EXECUTIVE SUMMARY STUDI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA KAYUMAS KABUPATEN SITUBONDO...

43
[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY HALAMAN- 1 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Perkembangan pariwisata di suatu tempat, tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Proses itu dapat terjadi secara cepat atau lambat, tergantung dari berbagai faktor eksternal (dinamika pasar, situasi politik, ekonomi makro) dan faktor eksternal di tempat yang bersangkutan, kreatifitas dalam mengolah aset yang dimiliki, dukungan pemerintah dan masyarakat (Gunawan, 1999). Pembangunan kepariwisataan memerlukan perencanaan dan perancangan yang baik. Kebutuhan akan perencanaan yang baik tidak hanya dirasakan oleh pemerintah yang memegang fungsi pengarah dan pengendali, tetapi juga oleh swasta, yang merasakan makin tajamnya kompetisi, dan menyadari bahwa keberhasilan bisnis ini juga tak terlepas dari situasi lingkungan yang lebih luas dengan dukungan dari berbagai sektor. Peranan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat membantu terwujudnya obyek wisata. Pemerintah berkewajiban mengatur pemanfaatan ruang melalui distribusi dan alokasi menurut kebutuhan. Mengelola berbagai kepentingan secara proporsional dan tidak ada pihak yang selalu dirugikan atau selalu diuntungkan dalam kaitannya dengan pengalokasian ruang wisata. Kebijakan pengelolaan tata ruang tidak hanya mengatur yang boleh dan yang tidak boleh dibangun, namun terkandung banyak aspek kepastian arah pembangunan. Merubah potensi ekonomi menjadi peluang nyata, memproteksi ruang terbuka hijau bagi keseimbangan lingkungan, merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengalokasikan ruang. Pengelolaan kepariwisataan pada dasarnya melibatkan tiga kelompok pelaku, yaitu sektor bisnis, sektor nonprofit dan sektor pemerintah. Pemerintah diharapkan dapat memberdayakan, mengayomi dan memberlakukan peraturan-peraturan, tidak sekedar untuk mengarahkan perkembangan, melainkan juga untuk perintisan atau untuk mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan pengembangan pariwisata, yaitu mempunyai fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk di dalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen-komponen tertentu, pengaturan sistem distribusi ataupun penyediaan informasi. Sedangkan operasionalnya diserahkan kepada swasta. Banyak bidang operasional bisnis yang dikelola oleh pemerintah hasilnya tidak maksimal, karena adanya “perusahaan di dalam perusahaan”. Diakui memang pembangunan pariwisata selama ini lebih banyak dikonsentrasikan di beberapa lokasi saja, seperti di Pulau Bali, Pulau Jawa, Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan. Namun kini perkembangan pembangunan pariwisata berjalan cukup pesat setelah disadari, bahwa industri pariwisata merupakan penghasil devisa non migas terbesar di dunia. Idealnya, pariwisata dapat meningkatkan kualitas masyarakat dan mensejahterakan masyarakat, mendukung kelestarian lingkungan, mengembangkan perekonomian, dengan dampak negatif yang minimal. Obyek wisata yang paling lama berkembang adalah obyek wisata yang menonjolkan keindahan alam, seni dan budaya. Mengingat keindahan alam menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan, potensi ini menarik untuk digarap. Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan pertanian yang sangat luas. Rangkaian kegiatan pertanian dari budidaya sampai pasca panen dapat dijadikan daya tarik tersendiri bagi kegiatan pariwisata. Dengan menggabungkan kegiatan agronomi dengan pariwisata banyak perkebunan-perkebunan besar di Indonesia dikembangkan menjadi obyek wisata agro. Bagi daerah yang memiliki tanah subur, panorama indah, mengembangkan agrowisata akan mempunyai manfaat ganda apabila dibandingkan hanya mengembangkan pariwisata dengan obyek dan daya tarik keindahan alam, seni dan budaya. Manfaat lain yang dapat dipetik dari mengembangkan agrowisata, yaitu disamping dapat menjual jasa dari obyek dan daya tarik keindahan alam, sekaligus akan menuai hasil dari penjualan budidaya tanaman agro, sehingga disamping akan memperoleh pendapatan dari sektor jasa sekaligus akan memperoleh pendapatan dari penjualan komoditas pertanian. Perkembangan agrowisata atau agritourism bermula dari ecotourism. Ecotourism adalah yang paling cepat bertumbuh diantara model pengembangan

Transcript of EXECUTIVE SUMMARY STUDI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA KAYUMAS KABUPATEN SITUBONDO...

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 1 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Bab I Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG Perkembangan pariwisata di suatu tempat, tidak terjadi secara tiba-tiba,

melainkan melalui suatu proses. Proses itu dapat terjadi secara cepat atau lambat, tergantung dari berbagai faktor eksternal (dinamika pasar, situasi politik, ekonomi makro) dan faktor eksternal di tempat yang bersangkutan, kreatifitas dalam mengolah aset yang dimiliki, dukungan pemerintah dan masyarakat (Gunawan, 1999). Pembangunan kepariwisataan memerlukan perencanaan dan perancangan yang baik. Kebutuhan akan perencanaan yang baik tidak hanya dirasakan oleh pemerintah yang memegang fungsi pengarah dan pengendali, tetapi juga oleh swasta, yang merasakan makin tajamnya kompetisi, dan menyadari bahwa keberhasilan bisnis ini juga tak terlepas dari situasi lingkungan yang lebih luas dengan dukungan dari berbagai sektor.

Peranan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat membantu terwujudnya obyek wisata. Pemerintah berkewajiban mengatur pemanfaatan ruang melalui distribusi dan alokasi menurut kebutuhan. Mengelola berbagai kepentingan secara proporsional dan tidak ada pihak yang selalu dirugikan atau selalu diuntungkan dalam kaitannya dengan pengalokasian ruang wisata. Kebijakan pengelolaan tata ruang tidak hanya mengatur yang boleh dan yang tidak boleh dibangun, namun terkandung banyak aspek kepastian arah pembangunan. Merubah potensi ekonomi menjadi peluang nyata, memproteksi ruang terbuka hijau bagi keseimbangan lingkungan, merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengalokasikan ruang. Pengelolaan kepariwisataan pada dasarnya melibatkan tiga kelompok pelaku, yaitu sektor bisnis, sektor nonprofit dan sektor pemerintah.

Pemerintah diharapkan dapat memberdayakan, mengayomi dan memberlakukan peraturan-peraturan, tidak sekedar untuk mengarahkan perkembangan, melainkan juga untuk perintisan atau untuk mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan pengembangan pariwisata, yaitu mempunyai fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk di dalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen-komponen tertentu, pengaturan sistem distribusi ataupun penyediaan informasi. Sedangkan operasionalnya diserahkan kepada swasta. Banyak bidang operasional bisnis yang dikelola oleh pemerintah hasilnya tidak maksimal, karena adanya “perusahaan di dalam perusahaan”.

Diakui memang pembangunan pariwisata selama ini lebih banyak dikonsentrasikan di beberapa lokasi saja, seperti di Pulau Bali, Pulau Jawa, Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan. Namun kini perkembangan pembangunan pariwisata berjalan cukup pesat setelah disadari, bahwa industri pariwisata merupakan penghasil devisa non migas terbesar di dunia. Idealnya, pariwisata dapat meningkatkan kualitas masyarakat dan mensejahterakan masyarakat, mendukung kelestarian lingkungan, mengembangkan perekonomian, dengan dampak negatif yang minimal. Obyek wisata yang paling lama berkembang adalah obyek wisata yang menonjolkan keindahan alam, seni dan budaya. Mengingat keindahan alam menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan, potensi ini menarik untuk digarap. Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan pertanian yang sangat luas. Rangkaian kegiatan pertanian dari budidaya sampai pasca panen dapat dijadikan daya tarik tersendiri bagi kegiatan pariwisata. Dengan menggabungkan kegiatan agronomi dengan pariwisata banyak perkebunan-perkebunan besar di Indonesia dikembangkan menjadi obyek wisata agro.

Bagi daerah yang memiliki tanah subur, panorama indah, mengembangkan agrowisata akan mempunyai manfaat ganda apabila dibandingkan hanya mengembangkan pariwisata dengan obyek dan daya tarik keindahan alam, seni dan budaya. Manfaat lain yang dapat dipetik dari mengembangkan agrowisata, yaitu disamping dapat menjual jasa dari obyek dan daya tarik keindahan alam, sekaligus akan menuai hasil dari penjualan budidaya tanaman agro, sehingga disamping akan memperoleh pendapatan dari sektor jasa sekaligus akan memperoleh pendapatan dari penjualan komoditas pertanian.

Perkembangan agrowisata atau agritourism bermula dari ecotourism. Ecotourism adalah yang paling cepat bertumbuh diantara model pengembangan

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 2 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

pariwisata yang lainnya di seluruh dunia, dan memperoleh sambutan yang sangat serius. Ecotourism dikembangkan di negara berkembang sebagai sebuah model pengembangan yang potensial untuk memelihara sumber daya alam dan mendukung proses perbaikan ekonomi masyarakat lokal. Ecotourism dapat menyediakan alternatif perbaikan ekonomi ke aktivitas pengelolaan sumber daya, dan untuk memperoleh pendapatan bagi masyarakat lokal (U.S. Konggres OTA 1992).

Agritourism telah berhasil dikembangkan di Switzerland, Selandia Baru, Australia, dan Austria. Sedangkan di USA baru tahap permulaan dan baru dikembangkan di California. Beberapa Keluarga petani sedang merasakan bahwa mereka dapat menambah pendapatan mereka dengan menawarkan pemondokan bermalam, menerima manfaat dari kunjungan wisatawan, (Rilla 1999).

Pengembangan agritourism merupakan kombinasi antara pertanian dan dunia wisata untuk liburan di desa. Atraksi dari agritourism adalah pengalaman bertani dan menikmati produk kebun bersama dengan jasa yang disediakan. Motivasi agritourism adalah untuk menghasilkan pendapatan tambahan bagi petani. Bagaimanapun, agritourism juga merupakan kesempatan untuk mendidik orang banyak/masyarakat tentang pertanian dan ecosystems. Pemain Kunci didalam agritourism adalah petani, pengunjung/wisatawan, dan pemerintah atau institusi. Peran mereka bersama dengan interaksi mereka adalah penting untuk menuju sukses dalam pengembangan agritourism

Pada era otonomi daerah, agrowisata dapat dikembangkan pada masing-masing daerah tanpa perlu ada persaingan antar daerah, mengingat kondisi wilayah dan budaya masyarakat di Indonesia sangat beragam. Masing-masing daerah bisa menyajikan atraksi agrowisata yang lain daripada yang lain. Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis masing-masing lahan, akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumberdaya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan pendapat positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumberdaya lahan pertanian. Lestarinya sumber daya lahan akan mempunyai dampak positif terhadap pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Pengembangan agrowisata merupakan salah satu alternatif yang diharapkan mampu mendorong baik potensi ekonomi daerah maupun upaya-upaya pelestarian tersebut. Pemanfaatan potensi sumber daya alam sering kali tidak dilakukan secara optimal dan cenderung eksploitatif. Kecenderungan ini perlu segera dibenahi salah satunya melalui pengembangan industri pariwisata dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan hayati berbasis pada pengembangan kawasan secara terpadu. Potensi wisata alam, baik alami maupun buatan, belum dikembangkan secara baik dan menjadi andalan. Banyak potensi alam yang belum tergarap secara optimal. Pengembangan kawasan wisata alam dan agro mampu memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah, membuka peluang usaha dan kesempatan kerja serta sekaligus berfungsi menjaga dan melestarikan kekayaaan alam dan hayati. Apalagi kebutuhan pasar wisataagro dan alam cukup besar dan menunjukkan peningkatan di seluruh dunia

Sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah, pengembangan industri agrowisata seharusnya memegang peranan penting di masa depan. Pengembangan industri ini akan berdampak sangat luas dan signifikan dalam pengembangan ekonomi dan upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Melalui perencanaan dan pengembangan yang tepat, agrowisata dapat menjadi salah satu sektor penting dalam ekonomi daerah. Pengembangan industri pariwisata khususnya agrowisata memerlukan kreativitas dan inovasi, kerjasama dan koordinasi serta promosi dan pemasaran yang baik. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan berarti juga adanya keterlibatan unsur-unsur wilayah dan masyarakat secara intensif.

Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumberdaya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat sekitar lokasi wisata. Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 3 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

yang berjudul “Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo” sangat tepat dilakukan untuk menciptakan daya tarik wisata akan menjadi pendorong kehadiran wisatawan dari berbagai daerah untuk datang ke Situbondo.

Secara geografis Kabupaten Situbondo terletak di ujung timur Pulau Jawa bagian utara yaitu antara 113º30 - 114 º42 Bujur Timur dan antara 7º35 - 7º44 Lintang Selatan dengan temperatur tahunan 24,7º - 27,9º C, daerah fisiknya memanjang dari Barat ke Timur sepanjang Pantai Selat Madura lebih kurang ± 150 Km dengan lebar rata-rata ± 11 Km. Luas wilayah Kabupaten Situbondo 1.638,50 Km², perbatasan disebelah Barat Kabupaten Probolinggo, sebelah Utara Selat Madura, sebelah Timur Selat Bali, dan sebelah Selatan Kabupaten Bondowooso dan Kabupaten Banyuwangi yang terdiri dari 17 Kecamatan, 132 desa, 4 Kelurahan dan diantaranya terdapat 37 desa terletak dipinggir pantai.

Ditinjau dari potensi dan kondisi wilayahnya, Kabupaten Situbondo dibagi menjadi 3 wilayah yaitu: Wilayah Utara merupakan pantai dan laut yang sangat potensial untuk pengembangan komoditi perikanan, baik budidaya maupun penangkaran ikan. Wilayah Tengah bertopografi datar dan mempunyai potensi untuk pertanian. Sedangkan wilayah selatan bertopografi miring mempunyai potensi untuk tanaman perkebunan dan kehutanan. Untuk Potensi Wisata Kabupaten Situbondo dan prospeknya menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Situbondo antara lain: Pasir Putih dan Taman Nasional Baluran yang perlu didukung oleh sarana prasarana pembangunan Hotel / Penginapan, Rumah Makan, Ruang Pamer/Souvenir dan Paket Wisata lainnya.

Sedangkan pembukaan obyek wisata baru berupa Kawasan Agrowisata Kayumas yang akan memiliki akses menjadi paket wisata menuju Kawah Ijen Bondowoso–Banyuwangi akan segera direalisasikan. Pengembangan obyek wisata alam tersebut merupakan lintas daerah yang memiliki prospek cerah bagi pembangunan wisata Kabupaten Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Kemudian perlu pembangunan jaringan jalan dari Desa Kayumas Situbondo menuju Kawah Ijen Bondowoso sepanjang 12 Km disamping jaringan listrik sepanjang ± 13 Km

Kawasan Kayumas Kabupaten Situbondo lebih dikenal sebagai kawasan pengembangan areal perkebunan dengan tanaman kopi rakyat seluas 1.029 ha. Lokasi Perkebunan Kayumas terletak di Kecamatan Arjasa kurang lebih 47 km dari pusat Kota Situbondo dan 34 km dari Kecamatan Arjasa kearah timur laut berada dengan ketinggian 760 s/d 1.550 Meter di atas permukaan laut dan curah hujan 1300 – 2000 mm / tahun. Awalnya adalah kebun Kopi Arabica dan sedikit tanaman kina yang dibangun pada tahun 1886 dengan nama NV Mijt dan Van Landem Kajumas hingga tahun 1957, berdasarkan UUD.86 tahun 1958 Perkebunan Kayumas di Nasionalisasi menjadi pusat perkebunan Negara baru (PPND). Tanaman Kopi seluas 800 Ha merupakan tanaman produktif. Jenis Kopi Arabika mendominasi hamparan areal yang berlokasi di Desa Kayumas dan Desa Curahtatal Kecamatan Arjasa. Kopi Arabika ini merupakan satu-satunya yang masih ada di Jawa Timur dan memiliki prospek untuk diekspor, karena mempunyai aroma dan cita rasa khusus.

Sejak tahun 1996 Perusahaan di Restrukturisasi menjadi PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero). Komoditi utama yang dibudidayakan adalah Kopi Arabika dengan brand name “ JAVA COFFEE KAYUMAS”. Saat ini PTPN. Kayumas mengembangkan produk kopi luwak.

Nilai plus yang dimiliki para petani di Desa Kayumas Kabupaten Situbondo, tidak hanya karena mengembangkan tanaman kopi jenis Arabica, tapi juga karena kemampuan mereka mengembangkan pertanian organik. Secara turun-temurun, sebenarnya para petani kopi di Kayumas telah mengenal pertanian organik. Namun, baru beberapa tahun terakhir dikelola secara serius dan dilakukan berbagai penelitian dan standarisasi agar bisa mendapatkan pengakuan di level internasional.

Hasil pertanian organik memiliki pangsa pasar yang bagus dan harganya relatif lebih mahal. Konsumen middle up, terutama di negara-negara maju seperti Jepang, Eropa dan Amerika Serikat sangat menghargai hasil pertanian organik, tak terkecuali komoditi kopi organik. Hal ini yang mendorong para petani di Kayumas semakin serius lagi mengembangkan pertanian Kopi Arabica Organik.

Saat ini di Desa Kayumas terdapat 72 orang yang menjadi anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Kopi Arabica Organik “Sumber Kayu Putih” dengan luas

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 4 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

lahan mencapai 132,25 Ha. Hanya petani yang memiliki lahan di atas 1 Ha saja yang tercatat di keanggotaan Gapoktan. Sementara, yang memiliki lahan kurang dari 1 Ha tersebar di 6 sub kelompok tani. Bila ditotal seluruh lahan pertanian kopi yang ada di Kayumas, yakni mencapai + 341,25 Ha

Potensi unggulan lainya Kabupaten Situbondo di daerah Kayumas adalah tembakau. Masyarakat Kayumas mempunyai kebiasaan menanam tembakau. Alasannya keuntungan yang didapat dari hasil bertani tembakau lebih baik daripada menanam palawija. Sebagian besar lahan dan kondisi tanah di Kayumas cocok untuk ditanami tembakau. Selain itu, cuaca panas juga mendukung untuk pertumbuhan tembakau dengan kualitas istimewa.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari Kegiatan Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo adalah untuk mengembangkan potensi Kawasan Agrowisata Kayumas sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan sinergitas pariwisata dengan pertanian yang diharapkan bisa menghasilkan pertumbuhan sosial, ekonomi dan organisasi masyarakat.

Sedangkan tujuan dari Kegiatan Studi Perencanaan Pengembangan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo adalah untuk:

1. Mengkaji permasalahan-permasalahan dalam pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo.

2. Menyusun program pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo yang meliputi kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan, pemberdayaan masyarakat, diversifikasi produk, tata cara pengelolaan, dan kerjasama investasi.

C. SASARAN

Sasaran dan manfaat Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut: 1. Terwujudnya perkembangan Kawasan Agrowisata Kayumas yang didukung oleh

masyarakat setempat. 2. Terwujudnya pengetahuan, wawasan, sikap dan keterampilan masyarakat

setempat dalam pengelolaan agrowisata Desa Kayumas. 3. Terciptanya diversifikasi produk yang mampu menjadi produk wisata unggulan dan

meningkatkan ekonomi masyarakat Desa Kayumas khususnya dan masyarakat Kabupaten Situbondo pada umumnya.

4. Tersusunnya tata cara pengelolaan Kawasan Agrowisata Kayumas yang didasarkan kepada manajemen pengelolaan yang tepat.

5. Adanya minat investor dalam membangun kerja sama investasi pengembangan kawasan agrowisata Desa Kayumas.

D. MANFAAT Manfaat Kegiatan Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan

Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo adalah: 1. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Situbondo mengenai

pola pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas. 2. Sebagai media untuk menambah wawasan masyarakat, pengusaha dan

pemerintah terhadap berbagai corak dan bentuk agrowisata di Kabupaten Situbondo

3. Sebagai upaya sinergitas antara pariwisata dengan pertanian di Kabupaten Situbondo

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 5 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Bab II Kerangka Teori

A. PENGERTIAN KAWASAN Kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan ekonomi,

tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara fungsional demi mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam kaitan ini, kawasan didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai fungsi tertentu, dengan kegiatan ekonomi, sektor dan produk unggulannya mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan ini baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama membentuk suatu klaster. Klaster dapat berupa klaster pertanian dan klaster industri, bergantung pada kegiatan ekonomi yang dominan dalam kawasan itu (Bappenas, 2004).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan Mc. Douglass dan Friedmann (1974) dalam Pasaribu (1999), sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan.

B. PENGERTIAN AGROWISATA Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang

sangat beragam yang jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut mampu menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol sampai ribuan meter di atas permukaan laut. Komoditas pertanian, mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang sangat beragam, mempunyai daya tarik kuat sebagai agrowisata. Keseluruhannya sangat berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia.

Pada dekade terakhir, pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di manca negara menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Konsumsi jasa dalam bentuk komoditas wisata bagi sebagian masyarakat negara maju dan masyarakat Indonesia telah menjadi salah satu kebutuhan sebagai akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi dan kesejahteraannya. Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat.

Kecenderungan ini merupakan sinyal tingginya permintaan akan agrowisata dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agrobisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik. Agrowisata merupakan salah satu usaha bisnis dibidang pertanian dengan menekankan kepada penjualan jasa kepada konsumen. Bentuk jasa tersebut dapat berupa keindahan, kenyamanan, ketentraman dan pendidikan. Pengembangan usaha agrowisata membutuhkan manajemen yang prima diantara sub sistem, yaitu antara ketersediaan sarana dan prasarana wisata, obyek yang dijual promosi dan pelayanannya (http://www.panduan-bisnis-internet.com/bisnis/agro_bisnis.html).

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Agrowisata merupakan kegiatan kepariwisataan yang pada akhir-akhir ini telah dimanfaatkan oleh kalangan usaha perjalanan untuk meningkatkan kunjungan wisata pada beberapa daerah tujuan

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 6 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

wisata agro. Tirtawinata, dkk (1996) mengemukakan, agrowisata atau wisata pertanian ini semula kurang diperhitungkan, namun sekarang banyak yang meliriknya. Berbagai negara di Eropa Barat, Amerika, dan Australia sedang bersaing dalam memasarkan agrowisatanya. Oleh karena itu Indonesia tidak mau ketinggalan, terlebih Indonesia sebagai negara agraris yang sangat potensial untuk pengembangan agrowisata.

Pengertian agrowisata dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor: 204/KPTS/30 HK/050/4/1989 dan Nomor KM. 47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang Koordinasi Pengembangan Wisata Agro, didefinisikan “sebagai suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, perjalanan, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian".

Agrowisata, dalam kamus bahasa Indonesia, Purwodarminto (1999), diartikan sebagai wisata yang sasarannya adalah pertanian (perkebunan, kehutanan, dsb). Kegiatan agro sendiri mempunyai pengertian sebagai usaha pertanian dalam arti luas, yaitu komoditas pertanian, mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sehingga pengertian agrowisata merupakan wisata yang memanfaatkan obyek-obyek pertanian.

Agrowisata memiliki pengertian yang sangat luas, dalam banyak hal sering kali berisikan dengan ekowisata. Ekowisata dan agrowisata memiliki banyak persamaan, terutama karena keduanya berbasis pada sumber daya alam dan lingkungan. Di beberapa negara agrowisata dan ekowisata dikelompokkan dalam satu pengertian dan kegiatan yang sama, agrowisata merupakan bagian dari ekowisata. Untuk itu, diperlukan kesamaan pandangan dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata maupun ekowisata. Sedikit perbedaan antara agrowisata dan ekowisata dapat dilihat pada definisi dibawah ini.

Ekowisata atau ecotourism merupakan pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada usaha-usaha pelestarian alam atau konservasi. Beberapa contoh ekowisata adalah Taman Nasional, Cagar Alam, Kawasan Hutan Lindung, Cagar Terumbu Karang, Bumi Perkemahan dan sebagainya.

Sementara itu, agrowisata, menurut Moh. Reza T. dan Lisdiana F, adalah objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata atau agrotourism dapat diartikan juga sebagai pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Industri ini mengandalkan pada kemampuan budidaya baik pertanian, peternakan, perikanan atau pun kehutanan. Dengan demikian agrowisata tidak sekedar mencakup sektor pertanian, melainkan juga budidaya perairan baik darat maupun laut.

Baik agrowisata yang berbasis budidaya, maupun ekowisata yang bertumpu pada upaya-upaya konservasi, keduanya berorientasi pada pelestarian sumber daya alam serta masyarakat dan budaya lokal. Pengembangan agrowisata dapat dilakukan dengan mengembangkan kawasan yang sudah atau akan dibangun seperti kawasan agropolitan, kawasan usaha ternak maupun kawasan industri perkebunan. Jadi, Pengembangan kawasan agrowisata berarti mengembangkan suatu kawasan yang mengedepankan wisata sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonominya. Industri wisata ini yang diharapkan mampu menunjang berkembangnya pembangunan agribisnis secara umum.

Kawasan agrowisata sebagai sebuah sistem tidak dibatasi oleh batasan-batasan yang bersifat administratif, tetapi lebih pada skala ekonomi dan ekologi yang melingkupi kawasan agrowisata tersebut. Ini berarti kawasan agrowisata dapat meliputi desa-desa dan kota-kota sekaligus, sesuai dengan pola interaksi ekonomi dan ekologinya. Kawasan-kawasan pedesaan dan daerah pinggiran dapat menjadi kawasan sentra produksi dan lokasi wisata alam, sedangkan daerah perkotaan menjadi kawasan pelayanan wisata, pusat-pusat kerajinan, yang berkaitan dengan penanganan pasca panen, ataupun terminal agribisnis.

Kawasan agrowisata yang dimaksud merupakan kawasan berskala lokal yaitu pada tingkat wilayah Kabupaten/Kota baik dalam konteks interaksi antar kawasan lokal tersebut maupun dalam konteks kewilayahan propinsi atau yang lebih tinggi.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 7 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

C. KRITERIA KAWASAN AGROWISATA Kawasan agrowisata yang sudah berkembang memiliki kriteria-kriteria,

karakter dan ciri-ciri yang dapat dikenali. Kawasan agrowisata merupakan suatu kawasan yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian, hortikultura,

perikanan maupun peternakan, misalnya: a. Sub sistem usaha pertanian primer (on farm) yang antara lain terdiri dari

pertanian tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.

b. Sub sistem industri pertanian yang antara lain terdiri dari industri pengolahan, kerajinan, pengemasan, dan pemasaran baik lokal maupun ekspor.

c. Sub sistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung kawasan baik terhadap industri & layanan wisata maupun sektor agro, misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan, perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi dan infrastruktur.

2) Adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan ketergantungan yang cukup tinggi. Kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor agro.

3) Adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan. Berbagai kegiatan dan produk wisata dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

D. PERENCANAAN KAWASAN AGROWISATA Perkembangan pariwisata di suatu tempat, tidak terjadi secara tiba-tiba,

melainkan melalui suatu proses. Proses itu dapat terjadi secara cepat atau lambat, tergantung dari berbagai faktor eksternal (dinamika pasar, situasi politik, ekonomi makro) dan faktor eksternal di tempat yang bersangkutan, kreatifitas dalam mengolah aset yang dimiliki, dukungan pemerintah dan masyarakat (Gunawan, 1999). Pembangunan kepariwisataan memerlukan perencanaan dan perancangan yang baik. Kebutuhan akan perencanaan yang baik tidak hanya dirasakan oleh pemerintah yang memegang fungsi pengarah dan pengendali, tetapi juga oleh swasta, yang merasakan makin tajamnya kompetisi, dan menyadari bahwa keberhasilan bisnis ini juga tak terlepas dari situasi lingkungan yang lebih luas dengan dukungan dari berbagai sektor.

Peranan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat membantu terwujudnya obyek wisata. Pemerintah berkewajiban mengatur pemanfaatan ruang melalui distribusi dan alokasi menurut kebutuhan. Mengelola berbagai kepentingan secara proporsional dan tidak ada pihak yang selalu dirugikan atau selalu diuntungkan dalam kaitannya dengan pengalokasian ruang wisata. Kebijakan pengelolaan tata ruang tidak hanya mengatur yang boleh dan yang tidak boleh dibangun saja, namun terkandung banyak aspek kepastian arah pembangunan. Merubah potensi ekonomi menjadi peluang nyata, memproteksi ruang terbuka hijau bagi keseimbangan lingkungan, merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengalokasikan ruang. Pengelolaan kepariwisataan pada dasarnya melibatkan tiga kelompok pelaku, yaitu sektor bisnis, sektor nonprofit dan sektor pemerintah.

Pemerintah diharapkan dapat memberdayakan, mengayomi dan memberlakukan peraturan-peraturan, tidak sekedar untuk mengarahkan perkembangan, melainkan juga untuk perintisan atau untuk mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan pengembangan pariwisata, yaitu mempunyai fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk di dalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen-komponen tertentu, pengaturan sistem distribusi ataupun penyediaan informasi. Sedangkan operasionalnya diserahkan kepada swasta. Banyak bidang operasional bisnis yang dikelola oleh pemerintah hasilnya tidak maksimal, karena adanya “perusahaan di dalam perusahaan”.

Perencanaan merupakan terjemahan dari kata planning, secara umum pengertian planning adalah pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu (Inskeep, Edward, 1991 dalam Patusuri, 2004). Perencanaan merupakan aktifitas moral. Melalui interaksi dan komunikasi, perencanaan bersama dengan

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 8 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

masyarakat membantu merumuskan masalah, menetapkan tujuan, analisis kondisi, mencari alternatif solusi, memilih alternatif terbaik, mengkaji alternatif terbaik dan mengimplementasikan, yang dikenal dengan tujuh langkah perencanaan atau the seven magic steps of planning, Boothroyd yang dikutip dari Hadi (2001).

Menurut Patusuri (2004), pengertian perencanaan mempunyai rentang pengertian yang sangat luas dan beragam. Perencanaan merupakan suatu perencanaan yang lingkupnya menyeluruh mencakup bidang yang sangat luas, kompleks dan berbagai komponennya saling kait-mengkait. Produk perencanaan adalah rencana.

Rencana adalah suatu pedoman atau alat yang terorganisasi secara teratur dan sistematis untuk mencapai suatu keinginan, cita-cita atau maksud yang sasarannya dan jangkauannya telah digariskan terlebih dahulu dimasa mendatang. Rencana pengelolaan agrowisata merupakan alat untuk menetapkan dan mengkaji keseluruhan kebijakan yang akan diambil untuk mewujudkan agrowisata. Dalam perencanaan agrowisata akan mencakup berbagai subyek, seperti bagaimana pariwisata harus dikelola dengan baik, meminimalisasi dampak, meyusun pola dan arah pengembangannya.

Untuk mewujudkan rencana agrowisata berwawasan lingkungan ini juga memerlukan kebersamaan dengan rencana lain, seperti perencanaan pengolahan tanah, perencanaan mengembangkan jenis tanaman yang pada saat ini telah ada, namun belum dikelola sebagai tanaman berdaya tarik wisata, perencanaan budidaya tanaman, yaitu mengembangkan jenis-jenis tanaman tertentu dan beberapa perencanaan lainnya dalam kaitannya dengan pembangunan agrowisata.

Mengingat kompleksitas proses perencanaan yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dan kebijakan, terdapat beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk pengembangan agrowisata berwawasan lingkungan. Dalam Fandeli dan Nurdin (2005), terdapat arah pengembangan dasar kebijakan ekowisata yang dapat diterapkan dalam kebijakan agrowisata, antara lain: 1. Lingkungan alam dan sosial budaya harus menjadi dasar pengembangan

pariwisata dengan tidak membahayakan kelestariannya. 2. Agrowisata bergantung pada kualitas lingkungan alam dan sosial budaya yang

baik. Keduanya menjadi fondasi untuk meningkatkan ekonomi lokal dan kualitas kehidupan masyarakat yang timbul dari industri pariwisata.

3. Keberadaan organisasi yang mengelola agar tetap terjaga kelestariannya, berkaitan dengan pengelolaan yang baik dari dan untuk wisatawan; saling memberikan informasi dan pengelolaan dengan operator wisata, masyarakat lokal dan mengembangkan potensi ekonomi yang sesuai.

4. Di kawasan agrowisata, wisatawan menikmati seluruh fasilitas yang ada, dan aktifitas kegiatan yang dapat memberikan pengetahuan baru dalam berwisata hanya saja tidak semua kebutuhan wisatawan tersebut dapat dipenuhi karena dalam beberapa hal mungkin terdapat harapan yang tidak sesuai dengan kondisi agrowisata yang bersangkutan.

5. Wisatawan cenderung mengharapkan kualitas pelayanan yang baik, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dan mereka tidak selalu tertarik pada pelayanan yang murah harganya.

6. Keinginan wisatawan cenderung bermacam-macam tergantung karakteristik wisatawan, tidak semuanya dapat dipenuhi.

7. Perencanaan harus lebih cepat dilakukan dan disempurnakan terus-menerus seiring dengan perkembangan pariwisata, termasuk juga menginventarisir komponen-komponen yang ada di sekitar agrowisata terutama yang berpengaruh terhadap kebutuhan wisatawan.

Berdasarkan arah pengembangan dasar kebijakan tersebut diatas, untuk mewujudkan pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan di Kayumas perlu adanya perencanaan dan perancangan yang baik, sehingga akan meminimalisasi kemungkinan dampak yang akan timbul dikemudian hari.

E. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROWISATA

Pengembangan adalah upaya memperluas atau mewujudkan potensi-potensi, membawa suatu keadaan secara bertingkat pada suatu keadaan yang lebih lengkap, lebih besar, atau lebih baik, memajukan sesuatu yang lebih awal kepada yang lebih

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 9 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

akhir atau dari yang sederhana kepada yang lebih kompleks. Pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumberdaya, memperluas kesempatan mengakui keberhasilan dan mengintegrasikan kemajuan (Ramly, 2007).

Lebih lanjut Ramly (2007) menyatakan bahwa, dari segi kualitatif, pengembangan berfungsi sebagai upaya peningkatan yang meliputi penyempurnaan program kearah yang lebih baik. Dimana hal-hal yang dikembangkan meliputi aktivitas manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Model-model perencanaan telah dikembangkan, masing-masing merefleksikan nilai-nilai yang berbeda, asumsi dan keyakinan tentang hakekat dari dunia perencanaan dilakukan. Beberapa model perencanaan diantaranya perencanaan sinoptik, perencanan bertahap (incremental), mixed scanning dan perencanaan transaktif (Mitchell, Setiawan dan Rahmi, 1997).

Implementasi pembangunan top down telah menyebabkan proporsi dan konstelasi peranan tiga stakeholder pembangunan menjadi timpang. Negara dan swasta menjadi sangat dominan sedangkan masyarakat berada pada posisi marjinal. Bertolak dari hal tersebut diperlukan sebuah pembangunan alternatif yang lebih berorientasi pada usaha menghilangkan marginalisasi dan memperkuat sektor masyarakat.

Pada arah ini maka pembangunan yang berbasis masyarakat (community based development) menjadi sangat relevan untuk diimplementasikan (Suparjan dan Suyatno, 2003).

Perencanaan pembangunan berbasis masyarakat salah satunya menggunakan metode 7 (tujuh) langkah perencanaan (seven magic step) yang meliputi tahap definisi masalah, tujuan, analisis kondisi, altenatif kebijakan, pilihan alternatif, implementasi dan pemantauan (Hadi,2005).

Boothroyd (1991), the nature of each seven magic step can be elaborated as (1) define your palnning task, (2) Identify your goals, (3) appraise the relevant fact, (4) generate many action possibilities, (5) package the possibilities in terms of compatible and mutually options, (6) Assess the pros and cons of each option and (7) decide on an option to adopt (or to recommend) using culturally appropriate procedures.

Kualitas lingkungan menurun pada dasarnya dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu meningkatnya kebutuhan ekonomi (economic requirement) dan gagalnya kebijakan yang diterapkan (policy failure) (Ramly, 2007).

Peningkatan kebutuhan yang tak terbatas sering membuat tekanan yang besar terhadap lingkungan dan sumber daya yang ada. Lingkungan masih dipandang sebagai instrumen ekonomi, bukan sebagai fungsi intrinsiknya. Akar masalah kerusakan lingkungan selama ini berasal dari kesalahan cara pandang manusia tentang dirinya, alam dan hubungan manusia dengan alam. Oleh karena itu, percepatan pembangunan ekonomi selayaknya diimbangi dengan ketersediaan sumber daya dan lingkungan yang lestari. Penduduk lokal akan memiliki insentif konservasi lingkungan apabila ia dilibatkan dalam jasa-jasa ekowisata, pemberian informasi dan memperoleh benefit yang pantas (Nugroho, 2004) Fandeli dan Mukhlison (2000), untuk dapat melihat sisi positif dan sisi negatif dari pengembangan pariwisata terlebih dahulu perlu diperhatikan beberapa hal bagi setiap perencana wisata karena hal ini akan menyangkut kelangsungan pertumbuhan kawasan wisata dan juga tentunya akan menyangkut kelangsungan para pelaku wisata yang berada dalam kawasan tersebut . Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Volume atau Jumlah dari wisatawan 2. Karakteristik dari wisatawan dengan berbagai keinginan untuk berwisata 3. Type dari aktifitas wisata yang dapat ditawarkan pada sebuah kawasan 4. Wisata beserta dengan variasi wisata yang mungkin dilakukan 5. Struktur masyarakat yang berada pada kawasan wisata tersebut 6. Kondisi lingkungan sekitar yang berada pada kawasan tersebut 7. Kemampuan masyarakat untuk dapat mengadaptasi dari perkembangan

kepariwisataan Fandeli dan Nurdin (2005), menyatakan bahwa apakah wisata itu berbentuk alamiah maupun buatan manusia merupakan hal yang terpenting dalam pembangunan industri wisata hanya saja ketika wisatawan mulai datang perubahan terhadap

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 10 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

lingkungan baik itu berupa lingkungan fisik maupun bilogis tentunya akan berubah. Dari sisi positif adanya keinginan dari pihak pengelola untuk : 1. Mempreservasi dan restorasi benda benda budaya seperti bangunan dan

kawasan bersejarah 2. Pembangunan taman nasional dan taman suaka margasatwa 3. Melindungi pantai dan taman laut 4. Mempertahankan hutan Dari sisi negatifnya kegiatan wisata akan menyebabkan : 1. Polusi suara, air dan tanah 2. Perusakan secara fisik lingkungan sekitarnya 3. Pembangunan hotel hotel yang megah tampa melihat kondisi lingkungan 4. Perusakan hutan, perusakan monumen bersejarah, vandalisme Sehingga dibutuhkan sebuah kebijakan dalam menata sebuah perjalan wisata yang dapat memberikan efek positif dibandingkan dengan efek negatifnya.

Peningkatan peran pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan meliputi inisiatif pembangunan kepariwisataan oleh pemerintah daerah, menggalang kesepakatan dengan para pihak, mengintegrasikan pariwisata dalam rencana pembangunan daerah yang komprehensif, memaksimalkan keterkaitan antar sektor pembangunan di daerah dan mengangkat identitas lokal dalam kepariwisataan daerah (Gunawan, dkk. 2000)

Pariwisata dalam kawasan yang dikonservasi memiliki keuntungan banyak dan sebagai sumber pembiayaan kawasan. Interaksi kedua faktor ini sering terjadi secara rumit. Pada dasarnya menjadi tanggung jawab perencana kawasan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Walaupun perencana tidak menyediakan analisis secara detail tentang semua pengaruh pariwisata dan biaya, tetapi dapat dilaksanakan identifikasi biaya-biaya dan keuntungannya antara lain (1) meningkatkan pengembangan dibidang ekonomi, (2) Konservasi alam dan budaya dan (3) Meningkatkan kualitas kehidupan dalam masyarakat lokal (Fandeli dan Nurdin, 2005).

Pengembangan produk-produk pariwisata dan aktivitas wisata pada suatu kawasan dapat dirinci terdiri dari (1) atraksi-atraksi yang dikembangkan dipilih yang memiliki nilai jual tinggi baik atraksi alam, heritage, budaya dan obyek buatan, (2) infrastruktur (fasilitas, utilitas) dibangun sesuai dengan budaya dan tradisi lokal serta terpadu dengan lingkungannya, (3) kelembagaan lokal diperkuat dan diberikan peranan yang lebih besar, (4) sumberdaya Manusia merupakan penentu keberhasilan pariwisata sesuai dengan sasarannya, (5) aspek ekonomi yang dikembangkan adalah ekonomi kerakyatan. Penghasilan kawasan dimaksud untuk dapat mempertahankan atau mengkonservasi kawasan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, (6) Lingkungan kawasan pariwisata perlu dikaji kelayakannya, terutama dampak positif dan dampak negatif yang akan muncul. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan instrumen untuk menkaji dampak lingkungan dan bagaimana menanganinya (Fandeli dan Nurdin, 2005).

Untuk dapat mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan harus ditetapkan indikator. Indikator ini dapat dipergunakan sebagai bahan untuk monitoring dan evaluasi. Ada 11 (sebelas) indikator yang dapat ditentukan sebagaimana tabel berikut :

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 11 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

F. MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA KAYUMAS BERBASIS KOMUNITAS

Jafari (Gartner, 1996: 23--27) menganalisis empat pendekatan yang mendasari pembangunan pariwisata (tourism platform) yaitu pendekatan advocacy (advocacy platform), cautionary (cautionary platform), Adaptacy platform, dan knowledge base platform. Advocacy platform menekankan pada dampak ekonomi pariwisata sebagai dasar pijakan. Pendekatan cautionary merupakan kritik dari pendekatan advocacy menyoroti berbagai dampak negatif yang dihasilkan industri pariwisata. Pariwisata tidak selalu baik atau jelek, tergantung pada respons masyarakat lokal terhadap kebutuhannya. Menurut pendekatan ini pembangunan pariwisata harus terfokus pada masyarakat, agar dapat memberikan dampak yang adil pada masyarakat setempat, melindungi atau meningkatkan budaya dan lingkungan di daerah tujuan wisata dan meningkatkan pertukaran sosial antara tuan rumah dan tamu. Spillane (1994: 28) menguatkan dengan argumentasi bahwa pengaruh negatif pariwisata bisa dikontrol dengan mencari bentuk lain pengembangan wisata (bentuk-bentuk wisata alternatif). Pengembangannya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Knowledge base platform adalah pendekatan yang menekankan pentingnya pendekatan pariwisata secara holistic. Pendekatan pembangunan pariwisata harus menggunakan model yang multidisiplin atau pendekatan yang interdisiplin.

Berbagai dampak negatif yang timbul dalam pengembangan pariwisata yang menggunakan pendekatan advocacy dan cautionary. Untuk mengantisipasi hal tersebut, mulai dikembangkan wacana pembangunan pariwisata dengan menggunakan pendekatan adaptacy, indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan pariwisata lebih bersifat mikro menekankan pada bentuk pariwisata yang lebih tertata, berkesinambungan dan menguntungkan masyarakat lokal.

Pendekatan adaptacy yang lebih menempatkan pembangunan pariwisata sebagai instrument untuk mencapai kesejahteraan masyarakat atau pendekatan

Tabel 2.1. Indikator Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 12 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

bentuk pariwisata berbasis masyarakat mendapat rekomendasi banyak ahli (Murphy, 1985; Mill dan Morison,1985, Pearce et al. , 1998, Sandmeyer, 2005; Beeton, 2006).

Secara konseptual CBT diartikan sebagai pendekatan alternative (Patin dan Francis, 2005) atau mainstream (AIPES-RISPO, 2006) yang menekankan pada partisipasi/keterlibatan komunitas (Housler, 2005; Mann, 2000) serta merupakan alat pemberdayaan ekonomi komunitas (Patin dan Francis, 2005). CBT juga berkaitan erat dengan pariwisata berkelanjutan yaitu sebagai syarat pengembangan pariwisata berkelanjutan (Murphy, 1985; Woodley, 1993), alat mencapai pariwisata berkelanjutan (Asker, 2010) dan sebagai wujud pariwisata berkelanjutan (Suansri, 2003).

Penerapan CBT mensyaratkan terpenuhinya beberapa prinsip yang dapat ditampilkan ringkas sebagai berikut.

Salah satu manfaat yang digarapkan dari pengembangan pariwisata di negara

berkembang adalah penciptaan lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja (Gray,1974:395; McCloy, 1975:49; Mathieson dan Walls, 1982:43;). Peluang kerja yang timbul dari industri pariwisata menurut Janata (dalam Warpani: 1997: 88) dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu sektor dinamik dan sektor static. Partisipasi ekonomi komunitas dalam dunia usaha pariwisata baik di hulu maupun di hilir menurut Nickerson (2001:24) berkaitan dengan motivasinya. Untuk meningkatkan motif dan selanjutnya dapat mendorong partisipasi ekonomi, komunitas harus mendapat dukungan dan bantuan untuk mengembangkan kewirausahaan dari luar yaitu pemerintah/NGO/lembaga donor lainnya (Getz dan Page, 1997:196).

Tabel 2.2. Penerapan CBT

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 13 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Aspek ekonomi pariwisata tidak lepas dari pengeluaran wisata (tourist expenditure) yaitu uang yang dibelanjakan wisatawan di daerah tujuan wisata (DTW) untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan selama berkunjung di suatu negara/daerah tujuan wisata. Uang yang dibelanjakan wisatawan dalam ekonomi pariwisata disebut sebagai uang baru (new money) yang berdampak positif terhadap perekonomian negara/daerah yang dikunjungi (Oka, 2008:187). Perhitungan pengeluaran wisata penting untuk menunjukkan secara nyata nilai pariwisata bagi suatu daerah. Hal itu juga penting untuk menggambarkan dampak spesifik pariwisata bagi ekonomi lokal seperti rumah tangga, usaha masyarakat lokal, perekonomian daerah dan sebagainya, serta sebagai dasar merencanakan fasilitas atau atraksi wisata baru, menggambarkan dampak pariwisata terhadap penerimaan ekonomi seperti gaji/upah, pekerjaan, dan yang lebih (Goldman, 1994: 1).

Penerapan prinsip social berkaitan erat dengan adanya interaksi tuan rumah dan tamu/wisatawan. Hubungan antara tuan rumah (masyarakat lokal) dengan pengujung/wisatawan di daerah tujuan wisata sangat tergantung pada durasi waktu, intensitas, dan sifat kunjungan. Kedalaman hubungan inilah yang menentukan dampak atau manfaat yang dapat diterima masyarakat di daerah destinasi wisata (Murphy, 1985:117).

Page dan Hall (1999:122) merangkum dampak sosial budaya pariwisata, sebagai berikut. Pengembangan pariwisata membawa dampak positif pada aspek sosial budaya antara lain: meningkatnya partisipasi serta minat komunitas terhadap kegiatan bersama dan menguatkan nilai tradisi setempat. Sedangkan dampak negatif yang timbul, adalah komersialisasi aktivitas individu, modifikasi kegiatan dan aktivitas sesuai dengan tuntutan pariwisata, peningkatan angka kejahatan, perubahan struktur komunitas, dan kerusakan sosial. Mathiason dan Wall (1982:143) mencatat dampak sosial-budaya yang secara umum timbul dari pengembangan pariwisata adalah efek demontrasi (demonstration effect).

Prinsip politik CBT terkait erat dengan partisipasi komunitas lokal, peningkatan kekuasaan komunitas, dan mekanisme yang menjamin hak komunitas dalam mengelola sumberdaya alam (Timothy, 1999; Yaman dan Mohd, 2004). Penerapan prinsip lingkungan antara lain dapat diukur dari penerapan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan sumber daya rekreasi untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan (Clawson dan Knetsch, 1996:113).

Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo dapatpula diorientasikan pada Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis komunitas/masyarakat merupakan strategi pembangunan yang menggunakan pariwisata sebagai alat untuk memperkuat komunitas lokal.

Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo bertujuan sebagai berikut mengaji penerapan prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT) dalam pengembangan agrowisata di Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip CBT Penerapan prinsip ekonomi CBT dalam pengembangan agrowisata berkaitan dengan terciptanya pekerjaan yang menyerap tenaga kerja lokal, pengembangan usaha sektor pariwisata, dan peningkatan pendapatan komunitas yang berasal dari belanja wisata.

Penerapan prinsip sosial CBT dalam pengembangan agrowisata ditandai dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat dapat diukur dari persepsi komunitas tentang pengembangan agrowisata yang merefleksikan peningkatan kualitas hidup, kepuasan komunitas, serta keterlibatan individu dan organisasi/kelembagaan setempat. Pengembangan agrowisata berdampak pada perubahan nilai sosial tentang tamu, nilai menyambut tamu, perlakuan terhadap tamu, dan filosofi tentang penerimaan tamu. Dari aspek gender agrowisata menghasilkan segregasi kerja sektor pariwisata, pelabelan (stereotype) dan beban kerja ganda pada perempuan.

Penerapan prinsip budaya CBT mengindikasi pengembangan agrowisata tidak menguatkan seluruh aspek sosial kapital. Interaksi wisatawan dan komunitas menghasilkan kontak dan pertukaran nilai budaya, menghasilkan pengetahuan baru bagi komunitas dan penerimaan simbol modernitas dari luar komunitas. Penerapan prinsip politik CBT dalam pengembangan agrowisata menunjukkan adanya

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 14 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

penguatan peran dan fungsi kelembagaan lokal serta peningkatan kekuasaan oleh komunitas. Penerapan prinsip lingkungan CBT berkaitan dengan berkembangnya konsep daya dukung komunitas.

Faktor yang mempengaruhi penerapan prinsip ekonomi CBT adalah struktur perekonomian Kabupaten Situbondo, dan peran pemerintah Faktor yang memengaruhi penerapan prinsip sosial adalah status kekhususan Kabupaten Situbondo, kekayaan sumber daya alam, dan kekuatan budaya setempat. Faktor yang memengaruhi penerapan prinsip budaya adalah berkembangnya budaya multikultur, keterbukaan terhadap informasi, dan etos kerja lokal. Faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip lingkungan CBT adalah kondisi lingkungan global dan kearifan lokal komunitas.

Gambar 2.1. Inovasi model Pengembangan Kawasan Agriwisata Kayumas Berbasis komunitas

Agrowisata merupakan bentuk pariwisata yang berpotensi untuk diterapkan penerapan prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT). Secara garis besar prinsip CBT dapat dibagi menjadi 3 aspek yaitu berkaitan dengan akses, control dan manfaat pengembangan agrowisata bagi komunitas. Aspek akses berkaitan dengan kemampuan komunitas menjangkau/terlibat/bersentuhan dengan pengembangan agrowisata. Akses dapat diperoleh komunitas melalui kepemilikan lahan dan adanya usaha kecil yang dimiliki/dikembangkan komunitas.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 15 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Bab III Metode Penelitian

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian ada di Desa Kayumas yang terletak di Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo, sekitar 47 Km dari Pusat Kota Situbondo dan terletak diketinggian 760-1550 M dari atas permukaan laut. Di Desa Kayumas terdapat perkebunan kopi yang berdiri di tahun 1886, perkebunan ini merupakan kebun kopi arabika dan beberapa tanaman kina dengan nama NV Mijt dan berubah menjadi Van Landem Kayumas hingga 1957. Lalu di tahun 1958, perkebunan ini di nasionalisasikan menjadi Pusat Perkebunan Negara Baru. Saat ini, Perkebunan Kopi Kayumas di bawah pengelolaan PTPN XII yang sudah berlaku sejak 1996 dengan menggunakan merek dagang Java Coffee Kayumas. Selain penyumbang komoditas kopi arabika, perkebunan ini juga sedang gencar mengembangkan budidaya kopi luwak sebagai produk unggulan mereka. Dibawah ini terdapat 2 peta, yang menggambarkan peta Kabupaten Situbondo dan Peta Wisata Kabupaten Situbondo. Jangka waktu penelitian adalah 3 (tiga) bulan atau 90 hari kalender.

B. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup dari obyek yang akan diteliti meliputi potensi Desa Kayumas,

kebijakan dan pendapat masyarakat tentang pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan, dengan beberapa variabel potensi Desa Kayumas meliputi pengamatan tentang potensi alam, potensi sosial dan budaya masyarakat setempat. Sedangkan variabel kebijakan menyangkut peraturan-peraturan menyangkut pengembangan wisata, tata ruang, serta pertanian. Adapun pendapat masyarakat setempat meliputi pengembangan agrowisata, ketersediaan lahan pertanian, tradisi adat-istiadat dan budaya, rumah inap (home stay), pendidikan dan pelatihan bidang pariwisata bagi penduduk setempat, keterlibatan masyarakat dalam mengelola agrowisata berwawasan lingkungan, keterlibatan swasta atau pemerintah dalam mengelola agrowisata, dan penarikan retribusi dari kegiatan agrowisata.

C. JENIS SUMBER DAN ALAT PENGAMBILAN DATA

Data yang akan dipakai sebagai bahan analisis dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang langsung diperoleh di lapangan/langsung dari sumbernya. Data ini diperoleh dengan melalui observasi, wawancara, dan membagikan kuesioner, antara lain: - Observasi, pada Agrowisata Desa Kayumas, Agrowisata Perkebunan Kopi - Wawancara dengan key informan, beberapa tokoh masyarakat, ketua

kelompok tani, pakar tanaman, pejabat pemerintah 2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan berupa literatur, sumber tertulis atau dokumen yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Data sekunder buku-buku diperoleh Dinas Pariwisata Jawa Timur, Dinas Pariwisata Kabupaten Situbondo, Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo, Kecamatan Arjasa, Desa Kayumas dan instansi lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Untuk mengetahui potensi ekologi dan potensi sosial budaya masyarakat setempat diperoleh dari data sekunder, seperti monografi kelurahan, kecamatan setempat.

3. Bahan dan Alat Bahan dan data yang didapat dari survei langsung, diantaranya, adalah 1. Data objek, tata ruang dan aksesibilitas, 2. Data view, 3. Data peta, dan 4. Data wawancara pengunjung. Peta dasar (data peta) yang digunakan untuk kegiatan analisis, adalah

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 16 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

1. Peta Kabupaten Situbondo (administrasi, infrastruktur), 2. Peta Jawa Timur (tata guna lahan, kontur), 3. Foto udara (www.googleearth.com). Selain data, juga diperlukan alat sebagai berikut: 1. Kamera, 2. Komputer dan software map info dan arcview gis 3.3 untuk mengolah data, dan 3. GPS (Global Positioning System) Garmin V.

Tabel 3.1 Jenis dan Komposisi Data Primer Yang Digunakan Dalam Penelitian

No. Jenis Data

Primer Metode

Pengumpulan Data Aspek - aspek

1. Potensi Penawaran Daya Tarik

Pengamatan lapangan dan studi pustaka

a. Keindahan alam b. Kekhasan dan keunikan c. Keanekaragaman jenis fauna d. Keindahan fisik kawasan e. Kebersihan dan kenyamanan

kawasan ekowisata f. Keamanan kawasan g. Kepekaan sumberdaya alam h. Variasi kegiatan ekowisata

2. Unsur Penunjang

Pengamatan lapangan, wawancara dan studi pustaka

a. Infrastruktur b. Fasilitas dan pelayanan di

dalam dan sekitar kawasan ekowisata

c. Akomodasi d. Elemen institusi e. Masyarakat sekitar kawasan

ekowisata f. Kualitas lingkungan

3. Potensi Permintaan (Pengunjung)

Wawancara

a. Karakteristik b. Asal c. Pola kunjungan d. Motivasi e. Preferensi f. Persepsi g. Harapan

Tabel 3.2 Jenis Dan Komposisi Data Sekunder Yang Digunakan Dalam Penelitian

No Jenis Data

Primer Metode

Pengumpulan Data Aspek - aspek

1. 1 Kondisi umum lokasi penelitian

Wawancara dan studi pustaka

a. Kondisi fisik b. Kondisi biologi c. Kondisi sosial, ekonomi dan

budaya 2. 2 Peta Studi pustaka a. Peta kawasan ekowisata

b. Peta pariwisata daerah

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan, sebaliknya data yang didapat dari suatu lembaga yang dengan tujuan tertentu menggali data tersebut sebelumnya, akan menjadi data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dilaksanakan, antara lain: 1. Observasi (pengamatan)

Yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan pengamatan langsung ke obyek atau lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti. Peneliti dalam melakukan observasi berperan sebagai partisipan yaitu ikut hidup dalam kelompok, identitas peneliti diketahui kelompok yang diteliti dan menyusup ke dalam situasi kehidupan masyarakat (Hadi, 1997). Dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan di sekitar Desa Kayumas Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 17 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

2. Wawancara Wawancara merupakan proses interaksi dan komunikasi antara pengumpul data dan responden. Sehingga wawancara dapat diartikan sebagai cara mengumpulkan data dengan bertanya langsung kepada responden, dan jawaban-jawaban dicatat atau direkam dengan alat perekam (Kusmaryadi dan Sugiarto, 2000). Adapun teknik wawancara yang digunakan adalah: 1). Key informan. Yaitu mewawancarai informan kunci yang dipergunakan dalam penelitian ini. 2). Depth interview. Yaitu melakukan wawancara secara mendalam kepada responden.

3. Participatory Rural Appraisal (PRA) Metode PRA yang dipakai dalam peneliti ini adalah metode penggalian data kualitatif kepada pelaku usaha di kawasan agrowisata Kayumas yaitu masyarakat Desa Kayumas dengan menggunakan teknik analisa SWOT (Streangtheness, Weakness, Opportunity, Treath). Subjek secara bersama-sama diminta untuk mengidentifikasi faktor-faktor kelebihan, kelemahan, peluang dan ancaman usaha mereka yang terjadi selama ini kemudian mereka diminta untuk membuat perencanaan pengembangan kawasan agrowisata Kayumas dengan pendekatan Partisipatory Research Appraisal (PRA).

4. Focus Group Discussion (FGD) Focused Group Discusion (FGD) merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan melalui diskusi bersama oleh beberapa peserta dengan menggunakan tema atau isu tertentu sebagai fokus Dwiyanto (2005). Dalam FGD tentang perencanaan pengembangan kawasan Agrowisata Kayumas merupakan suatu metode partisipatif dalam pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan dan kebutuhan tentang perencanaan pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas melalui diskusi kelompok. Makna partisipatifnya tercermin dari proses diskusi, dengan difasilitasi oleh moderator dengan mengemukakan suatu persoalan, suatu kasus, suatu kejadian, sebagai bahan diskusi (fasilitator tidak selalu bertanya), kemudian peserta sendiri yang mengemukakan permasalahan dan kebutuhannya (Irwanto, 1998). Peserta FGD tentang perencanaan pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas berasal dari masyarakat, perangkat Desa Kayumas, Tokok BPD Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa, Pelaku Usaha dan PTPN XII Kayumas.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo meliputi:

1. Analisis Umum yang Meliputi Analisis Faktor Utama dan Penunjang Agrowisata, Diantaranya analisis zona dan sirkulasi, serta analisis fasilitas wisata. Analisis ini dilandaskan pada potensi, kendala, dan amenities yang ada pada tapak, ditinjau dari tujuan pengembangannya sebagai kawasan agrowisata di dalam kawasan agropolitan.

2. Analisis Wisata, Termasuk di dalamnya analisis wisata umum, analisis wisata spesifik tapak, analisis permintaan dan penawaran agrowisata, serta analisis terhadap trend dan kebutuhan wisata.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 18 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Gambar 3.5 Permintaan dan Penawaran dalam Rumah Tangga Agrowisata Brščić (2006)

3. Sintesis (Synthesis) Dari hasil analisis keseluruhan kawasan akan didapatkan hasil berupa rekomendasi pengembangan agrowisata di kawasan agropolitan. Sedangkan dari hasil analisis pada lokasi pengembangan akan dapat ditentukan pembagian ruang dalam bentuk block plan.

4. Perencanaan Lanskap Hasil akhir (produk) dari penelitian ini akan mengarah pada suatu konsep rencana kawasan agrowisata secara umum. Sedangkan perencanaan pada titik sampel akan menghasilkan rencana lanskap (landscape plan) untuk lokasi pengembangan di Kawasan Agrowisata Kayumas. Dalam hal lokasi pengembangan, kawasan dibagi menjadi dua zona, yaitu zona agrowisata dan zona non agrowisata. Untuk perencanaan zona agrowisata dalam zonasi tersebut akan berpedoman pada pengembangan elemen utama daerah tujuan wisata berdasarkan Gunn (1997).

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 19 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Bab IV Analisa dan Pembahasan

A. FAKTA DAN ANALISIS 1. Faktor Utama Agrowisata

a. Letak, Luas dan Batas Tapak

Kawasan agrowisata yang akan dikembangkan terletak di Desa Kayumas Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo dengan gambaran peta sebagai berikut:

Gambar 4.1 Peta Kecamatan Arjasa

Dari peta tersebut diatas secara topografis, ketinggian desa dari permukaan laut, jarak dari pusat pemerintahanan dan luas desa adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Kondisi Geografis Desa Kayumas No. Keterangan Posisi dan Ukuran

1. Ketinggian Desa Dari Permukaan Laut > 750-1550 dpl 2. Letak Bukian Pantai 3. Topografi Berbukit 4. Jarak terdekat dengan Kecamatan 26.0 5. Jarak terdekat dengan Kabupaten 41.0 6. Jarak terdekat dengan Propinsi 248.0 7. Luas Desa 76.29 8. Batas Sebelah Timur Kecamatan Asembagus

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 20 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

9. Batas Sebelah Utara Kecamatan Jangkar 10. Batas Sebelah Barat Desa Curahtatal, Desa Jatisari dan

Desa Bayeman Kecamatan Arjasa 11. Batas Sebelas Selatan Kecamatan Sempol Bodowoso

Sumber: Data di olah, dari Situbondo Dalam Angka 2013

Adapun Dusun di Desa Kayumas terdiri dari Dusun Tanahmerah, Dusun Punggulgunung, Dusun Pelleh, Dusun Krajan, Dusun Kayumas, Dusun Alun-alun, Dusun Cottok, Dusun Sokmoilang. Dari delapan dusun di Desa Kayumas selebihnya akan di lakukan pengamatan dan analisis berdasarkan kriteria penilaian yaitu aspek aksesibilitas, sarana dan prasarana, produktivitas pertanian dan potensi lain yang ada. Selengkapnya hasil analisis dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.2 Analisis Aspek Aksesibilitas, Sarana dan Prasarana, Produktivitas Pertanian dan

Potensi Lain Masing-Masing Dusun di Desa Kayumas Dusun aksesibilitas sarana dan

prasarana Agrowisata

produktivitas pertanian

potensi lain

Tanahmerah Dilakui poros utama dari dengan jalan beraspal dan lebar jalan 5-6 m

Panjat tebing, bukit, jalan melingkar, trac sepeda downhill, camping ground

Tanaman Rakyat Dapat di jadikan area outbond/ camping/perkemahan dan olahraga sepeda

Punggulgunung Terisolasi dibandingkan dengan dusun-dusun lainnya, jalan makadam

Panorama di puncak gunung dapat melihat pemandangan.

Tanaman Rakyat Kegiatan fotografi dan perkemahan

Pelleh Dilalui poros utama dari dengan jalan beraspal dan lebar jalan 5-6 m

Bonsai, barang antik dan masyarakat hidup mengelompok sendiri.

Tanaman Rakyat Dapat di jadikan sebagai kampung etnik

Krajan Dilakui poros utama dari dengan jalan beraspal dan lebar jalan 5-6 m

Kayu Jati, sengon, mahoni, ternak sapi, kambing, jahe, pisang mas, alpukat, warung makan.

Perkebunan Kopi, Sayuran, Buah-buahan, peternakan

Pengusaha Buah-buahan, Kopi Luwak rakyat

Kayumas Dilalui poros utama dari dengan jalan beraspal dan lebar jalan 5-6 m

Labolatorium Agrobisnis PTPN XII, Peternakan Luwak, Pabrik pengolahan Kopi, Mess PTPN XII, Rest Area, Warung makan dan Warung Kopi, Pabrik Pengolah kopi Rakyat

Perkebunan Kopi, Sayuran, Buah-buahan, peternakan

Arealnya dapat digunakan untuk sarana rekreasi alam dan lingkungan, sekolah alam

Alun-alun Dilakui poros utama dari dengan jalan beraspal dan lebar jalan 5-6 m

Pemandangan alam dan bebatuan yang terukir di bukit cadas

Perkebunan Kopi, Sayuran, Buah-buahan, peternakan

Dapat di gunakan untuk kegiatan fotografi

Cottok Jalanan makadam naik turun dan tanjakan cukup tajam

Tebing dan pandai besi

Perkebunan Kopi, Sayuran, Buah-buahan, peternakan

Agrowisata

Sokmoilang Terisolasi dibandingkan dengan dusun-dusun lainnya, jalan makadam

Sumber mata air, Air terjun

Perkebunan Kopi, Sayuran, Buah-buahan, peternakan

Air terjun

Sumber: Data di olah, 2013

b. Tata Guna Lahan Keadaan tata guna lahan diketahui dengan melakukan analisis pada

peta tata guna lahan Provinsi Jawa Timur. Selain itu juga dilakukan observasi lapang untuk melakukan pengecekan terhadap kebenaran peta sumber data. Dari pengamatan langsung didapatkan kategori penggunaan lahan yaitu hutan, pemukiman, sawah tadah hujan, semak belukar dan tegalan. Sedangkan dari

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 21 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

hasil analisis terhadap peta landuse dengan menggunakan program Arcview GIS 3.3 didapatkan kategori penggunaan lahan yaitu hutan, kebun, pemukiman, rumput, sawah irigasi, sawah tadah hujan dan tegalan.

Keragaman pola penggunaan lahan di Desa Kayumas merupakan potensi sebagai penunjang view agrowisata. Pola penggunaan lahan eksisting berbasis sistem produksi dan memerlukan penyesuaian untuk memenuhi kriteria ruang kawasan agrowisata. Pada tahapan perencanaan selanjutnya, penataan ruang akan dilakukan untuk memenuhi tujuan pengembangan kawasan sebagai kawasan agrowisata.

Proporsi terbesar dari penggunaan lahan ditempati oleh hutan milik Perhutani, dan area perkebunan PTPN XII, serta perkebunan milik rakyat. hal ini menunjukkan fungsi kawasan sebagai kawasan resapan air dan konservasi tanah dan air. Tempat penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering yang terdiri atas lahan pertanian padi jagung, ketela, sayuran dan buah-buahan. Pada proses perencanaan selanjutnya penggunaan lahan ini dibagi lagi menjadi lima sesuai dengan jenis atraksi yang akan dikembangkan sebagai atraksi agrowisata.

Pemukiman penduduk yang merupakan ruang aktivitas masyarakat dibagi penggunaannya dalam konsep pengembangan ruang kawasan agrowisata menjadi dua, berdasarkan hubungan aktivitas masyarakat di dalamnya dengan kegiatan wisata. Bagian yang mengakomodasi kebutuhan aktivitas masyarakat menjadi ruang masyarakat, sedangkan bagian dari pemukiman yang mendukung kegiatan agrowisata menjadi ruang penunjang agrowisata.

Berikut adalah tabel yang menunjukkan pemanfaatan pola penggunaan lahan kaitannya dengan perencanaan agrowisata. Sedangkan peta penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar

Tabel 4.3. Analisis Tipe Penggunaan Lahan, Fungsi dan Usulan Pengembangan untuk Kawasan Agrowisata Kayumas

Tipe Pengunaan Lahan

Luas (Ha) Fungsi Usulan pengembangan

Hutan 7080.5 Sebagai konservasi air dan tanah, serta mempertahankan fungsi daerah resapan air

Ruang Konservasi

Perkebunan 750 Sebagai lahan pendapatan utama masyarakat Sebagai modal utama Pengembangan

agrowisata

Ruang Penunjang Agrowisata

Sawah/ tegalan

655 Sebagai lahan pendapatan utama masyarakat Sebagai modal utama pengembangan

agrowisata

Ruang Penunjang Agrowisata

pekarangan 295 Sebagai lahan pendapatan utama masyarakat Sebagai modal utama pengembangan

agrowisata

Ruang Penunjang Agrowisata

Pemukiman 262 Ruang aktivitas kehidupan masyarakat: sosial, pendidikan Ruang penunjang kegiatan pertanian Ruang perdagangan dan jasa penunjang

wisata: rumah makan, pertokoan, penginapan

Ruang penunjang masyarakat

Tebing dan rumput

Mendukung keragaman view pada tapak Konservasi air dan tanah

Ruang Konservasi

Lain-lain Mendukung keragaman view pada tapak Konservasi air dan tanah

Ruang Penyangga

Sumber: Data di olah, 2013

c. Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Tapak Kawasan Agrowisata Kayumas ini terletak pada ketinggian 750-1550 dpl

dengan kondisi topografi berupa lereng yang semakin tinggi ke arah selatan dengan kelas kemiringan mulai dari 0 − > 70%. Pola topografi kawasan dan kemiringan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 22 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Gambar 4.2 Topografi kawasan dan pola kemiringan tanah di Desa Kayumas

Variasi ketinggian pada tapak menimbulkan kesan lanskap yang dinamis serta menambah kekayaan visual kawasan. Yang unik dari pola pertanian di kawasan ini adalah pola penanaman yang mengikuti kontur dan dibuat berteras sehingga terlihat rapi dan teratur. Pola penanaman seperti ini merupakan usaha pencegahan erosi secara mekanik, selain usaha tersebut usaha lain yang dapat dilakukan seperti perbaikan drainase dan irigasi. Pada kawasan pertanian lain terdapat kecenderungan pola penanaman yang memotong kontur karena dianggap lebih menguntungkan dari segi kuantitas dan keamanan produksi.

Areal pertanian pada kawasan ini mayoritas berada pada kemiringan 0-8% dan sisanya pada kemiringan 8-15%. Untuk konservasi tanah dan air pada lahan dengan kemiringan yang cukup tinggi seperti ini, perlu dilakukan juga metode vegetatif selain metode mekanik yang telah disebutkan. Diantaranya dengan menanam tanaman yang dapat mengurangi daya rusak hujan, aliran permukaan dan erosi. Jenis penanaman yang dapat dikembangkan seperti penanaman tanaman yang memiliki sifat menutupi tanah secara terus menerus, penanaman dalam strip atau dengan melakukan rotasi tanaman.

Seperti halnya kawasan pertanian pada umumnya, areal pertanian yang mengelompok menjadi salah satu ciri. Dimana hal ini membuat kawasan menjadi cenderung terbuka. Meskipun hutan merupakan pola penggunaan lahan yang lebih dominan, akan tetapi posisinya semakin tergusur karena pembukaan lahan yang masih terus berlangsung. Areal hutan yang ada sekarang ini membatasi antara areal pertanian atau berada pada tepian suatu areal pertanian yang besar.

Bentukan tapak yang berupa lereng memungkinkan terbukanya view terutama ke arah barat, utara dan selatan. Membuat daerah ini memiliki kekayaan visual yang potensial untuk dikembangkan. Dominasi pertanian lahan kering dengan komoditas sayuran sebagai komoditas utama juga memberikan karakteristik yang khas.

Karakteristik lahan pada kawasan agrowisata terbagi atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan analisis kriteria kesesuaian lahan menurut Keppres Nomor 32 tahun 1990. Banyaknya lahan miring pada kawasan sedikit menyulitkan dalam penempatan pusat-pusat aktivitas maupun fasilitas wisata. Untuk jenis lokasi yang demikian digunakan untuk akivitas yang berorientasi pada alam dengan penambahan minimum fasilitas. Sedangkan

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 23 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

untuk lahan yang termasuk kategori sangat curam tidak disarankan untuk dikembangkan sebagai area aktivitas maupun fasilitas mengingat tingkat bahaya yang tinggi, akan tetapi dapat dialokasikan sebagai area konservasi.

d. Objek dan Atraksi Agrowisata Menurut (Yoeti 1997, dalam Halida 2006), suatu daerah tujuan harus

memiliki objek atau atraksi yang dapat dijual kepada wisatawan, daerah tujuan harus memiliki: 1). Something to see sebagai sesuatu yang dapat dilihat, 2). Something to do sebagai sesuatu yang dapat dilakukan, serta 3). Something to buy sebagai sesuatu yang dapat dibeli. Tabel 4.4 Potensi objek dan atraksi kawasan agrowisata.

Tabel 4.4 Potensi Objek dan Atraksi Kawasan Agrowisata

Ruang Atraksi Utama

Komoditi

Objek/Aktivitas Wisata Something to see Something to do Something to buy

Inti/ Display

Teknologi Display Tanaman, sayuran, buah, bunga, peternakan olahan tanaman perkebunan

Interpretasi, pengamatan

Bibit aneka tanaman, bunga, aneka produk olahan, minuman kopi, kopi luwak, dalam jumlah terbatas,

Tanaman Buah

Pisang, Jeruk, Mangga, Durian, Kenitu, Nangka

Kebun pisang, Jeruk, Mangga, Durian, Kenitu, Nangka

Pengamatan, interpretasi lengkap, praktek budidaya

Produk segar dan olahan

Tanaman Sayuran

Sayuran dan Kacang

Kebun sayuran

Pengamatan, interpretasi lengkap, praktek budidaya

Produk segar (sayur sayuran)

Perkebunan Kopi, tembakau, Jahe

Kebun Kopi, tembakau, jahe

Pengamatan, interpretasi lengkap, praktek Panin raya

Produk olahan

Peternakan Sapi Kambing

Peternakan sapi perah dan pedaging dan Kambing etawa, PE

Pengamatan, interpretasi lengkap, praktek budidaya

Produk segar (susu)

Pengolahan Pengolahan Kopi Bubuk dan Kopi luwak

Sarana pengolahan (pabrik pengolahan)

Pengamatan, interpretasi lengkap, praktek pengemasan,

Oleh-oleh berupa hasil olahan aneka produk pertanian, baik sayuran, buah maupun perkebunan produk peternakan

Sumber: Data di olah, 2013

Setelah melakukan pengamatan di lapang dan dengan kesimpulan yang didapat dari hasil wawancara dengan warga setempat, kawasan ini memiliki komoditas perkebunan, pertanian hortikultura dan peternakan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek atau atraksi wisata. Selain itu juga didukung oleh keindahan alam dan iklim yang sejuk yang dapat menjadi nilai tambah pendukung dalam konsep perencanaan. Gambar 4.3 memperlihatkan persebaran lokasi existing potensi objek dan atraksi pertanian yang terdapat di dalam kawasan agrowisata Kayumas tepatnya di PTPN XII Kaymas

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 24 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Gambar 4.3 Potensi Tanaman Sayuran di Kayumas

Komoditi tanaman buah yang terdapat di dalam kawasan merupakan hasil introduksi dari Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo setelah melihat potensi yang ada di Desa Kayumas. Jenis tanaman yang dikembangkan sementara ini adalah pisang dan jahe sementara tanaman lama yang masih produksi secara intensif berdasarkan musim adalah mangga, durian, dan nangka. Tidak menutup kemungkinan untuk introduksi tanaman buah-buahan jenis baru yang sekiranya cocok dengan kondisi wilayah. Adapun tanaman sayuran yang kembangkan ditanam secara organik. Hingga saat ini meskipun budidaya tanaman jahe dan pisang telah memasyarakat akan tetapi jumlah produksi masih belum dapat memenuhi permintaan. Tabel 5.5 Luas dan Produksi Tanaman Pangan dan Perkebunan Menurut Jenisnya di Desa

Kayumas No. Komoditas Luas (Ha) Produksi (ton)

1 Padi 22 201 2 Jagung 662 1220 3 Kopi 1248 1514 4 Tembakau 116 174

Sumber: Data di olah, 2013

Dulu di Kayumas terdapat tanaman buah Apel yang kondisi sekarang tinggal sebagian. Yang potensial untuk di kembangkan adalah tanaman buah Jeruk, tanaman buah Mangga Manalagi juga merupakan tanaman perkebunan yang merupakan produk unggulan. Begitu pula dengan tanaman kopi jenis Kopi Arabika dan tembakau khas Kayumas.

Gambar 4.4 Potensi Tanaman Perkebunan di kayumas

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 25 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Selain perkebunan kopi rakyat, di Kayumas terdapat perkebunan kopi Kayumas di bawah pengelolaan PTPN XII yang sudah berlaku sejak 1996 dengan menggunakan merek dagang Java Coffee Kayumas. Selain penyumbang komoditas Kopi Arabika, perkebunan ini juga sedang gencar mengembangkan budidaya Kopi Luwak sebagai produk unggulan mereka.

Salah satu produk pertanian unggulan Situbondo selain kopi adalah tembakau di daerah Kayumas. Masyarakat Kayumas mempunyai kebiasaan menanam tembakau. Alasannya keuntungan yang didapat dari hasil bertani tembakau lebih baik daripada menanam palawija. Sebagian besar lahan dan kondisi tanah di Kayumas cocok untuk ditanami tembakau. Selain itu, cuaca panas juga mendukung untuk pertumbuhan tembakau dengan kualitas istimewa.

Hingga saat ini agrowisata tanaman buah yang ada dikelola secara perorangan oleh masyarakat dengan hanya di jual ke pasar atau di ambil oleh pedagang. Selain itu masyarakat juga memasarkan buah di beberapa titik jalan sepanjang jalur utama (poros) desa. Aktivitas yang ada adalah memetik kopi dan selebihnya belum ada. Hasil olahan yang sudah diupayakan diantaranya adalah dodol mangga, sirup mangga, dan keripik buah lainnya. Tapi produk olahan ini tidak selalu tersedia dalam jumlah yang memadai dan tidak setiap waktu diproduksi (kontinuitas produksi sangat tergantung pada pasokan bahan baku). Belum adanya fasilitas yang memadai seperti toilet, mushola dan rumah makan menjadi kendala tersendiri. Untuk agrowisata sayuran belum ada masyarakat yang mengusahakan secara khusus. Melainkan masih bergabung dengan agrowisata kopi, tembakau dan buah.

Peternakan sapi pedaging dalam skala kecil merupakan jenis usaha peternakan yang ada dalam kawasan. Penyebarannya relatif merata pada setiap dusun. Sedangkan kandang percontohan berupa kandang komunal terdapat di Desa Kayumas, dimana di dalamnya terdapat instalasi biogas. Dengan penataan dan usaha, peternakan ini dapat dikembangkan sebagai objek agrowisata. Karena selain usaha peternakan itu sendiri dapat menarik pengunjung, penggunaan teknologi alternatif juga dapat menjadi nilai tambahnya. Hal ini sesuai dengan perkembangan kebutuhan energi sekarang ini, dimana masyarakat dituntut untuk kreatif menggunakan bahan-bahan yang tersedia untuk mengatasi krisis energi dan kelangkaan bahan bakar minyak.

Tabel 4.6 Banyaknya Ternak Menurut Jenisnya di Desa Kayumas No. Ternak Jumlah (ekor) 1. Sapi 2630 2. Kuda 12 3. Kambing 569 4. Domba 694 5. Ayam 3212

Sumber: Data di olah, 2013

Atraksi pengolahan merupakan kelanjutan dari pengembangan yang direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo. Dimana sudah terdapat pusat pengolahan produk pertanian yaitu pabrik kopi rakyat dan pabrik kopi PTPN XII Kayumas. Usaha pengolahan produk-produk pertanian akan memberikan nilai tambah terhadap komoditas pertanian kawasan, yang juga berperan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu, usaha pengolahan juga mendukung kegiatan wisata pasif. Hasil pengolahan produk dapat pula dijual sebagai oleh-oleh, sehingga memudahkan wisatawan untuk mandapatkan oleh-oleh. Wisatawan juga dapat melihat dan terlibat langsung dalam proses pengolahan, mulai dari datangnya pasokan bahan baku hingga sudah berupa produk yang siap dikonsumsi.

e. Pariwisata Sekitar Tapak Potensi Wisata Kabupaten Situbondo dan prospeknya menjadi perhatian

Pemerintah Kabupaten Situbondo. Pembukaan obyek wisata baru berupa Agrowisata Desa Kayumas yang akan memiliki akses menjadi paket wisata

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 26 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

menuju Kawah Ijen Bondowoso-Banyuwangi perlu segera direalisir. Pengembangan obyek wisata alam tersebut merupakan lintas daerah yang memiliki prospek cerah bagi pembangunan wisata Kabupaten Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Kemudian perlu pembangunan jaringan jalan dari Desa Kayumas Situbondo menuju kawah ijen Bondowoso sepanjang 12 Km disamping jaringan listrik sepanjang ± 13 Km.

Di Desa Kayumas terdapat Perkebunan Kopi Kayumas merupakan salah satu Perkebunan Nusantara yang pengelolaannya di bawah PTPN XII. Perkebunan ini masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Arjasa, Situbondo, Jawa Timur. Berada di ketinggian 750-1550 m dpl, kondisi jalan ada yang beraspal ada pula yang jalan desa tanah dan makadam.

f. Aksesibilitas dan Sistem Transportasi Akses menujuk ke Kawasan Agriowisata Kayumas sesungguhnya cukup

mudah. Karena infrastruktur jalan relatif memadai. Untuk menggunakan kendaraan pribadi dibutuhkan waktu 1,5 jam perlanan waktu tempuh dari pusat Kabupaten Situbondo dan 1 jam perjalanan waktu tempuh dari pusat Kecamatan Arjasa. Transportasi yang ada dari dan menuju ke Desa Kayumas adalan menggunakan transportasi umum atau angkutan desa. Adapun jarak bisa di lihat

Tabel 4.7. Kondisi Geografis Desa Kayumas No. Keterangan Posisi dan Ukuran

1. Jarak terdekat dengan Kecamatan 26.0 2. Jarak terdekat dengan Kabupaten 41.0 3. Jarak terdekat dengan Propinsi 248.0 4. Luas Desa 76.29

Sumber: Data di olah, 2013

Kawasan yang akan dikembangkan memiliki dua akses masuk jalan provinsi yaitu situbondo-banyuwangi dan arjasa-kawah ijen. Yang pertama adalah akses utama yang ditandai dengan sebuah tanda dari PTPN XII Kebun Kayumas yang berada di Jalan Propinsi tepatnya di Kecamatan Arjasa Situbondo. Akses menuju ke Desa Kayumas melewati Desa Kedungdowo Desa Ketawon dan Desa Bayeman Kecamatan Arjasa dengan jarak tempuh kurang lebih 26 KM. Kondisi jalan beraspal 5-6 m dan di beberapa titik di temukan jalanan rusak. Posisi jalanan berliku-liku naik turun dan terjal, melewati tebing dan bebatuan, jurang yang curam dengan pesona alam yng sangat bagus dan menarik.

Gambar 4.5 Menuju ke Desa Kayumas dari Arah kecamatan Arjasa

Ketika sudah masuk di batas wilayah Desa Bayeman dan Desa Kayumas, Dusun terendah dari Desa Kayumas adalah Dusun Tanahmerah, ditemukan beberapa pemukinman dan beberapa pemukinman lainnya terpencar antara pemukiman satu dengan pemukiman yang lainnya. Setelah itu melewati Dusun Pelleh disana di temukan beberapa pemukiman dan beberapa fasilitas lainnya seperti musholla, bengkel dan warung makan. Selanjutnya menuju ke Dusun Krajan terdapat rumah kepala desa, mushola, kantor desa dan sekolah SD. Naik keatas lagi menuju ke Dusun Kayumas. Di Dusun

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 27 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Kayumas terdapat banyak fasilitas diantaranya Pabrik Kopi PTPN XII, kandang Luwak, warung makan, mess/penginapan PTPN .

Gambar 4.6 Kawasan PTPN XII Desa Kayumas

Setelah melewati PTPN XII naik lagi kira kira 6 KM sampailah di segitiga

mas disitu dijumpai gardu pandang dan batas kabupaten antara kabupaten Situbondo dengan Bondowoso. Di gardu pandang juga bisa melihat Kawah Gunung Ijen dari kejauhan dan melihat ke bawah ada Pabrik Kopi Sempol

Gambar 4.7 Gardu Pandang Segitiga Emas Batas Akhir Kayumas dan Bondowoso

Akses pertama dipertahankan karena sudah cukup representatif Mewakili citra kawasan sebagai daerah pertanian, hal ini penting untuk menciptakan kesan awal bagi wisatawan bawa itu adalah masuk ke Kawasan Agrowisata Kayumas. Selain itu akses pertama juga dekat dengan zona pelayanan yang direncanakan seperti zona masuk ke Kawasan PTPN XII dan Kawasan Perkebunan Kopi.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 28 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Gambar 4.8 Akses Jalan Menuju Desa Kayumas

Secara konsep jalur masyarakat dan jalur wisatawan tidak terpisah, akan tetapi pada tapak terdapat ruas jalan yang dipakai untuk satu jalur sekaligus hal ini untuk menciptakan dan menguatkan kesan masyarakat pertanian menyatu dengan wisatawan.

g. Fasilitas Agrowisata Keberadaan fasilitas wisata yang memadai akan memberikan

kemudahan dan kenyamanan pada wisatawan. Fasilitas yang ada hingga saat ini masih terbatas dan penyebarannya hanya pada sub-zona atraksi inti, tidak tersebar secara merata pada seluruh kawasan pengembangan tetapi saat ini hanya berkembang di kawasan PTPN XII Kebun Kayumas

Gambar 4.9 Agrowisata yang Sedang Dikembangkan di Kawasan PTPN XII Kebun Kayumas

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 29 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Upaya peningkatan dan pemerataan fasilitas mendesak untuk dilakukan sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan. Selain itu juga perlu diperhatikan dalam pemilihan material dan desain bangunan. Bentuk dan pola tradisional serta penggunaan material lokal akan dapat memperkuat nuansa perdesaan dan karakter serta konsep agrowisata pada tapak.

Selanjutnya proses perencanaan dilanjutkan dengan pengembangan fasilitas yang disesuaikan dengan aktivitas yang dikembangkan pada masing-masing zona. Fasilitas dikembangkan untuk mendukung aktivitas agrowisata aktif dan pasif. Fasilitas untuk aktivitas agrowisata aktif menekankan dari segi fungsi, sedangkan untuk aktivitas agrowisata pasif penekanan pada segi kenyamanan dan estetika.

Gambar 4.10 Hasil Participatory Rural Appraisal (PRA) warga Desa Kayumas dan PTPN XII Kebun Kayumas

Berdasarkan hasil Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dilakukan di rumah Kepala Desa Kayumas dan di Mess PTPN XII Kebun Kayumas dapat di

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 30 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

lihat hasil identifikasi bahwa saat ini potensi agrowisata yang masih layak di kembangkan untuk di sektor pertanian untuk tanaman pangan adalah tanaman Padi, Jagung dan Ketela. Adapun tanaman perkebunan antara lain Kopi, Tembakau, dan Cengkeh. Untuk tanaman perkebunan yang menghasilkan buah-buahan adalah Mangga, Pisang, Jeruk, Durian, Apokat dan Kenitu. Kegiatan dapat dilihat pda gambar di bawah ini

Gambar 4.11 Kegiatan Participatory Rural Appraisal (PRA) warga Desa Kayumas di rumah Kepala Desa Kayumas dan di mass PTPN XII Kebun Kayumas

Sementara itu hasi Analisis Rencana Pengembangan Aktifitas Dan Fasilitas Kawasan Agrowisata Desa Kayumas dalapt dilihat dalam Tabel 4.8 Analisis Rencana Pengembangan Aktifitas Dan Fasilitas Kawasan Agrowisata Desa Kayumas berikut ini

Tabel 4.8 Analisis Rencana Pengembangan Aktifitas Dan Fasilitas Kawasan Agrowisata Desa

Kayumas Ruang Aktivitas Fasilitas

A. Zona Agrowisata 1. Zona Atraksi Agrowisata

a. Sub zona atraksi Inti

Mengamati beragam jenis tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan

Mengunjungi dan mengamati budidaya tanaman di lath house

Mengamati aktivitas budidaya tanaman dan peternakan*

Mengamati kandang luwak dan proses pembuatan kopi luwak

Mengamati sarana dan proses pengolahan limbah kotoran ternak menjadi biogas

Memasak dengan kompor biogas

lath house*, gazebo*, jalan setapak untuk horti walk*, papan nama dan papan informasi, interpreter dan guide, kandang luwak, sarana biogas*, dapur biogas*

b. Sub zona Tanaman Pangan

Mengamati beragam jenis tanaman pangan

Mengikuti proses budidaya tanaman pangan mulai pembibitan, panen dan pasca panen, hingga menikmati hasil panen

Horti walk, menikmati pemandangan dan suasana tapak, photo hunting, berbelanja

Mengolah tanaman pangan menjadi makanan

Lahan pertanian, lahan pertanian sayuran, panorama dan suasana pegunungan, good view, kantor informasi, kantin, mushola, tempat parkir, tempat duduk, gazebo, area piknik, dapur

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 31 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

c. Sub zona Tanaman sayuran

Mengamati beragam jenis tanaman sayuran

Mengikuti proses budidaya tanaman sayuran mulai pembibitan, panen dan pasca panen, hingga menikmati hasil panen

Horti walk, menikmati pemandangan dan suasana tapak, photo hunting, berbelanja

Mengolah sayuran menjadi makanan

Lahan pertanian, lahan pertanian sayuran, panorama dan suasana pegunungan, good view, kantor informasi, kantin, mushola, tempat parkir, tempat duduk, gazebo, area piknik, dapur

d. Sub zona Tanaman Bunga

Pengamatan dan berbelanja bunga

Mengikuti proses budidaya tanaman bunga Jalan santai, menikmati pemandangan dan suasana tapak, photo hunting,

pembibitan, lahan percobaan, jalan setapak, gazebo/ saung, tempat duduk, dan area parkir

e. Sub zona Tanaman Perkebunan buah-buahan

Pengamatan dan berbelanja tanaman pisang, mangga, jahe, nangka, jeruk

Mengikuti proses budidaya Buah-buahan mulai pembibitan, panen dan pasca panen, menikmati hasil panen

Jalan santai, menikmati pemandangan dan suasana tapak, photo hunting, memetik di kebun buah

Kebun buah-buahan, pembibitan, lahan percobaan, jalan setapak, gazebo/ saung, tempat duduk, dan area parkir

f. Sub zona Pengolahan

Mengamati proses pengolahan aneka produk sayuran dan berbelanja produk olahan

Mengamati proses pembuatan bubuk kopi luwak

Bangunan untuk kegiatan pasca panen, kios penjualan produk olahan, rumah makan tradisional, area parkir

g. Sub zona Peternakan

Pengamatan proses pembuatan biogas dari kotoran sapi, mencoba sendiri menggunakan kompor biogas

Mengikuti proses budidaya ternak sapi potong (pemeliharaan)

Jalan santai, menikmati pemandangan dan suasana tapak, photo hunting, berbelanja

Bangunan kandang*, instalasi biogas*, kompor biogas*, tempat duduk, ruang informasi, interpreter dan guide, area parkir

2. Zona Penunjang Agrowisata a. Zona

Pelayanan

Mencari informasi tentang kawasan, menentukan touring plan

Beristirahat

Kantor pusat informasi, ruang tunggu, penyedia jasa guide dan interpreter, area parkir

b. Zona Penerimaan

Berkendara, berjalan Gapura, jalan, trotoar, rambu-rambu

c. Zona Penghubung

Menikmati pemandangan dan suasana, photo hunting

Gazebo terbuka, open space, area parkir

d. Zona masyarakat

Mengamati aktivitas masyarakat mengolah hasil pertanian Mengunjungi home industry

Jalan, home industry

B. Zona Non Agrowisata 1. Zona

Konservasi

2. Zona Penyangga

Sumber: Data di olah, 2013

h. Informasi dan Promosi Agrowisata Informasi awal tentang keberadaan suatu kawasan dapat dilihat dari

adanya gerbang penanda kawasan. Pintu utama ini telah memadai sebagai gerbang penanda. Informasi tentang kawasan dapat diperoleh dari Dinas Pariwisata, karena agrowisata ini sudah masuk ke dalam peta wisata Kabupaten Situbondo. Informasi dari mulut ke mulut juga memiliki peran penting dan efek yang cukup signifikan. Selain itu Informasi tentang PTPN XII Kebun Kopi Kayumas yang terkenal dengan produksi “Arabica Java Caffe” dan “Kopi Luwak Kayumas” yang sudah terkenal di Indonesia sampai di mancanegara membuktikan bahwa Desa Kayumas merupakan desa yang sudah terkenal sebagai desa agrowisata khususnya perkebunan kopi.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 32 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Selain itu usaha promosi yang lain diantaranya adalah: - Mengikuti pameran Kopi dengan produksi “Arabica Java Caffe” dan “Kopi

Luwak Kayumas” - Melalui studi banding - Adanya beberapa anggota primatani yang sering diundang untuk

memberikan ilmunya di tempat lain, sekaligus sebagai upaya promos - Menjadi tempat meeting tingkat nasional dan regional

Sistem promosi seperti ini tidak selamanya bisa diandalkan, apalagi untuk keberhasilan sebuah usaha agrowisata. Harus ada usaha promosi yang lebih informatif, agar kawasan tersebut dikenal dan didatangi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Tabel 4.9 Analisis informasi kawasan agrowisata Bentuk Informasi Fasilitas Lokasi Informasi Kawasan

Gerbang penanda dan identitas kawasan

Pintu masuk kawasan Agrowisata

Pusat Informasi Papan Petunjuk

Sumber: Data di olah, 2013

Penyampaian informasi di dalam kawasan diusahakan sejauh mungkin dengan tidak mengurangi keindahan visual kawasan. Untuk itu di upayakan dapat penggunaan bilboard dan peta kawasan dalam ukuran besar. Selain itu Informasi dan petunjuk bagi wisatawan disajikan dalam bentuk leaflet yang dapat diperoleh pada pusat pelayanan. Penyajian informasi seperti ini menguatkan konsep dan sejak awal mengesankan bahwa dalam agrowisata, interpretasi dan keterlibatan wisatawan lebih besar porsinya bila dibandingkan dengan jenis wisata lain.

Tabel 4.10 Jumlah Usaha menurut Skala Usaha Sektor Potensial di Desa Kayumas

No Sektor

Kayumas

Mikro Kecil Berbadan

Hukum

Tidak Berbadan

Hukum

1 Pertambangan dan Penggalian - - - -

2 Industri Pengolahan 20 13 1 32

3 Listrik Gas dan Air 1 1 - 2

4 Konstruksi - - - -

5 Perdagangan Besar dan Eceran 92 21 - -

6 Akomodasi & Makan Minum 22 11 - 113

7 Transportasi, Pergudangan & Komunikasi

9 - - 33

8 Perantara Keuangan - - - -

9 Real Estate, Usaha Persewaan 4 3

10 Jasa Pendidikan 8 1 7

11 Jasa Kesehatan 2 9 12 Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya 61 16 77

13 Jasa Perorangan Melayani Rumah Tangga

- - - -

Jumlah 219 66 14 272

Sumber: Kecamatan Arjasa Dalam Angka, 2013

Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa hanya sektor akomodasi & makan minum yang paling banyak di Desa Kayumas. Jumlah usaha di Desa Kayumas masih relatif sedikit, hal ini disebabkab karena akses jalan yang menuju Desa Kayumas pada tahun 2012 masih rusak dan sulit di jangkau. Dengan diperbaikinya sarana jalan menuju Desa Kayumas diharapkan perekonomian masyarakat Desa Kayumas dapat terangkat.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 33 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

B. RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA KAYUMAS 1. Rencana Ruang

Perencanaan zonasi ruang pada kawasan bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat (produksi) dan kebutuhan wisata dalam proporsi yang memungkinkan keduanya berjalan berdampingan tanpa konflik. Rencana ruang terdiri atas zona agrowisata dan zona non agrowisata. Pembagian ruang selengkapnya adalah sebagai berikut: a. Zona Agrowisata

1) Zona Atraksi (Attraction Complexes)Zona Agrowisata Utama Mengikuti konsep zonasi model area tujuan wisata. Zona ini merupakan ruang atraksi utama yang menampilkan objek-objek agrowisata. Zona ini kemudian dibagi lagi menjadi lima sub-zona berdasarkan objek yang ditawarkan. Sub-zona tersebut adalah sub-zona inti, sub-zona tanaman sayuran, sub-zona tanaman buah, sub-zona pengolahan dan sub-zona peternakan. Sub-zona Inti Yang dimaksud sub-zona inti adalah ruang atraksi dikembangkan pada lokasi Laboratorium Agrowisata Desa Kayumas dan berfungsi memberi pengenalan terhadap kawasan agrowisata secara keseluruhan (terpadu). Selain itu zona inti Aktivitas yang ada terbatas pada aktivitas pasif seperti menikmati pemandangan dan mengamati objek yang ada. Dari sub-zona inti inilah wisatawan diarahkan untuk mengunjungi zona atraksi yang lain, dimana wisatawan akan dapat melakukan aktivitas agrowisata aktif dan mendapatkan pengalaman yang lebih dengan ikut berpartisipasi pada rangkaian proses produksi dan pengolahan hasil pertanian. Karena letaknya di lokasi Laboratorium Agrowisata, maka sub-zona inti ini juga merupakan pusat pengenalan teknologi pertanian dalam kawasan. Sub-zona Tanaman Sayuran Sub-zona tanaman sayuran direncanakan untuk dikembangkan di Dusun Kerajan. Pada zona ini aktivitas wisata yang dikembangkan berkaitan dengan agribisnis sayuran. Merupakan kegiatan pertanian yang diusahakan oleh masyarakat setempat dimana di dalamnya terdapat kebun tanaman sayuran, pembibitan, serta ruang penyambutan dan pelayanan. Wisatawan dapat mengetahui proses pembibitan, pemeliharaan, pemanenan, dan mencicipi hasil olahan segar dari produk sayuran yang ada. Sub-zona Tanaman Buah Sub-zona tanaman buah direncanakan untuk dikembangkan di Dusun Kayumas. Pada zona tanaman buah wisata yang dikembangkan adalah berkaitan dengan agribisnis buah, terutama untuk tanaman pisang, mangga, nangka, apokat. Untuk itu di dalam zona ini dilakukan pembagian ruang yaitu ruang kebun buah, ruang budidaya, dan ruang pelayanan dan penyambutan. Wisatawan dapat ikut langsung dalam kegiatan budidaya, mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, maupun pemanenan. Selain itu hasil dari sub-zona ini juga dapat langsung dinikmati dalam bentuk olahan segar. Sub-zona Peternakan Sub-zona tanaman sayuran direncanakan untuk dikembangkan di Dusun Kayumas. Sub-zona peternakan dibentuk dengan menyatukan usaha peternakan masyarakat yang tadinya dalam skala rumahan menjadi kandang komunitas. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah pengelolaannya untuk wisata. Objek yang dapat dinikmati oleh wisatawan diantaranya adalah pola beternak dan budidayanya, serta cara pemeliharaan binatang ternak. Selain itu wisatawan juga dapat mengetahui cara pembuatan dan melihat instalasi biogas dan teknologi pendukungnya.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 34 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Sub-zona Pengolahan Sub-zona tanaman sayuran direncanakan untuk dikembangkan di Dusun Krajan, Kayumas, Sukmoilang dan Cottok. Dalam sub-zona ini wisatawan diajak untuk mengetahi tahapan proses dan tenologi yang digunakan dalam pengolahan baik tanaman buah, sayuran maupun produk peternakan. Selain itu pada sub-zona ini wisatawan dapat menikmati dan membeli hasil olahan produk pertanian dari keseluruhan kawasan sebagai buah tangan. Pada sub-zona ini terdapat pusat oleh-oleh dan juga restoran yang menyediakan menu dari hasil tanaman dan peternakan dalam kawasan agrowisata.

b. Zona Penunjang Agrowisata 1) Zona Penerimaan

Fungsi utama zona penerimaan adalah sebagai penanda suatu kawasan dan sekaligus memberikan kesan dan identitas suatu kawasan. Dalam hal ini zona penerimaan terletak pada pintu akses 1 dari arah Selatan.

2) Zona Pelayanan (Service Community) Zona pelayanan memiliki fungsi pokok untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan wisatawan dalam melaksanakan keseluruhan rangkaian aktivitas wisata di dalam kawasan. Karena letak titik-titik atraksi yang cukup jauh satu sama lain maka hal ini diantisipasi dengan melakukan penyebaran fasilitas pelayanan. Akan tetapi tetap ada pusat pelayanan terpadu yang diletakkan pada welcome area kompleks atraksi, hal ini untuk memudahkan wisatawan dalam mengakses informasi kawasan secara keseluruhan dan membantu dalam menentukan rute dan memilih atraksi apa yanga kan dikunjungi. Jarak perjalanan wisatawan yang berasal dari dua akses masuk baik dari arah Banyuwangi maupun dari arah Situbondo dapat ditempuh dalam waktu kurang dari tiga jam, sehingga peletakkan stopping area/rest area dianggap belum perlu. Wisatawan dapat beristirahat ketika berada di dalam kawasan. Pada pusat pelayanan terpadu wisatawan dapat mengakses informasi rute yang efektif untuk menikmati keseluruhan kawasan, atau memilih touring plan yang akan diikuti dengan menyesuaikan pada ketersediaan waktu dan minat wisatawan. Selain itu pada pusat pelayanan terpadu wisatawan dapat meminta rekomendasi dan berkonsultasi dengan tour guide ataupun mendapatkan jasa interpreter. Aktivitas yang dikembangkan pada pusat pelayanan terpadu ini dinataranya aktivitas ibadah, makan dan minum, mendapatkan informasi dan jasa interpreter, beristirahat dan bermalam. Untuk itu maka fasilitas yang disediakan berupa tempat parkir, restoran atau warung makan, guest house, mushola, toilet dan sarana peristirahatan seperti saung, gazebo dan bangku yang diletakkan pada titik-titik strategis.

3) Zona Penghubung (Linkage Corridors) Zona penghubung dapat disebut pula sebagai ruang transisi, dimana terjadi pengarahan massa wisatawan untuk mengenal dan memperkenalkan kompleks atraksi. Zona penghubung dimanfaatkan untuk memberi kesan positif terhadap kawasan, penataan dan blocking bila perlu dilakukan untuk memberikan suasana dan view terbaik bagi wisatawan. Ruang transisi ini dapat berupa jajaran pemukiman penduduk dan ladang-ladang sayuran. Aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas pasif seperti berjalan, duduk dan menikmati pemandangan. Fasilitas berupa pemberhentian atau rest area juga disediakan terutama untuk wisatawan yang berjalan kaki ketika berkeliling kawasan, untuk itu juga disediakan trotoar untuk memberikan kenyamanan dan keamanan untuk pejalan kaki.

4) Zona Masyarakat Yaitu zona yang mewadahi kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar baik itu yang bersifat produktif maupun rumah tangga. Masyarakat memiliki budaya yang terbuka terhadap pengunjung akan tetapi penggunaan rumah

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 35 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

penduduk sebagai home stay tidak disarankan karena dikhawatirkan akan menurunkan citra kawasan. Hal ini terutama berkaitan dengan masalah kebersihan dan kerapihan. Menurut pengalaman dan pengamatan yang dilakukan masyarakat Desa Kayumas kurang memperhatikan masalah kebersihan. Aktivitas wisata tidak dikembangkan secara intensif pada zona ini, meskipun kemungkinan interaksi dengan masyarakat desa pertanian cukup menarik bagi wisatawan.

2. Zona Non Agrowisata 1) Zona Penyangga

Area pada zona penyangga berfungsi memisahkan antara zona dimana terdapat aktivitas agrowisata dengan zona konservasi. Tata guna lahan pada zona penyangga terdiri atas lahan pertanian, kebun dan pemukiman masyarakat.

2) Zona Konservasi Area pada zona ini dikonservasi dalam artian tidak boleh dilakukan pembangunan fasilitas dan tidak ada aktivitas agrowisata aktif di dalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan fungsi area sebagai daerah resapan air dan berkaitan dengan fungsinya untuk konservasi tanah. Pembangunan di area ini selain beresiko juga dikhawatirkan dapat mengganggu kestabilan kawasan secara keseluruhan. Aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas pasif yang minimal dan terbatas. Diantaranya jalan-jalan dan menikmati pemandangan, itupun dilakukan pada nature trail atau jalur alami. Tidak ada penyediaan sarana jalan maupun trotoar. Dari delapan dusun yang terdapat dalam wilayah Desa Kayumas, hanya Dusun Sokmoilang yang tidak dikembangkan untuk atraksi agrowisata. Hal ini disebabkan letaknya yang terisolasi sehingga apabila dipaksakan untuk menjadi atraksi wisata akan membuat jalur wisatawan menjadi tidak efektif. Akan tetapi Dusun Sokmoilang dialokasikan untuk zona penunjang agrowisata.

2. Rencana Sirkulasi Wisata Secara umum dilakukan pembagian jalur sirkulasi ke dalam dua kelompok. Yang terdiri atas jalur sirkulasi untuk wisata dan jalur sirkulasi untuk masyarakat a. Jalur Sirkulasi Wisata

Disediakan khusus untuk kepentingan wisatawan dalam menikmati dan melakukan aktivitas wisata di dalam kawasan. Jalur ini terbagi menjadi tiga jalur yaitu jalur primer, jalur sekunder, jalur tersier.

b. Jalur Sirkulasi Masyarakat Merupakan jalur yang dibuat untuk mangakomodasi kebutuhan pergerakan masyarakat. Pada beberapa titik, jalur ini menyatu dengan jalur wisatawan. Hal ini tentunya didukung dengan penyediaan sarana yang memadai untuk kedua kepentingan tersebut. Jalur masyarakat utamanya digunakan untuk kegiatan produksi.

3. General Tourism Resources Inventory (GTRI)

“Inventories: Survey and analyse the region’s ecology, history, culture, economy, resources, land use,and tenure; inventory and evaluate existing and potential ecotourist attractions, activities, accommodation,facilities, and transportation; construct or consolidate development policies and plans,especially tourism master plans” (Fennel 2008: 138) General Tourism Resources Inventory (GTRI) adalah suatu alat survei untuk menilai kelayakan destinasi wisata. Alat ini diciptakan oleh Fenneldan dimodifikasi untuk uji kelayakan destinasi wisata secara sederhana.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 36 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Tabel 4.11 General Tourism Resources Inventory Kayumas

Resource Keterangan Natural Attractions Mata Air Biasa Kualitas Sangat Baik, Belum Mendapat Perhatian Danau Tidak Ada Sungai Kualitas Sangat Baik, Belum Mendapat Perhatian, kondisi

kurang terawat (sampah) Hutan Kualitas Sangat Baik, Belum Mendapat Perhatian Tebing/Jurang Kualitas Sangat Baik, sudah Mendapat Perhatian, perlu

analisa keamanan ber-usaha Gunung Kualitas Sangat Baik, Belum Mendapat Perhatian Air Terjun Kualitas Sangat Baik, Sudah Mendapat Perhatian, Kondisi

Kurang terawat ( masih alami ) Angin Kualitas Sangat Baik, Belum Mendapat Perhatian Burung Kualitas - , Belum Mendapat Perhatian, kondisi perlu diteliti

lebih lanjut Perbukitan Kualitas Baik, sudah Mendapat Perhatian, kondisi mulai

memprihatinkan (pembukaan lahan) Temperatur Kualitas Sangat Baik, Sudah Mendapat Perhatian Bentuk Alam Desa Kualitas Sangat Baik, Belum Mendapat Perhatian Fauna Kualitas Sangat Baik, Sudah Mendapat Perhatian, kondisi

perlu diteliti lebih lanjut Flora Kualitas Sangat Baik, Belum Mendapat Perhatian Cultural Attractions Rumah Tradisional Kualitas cukup, Belum Mendapat Perhatian, kondisi kurang

terawat Situs sejarah Kualitas cukup, Belum Mendapat Perhatian, kondisi kurang

terawat Situs Budaya Kualitas cukup, Belum Mendapat Perhatian, kondisi kurang

terawat Kuburan Tradisonal Kualitas cukup, Belum Mendapat Perhatian, kondisi tidak

terawat Bertani Kualitas cukup (menggunakan pestisida kimia), sudah

Mendapat Perhatian Kolam Ikan Kualitas baik, Belum Mendapat Perhatian Festival Budaya (Kerja Tahun) Ada tetapi belum teridentifikasi Tarian Tradisional Tidak ada Upacara Tradisional Kualitas sangat baik, Belum Mendapat Perhatian Kuliner Kualitas baik, Belum Mendapat Perhatian Bahasa Daerah Kualitas, Belum Mendapat Perhatian Alat Musik Kualitas, Belum Mendapat Perhatian Lagu Daerah Kualitas baik, Belum Mendapat Perhatian Obat Tradisional Kualitas, Belum Mendapat Perhatian Sistem Sosial Masyarakat Kayu Mas Kualitas Menurun, Belum Mendapat Perhatian Permainan Tradisonal Kualitas Menurun, Belum Mendapat Perhatian Irigasi Kualitas baik, Belum Mendapat Perhatian Hospitality Facility And Services Penginapan Kualitassangat baik, (penginapan PTPN 12) Restoran Tidak ada Kantor Polisi Tidak Ada Puskesmas Puskesmas pembantu Warung Jajanan Kualitas baik Kedai Kopi Kualitas Cukup Transportation Facility And Services Angkot Kualitas baik, Sudah Mendapat Perhatian Akses Jalan 80% (menuju Desa Kayumas) sangat bagus, 20% (di Desa

Kayumas) sangat kurang bagus Gerobak Sapi Dapat Dibuat Lahan Parkir Kualitas baik, Sudah Mendapat Perhatian Ojek Ada Truk Sayur Dapat dipakai sebagai angkutan publik Basic Community Infrastructure Akses Jalan Kaki Baik Ketersediaan Air Bersih Sangat baik Kamar Mandi Tidak ada Jaringan Telekomunikasi Cukup Papan Nama Desa Cukup Tourist Information Desa Tidak ada Ketersediaan Listrik Ada Tempat Peribadatan Ada Travel Arrangement Package Tour Tidak ada Meeting Spot With Tourist Tidak Ada

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 37 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Promotion And Tourist Information Centre Brosur Tidak Ada Website Tidak Ada Partner Dinas Pariwisata Sangat mendukung Biro Perjalanan Wisata Tidak ada Hotel Tidak ada Kesiapan Dan Keterlibatan Masyarakat Lokal Cukup Added Value Kedekatan Dengan Wisata Strategis Lainnya Sangat baik Citra Sangat baik Posisi Sangat baik Kerjasama Dengan Lembaga Pendidikan Belum ada Aktivitas Wisatawan Belum Ada Organisasi Masyarakat PKK Kurang Berfungsi Lembaga Agama Sangat Berfungsi Lembaga Petani Sangat Kurang Berfungsi

Beranjak dari pertimbangan dalam rangka mendorong akselerasi pengembangan destinasi pariwisata di suatu daerah menjadi destinasi pariwisata unggulan dan menetapkan suatu daerah menjadi destinasi pariwisata unggulan secara bertahap, sesuai dengan potensi dan atau kapasitas dari masing-masing daerah. Maka dibentuklah Kriteria Dan Penetapan Destinasi Pariwisata Unggulan yang memuat ketentuan bahwa: destinasi pariwisata unggulan, sekurang-kurangnya harus memiliki: Ketersediaan sumber daya dan daya tarik wisata; fasilitas pariwisata dan fasilitas umum; Aksesibilitas;Kesiapan dan Keterlibatan masyarakat; Potensi pasar; dan Posisi strategis pariwisata dalam pembangunan daerah.Berdasarkan ketentuan tersebut dan penjelasan yang telah dituliskan pada lembar sebelumnya, makadisimpulkan bahwa:

1. Desa Kayumas memiliki Ketersediaan sumber daya dan daya tarik wisata yang kurang lengkap tetapi mempunyai potensi untuk menjadi daerah wisata jika di maksimalkan potensi alamnya.

2. Desa Kayumas belum memiliki Fasilitas Pariwisata Dan Fasilitas Umum sehingga perlu adanya pembangunan sarana dan prasarana..

3. Desa Kayumas memiliki Aksesibilitas yang baik: Jalan Beraspal dan terdapat roda transportasi ke Desa Kayumas

4. Kesiapan dan Keterlibatan Masyarakat Desa Kayumas dalam pariwisata yang cukup bagus. Hal ini didorong oleh semangat masyarakat Desa Kayumas untuk mendorong desanya menjadi kawasan wisata.

5. Desa Kayumas juga memiliki posisi strategis pariwisata dalam pembangunan daerah sesuai dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Situbondo. Berdasarkan pelbagai indikator diatas dapat diketahui bahwa Desa Kayumas memiliki kriteria sebagai destinasi pariwisata yang perlu dikembangkan.

Dari peta perencanaan diatas bisa di lihat untuk perencanaan kawasan ekowisata Desa Kayumas di mulai di dusun Punggul Gunung, dimana dusun ini merupakan pintu masuk menuju Desa Kayumas, sehingga akan dibangun gapura masuk wisata Desa Kayumas dan pemukiman warga yang tertata rapi. dengan karakteristik tanah berbatu, dusun ini juga memiliki potensi alam yang cukup menarik, wisatawan dapat melihat pemandangan di puncak gunung dan didirikan tempat peristirahatan atau semacam gazebo unutk wisatawan. Berikutnya adalah dusun Tanah Merah, dusun Tanah merah memiliki potensi sumber daya alam yang cukup indah, dengan karakteristik dusun yang memiliki banyak tebing dusun tanah merah maka dusun ini sangant berpotensi untuk wisata panjat tebing, area track downhill, Camping Ground dan area outbond.Setelah melewati dusun Tanah Merah, selanjutnya adalah dusun Pelleh, dusun ini terletak di tengah-tengah desa, di dusun ini rencana akan dibangun pasar buah yang akan menampung produksi buah di Desa Kayumas dan akan dibangun pusat informasi wisata di Desa Kayumas. selanjutnya adalah dusun Alun-Alun dan Dusun Cottok ke dua dusun ini memiliki karakteristik yang hampir mirip, di dusun Alun-alun terdapat balai Desa Kayumas, dan perencanaan akan dibuat sentra kebun singkong, kebun kacang dan kebun mangga karena sangat berpotensi untuk ditanam di dusun tersebut, di dusun cottok

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 38 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

perencanaan akan dibangun koperasi Desa Kayumas dan perkebunan pisang. Selanjutnya adalah dusun Sukmoilang di dusun ini meiliki potensi wisata alam yang belum di garap dengan maksimal yaitu air terjun, wisata alam ini sangat berpotensi untuk menarik wisatawan luar maupun asing sehingga perlu perhatian yang lebih. Berikutnya adalah dusun Kayumas, dusun Kayumas adalah dusun paling ujung dari dsa Kayumas, di dusun ini terdapat PTPN 12 dan perkebunan kopi yang identik dengan kayumas. di dusun ini perencanan akan di bangun semacam pusat kesehatan atau puskesmas untuk menunjang kesehatan masyarakat dan keamanan wisatawan. Dusun ini juga akan dikembangkan sebagai sentra kopi khas Kayumas dengan dilengkapi pusat penjualan kopi kayumas. karena letaknya berada di ketinggian dusun ini memiliki potensi untuk di bangun penginapan, area outbond dan camping ground untuk wisatawan.

Untuk terwujudnya perencanaan ini perlu adanya sinergi antara pemerintah, masyarakat dan pihak PTPN IX agar segera terwujud dan terbentuknya kawasan wisata Kayumas.

Gambar 4.12 Peta Perencanaan Kawasan Wisata Kayumas

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 39 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Bab V Kesimpulan

A. KESIMPULAN

Kawasan agrowisata yang akan dikembangkan terletak di Desa Kayumas Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo. Adapun Dusun di Desa Kayumas terdiri dari Dusun Tanahmerah, Dusun Punggulgunung, Dusun Pelleh, Dusun Krajan, Dusun Kayumas, Dusun Alun-alun, Dusun Cottok, Dusun Sokmoilang. Dari delapan dusun di Desa Kayumas selebihnya akan di lakukan pengamatan dan analisis berdasarkan kriteria penilaian yaitu aspek aksesibilitas, sarana dan prasarana, produktivitas pertanian dan potensi lain yang ada. Kawasan Kayumas memiliki sumber daya alam yang potensial untuk kawasan agrowisata, jika digarap dengan maksimal, kawasan agrowisata kayumas dapat meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Situbondo dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Desa Kayumas. Dapat di simpulkan bahwa Desa kayumas layak untuk di kembangkan menjadi Kawasan Agrowisata Kayumas. adapun simpulan dari kajian ini adalah: 1. Potensi Alam: Air terjun yang bersih, Pemandangan alam perbukitan yang masih

hijau, Pemandangan Alam Gunung Ijen (Gunung Aktif, sering digunakan untuk misi pendakian, Pemandangan di tepi jurang dan tebing . Berdasarkan sumber daya alam tersebut maka jenis-jenis wisata alam yang dapat dilangsungkan di daerah ini, adalah sebagai berikut: tracking, nature sightseeing camping, zona start atau zona istirahat sebelum atau sesudah melakukan pendakian ke Gunung Ijen, bicycle (bersepeda), Outbond, dan Scientific Purpose (keperluan penelitian mengenai alam).

2. Potensi budaya dan hasil buatan manusia: tracking keliling desa, agrowisata perkebunan kopi (memetik sendiri, menanam sendiri, berkomunikasi dengan petani kopi, Culture Sightseeing (menonton/melihat-lihat kegiatan ritual budaya, wisata kuliner tradisional yang sudah dimodifikasi untuk kebutuhan wisatawan namun tetap memperlihatkan makanan asli / originalnya), living with the society (mengikuti kegiatan dan aktivitas masyarakat sehari-hari), Scientific Purpose (keperluan penelitian mengenai budaya.

B. REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan, maka direkomendasikan kepada dinas-dinas terkait yang mendukung berkembangnya agrowisata Kayumas. 1. BAPPEDA

: - Menyusun Masterplan Kawasan Agrowisata

Kayumas. - Mengkoordinasi dengan SKPD terkait agar

bersinergi dalam perencanaan dan pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas.

- Memfasilitasi antara pemerintah daerah, pemerintah desa, masyarakat dengan investor dan pihak swasta lainnya yang akan melakukan kerjasama pemanfaatan dan pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas

2. PTPN XII : - Memanfaatkan Kawasan atau lahan PTPN XII yang masih kosong menjadi untuk pengembangan Kawasan Agrowisata dengan berbagai macam tanaman lain selain kopi dapat pula di tanami buah-buahan, sayur-sayuran, bunga, serta tanaman produktif lainnya.

- Menyediakan sarana prasarana untuk wisatawan seperti penginapan dan meting room

- Mengembangkan kebun PTPN XII sebagai sarana agrowisata pendidikan dan rekreasi

- Bekerjasama dengan Desa Kayumas untuk

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 40 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

pengembangan Kawasan Agrowisata secara menyeluruh.

- Melatih dan dan terlibat bersama serta mendorong masyarakat dengan bersinergi mengembangkan Kawasan Agrowisata Kayumas melalui kegiatan masyarakat sadar wisata, dan pengembangan lingkungan agrowisata

3. Perhutani : - Terbentuknya sinergitas antara Perhutani dan Masyarakat Desa Kayumas tentang pemanfaatan lahan sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan Kawasan Agrowisata Kayumas.

- Mewujudkan pembibitan tanaman hutan - Pembukaan lahan baru yang bisa dimanfaatkan

masyarakat untuk pengembangan kawasan agrowisata dengan tidak merusak hutan.

4. Dinas Pariwisata : - Sosialisasi terhadap masyarakat Desa Kayumas dan masyarakat sepanjang jalan menuju kawasan tentang pengembangan kawasan agrowisata kayumas.

- Mendorong masyarakat Desa Kayumas untuk membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

- Melakukan promosi kepada pihak luar Kabupaten Situbondo.

5. Kantor Lingkungan Hidup

: - Sosialisasi kepada Masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan dan keindahan lingkungan

- Sosialisasi pelestarian mata air Desa Kayumas 6. Dinas Pertanian : - Mendorong masyarakat untuk budidaya tanaman

organik - Pemberian bantuan bibit tanaman dan buah-buahan - Mengembangkan pertanian dengan sistem demplot

pertanian sebagai lokasi labsite pertanian yang berbasis agrowisata

- Mengembangkan tanaman yang sudah ada di Desa Kayumas

7. Dinas Peternakan : - Sosialisasi pemanfaatan ternak milik masyarakat dan kandang sehat.

- Pemberian bantuan bibit ternak - Membentuk kelompok arisan ternak - Pengolahan limbah ternak menjadi Pupuk Bokasi

dan Biogas 8. Dinas Kopreasi dan

UKM - Melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat

untuk pembentukan koperasi agrowisata - Melakukan pemberdayaan dan pembinaan pada

masyarakat untuk usaha produktif yang berupa pengembangan produk olahan makanan dan handycraf

- Memfasilitasi terbukanya pasar hasil dari usaha produktif yang berbasis agrowisata.

9. Dinas Cipta Karya - Memperbaiki akses jalan yang rusak. - Membuat jalan baru dari Kebun PTPN XII menuju ke

kawasan segi tiga emas dan kawah ijen - Membuat sarana dan prasarana pendukung untuk

pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas seperti pasar wisata, Area parkir, cotage, gazebu, Gardu Pandang

10. Pemerintah Kecamatan

- Pembinaan terhadap aparatur pemerintah Desa Kayumas

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 41 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

- Melakukan pemberdayaan masyarakat agar menjadi masyarakat yang sadar wisata

- Mendorong masyarakat untuk berbudi daya pertanian secara maksimal

- Memberikan pelayanan kepada wisatawan 11. Pemerintahan Desa - Melakukan pemberdayaan masyarakat agar menjadi

masyarakat yang sadar wisata - Mendorong masyarakat untuk berbudi daya

pertanian secara maksimal - Memberikan pelayanan kepada wisatawan

12. Masyarakat - Membangun kesadaran dengan menjaga rumah, pemukiman dan lingkungan yang tetap bersih indah dan asri dan mengambil manfaat dari pengembangan Desa Kayumas menjadi Kawasan Agrowisata Kayumas untuk peningkatan kesejahteraan.

- Mempersiapkan rumah sebagai sarana Homesty bagi wisatawan.

- Mengembangkan usaha-usaha produktif sebagai pendukung dan pelengkap dari pengembangan kawasan Agrowisata Kayumas

13. SD dan SMP di Desa Kayumas

- Membentuk kelompok siswa “Polisi Air” bagi SMP - Mengembangkan kurikulum pendidikan SEKOLAH

ALAM dengan pemanfaatan sumberdaya alam secara maksimal.

- Bekerjasama dengan sekolah lain untuk pendidikan SEKOLAH ALAM dan pelatihan Outbond bagi siswa

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 42 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsini, 1990. Manajemen Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Beeton, S. 2006. Community Development Through Tourism. Australia: Landlinks Press. Budihardjo, Eko, 1997. Tata Ruang Perkotaan, Bandung, Alumni. Bumi dan Tsunami Kabupaten Dati II Sikka, Tesis. MPKD, Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta. Clawson, M. and Knetsch, L. J. (1966). Economics of Outdoor Recreation. Baltimore: The

Johns Hopkins University Press. Darmawijaya, Isa, 1990. Klasifikasi Tanah, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Departemen Kehutanan, 1996. Materi Penyuluhan Kehutanan I, Pusat Penyuluhan

Kehutanan, tidak diterbitkan, Jakarta. Fandeli, Chafid dan Muhammad Nurdin, 2005. Pengembangan Ekowisata Berbasis

Konservasi di Taman Nasional, Penerbit Fakultas Kehutanan Fandeli, Chafid dan Mukhlison, 2000. Pengusahaan Ekowisata, Penerbit Fakultas

Kehutanan Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan Unit Konservasi Gartner, W. 1996. Tourism Development Principles, Processes, and Policies. New York:

Van Nostrand Reinhold. Getz, D, 1986, “Model in Tourism Planning” dalam Tourism Management . Maret. 21-32. Goldman G, Nakazawa A, Taylor D 1994 Impact of Visitor Expenditures on Local

Revenues. Alaska:WRDC. http://www.uaf.edu/ces/publications/freepubs/ WREP-145.html [diakses pada 3 Sept 2013].

Goodwin, H. 2000.“Pro-Poor Tourism, Opportunities for Sustainable local Development” Development and Cooperation 5:12 – 4

Gray, H.P. 1974. “Toward an Economic Analysis of Tourism Policy”. Social and Economic Studies. 23: 386-397.

Gunawan, Myra P, 1997. Perencanaan Pembangunan Kepariwisataan di Indonesia PJP I-PJP II, Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia,

Hadi, Sudharto P, 1995. Mengembangkan Pariwisata Yang Berkelanjutan (Developing a Sustainable Tourism), Makalah disampaikan pada Diskusi

Hadi, Sudharto P, 1997. Metodologi Penelitian Sosial: Kuantitatif, Kualitatif dan Kaji Tindak, FISIP-UNDIP, Semarang.

Hadi, Sudharto P, 2001. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Penerbit Gajah Mada University Press, Jogjakarta.

Hausler, N. 2005. “Definition of Community Based Tourism “ Tourism Forum International at the Reisepavillon. Hanover 6 Pebruari 2005.

Khadiyanto, Parfi, 2005. Tata Ruang Berbasis Pada Kesesuaian Lahan, Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Kusmaryadi, Endar Sugiarto, 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kusuma Seto, Ananto, 1983. Konservasi dan Sumberdaya Tanah dan Air, Kemala Mulia, Bengkulu.

Marpaung, Happy, 2002. Pengetahuan Kepariwisataan, Penerbit Alfabet, Bandung. Mathieson, A. dan Wall, G. 1982. Tourism: Economic, Physical and Sosial mpacts.London

and New York: Longman. Mill, R.C. and Morrison, A.M.. 1985. The Tourism System an Introductory Text. New

Jersey: Prentice-Hall, Inc. Murphy, P.E. 1985. Tourism A Community Approach. London and New York: Longman Nawawi, Hadari (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya

Offset, Bandung. Page , S,J., dan Getz, Don (Ed).1997. The Business of Rural Tourism International

Perspectives. Oxford: The Alden PresS Pasaribu, M., 1999. Kebijakan dan Dukungan PSD-PU dalam Pengembangan

Agropolitan. Makalah pada Seminar Sehari Pengembangan Agropolitan dan Agribisnis serta Dukungan Prasarana dan Sarana, Jakarta, 3 Agustus 1999.

[Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo 2013] EXECUTIVE SUMMARY

HALAMAN- 43 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Panel “Ecotourism” di Semarang, tanggal 9 Nopember 1995. Pania Asa, IDP, 2000. Persepsi Penghuni Terhadap Pemukiman Resettlemen Bencana

Alam, Studi Kasus Resettlemen Pasca Bencana Alam Gempa Pantin, D dan Francis, J. 2005. Community Based Sustainable Tourism. UK: UWISEDU. Patusuri, Syamsul Alam, 2004. Perencanaan Kawasan Pariwisata, Tidak diterbitkan,

Modul Kuliah, Program Magister Pariwisata, Universitas Udayana, Bali. Pearce, P.L., Moscardo, G. & Ross, G.F., 1991, “Tourism impact and community

perceptions: An equity-social representational perspective”, Australian Psychologist, 26(3): 147 - 152.

penyunting Budhy Tjahjati, dkk, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia-Grasindo, Jakarta.

Pitana, I Gde dan Putu G. Gayatri, 2005. Sosiologi Pariwisata, Penerbit Andi, Yogyakarta. Poerbo, Hasan, 1999. Lingkungan Binaan Untuk Rakyat, Penerbit Yayasan Akatiga,

Bandung. Purwodarminta, 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Rangkuti, Freddy, 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Penerbit

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sandmeyer, A.E. 2005. Community Based Ecotourism and Sustainable Community

Development: Exploring the Relationship. Tesis. Dalhousie University Halifax, Nova Scotia. Tidak diterbitkan.

Setiadi, Rukuh dan Budiati, Lilin, 2000. Strategi Pengelolaan Lingkungan: Dari Pendekatan No-Management Menuju Co-Management. Jornal Ilmiah Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Edisi April 2000.

Sigit, Soehardi, 2001. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial, Bisnis, Manajemen, Penerbit BPFE, Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa, Yogyakarta.

Singarimbun dan Efendi, 2002, Penentuan Sampel, Penerbit Grafindo, Jakarta. Sirtha, Nyoman, 2005. Kebijakan Pembangunan Pariwisata Sebagai Program Unggulan,

Majalah Ilmiah Pariwisata, Nomor 01/Th.I/Juni 2005, Universitas Udayana, Denpasar.

Soehendra, F. Hartadi, 2001. Kepariwisataan Berkelanjutan: Suatu Prespektif Menuju Kepariwisatan Yang berkeadilan dalam Jurnal Manajemen Pariwisata, Volume I, Nomor 1, Desember 2001, Penerbit: Yayasan Triatma Surya Jaya, Kutai, Bali.

Soeparmoko, 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Spillane, J. 1994. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan prospeknya.Yogyakarta: Kanisius. Suansri, P. 2003. Community Based Tourism Handbook. Thailand: REST Project Sudarto, Gatot, 1999. Ekowisata Wahana Pelestarian Alam, Pengembangan Ekonomi

Berkelanjutan, dan Pemberdayaan Masyarakat, Penerbit Yayasan Kalpataru Bahari, Jakarta.

Sulistyantara, Bambang, 1990. Pengembangan Agrowisata di Perkotaan, Proseding Simposisum dan Seminar Nasional Hortikultura Indonesia 1990, Bogor, 13-14 Oktober 1990.

Sumber Daya Alam DIY, dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Supardi, 1997. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Penerbit Alumni, Bandung. Suwantoro, Gamal, 2001. Dasar-dasar Pariwisata, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Timothy, D.J. 1999. “Participatory Planning: a View of Tourism in Indonesia” Annals of

Tourism Research . 26 (2): 27-40. Tirtawinata, Moh. Reza Fakhruddin, Lisdiana, 1996. Daya Tarik dan Pengelolaan

Agrowisata, Deskripsi Fisik, Jakarta. Universitas Gajah Mada dengan Pusat Studi Pariwisata Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta dan Kantor Kementarian Lingkungan Hidup RI, Jakarta. Wahab, Salah, 1996. Manajemen Kepariwisataan, Pradnya Paramita, Jakarta.