Kepemimpinan Transformasional (terjemah)
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Kepemimpinan Transformasional (terjemah)
1
Penatalayanan Transformasional (Stewardship) Menuju
Perubahan Sektor Publik 1
(Transformational Stewardship: Leading Public Sector Change)
JAMES EDWIN KEE, KATHRYN NEWCOMER, AND S. MIKE DAVIS
The George Washington University
Final Draft April 11, 2006
Diterjemahkan oleh: Kurniawan
Kepemimpinan Sektor publik di era abad ke 21 adalah tantangan dan
berorientasi pada perubahan. Perkembangan kondisi global yang pesat dan
pergeseran pengaruh politik dan ekonomi yang mengubah gagasan-gagasan
penulis atas “apa” yang harus dilakukan oleh Pemerintah. Kemajuan
perkembangan teknologi dan metodologi operasional serta merta membangkitkan
harapan atas kepemimpinan yang mensyaratkan perkembangan yang sama dalam
“bagaimana” pemerintah menyelesaikan kewajiban tugasnya. Sayangnya, tragedi
serangan teroris 9/11, berbagai bencana Penerbangan dan Administrasi Ruang
Angkasa Nasional—National Aeronautics and Space Administration (NASA),
dan kegagalan Dinas Pemerintah Pengelolaan Gawat Darurat—Federal
Emergency Management Agency (FEMA) dalam merespon badai Katrina menjadi
hal penting yang menjadi kebutuhan bagi para pemimpin publik untuk cepat
menyesuaikan diri dengan berbagai jenis peristiwa. Menghadapi pesatnya
perubahan keadaan di sekelilingnya para pemimpin publik dituntut untuk
mengubah organisasi mereka.
Perubahan sektor publik adalah sebuah usaha yang beresiko. Perubahan
organisasi pada dasarnya mengganggu, yang menuntut pendekatan baru terhadap
struktur yang umum digunakan, dan kadang-kadang paradigma (pola pikir) baru
secara keseluruhan. Imbalan atas kinerja, pengadaan sumber yang kompetitif,
1 Transformational: yang berkaitan dengan situasi atau tindakan untuk merubah sesuatu.
(Istilah ini akan tetap dan tidak diterjemahkan dengan “merubah”).
Stewardship: memimpin, mengawasi, dan mengelola sesuatu terutama tanggung jawab
manajemen dan bertanggung jawab terhadap sesuatu yang dipercayakan pada seseorang (istilah
ini kadang-kadang dipakai sesuai aslinya dan kadang diterjemahkan dengan “ketatalayanan”
atau kepemimpinan yang melayani). Steward adalah pelayan atau penatalayan yang dalam
konteks tulisan di atas bisa diartikan pemimpin yang melayani, akan diterjemahkan singkat
sebagai penatalayan bukan “pemimpin” untuk mencegah kerancuan dengan tipe-tipe
pemimpin yang lain.
2
rekanan publik-swasta, anggaran berbasis kinerja, dan langkah-langkah awal
lainnya menciptakan lingkungan yang meresahkan dimana pemimpin publik harus
meyakinkan beberapa komponen lembaga konstitusional yang berbeda-beda
sambil membentuk norma-norma dan nilai-nilai organisasi yang baru.
Untuk dapat memenuhi tantangan perubahan, para pemimpin publik di abad
ke 21 harus menjadi para pelayan transformasional. Penulis berpendapat bahwa
transformasi dan pelayanan yang timbal balik dan saling memperkuat aspek
pelayanan publik, dan dua tanggung jawab penting bagi para pemimpin
pemerintahan di masa depan. Sebagai pelayan transformasional, para pemimpin
rakyat harus mengejar perubahan organisasional, saat menjabat sebagai pengurus
organisasi dan nilai-nilai pokok administrasi publik. Atas dasar sebuah kenyataan
penulis beranggapan, bahwa para pemimpin rakyat di masa depan dituntut
kreatifitas dan inisiatif yang tinggi, peduli pada komunitas masyarakat yang lebih
besar, dan manajemen yang cermat serta kepemimpinan terhadap perubahan.
Pada bab ini, kami (penulis) menetapkan pondasi atau dasar bagi visi
kepemimpinan publik dengan menyajikan tiga aspek penting ketatalayanan
transformasional. Pertama, penulis menggali konsep dari ketatalayanan
transformasional sebagai sebuah cara baru untuk mendefinisikan kepemimpinan
publik, membangun pemikiran lazim tentang kepemimpinan dan administrasi
publik, sambil mengembangkan pemikiran tersebut untuk menghadapi tantangan
transformasional bagi pelayanan publik yang modern. Kedua, kami menyajikan
sebuah alat yang khusus yang memungkinkan bagi para pemimpin publik lebih
baik dalam mengelola resiko perubahan, sehingga mampu memenuhi tanggung
jawab mereka sebagai penatalayanan transformasional (transformational steward-
ship). Yang terakhir, penulis mempertimbangkan peran khusus dan tanggung
jawab pelayan transformasional dalam kaitannya dengan aspek-aspek yang
berbeda dari sebuah perubahan khusus. Sebelum menjelaskan konsep
kepemimpinan transformasional, bagaimanapun, penulis ingin melakukan tinjauan
singkat terhadap beberapa tuntutan pokok perubahan pada pemimpin sektor
publik.
3
Wilayah Pemimpin Sektor Publik
Kebutuhan di sektor publik terhadap kepemimpinan transformasional
merupakan bukti yang paling kuat ketika penulis meneliti desakan terhadap
perubahan yang dirasakan oleh para manajer publik saat ini. Desakan perubahan
tersebut datang dari berbagai sumber: pertambahan usia tenaga kerja sektor
publik, keterbatasan sumberdaya, hubungan horizontal yang baru dengan
organisasi nirlaba dan sektor swasta, globalisasi, terobosan teknologi, dan
meningkatnya masalah-masalah publik yang kompleks. Dalam berbagai kasus,
tuntutan-tuntutan terhadap perubahan tersebut bertentangan satu dengan yang
lainnya dan terus menerus berlawanan dengan waktu dan kesempatan yang
dimiliki para manajer publik. Berikut ini adalah beberapa faktor-faktor penggerak
perubahan yang paling menonjol (pemerintahan daerah maupun negara
menghadapi tekanan yang serupa):
- Perubahan Menjadi Lebih Berorientasi pada Kinerja: para manajer harus
mengembangkan tuntutan kinerja manajemen yang ditetapkan secara formal
oleh Kinerja dan Hasil Tindakan Pemerintah (Government Performance and
Results Act—GPRA), imbalan atas kinerja, aplikasi dari Departemen
Pengelolaan dan Anggaran (Office of Management and Budget's—OMB),
Perangkat Program Penilaian Peringkat (Program Assessment Rating Tool—
PART), dan tuntutan pengukuran kinerja dari berbagai alat-alat hukum lainnya.
- Perubahan Tenaga Kerja Menjadi Lebih Muda dan Lebih Beragam: para
manajer harus mempersiapkan perubahan sistem dalam lingkungan
staf/pegawai (separuh dari pejabat sipil eksekutif tingkat atas adalah berusia
lebih dari lima puluh tahun), sambil memastikan bahwa pengetahuan secara
institusional yang dimiliki pegawai yang ada tersebut tidak hilang.
- Perubahan untuk Menjadi Lebih Kompetitif dan Lebih Entrepreneurial2: para
manajer harus bersaing dengan pihak atau sektor swasta untuk melanjutkan
penyelenggaraan bisnis publik (sebagai contoh, perolehan sumber yang
kompetitif) atau harus mengikutsertakan rekanan publik-swasta yang baru,
tidak dikenal.
2 Entrepreneurial: bersifat sebagai seseorang yang menyelenggarakan, beroperasi, dan
menanggung risiko untuk usaha bisnis. Memiliki sifat Kewirausahaan. Dalam hal ini
entrepreneurial tidak diterjemahkan secara langsung demi efektifitas .
4
- Perubahan untuk Penyusunan Ulang dalam Memenuhi Persyaratan Misi
Penyusunan dan Harapan Stakeholder3: para manajer harus menciptakan dan
menyusun organisasi yang baru untuk memenuhi kebutuhan atau ancaman
nasional yang baru (Homeland Security atau FEMA—keamanan tanah air) atau
meningkatkan harapan pembuat undang-undang dan kongres untuk menjadi
lebih ramah konsumen (IRS).
Salah satu unsur umum dari keseluruhan desakan perubahan yang telah
disebutkan sebelumnya adalah kebutuhan (keinginan) dari instansi-instansi atau
dinas untuk menyesuaikan diri dan merubah diri mereka sendiri. Hingga kini,
perubahan tidaklah mudah. Sementara potensi imbalan mungkin besar, perubahan
membawa resiko bagi instansi, para manajer, dan para stakeholder yang lainnya.
Hal ini adalah kenyataan yang terjadi pada sektor swasta demikian juga dengan
sektor publik; tetapi ada alasan untuk diyakini bahwa perubahan dalam sektor
publik lebih “beresiko” dibanding dengan sektor swasta. Seorang CEO sektor
swasta harus memuaskan dewan direksi dan pada akhirnya memuaskan para
stakeholder, tetapi biasanya diproses dalam kerahasiaan yang relatif, tanpa banyak
kerjasama. Di lain pihak, pemimpin sektor publik menunjukkan lebih menjadi
stakeholder. Termasuk segala sesuatu di lingkungan organisasi, seperti serikat
kerja dan senior yang ditunjuk secara politis, dan segala sesuatu di luar
lingkungan organisasi, seperti kepemimpinan politik (yang masing-masing
ditunjuk dan dipilih), para pemasok, warga masyarakat/konsumen, dan lain-
lainnya. Secara umum, perubahan organisasi di sektor publik harus transparan,
membutuhkan perundingan yang panjang lebar, dan biasanya dilakukan di arena
yang terlihat jelas. Selain itu, bagi banyak pihak sifat kepemimpinan politik
menghasilkan cakrawala/wawasan jangka pendek yang membuat inisiatif
perubahan jangka panjang yang lebih problematis
Sementara kami (penulis) memaksudkan perubahan organisasional, pada
kenyataannya yang berubah bukanlah secara organisasi kecuali jika hal yang
pertama kali adalah perubahan individual dan kemudian perubahan tim. Pada
tingkatan ini, muncul beberapa perubahan stakeholder—termasuk para pegawai,
rekanan, dan kepemimpinan instansi atau dinas. Bagi masing-masing stakeholder
3 Pihak yang berkepentingan.
5
ini, terdapat perbedaan dan seringkali memiliki persepsi yang sangat berbeda,
harapan, dan “cara hidup” dalam segala bentuk perubahan yang ditawarkan.
Selain itu, persepsi, harapan, dan cara hidup manajer juga mempengaruhi jalannya
perubahan. Stakeholder lokal lebih menonjol dalam lingkungan manajer sehari-
hari, sementara dalam pemerintahan mengalami peningkatan kompleksitas dan
ruang lingkup peran manajerial—dengan ini peningkatan menekankan hubungan
publik-swasta, globalisasi, dan pengaturan antar pemerintahan—yang artinya
bahwa seluruh stakeholder, pada derajat yang sama, haruslah dalam persepsi
manajer. Secara kolektif, hubungan-hubungan tersebut dan pengaruhnya pada
proses perubahan merupakan “wilayah perubahan” manajer. Menyadari dan
berpikir kritis mengenai wilayah ini adalah sebuah langkah awal yang penting
terhadap keberhasilan dalam mencapai atau mengelola dengan kemampuan dan
keterampilan.
Penatalayanan Transformasional (Transformational Stewardship)
Mengingat kuatnya pengaruh perubahan yang muncul dalam wilayah atau
area kepemimpinan publik modern, bagaimanakah konsep penatalayanan
(stewardship) transformasional memberikan jalan yang layak untuk memenuhi
tanggung jawab pelayanan publik? Dalam rangka menjawab pertanyaan ini,
pertama kali kami (penulis) mulai membahas paradoks4
yang terlihat pada
pemimpin publik yang masing-masing sebagai agen perubahan dan pelayan dari
kepercayaan publik yang memintanya untuk menyelesaikan peran dan tanggung
jawab organisasional mereka. Pada inti pembahasan ini adalah perdebatan
mengenai kebijakan manajerial dan peran manajer publik dengan memperhatikan
kembali yang dikatakan dalam debat Finer (1940) - Friedrich (1940)—perbedaan
pendapat yang akhir-akhir ini dilibatkan ulang di antara para pendukung New
Public Management (NPM) dan mereka yang melihat peran manajer publik
sebagai wakil di dalam sistem yang dikontrol secara ketat dari tanggung jawab
demokratis.
New Public Management adalah salah satu motor penggerak perubahan saat
ini— perwujudan dari “gelombang pasang reformasi di sektor pemerintah” yang
4Paradoks: pernyataan yg seolah-olah bertentangan (berlawanan) dng pendapat umum
atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradoks
6
melanda dunia sejak tahun 1980-an (Kettl 1997). Luasnya pengikut gagasan-
gagasan NPM mencerminkan dukungan oleh sejumlah organisasi internasional,
termasuk Bank Dunia. Gerakan reformasi ini sebagian besar merupakan reaksi
terhadap persepsi bahwa lembaga pemerintah telah menjadi terlalu besar dan tidak
efektif, dan karena itu harus mengubah diri. Literatur kepemimpinan dan para
penganut NPM memberikan banyak penekanan pada peran pemimpin dalam
perubahan organisasi. Mereka adalah entrepreneurs—wirausahawan (Osborne
dan Gaebler, 1992), agen perubahan (Kotter 1996), dan pencipta “peta mental
yang baru”“(Black dan Gregersen 2002). Istilah transformasional adalah yang
paling sesuai dengan jenis pemimpin ini. Burns (1978) mendefinisikan
kepemimpinan transformasional sebagai proses di mana pemimpin dan pengikut
saling terlibat dalam menciptakan visi bersama yang mengangkat tingkat motivasi
dalam mengubah organisasi bagi masing-masing pemimpin maupun pengikut.
Pendapat seragam dari para ahli administrasi publik, bagaimanapun, telah
membangkitkan persoalan yang serius mengenai kepemimpinan transformasional
di sektor publik, yang tampaknya memiliki potensi “wild-eyed entrepreneurs” 5
yang tak diharapkan (Terry 1995, 1998; Moe 1994). Terhadap kelompok ini,
manajer publik secara politis harus menjadi yang pertama dan terdepan untuk
menjadi “wakil” dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum di dalam
jenjang jabatan secara vertikal. Rangkaian tindakan NPM, diperdebatkan, dalam
penekanan mereka pada efisiensi dan aktivitas entrepreneurial para manajer
pemerintahan, keterlibatannya dengan pemerintahan yang demokratis dan dengan
nilai-nilai yang sangat berharga lainnya—seperti kejujuran, dan partisipasi
demokrasi.
Pada analisis awal, konsep stewardship tampaknya akan menyesuaikan
dengan kritik dari NPM. Seorang stewardship adalah “orang yang mengelola hak
milik orang lain atau urusan keuangan, atau yang mengelola apa pun sebagai
wakil dari orang lain” (Random House Dictionary 1968). Definisi umum dari
stewardship adalah “melakukan sesuatu atas dasar kepercayaan orang lain” (Block
1993, xv). Sejalan dengan Block, kami memandang stewardship dalam arti yang
lebih luas, yang memerlukan kebijaksanaan dalam menggunakan sumber daya
5 Wild-eyed Entrepreneur yang mendukung ide-ide radikal, ekstrim atau visioner.
7
yang tersedia dalam proses kreatif yang giat mengejar misi organisasi. Pandangan
umum ini memiliki visi pemimpin menciptakan keseimbangan kekuasaan di
dalam organisasi dengan komitmen utama bagi masyarakat yang lebih besar,
dimana setiap orang bergabung dalam mendefinisikan tujuan.
Stewardship adalah strategi pemerintahan yang didisain untuk menciptakan
sebuah rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang kuat atas hasil akhir—
termasuk perubahan—di semua jenjang organisasi. Hal ini juga berarti
memberikan kontrol yang lebih besar kepada warga masyarakat dan menciptakan
kepercayaan diri dan kemitraan di antara para stakeholder organisasi (Block 1993;
Kee 2003).
Jadi, konsep visi seorang pemimpin publik transformasional yang aktif,
mempermudah perubahan melalui pembinaan kapasitas organisasi,
mengembangkan kemitraan, bersungguh-sungguh menganalisa resiko perubahan,
dalam rangka memaksimalkan potensi keuntungan sambil meminimalkan—
terhadap kemungkinan lebih jauh—potensi kerugian yang berkaitan dengan
perubahan.
Sifat/Karakteristik Penatalayanan (stewardship) Transformasional
Penatalayanan transformasional, dalam arti yang luas, dapat dianggap
sebagai fungsi kepemimpinan di mana mereka melaksanakan kepemimpinan
(mereka yang memiliki wewenang yang “sah” juga wewenang-wewenang lainnya
dalam organisasi) telah mengembangkan sifat/karakter khas yang menjadi
pedoman atas tindakan mereka, sifat-sifat tersebut mencerminkan sifat individual
pemimpin atau keyakinannya (prinsip dalam diri pribadi 6 atau karakteristik),
bagaimana mereka melakukan pendekatan terhadap sebuah situasi (pola pikir
operasionalnya), bagaimana mereka melibatkan orang lain dalam fungsinya
(kegiatan antar personalnya/ interaksi satu sama lain), dan komitmen mereka
terhadap perubahan dan pembaharuan (pendekatan dari inti perubahan mereka).
Karakteristik/Prinsip Diri Kepemimpinan
Teori “Karakteristik” dari seorang pemimpin adalah salah satu konsep yang
paling stabil mengenai faktor-faktor yang menjadikan seorang pemimpin yang
baik. Beberapa pendapat bahwa seseorang dilahirkan dengan memiliki atau tidak
6 Yang muncul dari dalam batin, nurani
8
memiliki karakteristik kepemimpinan (seperti kecerdasan). Pendapat lain
mengatakan bahwa karakteristik kepemimpinan dapat dipelajari (seperti
memahami pekerjaan atau beban tugas). Teori sifat/karakteristik kepemimpinan
berusaha untuk mengembangkan daftar karakteristik kepemimpinan yang
didefinisikan; pada umumnya salah satunya adalah meliputi kecerdasan,
kepercayaan diri, ketegasan, keberanian, empati, tekad, integritas, dan sosialisasi.
Di antara para pendukung teori sifat kepemimpinan belakangan ini adalah
“emosional IQ”“ atau pendekatan kedewasaan Goleman, McKee, dan Boyatzis
(2002) yang percaya bahwa sifat kepemimpinan dapat dipelajari melalui evaluasi
diri dan pembinaan.
Kami (penulis) meyakini bahwa prinsip/ karakteristik pribadi kepemimpinan
yang paling pokok bukanlah sesuatu yang dilahirkan bersama kita, tetapi sesuatu
yang berkembang di sepanjang hidup kita dan senantiasa memberikan pedoman
pada tindakan-tindakan kita. Kami mempercayai bahwa sifat yang paling penting
bagi pelayan transformasional adalah perilaku etis, reflektif, sikap belajar terus
menerus, empati terhadap orang lain, dan pandangan ke depan atau visi untuk
memimpin organisasi menuju masa depan yang diharapkan.
Etika: Suatu sifat dalam diri pribadi yang utama, yang umumnya dikenal,
adalah integritas atau nilai-nilai dan standar etika. Pelayan transformasional harus
mempertahankan standar tinggi bagi dirinya sendiri dan organisasinya yang
mengizinkan para pemimpin dan pengikutnya untuk mengangkat derajat
organisasi ke jenjang yang lebih tinggi. Ahli kepemimpinan James MacGregor
Burns (1978) atas dasar kenyataan berasumsi bahwa nilai-nilai moral adalah inti
dari kepemimpinan transformasional, dan memberikan para pemimpin “perubahan
mendasar di dalam organisasi dan masyarakat” (in Ciulla 2004, p. x).
Begitu juga, mereka yang berpendapat mengenai pendekatan kepemimpinan
yang melayani (sering disejajarkan dengan konsep stewardship—penatalayanan)
mengemukakan alasan tentang pentingnya “nilai-nilai pokok etika, termasuk
integritas, tak terikat, merdeka, adil, kekeluargaan dan peduli” (Fairholm 1998,
133). Standar etika dan moral memiliki akarnya di dalam prinsip-prinsip yang kita
pelajari di sepanjang kehidupan kita, baik itu berasal dari kedua orang tua maupun
pengasuh, atau dari pencarian informasi secara pribadi menjadi sesuatu yang
9
membentuk tindakan tepat.
Bijaksana/Belajar Terus Menerus: Margaret Wheatley menyatakan bahwa:
“Berpikir adalah tempat di mana tindakan yang cerdas dimulai. Kita mengambil
jeda waktu untuk lebih hati-hati memahami sebuah situasi, melihat karakternya
lebih jauh, untuk berpikir mengapa hal ini terjadi, dan untuk memahami
bagaimana hal itu mempengaruhi kita dan orang lain “(2005, 215). Pelayan
transformasional bersedia untuk mundur dan merenungkan sebelum mengambil
tindakan. Mereka mengambil waktu untuk memahami dan belajar sebelum
bertindak. Sebuah pertanyaan dari pepatah Cina, “Dapatkah Anda tetap diam,
selagi air keruh dan berawan, sampai saat air betul-betul jernih kembali?”
(Thompson 2000, 175).
Thompson berpendapat bahwa “Di luar titik tertentu, mungkin tidak akan
ada perkembangan pribadi, tidak ada individualisasi, tanpa kemampuan untuk
merenungkan (refleksi) diri” (2000, 152). Seperti halnya dengan belajar terus
menerus adalah hal penting bagi sebuah organisasi (Senge 1990), hal itu harus
dimulai dengan pemimpin organisasi. Refleksi diri, termasuk kesadaran pribadi
dan belajar terus menerus, tidaklah selalu mudah atau membuat tenang—
kebalikan—”sebuah pengganggu dan menggusarkan” (Greenleaf 1977). Pelayan
transformasional harus memahami pendekatan masalah yang baru, pemahaman
hubungan yang baru, dan potensi konsekuensi dari tindakan dan dampaknya
terhadap orang lain. Melalui cara ini mereka mampu memimpin dengan percaya
diri.
Empati: Seorang penatalayan transformasional menunjukkan kepedulian
terhadap orang lain, baik di dalam maupun di luar organisasi. Perubahan
organisasi melibatkan calon pemenang dan pecundang. Jika pemimpin terlihat
mengutamakan tindakan demi kepentingannya sendiri, transformasi organisasi
bisa tergelincir. Namun, jika para pemimpin memiliki perhatian yang tulus untuk
orang lain dan mengatasi potensi kerugian, mereka mungkin menemukan jalan
yang lebih mudah. Empati adalah suatu sifat yang merupakan produk dari masing-
masing sifat alami kita maupun cara kita diasuh; tapi dengan memahami
maknanya dapat memberikan kita dorongan untuk lebih memperhatikan
kebutuhan, pandangan, dan keprihatinan orang lain.
10
Empati adalah lebih dari sekedar menjadi seorang “pendengar yang baik”.
Kendatipun, hal itu merupakan keterampilan penting, pemimpin berkewajiban
dalam mendengarkan maupun memahami. Thompson menjelaskan: “Jika hanya
sebatas itu kita memahami bahwa kita telah mempelajari keterampilan dan teknik-
teknik khusus yang membuat orang lain merasa mendengarkan, kita masih
kehilangan sebagian besar intinya. Berempati adalah kedua-duanya baik itu
mendengarkan maupun memahami, dan untuk memahami gagasan dari orang lain
adalah berusaha untuk menyampaikan dan perasaan yang ia miliki tentang mereka
(2000, 181)”. Penatalayan transformasional terlibat dengan perasaan atau ide-ide
orang lain, membimbing menuju pemahaman yang lebih luas terhadap keadaan
dan tujuan potensial dari sebuah tindakan.
Pandangan ke depan/ Visi: Seorang penatalayan (steward)
transformasional mampu melihat lebih jauh dari kondisi saat ini dan melihat
gambaran besar dan kemungkinan untuk organisasi. Hal ini berlaku di organisasi
secara keseluruhan, meskipun seorang pemimpin tumbuh dan berkembang di satu
organisasi dan ia juga memiliki tanggung jawab yang lebih, dibutuhkan visi dan
pandangan jauh ke depan yang lebih besar (Follet di Graham 2003).
Mary Parker Follet mengaitkan pada kebutuhan bagi para pemimpin untuk
“memahami situasi secara keseluruhan .... dari fakta yang bercampur aduk,
pengalaman, hasrat, tujuan, pemimpin harus menemukan benang pemersatu ...
semakin jauh kita berjalan semakin tinggi kemampuan yang harus kita miliki.
Ketika kepemimpinan meningkat menjadi seorang yang jenius ia memiliki
kekuatan untuk mengubah, pengalaman menjadi kekuatan.” (Follet di Graham
2003, 168-9). Pada saat visi diperlukan untuk mengubah sebuah organisasi, secara
bersamaan visi juga diperlukan bagi penatalayan yang baik. Kegagalan untuk
menilai secara sempurna potensi keuntungan dan risiko bagi sebuah organisasi
akan menyebabkan pemborosan sumber daya dan ketidakmampuan untuk
mencapai potensi penuh dari organisasi. Follett melanjutkan:
Saya telah mengatakan bahwa pemimpin harus memahami situasi, harus
melihatnya secara keseluruhan, harus melihat keterkaitan dari semua
bagian. Dia harus melakukan lebih dari itu. Dia harus melihat situasi yang
berkembang, sebuah perkembangan situasi. Kebijaksanaannya,
penilaiannya, digunakan bukan pada situasi yang statis, tetapi pada sesuatu
yang berubah sepanjang waktu. Para pemimpin terampil tidak hanya
11
menarik kesimpulan logis dari berbagai fakta masa lalu yang diberikan
oleh para pembantu ahlinya, mereka memiliki visi untuk masa depan.
(Ibid. 169, ditambahkan penekanan).
Pola Pikir Operasional
“Gaya” pendekatan atau teori kepemimpinan memfokuskan pada cara para
pemimpin berinteraksi dengan para pengikutnya, dan menekankan kebutuhan para
pemimpin untuk menyeimbangkan “kepedulian pada masyarakat” dengan
“kepedulian terhadap produksi atau hasil akhir”. The Blake and Mouton
Managerial Grid (kisi-kisi manajerial Blake dan Mouton) adalah salah satu alat
yang paling terkenal yang menggambarkan pendekatan ini (1985). Kami yakin
bahwa pola pikir operasional pemimpin transformasional adalah penting namun
lebih dari sekedar menyeimbangkan antara masyarakat dan hasil akhir, untuk
menyertakan sejumlah ciri/sifat dari keduanya baik itu pemimpin transformasional
maupun penatalayanan.
Wakil/Pengemban. penatalayan transformasional menyadari bahwa
mereka memegang posisinya dan menggunakan sumber daya organisasi untuk
orang lain, bukan untuk memperbesar kekayaan diri sendiri. Mereka bertanggung
jawab atas masyarakat pada umumnya, baik generasi sekarang dan masa depan,
dan para anggota organisasi di masa depan. Dengan demikian konsep luas
“kepentingan umum,” meskipun tidak selalu mudah untuk mendefinisikan, harus
menjadi batu ujian terus menerus untuk sang pemimpin. Pegawai negeri, baik
yang dipilih, ditunjuk, atau bagian dari sistem pelayanan sipil yang besar,
bertanggung jawab atas sumber daya dan tanggung jawab mereka hanyalah untuk
sementara waktu. Mereka memegangnya demi kepercayaan pada masyarakat—
oleh karena itu mereka melayani masyarakat dan harus bertindak demi
kepentingan publik, bukan untuk kepentingan pribadi perseorangan. “manajer
publik, bagaimanapun juga, adalah pelayan masyarakat” pendapat Colin Diver
(1982, dikutip dalam Moe [1994]). Tindakan mereka harus bersumber dari
keabsahan, dari persetujuan rakyat, sebagaimana dinyatakan melalui konstitusi
dan undang-undang, bukan dari sistem nilai pribadi, tidak peduli seberapa
mulianya”(404). Dalam desakan NPM untuk “menghalangi” dibanding
“menegur”, diperingatkan oleh Denhardt dan Denhardt bahwa yang harus kita
ingat “siapa yang memiliki perahu” (2003, 23).
12
Kass (1990) mendefinisikan penatalayanan publik sebagai “kemauan
administrator dan kemampuan untuk mendapatkan kepercayaan publik dengan
menjadi wakil yang efektif dan beretika dalam menjalankan bisnis negara republik
ini” (113). Karena pertimbangan etika mungkin bertentangan dengan kriteria
efisiensi, Kass percaya bahwa pengelolaan mengharuskan efisiensi dan efektivitas
(langkah-langkah tradisional dari keberhasilan administrasi) akan “diinformasikan
oleh dan tunduk pada norma-norma etika keadilan dan kebaikan” (114).
Misi yang Terkendali: penatalayan transformasional giat dan berani
mengejar misi organisasi mereka. Pada sebagian besar kasus, mereka bertindak
sebagai agen bagi badan legislatif, kepala eksekutif, atau pengadilan yang
menetapkan misi. Kadang-kadang, pertentangan tujuan dan agenda memerlukan
pelayan publik sebagai penengah. Terhadap pertanyaan “Apa yang harus
dilakukan manajer publik dalam menghadapi ambiguitas legislatif: meminta atau
memberikan klarifikasi?” Behn mengatakan bahwa manajer publik harus berani
menentukan tanggung jawab mereka (1998, 215). Hal ini mungkin di dalam
kepentingan legislatif yang kadang-kadang menimbulkan keraguan; di samping
itu, “proses politik itu sendiri menciptakan difusi (penyebaran) kekuasaan dan
tanggung jawab yang membuat artikulasi (hubungan) nilai-nilai sentral menjadi
sulit” (Kee dan Black 1989, 28). Dengan demikian, penatalayan transformasional
harus berusaha untuk menemukan tujuan umum, nilai-nilai, dan tujuan yang
mendorong organisasi.
Manajer publik dapat menemukan tujuan umum dengan melibatkan orang-
orang di lembaga mereka, warga masyarakat, dan para pemangku kepentingan
(stakeholders) yang akan membantu pemimpin dalam menentukan misi atau nilai-
nilai pokok lembaga, yang pada dasarnya menentukan kepentingan umum. Follett
mencatat bahwa “pemimpin tak terlihat” menjadi “tujuan bersama” dan bahwa
“kesetiaan kepada pemimpin tak terlihat memberi kita kemungkinan ikatan
kesatuan yang paling kuat” (Follett in Graham 2003, 172).
Di saat lain, misi organisasi terlihat jelas, tetapi organisasi dapat memiliki
beberapa cara untuk mencapai misi, dan para pemimpinnya harus
mempertimbangkan bagaimana cara mereka akan mempengaruhi lembaga,
misinya, dan kepentingan umum yang lebih besar. “Perundangan-undangan,
13
pengawasan publik, dan checks and balances7 konstitusional, yang semuanya
membuat batasan hukum dan politik terhadap kebebasan manajer publik untuk
bertindak. Namun dalam batasan, ada ruang yang cukup untuk bereksperimen dan
bertindak “(Kee dan Black 1989, 31 Pemimpin lembaga (dengan orang-orang di
lembaga) memiliki kebebasan yang cukup bagaimana untuk melanjutkan misi),
kecuali dilarang atau ditetapkan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Dapat dipertanggungjawabkan: Penatalayan transformasional mengukur
kinerja mereka secara transparan dan berbagi hasil dengan orang-orang yang
berpengaruh terhadap organisasi dan keberhasilannya. Hal ini sejalan dengan
upaya ditingkat pemerintahan dalam memahami lembaga untuk mengartikulasikan
dan mengukur kemajuan menuju tujuan kinerja mereka (misalnya, Keputusan
Hasil Kinerja Pemerintah). Penatalayan transformasional mendukung berbagai
proses seperti penganggaran berbasis kinerja, kartu skor berimbang (balanced
scorecards8), dan upaya lain untuk mengukur hasil program secara terbuka dan
menempatkannya dalam penelaahan dan evaluasi secara berkala. Yang terpenting
bukanlah pengukuran demi pengukuran atau penciptaan langkah-langkah hasil
jangka pendek, tetapi pengukuran demi umpan balik yang masuk akal dan revisi
program yang bertujuan untuk mencapai misi lembaga. “Penatalayanan
(stewardships) menegaskan kepada kita untuk bertanggung jawab secara
mendalam atas hasil dari sebuah institusi (lembaga) ...” (Block 1993, 18).
Proses yang terbuka memastikan akuntabilitas dan memungkinkan orang
lain untuk melihat bagaimana lembaga dan penatalayan yang menentukan dan
memenuhi kepentingan masyarakat. Hal ini, atas dasar kebutuhan, harus menjadi
proses yang terdiri dari banyak segi/aspek (multi-faceted), seperti yang disarankan
oleh Vail (1989), yang mempertimbangkan berbagai macam nilai-nilai penting,
tidak hanya nilai ekonomi yang bisa merangsang mentalitas yang dilandasi tujuan
keuntungan saja. Pada akhirnya, penatalayan transformasional, melalui organisasi,
menerima tanggungjawab atas hasil akhir (secara hukum, profesional, dan
perseorangan). (Harmon 1990, 1995).
7 Checks and balance : sistem pengawasan dan keseimbangan
8 Balanced scorecard adalah perencanaan dan manajemen sistem strategis yang
digunakan secara luas dalam bisnis dan industri, pemerintah, dan organisasi nirlaba di seluruh
dunia untuk menyelaraskan kegiatan usaha dengan visi dan strategi organisasi, meningkatkan
komunikasi internal dan eksternal, dan memantau kinerja organisasi terhadap strategis tujuan
14
Perhatian terhadap Detail: Penatalayan transformasional memahami
bahwa rincian/detail adalah cukup penting (Addington and Graves 2002). Rincian
biasanya adalah bagaimana program pemerintah menjamin nilai-nilai penting
demokrasi, seperti pemerataan kepentingan umum atau akses ke program publik.
Proses “pita merah9“ biasanya adalah alat/tujuan yang dengannya kita memastikan
ketaatan terhadap prosedur yang wajib dipatuhi; Namun, hal itu tidak boleh
digunakan sebagai selubung atau alasan atas kegagalan kinerja. Sebaliknya,
Penatalayan transformasional perlu membedakan antara proses-proses yang
dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan khusus untuk publik dan yang pada
dasarnya dirancang untuk memaksakan kontrol secara berlebihan. Dan yang
terakhir, Penatalayan transformasional mungkin mencari keringanan,
pengecualian, dan lain-lainnya yang memungkinkan lembaga untuk lebih mampu
mengatur dirinya sendiri dalam mencapai misinya.
Teori-teori kepemimpinan menambahkan penekanan pada pentingnya
interaksi pemimpin dengan orang lain. Misalnya, pendekatan “Situasional”
memberikan ciri tentang peran pemimpin di sepanjang matriks (tabel bagan)
“mendukung” dan “mengarahkan”, berdasarkan tingkat perkembangan
pengikutnya (Hersey and Blanchard, 1993). Pemimpin mendelegasikan atau
mewakilkan, mendukung, melatih, atau secara langsung, tergantung pada
kapasitas pengikutnya, khususnya untuk pekerjaan (kemampuan) dan kematangan
psikologis (komitmen) dari para pengikutnya. Kita melihat penatalayan
transformasional menggunakan pendekatan interaksi yang berbeda dengan orang
lain, berbeda dari yang telah ditetapkan oleh kebanyakan teori kepemimpinan.
Tujuan utama pelayan transformasional adalah pemberdayaan dan memasukkan
tanggungjawab isu-isu gender di lingkungan karyawan di dalam organisasi secara
keseluruhan.
Pembangun Kepercayaan: penatalayan transformational membangun
kesuksesan Program melalui pembinaan dan mempertahankan kepercayaan—
bersama anggota lembaganya, yang mengangkatnya, dan pimpinannya.
Kepemimpinan pada prinsipnya adalah tentang membangun kepercayaan, yang di
9
Red tape: adalah istilah untuk pengaturan yang terlalu banyak sehingga proses
pengambilan keputusan terlalu lama
15
dalamnya para pemimpin dan anggota lembaga mencapai tujuan yang berharga
secara bersama-sama menggunakan proses yang telah disepakati. “Pemimpin
membangun atau meruntuhkan kepercayaan dengan sekumpulan tindakan yang
mereka lakukan dan kata-kata yang mereka ucapkan—melalui budaya yang
mereka ciptakan demi diri mereka sendiri dan demi anggota organisasinya.”
(Fairholm 2000, 91).
Mengembangkan kepercayaan adalah tentang membangun masyarakat,
“penciptaan harmoni terhadap organisasi, manusia, sistem dan fungsi program,
umumnya beragam, kadang-kadang bertentangan” (Fairholm 2000, 140).
Penatalayan publik juga harus membangun kepercayaan dengan warga yang
mereka layani dan pimpinan (eksekutif dan legislatif) yang kepadanya mereka
melaporkan.
Mitchell dan Scott (1987) menegaskan bahwa penatalayanan “didasarkan
pada gagasan bahwa administrator harus menunjukkan keutamaan dari
kepercayaan dan kehormatan dalam kaitannya dengan pemimpin yang sah” (448).
Kepercayaan adalah hal yang fana, sulit untuk diperoleh, mudah untuk
kehilangan. Kepercayaan mengikutsertakan warga negara dan pemberian
kebebasan bertindak oleh pimpinan.
Memberdayakan: Berkaitan erat dengan kepercayaan adalah konsep
pemberdayaan. Kepercayaan menuntut pemberdayaan karyawan di lembaga atau
institusi dan, jika mungkin, desentralisasi kewenangan—pengambilan keputusan
nyata—organisasi secara keseluruhan. Follett, menulis pada tahun 1920,
mengatakan: “Banyak orang baru menyadari bahwa tugas seseorang dengan
jabatan yang lebih tinggi adalah tidak membuat keputusan bagi bawahannya,
tetapi untuk mengajarkan kepada mereka bagaimana menangani masalah mereka
sendiri, mengajar mereka bagaimana membuat keputusan sendiri. Pemimpin
terbaik tidak meyakinkan orang untuk mengikuti kehendaknya. Dia menunjukkan
kepada mereka apa yang perlu mereka lakukan dalam rangka memenuhi tanggung
jawab mereka ... para pemimpin terbaik mencoba melatih pengikut mereka sendiri
untuk menjadi seorang pemimpin (Graham 2003 173).
Pembinaan pemimpin untuk tujuan umum adalah fungsi utama dari
penatalayanan transformasional. Stone (1997) membuat perbedaan jelas yang
16
berguna antara pasar dan “polis (pemerintahan)”. Dalam pasar, prinsip-prinsip
ekonomi dan insentif adalah norma. Dalam polis, “pengembangan nilai-nilai
bersama dan rasa kolektif kepentingan umum adalah tujuan utama” (Stone 1997,
34). Sejauh para pemimpin memberdayakan orang lain (karyawan dan
masyarakat), mereka menjadi co-leaders (pemimpin bersama10
) dan penatalayan
dalam memenuhi kepentingan publik/masyarakat. Ini adalah peran yang
mendasar, dan kesempatan, bagi penatalayan transformasional di seluruh
organisasi.
Berbagi Kekuasaan: Penatalayan transformasional kurang begitu
mengandalkan kedudukan otoritas terhadap kekuasaan mereka dan lebih
mengandalkan pada sumber daya pribadi, ajakan dan kepemimpinan bermoral
untuk mempengaruhi perubahan (Hill 1994). Di luar kekuatan sendiri, penatalayan
transformasional mengandalkan “kekuatan kelompok.” Follett menyatakan bahwa
“dimungkinkan untuk mengembangkan konsepsi kekuasaan-bersama, kekuatan
yang dikembangkan bersama-sama, co-active (aktif bersama-sama), bukan
kekuasaan coercive (paksaan).” Dan “pemimpin hebat berusaha ... sekuat tenaga
mengembangkan kekuatan yang berasal dari mana saja di antara mereka yang
bekerja dengannya, dan kemudian mengumpulkan semua kekuatan ini dan
menggunakannya sebagai energi pendorong untuk kemajuan perusahaan/ usaha”
(Graham, 103, 173).
Pembangun Koalisi: Penatalayan transformasional menyadari bahwa
mereka tidak dapat sepenuhnya memenuhi misi mereka dengan sumber daya
diberikan kepadanya (orang-orang, dolar, dan lain-lain) tanpa melibatkan orang
lain. Mereka memahami bahwa hubungan horizontal dan pembinaan koalisi
dengan organisasi lain, di dalam lingkungan pemerintahan, di sektor nirlaba, dan
sektor laba sangat penting bagi keberhasilan organisasi mereka. Koalisi tersebut
mungkin penting untuk keberhasilan transformasi organisasi atau ketika
organisasi menghadapi krisis (seperti Badai Katrina). Laksamana Penjaga Pantai
(Coast Guard Admiral) Joel Whitehead berkenaan dengan perlunya
mengembangkan “persiapan” hubungan, menekankan bahwa hal ini adalah salah
10
co-leaders: kepemimpinan bersama adalah kepemimpinan yang secara luas
dibagikan, sehingga orang-orang dalam tim dan organisasi saling memimpin satu sama lain.
17
satu prinsip-fundamental Coast Guard yang menyadari bahwa mereka tidak bisa
melakukan semuanya dan harus bergantung pada orang lain sebagai mitra dalam
mencapai misi organisasi mereka (Whitehead 2005).
Pendekatan Berdasarkan Perubahan
Membangun di atas kepercayaan, pemberdayaan dan pembagian kekuasaan,
penatalayan transformasional dapat menjadi pusat-perubahan, yang berfokus pada
kebutuhan perubahan itu sendiri, bukan sumber seruan bagi perubahan (dari
pemimpin, atas ke bawah, atau dari para pengikut, dari bawah ke atas). Yang
penting adalah menemukan keseimbangan manajemen yang tepat dari atas ke
bawah dan dari bawah ke atas yang mengarah ke upaya keberhasilan perubahan
(Kee dan Setzer 2006). Mencapai perubahan positif harus menjadi perhatian
utama, tidak memberikan peran kepemimpinan yang kaku. Fokus kepemimpinan
yang berpusat pada perubahan adalah pada upaya keberhasilan perubahan itu
sendiri, yang tidak bisa dikatakan bahwa kepemimpinan tidak memainkan peran
penting. Sebaliknya, pemimpin atau para pemimpin suatu organisasi berfungsi
sebagai fasilitator perubahan. Mereka harus berusaha untuk menyadari ketika
upaya perubahan memerlukan lebih banyak inisiatif dari atas, dan ketika
keberhasilan upaya perubahan mungkin bergantung dengan lebih membebaskan
partisipasi karyawan terhadap perumusan visi perubahan.
Dianjurkan untuk dialog di antara semua tingkat kepemimpinan, tetapi tidak
sampai meluas sehingga merusak proses pengambilan keputusan. Kadang-kadang
pemimpin tertinggi dalam suatu organisasi harus membuat keputusan perubahan,
terutama ketika kendala waktu dan sumber daya tidak memungkinkan untuk
keterlibatan karyawan lebih jauh. Namun, upaya perubahan di sektor publik sering
diselesaikan selama jangka waktu yang lebih lama, dan dengan demikian,
partisipasi yang lebih banyak dari peringkat yang lebih rendah dapat
dibudidayakan. Konsep kepemimpinan yang berpusat pada perubahan sangat
selaras dengan “hukum situasi” yang digagas Follet (Fox dan Urwick 1973). Agar
berpusat pada perubahan, pelayan transformasional harus kreatif, inovatif, dan
nyaman dengan ambiguitas (ketidakjelasan) dan dengan sistem navigasi (kendali)
yang kompleks.
Kreatif / Inovatif: penatalayan transformational tidak menunggu krisis untuk
18
berinovasi dan menciptakan, mereka berusaha untuk membangun sebuah
lingkungan yang menghargai pembelajaran terus menerus dan lingkungan di mana
para pekerja terus-menerus menarik pengalaman saat ini dan masa lalu untuk
membingkai masa depan yang baru bagi organisasi. Peter Vaill (1996) mengakui
bahwa “pembelajaran kreatif” yang tampaknya bertentangan dalam dunia
pembelajaran institusional di mana orang-orang yang “mengetahui” mentransfer
pengetahuan kepada orang-orang yang tidak tahu. Namun, dalam lingkungan
perubahan pada umumnya tidak ada “body of knowledge11
“ untuk mentransfer;
sehingga terserah kepada penatalayan transformasional untuk menciptakan
pengetahuan. Ini membutuhkan kesediaan pikiran untuk bertanya dalam
mengeksplorasi pilihan. Sama halnya seperti seorang seniman yang mungkin tidak
selalu tahu seperti apa hasil akhir akan terlihat nantinya, penatalayan
transformasional harus jujur untuk hal yang tak diketahui, bersedia untuk
mengejutkan diri sendiri, dan mengakui “bahwa kejutan adalah pembelajaran”
(Vaill 1996, 61).
Nyaman dengan Ketidakjelasan: Penatalayanan transformasional menyadari
bahwa tujuan organisasi dan prioritas saling bertentangan biasanya memerlukan
tindakan hati-hati dalam menyeimbangkannya: kelangsungan dan perubahan;
efisiensi dan keadilan; dan lain-lainnya. Manajer publik, begitu juga mitra swasta
mereka, hidup dalam era “permanent white water12
,” dibombardir oleh tekanan
baik itu dari dalam organisasi maupun tanpa melibatkan organisasi (Vaill 1998).
Penatalayan transformasional menyadari bahwa “solusi” mereka ada di antara
banyak alternatif yang masuk akal dan harus terus evaluasi ulang dan disesuaikan
seiring dengan perubahan kondisi.
Integratif / Sistem Berpikir: Ucapan terima kasih yang besar berkat buku
terobosan karya Peter Senge yang berjudul Disiplin Kelima—The Fifth Discipline
(1990), sistem berpikir telah menjadi salah satu konsep yang paling penting dalam
bidang kepemimpinan. Tapi sistem pemikiran bukanlah konsep yang mudah untuk
dipahami atau diterapkan. Vaill mencatat bukti yang selalu menunjukkan tidak
adanya sistem pemikiran: kecenderungan kita untuk berpikir dalam warna hitam
11
body of knowledge: Induk ilmu, badan ilmu, atau kumpulan pengetahuan 12
permanent white water : metafora yang diperkenalkan oleh Peter Vaill untuk
perubahan, ketidakpastian, dan bergelombang yang menjadi ciri kehidupan organisasi saat ini.
19
putih; percaya pada hubungan sebab-akibat linier yang sederhana; mengabaikan
umpan balik; mengabaikan hubungan antara fenomena (gejala) dan
lingkungannya; dan mengabaikan bagaimana prasangka kita sendiri membingkai
wawasan kita (Vaill 1996). Vaill melihat gagasan pokok dari sistem berpikir
dalam menyeimbangkan dan saling mengaitkan tiga tingkatan gejala: pertama,
“keseluruhan”, atau gejala yang menarik perhatian itu sendiri; kedua, cara kerja
bagian dalam secara keseluruhan—gabungan dan interaksi dari unsur internal
terhadap keseluruhan produk; dan ketiga, dunia luar secara keseluruhan yang
menempatkan fenomena dalam situasi yang berkaitan dengan kejadiannya
(konteks)—semuanya bergerak secara dinamis dalam satu waktu (1996, 108-9).
Vaill berpendapat bahwa kunci pembelajaran untuk sistem berpikir—dan kami
(penulis) percaya hal itu bisa dipelajari—yaitu “memahami diri sendiri dalam
interaksinya dengan dunia sekitar” (110).
Sebuah contoh utama dari sistem pemikiran yang disampaikan oleh Steven
Kelman, mantan direktur Jawatan Kebijakan Pengadaan/pendapatan Pemerintah
pada Departemen Manajemen dan Anggaran (Office of Federal Procurement
Policy within the Office of Management and Budget). Dalam bukunya
Memperlancar Perubahan—Unleashing Change, Kelman menceritakan
pengalaman pribadinya dalam upaya memimpin reformasi pengadaan/pendapatan
selama awal Pemerintahan Clinton (2005). Meskipun Kelman melihat kebutuhan
akan reformasi, ia tidak mendorong agenda perubahan melalui penurunan pangkat
atau jabatan. Sebaliknya, ia mencari informasi, mencoba untuk memahami sistem
pengadaan secara keseluruhan dan banyak bagian-bagiannya yang membentuk
keseluruhan. Ia menemukan bahwa banyak petugas pengadaan di lini depan juga
menyerukan perubahan dalam sistem. Kelman mengacu kepada individu-individu
tersebut sebagai “pelopor perubahan,” yang memungkinkan pembaharuan dan
kreativitas mereka untuk memimpin. Kelman memanfaatkan kekuatan posisinya
untuk melancarkan upaya perubahan yang dirumuskan pada tingkat terendah.
Dalam hal ini, ia menjabat sebagai fasilitator dari upaya perubahan; dia menjabat
sebagai pemimpin yang mendorong perubahan sekaligus membantu mereka di
barisan depan perubahan untuk melihat keberhasilan inisiatif mereka.
Membangun Sifat/Karakteristik Kepemimpinan Transformasional
20
Pelayan transformasional adalah seorang pemimpin khusus, gabungan sifat-
sifat pribadi, pola pikir khusus, hubungan dengan orang lain, dan pendekatan
bersumber pada perubahan yang memungkinkan mereka untuk berhasil dalam
memenuhi kebutuhan perubahan manajer publik. Tabel 2 merangkum
atribut/karakteristik pokok yang kita bayangkan tentang penatalayan
transformasional dan dasar model ini dari literatur (tulisan-tulisan) yang ada.
————————————————Tabel di sini!———————————
Contoh dari sebuah organisasi yang mendukung penatalayanan
transformasional adalah di US Coast Guard, di mana para pemimpin menekankan
untuk mendorong kepemimpinan turun ke seluruh lingkungan organisasi, dan
mendorong pendekatan yang fleksibel dalam kerjasama dan pengambilan
keputusan. Menurut Donald Phillips dan Adm James M. Loy (USCG, ret) di buku
mereka Karakter dalam Aksi—Character in Action (2003), kepemimpinan di
Coast Guard menunjukkan sejumlah cita-cita yang sangat selaras dengan
penatalayanan transformasional: struktur keputusan-keputusan yang
terdesentralisasi, penekanan pada inisiatif individu disertai dengan dukungan
terhadap tim di atas kepentingan diri sendiri, mengembangkan hubungan
kepedulian dan persatuan yang kuat, komunikasi yang efektif, menciptakan
perubahan norma, memacu ketegasan, dan memberdayakan kaum muda.
Selain itu, lulusan dari Coast Guard Academy menerima ilmu dengan dosis
berat, mata pelajaran dilengkapi dengan beberapa program khusus di bidang
kepemimpinan—lebih dari biasanya yang terdapat di tingkat “manajemen”
profesional.
Sebuah Alat Penilaian Perubahan bagi Penatalayan Transformasional
Melalui penelitian kami tentang mekanika dan dinamika perubahan pada
individu dan organisasi, kami (penulis) menyadari bahwa penatalayanan
transformasional mencakup seperangkat kompetensi yang dapat dipahami sebagai
hal yang nyata, keterampilan yang mampu mengartikulasikan (menghubungkan)
dan kecakapan—sangat sesuai dalam mengelola risiko baik itu pemimpin publik
maupun swasta. Cepat memahami sumber dan sifat risiko operasional bagi para
pemimpin perubahan merupakan hal yang penting. Sementara konsep
“manajemen risiko” awalnya hanya berlaku untuk analis keuangan dan penyedia
21
layanan asuransi, analisis risiko dapat menyuntikkan dosis realitas dan antisipasi
dalam setiap proses perencanaan perubahan.
Penatalayan transformasional memiliki kelebihan strategis yang kritis.
Mereka memiliki kecakapan dalam menilai faktor yang merupakan prasyarat
untuk mengubah keberhasilan dan dalam menilai risiko dalam upaya perubahan
dengan pengertian di mana manajer atau pemimpin dapat membentuk proses
perubahan yang paling tepat.
Kami menawarkan alat konseptual untuk membantu para pemimpin publik
untuk menilai dan mengurangi risiko yang terkait dengan perubahan. Berikut ini
adalah fungsi dari tiga perangkat faktor: 1) Kompleksitas perubahan yang
dilakukan, 2) kekuatan persepsi pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap
saham mereka (potensi keuntungan atau kerugian mereka) terhadap hasil dari
perubahan, dan 3) Kemampuan perubahan pada organisasi. Menganalisis
keterkaitan di antara rangkaian faktor- faktor ini dapat membantu para pemimpin
untuk memahami tingkat risiko yang ikut terlibat dalam perubahan tertentu.
Kemudian mereka dapat menggunakan strategi yang tepat untuk memberdayakan
dan melibatkan para pemangku kepentingan internal maupun eksternal untuk
mengurangi risiko tersebut.
Melihat risiko perubahan sebagai fungsi dari kontribusi tiga rangkaian
faktor risiko yang menyederhanakan tanggung jawab seringkali memiliki
ketidakjelasan dalam melakukan perubahan dengan mengurangi biaya yang lebih
nyata—mengambil tindakan untuk mempengaruhi perubahan dengan
mengidentifikasi dan mengatasi adanya sumber risiko yang menghambat proses
perubahan. Dengan mengantisipasi dan secara strategis mengelola hubungan
antara kompleksitas, kepentingan dan kemampuan organisasi, penatalayan
transformasional dapat mengontrol tingkat risiko pada organisasi dan jaringannya.
Mengelola usaha perubahan tanpa sepengetahuan faktor risiko perubahan jauh
lebih tak terduga/tak bisa diperkirakan dan berpotensi kontraproduktif:
mendorong terlalu banyak perubahan, terlalu cepat, dapat berisiko bagi pemimpin
dan organisasi; terlalu lambat mendorong mungkin juga berbahaya—organisasi
bisa kehilangan kesempatan besar atau dipandang sebagai ketidakpatuhan dan
tidak efisien. Dalam setiap kasus, melakukan perubahan adalah “usaha yang
22
berisiko,” dan memahami betapa berisikonya usaha tersebut dapat memberikan
penatalayan transformasional sangat membutuhkan leverage.13
Penatalayan
transformasional memiliki kelebihan dalam memimpin perubahan karena sifat
dalam pribadi mereka, pola pikir operasionalnya, dan cara mereka berhubungan
dengan orang lain yang membantunya memfasilitasi perubahan.
Coast Guard Laksamana Patrick Stillman menyatakan tantangan:
Apa yang ingin kita capai adalah akal sehat yang realistis tentang
penyederhanaan perubahan sehingga para pemimpin dapat melakukan
pekerjaan mereka. Sama dengan jadwal biaya dan kinerja serta manajemen
proyek, manfaat manajemen risiko, baik dari perspektif internal maupun
eksternal, adalah untuk mengidentifikasi apa yang harus diketahui oleh
pemimpin. Mereka harus menyadari wilayah perubahan dan menemukan
metode untuk mengurangi kompleksitas perubahan. Ada kebutuhan untuk
mempertahankan tingkat fokus dalam mencapai hasil perubahan. Juga, kita
harus tegas mengukur output dan input untuk mencapai hasil yang
diinginkan dan menempatkan akuntabilitas di bagian teratas daftar prioritas,
atau perubahan akan gagal. Itulah tantangan dan peluang (2005).
Peran dan Tanggungjawab Penatalayan Transformasional
Meskipun para pemimpin publik terus-menerus berhadapan dengan
perubahan, tanggung jawab yang terkait dengan transformasi dan pengelolaan
membutuhkan artikulasi lebih lanjut. Tanpa pemahaman yang jelas tentang peran
transformasi dan pengelolaan, pemimpin dan manajer mungkin tidak memiliki
keterampilan yang diperlukan untuk memfasilitasi keberhasilan proses perubahan
dan menyebarkan/ menempatkan sumber daya yang diperlukan untuk
mempengaruhi keberhasilan transformasi.
Menjadi ahli teknis dan manajerial cenderung diperlukan tetapi tidaklah
cukup untuk memimpin transformasi organisasi yang efektif. Dalam lembaga
yang semata-mata hanya pada misi dan masa depan akan tergantung pada
perubahan yang signifikan (yang kita sampaikan adalah mayoritas), kegagalan
para pemimpin untuk mengenali dan memahami tanggung jawab transformasional
13
Leverage adalah kemampuan untuk menggunakan sesuatu yang kecil untuk
mengontrol sesuatu yang besar.
23
berarti bahwa—pada keadaan yang paling baik—kinerja peran ini akan menjadi
ad hoc (dibentuk dengan tujuan khusus), membuat keberhasilan organisasi tak
dapat diperkirakan. Contoh menarik dari kondisi ini terjadi pada lembaga-lembaga
yang mengalami kegagalan institusional, selanjutnya mencoba untuk menyusun
ulang kemampuan mereka, dan kemudian mengalami kejatuhan besar untuk kedua
kalinya yang menunjukkan perubahan sistem yang tidak memadai.
Dua contoh yang paling umum yang mengingatkan kembali pada sejarah
baru-baru ini: The Federal Emergency Management Agency (FEMA) sebagai
bagian dari Department of Homeland Security (DHS), dan the National
Aeronautics and Space Administration (NASA). Pada kasus yang dialami FEMA,
respon lembaga terhadap badai Andrew pada tahun 1992 yang dipandang oleh
banyak orang telah mengalami kegagalan jauh dari harapan. Badan reorganisasi
dan penataan ulang memberikan jaminan respon terhadap bencana yang lebih
efektif dilakukan pada pertengahan 1990-an. Pada tahun 2005, setelah satu dekade
perbaikan FEMA yang menjadi bahan pembicaraan publik, dan reorganisasi di
dalam lingkungan Department of Homeland Security yang baru, Badai Katrina
memaparkan fakta bahwa reformasi tidak cukup ditujukan pada kekurangan
manajemen dasar saja. Sementara Badai Katrina menyajikan sebuah bencana
dengan proporsi yang luar biasa dan banyak kondisi yang tak diantisipasi,
kebanyakan kegagalan yang dialami FEMA tidak berbeda dari kesalahan-
kesalahan yang diidentifikasi dalam tinjauan sebelumnya. Pada kasus NASA,
reformasi yang berfokus pada keamanan dari sebuah bencana pesawat ulang-alik
tidaklah cukup untuk menunjuk kondisi manajemen menjadi menyebabkan
bencana-bencana besar yang kedua. Pada FEMA maupun NASA, kemajuan teknis
khusus dan penataan ulang seperlunya dan mungkin secara tidak langsung
berhubungan dengan kegagalan berikutnya. Tampaknya tanpa diragukan lagi,
kondisi manajemen yang berlangsung lama di sepanjang peristiwa tersebut
merupakan faktor penting dalam kegagalan publik. Kenapa? di kedua organisasi
terdapat manajer dan pemimpin yang terampil secara khusus dan memiliki
komitmen, yang pegawai pelayan publiknya sangat ahli. Kami (penulis)
berpendapat, bahwa ketika kompleksitas perubahan, kepentingan, dan
kemampuan organisasi yang penting tidak dipahami, para pemimpin dan manajer
24
tidak mungkin akan bertindak dengan kesadaran terhadap apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya. Sebagian besar pemimpin dan manajer
publik mendapat sedikit atau tanpa pelatihan dan pengembangan secara progresif
terkait dengan tantangan untuk memimpin dan mengelola perubahan besar pada
organisasi. Ketika kita mempertimbangkan kelaziman transformasi organisasi,
konsekuensi (akibat) dari ketidaktahuan pemimpin transformasional telah
mengungkapkan bahwa menetapkan dan memahami peran dan tanggung jawab
penatalayan transformasional merupakan bagian tak terpisahkan dari struktur
kemampuan untuk perubahan organisasi.
Kompleksitas
Walaupun kompleksitas perubahan mungkin tampak seperti
diberikan/dibebankan—tak dapat dikendalikan dan tak dapat diubah oleh
kepemimpinan—dalam kenyataannya, penatalayan transformasional memiliki
beragam tanggung jawab yang dapat mempengaruhi bagaimana kompleksitas
(kerumitan) perubahan tersebut berinteraksi dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders) dan organisasi itu sendiri. Kemungkinan peran kepemimpinan yang
paling penting adalah pengembangan strategi, proses, kebijakan dan prosedur, dan
struktur untuk menangani kompleksitas. Sebagai contoh, seorang pemimpin harus
melakukan analisis kompleksitas perubahan yang ditawarkan atau transformasi
sebelum memulai perubahan itu sendiri.
Keberadaan dan pemanfaatan strategi formal yang bertujuan untuk
mengidentifikasi dan mengukur ruang lingkup serta besarnya perubahan yang
akan memberikan informasi kepada pemimpin untuk bergerak maju atau untuk
mengubah strategi perubahan dalam mengakomodasi tingkat kompleksitas
perubahan, dan jenis perubahan (contoh: perubahan sengaja vs. tidak disengaja).
Jika lingkup perubahan melebihi kemampuan organisasi saat ini untuk
menampungnya, pemimpin mungkin mempertimbangkan dengan menurunkan
skala lingkup atau mengembangkan proyek percontohan yang memungkinkan
organisasi untuk mendapatkan pengalaman dalam menangani perubahan.
Seorang penatalayan transformasional harus menyesuaikan proses,
kebijakan, dan prosedur organisasi dan struktur organisasi tergantung pada
kompleksitas perubahan. Hal ini mungkin melibatkan peran tim restrukturisasi,
25
tanggung jawab, dan hubungan pelaporan untuk mengakomodasi ruang lingkup
dan besarnya perubahan. Akhirnya, penatalayan transformasional harus menyadari
dampak perubahan terhadap budaya organisasi. Perubahan yang kompleks dapat
merenggangkan struktur budaya organisasi. Penatalayan transformasional harus
mengatasi atau mengurangi kesulitan perubahan budaya dalam kaitannya dengan
kompleksitas perubahan. Pendekatan Kelman yang menggunakan “perubahan
garda depan”, untuk merintis pembaharuan pada pengadaan adalah metode yang
efektif untuk memperoleh dukungan dari para aktor kunci yang membantu
memulai perubahan budaya (2005).
Persepsi Stakeholder (pemangku kepentingan)
Pengetahuan dan identifikasi terhadap orang-orang yang memiliki
kepentingan dalam peristiwa perubahan adalah tugas penting untuk penatalayan
transformasional. Pemimpin harus memahami kemungkinan adanya pengaruh dari
stakeholders (pemangku kepentingan) yang dapat dijalankan di dalam peristiwa
perubahan yang ditawarkan, kekuatan dan kemungkinannya bahwasanya
pengaruh-pengaruh tersebut akan berdampak pada perubahan. Belajar dari usaha-
usaha perubahan di masa lalu dan bagaimana mereka dipengaruhi oleh berbagai
macam stakeholders yang dapat memberikan informasi penting kepada pemimpin
perubahan. Untuk menyempurnakan keberhasilan perubahan, penatalayan
transformasional mungkin harus menyesuaikan strategi perubahan untuk
mengurangi persepsi negatif para stakeholders dan memperbesar pengaruh positif
mereka.
Penatalayan transformasional harus mengembangkan proses formal untuk
mengidentifikasi orang-orang yang memiliki kepentingan dalam perubahan dan
mengembangkan metode untuk mengukur keuntungan atau kerugian yang
dirasakan mereka karena perubahan—hal ini mirip dengan “analisis stakeholder,”
atau “analisis jaringan sosial.” identifikasi ini harus mencakup jenis dan tingkat
kepentingan dari berbagai kepentingan (misalnya, sumber daya.) bahwa para
stakeholder merasa dipengaruhi oleh perubahan. Yang terakhir, para pemimpin
harus mengembangkan proses untuk membantu pemangku kepentingan
memahami dan mempersiapkan diri terhadap kemungkinan adanya keuntungan
atau kerugian disebabkan oleh perubahan tersebut, memperbaiki setiap
26
kesalahpahaman persepsi dari stakeholders sehubungan dengan besarnya laba atau
rugi.
Tindakan proaktif dapat mengurangi resistensi (penolakan) terhadap
perubahan. Hal ini mungkin mengharuskan modifikasi struktur organisasi untuk
meningkatkan komunikasi bersama dan membantu melibatkan stakeholders
eksternal dan internal dalam proses perubahan. Penatalayan transformasional
harus menyadari sejauh mana budaya organisasi mendukung dan mendorong
identifikasi dan keterlibatan stakeholders internal dan eksternal dalam proses
perubahan. Pemimpin juga harus mengatasi atau mengurangi masalah yang timbul
dari budaya yang tidak mendukung atau mendorong keterlibatan stakeholder
dalam proses perubahan.
Kemampuan Keorganisasian
Secara umum, organisasi semakin “berpusat pada perubahan”, semakin
besar kemampuan organisasi untuk menangani upaya perubahan dan transformasi
yang paling utama. Seperti kompleksitas perubahan dan stakeholders, salah satu
peran penatalayan transformasional (dalam jangka pendek) adalah mendiagnosis
kekuatan dan kelemahan organisasi dan mengembangkan strategi untuk mengatasi
kelemahan. Dalam jangka panjang, penatalayan transformasional harus berusaha
untuk meningkatkan kemampuan perubahan organisasi.
Kapasitas organisasi untuk menghadapi perubahan memiliki keterbatasan.
Namun, pemimpin transformasional dapat meningkatkan kapasitas melalui
penggunaan sumber daya organisasi secara efektif—waktu, uang, modal manusia,
dan infrastruktur. Ini hanya akan terjadi jika organisasi telah memiliki struktur di
tempat yang baik, proses, kebijakan, dan prosedur yang mendukung pemanfaatan
sumber daya yang efektif dan efisien. Jika tidak pada tempatnya, seorang
penatalayan transformasional harus membangun kapasitas dalam jangka panjang,
termasuk mempromosikan budaya organisasi dalam menggunakan sumber daya
dengan cara yang inovatif, fleksibel dan efisien. Dalam jangka pendek, pemimpin
harus fokus pada bidang-bidang yang terpenting untuk melaksanakan
perubahan—menangani bidang-bidang yang mungkin menghambat upaya
perubahan. Sebagai contoh, jika fleksibilitas anggaran sangat penting demi
keberhasilan perubahan, perlu menjadi prioritas pemimpin. Selanjutnya,
27
penatalayan transformasional barangkali ingin mengubah peran stakeholders dan
tanggung jawab serta hubungan pelaporan untuk memaksimalkan penggunaan
sumber daya yang efisien. Hal ini termasuk mengembangkan kemitraan internal
dan eksternal dalam proses perubahan.
Komunikasi Internal dan eksternal serta Kerjasama
Kami yakin bahwa komunikasi yang efektif dan kerja sama dengan
stakeholders internal dan eksternal sangat penting demi kesuksesan perubahan
organisasi. Hal ini termasuk keterlibatan mereka dalam perencanaan strategis di
dalam perubahan tersebut, melembagakan proses rutin dan prosedur yang
mendukung komunikasi dua arah di antara semua stakeholders dan manajemen
senior, dan proses untuk mengukur persepsi stakeholders terhadap sistem
komunikasi dan kerjasama yang ada. Pelayan transformasional harus
menghancurkan hambatan struktural komunikasi demi pembuktian keabsahan dan
kerjasama, dan berusaha untuk mendorong persepsi di antara semua stakeholders
bahwa ide-ide mereka (stakeholders) akan didengar dan diperhatikan secara
serius, dan bahwa keterlibatan mereka sangat penting untuk upaya perubahan.
Proses dan prosedurnya mungkin melibatkan komite penasihat, keanggotaan pada
tim perubahan, town hall type meetings 14
, dan juga kotak saran (yang diakui dan
ditanggapi).
Penerapan
Strategi dan kebijakan yang baik tidak akan menjamin kesuksesan
sendirian. Pelayan transformasional harus belajar dari masa lalu, menyadari
penyebab keberhasilan pelaksanaan dan kegagalan. Beberapa strategi
implementasi yang umum termasuk: membentuk tim perubahan yang ditunjuk,
perubahan rotasi staf yang masuk dan yang keluar dari dalam tim, mendukung
proses yang memastikan komunikasi transparan dua arah dan akurat di antara tim
perubahan dan pemimpin di luar tim, dan memastikan bahwa personil Sumber
Daya Manusia memiliki kewenangan untuk secara efektif mengelola tim
14
Town Hall Type Meetings adalah pertemuan publik tidak resmi yang memberi
kesempatan kepada anggota masyarakat untuk bersama-sama membahas masalah-masalah
yang muncul dan untuk menyuarakan keprihatinan dan pilihan untuk komunitas mereka.
Diadopsi dari gaya pertemuan tradisional kota yang digunakan pemerintah di New England,
Amerika Serikat.
28
perubahan. Transformasi, bagaimanapun, tidak dapat dicapai oleh tim perubahan
sendirian. Kunci untuk implementasi adalah sejauh mana penatalayan
transformasional dapat mengembangkan kerjasama yang efektif dengan para
stakeholder di dalam dan di luar organisasi - menciptakan kemitraan sejati bagi
perubahan.
Barangkali peran paling penting dari seorang penatalayan transformasional
adalah membantu menciptakan budaya organisasi yang mendukung perubahan.
Hal ini termasuk menciptakan keterbukaan terhadap gagasan baru, menciptakan
mekanisme komunikasi dua arah yang sah, cepat menangani persepsi yang salah
dan rumor, dan, secara umum, menciptakan “organisasi pembelajaran” (Senge
1990) yang mendorong sistem berpikir, refleksi diri, dan ulasan secara periodik
tentang apa yang bisa berfungsi dan apa yang bisa ditingkatkan.
Komposisi Umum
Penatalayan transformasional membutuhkan tiga bahan komposisi yang
umum dalam rangka menuju kesuksesan. Para pemimpin yang efektif
memerlukan informasi yang memadai dalam memahami dan menetapkan
perubahan, maksud yang jelas dan konsisten yang memberi tujuan untuk
mengubah, dan memungkinkan kerelaan dan komitmen, dan pengaruh yang
diperlukan untuk mencapai perubahan atau transformasi. Jika salah satu bagian
komposisi penting hilang, maka penatalayan transformasional barangkali tidak
dapat memenuhi tanggung jawab sepenuhnya. Kombinasi dari ketiga bahan
komposisi dapat memastikan penatalayan transformasional berhasil dalam
memanfaatkan kemampuan organisasi untuk memfasilitasi perubahan yang
efektif.
Berbagai Bentuk Peran Penatalayan Transformasional: Politikus, Pegawai
Berkarir, Supervisor
Unsur-unsur umum dan tanggung jawab penatalayanan transformasional
yang sukses tersebut di atas menetapkan sebuah dasar atau landasan pertimbangan
peran khusus para pemimpin di sektor publik yang memberikan pedoman bagi
perubahan dalam pemerintahan. Unsur-unsur tersebut mencakup tiga peran dasar:
1) ditunjuk secara politis untuk melayani dengan perannya sebagai kepemimpinan
eksekutif, 2) Karir pegawai negeri sipil yang berperan sebagai kepemimpinan
29
eksekutif, 3) Supervisor tingkat pertama dan manajer menengah yang mengemban
tanggung jawab dalam penerapan perubahan. Meskipun selalu ada beragam
peranan dan pengaruh dalam upaya berbagai perubahan, kami akan berfokus pada
tanggung jawab yang jelas dari peranan tersebut. Sebuah titik pangkal yang
penting untuk memahami perbedaan-perbedaan ini adalah pertimbangan dimana
pengaruh yang paling besar dan yang paling berguna dari masing-masing peran.
Setelah ini didefinisikan, ada peluang yang lebih jelas membingkai peran khusus
bahwa setiap pelayan transformasional memainkan perannya.
Ditunjuk secara Politis
Bagi pejabat politik, pengaruh utama mereka adalah pada kepemimpinan
politik yang lebih tinggi dan yang secara lahiriah dengan kelompok-kelompok
eksternal dan organisasi- organisasi yang terlibat dalam proses perubahan. Karena
hubungan eksternal dan harapan yang melekat dalam peran kepemimpinan politik,
penatalayan transformasional ini umumnya paling bernilai dalam kemampuan
mereka untuk memahami dan mempengaruhi stakeholders eksternal dalam cabang
eksekutif, serta kepentingan di luar kelompok dan kepentingan anggota legislatif.
Peran inti transformasional dari pemimpin politik adalah sebagai “Penasihat
hukum”. Pada kapasitas ini, pemimpin politik perlu membangun situasi yang
terintegrasi dan menarik bagi perubahan yang memadukan prioritas kebijakan dan
pengelolaan organisasi. Kemungkinan besar mereka juga memiliki pengetahuan
tentang kapasitas operasional lembaga mereka, keterbatasan, kekuatan dan
hambatan. Hubungan ini bergantung langsung pada hubungan antara pemimpin
politik dan karir kepemimpinan di tingkat berikutnya pada lembaga tersebut.
Salah satu resiko yang paling sering terjadi dari perubahan yang dikendalikan
secara politis adalah bahwa tidak ada pemahaman nyata mengenai apakah institusi
berjalan baik dan apakah yang sebenarnya menjadi prioritas dalam rangka
meningkatkan kinerja. Ketika hal ini digabungkan dengan pergantian pemimpin
politik yang cepat, wilayah perubahan yang cepat bisa menjadi gabungan dari
beberapa bagian yang terpecah-pecah, inisiatif yang terputus dan kacau, proses
lumpuh total.
30
Karir Eksekutif
Tipe utama yang kedua penatalayan transformasional adalah karir
eksekutif, yang sangat penting untuk keberhasilan dan keabsahan upaya
perubahan. Sementara penatalayan transformasional secara politik adalah
“Penasihat Hukum,” pemimpin berkarir harus kedua-duanya baik itu “Penasihat
Hukum” Maupun “Arsitek--Perancang”. Dalam kapasitas ini, pemimpin karir
adalah aktor kunci, yang bertanggung jawab untuk menilai dan mempersatukan
kapasitas transformasional organisasi dan menerjemahkannya dari bawah ke atas
untuk menyediakan prioritas yang jelas dan harapan transformasional yang
realistis. Bagi para pemimpin karir yang terlibat di luar lingkaran dan tidak
dikenakan tanggung jawab yang secara khusus bertindak sebagai arsitek
transformasional, peran karir mereka adalah “memiliki” agenda transformasional
sebagai proses atau sponsor fungsional. Kunci pengelolaan transformasional
manajer karir adalah mendorong tanggung jawab transformasi ke lingkup yang
luas. Sebagai contoh, di bidang transformasi e-government15
, karir eksekutif
penatalayan proses perubahan sebagai “pemilik” primer proses bisnis atau fungsi
organisasi, “merancang” bentuk dan sifat dari perubahan. Pemimpin karir harus
memenuhi tanggung jawab transformasional untuk mengantisipasi dan mengatasi
dampak perubahan, sekaligus bekerja untuk mengartikulasikan (menghubungkan)
dan menyelesaikan masalah dan menghilangkan hambatan transformasional
(perubahan). Peran ini menempatkan pemimpin karir dalam kapasitas ganda baik
itu sebagai arsitek maupun broker (perantara), karena ia adalah penatalayan ke
berbagai kepentingan yang diwakili oleh tim, unit, fungsi dan kepemimpinan
politik yang lebih tinggi. Selama penerapan, fokus pemimpin karir bergerak ke
arah pembentukan yang terpadu, kemampuan berkelanjutan yang dihasilkan dari
upaya perubahan. Karena kedudukan pemimpin karir bersama organisasi adalah
menstabilkan pengaruh melalui perputaran kepemimpinan politik, peran
kepengurusannya sangat penting dan merupakan perlindungan dari kepentingan
15
e-government adalah kependekan Electronic Government, juga dikenal sebagai e-gov,
pemerintahan internet, pemerintahan digital, online pemerintahan atau koneksi pemerintahan
terdiri dari interaksi digital antara warga dan pemerintah mereka, antara pemerintah dan
lembaga pemerintah, antara pemerintah dan masyarakat, antara pemerintah dan karyawan, dan
antara pemerintah dan bisnis / perdagangan. menggunakan internet dan worl-wide-web (www.;
jaringan seluruh dunia) untuk memberikan informasi dan layanan pemerintah kepada warga.
31
organisasi transformational jangka panjang. Namun peran penatalayanan
seharusnya tidak mengambil kursi bagian belakang kebutuhan terhadap karir
eksekutif dan harus mendukung transformasi sepenuhnya; jika tidak, upaya
perubahan cenderung bermasalah.
Manager/Supervisor Tingkat Menengah
Penatalayan transformasional yang ketiga dan terakhir yang telah kita
identifikasi yaitu supervisor tingkat pertama dan manajer tingkat menengah.
Terdapat sekitar 125.000 pengawas tingkat pertama dalam pemerintahan federal
sendiri (dan mungkin di lain tempat sekitar setengah juta di tingkat negara bagian
dan lokal), dan mereka adalah tautan paling penting yang menghubungkan
gagasan transformasi yang lebih besar dalam sebuah organisasi dengan struktur
dan proses yang ada dalam organisasi (NAPA, 2003). Penatalayan
transformasional tersebut sebagian besar cenderung memiliki keterampilan
teknis—kecuali mereka pernah terlibat dalam program pengembangan
kepemimpinan yang secara khusus membahas perubahan dan transformasi.
Kesuksesan supervisor tingkat pertama dalam mengembangkan dan menerapkan
kesadaran dan keterampilan transformasional, secara eksklusif bukan hanya
mengandalkan pengetahuan teknis semata-mata untuk mencapai tujuan
transformasi.
Tidak seperti penatalayan transformasional yang lebih senior, supervisor
tingkat pertama memainkan peran yang jauh lebih taktis dalam proses
transformasi. Harus dicatat, meskipun, tanggung jawab taktis ini mensyaratkan
supervisor untuk memahami dan menghubungkan aspek transformasi yang lebih
strategis. Para pemimpin dan manajer adalah penghubung tindakan transformasi
antara orang-orang dan proses organisasi, rencana menyeluruh serta visi yang
dikelola terutama oleh para pemimpin karir. Dengan cara ini, pengaruh yang
utama supervisor tingkat pertama dan manajer adalah antar-pribadi—seluruh
keberhasilan atau kegagalan transformasi dimulai dan diakhiri dengan orang-
orang dalam organisasi.
Peran supervisor tingkat pertama melibatkan komunikasi bilateral (kedua
belah pihak)—menyampaikan informasi kepada karyawan untuk memperjelas dan
memperkuat hakikat dan tujuan perubahan, sambil bertanya, mendengarkan, dan
32
mengembalikan informasi ke pemimpin yang lebih tinggi perihal kapasitas
organisasi untuk perubahan di tingkat pelaksanaan pekerjaan. Interaksi
Interpersonal jelas penting untuk memperkuat link atau tautan ini.
Saat bekerja dengan tim, pengawasan oleh penatalayan (pemimpin)
transformasional adalah titik-sentuh utama adalah sumber penolakan dan
kecemasan terkait dengan upaya perubahan. Di sini, keseimbangan dinamis
“perubahan” dan “pengelolaan” sangat penting, karena penting bagi transformasi
untuk bergerak maju dalam pelaksanaan, tetapi sama pentingnya bahwa
kepemilikan proses tersebut adalah kolektif. Agar hal ini terlaksana, supervisor
bertindak sebagai “tempat curhat” untuk melepaskan tekanan penolakan,
menjaring wawasan berharga tentang apa yang berhasil dan apa yang tidak, dan
bahwa kebutuhan karyawan adalah hal yang paling penting, dan kemudian
mentransfer energi itu menjadi umpan balik (jawaban) dan dialog yang berguna
tentang proses perubahan. Keseimbangan dalam kegiatan ini adalah untuk
memungkinkan dialog terbuka, namun tetap membangun. Untuk penatalayan
tingkat pengawasan dapat melakukannya dengan kesadaran dan hati-hati, maka
proses transformasi dapat ditempuh dan dikelola secara efektif. Namun, perlu
dicatat bahwa keseimbangan ini melibatkan kesadaran serius pada saat risiko
kemarahan kehilangan kendali dan / atau muncul sikap sinis yang sia-sia. Sebagai
salah satu contoh, para pemimpin militer junior sering diajarkan bahwa alat yang
penting untuk mencapai hal ini adalah seperti “tetap konstruktif dan hadapi
sekarang juga” bagi pemimpin untuk secara tegas berkomunikasi dengan anggota
tim bahwa mereka memikul tanggung jawab utama untuk bertindak dalam
menyelesaikan masalah atau menegakkan keputusan akhir. Bahkan jika dalam
praktek hal ini tidak selalu bisa dilaksanakan sepenuhnya, etika keterlibatan
langsung dan tanggung jawab memungkinkan penatalayan transformasional pada
tingkat ini untuk mencegah terjadinya “infeksi” kritik yang tidak pada tempatnya
dan ketidakberdayaan menguasai dan berkembang dalam tim.
Singkatnya, transformasi yang efektif memerlukan kolektif (kebersamaan),
tindakan saling melengkapi dari penatalayan transformasional di semua tingkatan
dalam organisasi. Dengan menguraikan tanggung jawab utama kepengurusan/
penatalayan transformasional bagi politikus, karir, dan peran pengawasan, kami
33
telah menyajikan dasar untuk memberikan bahan pertimbangan karakteristik dan
pelaksanaan demi kebutuhan akan keberhasilan perubahan. Mendefinisikan aspek-
aspek tersebut adalah langkah penting yang pertama untuk mengembangkan
kemampuan organisasi lebih baik untuk perubahan.
Kesimpulan: Kepemimpinan Publik sebagai Penatalayanan
Transformasional
Organisasi di Abad 21, swasta, masyarakat dan non-profit (nirlaba),
menurut Block (1993), menghadapi tiga tantangan utama: Tantangan untuk
melakukan lebih banyak dengan lebih sedikit kontrol.
• Tanggungjawab dan menemukan cara-cara inovatif untuk mengatasi tuntutan
layanan;
• Tantangan terhadap kualitas—menyediakan tingkat pelayanan yang lebih
tinggi kepada konsumen, klien, dan / atau warga negara; dan
• Tantangan terhadap adaptasi—kebutuhan untuk merespon perubahan tuntutan
dan kekuatan-kekuatan luar. sejak abad ke-21 berlangsung, kami akan
menambahkan ke dalam daftar Block sebagai berikut:
• Tantangan terhadap globalisasi—kebutuhan untuk menguji organisasi dalam
konteks global dan menganalisis kemungkinan peluang dan ancaman.
• Tantangan terhadap hubungan horisontal—Pada saat akuntabilitas demokratis
terus menerus menuntut pelaporan secara vertikal dan pemantauan kinerja,
semakin besar, lembaga publik yang terlibat dalam berbagai macam
hubungan horizontal yang akan mengubah cara lembaga melakukan bisnis
dari instansi ke instansi; agen federal dengan lembaga negara (atau daerah);
lembaga dengan organisasi nirlaba; lembaga dengan organisasi laba.
34
Glosarium
Balanced scorecard : adalah perencanaan dan manajemen sistem strategis yang
digunakan secara luas dalam bisnis dan industri, pemerintah, dan
organisasi nirlaba di seluruh dunia untuk menyelaraskan kegiatan usaha
dengan visi dan strategi organisasi, meningkatkan komunikasi internal
dan eksternal, dan memantau kinerja organisasi terhadap strategis tujuan
Body of knowledge : Induk ilmu, badan ilmu, atau kumpulan pengetahuan
Checks and balance : sistem pengawasan dan keseimbangan
Co-leaders : kepemimpinan bersama adalah kepemimpinan yang secara luas
dibagikan, sehingga orang-orang dalam tim dan organisasi saling
memimpin satu sama lain.
e-government adalah kependekan Electronic Government, juga dikenal sebagai
e-gov, pemerintahan internet, pemerintahan digital, online pemerintahan
atau koneksi pemerintahan terdiri dari interaksi digital antara warga dan
pemerintah mereka, antara pemerintah dan lembaga pemerintah, antara
pemerintah dan masyarakat, antara pemerintah dan karyawan, dan antara
pemerintah dan bisnis / perdagangan. menggunakan internet dan worl-
wide-web (www.; jaringan seluruh dunia) untuk memberikan informasi
dan layanan pemerintah kepada warga.
Wild-eyed Entrepreneur : wirausahawan yang mendukung ide-ide radikal,
ekstrim atau visioner.
Entrepreneurial : bersifat sebagai seseorang yang menyelenggarakan, beroperasi,
dan menanggung risiko untuk usaha bisnis. Memiliki sifat
Kewirausahaan. Dalam hal ini entrepreneurial tidak diterjemahkan
secara langsung demi efektifitas .
Inner-personal : Kepribadian yang muncul dari dalam batin, nurani
Leverage adalah kemampuan untuk menggunakan sesuatu yang kecil untuk
mengontrol sesuatu yang besar.
Paradoks : pernyataan yg seolah-olah bertentangan (berlawanan) dng pendapat
umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran;
bersifat paradoks
Permanent white water : metafora yang diperkenalkan oleh Peter Vaill untuk
perubahan, ketidakpastian, dan bergelombang yang menjadi ciri
kehidupan organisasi saat ini.
Stakeholder : Pihak yang berkepentingan.
35
Red tape : adalah istilah untuk pengaturan yang terlalu banyak sehingga proses
pengambilan keputusan terlalu lama
Stewardship : memimpin, mengawasi, dan mengelola sesuatu terutama tanggung
jawab manajemen dan bertanggung jawab terhadap sesuatu yang
dipercayakan pada seseorang (istilah ini kadang-kadang dipakai sesuai
aslinya dan kadang diterjemahkan dengan “ketatalayanan” atau
kepemimpinan yang melayani). Steward adalah pelayan atau penatalayan
yang dalam konteks tulisan di atas bisa diartikan pemimpin yang
melayani, akan diterjemahkan singkat sebagai penatalayan bukan
“pemimpin” untuk mencegah kerancuan dengan tipe-tipe pemimpin
yang lain. Transformational Stewardship: Kepemimpinan yang
melayani yang bersifat melakukan perubahan
Town Hall Type Meetings adalah pertemuan publik tidak resmi yang memberi
kesempatan kepada anggota masyarakat untuk bersama-sama membahas
masalah-masalah yang muncul dan untuk menyuarakan keprihatinan dan
pilihan untuk komunitas mereka. Diadopsi dari gaya pertemuan
tradisional kota yang digunakan pemerintah di New England, Amerika
Serikat.
Transformational Stewardship: yang berkaitan dengan situasi atau tindakan
untuk merubah sesuatu. (Istilah ini akan tetap dan tidak diterjemahkan
dengan “merubah”).