EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN TOP DOWN AUTHOKRATIS PADA POSDAYA MEKARSARI

19
EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN TOP DOWN AUTHOKRATIS PADA POSDAYA MEKARSARI Betty Gama Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univet Bantara Sukoharjo Jl. Letjen S Humardani No. 1 Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia e-mail: [email protected] ABSTRAK Pemimpin mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok melalui model kepemimpinan yang diperankan. Ketua Posdaya Mekarsari dalam kelompoknya memainkan peran dengan model kepemimpinan top down autokratis. Terdapat 9 (Sembilan) karakteristik kepemimpinan top down autokratis dalam penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Usaha yang dilakukan yaitu dengan memberikan motivasi, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan partisipasi anggota agar mau berusaha dan bekerja dengan memanfaatkan potensi hasil bumi yang ada sehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarga. Kepemimpinan otokratis bersikap atas dasar pendapat pribadi tanpa mempertimbangkan suara hati orang lain. Kepemimpinan top down autokratis dapat diterima anggota Posdaya Mekarsari sepanjang apa yang diperintahkan oleh ketua mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kata Kunci: Model kepemimpinan, pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat. 1. Pendahuluan Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) Mekarsari merupakan wadah yang dibentuk oleh masyarakat, ditumbuhkembangkan oleh

Transcript of EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN TOP DOWN AUTHOKRATIS PADA POSDAYA MEKARSARI

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN TOP DOWN AUTHOKRATISPADA POSDAYA MEKARSARI

Betty GamaProgram Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univet BantaraSukoharjo

Jl. Letjen S Humardani No. 1 Sukoharjo, Jawa Tengah,Indonesia

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pemimpin mempunyai kapasitas untuk meningkatkankesejahteraan kelompok melalui model kepemimpinan yangdiperankan. Ketua Posdaya Mekarsari dalam kelompoknyamemainkan peran dengan model kepemimpinan top downautokratis. Terdapat 9 (Sembilan) karakteristik kepemimpinantop down autokratis dalam penelitian yang bertujuan untukmeningkatkan kesejahteraan anggota. Usaha yang dilakukanyaitu dengan memberikan motivasi, pemberdayaan masyarakatdan meningkatkan partisipasi anggota agar mau berusaha danbekerja dengan memanfaatkan potensi hasil bumi yang adasehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarga.Kepemimpinan otokratis bersikap atas dasar pendapat pribaditanpa mempertimbangkan suara hati orang lain. Kepemimpinantop down autokratis dapat diterima anggota Posdaya Mekarsarisepanjang apa yang diperintahkan oleh ketua mampumeningkatkan kesejahteraan keluarga.

Kata Kunci: Model kepemimpinan, pemberdayaan masyarakat,partisipasi masyarakat.

1. Pendahuluan

Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) Mekarsari merupakan

wadah yang dibentuk oleh masyarakat, ditumbuhkembangkan oleh

masyarakat dan dinikmati hasilnya oleh masyarakat. Posdaya

Mekarsari muncul karena tuntutan masyarakat akan pentingnya

kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi untuk

mengatasi persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.

Keadaaan sosial ekonomi masyarakat yang masih lemah,

rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan mendorong

Posdaya Mekarsari yang terletak di Desa Polokarto Kabupaten

Sukoharjo untuk melakukan perubahan-perubahan guna

meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kondisi tersebut akan

dapat tercapai melalui upaya pembedayaan masyarakat agar

kesejahteraan masyarakat Desa Polokarta Kabupaten Sukoharjo

dapat ditingkatkan. Posdaya adalah forum silaturahmi,

advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan sekaligus bisa

dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan penguatan

fungsi-fungsi keluarga secara terpadu (Suyono dan Haryanto,

2009:6)

Agar aktifitas Posdaya Mekarsari dapat tumbuh berkembang

dan berdaya guna maka peranan seorang pemimpin amat

diperlukan. Pemimpin yang dimaksud adalah kepemimpinan

lokal. Eksistensi kepemimpinan lokal ini bukan dirinya

sendiri, melainkan disebabkan karena berlangsungnya

interaksi sosial. Kepemimpinan lokal juga berarti proses

mempersuasi, mengarahkan dan mengatur usaha-usaha anggota

masyarakat, sumber daya dan potensi untuk mencapai tujuan

bersama. Melalui community development (pemberdayaan

masyarakat) diharapkan terjadi perubahan pada kelompok

Posdaya Mekarsari yaitu terjadinya proses perubahan

masyarakat dari suatu kondisi atau keadaan tertentu menuju

kondisi yang lebih baik. Dari kondisi semula hanya beberapa

orang berpartisipasi menjadi banyak orang yang

berpartisipasi. Berkembangnya konsep community cevelopment yang

berbasis nilai-nilai pemberdayaan, partisipasi, dan

kemandirian (self reliance) dalam masyarakat tidak terlepas dari

kondisi nyata dan kebutuhan masyarakat setempat.

Pemimpin lokal dalam kehidupan masyarakat desa merupakan

orang yang berasal dan dipatuhi oleh masyarakatnya. Pemimpin

masyarakat ini menurut Ufford (1987:37) disebut sebagai

lokal leaders yang oleh Pranowo (1985:37) dikelompokkan dalam

golongan status kepemimpinan yaitu formal dan informal. Dua

kelompok status kepemimpinan lokal tersebut masing-masing

memiliki otoritas (Rejeki dan Setyawati, 2000). Kemimpinan

menurut Esman (1972:22) dalam Hessel (2007:232) menunjuk

kepada sekelompok orang yang secara aktif merumuskan doktrin

dan program lembaga serta mengarahkan kegiatan dan hubungan

lembaga dengan lingkungan. Sedangkan Zubair (2008)

menjelaskan kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang dalam

mengatur, menata, membentuk dan menciptakan sesuatu menurut

pedoman serta polanya sendiri berdasar pada naluri pemimpin

atau tata aturan yang ada, sehingga dapat mencapai tujuan

yang diinginkan. Ketua Posdaya Mekarsari sebagai pemimpin

lokal menggunakan model kepemimpinan top down autokratis

sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, memberi motivasi dan

mendorong masyarakat agar tingkat kesejahteraan anggota

dapat ditingkatkan dengan jalan mengolah hasil bumi menjadi

makanan yang siap saji, berternak hewan peliharaan ataupun

produksi barang lainnya.

Gambar 1Salah satu produk Posdaya Mekarsari

2. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif

mengenai peranan kepemimpinan lokal sebagai agen perubahan

dalam membentuk pengembangan masyarakat. Pengembangan

masyarakat adalah sekelompok orang yang melakukan perubahan

sosial untuk merubah ekonomi mereka (Christenson, 1989)

Sasaran penelitian adalah kelompok Posdaya Mekarsari Dukuh

Weru Badran Desa Polokarto Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa

Tengah sedangkan informan adalah ketua kelompok Posdaya

Mekarsari yang dalam hal ini dijadikan model kepemimpinan

dengan bentuk top down authokratis. Peran yang dilakukan

adalah dalam kegiatan Posdaya Mekarsari bertindak dan

berperilaku pada konsep top down authokratis untuk

mempengaruhi anggota dalam melaksanakan kegiatan. Hal

tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan deskripsi

kepemimpinan lokal sebagai agen perubahan (agent of change)

untuk mengembangan masyarakat (community development) guna

meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelompok Posdaya

Mekarsari

Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam (in-depth

interview) pada setiap informan penelitian. Wawancara

dilakukan oleh peneliti sekaligus sebagai petugas interviewer

secara lisan, tatap muka, dan tertulis. Selanjutnya,

observasi dilakukan dengan menyaksikan secara langsung

aktifitas komunikasi kepemimpinan lokal dalam community

development untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Content analysis pada penelitian ini dilakukan untuk

mengumpulkan data mengenai bentuk isi komunikasi

kepemimpinan lokal.

3. Hasil Dan Pembahasan

Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) adalah forum

silaturahmi, advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan

sekaligus bisa dikembangkan menjadi wadah koordinasi

kegiatan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu

(Suyono Haryono dan Rohadi Haryanto, 2009:6). Sebagai PPPP

(Pusat Pengembangan Posdaya Pedesaan) Posdaya Mekarsari

telah berhasil membentuk 3 posdaya baru di wilayah

Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo yaitu Posdaya Maju

Karya di Desa Tepisari, Posdaya Melati Makmur di Desa

Kenokorejo, dan Posdaya Rukun Mulyo di Desa Bulu (Hartati,

Sri dan Betty Gama, 2011:4).

Dalam melakukan aktifitasnya posdaya tersebut terutama

bergerak di bidang ekonomi dan peternakan dengan

memanfaatkan ladang pertanian yang ada seperti singkong,

kacang tanah, ubi, pisang, gembili, ketela rambat dan

sebagainya. Kegiatan di sektor ekonomi tersebut tidak akan

berhasil tanpa ada motivator yang menggerakkan. Untuk itu

diperlukan seorang pemimpin yang mempunyai sifat kepimpinan

lokal dan mampu menggerakkan masyarakat menuju kualitas

hidup yang lebih baik yang ditunjukkan adanya meningkatkan

di sektor semua sektor. Hessel (2007:10) menjelaskan bahwa

pemimpin memiliki dua kemampuan yaitu kemampuan manajerial

dan kemampuan leadership. Kemampuan manajerial yaitu

kemampuan untuk memanfaatkan dan menggerakkan sumber daya

agar dapat digerakkan dan diarahkan bagi tercapainya tujuan

melalui kegiatan orang lain. Sedangkan kemampuan leadership

adalah kemampuan untuk memimpin, mempengaruhi dan

mengarahkan orang (sumber daya manusia) agar timbul

pengakuan, kepatuhan, ketaatan serta memiliki kemampuan dan

kesadaran untuk melakukan kegiatan (mengambil langkah-

langkah) bagai tercapainya tujuan.

Selanjutnya kepemimpinan menurut Kuczmarski & Kuczmarski

(1995:87-89) dalam Tangkilisan (2007-232) menjelaskan 3

model kepemimpinan, yaitu:

1. Authocratic and Hierarchical Leadership. Kepemimpinan

yang bersifat top down, authoktratis. Model

kepemimpinan ini menyebabkan organisasi mengalami

anomie, membuat anggota organisasi kehilangan rasa

percaya diri dan merasa kerdil serta kehilangan motiasi

dari dalam idirinya ke dalam organisasi.

2. Participatory Leadership. Kepemimpinan yang bersifat

partisipatif, membagi pengambilan keputusan dan

pertanggungjawaban ke bawah dan membentuk tim dan antar

tim yang efektif untuk meningkatkan skill dan kemampuan

individu.

3. Value Based Leadership. Model kepemimpinan yang

didasarkan atas hubungan nilai yang solid dan

terintergrasi di antara sesama anggota dan pemimpinnya.

Hubungan yang lebih efektif dan terbuka akan memberikan

potensi maksimal. Perhatian yang besar terhadap

individu menciptakan rasa keadilan dan menghargai

perbedaan sebagai landasan. Pemimpin dan organisasi

selalu melihat ke depan dan menganggap organisasi di

sekelilingnya sejalan dengan mereka. Saling mengikat

secara timbal balik antara sesama anggota yang

didasarkan atas norma dan nilai tidak selalu

menempatkan pemimpin pada posisi di atas

Dari ketiga model kepemimpinan tersebut yang dibahas adalah

model kepemimpinan top down autokratis. Ketua kelompok

Posdaya Mekarsari dijadikan model dengan memerankan model

kepemimpinan top down authokratis dengan deskripsi

karakteristik sebagai berikut: 1. bagaimana sikap ketua

dalam member intruksi/perintah, 2. membatasi peran bawahan,

3. memberikan pengarahan jelas, 4. memberikan pengawasan

ketat, 5. menghasilkan keputusan efektif, 6. menentukan

semua kebijakan, 7. mendikte teknik dan langkah kegiatan, 8.

komunikasi hanya satu arah (ke bawah), dan 9. mengambil

jarak dari partisipasi kelompok. Sebagaimana yang

disampaikan Kuczmarski & Kuczmarski (1995:87-89) dalam

Tangkilisan (2007-232) bahwa model kepemimpinan yang

bersifat top down, autoktratis ini menyebabkan organisasi

mengalami anomie, membuat anggota organisasi kehilangan rasa

percaya diri dan merasa kerdil serta kehilangan motivasi

dari dalam dirinya ke dalam organisasi.

Gambar 1Pendidikan dan Latihan (Diklat) diselenggarakan oleh Posdaya Mekarsari

Gaya kepemimpinan otokratis mendeskripsikan pemimpin yang

cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri,

mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat

keputusan secara sepihak, dan membatasi inisiatif maupun

daya pikir  tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan

pendapat mereka. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab

dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan

para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.

Deskripsi karakteristik kepemimpinan Posdaya Mekarsari dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Memberi intruksi/perintah. Dalam memainkan peran kepemimpinan top

down authokratis Ketua Posdaya Mekarsari bersikap memberi

perintah kepada anggota. Perintah langsung diberikan kepada

anggota agar melaksanakan kegiatan dan anggota mau

melaksanakan kegiatan sebagaimana yang diperintahkan ketua.

Cara yang dilakukan yaitu tanpa menjawab pertanyaan lebih

dahulu tiba-tiba member perintah langsung untuk segera

dilaksanakan. Perintah langsung dilakukan dengan maksud

untuk memberdayakan masyarakat agar mereka mau mengikuti

kegiatan, disamping itu juga mengingat kualitas sumber daya

manusia sangat rendah dan tingkat ekonominya juga rendah.

Melihat kondisi Posdaya Mekarsari maka model kepemimpinan

top down autokratis tampaknya relevan dilakukan. Apalagi

juga mengingat bahwa masyarakat mau diperintah asalkan apa

yang akan dilakukan itu menguntungkan bagi mereka. Tambunan

(2005:107), antara lain menjelaskan tugas seorang pemimpin,

dan keterampilan menjalankan kepemimpinan itu harus dapat

membuat orang lain bertumbuh dan berkembang seutuhnya.

Membatasi peran bawahan. Model kepemimpinan top down autokratis

pada Posdaya Mekarsari berperan membatasi peran bawahan.

Karena kalau tidak dibatasi anggota mengambil tindakan

sendiri-sendiri dan berbeda-beda. Semua kegiatan dibawah

koordinasi ketua. Apalagi terkait dengan usaha-usaha untuk

memberdayakan masyarakat. Meskipun peran anggota dibatasi

tetapi pada umumnya anggota Posdaya Mekarsari dapat memahami

karena mereka percaya bahwa yang telah diputuskan ketua

adalah demi kepentingan bersama yaitu untuk meningkatkan

kualitas hidup masyarakat, dan hal tersebut terbukti karena

Ketua Posdaya Mekarsari sering melakukan berbagai

pelatihan/diklat dengan tujuan member motivasi agar

perekonomian meningkatkan dengan cara mengolah hasil bumi

menjadi makanan ringan sehingga mepunyain nilai jual tinggi.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Tambunan (2005:163) bahwa

….. Para pengikut selalu mengharapkan dia mengambil

keputusan, membuat rencana dan bertindak.

Pengarahan jelas. Pengarahan ketua kepada anggota dilakukan

secara jelas. Hal tersebut dimaksudkan agar anggota

mengerti/mengetahui kegiatan yang diperintahkan. Tanpa

pengarahan yang jelas dan tegas mereka menjadi bingung

karena tidak tahu apa yang dikerjakan, selain itu juga

dimaksudkan agar semua jenis kegiatan dilaksanakan secara

teratur dan berkesinambunan. Misalnya, pada saat mengadakan

kegiatan diklat berternak anak dengan mendatangkan

narasumber pihak luar. Harapan ketua adalah agar anggota

Posdaya Mekarsari kemudian dapat menindaklanjuti dengan

berternak ayam dengan metode sebagaimana yang disampaikan

oleh narasumber. Pengarahan yang diberikan oleh model

kepemimpinan top down autokratis ini mempunyai tujuan

jelas, yaitu menciptakan kondisi yang menyenangkan untuk

mencapai tujuan (Tambunan, 2005:163).

Pengawasan ketat. Sebagai ketua yang berperan sebagai model

kepemimpinan top down autokratis dalam upaya untuk

memberdayakan masyarakat, Ketua Posdaya Mekarsari memberikan

pengawasan ketat terhadap anggota. Hal itu dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan suatu perintah

dan atau kegiatan. Tanpa pengawasan hasilnya tidak sesuai

target yang diharapkan. Jumlah anggota Posdaya Mekarsari

sebanyak 48 KK memugkinkan ketua untuk melakukan pengawasan

terhadap perbagai kegiaan yang dilakukan. Menurut Yusuf

(1989:87) dalam Rejeki dan Yuningtyas (2000), apabila suatu

kelompok semakin besar ukurannya, maka hubungan

interpersonal di antara masing-masing anggota akan semakin

melemah dan menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi

anggota kelompok

Hasil keputusan efektif. Mengambil keputusan adalah satu tindakan

penting dalam setiap tingkat manajemen atau kepemimpinan.

Mengambil satu keputusan bukanlah suatu tugas yang gampang

(Tambunan, 2005:150). Selanjutnya Haryadi (2012:71)

menjelaskan setiap keputusan yang diambil memiliki

konsekuensi dan dampak dalam skala tertentu. Konsekuensi dan

dampak yang terjadi pada setiap keputusan dipandang dari

sisi penerima keputusan bias bias bersifat positif atau bias

bias juga negative. Dalam model kepemimpinan top down

autokratis hasil keputusan Ketua Posdaya Mekarsari tidak

semuanya menghasilkan keputusan yang efektif bahkan kurang

efektif. Sebagai contoh misalnya, sesuatu yang sudah

berjalan secara rutin akan mengalami kesulitan apabila

dirubah, sehingga usaha untuk memberdayakan masyarakat juga

mengalami hambatan. Misalnya, setiap hari Minggu Posdaya

Mekarsari mengadakan kegiatan bersih lingkungan. Karena

suatu hal jadwal dirubah menjadi hari Jumat dan akhirnya

tidak bisa semua anggota hadir melaksanakan kegiatan

tersebut. Sedangkan hasil keputusan efektif apabila

disepakati bersama dan hasilnya dapat dirasakan. Menurut

Tambunan (2005:151) seorang pemimpin lebih mudah mengambil

keputusan yang tidak akan merusak semangat kerja dalam

kelompok, apabila garis-garis penuntun telah dibuat untuk

dipatuhi.. Oleh karena itu untuk menghasilkan keputusan

yang efektif, Ketua Posdaya dalam bertindak sesuai dengan

ketentuan yang sudah disepakati.

Semua kebijakan ditentukan pemimpin. Model kepemimpinan otokratis

pada umumnya bersikap atas dasar pendapatnya pribadi tanpa

mempertimbangkan suara hati orang lain (Haryadi, 2012:129).

Sebagaimana pada model kepemimpinan top down autokratis pada

kelompok Posdaya Mekarsari, terhadap suatu persoalan

tertentu kebijakan-kebijakan yang diputuskan tak lepas dari

keputusan langsung dari ketua tanpa berkonsultasi dengan

para anggota. Misalnya, pada saat semua anggota sepakat

untuk mengadakan kegiatan tetapi karena suatu hal terpaksa

mengalihkan jadwal kegiatan karena tiba-tiba ada kegiatan

lain yang lebih mendesak atau penting yang harus dikerjakan

lebih dulu. Menurut Kartono (2005:73), pada intinya otokrat

keras itu memiliki sifat-sifat tepat, seksama, sesuai

dengan prinsip, namun keras dan kaku. Tidak pernah dia

mendelegasikan otoritas. Meskipun kebijakan itu berada

ditangan ketua tetapi semua itu dilakukan untuk kepentingan

kelompok Posdaya Mekarsari.

Mendikte teknik dan langkah kegiatan. Pada umumnya anggota kelompok

dalam kepemimpinan autokratis merasa takut salah

melaksanakan tugas. Oleh karena itu anggota kelompok yang

kurang kreatif baru mau bekerja setelah mendapat perintah

dari atasan. Dalam usaha untuk memberdayakan masyarakat

ketua kelompok Posdaya Mekarsari mendekte teknik dan langkah

kegiatan yang harus dilakukan kepada anggota agar hasilnya

sesuai sebagaimana yang diharapkan karena jika tidak

didekte, hasilnya dikhawatirkan malah bertentangan. Pada

umumnya semua yang diperintah oleh ketua diikuti dan

dituruti oleh semua anggota karena bagi mereka meskipun

didekti tetapi semua itu hasilnya menguntungkan anggota.

Komunikasi hanya satu arah (ke bawah). Komunikasi merupakan salah

satu pokok penting dalam organisasi. Pada kepemimpinan top

down autokratis kemunikasi yang terjadi lebih bersifat satu

arah yaitu dari ketua langsung kepada anggota. Demikian juga

pada Posdaya Mekarsari, ketua memberi perintah langsung

kepada anggota dan tanpa menerima pendapat, usulan dari

bawahan. Meskipun begitu, bagi ketua Posdaya Mekarsari

kepemimpinan adalah amanah yang harus dilaksanakan sesuai

dengan makna “ruh” amanah yang dimaksud (Haryadi, 2012:9).

Dalam kapasitasnya sebagai ketua, model kepemimpinan top

down autokratis ini banyak berhubungan dengan pihak luar

utamanya pihak-pihak yang peduli terhadap usaha-usaha

pemberdayaan masyarakat, mendorong partisipasi dan

meningkatkan motivasi masyarakat sehingga banyak mendapat

bantuan kegiatan dari berbagai sumber. Usaha yang dilakukan

oleh ketua mendapat tanggapan positif dari anggota oleh

karena itu meskipun komunikasi bersifat satu arah tetapi

respon masyarakat sangat baik sehingga partisipasi

masyarakat meningkat.

Mengambil jarak dari partisipasi kelompok. Salah satu ciri-ciri gaya

kepemimpinan autokratis adalah Pemimpin mengambil jarak dari

partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan

keahliannya (http://nurriasf.blogspot.com/2012/02/macam-

macam-gaya-kepemimpinan). Terkait jarak dalam partisipasi

kelompok ketua model kepemimpinan Posdaya Mekarsari bersikap

tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. Hal tersebut

dilakukan guna menjaga kewibawaannya sebagai ketua posdaya

apalagi dalam kesehariannya ketua duduk sebagai Staf Bidang

Pembangunan pada Kantor Desa Polokarto Kecamatan Polokarto.

Meskipun begitu semua aktivitas Posdaya Mekarsari dibawah

komando ketua.

Menurut Tambunan (2005:56-57) pemimpin yang berperan menurut

model kepemimpinan autokratis menentukan tujuan (gol) dan

memilih cara untuk mencapainya. Ia menetapkan kewajiban dan

peran setiap anggota kelompok. Ia membagikan otoritasnya

kepada stafnya. Tetapi umumnya anggota staf itu tidak mau

berbuat sesuatu jika tidak diperintahkan oleh atasannya.

Sebagaimana yang disampaikan Tambunan, orang yang dijadikan

model kepemimpinan top down autokratis mempunyai peranan

besar dalam proses pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan

partisipasi masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan di

bidang perekonomian yaitu dengan jalan mengolah sumber alam

yang ada agar mempunyai nilai jual tinggi. Cara yang

dilakukan adalah mengolah singkong menjadi kripik singkong,

mengolah pisang menjadi kripik pisang, memanfaatkan

pekarangan menjadi: kebun gizi, tanaman obat, memelihara

ayam, kambing, sapi dan sebagainya. Sebagaimana

karakteristik yang terdapat pada model kepemimpinan top down

autokratis, anggota Posdaya Mekarsari tidak mau berbuat

sesuatu jika tidak diperintah oleh ketua.

Meskipun banyak orang mengetahui kelemahan gaya kepemimpinan

top down autokratis, tetapi Posdaya Mekarsari menerima dan

tunduk kepada kepemimpinan tersebut yang disebabkan karena:

a. Orang yang ditunjuk sebagai ketua adalah warga

masyarakat sendiri yang identitas diketahui secara

jelas. Sebagai pemimpin lokal, aktivitas, loyalitas dan

partisipasi dalam kelompok masyarakat tidak diragukan

lagi.

b. Memiliki jaringan kedalam dan keluar kelompok bahkan

mampu membina hubungan harmonis dengan pihak-pihak yang

memiliki kekuasaan dan kewenangan baik dari instansi

pemerintah maupun pihak swasta. Oleh karena itu Ketua

Posdaya Mekarsari dipandang mempunyai kemampuan untuk

pemberdayaan masyarakat, mengajak masyarakat

berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dan mampu

menggalang dana dari berbagai sumber dimana dana

tersebut digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan

dan latihan (diklat) dan kursus yang semua itu

dilakukan untuk meningkatkan sumber daya masyarakat.

Meningkatnya SDM tentu saja diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan keluarga yaitu dengan cara

mengolah hasil bumi menjadi berbagai macam bentuk

makanan ataupun produksi lain yang semua itu merupakan

hasil pembinaan dari Ketua Posdaya Mekarsari.

c. Masyarakat percaya bahwa pemimpin yang ditunjuk

mempunyai tujuan dan program jelas sehingga dalam

pelaksanaan kegiatan selalu berdasarkan pada program-

program yang telah ditentukan dan disepakati bersama,

apalagi masyarakat (anggota) merasakan bahwa program

terebut dapat meningkatkan pengetahuan, mampu

memberdayakan masyarakat dan akhirnya mendorong

motivasi semua orang untuk meningkatkan pendapatan

keluarga.

d. Anggota Posdaya Mekarsari merupakan warga masyarakat

yang sangat lemah SDM nya. Oleh karena itu terkait

dengan masalah organisasi dan aktivitas organisasi

dalam usaha untuk memberdayakan masyarakat, keputusan

tersebut diserahkan kepada ketua sepanjang apa yang

diputuskan ketua dapat meningkatkan kualitas hidup

masyarakat.

4. Simpulan

a. Pemimpin lokal mempunyai peranan besar dalam usaha

untuk pemberdayaan masyarakat karena mereka ditunjuk,

dipilih dan dipatuhi oleh masyarakatnya. Melalui model

kepemimpinan top down autokratis Ketua Posdaya Mekarsari

yang ditunjuk mampu memainkan perannya sehingga mampu

menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan pendapat

ekonominya dengan jalan mengolah hasil bumi menjadi bahan

yang siap dijual

b. Model kepemimpinan top down autokratis  sesuai

dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki tingkat

pengetahuan, ketrampilan dan pendapatan keluarga yang

rendah. Oleh karena itu usaha-usaha pemberdayaan untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat dilakukan dengan jalan

memberikan diklat dan hasil diklat diharapkan dapat

dijadikan bekal dalam meningkatkan taraf hidup keluarga

anggota Posdaya Mekarsari.

c. Anggota kelompok Posdaya Mekarsari dapat menerima model

kepemimpinan top down autokratis sepanjang apa yang

diperintahkan oleh ketua menguntungkan bagi anggota.

Daftar Pustaka

Gama, Betty. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Surakarta:CV.Lintang Transmedia

Gama, Betty dan Sri Hartati, 2011. Program Pengembangan PosdayaMenjadi Pusat Pelatihan Posdaya Pedesaan Kabupaten Sukoharjo.Program Pengembangan Posdaya Pola Kemitraan KerjasamaAntara Yayasan Damandiri Dengan LPPM Univet BantaraSukoharjo. Laporan Pelaksanaan Kegiatan PPM

Harsiwi, Th. Agung M. 2003. Peranan Agen Perubahan Dalam InsitusiPendidikan Tinggi. Diunduh melalui internethttp://kabarkito.blogspot.com//2010 pada tanggal 21Mei 2011.

Haryadi, 2012. Kepemimpinan Dengan hati Nurani. Yogyakarta:Tugu Publisher.

Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2007. Manajemen Publik. Jakarta:PT Grasindo.

Isbandi, 2005. Komunikasi dan Partisipasi Warga Perantau dalamPemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 3No.2, Mei-Agustus 2005. Jurusan Ilmu Komunikasi FisipUPN “Veteran” Yogyakarta.

Jian, 2010. Keberhasilan Program Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya)studi kasus Partisipasi Masyarakat dan Kelembagaan Posdaya di DusunPundung dan Dusun Singosaren. Skripsi. Fisip UGM

Kartika, Indah, 2010. Peranan Pengembangan Masyarakat (CommunityDevelopment) PTPN II Kwala Madu dalam Meningkatkan KemandirianPetani. Skripsi. Fisip Universitas Sumatera Utara

Kartono, Kartini, 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan. ApakahKepemimpinan Abnormal Itu? Jakarta: PT Raja GrfindoPersada.

Koentjaraningrat, 1992. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahendra Wijaya. 2009. Kemiskinan, Penguatan Kelompok Usaha danPromosi Kesehatan dalam Jurnal Dialog Kebijakan Publik,Edisi 7/Oktober/Tahun III/2009).

Manullang, Anne Griselda, 2009. Agen Perubahan dan Perilakukepedulian khalayak. Diunduh melalui internet http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14823 pada tanggal 21Mei 2011

Miles, M. B. & Huberman, A. M., 1984: Qualitative Data Analysis : ASourcebook Of New Method. Beverly Hills, CA: SagePublications, Inc.

Moleong, Lexy J., 1991: Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung :Remaja Rosda Karya.

Muis, Ichwan Muis. 2010. Diunduh melalui internerhttp://ichwanmuis.com/?p=197 pada tanggal 21 Mei 2011

Ninik Sri Rejeki dan E. Yuningtyas Setyawati. PerananKepemimpinan Lokal dalam Membentuk Community Development GroupDynamics. Jurnal ISIP Vol 12/Maret/2000. Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik Universitas Atma JayaYogyakarta.

Sumardiyono, Eko. 2007. Evaluasi Pelaksanaan Community DevelopmentDalam Perolehan Proper Hijau (Studi Kasus di PT. Pupuk KaltimBontang). Tesis. Program Magister Ilmu LingkunganProgram Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang

Sutopo, H. B., 2002: Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori DanTerapannya Dalam Penelitian. Surakarta : Sebelas MaretUniversity Press.

Stevensom, Dennis. 2008. What is a”Change Agent?”. Ddiunduhmelalui internet http://translate.google.co.id/translate?Pada tanggal 19 Mei 2011.

Suyono, Haryono dan Rohadi Haryanto, 2009. Buku PedomanPembentukan dan Pengembangan Pos Pemberdayaan KeluargaPosdaya. Jakarta: Balai Pustaka.

Tambunan, Emil H. 2005. Kunci Menuju Sukses dalam Manajemendan Kepemimpinan. Bandung: Indonesia Publishing House.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2007. Manajemen Publik. Jakarta:PT Grasindo.

Valera, Jaime Systems B., Vicente A. Martinez dan Ramiro F.Plopino (ed), 1987. Extension Delivery Systems: An Introduction,Island Publishing House, Inc. Manila. M. Y hip andProgramme Implementation in Indonesia. Fres UniversityPress, Amsterdam.