kepemimpinan kepala sekolah

30
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Diskusi Kelompok Mata Kuliah : Manajemen Sekolah Dosen Pengampu : Drs. Jaino, M.Pd. Disusun oleh : Kelompok 7 Anggota : 1. Pramesti Liasari 1401413319 2. Erpin Agustina 1401413328 3. Asih Wulandari 1401413399 4. Juliana Ambarisma 1401413400 Rombel : 08 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

Transcript of kepemimpinan kepala sekolah

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Diskusi Kelompok

Mata Kuliah : Manajemen Sekolah

Dosen Pengampu : Drs. Jaino, M.Pd.

Disusun oleh :

Kelompok 7

Anggota :

1. Pramesti Liasari 14014133192. Erpin Agustina 14014133283. Asih Wulandari 14014133994. Juliana Ambarisma 1401413400

Rombel : 08

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat

penting dalam manajemen berbasis sekolah. Kepemimpinan

berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam

meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan

secara efektif dengan para guru dengan kondisi yang

kondusif. Perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong

kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat,

dekat dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik

sebagai individu maupun sebagai kelompok.

Perilaku instrumental merupakan tugas-tugas yang

diorientasikan dan secara langsung diklarifikasi dalam

peranan dan tugas-tugas para guru, sebagai individu

maupun kelompok. Perilaku pemimpin yang positif dapat

mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi

individu untuk bekerja sama dalam kelompok untuk

mewujudkan tujuan organisasi.

Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya kepala

sekolah ahrus melakaukan pengelolaan dan pembinaan

sekolah melalui kegiatan administrasi, manajemen dan

kepemimpinan yang sangat tergantung pada kemampuannya.

Sehubungan dengan itu, kepala sekolah sebagai

supervisor berfungsi untuk mengawasi, membangun,

mengkoreksi dan mencari inisiatif terhadap jalannya

seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di

lingkungan sekolah.

Di samping itu kepala sekolah sebagai pemimpin

pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi

(human relationship) yang harmonis dalam rangka membina dan

mengembangkan kerjasama antar personal, agar secara

serempak bergerak kearah pencapaian tujuan melalui

kesediaan melaksanakan tugas masing-masing secara

efisien dan efektif.

Oleh karena itu, segala penyelenggaraan pendidikan

akan mengarah kepada usaha meningkatkan mutu pendidikan

yang sangat dipengaruhi oleh guru dalam melaksanakan

tugasnya secara operasional. Untuk itu kepala sekolah

harus melakukan supervisi sekolah yang memungkinkan

kegiatan operasional itu berlangsung dengan baik.

Melihat pentingnya fungsi kepemimpinan kepala

sekolah sebagai supervisor dalam pengawasan kinerja

guru Pendidikan Agama Islam, maka usaha untuk

meningkatkan kinerja yang lebih tinggi bukanlah

merupakan pekerjaan yang mudah bagi kepala sekolah.

Karena kegiatan berlangsung sebagai proses yang tidak

muncul dengan sendirinya. Pada kenyataannya banyak

kepala sekolah yang sudah berupaya secara maksimal

untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu

caranya memotivasi para guru-guru akan memilki kinerja

lebih baik tapi hasilnya masih lebih jauh dari harapan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah. Rumusan masalahnya adalah:

a. Apa saja kriteria kepala sekolah efektif?

b. Apa saja tipe/gaya kepemimpinan kepala sekolah?

c. Apa saja peran kepala sekolah?

Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat

dirumuskan tujuan penyusunan makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan memahami kriteria kepala

sekolah efektif.

b. Untuk mengetahui dan memahami tipe/gaya

kepemimpinan kepala sekolah.

c. Untuk mengetahui dan memahami peran kepala

sekolah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kriteria Kepala Sekolah Efektif

Seorang guru harus mempunyai kriteria atau

kualifikasi umum untuk menjadi seorang kepala sekolah,

yaitu:

a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau

diploma empat (D-IV) kependidikan atau non

kependidikan pada perguruan tinggi yang

terakreditasi.

b. Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia

setinggi-tingginya 56 tahun.

c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5

tahun menurut jenjang sekolah masing-masing. Untuk

Taman Kanak-Kanak atau Raudhatul Athfal (TK/RA)

memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3

tahun di TK/RA.

d. Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non PNS disertakan

dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau

lembaga yang berwenang.

Kriteria kepemimpinan kepala sekolah yang

efektif, diantaranya:

a. Mampu memberdayakan guru untuk melaksanakan proses

pembelajaran yang baik, lancar, dan produktif.

b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan tepat

waktu.

c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan

masyarakat, melibatkan masyarakat secara aktif dalam

rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan

d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang

sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai

lain di sekolah.

e. Bekerja dengan tim manajemen

f. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara

produktif sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan.

Menurut Pidarta (dalam Mulyasa,2009:126)

mengemukakan bahwa ada tiga keterampilan yang harus

dimiliki oleh kepala sekolah untuk menyukseskan

kepemimpinanya, antara lain keterampilan konseptual

(memahami dan mengoperasikan organisasi), keterampilan

manusiawi (kerja sama, memotivasi dan memimpin),

keterampilan teknik (menggunakan pengetahuan, metode,

teknik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas

tertentu).

Untuk memiliki ketrampilan konsep, diharapkan

melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Senantiasa belajar dari pekerjaan sehari-hari

terutama cara kerja guru dan pegawai sekolah lain

b. Melakukan observasi kegiatan manajemen secara

terencana

c. Membaca berbagai hal yang berkaitan dengan

kegiatan yang sedang dilaksanakan

d. Memanfaatkan hasil penelitian orang lain

e. Berfikir untuk masa yang akan datang

f. Merumuskan ide yang dapat di uji cobakan

g. Menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif sesuai

dengan situasi dan kebutuhan serta motivasi para guru

dan pekerja lain.

B. Tipe/Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

Gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan oleh

pemimpin untuk mempengaruhi para pengikutnya. Menurut

Thoha (1995) gaya pemimpinan merupakan norma perilaku

yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut

mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang

ia lihat. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola

perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat

mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh

pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak

dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya

kepemimpinan.

Untuk memahami gaya kepemimpinan, ada tiga

pendekatan utama yang dapat dikaji adalah:

Pendekatan Sifat

Pendekatan sifat menerangkan sifat-sifat yang

membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak

dari asumsi bahwa individu merupakan pusat

kepemimpinan. Penganut pendekatan ini berusaha

mengidentifikasi sifat-sifat kepribadian yang

dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan tidak

berhasil.

Menurut Sutisna (1993), pendekatan sifat

berpendapat bahwa terdapat sifat-sifat tertentu,

seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensil,

pada kepemimpinan yang efektif. Sifat-sifat pribadi

yang tak terpisahkan ini seperti inteligensi. Karena

tidak semua orang memiliki sifat-sifat ini, hanyalah

mereka yang memiliki ini yang bisa dipertimbangkan

untuk menempati kedudukan kepemimpinan.

Dengan demikian, ada seorang pemimpin yang

memiliki sifat sifat bawaan yang membedakannya dari

yang bukan pemimpin. Menurut Tead (1963) pendekatan

ini menyarankan beberapa syarat yang harus dimiliki

pemimpin, yaitu:

Kekuatan fisik dan susunan syaraf

Penghayatan terhadap arah dan tujuan

Antusiasme

Keramah-tamahan

Integritas

Keahlian teknis

Kemampuan mengambil keputusan

Inteligensi

Ketrampilan memimpin

Kepercayaan.

Kelemahan dari pendekatan ini adalah tidak mampu

menjawab berbagai pertanyaan di sekitar kepemimpinan.

Contoh dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah

adakah kombinasi optimal dari sifat kepribadian dalam

menentukan keberhasilan pemimpin. Apakah sifat-sifat

kepribadian itu mampu mengindikasikan kepemimpinan

yang potensial? Apakah karakteristik itu dapat

dipelajari atau telah ada sejak seseorang lahir? Hal

ini menyebabkan banyak kritikan dari berbagai pihak.

Pendekatan Perilaku

Setelah pendekatan sifat kepribadian tidak mampu

memberikan jawaban yang memuaskan, perhatian para

pakar berbalik dan mengarahkan studi mereka kepada

perilaku pemimpin. Studi ini memfokuskan dan

mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin

dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain. Pendekatan

perilaku kepemimpinan banyak membahas keefektifan

gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin.

Berikut adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan

pendekatan perilaku:

Studi Kepemimpinan Universitas OHIO

Pada tahun 1945, Biro urusan dan Penelitian Ohio

State University mendapat gambaran mengenai dua

dimensi utama dari perilaku pemimpin yang dikenal

sebagai pembuatan insiatif dan perhatian.

Pembuatan inisiatif menggambarkan bagaimana

seorang pemimpin memberi batasan dan struktur

terhadap peranannya dan peran bawahannya untuk

mencapai tujuan. Sedangkan perhatian menggambarkan

derajat dan corak hubungan seorang pemimpin dengan

bawahannya yang ditandai dengan saling percaya,

menghargai, dan menghormati dengan bawahannya.

Dengan mengkombinasikan dua dimensi, pembuatan

inisiatif dan perhatian dapat dibedakan menjadi

empat gaya kepemimpinan yaitu:

Perhatian rendah, pembuatan inisiatif rendah

Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif rendah

Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif tinggi

Perhatian rendah, pembuatan inisiatif tinggi.

Studi Kepemimpinan Universitas Michigan

Studi ini mengidentifikasi dua konsep yang

disebut orientasi bawahan dan produksi (Hersey and

Blanchard, 1977). Pemimpin yang menekankan pada

orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan,

mereka merasa bahwa setiap karyawan itu penting,

dan menerima karyawan sebagai pribadi.

Sementara pemimpin yang menekankan pada orientasi

produksi, sangat memperhatikan produksi dan aspek-

aspek teknik kerja, bawahan dianggap sebagai alat

untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua orientasi

ini hampir sama dengan tipe otoriter dan tipe

demokrasi.

Jaringan Managemen

Jaringan managemen adalah salah satu pendekatan

tentang teori kepemimpinan yang menunjukkan gaya

kepemimpinan yang jelas yang dikembangkan oleh

Blake dan Mouton. Dalam pendekatan ini, manajer

berhubungan dengan dua hal yaitu perhatian pada

produksi di satu pihak dan perhatian pada orang-

orang di pihak lain.

Perhatian pada produksi adalah sikap pemimpin

yang menekankan mutu keputusan, prosedur, mutu

pelayanan staf, efisiensi kerja, dan jumlah

pengeluaran. Perhatian pada orang-orang adalah

sikap pemimpin yang memperhatikan keterlibatan anak

buah dalam rangka mencapai tujuan. Dalam hal ini

aspek-aspek yang perlu diperhatikan berkaitan

dengan harga diri anak buah, tanggung jawab

berdasarkan kepercayaan, suasana kerja yang

menyenangkan, dan hubungan yang harmonis.

Sistem Kepemimpinan Likert

Likert mengembangkan teori kepemimpinan dua

dimensi yaitu orientasi tugas dan individu. Melalui

penelitian yang bertahun-tahun Likert berhasil

merancang empat sistem kepemimpinan yaitu:

Sistem 1 pemimpin sangat otokratis, mempunyai

sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka

mengeksploitasi bawahannya, dan bersikap

paternalistik. Cara pemimpin ini memberikan

motivasi kepada bawahannya dengan memberi ketakutan

dan hukuman-hukuman dan kadang-kadang memberi

penghargaan secara kebetulan.

Sistem 2 pemimpin dinamakan otokratis yang baik

hati. Pemimpin memilliki kepercayaan yang

terselubung, percaya kepada bawahan, mau meotivasi

dengan hadiah-hadiah, memperbolehkan adanya

komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat, ide-ide

dari bawahan, serta memperbolehkan adanya delegasi

wewenang dalam proses keputusan. Dalam sistem ini

bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan

sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan

dengan atasan.

Sistem 3 gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan

sebutan manajer konsultatif. Pemimpin dalam sistem

ini mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahannya,

membutuhkan informasi dan ide bawahan dan masih

menginginkan melakukan pengendalian terhadap

keputusan-keputusan yang dibuat. Ada dua pola dalam

melakukan komunikasi yaitu ke atas dan ke bawah.

Dalam sistem ini, bawahan merasa sedikit bebas

untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan

pekerjaan bersama atasannya.

Sistem 4 Likert menamakan sistem ini dengan

pemimpin yang bergaya kelompok partisipatif. Dalam

hal ini manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna

terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan, selalu

mengandalkan ide-ide dan pendapat-pendapat, serta

mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat

bawahan secara konstruktif. Memberikan penghargaan

yang bersifat ekonomis berdasarkan partisipasi

kelompok.

Pendekatan Situasional

Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai gaya

kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam

situasi tertentu. Ada beberapa studi kepemimpinan

yang menggunakan pendekatan ini yaitu:

a. Teori Kepemimpinan Kontingensi

Teori ini dikembangkan oleh Fiedler and Chemers,

berdasarkan penelitiannya pada tahun 1950, dapat

disimpulkan bahwa seseorang menjadi seorang

pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian yang

dimiliki, tetapi juga karena berbagai faktor

situasi dan hubungan antara pemimpin dengan

bawahannya. Keberhasilan pemimpin bergantung pada

diri pemimpin maupun keadaan organisasi.

Menurut Fiedler tak ada gaya kepemimpinan yang

cocok dalam segala situasi, namun ada tiga faktor

yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

Hubungan antara pemimpin dengan bawahan

Hubungan ini sangat penting bagi pemimpin,

karena hal ini menentukan bagaimana pemimpin

diterima oleh anak buahnya. Pada umumnya hal ini

didasarkan pada persepsi pemimpin mengenai

suasana kelompok.

Struktur tugas

Dimensi ini berhubungan dengan tugas yang

dikerjakan termasuk pekerjaan rutin atau tidak.

Apabila struktur tugas cukup jelas maka prestasi

setiap orang akan lebih mudah diawasi, serta

orang tersebut akan lebih bertanggung jawab.

Kekuasaan yang berasal dari organisasi

Dimensi ini menunjukkan sejauh mana pemimpin

mendapat kepatuhan anak buahnya, dengan

menggunakan kekuasaan yang bersumber dari

organisasi. Pemimpin yang menerima kekuasaan yang

jelas dari organisasi akan mendapat kepatuhan

lebih dari bawahan.

Kesimpulan dari penjelasan di atas, Fiedler

menentukan dua jenis gaya kepemimpinan. Yang

pertama, gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas,

yaitu ketika pemimpin merasa puas jika tugas bisa

dilaksanakan. Yang kedua, gaya kepemimpinan yang

mengutamakan pada hubungan kemanusiaan.

b. Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi

Teori ini dikemukakan oleh Reddin. Menurutnya ada

tiga dimensi yang dapat dipakai untuk menetukan

gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi

atau tugas, perhatian pada orang dan dimensi

efektivitas. Gaya kepemimpinan Reddin sama dengan

jaringan manajemen, memiliki empat gaya dasar

kepemimpinan, yaitu integrated, related, separated, dan

dedicated. Reddin mengatakan bahwa keempat gaya

tersebut dapat menjadi efektif atau tidak efektif,

tergantung pada situasi.

Keempat gaya tersebut jika dilihat dari segi

efektif dan tidak efektif akan menjadi tujuh gaya

kepemimpinan. Ketujuh gaya tersebut adalah:

Gaya dasar integrated, yang apabila diekspresikan

dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya

eksekutif dan apabila diekspresikan dengan gaya

tidak efektif akan menjadi gaya compromiser

Gaya dasar separated, apabila diekspresikan dalam

situasi yang efektif akan menjadi gaya bureaucrat

dan apabila diekspresikan dalam situasi tidak

efektif akan menjadi gaya deserter

Gaya dasar deducated, apabila diekspresikan dalam

situasi yang efektif akan menjadi gaya benevolent

autrocrat

Gaya dasar related, apabila diekspresikan dalam

situasi yang efektif akan menjadi gaya developer dan

apabila diekspresikan dalam situasi yang tidak

efektif akan menjadi gaya missionary.

Gaya kepemimpinan tersebut selanjutnya

dikelompokkan menjadi gaya efektif dan tidak

efektif.

a. Gaya Efektif

Executif

Gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik

kepada tugas maupun kepada hubungan kerja dalam

kelompok. Pimpinan berusaha memotivasi anggota

dan menetapkan standar kerja yang tinggi serta

mau mengerti perbedaan individu.

Developer

Gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi

terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan

perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan.

Pemimpin sangat memperhatikan perkembangan

individu.

Benevolent Authocrat

Gaya ini memberikan perhatian yang tinggi

terhadap tugas dan rendah dalam hubungan kerja.

Pemimpin yang menganut gaya ini mengetahui

secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana

memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa

menyebabkan ketidakseganan pihak lain.

Birokrat

Gaya ini memberikan perhatian yang rendah

terhadap tugas maupun terhadap hubungan.

Pemimpin yang menganut gaya ini menerima setiap

peraturan dan berusaha memeliharanya dan

melaksanakannya.

b. Gaya Tidak Efektif

Compromiser

Gaya ini memberikan perhatian yang tinggi pada

tugas maupun hubungan kerja. Pemimpin yang

menganut gaya ini merupakan pembuat keputusan

yang tidak efektif dan sering menemui hambatan

dan masalah.

Missionary

Gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada

hubungan kerja dan rendah pada tugas. Pemimpin

yang menganut gaya ini hanya tertarik pada

keharmonisan dan tidak bersedia mengontrol

hubungan meskipun tujuan tidak tercapai.

Autocrat

Gaya ini memberikan perhatian yang tinggi pada

tugas dan rendah pada hubungan. Pemimpin yang

menganut gaya ini selalu menetapkan

kebijaksanaan dan keputusan sendiri.

Deserter

Gaya ini memberi perhatian yang rendah pada

tugas dan hubungan kerja. Pemimpin yang

menganut gaya ini hanya mau memberikan dukungan

dan memberi struktur yang jelas serta tanggung

jawab, hanya pada waktu dibutuhkan.

c. Teori Kepemimpinan Situasional

Menurut teori ini gaya kepemimpinan akan efektif

jika disesuaikan dengan tingkat kematangan anak

buah. Makin matang anak buah, pemimpin harus

mengurangi perilaku tugas dan menambah perilaku

hubungan. Apabila anak buah bergeraak mencapai

tingkat rata-rata kematangan, pemimpin harus

mengurangi perilaku tugas dan perilaku hubungan.

Selanjutnya, pemimpin dapat mendelegasikan wewenang

kepada anak buah.

Gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan

dalam keempat tingkat kematangan anak buah dan

kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan

perilaku hubungan adalah sebagai berikut:

Gaya Mendikte (Telling)

Gaya ini diterapkan jika anak buah dalam tingkat

kematangan rendah, dan memerlukan petunjuk serta

pengawasan yang jelas. Gaya ini disebut mendikte

karena memimpin dituntut untuk mengatakan apa,

bagaimana, kapan dan di mana tugas dilakukan.

Gaya ini menekankan pada tugas, sedangkan

hubungan hanya dilakukan sekedarnyaa saja.

Gaya Menjual (Selling)

Gaya ini diterapkan apabila kondisi anak buah

dalam taraf rendah sampai moderat. Mereka telah

memiliki kemauan untuk melakukan tugas, tetapi

belum didukung oleh kemampuan yang memadai. Gaya

ini disebut menjual karena pemimpin selalu

memberikan petunjuk yang banyak. Dalam tingkat

kematangan anak buah seperti ini, diperlukan

tugas serta hubungan yang tinggi agar dapat

memelihara dan meningkatkan kemauan yang telah

dimiliki.

Gaya Melibatkan Diri (Participating)

Gaya ini diterapkan apabila tingkat kematangan

anak buah berada pada taraf kematangan moderat

sampai tinggi. mereka mempunyai kemampuan, tetapi

kurang memiliki kemauan kerja dan kepercayaan

diri. Gaya ini disebut mengikut sertakan karena

pemimpin dengan anak buah bersama-sama berperan

di dalam proses pengambilan keputusan. Dalam

kematangan seperti ini upaya hubungan perlu

ditingkatkan dengan membuka komunikasi dua arah.

Gaya Mendelegasikan (Delegating)

Gaya ini diterapkan jika kemampuan dan kemauan

anak buah telah tinggi. Gaya ini disebut

mendelegasikan karena anak buah dibiarkan

melaksanakan kegiatan sendiri, melalui pengawasan

umum. Hal biasa dilakukan jika anak buah berada

pada tingkat kedewasaan yang tinggi. Dalam

tingkat kematangan seperti ini upaya tugas dan

hubungan hanyaa diperlukan sekedarnya.

C. Peran Kepala Sekolah

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional

(Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala

sekolah yaitu, sebagai: a.educator (pendidik);

b.manajer; c.administrator; d.supervisor; e.leader

(pemimpin); f.pencipta iklim kerja; dan g.wirausahawan.

Berikut adalah penjelasan dari peran kepala

sekolah:

a. Kepala Sekolah sebagai Educator (Pendidik)

Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari

proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan

pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah

yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap

pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar

di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan

tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus

juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan

mendorong agar para guru dapat secara terus menerus

meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar

mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.

b. Kepala Sekolah sebagai Manajer

Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu

tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah

melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan

profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah

seyogyanya dapat memfasilitasi dan memberikan

kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat

melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui

berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang

dilaksanakan di sekolah, seperti: MGMP/MGP tingkat

sekolah, diskusi profesional. Melalui kegiatan

pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti:

kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti

berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan

pihak lain.

c. Kepala Sekolah sebagai Administrator

Nawawi (1983: 11) mengatakan: “Administrasi

pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan

proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang

untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan

sistematis yang diselenggarakan di lingkungan

tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal”.

Mengacu pada pengertian administrasi secara umum

dan administrasi pendidikan pada khususnya, dalam

kajian ini yang dimaksud dengan peranan kepala

sekolah sebagai administrator adalah kedudukan yang

dimiliki kepala sekolah untuk merangkai kegiatan dan

sejumlah orang dalam lembaga pendidikan formal untuk

mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan

sistematis. Manajemen sekolah tidak lain berarti

pendayagunaan dan penggunaan sumber daya yang ada dan

yang dapat diadakan secara efisien dan efektif untuk

mencapa visi dan misi sekolah. Kepala sekolah

bertanggung jawab atas jalannya lembaga sekolah dan

kegiatannya.

d. Kepala Sekolah sebagai Supervisor

Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu

melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala

sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang

dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas

untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung,

terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media

yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses

pembelajaran (E. Mulyasa, 2004).

Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan

Danim (2002) mengemukakan bahwa “menghadapi kurikulum

yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar

dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya,

sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran

dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”.

Ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala

sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum

sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat

memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara

dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.

Edmonds (dalam Sagala, 2005) tentang sekolah

efektif menunjukkan bahwa peran kepala sekolah

sedemikian penting untuk menjadikan sebuah sekolah

pada tingkatan yang efektif. Asumsinya adalah bahwa

sekolah yang baik akan selalu memiliki kepala sekolah

yang baik, artinya kemampuan profesional kepala

sekolah dan kemauannya untuk bekerja keras dalam

memberdayakan seluruh potensi sumber daya sekolah

menjadi jaminan keberhasilan sebuah sekolah.

Tiga hal penting yang menjiwai supervisi

pendidikan, yaitu:

Direncanakan secara matang sebelumnya.

Dilakukan oleh supervisor (kepala sekolah) dan

secara langsung berpengaruh terhadap kemampuan

profesional guru.

Meningkatkan kualitas pembelajaran peserta didik.

Kepala sekolah sebagai supervisor dimaksudkan

untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian

terhadap guru-guru dan personel lain untuk

meningkatkan kinerja mereka. Kepala sekolah sebagai

supervisor bertugas mengatur seluruh aspek kurikulum

yang berlaku di sekolah agar dapat memberikan hasil

yang sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Aspek-aspek kurikulum yang harus dikuasai oleh kepala

sekolah sebagai supervisor adalah materi pelajaran,

proses belajar mengajar, evaluasi kurikulum,

pengelolaan kurikulum, dan pengembangan kurikulum.

e. Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)

Kepala sekolah memiliki tanggung jawab melakukan

perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan dan

pengajaran. Keadaan tersebut dilandasi oleh anggapan

bahwa tujuan utama penyeenggaraan pendidikan melalui

sekolah adalah tercapainya lingkungan yang kondusif,

sehingga proses belajar mengajar dapat tercapai

secara efektif. Peran pokok pimpinan sekolah terletak

pada kesanggupannya mempengaruhi lingkungan sekolah

melalui penerapan proses kepemimpinan yang dinamis.

Dengan demikian, maka kepala sekolah adalah

seorang pemimpin pendidikan yang merencanakan,

mengorganisasikan, mengkoordinasikan, mengawasi dan

menyelesaikan seluruh kegiatan pendidikan di sekolah

dalam pencapaian tujuan pendidikan. Tugas dan

tanggung jawab merupakan sesuatu hal yang harus

dilaksanakan oleh seseorang dalam memangku suatu

jabatan.

Demikian pula dengan tugas dan tanggung jawab

kepala sekolah. Kepala sekolah adalah pemimpin

pendidikan yang memiliki peranan sangat besar dalam

mengembangkan mutu pendidikan di sekolah.

Berkembangnya semangat kerja, kerjasama yang

harmonis, minat terhadap perkembangan pendidikan,

suasana kerja yang menyenangkan dan perkembangan mutu

profesional di antara para guru, banyak ditentukan

oleh kualitas kepemimpinan kepala sekolah. Dengan

demikian kepala sekolah adalah salah satu kunci

keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya.

f. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja

Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan

memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk

menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai

usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena

itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja

yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan

prinsip-prinsip sebagai berikut :

o Para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan

yang dilakukannya menarik dan menyenangkan

o Tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas

dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka

mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat

dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut

o Para guru harus selalu diberitahu tentang dari

setiap pekerjaannya,

o Pemberian hadiah lebih baik daripada hukuman, namun

sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan,

o Usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik

guru, sehingga memperoleh kepuasan (E. Mulyasa,

2003).

g. Kepala sekolah sebagai wirausahawan

Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan

dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka

kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan

pembaharuan, keunggulan komparatif, serta

memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan

sikap kewirausahaan yang kuat akan berani melakukan

perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya,

termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan

dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi

gurunya.

BAB III

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat

disimpulkan beberapa mengenai kepemimpinan kepala

sekolah, yaitu:

Kepala sekolah adalah pemimpin sekolah yang mengatur

dan menetapkan fungsi administrasi termasuk

didalamnya fungsi pengawasan (supervisi)

Selain kepala sekolah, guru juga mempunyai peran yang

sangat menentukan tercapainya tujuan pendidikan.

Kepala Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar

dalam menentukan arah jalannya pocily yang ada di

sekolah dalam rangka pencapaian mutu pendidikan yang

maksimal.

Saran

Adapun beberapa saran yang dapat kami berikan

adalah:

Sebagai seorang kepala sekolah tidak seharusnya

mencari kesalahan atau kekurangan yang ada di sekolah

dalam menjalankan fungsi pengawasan.

Guru sebaiknya selalu mencari inisiatif lain untuk

menutupi kekurangan yang ada untuk mencapai tujaun

pendidikan.

Kepala sekolah diharapkan mampu memberi pengaruh yang

baik dalam menetapkan fungsi planning, organizing,

actuating maupun controlling demi pencapaian mutu

pendidikan yang maksimal.

Daftar Pustaka

Mulyasa, Enco. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung:Remaja Rosdakarya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_sekolahhttp://sdntunaskarya.blogspot.com/2012/07/7-peran-utama-kepala-

sekolah.htmlSavitri, Susi. 2012. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang

Efektif. http://manajemensekolah23.blogspot.com/2012/10/kepemimpinan-kepala-sekolah-yang-efektif.html. 5 Maret 2015 (21:03).

http://tugassekolahdankuliah.blogspot.com/2013/07/kepemimpinan-kepala-sekolah-yang.html