaan desa dan ketentuan adat istiadat yang

masih berlaku.

20