Hukum Adat, Hukum Tanah, Hukum Perhutangan, Sistem Hukum Adat / Struktur Persekutuan Hukum Adat,...
Transcript of Hukum Adat, Hukum Tanah, Hukum Perhutangan, Sistem Hukum Adat / Struktur Persekutuan Hukum Adat,...
HUKUM TANAH
Tanah merupakan salah satu unsur terpenting dalam
pembentukan bumi ini, tanah juga merupakan unsur manusia itu
mampu mencari kehidupan, dirasa tanpa tanah manusia tidak
dapat hidup. Bisa disebut tanah memegang peran vital dalam
kehidupan dan penghidupan manusia. Berbicara tanah, benda yang
satu ini sangat sensitive, dikatakan sensitive karena banyak
yang berebut untuk mendapatkan tanah yang luas, tanah adalah
objek yang rawan akan permasalahan, bahkan tidak jarang
permasalahan itu menimbulkan nyawa hilang.
Manusia itu sesungguhnya tidak dapat hidup sendiri,
sehingga muncullah yang namanya negara, suatu negara terbentuk
tidak jarang karena adanya kedekatan wilayah, dimana salah
satu unsur wilayan itu ialah tanah, bahkan suatu negara mampu
pecah atau bahkan terjajah oleh karena masalah tanah. Tanah
pada suatu negara demokrasi seperti Indonesia, yang rakyatnya
berhasrat melaksanakan demokrasi, yang berkeadilan sosial,
pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan campur tangan penguasa,
cq yang kompeten dalam urusan tanah, sedangkan dalam
lingkungan hukum adat, campur tangan ini dilakukan oleh kepala
berbagai persekutuan hukum.
Uraian tentang hukum tanah harus diawali dengan ilustrasi
persekutuan hukum, sebab hak-hak perorangan dalam persekutuan
tersebut dapat juga dipandang sebagai pelaksanaan dari hukum
tanah itu oleh masing-masing anggota persekutuan. Hak-hak
1
persekutuan dan hak-hak perorangan setiap anggotanya saling
mempengaruhi.
Hak persekutuan disebut juga hak purba, yang dimaksud
dengan hak purba adalah hak yang dipunyai oleh suatu suku,
sebuah serikat desa-desa atau biasanya oleh sebuah desa saja
untuk menguasai seluruh tanah seisinya dalam lingkungan
wilayahnya.
Ciri-ciri hak purba (di luar jawa)
1. Hanya persekutuan itu sendiri dan warganya saja yang
berhak bebas mempergunakan tanah-tanah liar di wilayah
kekuasaannya. hubungan hak purba dengan hak perorangan,
yaitu semakin maju dan bebas penduduk dalam usaha-usaha
pertaniannya, semakin lemahlah hak purba itu dengan
sendirinya. Jika hak purba sudah lemah, dengan sendirnya
hak perorangan akan berkembang dengan pesatnya.
Dirimuskan, hak purba dengan hak perorangan itu
bersangkut paut dalam hubungan kempis-mengembang, desak-
mendesak, batas-membatasi, mulur mungkret tiada henti,
dimana hak purba kuat, disitu hak perorangan lemah;
demikian sebaliknya.
2. Oran luar hanya boleh mempergunakan tanah itu dengan izin
penguasa persekutuan tersebut, tanpa izin ia dianggap
melakukan pelanggaran. dalam artian, pendatang yang
hendak menggunakan tanah harus membayar uang pemasukan
sebagai bukti ia orang asing. Ia hanya dianggap sebagai
penumpang, sehingga hak yang diperolehnya tidak sama
2
dengan hak warga asli. Walaupun telah lama tinggal dan
mendapat hak-hak yang lebih kuat menyerupai hak warga
asli, namun hak ini akan hilang apabila orang asing
ttersebut meninggalkan tempat kediamannya, haknya kembali
menjadi orang asing.
3. Warga persekutuan boleh mengambil manfaat dari wilayah
hak purba dengan restriksi (pembatasan), yaitu hanya untuk
kepentingan keluarganya sendiri, jika untuk kepentingan
orang asing, harus mendapat izin lebih dahulu. Orang
asing hanya diperkenankan mengambil manfaat dari wilayah
hak purba dengan izin kepala persekutuan.
4. Persekutuan hukum bertanggung jawab atas segala hal yang
terjadi dalam wilayahnya, terutama yang berupa tindakan
melawan hukum, yang merupakan delik. mengenai tempat
terjadinya peristiwa, sikap persekutuan hukum keluar,
adanya rasa tanggung jawab bersama atas segala sesuatu
yang terjadi dalam lingkungan tanah purba tersebut. Jika
terjadi di tapal batas wilayah, maka persekutuan hukum
yang berhak atas tanah tempat kejadian itu boleh
membebaskan diri dari tanggung jawabnya, asalkan
persekutuan tersebut melepaskan hak-haknya atas sebidang
tanah yang bersangkutan. Disamping pertangguna jawaban
itu adapula pertanggungjawaban lain yaitu,
pertanggungjawaban segolongan sanak saudara atas tindakan
salah seorang anggotanya.
5. Hak purba tidak dapat dilepaskan, dipindah-tangankan
diasingkan untuk selamanya.
3
6. Hak purba juga meliputi tanah yang sudah digarap yang
sudah diliputi oleh hak perorangan. lamah kuatnya hak
purba, hak purba lemah tampak pada transaksi tanah
pertanian (jual-beli), hak purba kuat dalam pencabutan
hak tanpa ganti kerugian (pada tanah yang ditinggalkan,
pada tanah warga desa yang berpindah ke tempat lain, pada
tanah pemiliknya meninggal dengan tiada ahli warisnya.
Hak perorangan pada hak purba hak perorangan ialah suatu hak
yang diberikan kepada warga desa ataupun orang luar atas
sebidang tanah yang berada di wilayah hak purba persekutuan
hukum yang bersangkutan.
Jenis hak perorangan ialah ;
I. Hak milik hak terkuat, tidak dapat disangkal
kebenarannya kecuali ada bukti lain yang kuat untuk
dapat menyangkalnya. Cara memperoleh hak ini ialah
dengan membuka hutan, dengan mewaris tanah, dengan
penerimaan (pembelian, penukaran, hadiah) dan karena
daluwarsa.
II. Hak wenang pilih hak yang diperoleh seseorang yang
utama dibandingkan yang lainnya, misalnya atas tanah
yang dipilih oleh orang tersebut atas tanah yang telah
diberinya tanda-tanda larangan, atas belukar yang
berbatasan dengan tanahnya.
III. Hak menikmati hasil hak yang dapat diperoleh, baik
oleh warga persekutuan hukum sendiri maupun orang luar
dengan persetujuan para pemimpin persekutuan untuk
4
mengolah sebidang tanah selama satu atau beberapa kali
panen.
IV. Hak pakai
V. Hak menggarap
VI. Hak keuntungan jabatan hak seorang pamong desa atas
tanah jabatan yang ditunjuk untuknya dan yang berarti
bahwa ia boleh menikmati hasil dari tanah itu selama ia
memegang jabtannya. Maksudnya untuk menjamin
penghasilan para pejabat itu. Ia boleh mengerjakan
tanah jabatan namun tidak boleh menjualnya atau
menggadaikannya. Jika ia berhenti, tanah yang
bersangkutan kembali kepada hak purba. Bila tanah dalam
keadaan ditanami pada saat pergantian yang berhak
menikmati ialah ; bila tanaman masa penen masih lama,
yang menikmati ialah pejabat yang baru sedangkan bila
masa panen masih lama, yang menikmati ialah pejabat
lama sedangkan pejabat yang beru dapat menikmati
sebagian.
VII. Hak wenang beli hak seseorang lebih utama dari yang
lain untuk mendapat kesempatan membeli tanah
tetangganya dibandingkan dengan yang lain dengan harga
yang sama.
HUKUM PERHUTANGAN
Pada hukum adat, yang dimaksud dengan hukum perhutangan
ialah kaidah-kaidah yang mengatur hak-hak anggota persekutuan
5
atas benda-benda yang bukan tanah. Sebagai persekutuan ialah
sebagai keseluruhan tidak dapat melakukan tindakan-tindakan
yang akan menghalangi hak-hak perseorangan sepanjang hak-hak
itu menganai benda-benda yang bukan tanah. Dengan catatan,
apabila hak perseorangan itu akan digunakan untuk kepentingan
umum, maka persekutuan akan membayar ganti rugi.
Hak-hak perseorangan ini dapat berupa hak milik, namun
bukan atas tanah, sebab hukum adat itu sendiri mengenal yang
namanya asas pemisahan horizontal, yakni pada dasarnya hak
atas rumah, tanaman-tanaman terpisah dengan hak milik atas
tanah diatas mana rumah dan tanaman-tanaman itu berada. Asas
pemisahan horizontal ini dampaknya orang dapat mengadakan
transaksi atas tumah atau tanaman-tanaman, dengan catatanya
hanya atas rumah dan tanaman-tanaman dan segala sesuatu yang
ada di atas tanah, asalkan bukan tanahnya.
Transaksi sebagai akibat asas pemisahan horizontal ini di
Jawa dikenal dengan “Adol-Bedol” dan “Adol-Ngebregi”. Untuk Adol-
Bedol, yakni seseorang yang membeli rumah, maka rumah itu
harus dipindahkan dari atas tanah dimana rumah itu berada saar
dibeli. Hal ini menjadi penanda sekaligus alasan mengapa
dahulunya masyarakat hukum adat mendirikan rumah bisa yang
tidak permanen dan juga tidak menyatu dengan tanah, dengan
alasan agar mudah dipindahkan. Sedangkan untuk Adol-Ngebregi,
seseorang yang membeli rumah, ia akan menempati rumah itu di
atas tanah dimana rumah itu berada saat dibelinya, dengan kata
lain sipembeli tidak memindahkan rumah itu. Dalam suasana
6
hukum adat sering hak-hak atas rumah/ tanaman menimbulkan hak-
hak atas tanah, dicontohkan ; bila seseorang pergi
meninggalkan sebidang tana dengan menamainya, karena tanah
tersebut kurang subur.
Dari sisi hak ulayat, haknya atas tanah itu hilang tetapi
haknya atas tanaman-tanaman yang ia tanam tetap ada. Orang
yang menamai tanah pada prinsipnya adalah pemilik dari tanaman
yang ditanaminya. Prinsip ini merupakan titik tolak untuk
hubungan hukum dimana seorang menanami tanah orang lain, yang
dapat terjadi dengan cara :
1. Rechtmatig (tidak berlawanan dengan hukum) : dilakukan
dengan sepengetahuan pemilik tanah, berarti berdasarkan
perjanjian, karena itu hasil dari tanaman dibagi antara
pemilik tanah dan penanam, sesuai dengan perjanjian.
2. Pinjam Pakai – barang yang dipinjam, dikembalikan dengan
barang sejenis. Hutang tenaga- biasanya dibayar lagi
dengan tenaga. Hutang uang- biasanya dibayar dengan uang,
orang yang mempunyai hutang uang biasanya disebut
peminjam. Cara meminjamkan uang yaitu; meminjamkan uang
tanpa bunga dan meminjamkan uang dengan membayar bunga.
Contoh : batak, meminjam dengan bunga disebut- manganahi
sedangkan meminjam tanpa bunga disebut marsali.
Pada hukum adat dikenal bentuk jaminan utang seseorang, dimana
seseorang dibuat sebagai jaminan utang dari seseorang. Apabila
orang itu tidak membayar, maka orang yang menjamin itu dapat
7
dituntut. Bentuk lain dari perbuatan kredit perseorangan
dikenal dalam hukum adat :
1. Kempitan
2. Kempitan Kontrak Komisi
3. Kontrak Pemeliharaan
4. Alat Pengikat Tanda Yang Kelihata, disebut dengan panjer, kedua
belah pihak telah sepakat tentang sesuatu, salah satu
pihak akan menyerahkan sejumlah uang kepada pihak lain,
uang itu sebagai pengikat. Bila sipemberi panjer tidak
menepati janji maka panjer akan hilang, bila pihak yang
menerima panjer yang tidak melaksanakan kewajiban atau
prestasinya maka dia wajib mengembalikan panjer dan
biasanya ditambahi ganti rugi sebesar panjer kepada pihak
pemberi panjer. Tujuan panjer, agar para pihak
melaksanakan perbuatan tunai pada masa yang akan datang,
pada dunia kerja juga dikenal denga persekot, dalam
perkawinan disebut pertunangan (di minangkabatu :
paningset)
SISTEM HUKUM ADAT / STRUKTUR PERSEKUTUAN HUKUM ADAT
Untuk dapat memahami sistem hukum adat, terlebih dahulu
fahami sifat dan struktur susunan masyarakat dimana hukum adat
itu tumbuh.
Masyarakat itu sendiri terdiri dari kelompok-kelompok
dimana setiap anggotanya memiliki keyakinan bahwa tindakannya
8
tidak hanya akan membawa akibat pada dirinya sendiri saja,
melainkan juga akan dirasakan oleh anggota-anggota kelompok
lainnya. Tiap kelompok ini hidup dalam persekutuan, yang
dinamakan dengan persekutuan hukum. Persekutuan hukum itu
ialah sekelompok orang-orang yang terikat sebagai satu
kesatuan dalam suatu susunan yang teratur, bersifat abadi dan
memiliki pimpinan serta kekayaan baik berujud maupun tidak
berujud dan mendiami atau hidup di atas suatu wilayah
tertentu. Dinamakan persekutuan hukum sebab di dalam kelompok
itulah bangkitnya serta dibinanya kaidah-kaidah hukum adat
sebagai suatu endapan daripada kenyataan-kenyataan sosial,
dilain pihak karena kelompok-kelompok itu dalam hubungannya
antara satu dengan yang lain bersikap sebagai suatu kesatuan
dan juga hidup dalam suatu pergaulan hukum antar kelompok maka
kelompok-kelompok itu juga merupakan subjek hukum.
Ada beberapa persekutuan hukum adat, persekutuan ini
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ; faktor genealogis
(keturunan) dan faktor teritorial (wilayah). Dari kedua faktor
tersebut dapat dibedakan 3 (tiga) type persekutuan hukum adat,
yaitu ; persekutuan hukum genealogis, persekutuan hukum
teritorial dan persekutuan hukum genealogis teritorial.
i. Persekutuan Hukum Genealogis
Persekutuan hukum ini berdasarkan faktor pengikat
genealogis (keturunan) mengakibatkan anggota-anggotanya
merasa dilahirkan dan berasal dari nenek moyang yang
sama. Secara sistematis dapat dibedakan dalam dua macam
9
persekutuan genealogis ditambahkan satu bentuk khusus,
yaitu : masyarakat unilateral, masyarakat bilateral /
parental dan masyarakat alternerend / berganti-ganti.
a. Masyarakat Unilteral masyarakat yang mana anggota-
anggotanya menarik garis keturunan hanya dari satu
fihak saja, yaitu dari pihak laki-laki saja
(patrilineal) atau dari pihak ibu saja
(matrilineal).
Ciri-ciri masyarakat ini ; menarik garis keturunan
hanya dari satu pihak saja, masyarakatnya terbagi-
bagi dalam kelompok-kelompok yang disebut clan (sub-
clan), sistem perkawinan eksogami dan tiap kelompok
(clan) mempunyai harta pusaka yang tidak boleh
dibagi-bagi.
Masyarakat unilateral ini dapat dibedakan atas dua
macam dan satu bentuk khusus, yaitu: masyarakat
matrilineal, masyarakat patrilineal dan masyarakat
dubble unilateral.
1. Masyarakat Matrilineal masyarakat yang mana
anggota-anggotanya menarik garis keturunan dari
pihak ibu saja, terus-menerus hingga berakhir pada
satu kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari
satu keturunan yang sama. Contoh ; masyarakat
Minangkabau, Kerinci dann Semendo.
2. Masyarakat Patrilineal masyarakat dimana
anggota-anggotanya menarik garis keturunan dari
pihak laki-laki saja, terus-menerus ke atas hingga
10
berakhir pada suatu kepercayaan bahwa mereka semua
berasal dari satu bapak asal. Contoh ; masyarakat
Batak dan masyarakat Bali.
3. Masyarakat Dubble Unilateral masyarakat yang
menarik garis keturunan dari pihak ayah dan dari
pihak ibu yang dilakukan bersama-sama, berdasarkan
hal-hal tertentu. Contoh ; masyarakat di wilayah
timur bagian tengah. Caranya dilihat dari
pewarisan ; dalam pewarisan, benda-benda yang
berhubungan dengan kewanitaan diwariskan melalui
garis keibuan, sedang benda-benda yang ada sangkut
pautnya dengan kepriaan diwariskan melalui garis
ke bapaan. Maka, manifestasi dari bentuk dubble
unilateral terdapat pada pewarisan.
b. Masyarakat Bilateral / Parental masyarakat yang
anggota persekutuannya menarik garis keturunan, baik
melalui ayah maupun melalui ibu. Garis keturunannya
ditarik melalui orang tua (parental). Bentuk
perkawinannya bebas, artinya tidak terikat pada
keharusan exogami ataupun endogami . masyarakat ini
terdiri dari ;
1. masyarakat bilateral yang bersandikan kesatuan
rumah tangga (Gozins). Titik berat dari masyarakat
itu terletak pada rumah tangga. Contoh ; terdapat
di Jawa dan Madura
2. Masyarakat bilateral yang bersendikan pada rumpun-
rumpun (trible)titik berat dari masyarakat ini
11
terletak pada rumpun. Contoh ; terdapat pada
orang-orang dayak di Kalimantan. Pada masyarakat
ini dianjurkan untuk mengadakan perkawinan secara
endogami.
c. Masyarakat Alternerend masyarakat dimana garis
keturunan seseorang, ditarik berganti-ganti sesuai
dengan bentuk perkawinan yang dilakukan oleh orang
tuanya. Dengan kata lain, bila perkawinan orang
tuanya dilakukan dengan menurut hukum keibuan atau
kawin semenda, maka anak yang lahir dari perkawinan
ini menarik garis keturunan melalui ibu. Dan bila
perkawinan dilakukan anak menurut hukum kebapaan
atau kawin jujur, maka keturunan dari perkawinan ini
menarik garis keturunan melalui kebapaan. Contoh
masyarakat Rejang di Sumatera Selatan.
Ada kemungkinan putus, namun untuk
menghindarkannya :
1. Untuk perkawinan kebapaan, dapat diadakan
perkawinan yang menyimpang yaitu semendo, dimana
laki-laki didatangkan.
2. Kalau anak hanya satu (mungkin keturunan akan
hapus), untuk mencegahnya dapat dilakukan
perkawinan semendo rajo-rajo, menarik garis
keturunan dari kedua belah pihak atau orang tua.
NB : di Indonesia hanya ada beberapa daerah yang
berdasarkan pertalian genealogis semata, yaitu :
12
orang Gayo di Aceh dan orang-orang rubian di
Lampung. Tapi pertalian ini lama kelamaan
dipengaruhi oleh ikatan teritorial. Jadi umumnya
masyarakat atau persekutuan hukum genealogis murni
tidak ada.
ii. Persekutuan Hukum Teritorial
Persekutuan yang mana anggota-anggotanya merasa terikat
satu dengan yang lainnya karena merasa dilahirkan dan
menjalani kehidupan bersaman di tempat yang sama.
Persekutuan ini terdiri dari tiga jenis, yaitu ;
persekutuan desa, persekutuan daerah dan perserikatan
desa-desa.
a. Persekutuan desa segolongan orang yang terikat
pada suatu tempat kediaman kecil yang meliputi
perkampungan-perkampungan agak jauh dari pusat
kediaman dan dimana pemimpin atau pejabat-pejabat
pimpinan pergaulan hidup itu bertempat tinggal.
b. Persekutuan daerah kesatuan dari beberapa tempat
kediaman yang masing-masing tempat kediaman itu
mempunyai pimpinan sendiri-sendiri yang sejenis dan
sederajat, tapi tempat kediaman itu merupakan bagian
dari satu kesatuan yang meliputi bagian-bagian tadi
dimana kesatuan yang lebih besar ini mempunyai hak
ulayat, terhadap tanah yang belum dibuka yang
terletak antara tanah-tanah tempat kediaman itu
tadi. Contoh ; Huria di Tapanuli, yang merupakan
13
satu kesatuan bagiannya disebut Huta, Huta itu
sendiri mempunyai pimpinan sendiri-sendiri, yakni
setiap huta mempunyai pimpinan masing-masing.
c. Perserikatan desa-desa gabungan-gabunga dari
beberapa persekutuan desa, mereka mengadakan
permufakatan untuk melakukan kerja sama bagi
kepentingan bersama, untuk melakukan keperluan
bersama, diadakan suatu badan pengurus yang terdiri
dari pengurus-pengurus persekutuan desa. Contoh ;
Subak di Bali. Anggota-anggotanya dapat meninggalkan
tempat tinggalnya tanpa kehilangan keanggotaan dari
persekutuan hukum tersebut. Sedangkan orang luar
yang masuk persekutuan tidak dengan sendirinya jadi
teman segolongan. Ia baru diterima menjadi anggota
segolongan setelah melalui upacara-upacara menurut
hukum adat.
iii. Persekutuan Hukum Genealogis Terotorial
Perskutuan hukum dimana faktor genealogis maupun
faktor teritorial menjadi dasar pengikat antara
anggota-anggota kelompok. Artinya seseorang yang
menjadi anggota persekutuan hukum, disamping ditentukan
oleh keturunan, juga ditentukan oleh wilayah yakni
harus bertempat tinggal pada daerah yang sama. Pada
persekutuan ini, golongan yang mempunyai keturunan yang
sama yang bertempat tinggal di daerah itu, terputus
pertalian hubungan hukumnya dengan teman-temannya
seketurunan di tempat lain.
14
Contoh ;
1. Daerah yang didiami satu clan saja (di Enggano,
Buru).
2. Daerah yang didiami satu clan asli dan pendatang
karena adanya hubungan perkawinan ( di Tapanuli).
3. Daerah yang didiami satu clan saja, kemudian datang
clan lain menguasai , namun untuk tanah tetap
dikuasai oleh clan asli (Sumba).
4. Dalam satu daerah antara golongan yang menampung dan
yang berkuasa tidak ada perbedaan (Nagari di
Minangkabau).
5. Dalam satu daerah bertempat tinggal beberapa clan
(Jawa).
PATRILINEAL
1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 19
= LAKI-LAKI
= PEREMPUAN
15
1
Yang digaris merah keluar dari klan nya, masuk ke klan suaminya, namun tidak menjadi anggota suaminya.
MATRILINEAL
1 2 3 4
5 6 7 8 9
10 11
12 13 14 15 16 17 18
19 20
= Laki-laki
= Perempuan Keturunan mengikuri garis keturunan ibu
PENGARUH FAKTOR SOSIOLOGIS TERHADAP PERUBAHAN GARIS KETURUNANDALAM MASYARAKAT ADAT
16
Sepanjang jalan hidupnya masyarakat pasti mengalami perubahan-
perubahan. Perubahan itu dapat kita lihat ketika kita
membandingkannya dengan keadaan kehidupan manusia itu sendiri
dari masa ke masa. Begitu juga hal ini pada adat manusia itu
sendiri, dari masa ke masa perubahan garis keturunan hukum
adat dari unilateral ke arah bilateral. Perubahan-perubahan
ini tidak terjadi begitu saja, melainkan karena oleh faktor-
faktor tertentu yang mendukug perubahan itu, seperti ; faktor
pendidikan, faktor perantauan, faktor ekonomi
(industrialisasi, teknologi, modernisasi), revolusi, faktor
ideologi, faktor islam dan faktor politik.
KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
i. UUD Tahun 1945, pada UUD ini tidak ada satu pasalpun
yang memuat dasar berlakunya hukum adat. Hanya menurut
peraturan peralihan pasal II UUD “segala badan negara
dan peraturan yang ada, masih langsung berlakuo selama
belum diadakan yang baru menurut UUD ini”.
ii. UUDS 1950, pasal 104 “segala keputusan pengadilan harus
berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman
menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan-aturan
hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu”.
iii. UU No 1 dr Tahun 1951, dengan undang-undang ini hukum
adat diakui namun dapat dikesampingkan bila menurut
hakim hukumadat tidak selaras dengan zaman yang
senantiasa berubah. Dengan kata lain, hakim memberikan
17
hukuman berdasarkan kesalahan orang tersebut. Adat yang
realisasinya beru terlaksana secara keseluruhan pada
tahun 1970 yaitu dengan ditetapkannya penghapusan
pengadilan adat Irian Jaya. eksistensi peradilan adat
masih diakui sepanjang menurut hukum yang hidup
merupakan suatu bagian hukum tersendiri dari operadilan
adat. Kedudukan hukum pidana adat dengan berlakunya
KUHP secara unifikasi untuk seluruh golongan penduduk
tempatnya menjadi terdesak dsan dengan sistem
legislastis dari KUHP tersebut boleh dikatakan tidak
ada tempat lagi bagi hukum pidana adat, namun masih
diberikan suatu keonggaran “Untuk Sementara Waktu”
diakui namun harus tetap disesuaikan dengan apa yang
telah dirumuskan dalam KUHP.
iv. UU No. 5 Tahun 1960, UUPA mengakui hak ulayat sepanjang
dalam kenyataannya masih ada. Hukum adat dalam lapangan
keagrariaan, diberikan pembatan yaitu tidak boleh
bertentangan dengan kepentinfan nasionalisme negara
yang berdasarkan persatuan bangsa, tidak boleh
bertentangan dengan nasionalisme Indonesia, tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan dalam UUPA dan tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
perundangan lainnya.
v. UU No. 5 Tahun 1967, hukum adat mendapat pengakuan yang
kurang begitu menyenangkan “pelaksanaan hak-hak
masyarakat adat, hukum adat dan anggota-anggota serta
hak-hak perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari
18
hukumadat baik langsung maupun tidak langsung yang
didasarkan atas suatu peraturan sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, tidak boleh mengganggu
tercapainya tujuan-tujuan yang dimaksud dalam undang-
undan ini”. Ketentuan ini Membatasi hukum adat karena
timbulnya dari anggapan bahwa suasana hukum adat dapat
menimbulkan perusakan hutan. Batasan-batasannya sebagai
berikut ;
- Hak-hak masyarakat hukum adat dan anggota-anggotanya
untuk memungut hasil hutan yang didasarkan atas
suatu peraturan hukum adat sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, pelaksanaannya perlu untuk
ditertibkan sehingga tidak mengganggu pelaksanaan-
pelaksanaan pengusahaan hutan.
- Pelaksanaan tersebut di atas harus seizin pemegang
hak tersebut di atas yang diatur dengan suatu tata
tertib sebagai hasil musyawarah anatara pemegang hak
dan masyarakat hukum adat dengan bimbingan dan
pengawasan dinas khutanan.
- Demi keselamatan umum dalam areal hutan yang sedang
dikerjakan dalam rangka pengusahaan hutan,
pelaksanaan hak-hak rakyat untuk memungut hasil
hutan dibekukan.
vi. UU No. 14 Tahun 1970, ditegaskan semua peradilan di
seluruh wilayah RI adalah peradilan negara dan akan
ditetapkan dengan UU. Maka dengan begitu tidak akan ada
lagi suatu peradilan adat. Kedudukan hukum adat tetap
19
diakui, hanya pelaksanaannya dilakukan oleh badan
peradilan negara tersebut. Hukum tidak tertulis setara
dengan hukum tertulis, kemudian dipertegas bahwa hakim
sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat.
vii. UU No.5 Tahun 1979, hukum adat hampir tidak
diperhatikan sama sekali. Kedudukan pemerintahan desa
sejauh mungkin diseragamkan dengan mengindahkan
keragaman keadaan desa dan ketentuan adat istiadat yang
masih berlaku.
20