penentuan mahar menurut hukum adat muhajirin (studi ...

76
PENENTUAN MAHAR MENURUT HUKUM ADAT MUHAJIRIN (STUDI KOMPERATIF IMAM SYAFI’I) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Syariah Oleh: JULIANTO SAPUTRA NIM.SPM141891 JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Transcript of penentuan mahar menurut hukum adat muhajirin (studi ...

PENENTUAN MAHAR MENURUT HUKUM ADAT

MUHAJIRIN (STUDI KOMPERATIF IMAM SYAFI’I)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Syariah

Oleh:

JULIANTO SAPUTRA

NIM.SPM141891

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

JAMBI

2019

PERSEMBAHAN

Alhamdulllahirabbil’alamin…. Alhamdulllahirabbil ‘alamin….

Alhamdulllahirabbil alamin….

Akhirnya aku sampai ke titik ini, sepercik keberhasilan yang Engkau hadiahkan

padaku ya Rabb Tak henti-hentinya aku mengucap syukur pada_Mu ya Rabb

Serta shalawat dan salam kepada idola ku Rasulullah SAW dan para sahabat yang

mulia. Semoga sebuah karya mungil ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi

kebanggaan bagi keluargaku tercinta

Ku persembahkan karya ini…

untuk belahan jiwa ku bidadari surgaku yang tanpamu aku bukanlah siapa-siapa

di dunia fana ini Ibundaku tersayang dan Bapak ku (Muhammad Zuhdi dan Siti

Baiyah )

serta orang yang menginjeksikan segala idealisme, prinsip, edukasi dan kasih

sayang berlimpah dengan wajah datar menyimpan kegelisahan ataukah

perjuangan yang tidak pernah ku ketahui,

Kepada Adikku : Reza Surya Wardana terimakasih tiada tara atas segala support

yang telah diberikan selama ini dan semoga Adik tercinta dapat menggapai

keberhasilan juga di kemudian hari.

Kepada teman-teman seperjuangan yang tak bisa tersebutkan namanya satu

persatu terimakasih yang tiada tara ku ucapakan

Terakhir, untuk seseorang yang masih dalam misteri yang dijanjikan Illahi

yang siapapun itu, terimakasih telah menjadi baik dan bertahan di sana.

Akhir kata, semoga skripsi ini membawa manfaat.

MOTTO

فإن افكلوههنيئ امريئ اوآتواالنساءصدقاتهننحلة طبنلكمعنشيءمنهنفس

”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita yang kalian

nikahi sebagai pemberian yang penuh dengan kerelaan. Kemudian

jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian maskawin itu

dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai

makanan yang sedap lagi baik akibatnya.”(An-Nisa’: 4)1

1 Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah, ( Jakarta Timur:CV .Pustaka

Al- Kautsar,2011).

ABSTRAK

Julianto Saputra. SPM.141891. Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat

Muhajirin Studi Komperatif Imam Syafi’i.

Peminangan merupakan awal dari proses perkawinan, dalam peminangan

dibicarakan beberapa hal terkait dengan pelaksanaan perkawinan. Salah satunya

adalah tentang mahar. Mahar merupakan pemberian dari calon suami kepada

calon isteri sebagai bentuk dari aplikasi syar’i. Penetapan pemberian mahar dalam

islam dan Imam Mazhab tidak ditentukan jumlah dan bentuknya. Hal ini

dipengaruhi adanya perbedaan kemampuan masing-masing orang, sehingga hal

ini tidak menjadikan penghalang dan pemberat bagi salah satu pihak yang akan

menikah.

Namun hal ini berbeda dalam penetapan mahar Adat Melayu di Desa

Muhajirin Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi, dengan

memberikan mahar sebagai pra syarat dalam melakukan perkawinan. uang

pemberian yang sudah ditetapkan oleh keluarga calon isteri kepada calon suami

sebagai syarat pra pernikahan, yang mempunyai dampak signifikan terhadap

kelangsungan pernikahan seperti : tertundanya pelaksanaan akad nikah , maupun

pembatalan pernikahan.

Maka untuk mengetahui penentuan mahar dalam Adat Melayu terhadap

kelangsungan pernikahan di Desa Muhajirin Studi Komperatif Imam Syafi’i.

Penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

penentuan mahar pada masyarakat Melayu di Desa Muhajirin, untuk mengetahui

persamaan dan perbedaan dalam Studi Komperatif Imam Syafi’i tentang

penentuan mahar pada Adat Masyarakat Desa Muhajirin.

Adapun metode dalam penelitian ini dengan wawancara, yaitu

mengadakan tanya jawab secara langsung kepada responden tentang masalah yang

di teliti. Observasi, yaitu mengamati baik secara langsung dan maupun tidak

langsung mengenai penentuan mahar dalam Adat Desa Muhajirin. Dan melakukan

dokumentasi. Setelah data terkumpul, maka data tersebut dikelompokkan menjadi

data kualitatif yang diperoleh dari wawancara dan obsevasi.

Kata kunci : Penentuan Mahar Hukum Adat, dan Pendapat Imam Syafii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas berkat

rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada kita semua.

Sholawat dan salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW yang telah

menyampaikan risalah dan syariat islam kepada seluruh umat manusia. Atas

rahmat Allah SWT, akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat Muhajirin (Studi Komperatif

Imam Syafi’i)”..

Skripsi ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata satu

Jurusan Perbandingan Mazhab pada Fakultas Syariah UIN STS Jambi. Syukur

dengan keyakinan serta bantuan dari beberapa pihak yang bersifat moril maupun

material, akhirnya kesulitan dan hambatan yang dihadapi dapat teratasi dengan

baik, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang mana atas

bantuan, bimbingan, serta dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini yaitu kepada :

1. Bapak Dr. Hadri Hasan, MA, selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi.

2. Bapak Dr. H. Su’aidi Asyari, MA., Ph.D, selaku Wakil Rektor I Bidang

Akademik dan Pengembangan Lembaga UIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi.

3. Bapak Dr. H. Hidayat, M.Pd., selaku Wakil Rektor II Bidang Administrasi

Umum, Perencanaan dan KeuanganUIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

4. Ibu Dr. Hj. Fadhillah, M.Pd, selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan

dan Kerjasama di Lingkungan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

5. Bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi.

6. Bapak Hermanto Harun, Lc, M.HI., Ph.D, selaku Wakil Dekan I Fakultas

Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

7. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI,selaku Wakil Dekan II Bidang

Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan.

8. Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag., M.HI, selaku Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan dan Kerjasama di Lingkungan UIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi.

9. Bapak Alhusni, S.Ag,M. HI., selaku Ketua Jurusan dan Bapak Yudi

Armansyah,M.Hum. selaku Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab.

10. Ibu Dr. Rahmi Hidayanti. S.Ag. M.HI, selaku Pembimbing I dan Bapak Drs.

M.Hasbi Ash.Shiddiqi, MA selaku Pembimbing II.

11. Bapak dan Ibu dosen, Asisten dosen dan Seluruh Karyawan/Karyawati

Fakultas Syari’ah UIN STS Jambi.

12. Semua pihak yang terlibat dalam Penyusunan skripsi ini, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Disamping itu penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan layaknya sebuah karya tulis ilmiah, oleh karena itu diharapkan

pada semua pihak untuk dapat memberikan saran dan kritik yang bersifat

membangun dan positif guna kesempurnaan skripsi ini. Kepada Allah SWT

penulis memohon ampunan atas semua kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini.

Meskipun masih memerlukan penyempurnaan mudah-mudahan skripsi ini

dapat bermanfaat serta memberikan petunjuk kepada para mahasiswa/i yang akan

melaksanakan skripsi serta ke berbagai pihak yang memerlukan.

Sehubungan dengan hal itu kiranya tidak ada kata yang pantas diucapkan

kecuali ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, dengan iringan do’a semoga

bantuan mereka menjadi amal sholeh dan mendapat ridho dari Allah SWT. Amin

Jambi, 25 Mei 2019

Julianto Saputra

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... ii

NOTA DINAS .................................................................................................... iii

PENGESAHAN ................................................................................................. iv

PERSEMBAHAN .............................................................................................. v

MOTTO ............................................................................................................. vi

ABSTRAK ......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7

E. Batasan Masalah ............................................................................ 8

F. Kerangka Teori…………………………………………………. .. 8

G. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 15

BAB II METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian .................................................................... 19

B. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 20

C. Unit Analisis ..................................................................................... 21

D. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 21

E. Teknik Analisis Data ....................................................................... 23

F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 25

G. Jadwal Penelitian ............................................................................ 27

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Desa Muhajirin ................................................... 28

B. Batas Wilayah Desa Muhajirin ...................................................... 29

C. Visi dan Misi Desa Muhajirin……………..................................... 29

D. Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintah Desa Muhajirin ... 30

E. Kondisi Sosial Keagamaan ............................................................. 31

F. Kondisi Sosial Ekonomi .................................................................. 32

G. Kondisi Adat Istiadat ...................................................................... 33

H. Struktur Organisasi Lembaga Adat .............................................. 34

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Penentuan Mahar Menurut Adat Muhajirin Dan Pendapat Imam

Syafi’i .................................................................................................35

B. Persamaan dan Perbedaan Mahar Menurut Perkawinan Adat

Desa Muhajirin Dan Pendapat Imam Syafi’i ............................... 48

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 52

B. Saran ................................................................................................ 53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada prinsipnya, perkawinan atau nikah adalah akad untuk menghalalkan

hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara laki-laki

dan perempuan di mana antara keduanya bukan mukrim.

Istilah nikah berasal dari dari bahasa arab, sedangkan menurut istilah

Bahasa indonesia adalah “Perkawinan”. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara

“Nikah” dengan “Kawin”, akan tetapi pada prinsipnya antara “pernikahan” dan

“perkawinan” hanya berbeda di dalam menarik akal kita saja. Apabila ditinjau

dari segi hukum nampak jelas bahwa pernikahan adalah suatu akad suci dan luhur

antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami

isteri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga

sakinan, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni.

Salah satu Nash- Al-Qur’an yang berkaitan dengan nikah, yaitu :

Surah An-Nisa’ ayat : 3,

وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلث

لك أدنى ألا تعولواورباع فإن خفتم ألا تعدلوا فواح دة أو ما ملكت أيمانكم ذ

Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-

hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah

wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika

kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau

budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada

tidak berbuat aniaya.2

2 Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,

2011). Hlm.61

Didalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan , BAB 1

Pasal disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang

pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (

Rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha

Esa. 3

Allah SWT berfirman dalam surah an-Nuur ayat 32 yaitu sebagai berikut:

ن إ م ك ائ م إ و م ك اد ب ع ن م ين ح ال الص و م ك ن م ى ام ي واال ح ك ن أ و

يم ل ع ع اس و للا و ه ل فض ن م للا م ه ن غ ي اء ر ق واف ون ك ي

Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu,

dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang

lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah

akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas

(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui4.

Dari ayat tersebut di atas, bahwa perkwinan amat penting dalam

kehidupan manusia perorangan maupun kelompok . Dengan jalan perkawinan

yang sah.5

Umumnya pelaksanaan upacara pernikahan Indonesia dipengaruhi oleh

bentuk dan sistem perkawinan adat setempat dalam kaitannya dengan susunan

masyarakat atau kekeluargaan yang di pertahankan masyarakat tertentu. Banyak

hal yang menjadikan kendala mewujudkan sebuah pernikahan yang ideal menurut

syar’i. Hal ini diketahui bahwa masyarakat telah terpengaruh oleh tradisi yang

sudah mengakar dan seakan-akan menjadi ideologi Yang justru memberatkan

3 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Pt Rineka Cipta: Jakarta.1992 Hlm.598

4 Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,

2011). Hlm.282 5 Muhammad Daud Ali, Hukum Perkawinan Islam, Pt Raja Grafindo Persada: Jakarta,

2004 Hlm.207

pelaksanaan nikah, sehingga tidak jarang pernikahan tersebut menyimpang dari

tujuan agung sebagai mana tuntutan Allah dan Rasul-Nya.

Hal ini disebabkan , pengaruh adat istiadat nenek moyang yang diwarisi

secara turun temurun, dan menurut anggapan mereka lebih dominan dengan ajaran

islam, seperti hal-Nya Mahar yang ada di Desa Muhajirin.

Desa Muhajirin adalah Desa yang terletak di Daerah ness Kecamatan

Jambi Luar Kota yang mayoritas Masyarakat bersuku Melayu. beragama islam,

dalam Hukum Adat Masyarakat Muhajirin berlandaskan Hukum Adat (“Adat

bersendi Syarak, Syarak bersendi kitabullah, syarak mengato adat memakai”),

Desa Muhajirin merupakan desa yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat

Penentuan Mahar.

Salah satu kebiasaan di tengah masyarakat sebagaimana yang terjadi di

Desa Muhajirin Kabupaten Muaro Jambi dalam melakukakan pernikahan adalah

dengan memberikan mahar berupa uang 20 – 30 juta pada umumnya diberikan pada saat

akad nikah, dan membawa Selemak Manis sebelum Akad nikah di langsungkan sebagai

persyaratan dalam melakukan perkawinan.

Akan tetapi Jumlah uang yang sudah ditetapkan oleh keluarga calon

isteri kepada calon suami sebagai syarat pernikahan, dan dimana calon suami

tidak mampu memenuhi jumlah mahar tersebut pada waktu yang telah di tentukan

saat hari H , maka pernikahannya bisa di tunda atau menjadi batal . Lain hal-Nya

jika kedua belah pihak tersebut melakukan jalan belakang atau perdamaian untuk

meringankan calon mempelai pria agar terciptanya pernikahan.

Pada setiap upacara perkawinan , hukum islam mewajibkan laki- untuk

memberikan mas kawin atau mahar. Mahar adalah salah satu hak istri yang di dasarkan

atas kitabullah, Sunnah Rasul dan Ijma’ Kaum Muslimin. Sebagian Ahli Fiqh

berpendapat Mahar merupakan Rukun Akad nikah, karena itu tidak boleh ada perstejuan

untuk meniadakannya.

Mahar diatur di dalam KHI. Pasal 30 menyatakan : “calon mempelai pria wajib

membayar mahar kepada calon memperlai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya

disepakati oleh kedua belah pihak”. Sedangkan Pasal 31 menjelaskan, bahwa penentuan

mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang di anjurkan oleh islam.

Mahar sebagai suatu pemberian yang mempunyai kedudukan penting,

kehadirannya tentu memiliki landasan hukum yang sangat kuat. Sehingga para Ulama

sepakat bahwa Mahar hukumnya wajib dibayarkan oleh mempelai pria kepada mempelai

wanita baik pembayarannya secara tunai maupun cicilan yang berupa uang atau barang

boleh juga berbentuk jasa, seperti mengajar, membaca ayat al-Qur’an. Jadi mahar itu

sesuatu yang bermanfaat, bukan sesuatu yang haram untuk dimiliki atau dimakan.

Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk memberikan mahar yang

sewajarnya agar tidak terjadi rasa permusuhan dalam dirinya sendiri dan Rasulullah

memberikan mahar kepada isterinya tidak lebih dari 12 uqiyah ( 40 Dirham ) . Mengenai

besarnya mahar Para Ulama Mazhab juga sepakat bahwa tidak ada jumlah maksimal

dalam mahar, Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar itu tidak ada batasan rendahnya.

Yang menjadi prinsip bagi Imam Syafi’i yaitu asal sesuatu yang dijadikan mahar itu

bernilai dan berharga, maka boleh digunakan sebagai mahar.6

Allah SWT berfirman dalam Surah (An-Nisa ayat:4)

افكلوههنيئ امريئ ا فإنطبنلكمعنشيءمنهنفس نحلة وآتواالنساءصدقاتهن

6 Syaikh Kamil Muhammad “Uwaidah, Fiqih Wanita, CV . Pustaka Al-Kautsar, Jakarta,

1998 Hlm 412.

Artinya : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu

nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,

maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi

baik akibatnya.7

Pemberian mahar dalam syariat islam dimaksudkan untuk mengangkat

harkat dan derajat kaum perempuan yang sejak zaman Jahiliyah telah diinjak-

injak harga dirinya. Wanita di angkat derajatnya dengan diwajibkannya kaum

laki-laki membayar mahar jika menikahinya.

Maskawin atau mahar bukan sebagai harga jual beli seorang wanita,

maskawin adalah suatu tanda kerelaan hati seorang wanita yang dikawin dan

lambang penyerahan diri secara mutlak untuk digauli oleh pemberi maskawin.

Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib

diberikan oleh laki-laki kepada perempuan untuk menguasai seluruh anggota

badannya.8

Dalam sebuah riwayat pula Abdullah bin Amr bin Rubai’ah, dari

ayahnya, ia berkata : Ada seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan

mahar sepasang sandal. Lalu Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Apakah engkau rela menyerahkan diri dan hartamu dengan sepasang sandal ?

Ya, Jawabnya , Maka beliau pun membolehkan Pernikahan tersebut”. (Hadis

Riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi) Imam Tirmidzi mangatakan, bahwa hadist

ini berstatus Hasan Shahih.9

7 Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,

2011). Hlm.61 8 Baharuddin Ahmad, Yuliatin “Hukum Perkawinan Umat Islam di Indonesia

Persefektif Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, ( Jakarta ; Lamping

Publishing, 2015) Hlm.34 9 Syaikh Kamil Muhammad “Uwaidah, Fiqih Wanita, Pustaka Al-Kautsar :

Oleh karna itu Rasullullah Shallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:

(التمسىولوخاتمامنحديد.)رواهالبخاوأحمدوبنماجهوالترمز

Artinya : “ Langsungkanlah pernikahan meski hanya dengan ( Mahar )

cincin yang terbuat dari besi”. ( HR. Al- Bukhari, Ahmad, Ibn Majah. Tirmidzi

dan ia men-shahihkannya”)10

Dengan hadist dan Firman Allah SWT di atas menjelaskan bahwa islam

maupun Imam Mazhab tidak menetapkan kadar serta batas yang ditetapkan

dalam menentukan mahar bagi seorang wanita. Mahar tersebut tergantung pada

keadaan dan lingkungan masyarakat tertentu.

Walaupun demikian, islam menganjurkan agar mengambil jalan tengah

yaitu tidak meletakkan mahar terlalu tinggi, maka dapatlah dimengerti tidak

ada batasan daripada menentukan mahar ketika akan melaksanakan suatu

pernikahan.

Dari perbedaan masalah tersebut dan atas fenomena yang terjadi Desa

Muhajirin penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji lebih khusus

pendapat Imam Syafi’i mengenai batasan Mahar dan Penentuan mahar Adat di

Desa muhajirin, Penulis memilih Imam Syafi’i mengingat beliau adalah

termasuk pendiri mazhab hukum islam yang sangat terkenal di samping

keahlian beliau sebagai ahli hadist dan sekaligus ahli fiqh yang kapasitasnya

tidak di ragukan lagi.

Jakarta 1998 Hlm.411 10

Ibid Syaikh Kamil Muhammad “Uwaidah, Fiqih Wanita, Hlm 412

Berbagai keterangan tersebut di atas, penulis bermaksud untuk

melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “Penentuan Mahar

Menurut Hukum Adat Muhajirin (Studi Komperatif Pendapat Imam

Syafi’i)”.

B. Batasan Masalah

Untuk memudahkan dalam penelitian skripsi sehingga mendapatkan

hasil yang diterapkan , maka penulis membatasi permasalahan yang akan

dibahas, sehingga tidak keluar dari topik permasalahan yaitu mengkaji

penelitian tentang Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat muhajirin Studi

komperatif Imam Syafi’i

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, batasan masalah yang telah penulis

uraikan diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat di Desa Muhajirin dan

Pendapat Imam Syafi’i ?

2. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Penentuan Mahar dalam Adat

Perkawinan Masyarakat Muhajirin dan Pendapat Imam Syafii. ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Penentuan Mahar dalam adat Muhajirin di Desa

Muhajirin Kabupaten Muaro Jambi dan Pendapat Imam Syafi’i.

2. Untuk mengetahui Persamaan Dan perbedaan Penentuan Mahar dalam

Adat Perkawinan Masyarakat Muhajirin dan Pendapat Imam Syafii.

E. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Merupakan Syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Hukum Islam Fakultas

Syariah Universitas Islam Negeri Sultan Saifuddin Jambi.

2. Menerapkan dan mengembangkan disiplin ilmu yang didapat di perguruan

tinggi, sekaligus mengaplikasikannya kedalam penelitian. Serta menambah

pengetahuan sebagai bahan rujukan dalam menambah khazanah kepustakaan.

3. Memberikan informasi kepada khalayak tentang penentuan Mahar perkawinan

di Desa Muhajirin Kabupaten Muaro Jambi Studi Komperatif Imam Syafi’i.

F. Kerangka Teori

Indonesia adalah wilayah yang di huni oleh berbagai kelompok etnik,

sosial agama, dan kultur budaya, adat masing-masing yang mempunyai tanggung

jawab ,pral untuk mempertahankan norma dan pandangan hidup mereka.

Hukum adat tumbuh, dianut dan dipertahankan sebagai peraturan penjaga

tatatertib sosial dan tatatertib hukum di antara manusia, yang bergaul di dalam

suatu masyarakat, supaya dengan demikian dapat dihindarkan segala bencana dan

bahaya yang mungkin atau telah mengancam ketertiban yang dipertahankan oleh

hukum adat itu baik yang bersifat bathiniah maupun jasmaniah. Keliatan dan tak

keliatan,tetapi diyakini dan dipercaya sejak kecil sampai ke tanah. Dimana ada

masyarakat, disitu ada Hukum adat.

Menurut Hukum adat, perkawinan merupakan suatu persoalan masyarakat,

clan, keluarga dan menyangkut orang banyak dalam masyarakat hukum adat. Bisa

juga merupakan urusan pribadi, tergantung kepada tata cara susunan masyarakat

yang bersangkutan.11

Di dalam Hukum Adat “jujur” merupakan salah satu istilah tentang

menyimpul pembayaran uang dan barang dari kelompok kerabat si pria kepada

kelompok kerabat wanita dengan tujuan memasukan si wanita kedalam bagian

gens suaminya.

Jumlah jujuran ( Mahar ) itu dimana-mana berbeda menurut daerah suku

dan adat istiadat, seperti halnya penentuan Mahar yang ada di desa muhajirin yang

di haruskan mengikuti adat istiadat yang mereka pakai sejak lama, sebagaimana

diketahui masyarakat adat begitu kuat dalam memegang tradisi dalam

pelaksanaannya. mahar yang tadinya normatif harus merujuk kepada masyarakat

yang masih mengikuti pola lembaga adat yang kental.

Para ulama sepakat bahwa hukum-hukum dalam syari’at Islam

mempunyai maksud dan latar belakang. Maksud dan latar belakang tesebut dapat

dipahami dan diterima oleh rasio secara rinci kecuali sebagian hukum yang

bersifat ta’abudi dan hikmahnya tidak dipahami akal.

Islam diyakini sebagai agama yang universal, tidak terbatas oleh waktu

dan tempat tertentu. Al-Qur’an menyatakan bahwa lingkungan berlakunya ajaran

Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah untuk seluruh umat manusia

dimanapun mereka berada.

Secara sosiologis diakui bahwa masyarakat senantiasa mengalami

perubahan. Perubahan suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh pola pikir dan tata

11

Ranidar Muchlis, Zaenudin Harun, Hukum Adat, Departemen pendidikan dan

kebudayaan : Jakarta 1986 Hlm.4.13

nilai yang ada pada mereka. Semakin maju cara berpikir suatu masyarakat akan

semakin terbuka untuk menerima kemajuan ilmu pengetahuan.

Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang

wanita dengan memberi hak kepadanya di antaranya adalah hak untuk menerima

mahar (maskawin) mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon isteri,

bukan wanita lain atau siapa pun walaupun sangat dekat dengannya. Bahwa

teori-teori tentang mahar termasuk dalam hukum perkawinan Islam kecuali

Maliki, tidak menjadikan mahar sebagai syarat sah perkawinan tetapi pemberian

wajib.

Mahar adalah satu di antara hak istri yang di dasarkan atas kitabullah,

sunnah Rasul dan ijma’ kaum Muslimin`

1. Mahar Musamma

Mahar musamma adalah mahar yang disepakati oleh pengantin laki-laki

dan perempuan yang disebutkan dalam redaksi akad. Para Ulama Mazhab Sepakat

bahwa tidak ada jumlah maksimal dalam mahar karena adanya firman Allah yang

berbunyi :

Artinya : Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,

sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang

banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang

sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang

dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata. (Qs.An-Nisa Ayat 20).12

12

Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,

Akan tetatapi para Ulama Mazhab berbeda pendapat tentang batas

minimalnya. Syafi’I , Hambalidan Imamiyah berpendapat bahwa tidak ada batas

minimal mahar. Segala sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli boleh

dijadikan mahar sekalipun hanya satu qirsy.

Sementara itu Hanafi mengatakan bahwa jumlah mahar adalah 10 dirham.

Maliki mengatakan, jumlah mahar adalah tiga dirham.13

2. Mahar Mitsil

Mahar mitsil atau mahar sebanding adalah mahar yang besarnya tidak

ditentukan, tetapi dibayar secara pantas sesuai dengan kedudukan isteri dan

kemampuan serta kedudukan suami.14

Mahar yang dipakai dalam penelitian di Desa muhajirin Studi Komperatif

imam Syafii, merupakan barang pemberian yang dilakukan seorang laki-laki

kepada isterinya di saat dilakukan akad nikah dan merupakan syarat sahnya

pernikahan. Dari segi adat memang merupakan tradisi kebiasaan masyarakat,

sementara dalam hukum islam sendiri meskipun aturannya ada dalam Nas Al-

Qur’an hadis tapi tidak lepas juga dari tradisi atau Urf.

Para ulama dan fuqaha mencari suatu hukum yang berpegang teguh pada

sumber hukum Islam dan Maqasid asy-Syari’ah dimana salah satu sumber hukum

yang digunakan adalah Urf, yang dalam hal ini Akan digunakan dalam penelitan

ini.

2011). Hlm.64

13 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, PT Lentera Basritama :

Jakarta.2005.Hlm.164 14

Ibid, Fiqih Lima Mazhab .Hlm 164

Urf merupakan istilah islam dimaknai sebagai adat kebiasaan yang sudah

banyak dikenal oleh orang banyak dan menjadi tradisi mereka, baik yang berupa

perkataan atau perbuatan yang dilakukan atau ditinggalkan. Urf juga disebut adat.

Urf ada dua macam, yaitu Urf Shahih dan Urf fasid. Urf Fasid adalah Urf

yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara’,seperti

mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan pertungangan sebelum akad

nikah. Sedangkan Urf Fasid adalah urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima,

karena bertentangan dengan syara’ seperti kebiasaan mengadakan sesajian dan

segala hal yang berhubungan dengan mistis yang dipandang keramat. 15

Hukum adat dapat dijadikan sebagai hukum, akan tetapi hukum yang

didasarkan pada Urf dapat berubah, dengan adanya perubahan suatu nas atau

tempat, Mayoritas Ulama menerima Urf sebagai metode penetapan hukum Islam,

sehingga dapat menjadi hujjah, mereka menyusun kaidah-kaidah usuliyah maupun

fiqhiyah yang berhubungan dengan keabsahan Urf.

Namun Dalam Kitab Al- Risalah yang merupakan kitab berisi metodologi

penetapan hukum Mazhab syafi’I tidak dijumpai Urf sebagai salah satu dalil

penetapan hukum. Namun adanya Qawl qadim dan Jadid merupakan fenomena

yang menunjukan adanya pengaruh ‘Urf. Dalam hal ini Ali Hasb Allah

menyatakan bahwa tidak dapat diingkari lagi Urf dan adat mesir sangat signifikan

pengaruhnya dalam Qawl Al-Syafi’i. Eksistensi Qawl qadim dan Jadid al-Syafi’I

15

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, Sinar Grafika Offset : Jakarta

2009.Hlm 284

berimpikasi pada pemanfaatan ‘Urf dalam mengambil keputusan oleh para

Fuqaha’ al-Syafi’iyah. 16

Ketika Islam datang dahulu, masyarakat telah mempunyai Urf- urf yang

berbeda-beda, lalu Islam mengakui yang baik diantaranya serta sesuai dengan

tujuan syara dan prinsip-prinsipnya maka islam tidak menolak yang demikian. Di

samping itu ada pula sebagian yang diperbaiki dan diluruskan sehingga Urf

menjadi sejalan dengan arah dan sasarannya.

Menurut Imam Syafi’I rukun pernikahan secara lengkap adalah calon

Suami, Calon Isteri, 2 Saksi, Wali dan Sighat.

Imam Syafi’I berpendapat bahwa mahar yang harus ada dalam setiap

perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun. Karena mahar tersebut tidak mesti

disebut dalam akad nikah dan tidak mesti diserahkan waktu akad berlangsung.

Dengan demikian mahar itu termasuk dalam syarat sah perkawinan

Sesuai dengan yang dikatakan Mazhab Syafi’i disunnahkan untuk

menyebutkan mahar di dalam akad nikah. Sekalipun dalam perkawinan budak.

Mazhab Syafi’i berpendapat dalam kitab Fath al-Qarib.17

يستحببجواراحآلءالنكاحعنالمهروهوكزلكواشعرقوله

Artinya :‘’Yang dimaksud bahwa perkawinan mushanif telah memberikan

pengertian bahwa lafad di sunnahkan adalahh memberikan pengertian dengan

bolehnya meniadakan suatu perkawinan dari adanya mahar’.18

Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa menurut Imam Syafi’i mahar

yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun. Karena

16

Hasbullah , Ali, Ushul al- Tasyri’, Dar al-Ma’rif, Mesir 1971Hlm.312 17

Imam Syafi’I , Al-Umm juz 5,Victory Agency: Kuala lumpur, Hlm.52 18

Ibid, Al-Umm .Hlm 53

mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad nikah dan tidak mesti diserahkan

waktu akad berlangsung.

Besaran mahar menurut Imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan

rendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain dapat

dijadikan mahar. Pemberian mahar dalam ukuran sedang lebih disukai. Lebih

baik jika seseorang tidak memberikan mahar kepada istrinnya melebihi mahar

Rasulullah SAW kepada isteri-isterinya, dan yang dibayarkan untuk putri-putri

beliau yaitu lima ratus dirham sebagai upaya mencari berkah dengan meneladani

setiap perkara yang dikerjakan Rasulullah Saw.19

Sedangkan firman Allah yang dijadikan Imam Syafi’i menentukan tidak

ada batas minimal mahar adalah

Dalam firman Allah Swt didalam surat an-Nisa’ ayat 20

Artinya : Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,

sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang

banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang

sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang

dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata. (Qs.An-Nisa Ayat 20).20

Menunjukan bahwa tidak ada batasan minimal mahar, baik sedikit atau

banyak karena Allah tidak menyebutkan larangan terhadap mahar yang berarti

harta yang banyak serta tidak adanya batasan minimal.

19

Tihami , Fiqih Munakahat , (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010) Hlm.331 20

Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,

2011). Hlm.64

G. Tinjauan Pustaka

Kajian terhadap adat sudah banyak dibahas para peneliti, tetapi kajiannya

lebih fokus pada aspek seluk beluk adat, baik ditinjau dari aspek hukum,

sosiologi, maupun antropologi di samping ditinjau dari segi kebudayaan. Namun

yang mengkaji tentang Penentuan adat dalam perkawinan dalam hukum Islam

Studi Komperatif Imam Syafii belum banyak dibicarakan, terutama pada

masyarakat yang berada yang berada di Kabupaten yang baru dimekarkan seperti

Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi . Kalaupun ada kajian yang

berkaitan dengan masalah tersebut, yang membedakan adalah pada aspek objek

penelitian yang tentunya mempengaruhi kajian-kajian dalam penelitian ini, di

antaranya adalah :

Pertama “Transformasi Pemahaman Masyarakat Tentang Pinang Dalam

Adat Jambi”. yang disusun oleh Al faroby secara subtansial Pengertian Hantaran

serta kedudukan dalam adat jambi sama dengan apa yang telah disyariatkan oleh

islam apa yang disebut menurut adat sama dengan demikian, karena adat itu

Bersendi (pondasi) pada Syarak dan syarak Bersendi pada kitabullah, adat yang

mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat dikarenakan adat dan agama

itu tidak dapat bisa dipisahkan.sejarah adanya Hantaran adat Jambi.21

Kedua “ Persefsi pengantin terhadap Mahar berupa seperangkat Alat

Sholat” yang di susun oleh Aqadatul Ihsan. Menyimpulkan bahwa mahar

seperangkat alat shalat yang diberikan kepada calon isteri tersebut berfungsi

untuk lebih mmeningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kedua mempelai

21

Alfaroby, Transformasi Pemahaman Masyarakat tentang Hantaran dalam Adat Jambi

Studi Kasus Desa Penegah Kecamatan pelawan Kabupaten Sarolangun, (UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta,2010)

dalam menjalankan ibadah shalat dan memberikan dorongan yang kuat pada

kedua mempelai dengan harapan kedepan bisa dapat menjadi manusia taat

beribadah kepada Allah dengan wujud seperangkat alat shalat.22

Ketiga ” Hukum Mahar Dalam Tajdidun Nikah ( Studi Komperatif Ibnu

Hajar al-Haitami dan Imam Yusuf ar-Dabili) di susun oleh Muhammad Miftah

Karto Aji. Menyimpulkan bahwa tajdidun nikah atau pengulangan nikah

merupakan fenemona yang sering terjadi sekarang ini, mengenai hukum tajdidun

nikah terjadi perbedaan ada yang menganggap nikah yang pertama itu batal ada

pula yang menganggap tidak batal karena nikah yang kedua hanya untuk

memperindah dan menguatkan nikah.23

Keempat “ Status Barang Pemberian Tunangan setelah Putus” (Studi

Komperatif pendapat Imam Nawawi dan Imam Ibnu Abidin) Di susun Oleh

Ahmad Bagus Setiaji. Menyimpulkan bahwa menurut Imam Nawawi tentang

status pemberian tunangan yang telah putus termasuk pe,berian yang disebut

sebagai hadiah, karena barang-barang tersebut diberikan dengan adanya maksud

dan tujuan ialah wanita tersebut menikah dengannya. Menurut Imam Ibnu Abidin

dan Mazhab Hanafiyah tidak boleh menarik kembali pemberian hadiah tunangan

yang telah rusak, seperti perhiasan dan cincin itu hilang, kain menjadi baju maka

tidak berhak bagi pelamar untuk meminta gantinya.24

22

Aqadatul Ihsan, Persepsi Pengantin terhadap Mahar berupa Seperangkat Alat Shalat (

Studi Kasus di KUA Kotagede Tahun 2008) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2009 23

Muhammad Miftah Karto Aji, Hukum Mahar Dalam Tajdidun Nikah ( Studi

Komperatif Ibnu Hajar al-Haitami dan Imam Yusuf ar-Dabili), UIN Walisongo , Semarang 2017 24

Ahamad Bagus Setiaaji, Status Barang Pemberian Tunangan setelah Putus” (Studi

Komperatif pendapat Imam Nawawi dan Imam Ibnu Abidin) UIN Walisongo , Semarang 2017

Kelima “ Studi Komparatif Kedudukan Mahar Pernikahanan Di Negara

Indonesia dan Pakistan”. Di susun oleh Atiqoh Fatiyah. Menyimpukan bahwa

Hukum keluarga yang berlaku di Indonesia dan Pakistan mengenai mahar sesuai

dengan hukum islam. Dimana mahar tidak diberatkan bagi calon mempelai laki-

laki yang ingin melangsungkan pernikahan. Faktor budaya dan aliran mazhab

mempengaruhi tradisi mahar di Indonesia dan Pakistan. Paskistan merupakan

Negara islam yang sangat kental dengan mazhab yang dianutnya. Seperti halnya

mahar dalam pernikahan.25

Keenam dengan tesis berjudul“ Studi Komparasi Penerapan Mahar Di

Indonesia dan Malaysia” Di susun oleh Muhammad Shobirin . Menyimpulkan

bahwa ketentuan mahar di Indonesia hanya di atur dalam kompilasi hukum islam

mengatur secara panjang lebar dalam pasal 30, 31,32,33,34,35,36,37,38 yang

mengatur segala proses mahar, cara pemberian gugurnya dan kewajiban mahar

tanpa ada penetapan kadar nominalnya sedangkan di Malaysia juga ada di atur

dalam sekyen 21 (1) dan (2) dalam Akta Undang-undang Keluarga Islam (

Wilayah persekutuan) 1984 ( Akta 303) yang menyebutkan kewajiban mencatat

Maskawin dana barang bawaan.

Dalam Undang-undang Indonesia dan Malaysia memiliki persamaan dan

perbedaan, persamaannya terletak pada , sudah di amandemennya tentang masalah

mahar, sama- sama dipengaruhi oleh mazhab syafi’i. penjajah memberikan warna

dalam pembuatannya dan menjadikan agama islam sebagai dasar pembuatannya,

namun perbedaannya terletak pada, nilai nominal dalam pemberian mahar dan

25

Atiqoh Fathiyah , Studi Komparatif Kedudukan Mahar Pernikahanan Di Negara

Indonesia dan Pakistan” UIN Syarif Hidayatulah , Jakarta 2016

kewenangan Negara-negara bagian dalam mengatur mahar disamping juga

Malaysia memberikan klarifikasi yang jelas ( Nominal Mahar) dari strukstur

sosial.26

Literatur-literatur Yang disebutkan tadi merupakan bahan perbandingan

yang menjadi acuan dengan mempelajari secara seksama pendapat para pakar

hukum Islam Imam Mazhab tentang penentuan adat dalam perkawinan sebagai

fenomena sosial, khususnya yang terjadi di Desa Muhajirin Kecamatan Jaluko

Kabupaten Muaro Jambi. Khusus menyangkut judul skripsi ini, peneliti belum

menemukan tulisan secara ekspisit membahas persoalan ini, karenanya penelitian

ini adalah suatu hal baru yang bersentuhan langsung dengan masyarakat yang

berada di Desa Muhajirin Kabupaten Muaro Jambi.

26

Muhammad Shobirin , Studi Komparasi Penerapan Mahar Di Indonesia dan

Malaysia” UIN Maulana Malik Ibrahim , Malang 2013

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini bersifat penelitian lapangan yang bertempat di Desa Muhajirin

Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupate Muaro Jambi.

2. Subjek dan Objek Penelitian

a) Subyek penelitian ini adalah calon suami, calon isteri, keluarga suami dan

keluarga isteri di Desa Muhajirin Kecamatan Jambi Luar Kota.

b) Obyek penelitian ini adalah Penentuan Mahar Adat Muhajirin Studi

Komperatif Pendapat Imam Syafi’i

3. Instrumen Penelitian

` Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif lapangan prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan prilaku yang dapat diamati.27

` Penenlitian kualitatif sebagai hument instrument, berfungsi menetapkan

fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan

pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan

membuat kesimpulan atas temuannya.28

27

Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:PT Remaja Rodakarya,

2005. Hlm.4 28

Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung:Alfabeta,

2004 hlm. 222

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis data

Menurut sumber pengambilannya, data dapat di bedakan atas dua jenis,

yaitui data primer dan data sekunder.

a) Data primer adalah data yang diperoleh melalui serangkaian kegiatan

seperti, dokumentasi dan wawancara. 29 Data primer data yang langsung

diambil peneliti kepada sumbernya tanpa adanya perantara. Data Primer

yaitu data yang diperoleh dari Kepala Desa, Ketua Lembaga Adat dan Pihak

keluarga suami dan keluarga isteri di desa Muhajirin.

b) Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh secara

tidak langsung atau melalui sumber perantara. Ini diperoleh dengan cara

mengutip narasumber perantara. Data ini diperoleh dengan cara mengutip

dari sumber lain seperti jurnal, internet, sehingga tidak bersifat autuentik,

karena sudah diperoleh dari tangan kedua, ketiga, dan seterusnya

2. Sumber data.

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber subjek darimana data

diperoleh. Sumber data dalam kualitatif ini adalah orang atau narasumber.

Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah orang yang bersangkutan

dalam masalah Penentuan Mahar Hukum adat Desa Muhajirin Studi Komperatif

Imam Syafi’i.

29

Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Kualitatif dan Kuantitatif,

Jakarta:Gaung Persada Perss, 2009 hlm. 76-77

C. Unit Analisis

Unit analisis adalah suatu tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek

penelitian.30

Dengan smpling kita memilih subjek (individu) atau (benda) yang

diambil dari satu kesatuan atau keseluruhan untuk mendapatkan gambar mengenai

kesatuan atau keseluruhan tersebut.31

Dalam penelitian ini yang merupakan

keseluruhan subjek penelitiannya adalah Kepala Desa Muhajirin Perangkat Desa

Ketua Lembaga Adat dilingkungan Desa Muhajirin serta masyarakat Pasangan

Suami Istri Desa Muhajirin.

Untuk menentukan unit analisis data peneliti menggunakan sistem

purposive sampling yaitu subjek dari penelitiannya sudah ditentukan dan hanya

diambil pada orang-orang tertentu atau orang-orang yang mendalami dalam

penelitian ini, maka yang menjadi informan adalah: Kepala Desa, Seketaris Desa,

Ketua Lembaga Adat, , Kasi Wilayah,Kaur Perencanaan ,Pasangan Suami Istri

(2) orang. Jadi keseluruhan informannya berjumlah (7) orang..

D. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Adapun teknik pengumpulan data

yang peneliti gunakan yaitu:32

30

Suhaimi Arikunto, “Metode Penelitian”, Hlm. 143 31

Rianto Adi, “Metode Penelitian Sosial Dan Hukum”, Jakarta , Ganit 2004. Hlm. 101 32

Sugiyono,2004 Op.cithlm 224

1. Observasi

Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses

yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan

psikhologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan

ingatan.

Sementara itu menurut Prof.Dr.H.M. Burhan Bungin,S.Sos., M.Si. observasi

atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan

pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainya seperti

telinga, penciuman, mulut dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan

seseorang untuk menggunakan pengamatanya melalui hasil kerja panca indra mata

serta dibantu dengan panca indra lainnya.33

Observasi yang penulis gunakan ini adalah observasi tersetruktur.

Dimana,menurut Sugiyono bahwa,“observasi tersetruktur adalah observasi yang

telah di rancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan

dimana tempatnya. Jadi observasi terstruktur di lakukan apabila peneliti telah tahu

dengan pasti tentang variable apa yang akan diamati.34

Pada penggunaan teknik observasi terstruktur ini peneliti mengandalkan

pengamatan langsung dan ingatan peneliti ,melalui pedoman wawancara yang

juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan observasi. Jadi,

penelitian langsung mengamati dan mencatat segala sesuatu yang terjadi pada saat

pengamatan yang di dapat dilapangan, dalam hal ini di Desa Muhajirin.

33

Burhan Bungin.Penelitian Kualitatif (Komunikasi,Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu 34

Sugiyono 2012, Op.Cit, Hlm 146

2. Wawancara

Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat di kontruksikan makna

dalam suatu topik tertentu.35

Adapun yang menjadi objek wawancara penelitian ini adalah Kepala Desa,

Perangkat Desa ,Ketua Lembaga Adat dan Pasangan Suami Isteri serta Penduduk

Desa Muhajirin.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.Dalam

penelitian ini, peneliti juga menggunakan teknik dokumentasi atau kepustakaan

untuk memperkuat kebenaran data yang akan dianalisis. Penggunaan metode

dokumentasi ini sangat berguna dalam pengamatan dan wawancara.

Adapun yang menjadi objek dokumentasi penelitian ini adalah segala

kegiatan di Desa Muhajirin Kota Jambi.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, data di peroleh dari berbagai sumber, dengan

mengunakan tehnik pengumpulan data yang bermcam-macam (triangulasi), dan

dilakukan secara terus-menerus tersebut mengakibatkan versi data tinggi

sekali.Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan.Selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan.

35

Ibid, hlm.231

1. Analisis Data Sebelum di Lapangan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti

memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan, atau

data sekunder, yang akan di gunakan untuk menentukan focus penelitian. Namun

demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang

setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.

2. Analisis Data Selama di Lapangan

Analisis yang dikerjakan selama dilapangan dilaksanakan secara terus-

menerus, sementara data dikumpulkan, merupakan upaya menetapkan data

sebagai analisis data akhir sebelum peneliti meninggalkan lapangan.Terkait

dengan hal tersebut Bogdan & Biklen menyarankan agar peneliti melakukan

penelitiannya dengan baik, mengupayakan segera memutuskan untuk

mempersempit bidang kajian. Pada mulanya peneliti berupaya melacak data

sebanyak muingkin dan seluas mungkin dengan mencari berbagai objek fisik di

medan penelitiannya untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang luas

terhadap parameter latar, subjek, dan berbagai isu yang diminati. Akan tetapi,

peneliti harus segera menyadarinya untuk segera pula mengembangkan fokus

penelitian yang didasarkan atas dua hal, (1) apa yang mungkin dan mudah

dikerjakan, dan (2) apa yang sebenarnya diminati. kedua hal tersebut diperlukan

untuk membatasi jangkauaan pengumpulan data. Hal itu dapat diputuskan setelah

tiga atau empat kali kunjungan atau setelah beberapa kali wawancara

pendahuluan.36

Peneliti dalam analisis dilapangan, harus menetapkan bentuk kajian yang

ingin dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan rancangan yang akan dipilih, seperti

studi kasus organisasi, studi observasi, sejarah kehidupan, dan kajian budaya.

Kegiatan pengumpulan data sangat tergantung pada rancangan yang di pilih,

disamping pengalaman dibidang penelitian.Apakah yang dikehendaki peneliti?

Misalnya, apakah peneliti ingin mendiskripsikan secara lengkap data penelitinya,

ataukah peneliti hanya tertarik untuk mengangkat teori mengenai aspek tertentu.37

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan penulis dan penyusunan serta pemahaman

tentang skripsi ini agar penelitian ini dapat berjalan sesuai dengan setting yang

telah penulis tentukan sebelumnya, maka terlebih dahulu ditentukan susunan dan

sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenai Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan dan

Manfaat penelitian, Batasan masalah, Kerangka teori, dan Tinjauan pustaka.

BAB 11 : METODE PENELITIAN

Tentang metodologi penelitian , Yakni berisi mengenai tempat dan waktu

penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, dan instrument

pengumpulan data, sistematika penulisan dan jadwal penelitian.

36

Imam Gunawan, “Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek”, Jakarta: Bumi

Aksara 2014, Hlm. 223. 37

Ibid, Hlm. 224

BAB III : GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

Tentang Kondisi Obyektif Penelitian yakni Mengenai Sejarah Desa

Muhajirin , Geografis, Visi dan Misi, dan Struktur desa Muhajirin.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tentang pembahasan dan hasil penelitian mengenai Penentuan Mahar

Menurut Hukum Adat Muhajirin Studi Komperatif Pendapat Imam Syaf’i.

BAB V : PENUTUP

Bab ini bagian Akhir dari skripsi berisi tentang kesimpulan dan saran.

G. Jadwal Penelitian

NO JENIS

KEGIATA

N

TAHUN 2018/2019

November Desember Januari Februari Maret April Mai

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pembuatan

Proposal

2 Pengajuan

Proposal

Dan

Penunjukan

Dosen

Pembimbin

g

3 Konsultasi

Dan

Perbaikan

Proposal

4 Seminanr

Proposal

Dan

Perbaikan

Hasil

Seminar

5 Pengesahan

Judul Dan

Izin Riset

6 Pengumpula

n Dan

Penyusunan

Data

7 Analisis

Dan

Penulisan

Draf

8 Penyempurn

aan Dan

Pengandaan

BAB III

GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Desa Muhajirin

Desa Muhajirin merupakan sebuah desa yang terletak dalam Daerah

Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, Indonesia.

Menurut keterangan Sekretaris desa Muhajirin dengan kesempatan

wawancara dengan penulis, menyatakan bahwa:

”Pada awalnya, Desa Muhajirin dulunya adalah PIR Proyek Ness 2

Bajubang dari perusahaan Ptp Perkebunan 40 Pamela. Yang dimana

masyarakatnya merupakan penduduk asli Jambi yang ada di tepian

Batanghari. Setelah tahun 1985 Masyarakat tersebut pindah ke Ness

Bajubang , maka terbentuklah sebuah desa yang di namakan desa

Muhajirin dengan luas 3400 Ha, dan jumlah penduduk 3.449 Jiwa serta

KK yang sudah mencapai 1000 . Desa ini memiliki 21 RT dan terdiri dari

3 dusun , yakni Dusun Sinar Harapan, Suka Makmur, dan Suka Rame.

Berlokasi sekitar 30 KM dari Kota Jambi.”38

Berdasarkan dari hasil wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa desa ini

berasal dari adanya sebuah PIR Proyek Ness 2 Bajubang dari Perushaan

Perkebunan yang di beri nama dengan sebutan Muhajirin dan pada daerah

tersebut juga di kelilingi oleh pepohonan rimbun hutan , sehingga sebagian

masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dan perkebunan. Letaknya yang berada

di tengah hutan dan banyaknya lahan yang kosong membuat desa ini memiliki

sawah dan kebun yang cukup luas. Oleh karenanya hasil dari pekerjaan penduduk

desa berupa tanaman pangan, sayur, buah-buahan dan hasil kebun seperti Sawit,

38

Wawancara Dengan Sutrisno, Sekretaris Desa Muhajirin, 10 Oktober 2018

Kopi dan Getah karet.

Mayoritas penduduk dari desa ini memang bekerja sebagai petani dan

perkebunan, akan tetapi seiring berkembangnya pengetahuan dan Pendidikan

membuat generasi muda sudah tidak lagi meneruskan pekerjaan orang tuanya

sebagai petani namun mereka pergi dari desa untuk bekerja sebagai pegawai

pabrik serta pekerjaan lainnya diluar pertanian

B. Batas-batas Wilayah Desa Muhajirin

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Awin, desa Ma.Sebo, Kel.Pijoan

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kel.Pijoan, Desa Sungai Bertam

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Petajen dan Desa Baru

4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Batin.39

C. Visi dan Misi Desa Muhajirin

1. VISI

Terwujudnya desa Muhajirin yang aman, sehat, cerdas, berdaya saing,

berbudaya dan berakhlaq mulia.

2. MISI

a) Mewujudkan keamanan dan ketertiban di lingkungan desa Muhajirin

b) Meningkatkan kesehatan, kebersihan desa serta mengusahakan Jaminan

Kesehatan Masyarakat melalui program pemerintah.

c) Mewujudkan dan meningkatkan serta meneruskan tata kelola pemerintahan

Desa yang baik.

39

Profil Pemerintah Desa Muhajirin 2015

d) Meningkatkan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat desa dan daya

saing desa.

e) Meningkatkan sarana dan prasarana dari segi fisik, ekonomi, pendidikan,

kesehatan dan kebudayaan di desa.

f) Meningkatkan kehidupan yang harmonis, toleran, saling menghormati

dalam kehidupan berbudaya dan beragama di desa Muhajirin.

g) Mengedepankan kejujuran, keadilan, transparansi dalam kehidupan sehari–

hari baik dalam pemerintahan maupun dengan masyarakat desa Muhajirin.40

D. Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintah Desa Muhajirin

Setiap pemerintahan memiliki struktur organisasi yang berbeda-beda. Agar

struktur pemerintrahan tersebut dapat berjalan dengan baik, maka harus diatur

suar suatu struktur organisasi yang merupakan kerangka kerja organisasi. Struktur

organisasi akan mempermudah pimpinan mengawasi bawahannya dan meminta

pertangung jawaban atas pelaksanaan tugas-tugasnya, serta untuk memberi

batasan yang jelas mengenai tingkat otoritas yang dimiliki oleh setiap tingkat

devis. Berikut struktur organisasi kepemerintahan Desa Muhajirin Kecamatan

Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi.41

40

Profil Visi Misi pemenrintah Desa Muhajirin 2015 41

Dokumentasi Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Muhajirin

Bagan 1.1 Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintah Desa

Muhajirin42

E. Kondisi Sosial Keagamaan

Agama bagi manusia merupakan kebutuhan fitrah yang sangat penting,

dengan agama manusia dapat merasakan nikmatnya kehidupan, karena tanpa

agama manusia terombang ambing oleh kehidupan dan kebahagiaan manusia baik

di dunia maupun diakhirat. Dalam masyarakat Desa Muhajirin penduduknya

hampir 80 % menganut agama Islam, sebagai agama yang telah diajarkan dan

diwariskan oleh nenek moyang mereka secara turun temurun. Sehingga

masyarakat Desa Muhajirin dengan hidup beragama mereka menjadi rukun dan

patuh dengan ketentuan-ketentuan agama, walau disamping itu ada agama selain

agama Islam, namun mereka hidup saling hormat menghormati satu dengan yang

lainnya.

Adapun sarana untuk menunjang peribadatan Desa Muhajirin cukup

SEKRETARIS

SUTRISNO

KEPALA DESA

AHMAD TARMIZI,MD

KAUR TATA USAHA

EKA ARYANI

KAUR KEUANGAN

HASYIM KAUR PERENCANAAN

RAHMAT

KASI PEMERINTAHAN

M.KAMAL KASI KESEJAHTERAAN ANDI WIJAYA

KASI PELAYANAN

INDAH PERMATA SARI

memadai, hal ini terbukti dengan adanya bangunan-bangunan rumah ibadah,

seperti Masjid dan tempat ibadah lainnya, yang di pergunakan untuk tempat

ibadah, disamping itu dipergunakan juga sebagai tempat bermusyawarah.

Keberadaan Masjid dan Mushalla di Desa Muhajirin cukup memadai

sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas beragama. Masyarakat juga merasa

satu sama lainnya ada keterikatan, sehingga apabila ada sesuatu masalah dapat

dimusyawarahkan bersama-sama, selain Masjid dan Mushalla sebagai wadah

berkumpulnya jamaah, juga sebagai tempat melaksanakan kegiatan pendidikan

keagamaan, seperti:

1. Pendidikan anak-anak dalam belajar membaca Al-Qur’an

2. Mengadakan wirid yasin bagi kaum Ibu dan kaum Bapak

3. Majlis taklim/pengajian masalah agama.43

Dari hasil obsevasi penulis menyatakan bahwa dari segi keyakinan

(agama), maka Islam adalah agama mayoritas di Desa Muhajirin.

F. Kondisi Sosial Ekonomi

Sumber Ekonomi masyarakat Desa Muhajirin adalah bertani. Namun, ada

juga yang berdagang, Pegawai Negeri Sipil ( PNS ), TNI dan lain sebagainya.

Bertani adalah mata pencaharian yang umum bagi masyarakat Desa

Muhajirin Melalui pencaharian yang demikian, masyarakat Desa Muhajirin telah

dapat dikategorikan kepada suatu tingkat kehidupan masyarakat yang baik.

Jumlah pengangguran yang di kategorikan di Desa Muhajirin tidak ada. Karena

43

Profil Desa Muhajirin 2015

pada umumnya masyarakat mempunyai kebun Sawit/Karet untuk di garap.44

G. Kondisi Adat Istiadat

Penduduk Desa Muhajirin adalah masyarakat yang heterogen, yang

mayoritas penduduknya adalah suku Melayu, sebagai suku asli masyarakat Desa

Muhajirin. Adapun suku yang lain, seperti : Jawa, Minang dan lain sebagainya.

Dari tempat asal, mereka membawa adat dan tradisi yang berbeda dengan

penduduk asli tempatan. Namun, hal itu tidak menjadi perpecahan bagi

masyarakat Desa Muhajirin, karena pada umumnya adat yang dibawa oleh

masyarakat pendatang tidak jauh berbeda, sehingga mereka tidak membedakan

antara satu suku dengan suku yang lain. Mereka hidup rukun dan damai. Namun,

dalam pelaksanaan pernikahan selalu dilaksanakan sesuai dengan adat asli

tempatan ( Melayu).

Adat masyarakat Desa Muhajirin terlihat apabila syukuran kelahiran anak,

khitanan, resepsi pernikahan. dalam rangka menyambut hari-hari nasional dan

hari besar Islam, masyarakat lebih suka mengadakan acara-acara kesenian, seperti

: rebana dan lain sebagainya. Untuk acara perkawinan, adat istiadat sangat

dirasakan oleh masyarakat Desa Muhajirin..45

44 Wawancara Dengan Rahmat, Kaur Perencanaan Muhajirin, 5 November 2018

45 Wawancara Dengan Kemas M Nur, Kepala Lembaga Adat Muhajirin, 6 November

2018

H. Struktur Organisasi Lembaga Adat

Bagan 1.2 Struktur Organisasi Lembaga Adat Desa Muhajirin

Berdasarkan bagan diatas dan observasi penulis bahwa, Lembaga Adat

yang ada Di Desa Muhajirin merupakan Lembaga Adat yang memiliki visi dan

misi untuk mencapai tujuan, serta tugas dari masing – masing personil yang telah

dilaksanakan sesuai dengan bidangnya dangan penuh tanggung jawab.

Dalam menjalankan organisasi sesuai dengan ketentuan serta

melaksanakan program kerja, maka perlu ditetapkan pengurus lembaga adat

Melayu Jambi Bumi Sailun Salimbai Desa Muhajirin Kec.Jambi Luar Kota,

Kab.Muaro Jambi 2015-2020.46

46

Dokumentasi Lembaga Adat Desa Muhajirin Tanggal 6 November 2018

SEKRETARIS

SARIJAN

KETUA

KMS. M.NUR

WAKIL KETUA 1

M.SUKRI

BENDAHARA

DEDEK SAIFUL BAHRI,

S.Pd.i

WAKIL KETUA II

RD.MUHAMMAD

WAKIL KETUA III

HAJAR SALEH

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Penentuan Mahar Menurut Adat Desa Muhajirin Dan Pendapat Imam

Syafi’i

1. Penentuan Mahar menurut Adat Desa Muhajirin

Pada proses penentuan mahar di Desa Muhajirin ini terbilang unik dan

berbeda dengan desa-desa yang lain. Desa yang dikenal dengan perantauan ini

memiliki adat atau tradisi yang dari dulu dipegang teguh oleh masyarakat.

Sebelum adanya suatu pernikahan biasanya diawali oleh proses tunangan.

Umumnya tunangan di Desa Muhajirin ini selama 1 tahun, dan jika dari pasangan

calon suami istri sudah siap secara lahir, batin dan materi barulah akan ditentukan

tanggal pernikahannya. Hal ini diungkapkan oleh Bapak ketua adat desa

Muhajirin:

‘’Dalam penentuan tanggal pernikahan tersebut biasanya tidak luput dari

peran sesepuh yang sudah dipercayai untuk mewakili kedua belah pihak.

Biasanya tanggal pernikahan itu ditentukan dua bulan sebelum hari H.

Dalam penentuan tanggal pernikahan tersebut umumnya dikemas dalam

bentuk musyawarah dirumah calon istri. Dan yang dibahas dalam

musyawarah tersebut tidak luput dari : tanggal pernikahan, biaya

pernikahan, tempat tinggal setelah menikah, ditentukan adalah ketua adat

dengan mengikuti kebiasaan yang sudah ada di desa sejak turun temurun.

Biaya pernikahan kebanyakan ditanggung oleh pihak laki-laki , terkait

tempat tinggal biasanya istri ikut suami, disamping itu pihak laki-laki juga

menyerahkan isi rumah seperti kasur, kursi, lemari pakaian dan lain-

lain’’ujarnya.47

47

Wawancara Dengan Kemas M Nur, Ketua lembaga Adat, 5 Desember 2018.

Di Desa Muhajirin, wanita masih terkungkung dalam adat lama yang

menomer duakan wanita. Seperti halnya pendidikan, mencari nafkah, dan

sebagian masyarakat dalam menentukan mahar pun wanita juga tidak menentukan

secara mandiri tapi masih mengikuti ketentuan adat. Karena jika tidak mengikuti

adat maka terkadang pernikahannya menjadi perbincangan orang sekitar. Seperti

yang diungkapkan salah satu warga desa muhajirin :

‘’hukum adat muhajirin ini sudah ada sejak lama , memang di haruskan

untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam tata cara serta

penentuan nya jika ingin melakukan pernikahan dengan penduduk asli

Muhajirin’’ujarnya.48

Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa penentuan mahar

yang dilakukan desa Muhajirin sudah tentu harus mengikuti hukum adat yang

berlaku di desa itu. Dari segi adat memang merupakan tradisi dari kebiasaan

masyarakat.

Dalam hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ketua Lembaga

Adat Kemas M.nur tatkala penulis menanyakan tentang mahar yang berlaku di

Desa Muhajirin, sebagai berikut:

‘’ketika orangtua mau menikahkan anak wanitanya maka kumpulah

kedua belah pihak beserta pihak lembaga adat dalam permusyawarahan

dalam penentuan mahar, dari pihak laki-laki yang harus memenuhi

mahar sebesar 20-30 juta serta membawa Selemak Manis dan pakain

Pengantin sebelum Akad nikah di langsungkan sebagai persyaratan dalam

melakukan perkawinan, diharuskan untuk memenuhi semua syarat, dan

dimana calon suami tidak mampu memenuhi mahar tersebut maka

pernikahannya di tunda maupun bisa menjadi batal jika lewat dari batas

kesepekatan”ujarnya.49

48

Wawancara Dengan Dwi Purwanto, Penduduk Desa Muhajirin Tanggal 6 Desember

2018 49

Wawancara Dengan Kemas M Nur, Ketua lembaga Adat, 6 Desember 2018.

Dalam hal lain ada juga pasangan suami istri yang memilih jalan belakang

pada mahar yang di berikan pada saat pernikahannya, dan dijelaskan oleh

pasangan suami istri Amin dan Hasnah sebagai berikut :

“Masyarakat Muhajirin memang sangat kental dengan hukum adat nya

akan tetapi Pada saat itu sebagai kedua belah pihak yang saling kenal

dan sangat ingin menjodohkan kami berdua, karena keterbatasannya

penghasilan untuk memenuhi mahar adat istiadat yang ada di desa

Muhajirin dan tidak ingin kedua Orang tua mempelai pria maupun

wanita menanggung malu jika sampai terjadinya pernikahan di tangguh

maupun batal, Maka diringankan jumlah mahar disebut sebagai jalan

belakang atau jalan kesepakatan bersama. Pihak Calon Isteri

Menyesuaikan kesanggupan pihak mempelai laki-laki agar mampu

memenuhi mahar dan terciptanya pernikahan”.Ujarnya50

Adapun Proses Pernikahan yang ada di desa Muhajirin yaitu :

a. Masa Perkenalan

Pada umumnya antara kedua insan yang akan kawin ( bujang dengan

gadis), sudah saling mengenal sebelum menikah.

b. Masa Persiapan

Dinasehatkan dengan seloko adat, haruslah mempersiapkan dirinya lebih

dulu secara lahir batin, Bersiap sebelum Tibo, Beringat sebelum Keno, sebelum

hujan sediakan paying, Hujan tibo paying berkembang.

c. Sisik Siang

Mendatangi keluarga perempuan untuk mengetahui apakah si gadis sudah

menjadi kundangan (Tunangan) orang. Jika sudah maka tahapan tersebut berhenti

sampai disitu, dan jika belum akan di lanjutkan.

50

Wawancara Dengan Amin dan Hasnah, Pasangan Suami Isteri Desa Muhajirin, 7

Desember 2018.

d. Sirih tanyo pinang tanyo

Ninik mamak pihak laki-laki mengantarkan seperangkat barang sebagai

tanda bahwa si gadis dan bujang resmi bertunangan.kelengkapan yang di antarkan

terdiri dari senampan sirih, dan pakaian laki-laki ( baju, kopiah, kain sarung ).

e. Mengembang Tando , Mengisi adat Lembago

Pada hari yang telah ditetapkan berkumpullah keluarga dan ninik mamak

dari kedua belah pihak yang di saksikan oleh batin (kepala dusun).setelah

semuanya berkumpul.maka tando diserahkan kepada batin oleh keluarga

perempuan. Dalam tahapan ini ditetapkan tingkatan mengisi adat menuang

lembaga (jenis hantaran/serahan laki-laki kepada keluarga perempuan) yang harus

ditanggung pihak laki-laki. Berdasarkan adat Masyarakat Muhajirin adat

ketentuan mengisi adat menuang lumbago itu terbagi atas 3 (tiga) tingkatan,

yakni:

1. Yang diatas, yaitu : Kerbau sikuk, beras seratus gantang, kelapo seratus tali(

satu tali dua buah ), lengkap dengan segaram, selemak semanis.

2. Yang ditengah, yaitu : Kambing sikuk, beras dua puluh gantang, kelapo dua

puluh tali, lengkap dengan segaram, selemak semanis.

3. Yang dibawah, yaitu : Ayam sikuk, beras dua gantang, kelapo dua tali,

lengkap dengan segaram, selemak semanis. Disamping itu pihak laki-laki

juga menyerahkan lemari tempat tidur, kursi atau barang lain, yang

sesungguhnya tidak diminta oleh pihak yang perempuan. Barang yang

dibawa itu disebut harto pembawok.

f. Mengantar serah Adat Lembago

Setalah tando diterima pihak perempuan dan tingkatan mengisi lumbago

telah ditetapkan, tahap selanjutnya adalah mengantar serah yang dilakukan oleh

keluarga laki-laki.Serah yang diantarkan harus sesuai dengan serah yang di

sepakati sewaktu mengembang tando.

g. Nikah Kawin

Pernikahan dilangsungkan di masjid yang ada di dekat rumah mempelai

perempuan, dalam seloko adat di sebutkan : ‘Nikah di Mesjid, Kawin dirumah

Tanggo’.

h. Mengumpul Tuo, Memulak lek pado penangga (panitia pesta)

Meminta kepada tuo kampong, tuo-tuo tengganai, tuo bujang dan gadis

beserta anak buahnya berkumpul, agar nang berat samo dipikul,nang ringan samo

dijinjing, nang mata minta dimasakkan, nan masak dimakan

i. Berelek berkenduri

Yaitu duduk bersanding yang tata caranya harus disesuaikan dengan adat.

Adapun urutannya sebagai berikut : Sebelum duduk bersanding, dari pihak

perempuan menjemput mempelai laki-laki ke depan halaman rumah. Sesampainya

mempelai laki-laki dimuka rumah nan betino, dilangsungkan upacara beulu

bejawat (penyampaian kata pengantar dari pihak laki-laki dan dijawab oleh pihak

perempuan) dengan seloko adat.

j. Mengumpul tuo, Menutup lek

Menandakan selesainya acara Pesta dilaksanakan.Acara ini di tutup

dengan acara betunjuk beaja yaitu penyampaian nasehat kepada penganten baru.

Tingginya mahar serta proses adat yang sudah ada sejak dulu diterapkan di

desa tanpa di kurangkan kadarnya membuat pemuda didesa itu enggan menikah

dan membatalkan pernikahan mereka karna permintaan mahar yang mahal, dan

banyak dari mereka yang memilih pasangan dari desa lain sesuai dengan kadar

mahar yang mampu di berikan.

Dari hasil wawancara tersebut, penentuan mahar di Desa Muhajirin Sudah

Menjadi tradisi dan kewajiban sebelum melaksanakan acara pernikahanan,

sehingga tradisi ini tidak boleh di lupakan dan ditinggalkan sebagai bentuk

penghormatan kepada tradisi yang telah melestarikan dan mempertahankan adat.

1. Mahar Menurut Imam Syafi’i

a. Biografi Imam syafi’i

Imam Syafi’I dilahirkan di Guzzah (Gaza) pada bulan Rajab tahun 150

Hijriah / 767 Masehi. Menurut suatu riwayat pada hari itu bertepatan dengan

wafatnya Imam Abu Hanifah. Nama lengkap Imam Syafi’I adalah Abu Abdillaah

Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’I bin Saib bin Yazid bin

Hasyim bin Abdul Muthalib bin ‘Abdi Manaf Qushay al-Quraisyiy. Dengan ini

jelas bahwa beliau itu adalah keturunan Nabi Muhammad SAW. Pada Abdul

Manaf ( Datuk Nabi yang ke III ). Lantaran itu Syafi’I dikatakan “ Anak bapak

saudara Rasul” dan Hasyim yang tersebut dalam silsilah beliau bukan hasyim

datuk Nabi. Sedang Hasyim Datuk Nabi ialah Hasyim bin Abdul Manaf dan

Hasyim ini anaknya Ukhai.

Adapun nasab Imam Syafi’i dari ibunya adalah Abu Abdilallah

Muhammad bin Fatimah binti Abdullah binAl-Hasan bin Husain bin Ali bin Abi

Talib, (Paman Nabi SAW). Dengan demikian ibu Imam Syafi’i adalah cucu dari

Ali bin Abi Talib, Menantu Nabi dilahirkan ibunya dalam keadaan yatim, karena

ketika ia masih dalam kandungan ibunya, ayahnya meninggal dunia. Kemudian

setelah berusia kurang lebih dua tahun, barulah beliau dibawa pulang oleh ibunya

ke kota Makkah.

Dengan pertalian tersebut di atas Imam Syafi’i menganggap dirinya dari

orang yang dekat kepada Rasulullah, bahkan beliau dari keturunan “Zawil Kurba”

yang berjuangdengan Rasulullah di zaman jahiliyah dan islam. Mereka bersama

dengan Rasulullah juga semasa orang Quraisy mengasingkan Rasulullah. Mereka

bersama turut menanggung penderitaan bersama-sama Rasulullah.

Oleh karena itu tidak benar apa yang dianggap oleh setengah dari orang

yang mengatakan bahwa beliau bukan dari keturunan Quraisy bahkan dengan

ketuaan saja. Keluarga imam Syafi’i adalah dari keluarga palestina yang miskin

dan yang dihalau dari negerinya. Mereka hidup di dalam perkampungan orang

yaman, tetapi kemuliaan keturunan beliau adalah menjadi tebusan kepada

kemiskinan.51

Imam Syafi’i dapat menghapal Al-Quran dengan mudah, yaitu ketika

beliau masih kecil dan beliau menghapal serta menulis hadits-hadits. Beliau

sangat tekun mempelajari kaidah-kaidah dan nahwu bahasa Arab. Untuk tujuan

itu beliau mengembara ke kampong-kampung dan tinggal bersama puak (Kabilah)

“Huzail” lebih kurang 10 tahun, lantaran hendak mempelajari bahasa mereka dan

juga adat istiadat mereka.

51

Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab ,Remaja Rosdakarya

: Jakarta,13320. Hlm 141-142

Kabilah Huzail adalah suatu kabilah yang terkenal sebagai suatu kabilah

yang paling baik bahasa Arabnya. Imam Syafi’i banyak menghapal syair-syair

dan qasidah dari kabilah Huzail. Sebagai bukti Al-Asmai’ pernah berkata : bahwa

beliau pernah membetulakn atau memperbaiki syair-syair Huzail dengan seorang

muda dari keturunan bangsa Quraisy yang disebut dengan namanya Muhammad

bin Idris, maksudnya ialah Imam Syafi’i.

Disamping mempelajari ilmu pengetahuan beliau mempunyai kesempatan

pula mempelajari memanah, sehingga beliau dapat memanah sepuluh batang

panah tanpa melakukan satu kesilapan. Beliau pernah berkata : Cita-citaku adaah

dua perkara : panah dan ilmu, aku berdaya mengenakan target sepuluh dari

sepuluh, mendengar percakapan itu orang yang bersamanya berkata : Demi Allah

bahwa ilmumu lebih baik dari memanah.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Imam Syafi’I pada masa mudanya

banyak menumpu tenanganya untuk mempelajari syairi, sastra dan sejarah, tetapi

Allah menyediakan baginya beberapa sebab yang mendorong beliau untuk

mempelajari ilmu fiqih dan ilmu-ilmu yang lain.52

Imam Syafi’i banyak menyusun dan mengarang kitab-kitab. Menurut

setengah ahli sejarah bahwa beliau menyusun 13 kitab dalam beberapa bidang

ilmu pengetahuan yaitu seperti ilmu fiqih, tafsir, ilmu usul, dan sastra (Al-Adab)

dan lain-lain.

Dalam jilid keempat belas dari kitab :Mujam al Udaba” Yakut

menerangkan berpuluhan nama kitab yang dikarang oleh imam Syafi’i, jika kita

52

Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab ,Remaja Rosdakarya

: Jakarta,13320. Hlm 143-144

perhatikan dengan baik bahwa nama kitab yang disebutkan itu bukanlah

sebagaimana kitab yang kita maksudkan pada hari ini, tetapi hanya beberapa bab

hukum fiqih, kebanyakan bab ini telah di masukkan ke dalam kitabnya “Al-Um”.

Diantara kitab Imam Syafi’i juga ialah “Ar-Risalah” yang mana

membicarakan tentang ilmu usul fiqih. Beliau menyusun kitab Ar-Risalah sebagai

penerimaan atas permintaan Abdur Rahman bin Al-Mahdi, beliau adalah sebagai

imam dalam ahli hadits pada masa itu.

Diantara kitab karangan imam Syafi’i juga ialah kitab “Al-Um”, Al-Um

adalah sebuah kitab yang luas dan tinggi dalam ilmu fiqih. Dan semasa di Irak

Imam Syafi’i menyusun kitabnya yang lama diberi nama “Al-Hujjah”.

Pengesahan atau penetapan tentang ini telah diceritakan oleh empat dari para

ulama yang terbesar, mereka itu ialah , Ahmad bin Hambal ,Ibnu Ath-tsaur , Az-

Za’faran dan Ath Karabisi

Diantara kitab imam Syafi’i yang lain juga ialah Al-Wasaya Al-Kabirah,

Ikthilaf Ahlil Irak, Wasiyatus Syafi’i. Jami’ Al-Ilm, Ibtal Al-Istihsan, dan lain-

lain. Imam Syafi’i menyusun sebagian dari kitab-kitabnya atau pun beliau

menulisnya sendiri dan direncanakan sebagian yang lain.53

2. Dasar Hukum Mahar dan Batas Mahar Imam Syafi’i

Beliau berpendapat bahwa mahar sebagai sesuatu yang diwajibkan sebab

adanya pernikahan. Mahar dalam pernikahan tidak termasuk ke dalam rukun,

karena mahar tersebut tidak mesti disebut dan diserahkan pada waktu akad nikah

53

Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab ,Remaja Rosdakarya

: Jakarta,13320. Hlm 160-162

berlangsung. Dengan demikian mahar termasuk dalam syarat perkawinan.54

Mahar sebagai suatu pemberian yang mempunyai kedudukan penting.

Kehadirannya tentu memiliki landasan hukum yang sangat kuat. Sehingga para

Ulama sepakat bahwa Mahar hukumnya wajib dibayarkan oleh mempelai pria

kepada mempelai wanita baik pembayarannya secara tunai maupun cicilan

yang berupa uang atau barang boleh juga berbentuk jasa, seperti mengajar,

membaca ayat al-Qur’an. Jadi mahar itu sesuatu yang bermanfaat, bukan

sesuatu yang haram untuk dimiliki atau dimakan.

Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk memberikan mahar

yang sewajarnya agar tidak terjadi rasa permusuhan dalam dirinya sendiri dan

Rasulullah memberikan mahar kepada isterinya tidak lebih dari 12 uqiyah ( 40

Dirham ) . Mengenai besarnya mahar Para Ulama Mazhab juga sepakat bahwa

tidak ada jumlah maksimal dalam mahar, Imam Syafi’i mengatakan bahwa

mahar itu tidak ada batasan rendahnya. Yang menjadi prinsip bagi Imam

Syafi’i yaitu asal sesuatu yang dijadikan mahar itu bernilai dan berharga, maka

boleh digunakan sebagai mahar.55

Allah SWT berfirman dalam Surah (An-Nisa ayat:4)

فإنطبنلكمعنش نحلة افكلوههنيئ امريئ اوآتواالنساءصدقاتهن يءمنهنفس

Artinya : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu

nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,

maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi

baik akibatnya.56

54

Amir Syafiruddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009) 55

Syaikh Kamil Muhammad “Uwaidah, Fiqih Wanita, CV . Pustaka Al-Kautsar, Jakarta,

1998 Hlm 412. 56

Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,

2011). Hlm.61

Pemberian mahar dalam syariat islam dimaksudkan untuk mengangkat

harkat dan derajat kaum perempuan yang sejak zaman Jahiliyah telah diinjak-

injak harga dirinya wanita di angkat derajatnya dengan diwajibkannya kaum

laki-laki membayar mahar jika menikahinya. Maskawin atau mahar bukan

sebagai harga jual beli seorang wanita , maskawin adalah suatu tanda kerelaan

hati seorang wanita yang dikawin dan lambang penyerahan diri secara mutlak

untuk digauli oleh pemberi maskawin.

Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib

diberikan oleh laki-laki kepada perempuan untuk menguasai seluruh anggota

badannya. 57

Teori-teori tentang mahar termasuk dalam hukum perkawinan Islam

kecuali Maliki, tidak menjadikan mahar sebagai syarat sah perkawinan tetapi

pemberian wajib. Mahar adalah satu di antara hak istri yang di dasarkan atas

kitabullah, sunnah Rasul dan ijma’ kaum Muslimin.

Imam Syafi’I berpendapat bahwa mahar yang harus ada dalam setiap

perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun. Karena mahar tersebut tidak mesti

disebut dalam akad nikah dan tidak mesti diserahkan waktu akad berlangsung.

Dengan demikian mahar itu termasuk dalam syarat sah perkawinan

57

Baharuddin Ahmad, Yuliatin “Hukum Perkawinan Umat Islam di Indonesia

Persefektif Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, ( Jakarta ; Lamping

Publishing, 2015) Hlm.34

Sesuai dengan yang dikatakan Mazhab Syafi’i disunnahkan untuk

menyebutkan mahar di dalam akad nikah. Sekalipun dalam perkawinan budak.

Mazhab Syafi’i berpendapat dalam kitab Fath al-Qarib.58

و ا شعر قوله يستحب بجوا را حآل ء النكاح عن ا لمهر وهو كز لك

Artinya : ‘ Yang dimaksud bahwa perkawinan mushanif telah memberikan

pengertian bahwa lafad di sunnahkan adalahh memberikan pengertian dengan

bolehnya meniadakan suatu perkawinan dari adanya mahar’.59

Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa menurut Imam Syafi’i mahar

yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun. Karena

mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad nikah dan tidak mesti diserahkan

waktu akad berlangsung.

Besaran mahar menurut imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan

rendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain dapat

dijadikan mahar. Pemberian mahar dalam ukuran sedang lebih disukai. Lebih

baik jika seseorang tidak memberikan mahar kepada istrinnya melebihi mahar

Rasulullah Saw kepada isteri-isterinya, dan yang dibayarkan untuk putri-putri

beliau yaitu lima ratus dirham sebagai upaya mencari berkah dengan meneladani

setiap perkara yang dikerjakan Rasulullah Saw.60

Dari definisi diatas Menunjukan bahwa tidak ada batasan minimal mahar,

baik sedikit atau banyak karena Allah tidak menyebutkan larangan terhadap

mahar yang berarti harta yang banyak serta tidak adanya batasan minimal.hal ini

ditunjukkan oleh Nabi dan Qiyas terhadap Ijma’ dalam masalah ini , jadi batasan

58

Imam Syafi’I , Al-Umm juz 5,Victory Agency: Kuala lumpur, Hlm.52 59

Ibid, Al-Umm .Hlm 53 60

Tihami , Fiqih Munakahat , (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010) Hlm.331

minimal boleh dibayarkan seabagai mahar sama dengan batasan minimal sesuatu

yang dijadikan manusia sebagai harta benda. Apa yang dianggap rusak oleh

seseorang milik orang lain itu memiliki nilai dan apa yang bisa di perjualbelikan

diantara manusia.

Dapat dipahami dengan jelas dalam Al-Qur’an bahwa laki-laki yang

menikahi dan telah menggauli itu wajib membayar mahar sesuai dengan

kesepakatan. Allah Swt juga menetapkan ketentuan mahar bagi hambasahaya

yang akan menikah dengan seizing tuannya.

Allah befirman dalam Qur’an surat al-Ahzab ayat 50

و وال د و ي اب ز ح ال أت ي ن إ و وا ب ه ذ ي م ل اب ز ح ال ون ب س ح ي

ا م م يك واف ان ك و ل و م ك ائ ب ن أ ن ع ون ل أ س ي اب ر ع فيال ون اد ب م ه ن أ

ليل ق ل واإ ل ات ق

Artinya : “dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada

Nabi kalau Nabi mau mengawininya sebagai pengkhususan bagimu untuk semua

orang mukmin”61

Maksud dari ayat di atas adalah ketentuan tersebut khusus bagi Nabi Saw

dengan jalan hibah tanpa mahar dan ketentuan tersebut bukan untuk umat muslim

yang lainnya. Jadi perkawinan yang terjadi tanpa mahar adalah sah. Apabila

perempuan menuntut maharnya maka suami harus memberikan mahar Mitsil.

Demikian pula jika suami menggaulinya sedangkan suami belum menetapkan

mahar baginya maka dia berhak atas mahar Mitsil.

61

Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,

2011). Hlm.

Allah Swt menyerahkan hak menetapkan mahar kepada suami, hal tersebut

menunjukan bahwa penetapan mahar itu dengan kerelaan istri karena penetapan

mahar itu keharusan suami terhadap istri. Mahar tidak berlaku bagi suami dan

isteri kecuali dengan kesepakatan keduanya. Allah tidak membuat batasan dalam

ukuran mahar. Allah Swt menunjukan bahwa ukuran mahar adalah sesuai yang di

sepakati diantara kedua mempelai, sebagaimana harga jual beli adalah yang

disepakati pelaku jual beli.

Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa menurut

Imam Syafi’i kedudukan mahar bukan merupakan syarat sah pernikahan

melainkan hanya pemberian pihak mempelai laki-laki kepada pihak wanita berupa

harta karena adanya ikatan perkawinan. Bentuk dan jenis mahar tidak ditetapkan

dalam hukum perkawinan Islam, akan tetapi kedua mempelai dianjurkan untuk

bermusyawarah dalam menyepakati mahar yang akan diberikan.62

B. Persamaan dan Perbedaan Mahar Perkawinan Adat Desa Muhajirin dan

Pendapat Imam Syafi’i

Berdasarkan dari berbagai uraian diatas mengenai Penentuan Mahar

Menurut Hukum Adat Muhajirin Studi Komperatif pendapat Imam Syafi’i.

Persamaan dalam penentuan mahar adat Muhajirin dan penentuan mahar

menurut Imam Syafi’i dalam praktiknya.

1. mempunyai kedudukan yang sama yaitu mahar yang wajib dipenuhi oleh

mempelai laki-laki untuk calon mempelai perempuan sesuai dengan

kesepakatan antara kedua belah pihak.

62

Ibid Tihami , Fiqih Munakahat.Hlm 332

2. Begitu juga dengan mahar yang berlaku mempunyai kesamaan yakni

barang yang diberikan kepada mempelai perempuan merupakan barang

yang berharga dan bukan barang curian.

Sedangkan dalam penentuan mahar adat Muhajirin dan pendapat Imam

Syafi’i juga memiliki perbedaan

1. Besaran jumlah mahar dari pihak laki-laki yang harus memenuhi mahar

serta membawa Selemak Manis dan pakain Pengantin sebelum Akad nikah di

langsungkan sebagai persyaratan dalam melakukan perkawinan, diharuskan

untuk memenuhi syarat dan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua

belah pihak pada tanggal yang telah ditentukan, dan dimana calon suami

tidak mampu memenuhi mahar tersebut maka pernikahannya di tunda

maupun bisa menjadi batal jika lewat dari batas kesepekatan yang ada di

desa muhajirin, di tentukan berdasarkan pihak keluarga mempelai pria dan

di setujui oleh lembaga adat

2. Besaran mahar menurut imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan

rendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain

dapat dijadikan mahar. Pemberian mahar dalam ukuran sedang lebih

disukai. Lebih baik jika seseorang tidak memberikan mahar kepada

istrinnya melebihi mahar Rasulullah Saw kepada isteri-isterinya, dan yang

dibayarkan untuk putri-putri beliau yaitu lima ratus dirham sebagai upaya

mencari berkah dengan meneladani setiap perkara yang dikerjakan

Rasulullah Saw.

selain memenuhi mahar yang telah diwajibkan oleh hukum Islam,

masyarakat Muhajirin yang dimana mempelai laki-laki harus memenuhi jumlah

Mahar yang telah di tentukan kedua belah pihak . Mahar adat merupakan suatu

kewajiban yang harus dipenuhi oleh mempelai laki-laki begitu juga dengan

pendapat Imam Syafi’i. Akan tetapi penentuan mahar tersebut memiliki perbedaan

dan sumber hukumnya, bahwa secara hukum islam sebagaimana yang dijelaskan

didalam Al-qur’an mahar yang diberikan kepada mempelai perempuan dilandasin

oleh keikhlasan dan kerelaan sebagai bentuk rasa cinta kasih dua insan, akan

tetapi dalam Hukum adat Muhajirin sendiri sifatnya memaksa apabila tidak

dipenuhi bisa berimplikasi kepada batalnya suatu pernikahan.

Islam sangat memberikan kemudahan kepada umatnya yang ingin

melaksanakan suatu pernikahan yaitu salah satunya dengan menghendaki mahar

yang mudah atau tidak memberatkan pihak mempelai laki-laki, tetapi mahar adat

Muhajirin sendiri memiliki perbedaan dalam penentuan jumlah mahar adat. Mahar

adat ditentukan berdasarkan hukum adat yang sudah ada sejak nenek moyang

mereka. Mahar adat Muhajirin sangat bertolak belakang dengan hukum Islam,

karena dalam Islam sendiri mahar merupakan apa yang di inginkan mempelai

perempuan bukan apa yang di inginkan pihak keluarga mempelai perempuan.

Para ulama dan fuqaha mencari suatu hukum yang berpegang teguh pada

sumber hukum Islam dan Maqasid asy-Syari’ah dimana salah satu sumber hukum

yang digunakan adalah Urf, Urf ada dua macam, yaitu Urf Shahih dan Urf fasid. Urf

Fasid adalah Urf yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan

syara’,seperti mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan pertungangan sebelum

akad nikah. Sedangkan Urf Fasid adalah urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima,

karena bertentangan dengan syara’ seperti kebiasaan mengadakan sesajian dan segala hal

yang berhubungan dengan mistis yang dipandang keramat. 63

Hukum adat dapat dijadikan sebagai hukum, akan tetapi hukum yang didasarkan

pada Urf dapat berubah, dengan adanya perubahan suatu nas atau tempat, Mayoritas

Ulama menerima Urf sebagai metode penetapan hukum Islam, sehingga dapat menjadi

hujjah, mereka menyusun kaidah-kaidah usuliyah maupun fiqhiyah yang berhubungan

dengan keabsahan Urf.

Namun Dalam Kitab Al- Risalah yang merupakan kitab berisi metodologi

penetapan hukum Mazhab syafi’I tidak dijumpai Urf sebagai salah satu dalil penetapan

hukum. Namun adanya Qawl qadim dan Jadid merupakan fenomena yang menunjukan

adanya pengaruh ‘Urf. Dalam hal ini Ali Hasb Allah menyatakan bahwa tidak dapat

diingkari lagi Urf dan adat mesir sangat signifikan pengaruhnya dalam Qawl Al-Syafi’i.

Eksistensi Qawl qadim dan Jadid al-Syafi’I berimpikasi pada pemanfaatan ‘Urf dalam

mengambil keputusan oleh para Fuqaha’ al-Syafi’iyah. 64

Ketika Islam datang dahulu, masyarakat telah mepunyai kebiasaan yang

berbeda-beda, lalu islam mengakui yang baik diantaranya serta sesuai dengan

tujuan syara dan prinsip-prinsipnya maka islam tidak menolak yang demikian. Di

samping itu ada pula sebagian yang di perbaiki dan diluruskan sehingga urf

menjadi sejalan dengan arah sasarannya.

63

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, Sinar Grafika Offset : Jakarta

2009.Hlm 284 64

Hasbullah , Ali, Ushul al- Tasyri’, Dar al-Ma’rif, Mesir 1971Hlm.312

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian dan pembahasan skripsi tersebut maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1.Penentuan Mahar menurut Hukum Adat Muhajirin

ialah pihak mempelai laki-laki yang harus memenuhi mahar sebesar 20-30

juta serta membawa Selemak Manis dan pakain Pengantin sebelum Akad nikah di

langsungkan sebagai persyaratan dalam melakukan perkawinan, diharuskan untuk

memenuhi semua syarat, dan dimana calon suami tidak mampu memenuhi mahar

tersebut pada waktu yang telah di sepakati maka pernikahannya di tunda maupun

bisa menjadi batal jika lewat dari batas kesepakatan. Selemak manis dan pakaian

pengantin tujuannya untuk membantu pesta pernikahan maupun acara pernikahan

setelah di lakukan akad nikah

2. Penentuan Mahar menurut Pendapat Imam Syafi’i

Beliau berpendapat bahwa mahar sebagai sesuatu yang diwajibkan sebab

adanya pernikahan. Mahar dalam pernikahan tidak termasuk ke dalam rukun,

karena mahar tersebut tidak mesti disebut dan diserahkan pada waktu akad nikah

berlangsung. Dengan demikian mahar termasuk dalam syarat perkawinan.

Besaran mahar menurut imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan rendahnya.

Segala sesuatu yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain dapat dijadikan

mahar. Pemberian mahar dalam ukuran sedang lebih disukai.

3. Persamaan dan Perbedaan Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat

Muhajirin dan pendapat Imam Syafi’i

Persamaan dalam penentuan mahar adat Muhajirin dan penentuan mahar

dalam hukum Islam adalah dalam praktiknya, mahar yang berlaku secara adat dan

hukum Islam di masyarakat Muhajirin mempunyai kedudukan yang sama yaitu

mahar yang wajib dipenuhi oleh mempelai laki-laki untuk calon mempelai

perempuan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Begitu juga

dengan mahar yang berlaku mempunyai kesamaan yakni barang yang diberikan

kepada mempelai perempuan merupakan barang yang berharga dan bukan barang

curian.

Sedangkan dalam penentuan mahar adat Muhajirin dan Hukum Islam juga

memiliki perbedaan, Masyarakat Muhajirin atau mempelai laki-laki harus

memenuhi jumlah mahar yang telah di tentukan. Sedangkan besaran mahar

menurut imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan rendahnya. Segala sesuatu

yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain dapat dijadikan mahar.

B. Saran-Saran

Setelah memperhatikan uraian-uraian yang terkandung di dalam skripsi

ini, penulis mengemukakan beberapa saran antara lain:

1. Sebaiknya Mahar Adat Muhajirin yang terdapat di Kecamatan Jambi

Luar Kota sedikit diperbaharui karena zaman semakin berkembang dan pola

pikir masyarakat semakin maju.

2. Memperbaiki sarana dan prasarana yang terdapat di desa Muhajirin,

agar masyarakat disana mudah dalam melakukan segala aktivitasnya dan

memiliki semangat yang tinggi untuk menimba ilmu dalam mencapai

kesuksesannya dan cita-citanya. Hal ini dilakukan supaya SDM disana

menjadi maju dan berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2009. Fiqh Munakahat, Sinar Grafika Offset :

Jakarta.

Amir Syafiruddin, 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana)

Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab ,Remaja Rosdakarya :

Jakarta,13320.

Ahmad Bagus Setiaaji, 2017. Status Barang Pemberian Tunangan setelah Putus”

(Studi Komperatif pendapat Imam Nawawi dan Imam Ibnu Abidin) UIN

Walisongo , Semarang.

Alfaroby, 2010. Transformasi Pemahaman Masyarakat tentang Hantaran dalam

Adat Jambi Studi Kasus Desa Penegah Kecamatan pelawan Kabupaten

Sarolangun, (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

Atiqoh Fathiyah , 2016. Studi Komparatif Kedudukan Mahar Pernikahanan Di

Negara Indonesia dan Pakistan” UIN Syarif Hidayatulah , Jakarta.

Aqadatul Ihsan, 2009. Persepsi Pengantin terhadap Mahar berupa Seperangkat

Alat Shalat ( Studi Kasus di KUA Kotagede Tahun 2008) UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta.

Baharuddin Ahmad, Yuliatin, 2015. “Hukum Perkawinan Umat Islam di

Indonesia Persefektif Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (

Jakarta ; Lamping Publishing).

Depag Agama RI, 2011. Al-Qur’an & Terjemah, Jakarta Timur: CV. Pustaka

AlKautsar

Imam Gunawan, 2014. “Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek”, Jakarta:

Bumi Aksara.

Imam Syafi’I , Al-Umm juz 5,Victory Agency: Kuala lumpur,

Iskandar, 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Kualitatif dan

Kuantitatif, Jakarta:Gaung Persada Perss

Lexy J Moleong, 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT Remaja

Rodakarya)

Muhammad Daud Ali, 2004. Hukum Perkawinan Islam, Pt Raja Grafindo

Persada: Jakarta.

Muhammad Miftah Karto Aji, 2017. Hukum Mahar Dalam Tajdidun Nikah (

Studi Komperatif Ibnu Hajar al-Haitami dan Imam Yusuf ar-Dabili), UIN

Walisongo , Semarang.

Muhammad Jawad Mughniyah, 2005. Fiqih Lima Mazhab, PT Lentera Basritama

: Jakarta.

Muhammad Shobirin , 2013. Studi Komparasi Penerapan Mahar Di Indonesia

dan Malaysia” UIN Maulana Malik Ibrahim , Malang.

Ranidar Muchlis, Zaenudin Harun, 1986. Hukum Adat, Departemen pendidikan

dan kebudayaan : Jakarta.

Rianto Adi, 2004. “Metode Penelitian Sosial Dan Hukum”, Jakarta , Ganit .

Sudarsono, 1992. Pokok-pokok Hukum Islam, Pt Rineka Cipta: Jakarta.

Sugiyono, 2004. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,

(Bandung:Alfabeta)

Syaikh Kamil Muhammad, 1998. “Uwaidah, Fiqih Wanita, CV . Pustaka Al-

Kautsar, Jakarta.

Tihami , 2010. Fiqih Munakahat , (Jakarta : Raja Grafindo Persada)

CURRICULUM VITAE

A. Identitas Diri

Nama : Julianto Saputra

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat/Tgl.Lahir : Kuala Tungkal, 07 Juli 1995

NIM : SPM. 141891

Alamat

1. Alamat Asal : Parit.II,RT002 Kelurahan Patunas, Kec. K.Tungkal

2. Alamat Sekarang : Desa Rejo Mulyo Mendalo Darat Kec. Jaluko

No.Telp/HP : 0853 5272 7922

Nama Ayah : Muhammad Zuhdi

Nama Ibu : Siti Baiyah

B. Riwayat Pendidikan

1. SD/MI, Tahun Lulus : SDN 153 , Tahun 2001–2007

2. SMP/MTS, Tahun Lulus : MTS.Al Baqiyat, Tahun 2007-2011

3. SMA/MA, Tahun Lulus : MA.Pkp Al Hidayah, Tahun 2011-2014

DOKUMENTASI

Wawancara Bersama Bapak Sekretaris Desa Muhajirin

Foto Bersama Bapak Kemas M.Nur setelah wawancara

ss

Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintah Desa Muhajirin

Wawancara bersama masyarakat desa muhajirin