EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN TOP DOWN AUTHOKRATISPADA POSDAYA MEKARSARI
Betty GamaProgram Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univet BantaraSukoharjo
Jl. Letjen S Humardani No. 1 Sukoharjo, Jawa Tengah,Indonesia
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pemimpin mempunyai kapasitas untuk meningkatkankesejahteraan kelompok melalui model kepemimpinan yangdiperankan. Ketua Posdaya Mekarsari dalam kelompoknyamemainkan peran dengan model kepemimpinan top downautokratis. Terdapat 9 (Sembilan) karakteristik kepemimpinantop down autokratis dalam penelitian yang bertujuan untukmeningkatkan kesejahteraan anggota. Usaha yang dilakukanyaitu dengan memberikan motivasi, pemberdayaan masyarakatdan meningkatkan partisipasi anggota agar mau berusaha danbekerja dengan memanfaatkan potensi hasil bumi yang adasehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarga.Kepemimpinan otokratis bersikap atas dasar pendapat pribaditanpa mempertimbangkan suara hati orang lain. Kepemimpinantop down autokratis dapat diterima anggota Posdaya Mekarsarisepanjang apa yang diperintahkan oleh ketua mampumeningkatkan kesejahteraan keluarga.
Kata Kunci: Model kepemimpinan, pemberdayaan masyarakat,partisipasi masyarakat.
1. Pendahuluan
Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) Mekarsari merupakan
wadah yang dibentuk oleh masyarakat, ditumbuhkembangkan oleh
masyarakat dan dinikmati hasilnya oleh masyarakat. Posdaya
Mekarsari muncul karena tuntutan masyarakat akan pentingnya
kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi untuk
mengatasi persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.
Keadaaan sosial ekonomi masyarakat yang masih lemah,
rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan mendorong
Posdaya Mekarsari yang terletak di Desa Polokarto Kabupaten
Sukoharjo untuk melakukan perubahan-perubahan guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kondisi tersebut akan
dapat tercapai melalui upaya pembedayaan masyarakat agar
kesejahteraan masyarakat Desa Polokarta Kabupaten Sukoharjo
dapat ditingkatkan. Posdaya adalah forum silaturahmi,
advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan sekaligus bisa
dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan penguatan
fungsi-fungsi keluarga secara terpadu (Suyono dan Haryanto,
2009:6)
Agar aktifitas Posdaya Mekarsari dapat tumbuh berkembang
dan berdaya guna maka peranan seorang pemimpin amat
diperlukan. Pemimpin yang dimaksud adalah kepemimpinan
lokal. Eksistensi kepemimpinan lokal ini bukan dirinya
sendiri, melainkan disebabkan karena berlangsungnya
interaksi sosial. Kepemimpinan lokal juga berarti proses
mempersuasi, mengarahkan dan mengatur usaha-usaha anggota
masyarakat, sumber daya dan potensi untuk mencapai tujuan
bersama. Melalui community development (pemberdayaan
masyarakat) diharapkan terjadi perubahan pada kelompok
Posdaya Mekarsari yaitu terjadinya proses perubahan
masyarakat dari suatu kondisi atau keadaan tertentu menuju
kondisi yang lebih baik. Dari kondisi semula hanya beberapa
orang berpartisipasi menjadi banyak orang yang
berpartisipasi. Berkembangnya konsep community cevelopment yang
berbasis nilai-nilai pemberdayaan, partisipasi, dan
kemandirian (self reliance) dalam masyarakat tidak terlepas dari
kondisi nyata dan kebutuhan masyarakat setempat.
Pemimpin lokal dalam kehidupan masyarakat desa merupakan
orang yang berasal dan dipatuhi oleh masyarakatnya. Pemimpin
masyarakat ini menurut Ufford (1987:37) disebut sebagai
lokal leaders yang oleh Pranowo (1985:37) dikelompokkan dalam
golongan status kepemimpinan yaitu formal dan informal. Dua
kelompok status kepemimpinan lokal tersebut masing-masing
memiliki otoritas (Rejeki dan Setyawati, 2000). Kemimpinan
menurut Esman (1972:22) dalam Hessel (2007:232) menunjuk
kepada sekelompok orang yang secara aktif merumuskan doktrin
dan program lembaga serta mengarahkan kegiatan dan hubungan
lembaga dengan lingkungan. Sedangkan Zubair (2008)
menjelaskan kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang dalam
mengatur, menata, membentuk dan menciptakan sesuatu menurut
pedoman serta polanya sendiri berdasar pada naluri pemimpin
atau tata aturan yang ada, sehingga dapat mencapai tujuan
yang diinginkan. Ketua Posdaya Mekarsari sebagai pemimpin
lokal menggunakan model kepemimpinan top down autokratis
sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, memberi motivasi dan
mendorong masyarakat agar tingkat kesejahteraan anggota
dapat ditingkatkan dengan jalan mengolah hasil bumi menjadi
makanan yang siap saji, berternak hewan peliharaan ataupun
produksi barang lainnya.
Gambar 1Salah satu produk Posdaya Mekarsari
2. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif
mengenai peranan kepemimpinan lokal sebagai agen perubahan
dalam membentuk pengembangan masyarakat. Pengembangan
masyarakat adalah sekelompok orang yang melakukan perubahan
sosial untuk merubah ekonomi mereka (Christenson, 1989)
Sasaran penelitian adalah kelompok Posdaya Mekarsari Dukuh
Weru Badran Desa Polokarto Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa
Tengah sedangkan informan adalah ketua kelompok Posdaya
Mekarsari yang dalam hal ini dijadikan model kepemimpinan
dengan bentuk top down authokratis. Peran yang dilakukan
adalah dalam kegiatan Posdaya Mekarsari bertindak dan
berperilaku pada konsep top down authokratis untuk
mempengaruhi anggota dalam melaksanakan kegiatan. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan deskripsi
kepemimpinan lokal sebagai agen perubahan (agent of change)
untuk mengembangan masyarakat (community development) guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelompok Posdaya
Mekarsari
Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam (in-depth
interview) pada setiap informan penelitian. Wawancara
dilakukan oleh peneliti sekaligus sebagai petugas interviewer
secara lisan, tatap muka, dan tertulis. Selanjutnya,
observasi dilakukan dengan menyaksikan secara langsung
aktifitas komunikasi kepemimpinan lokal dalam community
development untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Content analysis pada penelitian ini dilakukan untuk
mengumpulkan data mengenai bentuk isi komunikasi
kepemimpinan lokal.
3. Hasil Dan Pembahasan
Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) adalah forum
silaturahmi, advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan
sekaligus bisa dikembangkan menjadi wadah koordinasi
kegiatan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu
(Suyono Haryono dan Rohadi Haryanto, 2009:6). Sebagai PPPP
(Pusat Pengembangan Posdaya Pedesaan) Posdaya Mekarsari
telah berhasil membentuk 3 posdaya baru di wilayah
Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo yaitu Posdaya Maju
Karya di Desa Tepisari, Posdaya Melati Makmur di Desa
Kenokorejo, dan Posdaya Rukun Mulyo di Desa Bulu (Hartati,
Sri dan Betty Gama, 2011:4).
Dalam melakukan aktifitasnya posdaya tersebut terutama
bergerak di bidang ekonomi dan peternakan dengan
memanfaatkan ladang pertanian yang ada seperti singkong,
kacang tanah, ubi, pisang, gembili, ketela rambat dan
sebagainya. Kegiatan di sektor ekonomi tersebut tidak akan
berhasil tanpa ada motivator yang menggerakkan. Untuk itu
diperlukan seorang pemimpin yang mempunyai sifat kepimpinan
lokal dan mampu menggerakkan masyarakat menuju kualitas
hidup yang lebih baik yang ditunjukkan adanya meningkatkan
di sektor semua sektor. Hessel (2007:10) menjelaskan bahwa
pemimpin memiliki dua kemampuan yaitu kemampuan manajerial
dan kemampuan leadership. Kemampuan manajerial yaitu
kemampuan untuk memanfaatkan dan menggerakkan sumber daya
agar dapat digerakkan dan diarahkan bagi tercapainya tujuan
melalui kegiatan orang lain. Sedangkan kemampuan leadership
adalah kemampuan untuk memimpin, mempengaruhi dan
mengarahkan orang (sumber daya manusia) agar timbul
pengakuan, kepatuhan, ketaatan serta memiliki kemampuan dan
kesadaran untuk melakukan kegiatan (mengambil langkah-
langkah) bagai tercapainya tujuan.
Selanjutnya kepemimpinan menurut Kuczmarski & Kuczmarski
(1995:87-89) dalam Tangkilisan (2007-232) menjelaskan 3
model kepemimpinan, yaitu:
1. Authocratic and Hierarchical Leadership. Kepemimpinan
yang bersifat top down, authoktratis. Model
kepemimpinan ini menyebabkan organisasi mengalami
anomie, membuat anggota organisasi kehilangan rasa
percaya diri dan merasa kerdil serta kehilangan motiasi
dari dalam idirinya ke dalam organisasi.
2. Participatory Leadership. Kepemimpinan yang bersifat
partisipatif, membagi pengambilan keputusan dan
pertanggungjawaban ke bawah dan membentuk tim dan antar
tim yang efektif untuk meningkatkan skill dan kemampuan
individu.
3. Value Based Leadership. Model kepemimpinan yang
didasarkan atas hubungan nilai yang solid dan
terintergrasi di antara sesama anggota dan pemimpinnya.
Hubungan yang lebih efektif dan terbuka akan memberikan
potensi maksimal. Perhatian yang besar terhadap
individu menciptakan rasa keadilan dan menghargai
perbedaan sebagai landasan. Pemimpin dan organisasi
selalu melihat ke depan dan menganggap organisasi di
sekelilingnya sejalan dengan mereka. Saling mengikat
secara timbal balik antara sesama anggota yang
didasarkan atas norma dan nilai tidak selalu
menempatkan pemimpin pada posisi di atas
Dari ketiga model kepemimpinan tersebut yang dibahas adalah
model kepemimpinan top down autokratis. Ketua kelompok
Posdaya Mekarsari dijadikan model dengan memerankan model
kepemimpinan top down authokratis dengan deskripsi
karakteristik sebagai berikut: 1. bagaimana sikap ketua
dalam member intruksi/perintah, 2. membatasi peran bawahan,
3. memberikan pengarahan jelas, 4. memberikan pengawasan
ketat, 5. menghasilkan keputusan efektif, 6. menentukan
semua kebijakan, 7. mendikte teknik dan langkah kegiatan, 8.
komunikasi hanya satu arah (ke bawah), dan 9. mengambil
jarak dari partisipasi kelompok. Sebagaimana yang
disampaikan Kuczmarski & Kuczmarski (1995:87-89) dalam
Tangkilisan (2007-232) bahwa model kepemimpinan yang
bersifat top down, autoktratis ini menyebabkan organisasi
mengalami anomie, membuat anggota organisasi kehilangan rasa
percaya diri dan merasa kerdil serta kehilangan motivasi
dari dalam dirinya ke dalam organisasi.
Gambar 1Pendidikan dan Latihan (Diklat) diselenggarakan oleh Posdaya Mekarsari
Gaya kepemimpinan otokratis mendeskripsikan pemimpin yang
cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri,
mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat
keputusan secara sepihak, dan membatasi inisiatif maupun
daya pikir tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan
pendapat mereka. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab
dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan
para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
Deskripsi karakteristik kepemimpinan Posdaya Mekarsari dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Memberi intruksi/perintah. Dalam memainkan peran kepemimpinan top
down authokratis Ketua Posdaya Mekarsari bersikap memberi
perintah kepada anggota. Perintah langsung diberikan kepada
anggota agar melaksanakan kegiatan dan anggota mau
melaksanakan kegiatan sebagaimana yang diperintahkan ketua.
Cara yang dilakukan yaitu tanpa menjawab pertanyaan lebih
dahulu tiba-tiba member perintah langsung untuk segera
dilaksanakan. Perintah langsung dilakukan dengan maksud
untuk memberdayakan masyarakat agar mereka mau mengikuti
kegiatan, disamping itu juga mengingat kualitas sumber daya
manusia sangat rendah dan tingkat ekonominya juga rendah.
Melihat kondisi Posdaya Mekarsari maka model kepemimpinan
top down autokratis tampaknya relevan dilakukan. Apalagi
juga mengingat bahwa masyarakat mau diperintah asalkan apa
yang akan dilakukan itu menguntungkan bagi mereka. Tambunan
(2005:107), antara lain menjelaskan tugas seorang pemimpin,
dan keterampilan menjalankan kepemimpinan itu harus dapat
membuat orang lain bertumbuh dan berkembang seutuhnya.
Membatasi peran bawahan. Model kepemimpinan top down autokratis
pada Posdaya Mekarsari berperan membatasi peran bawahan.
Karena kalau tidak dibatasi anggota mengambil tindakan
sendiri-sendiri dan berbeda-beda. Semua kegiatan dibawah
koordinasi ketua. Apalagi terkait dengan usaha-usaha untuk
memberdayakan masyarakat. Meskipun peran anggota dibatasi
tetapi pada umumnya anggota Posdaya Mekarsari dapat memahami
karena mereka percaya bahwa yang telah diputuskan ketua
adalah demi kepentingan bersama yaitu untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, dan hal tersebut terbukti karena
Ketua Posdaya Mekarsari sering melakukan berbagai
pelatihan/diklat dengan tujuan member motivasi agar
perekonomian meningkatkan dengan cara mengolah hasil bumi
menjadi makanan ringan sehingga mepunyain nilai jual tinggi.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Tambunan (2005:163) bahwa
….. Para pengikut selalu mengharapkan dia mengambil
keputusan, membuat rencana dan bertindak.
Pengarahan jelas. Pengarahan ketua kepada anggota dilakukan
secara jelas. Hal tersebut dimaksudkan agar anggota
mengerti/mengetahui kegiatan yang diperintahkan. Tanpa
pengarahan yang jelas dan tegas mereka menjadi bingung
karena tidak tahu apa yang dikerjakan, selain itu juga
dimaksudkan agar semua jenis kegiatan dilaksanakan secara
teratur dan berkesinambunan. Misalnya, pada saat mengadakan
kegiatan diklat berternak anak dengan mendatangkan
narasumber pihak luar. Harapan ketua adalah agar anggota
Posdaya Mekarsari kemudian dapat menindaklanjuti dengan
berternak ayam dengan metode sebagaimana yang disampaikan
oleh narasumber. Pengarahan yang diberikan oleh model
kepemimpinan top down autokratis ini mempunyai tujuan
jelas, yaitu menciptakan kondisi yang menyenangkan untuk
mencapai tujuan (Tambunan, 2005:163).
Pengawasan ketat. Sebagai ketua yang berperan sebagai model
kepemimpinan top down autokratis dalam upaya untuk
memberdayakan masyarakat, Ketua Posdaya Mekarsari memberikan
pengawasan ketat terhadap anggota. Hal itu dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan suatu perintah
dan atau kegiatan. Tanpa pengawasan hasilnya tidak sesuai
target yang diharapkan. Jumlah anggota Posdaya Mekarsari
sebanyak 48 KK memugkinkan ketua untuk melakukan pengawasan
terhadap perbagai kegiaan yang dilakukan. Menurut Yusuf
(1989:87) dalam Rejeki dan Yuningtyas (2000), apabila suatu
kelompok semakin besar ukurannya, maka hubungan
interpersonal di antara masing-masing anggota akan semakin
melemah dan menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi
anggota kelompok
Hasil keputusan efektif. Mengambil keputusan adalah satu tindakan
penting dalam setiap tingkat manajemen atau kepemimpinan.
Mengambil satu keputusan bukanlah suatu tugas yang gampang
(Tambunan, 2005:150). Selanjutnya Haryadi (2012:71)
menjelaskan setiap keputusan yang diambil memiliki
konsekuensi dan dampak dalam skala tertentu. Konsekuensi dan
dampak yang terjadi pada setiap keputusan dipandang dari
sisi penerima keputusan bias bias bersifat positif atau bias
bias juga negative. Dalam model kepemimpinan top down
autokratis hasil keputusan Ketua Posdaya Mekarsari tidak
semuanya menghasilkan keputusan yang efektif bahkan kurang
efektif. Sebagai contoh misalnya, sesuatu yang sudah
berjalan secara rutin akan mengalami kesulitan apabila
dirubah, sehingga usaha untuk memberdayakan masyarakat juga
mengalami hambatan. Misalnya, setiap hari Minggu Posdaya
Mekarsari mengadakan kegiatan bersih lingkungan. Karena
suatu hal jadwal dirubah menjadi hari Jumat dan akhirnya
tidak bisa semua anggota hadir melaksanakan kegiatan
tersebut. Sedangkan hasil keputusan efektif apabila
disepakati bersama dan hasilnya dapat dirasakan. Menurut
Tambunan (2005:151) seorang pemimpin lebih mudah mengambil
keputusan yang tidak akan merusak semangat kerja dalam
kelompok, apabila garis-garis penuntun telah dibuat untuk
dipatuhi.. Oleh karena itu untuk menghasilkan keputusan
yang efektif, Ketua Posdaya dalam bertindak sesuai dengan
ketentuan yang sudah disepakati.
Semua kebijakan ditentukan pemimpin. Model kepemimpinan otokratis
pada umumnya bersikap atas dasar pendapatnya pribadi tanpa
mempertimbangkan suara hati orang lain (Haryadi, 2012:129).
Sebagaimana pada model kepemimpinan top down autokratis pada
kelompok Posdaya Mekarsari, terhadap suatu persoalan
tertentu kebijakan-kebijakan yang diputuskan tak lepas dari
keputusan langsung dari ketua tanpa berkonsultasi dengan
para anggota. Misalnya, pada saat semua anggota sepakat
untuk mengadakan kegiatan tetapi karena suatu hal terpaksa
mengalihkan jadwal kegiatan karena tiba-tiba ada kegiatan
lain yang lebih mendesak atau penting yang harus dikerjakan
lebih dulu. Menurut Kartono (2005:73), pada intinya otokrat
keras itu memiliki sifat-sifat tepat, seksama, sesuai
dengan prinsip, namun keras dan kaku. Tidak pernah dia
mendelegasikan otoritas. Meskipun kebijakan itu berada
ditangan ketua tetapi semua itu dilakukan untuk kepentingan
kelompok Posdaya Mekarsari.
Mendikte teknik dan langkah kegiatan. Pada umumnya anggota kelompok
dalam kepemimpinan autokratis merasa takut salah
melaksanakan tugas. Oleh karena itu anggota kelompok yang
kurang kreatif baru mau bekerja setelah mendapat perintah
dari atasan. Dalam usaha untuk memberdayakan masyarakat
ketua kelompok Posdaya Mekarsari mendekte teknik dan langkah
kegiatan yang harus dilakukan kepada anggota agar hasilnya
sesuai sebagaimana yang diharapkan karena jika tidak
didekte, hasilnya dikhawatirkan malah bertentangan. Pada
umumnya semua yang diperintah oleh ketua diikuti dan
dituruti oleh semua anggota karena bagi mereka meskipun
didekti tetapi semua itu hasilnya menguntungkan anggota.
Komunikasi hanya satu arah (ke bawah). Komunikasi merupakan salah
satu pokok penting dalam organisasi. Pada kepemimpinan top
down autokratis kemunikasi yang terjadi lebih bersifat satu
arah yaitu dari ketua langsung kepada anggota. Demikian juga
pada Posdaya Mekarsari, ketua memberi perintah langsung
kepada anggota dan tanpa menerima pendapat, usulan dari
bawahan. Meskipun begitu, bagi ketua Posdaya Mekarsari
kepemimpinan adalah amanah yang harus dilaksanakan sesuai
dengan makna “ruh” amanah yang dimaksud (Haryadi, 2012:9).
Dalam kapasitasnya sebagai ketua, model kepemimpinan top
down autokratis ini banyak berhubungan dengan pihak luar
utamanya pihak-pihak yang peduli terhadap usaha-usaha
pemberdayaan masyarakat, mendorong partisipasi dan
meningkatkan motivasi masyarakat sehingga banyak mendapat
bantuan kegiatan dari berbagai sumber. Usaha yang dilakukan
oleh ketua mendapat tanggapan positif dari anggota oleh
karena itu meskipun komunikasi bersifat satu arah tetapi
respon masyarakat sangat baik sehingga partisipasi
masyarakat meningkat.
Mengambil jarak dari partisipasi kelompok. Salah satu ciri-ciri gaya
kepemimpinan autokratis adalah Pemimpin mengambil jarak dari
partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan
keahliannya (http://nurriasf.blogspot.com/2012/02/macam-
macam-gaya-kepemimpinan). Terkait jarak dalam partisipasi
kelompok ketua model kepemimpinan Posdaya Mekarsari bersikap
tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. Hal tersebut
dilakukan guna menjaga kewibawaannya sebagai ketua posdaya
apalagi dalam kesehariannya ketua duduk sebagai Staf Bidang
Pembangunan pada Kantor Desa Polokarto Kecamatan Polokarto.
Meskipun begitu semua aktivitas Posdaya Mekarsari dibawah
komando ketua.
Menurut Tambunan (2005:56-57) pemimpin yang berperan menurut
model kepemimpinan autokratis menentukan tujuan (gol) dan
memilih cara untuk mencapainya. Ia menetapkan kewajiban dan
peran setiap anggota kelompok. Ia membagikan otoritasnya
kepada stafnya. Tetapi umumnya anggota staf itu tidak mau
berbuat sesuatu jika tidak diperintahkan oleh atasannya.
Sebagaimana yang disampaikan Tambunan, orang yang dijadikan
model kepemimpinan top down autokratis mempunyai peranan
besar dalam proses pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan
partisipasi masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan di
bidang perekonomian yaitu dengan jalan mengolah sumber alam
yang ada agar mempunyai nilai jual tinggi. Cara yang
dilakukan adalah mengolah singkong menjadi kripik singkong,
mengolah pisang menjadi kripik pisang, memanfaatkan
pekarangan menjadi: kebun gizi, tanaman obat, memelihara
ayam, kambing, sapi dan sebagainya. Sebagaimana
karakteristik yang terdapat pada model kepemimpinan top down
autokratis, anggota Posdaya Mekarsari tidak mau berbuat
sesuatu jika tidak diperintah oleh ketua.
Meskipun banyak orang mengetahui kelemahan gaya kepemimpinan
top down autokratis, tetapi Posdaya Mekarsari menerima dan
tunduk kepada kepemimpinan tersebut yang disebabkan karena:
a. Orang yang ditunjuk sebagai ketua adalah warga
masyarakat sendiri yang identitas diketahui secara
jelas. Sebagai pemimpin lokal, aktivitas, loyalitas dan
partisipasi dalam kelompok masyarakat tidak diragukan
lagi.
b. Memiliki jaringan kedalam dan keluar kelompok bahkan
mampu membina hubungan harmonis dengan pihak-pihak yang
memiliki kekuasaan dan kewenangan baik dari instansi
pemerintah maupun pihak swasta. Oleh karena itu Ketua
Posdaya Mekarsari dipandang mempunyai kemampuan untuk
pemberdayaan masyarakat, mengajak masyarakat
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dan mampu
menggalang dana dari berbagai sumber dimana dana
tersebut digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan
dan latihan (diklat) dan kursus yang semua itu
dilakukan untuk meningkatkan sumber daya masyarakat.
Meningkatnya SDM tentu saja diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan keluarga yaitu dengan cara
mengolah hasil bumi menjadi berbagai macam bentuk
makanan ataupun produksi lain yang semua itu merupakan
hasil pembinaan dari Ketua Posdaya Mekarsari.
c. Masyarakat percaya bahwa pemimpin yang ditunjuk
mempunyai tujuan dan program jelas sehingga dalam
pelaksanaan kegiatan selalu berdasarkan pada program-
program yang telah ditentukan dan disepakati bersama,
apalagi masyarakat (anggota) merasakan bahwa program
terebut dapat meningkatkan pengetahuan, mampu
memberdayakan masyarakat dan akhirnya mendorong
motivasi semua orang untuk meningkatkan pendapatan
keluarga.
d. Anggota Posdaya Mekarsari merupakan warga masyarakat
yang sangat lemah SDM nya. Oleh karena itu terkait
dengan masalah organisasi dan aktivitas organisasi
dalam usaha untuk memberdayakan masyarakat, keputusan
tersebut diserahkan kepada ketua sepanjang apa yang
diputuskan ketua dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
4. Simpulan
a. Pemimpin lokal mempunyai peranan besar dalam usaha
untuk pemberdayaan masyarakat karena mereka ditunjuk,
dipilih dan dipatuhi oleh masyarakatnya. Melalui model
kepemimpinan top down autokratis Ketua Posdaya Mekarsari
yang ditunjuk mampu memainkan perannya sehingga mampu
menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan pendapat
ekonominya dengan jalan mengolah hasil bumi menjadi bahan
yang siap dijual
b. Model kepemimpinan top down autokratis sesuai
dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki tingkat
pengetahuan, ketrampilan dan pendapatan keluarga yang
rendah. Oleh karena itu usaha-usaha pemberdayaan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dilakukan dengan jalan
memberikan diklat dan hasil diklat diharapkan dapat
dijadikan bekal dalam meningkatkan taraf hidup keluarga
anggota Posdaya Mekarsari.
c. Anggota kelompok Posdaya Mekarsari dapat menerima model
kepemimpinan top down autokratis sepanjang apa yang
diperintahkan oleh ketua menguntungkan bagi anggota.
Daftar Pustaka
Gama, Betty. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Surakarta:CV.Lintang Transmedia
Gama, Betty dan Sri Hartati, 2011. Program Pengembangan PosdayaMenjadi Pusat Pelatihan Posdaya Pedesaan Kabupaten Sukoharjo.Program Pengembangan Posdaya Pola Kemitraan KerjasamaAntara Yayasan Damandiri Dengan LPPM Univet BantaraSukoharjo. Laporan Pelaksanaan Kegiatan PPM
Harsiwi, Th. Agung M. 2003. Peranan Agen Perubahan Dalam InsitusiPendidikan Tinggi. Diunduh melalui internethttp://kabarkito.blogspot.com//2010 pada tanggal 21Mei 2011.
Haryadi, 2012. Kepemimpinan Dengan hati Nurani. Yogyakarta:Tugu Publisher.
Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2007. Manajemen Publik. Jakarta:PT Grasindo.
Isbandi, 2005. Komunikasi dan Partisipasi Warga Perantau dalamPemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 3No.2, Mei-Agustus 2005. Jurusan Ilmu Komunikasi FisipUPN “Veteran” Yogyakarta.
Jian, 2010. Keberhasilan Program Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya)studi kasus Partisipasi Masyarakat dan Kelembagaan Posdaya di DusunPundung dan Dusun Singosaren. Skripsi. Fisip UGM
Kartika, Indah, 2010. Peranan Pengembangan Masyarakat (CommunityDevelopment) PTPN II Kwala Madu dalam Meningkatkan KemandirianPetani. Skripsi. Fisip Universitas Sumatera Utara
Kartono, Kartini, 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan. ApakahKepemimpinan Abnormal Itu? Jakarta: PT Raja GrfindoPersada.
Koentjaraningrat, 1992. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mahendra Wijaya. 2009. Kemiskinan, Penguatan Kelompok Usaha danPromosi Kesehatan dalam Jurnal Dialog Kebijakan Publik,Edisi 7/Oktober/Tahun III/2009).
Manullang, Anne Griselda, 2009. Agen Perubahan dan Perilakukepedulian khalayak. Diunduh melalui internet http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14823 pada tanggal 21Mei 2011
Miles, M. B. & Huberman, A. M., 1984: Qualitative Data Analysis : ASourcebook Of New Method. Beverly Hills, CA: SagePublications, Inc.
Moleong, Lexy J., 1991: Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung :Remaja Rosda Karya.
Muis, Ichwan Muis. 2010. Diunduh melalui internerhttp://ichwanmuis.com/?p=197 pada tanggal 21 Mei 2011
Ninik Sri Rejeki dan E. Yuningtyas Setyawati. PerananKepemimpinan Lokal dalam Membentuk Community Development GroupDynamics. Jurnal ISIP Vol 12/Maret/2000. Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik Universitas Atma JayaYogyakarta.
Sumardiyono, Eko. 2007. Evaluasi Pelaksanaan Community DevelopmentDalam Perolehan Proper Hijau (Studi Kasus di PT. Pupuk KaltimBontang). Tesis. Program Magister Ilmu LingkunganProgram Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang
Sutopo, H. B., 2002: Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori DanTerapannya Dalam Penelitian. Surakarta : Sebelas MaretUniversity Press.
Stevensom, Dennis. 2008. What is a”Change Agent?”. Ddiunduhmelalui internet http://translate.google.co.id/translate?Pada tanggal 19 Mei 2011.
Suyono, Haryono dan Rohadi Haryanto, 2009. Buku PedomanPembentukan dan Pengembangan Pos Pemberdayaan KeluargaPosdaya. Jakarta: Balai Pustaka.
Tambunan, Emil H. 2005. Kunci Menuju Sukses dalam Manajemendan Kepemimpinan. Bandung: Indonesia Publishing House.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2007. Manajemen Publik. Jakarta:PT Grasindo.
Valera, Jaime Systems B., Vicente A. Martinez dan Ramiro F.Plopino (ed), 1987. Extension Delivery Systems: An Introduction,Island Publishing House, Inc. Manila. M. Y hip andProgramme Implementation in Indonesia. Fres UniversityPress, Amsterdam.