Download this - Jurnal | ISI Surakarta
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of Download this - Jurnal | ISI Surakarta
70
“WIRASMARA”
DALAM FORMAT SAJIAN TEATER TRADISI KARYA BARU
LANGEN CATUR SWARA
Achmad Dipoyono
Program Studi Seni Teater, Fak Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta
Jln Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126
Kaplingan Rt. 04/Rw. 20, Jebres, Surakarta, KP 57126
Email: [email protected]
ABSTRAK
Masyarakat selalu memiliki cita rasa dalam menikmati suatu sajian pertunjukan seni.
Begitu pula dalam menikmati sajian pertunjukan karya baru. Dalam menghadapi perubahan
masyarakat memang diperlukan upaya-upaya kultural, karena kemungkinan besar akan
diketemukan bentuk-bentuk kebudayaan baru, yang memberi makna bagi kehidupan
masyarakat. Sartono Kartodirdjo (1997: 4-6). Terinspirasi dari bentuk tari Srimpi tersebut yang
didalamnya ternyata sangat kompleks, dari multi casting sampai para penari juga bisa bermain
simbol ini menginspirasi pengkarya untuk membuat format bentuk teater tradisi. Langen Catur
Swara merupakan sajian teater tradisi karya baru yang dibalut dengan gerak dan vokal. Dengan
metode kualitatif berdasarkan ranah etnografinya maka karya ini dibuat dengan tujuan
memberikan warna baru dengan sajian minimalis cukup 4 orang saja. Selain lebih hemat dana
produksi, karya ini juga memberikan keleluasaan para tokoh untuk multi casting dan multi
tafsir.
Kata Kunci: Seni tradisi; tar;, vokal.
ABSTRACT
People always have a taste in enjoying a presentation of performing arts. Likewise in
enjoying the presentation of new works. In dealing with societal changes, cultural efforts are
indeed needed, because it is likely that new forms of culture will be found, which give meaning
to people's lives. Sartono Kartodirdjo (1997: 4-6). Inspired by the Srimpi dance form, which
turns out to be very complex, from multi-casting to the dancers being able to play with symbols,
this inspires the artist to create a traditional theatre format. Langen Catur Swara is a traditional
theatrical presentation of a new work wrapped in motion and vocals. With a qualitative method
based on the ethnographic realm, this work was created with the aim of giving a new color with
a minimalist presentation, only 4 people are enough. In addition to saving production funds,
this work also gives the characters the flexibility to multi-cast and multi-interpret.
Keywords: Traditional arts, dance, vocals.
I. PENGANTAR
Kesenian tradisional pada umumnya
memiliki ciri khas yang selalu
dipertahankan sebagai bentuk konvensional
yang mentradisi dan dipertahankan oleh
pelaku kebudayaan yang bersangkutan.
Achmad Kasim (1981: 112-113) pernah
membedakan kesenian tradisional dengan
kesenian modern. Menurutnya kesenian
tradisional merupakan bentuk kesenian
yang bersumber dan berakar serta telah
dirasakan seperti milik sendiri oleh
masyarakat lingkungannya. Pengolahannya
71
didasarkan atas cita rasa masyarakat
pendukungnya. Cita rasa mempunyai
pengertian yang luas, termasuk nilai
kehidupan tradisi, pandangan hidup,
pendekatan falsafah, rasa etis dan estetis,
serta ungkapan budaya lingkungan.
Teater tradisional adalah seni
pertunjukan yang berasal dari suatu daerah.
Teater tradisional erat kaitannya dengan
istiadat setempat serta kehidupan sosial
masyarakat. Sejalan dengan pemikiran di
atas, bahwa seni teater dituntut
berkembangsesuai jamannya. Akhir abad
ke XIX muncul aliran realisme di dunia
seni, aliran ini muncul karena
ketidakpuasan terhadap aliran romantik
yang dianggap sebagaiutopia belaka
(Sumardjo, 1986:79). Dalam dunia teater,
muncul Henrik Ibsen sebagai salah satu
tokoh kunci dan dianggap sebagai tonggak
munculnya teater modern di dunia Barat.
Meski merajai perkembangan teater sampai
abad XIX usai, namun aliran ini tidak
sepenuhnya diterima di abad XX. Hal ini
ditandai bermunculnya aliran selain
realisme pada awal abad XX, yaitu aliran
simbolisme, ekspresionisme dan kemudian
teater epik (Sumardjo, 1986: 82). Teater
jenis ini dikenal juga dengan sebutan teater
daerah karena berakar dan dirasakan
sebagai milik sendiri oleh setiap
masyarakat yang hidup di suatu
lingkungan, seperti mitos atau legenda.
Salah satunya ialah Langendriyan, seni
drama tari khas Jawa yang menggabungkan
seni tari, drama, musik, narasi, gerak dan
ekspresi.
Langendriyan berasal dari kata langen
yang artinya hiburan, dan driya artinya hati.
Tari Langendriyan dalam pementasannya
tidak dilakukan dalam posisi berdiri utuh,
tetapi juga dengan berjongkok atau
setengah jongkok, dan sesekali bertumpu
pada lutut. Gerakan tari yang lembut tetapi
atraktif membuat Langendriyan tak mudah
dilakukan. Gerakan gemulai bisa berganti
menjadi atraktif dengan cepat, sementara
alunan tembang terus mengalir dari mulut
para penari saat mereka bergerak. Tembang
yang dilantunkan berupa macapatan
sebagai pengganti dialog antar tokoh dan
sumber cerita diambil dari Babad Majapahit
episode Damarwulan melawan
Minakjinggo. Tembang adalah rangkaian
kata-kata dan kalimat yang dilagukan
dengan suara manusia yang menggunakan
laras slendro dan pelog seperti halnya laras
gamelan Jawa (Darsono, 21: 22).
Dalam penyajian langendriyan, para
penari juga harus menyajikan tembang.
Oleh karena itu selain melatih geraknya,
para pemain langendriyan juga harus
belajar olah vokal. Pengaturan nafas saat
menyajikan tembang juga penyesuaian
irama dengan gerak menjadi titik berat yang
harus dikuasai oleh aktor tradisi.
Fenomenanya sekarang, banyak aktor
tradisi khususnya penari sangat stereotip.
72
Kurangnya berbaur untuk melihat lintas
disiplin ilmu yang sebenarnya sangat erat
dengan kehidupan kesenian mereka
menjadikannya tidak siap menghadapi
perkembangan kesenian yang sebagian
besar sekarang diformat secara minimalis.
Melihat fenomena pertunjukan
Langendriyan dengan format serta jumlah
personil yang besar memberikan ide bagi
pengkarya untuk membuat format
pertunjukan teater dengan jumlah personil
lebih kecil. Langen Catur Swara dibuat
pengkarya dengan mengadopsi dari format
tari Srimpi. Jumlah penari Srimpi pada
umumnya hanya 4 orang. Dari bentuk tari
Srimpi tersebut yang didalamnya ternyata
sangat kompleks, dari multi casting sampai
para penari juga bisa bermain simbol ini
menginspirasi pengkarya untuk membuat
format tari baru. Langen berarti hiburan,
Catur berarti empat dan Swara berarti
suara. Jadi, karya ini akan selalu disajikan
oleh 4 penari yang menyuguhkan cerita
tertentu membawakannya dengan
tembang-tembang macapat. Menurut Grice
(1975) didalam artikelnya yang berjudul
“Logic and Conversation” mengemukakan
bahwa sebuah tuturan dapat
mengimplikasikan proposisi yang bukan
merupakan bagian dari tuturan tersebut
(Grice dalam Geoffrey Leech, 1993:40).
Dengan demikian dalam satu adegan terjadi
dialog (penutur) dengan penari tokoh lain
(petutur), sedangkan dialog yang berupa
tembang Jawa atau yang disampaikan
(tuturan), selalu disesuaikan dengan
karakter tertentu. Begitu pula pada adegan-
adegan berikutnya merupakan tindak tutur
sampai pada penyelesaian permasalahan.
Kali ini pengkarya akan menyajikan
Langen Catur Swara dengan judul
“Wirasmara” yang diambil dari potongan
cerita di Kerajaan Demak Bintoro.
Tujuan dari pentingnya karya ini
dibuat bisa dilihat dari keunggulannya,
yaitu:
(a)Fleksibel bisa dilakukan oleh segala
umur.
(b)Sarana belajar gerak dan vokal untuk
para tokoh yg berperan.
(c)Minimalis, hemat dana produksi.
(d)Menambah jumlah bentuk drama dalam
format tradisi dari yang sudah ada.
II. PENDEKATAN
Beberapa tarian yang sering ditemui
saat warga ada yang melaksanakan hajatan
dapat dikategorikan sebagai berikut: (1)
Tarian pembuka biasanya gambyong,
srimpi, bedhaya. (2) tari pethilan
didalamnya ada beberapa jenis yaitu
73
pasihan, gagahan1, gecul2,dan fraghmen.
Dalam hajatan jumlah penari rata-rata 8
orang bahkan bisa lebih. Itupun dalam
perkembangannya sekarang sudah mulai
terkikis. Salah satu penyebabnya yaitu
terlalu banyaknya personil yang akhirnya
membuat si punya hajat harus menyiapkan
budged lebih. Melihat hal tersebut
pengkarya berfikir bagaimana membuat
perubahan untuk tetap bisa menyajikan
tarian dalam sajian hajatan akan tetapi
dengan format yang minimalis tetapi
kompleks baik efektif dalam pekerjaan
(sajiannya) maupun efisien waktu dan
budgednya. Efektifitas menetapkan
kriteria- kriteria tujuan yang hendak dicapai
dalam setiap tingkatannya. Efisiensi
memilih untuk menggunakan sumber daya
seminimal mungkin untuk mendapatkan
hasil seoptimal mungkin atau setidaknya
sumber daya yang dipergunakan seimbang
dengan hasil yang dicapai (Taufik Hidayat,
2021). Konsep minimalis inilah yang
menghantui pengkarya untuk menciptakan
hal yang baru, menantang jaman dengan
harapan menginspirasi para aktor tradisi.
Berangkat dari konsep minimalis inilah
pengkarya merasa tertandang untuk
membuat karya baru yang simpel, efektif,
efisien dan tentunya tidak meninggalkan
1 Tari keprajuritan, baik latihan maupun perang
satria dengan musuhnya. 2 Tarian yang berbau humor, lucu dan segar. 3 Akapella adalah seni musik yang dilakukan
secara berkelompok dimana seni ini tidak
unsur-unsur tradisi. Langen Catur Swara
merupakan sajian 4 orang aktor yang
terinspirasi dari srimpi dengan menyajikan
tembang-tembang yang terilhami dari
bentuk vokal acapella3. Kemampuan untuk
bereksperimen atau bermain dengan
konsep-konsep, merupakan kemampuan
untuk membentuk kombinasi dari hal-hal
yang sudah ada sebelumnya. Pada
lingkungan masyarakat, kebudayaan-
kebudayaan yang berkembang dalam
masyarakat juga turut mempengaruhi
kreativitas individu.
Hobsbawm dalam ‘Inventing
Traditions’ (1985: 2–14) menegaskan
bahwa dalam perkembangannya tradisi
harus selalu diperbarui agar tetap diminati
oleh masyarakat pendukungnya. Upaya
pembaruan tradisi berkaitan dengan rambu
rambu atau hukum dan nilai dalam norma
yang berlaku di masyarakat dan seberapa
jauh hubungan tradisi lama dengan yang
baru.
Peningkatan kualitas kekaryaan
harus melalui pendekatan baik melakukan
studi pustaka melalui berbagai sumber
kepustakaan baik berupa data referensi
tulisan, audio-visual, wawancara, maupun
melakukan pengamatan secara langsung
menggunakan alat musik dan hanya
menggunakan teknik bernyanyi dimana suara-
suara seperti drum, bass, perkusi, dsb dihasilkan
dari mulut sehingga menghasilkan alunan melodi
yang indah.
74
yang berkaitan dengan materi tari yang
telah dipilih.
“Tari Tradisi Kraton Surakarta” laporan
penelitian Nanuk Rahayu. Buku ini
membahas tentang tari-tari tradisi yang
berkembang di dalam lingkungan Keraton
Surakarta khususnya tari Srimpi. Dari buku
ini penulis mendapatkan informasi tentang
Tari Srimpi.
Laporan penelitian kelompok Sri
Rochana Widyastutiningrum dengan judul
“Langendriyan Mangkunegaran
Pembentukan Dan Perkembangan Bentuk
Penyajiannya” tahun 1994. Dalam laporan
penelitian ini menjelaskan tentang
pembentukan dan perkembangan bentuk
penyajian Langendriyan Mangkunegaran.
Laporan penelitian ini membantu
pengkarya untuk mengetahui asal mula dan
perkembangan Langendriyan
Mandraswara atau biasa disebut
Langendriyan Mangkunegaran.
Artikel R.M Pramutomo dengan judul
“Dramatari Opera Jawa Gaya Yogyakarta:
Simbol Strata Sosial Elite Tradisional
Jawa“ tahun 2009. Jurnal ini membahas
tentang lahirnya dramatari gaya
Yogyakarta sebagai simbol strata sosial elit.
Jurnal ini membantu pengkarya untuk
mengetahui awal mula lahirnya dramatari
Langendriyan.
Skripsi Retno Purwanti dengan judul
“Nanik Setyarini Sebagai Pemeran Tokoh
Alus Wayang Orang Sriwedari Di
Surakarta (Sebuah Tinjauan Karakteristik
Tentang Peran Alus)” tahun 2010. Skripsi
tersebut menjelaskan tentang perjalanan
kesenimanan Nanik Setyarini sebagai
pemain wayang wong Sriwedari dari tahun
1961-2010. Skripsi ini membantu
pengkarya untuk mengetahui tinjauan
karakteristik pada sebuah tokoh.
III. METODE PENCIPTAAN
Berdasarkan sifat cara kerja
penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan teknik deskriptif dan
interpretatif. Metode kualitatif merupakan
sebuah metode penelitian dalam ranah ilmu
sosial yang secara fundamental bergantung
pada pengamatan terhadap manusia, dalam
konteks wilayah dan kebahasaannya.
Metode ini diterapkan untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian, dengan didasarkan pada
pandangan subjek yang diteliti atau dengan
perspektif emik, yang dibatasi dalam
konteks khusus yang meliputi subjek.
Mengikuti prosedur dalam metode
kualitatif, pengumpulan data pada
penelitian ini dilakukan dengan berbagai
cara yang satu sama lainnya saling
berkaitan. Dimulai dengan observasi ke
lapangan, yaitu menelusuri data-data
tertulis dan dokumentasi berbentuk
rekaman audio visual tentang subjek yang
diteliti, serta melakukan pengamatan secara
langsung. Dalam menghadapi perubahan
75
masyarakat memang diperlukan upaya-
upaya kultural, karena kemungkinan besar
akan diketemukan bentuk-bentuk
kebudayaan baru, yang memberi makna
bagi kehidupan masyarakat. Sartono
Kartodirdjo (1997: 4-6)
Tahapan pertama adalah memilih
cerita serta menata alur dari cerita tersebut
kemudian disesuaikan dengan gendhing
serta tembang yang akan dipilih.
Pengadopsian gending-gending kethoprak,
pengkarya pilih untuk sajian Langen Catur
Swara ini.
Tahapan kedua yaitu casting penari
dengan memaksimalkan kemampuannya
untuk bisa multi casting (menjadi beberapa
tokoh).
Tahapan ketiga adalah eksplorasi
gerak, pengembangan gerak yang sudah
baku diserahkan kepada penari untuk
mencoba menginterpretasikan kembali
sesuai dengan tokoh yang diperankan.
Susanti (2017: 63) menjelaskan bahwa
eksplorasi seni tradisi adalah pencarian
kreatif di luar diri untuk mendapatkan
rangsangan atas fenomena. Berpikir kreatif
juga menuntut yang bersangkutan memiliki
banyak gagasan. Dengan kata lain, agar
anak bisa berpikir kreatif, ia haruslah bisa
bersikapterbuka dan fleksibel dalam
mengemukakan gagasan. Semakin banyak
ide yang dicetuskan, menandakan makin
kreatif anak tersebut. Teori ini
dimanfaatkan sebagai basis dalam
mengembangkan seni tradisi.
Tahapan ke empat yaitu penataan
gendhing beserta penyesuaian gerak
(tempuk gendhing). Setelah tahapan ini
selesai, barulah terlihat gestur dari karya
tersebut. Sehingga bagian-bagian yang
terasa tidak enak akan dicarikan solusi
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Tahap ke lima barulah penekanan
dalam penokohan, pengkarya memberikan
kepercayaan dan hak kepada para penari
untuk mengeksplor gerak. Tidak hanya
karakter dalam ekspresi tubuh, tetapi
karakter dari tembang juga menjadi
pertimbangan. Oleh karena itu tembang
dibuat komunikatif supaya masyarakat
lebih mudah menikmati sajian ini.
Terdapat dua tahapan latihan yaitu
latihan terpisan dan latihan gabungan.
Proses latihan dilakukan terpisah terlebih
dahulu agar pematangan setiap detail
bagian menjadi lebih matang. Evaluasi
dilakukan disetiap latihan agar progres
karya berjalan sesuai rencana. Dramaturg
bekerja sebagai pengatur casting, acting,
dan blocking. Kemudian latihan gabungan
Setelah bagian aktor, tari dan musik telah
matang, latihan gabungan dilaksanakan.
Latihan gabungan ini awalnya
diselenggarakan per-bagian. Fokus dari
latihan ini adalah penggabungan antara
musik, tari dan teater. Latihan dibagi
menjadi 4 bagian, yaitu bagian opening,
76
transisi adegan 1, transisi adegan 2, transisi
adegan 3, transisi adegan 4 dan ending.
Capaian dari proses ini adalah terciptanya
ensemble, agar karya menjadi satu kesatuan
yang utuh.
IV. PEMBAHASAN
1. Deskripsi Karya
Kemampuan untuk mencetuskan
gagasan asli, memikirkan cara yang tidak
lazim untuk mengungkapkan diri, dan
mampu membuat kombinasi-kombinasi
yang tidak lazim dari bagian-bagian atau
unsur-unsur merupakan hal mendasar dari
karya yang diukur tingkat orisinalitasnya.
Kisah yang diangkat dalam sajian
Wirasmara kali ini merupakan kisah cinta
Jaka Tingkir dengan Ratu Maskambang
dari Kerajaan Demak Bintoro.
a. Adegan Pertama
Adegan pertama diawali dari
masuknya ke empat penari dengan kostum
yang sama. Menjadi penanda peristiwa
maupun keadaan yang ada di Kasultanan
Demak. Hal ini diwujudkan dengan tarian
rampak atau simbilosasi dari Kerajaan
Demak yang megah, agung dengan kondisi
masyarakat yang adem ayem.
Untuk sajian karawitan, pambuka
diawali dari playon gaya jogja beberapa
kali rambahan yang dilanjutkan dengan
sajian sendhon yang vokalnya dilantunkan
secara bersama-sama untuk masuknya
keempat penari:
>>Playon Yogja, laras pelog pathet sanga.
[ 2121 356g5 3565 3212 356g5 3565 6!21 2132 56!g6 56!6 2353 212g1 ] f .. 356g5
>>Playon Yogja, Sirep, MC, maos
Dhapukan-2 Paraga Kethoprak,
lajeng suwuk Tamban.
>>Sendon Rencasih, laras slendro pathet
sanga,(KOOR),
@ @ z@c! ! 5 5 5 z5c3 z3x5x3c2 A – mur- wa -ni kan - dha sa - nya - ta,
z6z!c@ z6x!x6c5 5 6 ! 6 z6c! z6c5 5 z2c3 z2x.c1 Ing bu - mi pan -dhi - ta se- ga- ra tung-gal,
6 ! @ 6 ! z6c5 5 5 Bin - ta - ra ha - na - wung kri -
dha,
6 ! @ 6 ! z6c5 z2c3 z2x.c1 Pra wa - li ma - nges - tu pa -
dha,
5 5 5 5 6 ! z5x3c2 2 Tlenging cip - ta kang ka - es -
thi,
6 6 6 6 6 6 z6x!x6c5 5 Mrih mul- ya - ning nu - sa bang -
sa,
z6c! ! ! 6 z!c@ z6x!x6c5 5 5 Lu - war sing pa - pa cin - tra -
ka,
2 jz3c5 5 5 . 6 ! . 6 . g5 Yu - wa - na sa - la - mi la -
mi.
>> metris
Arti dari cakepan sendhon diatas:
Memulai sebuah cerita nyata
77
Pada tahu 1471
Daerah penghubung dalam sebuah
pergerakan
Dan direstui para wali
Dalam perenungan yang mendalam
Demi kemuliaan nusa dan bangsa
Keluar dari penderitaan
Langgeng selama lamanya
Masuk ke bagian ladrang dengan
irama dadi dengan gerongan kinanthi yang
cakepannya berisikan situasi pada jaman
itu.
>>Sri Utama, ladrang laras slendro pathet
sanga.
[ 2321 ytent 2321 ytent 22.. 223n5 2356 531g2 66.. @!6n5 2356 531n2 11.2 3532 5321 ytegt ]
>>Notasi Gerongan Sri Utama, ladrang
laras slendro pathet sanga.
. . . . 2 2 jz.c22 . . 6z !x xx xj.c@zj6x!xc6n 5 Nenggih sang Na- ren - dra A - gung,
Mi - jil ku - su - ma - ning a - yu,
. . . . @ @ zj@c!z6x x xx.x c! zj6c5 z3x xj.c2 z5xxjx6c3 g2 Pan-jel- ma- ning ka - wu - la
sih,
Wa-yah e sang jim- bun a -
di,
. . . . 6 6 zj.c6z!x x x x.xx c@ zj@c#! . jz!x@xxj!c65 Mba-bar ra - sa mring sa - pa -
dha,
Ka - dya ruk-mi ha-nge - ngam -
bang,
. . . . @ @ jz@c!z6x x x!x xc@ zj6c5z3x x x xj.c2z5x xxj6c3zj2c1
Wi- cak - sa - na gung du - ma -
di,
Keh-ing pri - ya ha - ngu - pa -
di
. . . . 1 1 zj.c1z2x x x x.x c3 5 z5x x x xj6c!z5x x xj.c32 Njeng Sul-tan De - mak Bin - ta -
ra,
Sang Ret- na wi - ji mbin - ta -
ra,
. . 6 z!x xxj6c52x xjx.c31 . . zj2x32 . zjyx1xcy gt Ha - meng - ku ing ta - nah ja -
wi.
Treng-ga - na Sul - tan sa - yek -
ti.
Arti dari cakepan kinanthi diatas:
Bait pertama: Sang Raja Besar,
Perwakilan semua rakyat, Menyebar kasih
sayang sesamanya, Selalu bertindak
bijaksana, Kanjeng sultan Demak Bintara,
Penguasa tanah jawa.
Bait kedua: Lahir sorang putri raja,
Cucu dari Raden Patah, Seperti emas yang
mengambang, Banyak pria mencari, Sorang
putri benih dari demak Bintara, Sultan
trenggana lah ayahanda sejati.
Gambar 1. Pemunculan karakter
tokoh sebelum adegan 1 (Foto oleh: Ahmad
Faisal R, 2021)
b. Adegan Kedua
78
Bagian kedua adalah pertemuan Jaka
Tingkir dengan Ratu Maskambang. Disana
ada adegan pasihan4, oleh karena itu
penggarapan gerak pada bagian ini
selayaknya adegan percintaan yang
menggunakan tembang-tembang macapat.
Sajian ini juga disajikan sendiri oleh penari.
>>Asmaradana, ketawang laras slendro
pathet sanga.
[ 212y 21yt 121y ty1g2 56@! 521y 2521 321gy 2521 521y 2521 2y1gt 3232 521y 2521 2y1gt ] h >>Notasi Gerongan Asmaradana,
ketawang laras slendro pathet sanga.
>Joko Tingkir,
4 Adegan percintaan yang dibungkus dalam gerak
tari jawa.
. . . . . . . . . . . . . . . n.
. . . . . . . jz.c5 5 zj.c!jz6c! jz.c5 5 jz5x6xc5 jz3ccg2 Dhuh Sang Ra- tu pun-dhen ma-
mi,
. . . . . . . p. zj.c!@ jz.c!jz6c! jz.c52 jz2xc3x c2 jz1cny Ke-pa-reng ham-ba a-ngrek-
s
. . . . . . . p. jz.c66 jz.c66 jz.c53 zj2c6 g6
Wu-jud tres-na kang gi- na-
we,
. . . . . . . p. zj.c!@ jz.c!jz6c! jz.c52 jz2xc3x2 jz1cny
Ngrembaka sak jro- ning ra - sa, . . . . . 2 zj.c3ppz1x xx.x c2 zj2c32 . jzyx1xcy zgtx Ka -re -bet kang sa - nya -
ta,
>Ratu Mas Kambang zjyx1xc2 . . . . . . jz.c!@ jz.c!jz6c! jz.c52 jz2c1ny O - jo ma - ngu dhuh wong ba -
gus,
. . . . 2 2 zj2c31 . . zj2c32 . jzyxx1cxy zgt Da-tan tam-buh ing-sun tam -
pa.
Arti dari cakepan Asmarandana diatas:
Karebet
Duh Sang Juwita Ratu pelindung hamba
Perkenankanlah hamba mengukir
Wujud cinta yang tumbuh
Berkembang di dalam rasa
Karebet yang menjadi kenyataannya
Ratu mas Kambang
Janganlah kau ragu hai pria tampan
Aku tak menolak, aku hanya bisa menerima
79
Gambar 2: Adegan pasihan Karebet dan
Ratu Maskambang. (Foto: Ahmad Faisal R,
2021)
c. Adegan Ketiga
Pada bagian ketiga, Patih
Wonosalam mengetahui hal-hal yang
dianggap tidak baik dilakukan oleh Jaka
Tingkir. Sehingga Patih Wonosalam
menghadap Sultan Trenggono dan
melaporkan apa yang dilakukan oleh Jaka
Tingkir. Sultan Trenggono pun marah dan
mengutus Patih Wonosalam beserta
prajuritya untuk menangkap Jaka Tingkir.
Beberapa adegan perang disajikan dalam
adegan ketiga ini. Akhirnya Jaka Tingkir
diusir dan di copot kedudukannya oleh
Sultan Trenggono. Melihat peristiwa ini,
Ratu Maskambang pun bersedih. Hal ini
juga divisualisasikan dalam gerak tari dan
tembang.
>>Playon Yogja, laras slendro pathet
sanga.
[ 2121 356g5 3565 3212 356g5
h 3565 6!21 2132 56!g6 56!6 2353 212g1 ]
f .. 356g5
>>Playon Yogja, laras slendro pathet
sanga,
sirep ditumpangi ada-ada Megatruh>>
(PENARI)
5 2 3 5 5 3 5 2 6 6 z6c! z6c5 Dhuh Sang Na- ta ke- pa- re- nga ku - la ma -
tur,
5 6 6 z6c! 5 2 z2c3 z2c1 Ka - re - bet ing ta - man sa -
ri,
y 1 2 1 1 1 z2c1 zyct Ce - ca - ke - tan den ret - na
yu,
y 1 2 1 1 z2c1 zyct Le - lum - ban ma - du - ning sa -
ri,
3 3 2 1 3 5 z3c2 2 Se - si - dhe - man wong a - ka -
ro.
>>Palaran Maskumambang , laras
slendro pathet sanga. >>(PENARI)
. . 1 g5
5 /5 ! ! ! ! ! ! /! @ ! /z5x c5 Ja - ka Ting - kir,ke - pa - rat si - ra wong ju -
thi,
! /z!x x c@ @ @ /z!x c! z5x x!x c/! Nggon - jak jro-ning pra - ja,
/5 5 5 /5 5 2 z/x1x c2 z/1x x c1 Tan no-leh mring ka - nan ke - ring,
1 /1 2 1 /1 2 2 /z1x x2x c5 Pa - trap - i - ra pin - dha yak -
sa.
>>Sampak Tlutur, laras slendro pathet
sanga.
[ 5555 6666 333g3 1111 5555 111g1 5555 2222 6666 555g5 ] f .... 555g5
80
>>Sinom Logondhang, laras slendro
pathet sanga.
>> Garap Ketawang dan Palaran>>Buka
Celuk: >>(PENARI)
.... ...n5 .535 323g5 6532 123n2 .235 21ygt >>Palaran
. . . @ @ @ @ @ /@ z@x xx!x c/5 z5x/c5cn5 Dhuh Ra-ma Sul-tan Treng - ga -
na
. p. jz.c2 z/j2c5 5 5 z/j2kx5c6 6 /5 gjz5kx/5c5 Ka-wu - la min -ta we -las
sih,
. 6 /5 6 z/5c5 /2 z2x c1 . . 2 z/x2x c2 Le-lam-pa - han nya - ta nis
- tha,
. . 2 2 2 2 /2 z5x c/5 z5x x2x c/2 zyx/tcgtx x/tc Mbabar wi - rang jro - ning na -
gri,
>>Palaran
. . z/2c2 2 2 2 2 2 /z2x/3c5 Tan pan - tes da - dya pu -
tri,
. 6 6 6 /z5c6 /z5c5 /z5c6 z5x/5cx5 z/x3c/2x.z/3x/2c1 Tus tu - ra - sing wong a - lu -
hur,
. . 1 1 1 1 1 z/2c1cy z/tx.ct Ku- la min - ta pi - da - na,
. z1c2 2 2 2 /2 /zx/3x.c5 /z2x1cy /ztxtx/ctct Ngu- kup ka - le - pa - tan ma -
mi,
>>Sultan Trenggana,
. ! @ z!x@x!xxc/5 5 2 /2 5 5 z5c/3 z/5x5c6 z5/x5c5/z2xx.c2 Sun le - ga - wa la- mun si- ra me- dhot tres-
na.
Arti dari cakepan diatas:
Ada-ada gambuh
Duh Sang Raja, perkenankanlah hamba
melapor
Karebet berada di taman sari
Berhubungaan dengan Putri nda paduka
Saling memadu kasih
Bersembunyi berdua
Palaran maskumambang
Jaka tingkir, keparat engkau wahai orang
biadab
Kurang ajar di dalam kerajaan
Tanpa melihat siapa dirimu
Kelakuanmu bagai raksasa
Sinom Logondhang
Duh ayahnda Sultan Trenggana
Hamba mohon belas kasih
Perbuatanku nyata hina
Mempermalukan negara
Tidak pantas menjadi seoran putri
Keturunan orang luhur
Hamba mohon hukuman
Untuk menebus semua kesalahan hamba
Sultan trenggana
Aku lega, jika kamu memutuskan
hubungan
dengan karebet.
81
Gambar 3: Sultan Trenggana memutuskan
hubungan Karebet dengan Ratu
Maskambang. (Foto: Ahmad Faisal R,
2021)
d. Adegan Keempat
Adegan keempat yaitu adegan
Kebondanu yang dalam penggarapannya
diwujudkan dengan kiprah Kebondanu
kemudian mengamuk dan membuat huru-
hara di Kerajaan Demak. Siapapun tidak
ada yang dapat mengalahkan Kebondanu
namun kemudian tiba-tiba datanglah Jaka
Tingkir mengalahkan dan menakhlukkan
Kebondanu. Setelah peristiwa kalahnya
Kebondanu, Jaka Tingkir dihadapkan
dengan Sultan Trenggono. Sultan
Trenggono menerima kembali Jaka Tingkir
di Kerajaan Demak dan memberikan restu
kepada Jaka Tingkir untuk menjadi suami
putrinya yaitu Ratu Maskambang.
Gambar 4: Kalahnya Kebondanu oleh
Karebet. (Foto: Ahmad Faisal R, 2021).
Penutup dari adegan ini adalah mundur
beksan dengan wujud iring-iringan
pernikahan Jaka Tingkir dengan Ratu
Maskambang.
>>Maesa, lancaran, laras slendro pathet
sanga.
[ .1.2 .1.2 .1.2 .y.g1 .2.1 .2.1 .2.y .1.g2 ] >>Peralihan ke KIPRAH,,,,
➢ .5.3 .2.g1
>> KIPRAH >> Balungan Mlaku.
[ 3231 3231 1.12 353g2 5352 5352 2.23 532g1 ]
>>Playon Yogja, laras slendro pathet
sanga.
82
21 2121 j.1.1g1 2312 356g5 235g6 !656
5323 1232
[ 356g5 3565 6!21 2132 56!g6
56!6 2353 212g1 2121 356g5
3565 3212 ] f .. 356g5
>>Palaran Pangkur, laras slendro pathet
sanga.
>>(PENARI)>> 5 6 1 g2
>>>>Jaka Tingkir>>>>
5 6 ! ! z!x.c6 z!x.c@ z6x@x!x6c5 z2x.x3x2x1cy Da- sar sa - to wu - jud jal -
ma,
6 6 6 6 6 z6x!c@ z!x6c5 1 2 zyx.c1 zyx.ct No - ra ta - ta po- lah- mu ngge - gi- ri
- si,
Kaseling SREPEG,>>Srepeg 1
>>Palaran>>
[
3565 6!21 2132 56!g6
56!6 2353 212g1 2121 356g5
3565 3212 356g5 ]
>>>>Kebo>>>>
! z@x!x#x@c! ! ! ! z5x!x6c5 5 z6x.x5x6c! No - ra we - ruh da - tan u - rus,
6 ! @ @ z6x!x6c5 2 z2x.x3x2x1cy Su - ming- kir o - po sir - na,
>>Srepeg 2>>Palaran>>
[
56!6 2353 212g1 2121 356g5
3565 3212 356g5 3565 6!21
2132 56!g6 ]
>>>>Jaka Tingkir>>>>
@ @ @ @ @ @ z@xc# ! 5 zz6x!x6c5 2 z2x.x5x3x2c1 Nya- ta sek- ti tan- dhi - nga- na gya kri
dha ku,
>>>>Jaka Tingkir, Kambang, Sultan
Trenggana>>>>
5 6 ! ! z!c6 z!x.c@ z!x6c5 z2x.x3x2x1cy Ke - ta - man ga - man Mbin - ta -
ra,
5 5 5 5 z5x6c! z6c5 z5x.c3 z2x.c1 Nje - ba - bah le - bur sa - ke -
thi.
>>Sampak Rinengga, laras slendro pathet
sanga.
[
5151 532g1 2525 321g6
2626 236g5 6565 232g1 ]
>>Sampakan, laras slendro pathet
sanga.>>(Jabut Sungu)>>
[ 2121 212g5 ]
83
>>Monggangan Rinengga, laras slendro
pathet sanga.
[ .y.2 .y.1 .2.y .2.g1 ]
Arti dari cakepan di adegan keempat:
Pangkur
Karebet
Dasar manusia jelmaan hewan
Kurang ajar tingkah lakumu membuat takut
Kebondanu
Masa bodoh aku tidak peduli
Menyingkirlah atau mati
Jaka tingkir
Jika sakti, tandingilah kehebatanku
Jaka tingkir, Trenggana, Ratu mas
kambang
Terkena pusaka Demak bintara
Pasti tersungkur hancur lebur
2. Format Baru
Seni tradisi penuh dengan simbol
dan jutaan makna dalam membangun
kesempurnaan bentuk kesenian maupun
budayanya. Meskipun tataran sempurna
bagi setiap orang berbeda-beda, akan tetapi
warisan yang sampai sekarang masih dapat
dinikmati oleh seluruh masyarakat tradisi
selalu menjadi pijakan untuk diacu menjadi
karya baru maupun dikembangkan lagi.
Tahap analisis menggunakan model
analisis interaktif Miles dan Huberman
(dalam Rohidi 2011: 240) yang
menggunakan empat langkah dalam
melakukan proses analisis. Prasena
Arisyanto, Agus Cahyono, Hartono
Catharsis 6 (1) 74-81 (2017) 76 yaitu
pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan. Teknik
keabsahan data yang digunakan adalah
triangulasi teknik dan sumber.
Langen Catur Swara mencoba
menjawab tantangan jaman dengan
mewadahi beberapa bentuk kesenian antara
lain tari, karawitan, kethoprak, wayang
wong dan lain sebagainya. Selain dari pada
itu, Langen Catur Swara tidak hanya
disajikan dengan format tradisi baik dari
sisi gerak, tembang, maupun cerita. Unsur
kebaruan (termasuk diantaranya keaslian
dan tidak terduga) serta tepat guna
termasuk diantaranya berguna dan dapat
disesuaikan dengan tuntutan tugas para
aktor tradisi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kreativitas meliputi faktor
keterbukaan terhadap pengalaman,
kemampuan menilai situasi sesuai dengan
patokan pribadi dan kemampuan untuk
bereksperiman atau kemampuan bermain
dengan konsep, dan dorongan dari
lingkungan,dan keamanan dan kebebasan
psikologis.
Dalam sajian Wirasmara kali ini,
pengkarya mencoba mengimplimentasikan
potongan cerita sejarah dari Kerajaan
Demak ke dalam sajian Catur Langen
Swara. Penciptaan gerak dari halus sampai
ekspresif melalui tahapan eksplorasi
ditempuh untuk mewujudkan karya baru
84
yang diinginkan. Renzulli (dalam
Munandar, 2004) mengatakan bahwa
kreativitas adalah kemampuan umum untuk
menciptakan sesuatu yang baru, sebagai
kemampuan untuk memberi gagasan-
gagasan baru yang dapat diterapkan dalam
pemecahan masalah, atau sebagai
kemampuan untuk melihat hubungan-
hubungan baru antara unsur-unsur yang
sudah ada sebelumnya.
Kreativitas juga melibatkan proses
yang dianggap mengandung nilai- nilai
kreatif. Definisi ini mengarahkan
kreativitas sebagai hal yang menghasilkan
hal dan ide yang baru oleh individu atau
kelompok kecil. Kelompok kecil ini identik
dengan sesuatu yang minimalis.
Di samping diambil dari babad, lakon
juga diangkat dari ceritera rakyat, berupa
legenda, mitos dan dongeng. Variasi jenis
ceritera yang diangkat dalam lakon
dimungkinkan karena dalam khasanah
budaya Jawa, legenda maupun dongeng
hidup bersama rakyat jelata. Ceritera-
ceritera itu mengandung unsur pendidikan
yang secara umum akan diacu oleh setiap
manusia Jawa.
Kecenderungan ini juga nampak pada
bentuk-bentuk teater tradisi, seperti wayang
orang, wayang kulit, wayang golek ataupun
Kethoprak yang diperankan oleh
masyarakat desa tanpa harus menggunakan
teks. Kethoprak pada dasarnya merupakan
cerita epos, yang menceritakan cerita-cerita
kepahlawanan. Hal ini mendasari
perkembangan cerita yang diangkat oleh
Langen Catu Swara.
KESIMPULAN
Peneliti memilih inteligensi dan
kecerdasan menghadapi rintangan karena
kreativitas erat kaitannya dengan pola pikir
dan kemampuan untuk bisa selalu berpikir
inovatif dan memunculkan gagasan ide-ide
baru yaang merupakan indikator yang
berkaitan dengan inteligensi dan
kecerdasan menghadapi rintangan. Aktor
tradisi harus memiliki modal budaya,
modal sosial, modal simbolik, dan modal
ekonomi yang mendukung proses
reproduksi seni.
Seni tradisi mempunyai potensi untuk
dikembangkan, diperbarui, menjadi
kesenian yang dinamis sesuai dengan
dinamika perkembangan kesenian dalam
semangat jamannya. Berbagai wujud
inovasi dan kreatifitas ditunjukkan dalam
setiap pertunjukannya. Kesenian yang
dikenal sangat dinamis,fleksibel,dan
adaptif ini terus berubah dan berkembang
mengikuti dinamika perubahan
masyarakatnya. Yang terjadi adalah bahwa
proses pembaharuan seni di lingkungan
budaya ini berlangsung agak lamban yang
di sebabkan oleh masih kuatnya pengaruh
dan ikatan kesenian tradisi dengan budaya
sosialnya.
85
DAFTAR PUSTAKA
Goeffry Leech. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Universitas Indonesia.
I Dewa Putu Wijaya. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. AND Yogyakarta.
Iswantara, Nur, 1997. Ketoprak dan Teater Modern Kita. dalam Lephen Purwa Raharja, ed.
Ketoprak Orde Baru, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya)
Kartidirdjo Sartono, 1997. Tertawa, Kesepian dan keterasingan: Sosiodrama dalam
Pembangunan dalam Lephen Purwa Raharja, ed., Ketoprak Orde Baru
(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya)
Kasim Achmad, 1981. Teater Rakyat di Indonesia. dalam Analisis Kebudayaan No 2 Th. I
(Jakarta: Depdikbud)
Kunjana Rahardi. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Erlangga.
Jakarta.
Lombard, Denys. 2000.. Nusa Jawa :Silang Budaya Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris
Jilid 3.Jakarta :Gramedia Pustaka Utama.
Lono Simatupang. Pergelaran: Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya, Yogyakarta:
Jalasutra,2013. hlm. 160.
Marsidah, 1986-1987. Tata Rias, Tata Pakaian, dan Tata Teknik Ketoprak., dalam Bidang
Kesenian Kanwil Depdikbud DIY, Tuntunan Seni Ketoprak, (Yogyakarta:
Depdikbud)
M. C. Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. PT Serambi Ilmu Semesta
Jakarta. Terj. Satrio Wahono dkk.
M. Ricklefs. 1974. Jogjakarta Under Sultan Mangkubumi 1749-1792. Ahistory of the Division
of Java. London Oxford University Press.
Muchlis PaEni (ed.) , 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia : Bahasa, Sastra, dan
Aksara.Jakarta : Rajawali Pers.
Nusantara, Bondan, 1997, .Format Garapan dan Problematika Ketoprak, dalam Lephen Purwa
Raharja, ed., Ketoprak Orde Baru (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya)
Poedjosoedarmo, Soepomo dkk. 1979. Morfologi Bahasa Jawa. Pusat Penerbitan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Sastrosiswojo, Sismadi, 1920, .Persatoean Hindia. 19 Juni 1920. Sudyarsana, Handung Kus,
1989, Ketoprak, (Yogyakarta: Kanisius)
Sugimin, 2011. Macapat ((Perkembangan dan Kontribusinya dalam Karawitan Jawa). Blok
isi-ska.ac.id.
86
Supendi, Eko. 2007. “Wayang Orang Sebagai Pertunjukan Teater Tradisional Dalam Tinjauan
Semiotika (Sebuah Tinjauan Awal)”. Jurnal Seni Budaya Gelar. 5 (1) Juli 2007 :
54-72.
Triwikromo, Triyanto. 2015. Dari Gunung Menggerakkan Renaisans Jawa. Suara Merdeka.
Semarang 21 Desember. Hlm 1 -2
Waridi. 2002. Potensi, Sifat, Serta Kondisi Musik Nusantara, dan Pendekatan Dalam
Kekaryaan Karawitan. Surakarta: STSI.
Widayat, 1997, .Ketoprak, Kreativitas, dan Teknologi. dalam Lephen Purwa Raharja, ed.,
Ketoprak Orde Baru (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya)
Narasumber:
Widayat (76 Tahun), Seniman Kethoprak,
Yogyakarta