Download this - Jurnal | ISI Surakarta

17
70 WIRASMARADALAM FORMAT SAJIAN TEATER TRADISI KARYA BARU LANGEN CATUR SWARA Achmad Dipoyono Program Studi Seni Teater, Fak Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta Jln Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 Kaplingan Rt. 04/Rw. 20, Jebres, Surakarta, KP 57126 Email: [email protected] ABSTRAK Masyarakat selalu memiliki cita rasa dalam menikmati suatu sajian pertunjukan seni. Begitu pula dalam menikmati sajian pertunjukan karya baru. Dalam menghadapi perubahan masyarakat memang diperlukan upaya-upaya kultural, karena kemungkinan besar akan diketemukan bentuk-bentuk kebudayaan baru, yang memberi makna bagi kehidupan masyarakat. Sartono Kartodirdjo (1997: 4-6). Terinspirasi dari bentuk tari Srimpi tersebut yang didalamnya ternyata sangat kompleks, dari multi casting sampai para penari juga bisa bermain simbol ini menginspirasi pengkarya untuk membuat format bentuk teater tradisi. Langen Catur Swara merupakan sajian teater tradisi karya baru yang dibalut dengan gerak dan vokal. Dengan metode kualitatif berdasarkan ranah etnografinya maka karya ini dibuat dengan tujuan memberikan warna baru dengan sajian minimalis cukup 4 orang saja. Selain lebih hemat dana produksi, karya ini juga memberikan keleluasaan para tokoh untuk multi casting dan multi tafsir. Kata Kunci: Seni tradisi; tar;, vokal. ABSTRACT People always have a taste in enjoying a presentation of performing arts. Likewise in enjoying the presentation of new works. In dealing with societal changes, cultural efforts are indeed needed, because it is likely that new forms of culture will be found, which give meaning to people's lives. Sartono Kartodirdjo (1997: 4-6). Inspired by the Srimpi dance form, which turns out to be very complex, from multi-casting to the dancers being able to play with symbols, this inspires the artist to create a traditional theatre format. Langen Catur Swara is a traditional theatrical presentation of a new work wrapped in motion and vocals. With a qualitative method based on the ethnographic realm, this work was created with the aim of giving a new color with a minimalist presentation, only 4 people are enough. In addition to saving production funds, this work also gives the characters the flexibility to multi-cast and multi-interpret. Keywords: Traditional arts, dance, vocals. I. PENGANTAR Kesenian tradisional pada umumnya memiliki ciri khas yang selalu dipertahankan sebagai bentuk konvensional yang mentradisi dan dipertahankan oleh pelaku kebudayaan yang bersangkutan. Achmad Kasim (1981: 112-113) pernah membedakan kesenian tradisional dengan kesenian modern. Menurutnya kesenian tradisional merupakan bentuk kesenian yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan seperti milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Pengolahannya

Transcript of Download this - Jurnal | ISI Surakarta

70

“WIRASMARA”

DALAM FORMAT SAJIAN TEATER TRADISI KARYA BARU

LANGEN CATUR SWARA

Achmad Dipoyono

Program Studi Seni Teater, Fak Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta

Jln Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

Kaplingan Rt. 04/Rw. 20, Jebres, Surakarta, KP 57126

Email: [email protected]

ABSTRAK

Masyarakat selalu memiliki cita rasa dalam menikmati suatu sajian pertunjukan seni.

Begitu pula dalam menikmati sajian pertunjukan karya baru. Dalam menghadapi perubahan

masyarakat memang diperlukan upaya-upaya kultural, karena kemungkinan besar akan

diketemukan bentuk-bentuk kebudayaan baru, yang memberi makna bagi kehidupan

masyarakat. Sartono Kartodirdjo (1997: 4-6). Terinspirasi dari bentuk tari Srimpi tersebut yang

didalamnya ternyata sangat kompleks, dari multi casting sampai para penari juga bisa bermain

simbol ini menginspirasi pengkarya untuk membuat format bentuk teater tradisi. Langen Catur

Swara merupakan sajian teater tradisi karya baru yang dibalut dengan gerak dan vokal. Dengan

metode kualitatif berdasarkan ranah etnografinya maka karya ini dibuat dengan tujuan

memberikan warna baru dengan sajian minimalis cukup 4 orang saja. Selain lebih hemat dana

produksi, karya ini juga memberikan keleluasaan para tokoh untuk multi casting dan multi

tafsir.

Kata Kunci: Seni tradisi; tar;, vokal.

ABSTRACT

People always have a taste in enjoying a presentation of performing arts. Likewise in

enjoying the presentation of new works. In dealing with societal changes, cultural efforts are

indeed needed, because it is likely that new forms of culture will be found, which give meaning

to people's lives. Sartono Kartodirdjo (1997: 4-6). Inspired by the Srimpi dance form, which

turns out to be very complex, from multi-casting to the dancers being able to play with symbols,

this inspires the artist to create a traditional theatre format. Langen Catur Swara is a traditional

theatrical presentation of a new work wrapped in motion and vocals. With a qualitative method

based on the ethnographic realm, this work was created with the aim of giving a new color with

a minimalist presentation, only 4 people are enough. In addition to saving production funds,

this work also gives the characters the flexibility to multi-cast and multi-interpret.

Keywords: Traditional arts, dance, vocals.

I. PENGANTAR

Kesenian tradisional pada umumnya

memiliki ciri khas yang selalu

dipertahankan sebagai bentuk konvensional

yang mentradisi dan dipertahankan oleh

pelaku kebudayaan yang bersangkutan.

Achmad Kasim (1981: 112-113) pernah

membedakan kesenian tradisional dengan

kesenian modern. Menurutnya kesenian

tradisional merupakan bentuk kesenian

yang bersumber dan berakar serta telah

dirasakan seperti milik sendiri oleh

masyarakat lingkungannya. Pengolahannya

71

didasarkan atas cita rasa masyarakat

pendukungnya. Cita rasa mempunyai

pengertian yang luas, termasuk nilai

kehidupan tradisi, pandangan hidup,

pendekatan falsafah, rasa etis dan estetis,

serta ungkapan budaya lingkungan.

Teater tradisional adalah seni

pertunjukan yang berasal dari suatu daerah.

Teater tradisional erat kaitannya dengan

istiadat setempat serta kehidupan sosial

masyarakat. Sejalan dengan pemikiran di

atas, bahwa seni teater dituntut

berkembangsesuai jamannya. Akhir abad

ke XIX muncul aliran realisme di dunia

seni, aliran ini muncul karena

ketidakpuasan terhadap aliran romantik

yang dianggap sebagaiutopia belaka

(Sumardjo, 1986:79). Dalam dunia teater,

muncul Henrik Ibsen sebagai salah satu

tokoh kunci dan dianggap sebagai tonggak

munculnya teater modern di dunia Barat.

Meski merajai perkembangan teater sampai

abad XIX usai, namun aliran ini tidak

sepenuhnya diterima di abad XX. Hal ini

ditandai bermunculnya aliran selain

realisme pada awal abad XX, yaitu aliran

simbolisme, ekspresionisme dan kemudian

teater epik (Sumardjo, 1986: 82). Teater

jenis ini dikenal juga dengan sebutan teater

daerah karena berakar dan dirasakan

sebagai milik sendiri oleh setiap

masyarakat yang hidup di suatu

lingkungan, seperti mitos atau legenda.

Salah satunya ialah Langendriyan, seni

drama tari khas Jawa yang menggabungkan

seni tari, drama, musik, narasi, gerak dan

ekspresi.

Langendriyan berasal dari kata langen

yang artinya hiburan, dan driya artinya hati.

Tari Langendriyan dalam pementasannya

tidak dilakukan dalam posisi berdiri utuh,

tetapi juga dengan berjongkok atau

setengah jongkok, dan sesekali bertumpu

pada lutut. Gerakan tari yang lembut tetapi

atraktif membuat Langendriyan tak mudah

dilakukan. Gerakan gemulai bisa berganti

menjadi atraktif dengan cepat, sementara

alunan tembang terus mengalir dari mulut

para penari saat mereka bergerak. Tembang

yang dilantunkan berupa macapatan

sebagai pengganti dialog antar tokoh dan

sumber cerita diambil dari Babad Majapahit

episode Damarwulan melawan

Minakjinggo. Tembang adalah rangkaian

kata-kata dan kalimat yang dilagukan

dengan suara manusia yang menggunakan

laras slendro dan pelog seperti halnya laras

gamelan Jawa (Darsono, 21: 22).

Dalam penyajian langendriyan, para

penari juga harus menyajikan tembang.

Oleh karena itu selain melatih geraknya,

para pemain langendriyan juga harus

belajar olah vokal. Pengaturan nafas saat

menyajikan tembang juga penyesuaian

irama dengan gerak menjadi titik berat yang

harus dikuasai oleh aktor tradisi.

Fenomenanya sekarang, banyak aktor

tradisi khususnya penari sangat stereotip.

72

Kurangnya berbaur untuk melihat lintas

disiplin ilmu yang sebenarnya sangat erat

dengan kehidupan kesenian mereka

menjadikannya tidak siap menghadapi

perkembangan kesenian yang sebagian

besar sekarang diformat secara minimalis.

Melihat fenomena pertunjukan

Langendriyan dengan format serta jumlah

personil yang besar memberikan ide bagi

pengkarya untuk membuat format

pertunjukan teater dengan jumlah personil

lebih kecil. Langen Catur Swara dibuat

pengkarya dengan mengadopsi dari format

tari Srimpi. Jumlah penari Srimpi pada

umumnya hanya 4 orang. Dari bentuk tari

Srimpi tersebut yang didalamnya ternyata

sangat kompleks, dari multi casting sampai

para penari juga bisa bermain simbol ini

menginspirasi pengkarya untuk membuat

format tari baru. Langen berarti hiburan,

Catur berarti empat dan Swara berarti

suara. Jadi, karya ini akan selalu disajikan

oleh 4 penari yang menyuguhkan cerita

tertentu membawakannya dengan

tembang-tembang macapat. Menurut Grice

(1975) didalam artikelnya yang berjudul

“Logic and Conversation” mengemukakan

bahwa sebuah tuturan dapat

mengimplikasikan proposisi yang bukan

merupakan bagian dari tuturan tersebut

(Grice dalam Geoffrey Leech, 1993:40).

Dengan demikian dalam satu adegan terjadi

dialog (penutur) dengan penari tokoh lain

(petutur), sedangkan dialog yang berupa

tembang Jawa atau yang disampaikan

(tuturan), selalu disesuaikan dengan

karakter tertentu. Begitu pula pada adegan-

adegan berikutnya merupakan tindak tutur

sampai pada penyelesaian permasalahan.

Kali ini pengkarya akan menyajikan

Langen Catur Swara dengan judul

“Wirasmara” yang diambil dari potongan

cerita di Kerajaan Demak Bintoro.

Tujuan dari pentingnya karya ini

dibuat bisa dilihat dari keunggulannya,

yaitu:

(a)Fleksibel bisa dilakukan oleh segala

umur.

(b)Sarana belajar gerak dan vokal untuk

para tokoh yg berperan.

(c)Minimalis, hemat dana produksi.

(d)Menambah jumlah bentuk drama dalam

format tradisi dari yang sudah ada.

II. PENDEKATAN

Beberapa tarian yang sering ditemui

saat warga ada yang melaksanakan hajatan

dapat dikategorikan sebagai berikut: (1)

Tarian pembuka biasanya gambyong,

srimpi, bedhaya. (2) tari pethilan

didalamnya ada beberapa jenis yaitu

73

pasihan, gagahan1, gecul2,dan fraghmen.

Dalam hajatan jumlah penari rata-rata 8

orang bahkan bisa lebih. Itupun dalam

perkembangannya sekarang sudah mulai

terkikis. Salah satu penyebabnya yaitu

terlalu banyaknya personil yang akhirnya

membuat si punya hajat harus menyiapkan

budged lebih. Melihat hal tersebut

pengkarya berfikir bagaimana membuat

perubahan untuk tetap bisa menyajikan

tarian dalam sajian hajatan akan tetapi

dengan format yang minimalis tetapi

kompleks baik efektif dalam pekerjaan

(sajiannya) maupun efisien waktu dan

budgednya. Efektifitas menetapkan

kriteria- kriteria tujuan yang hendak dicapai

dalam setiap tingkatannya. Efisiensi

memilih untuk menggunakan sumber daya

seminimal mungkin untuk mendapatkan

hasil seoptimal mungkin atau setidaknya

sumber daya yang dipergunakan seimbang

dengan hasil yang dicapai (Taufik Hidayat,

2021). Konsep minimalis inilah yang

menghantui pengkarya untuk menciptakan

hal yang baru, menantang jaman dengan

harapan menginspirasi para aktor tradisi.

Berangkat dari konsep minimalis inilah

pengkarya merasa tertandang untuk

membuat karya baru yang simpel, efektif,

efisien dan tentunya tidak meninggalkan

1 Tari keprajuritan, baik latihan maupun perang

satria dengan musuhnya. 2 Tarian yang berbau humor, lucu dan segar. 3 Akapella adalah seni musik yang dilakukan

secara berkelompok dimana seni ini tidak

unsur-unsur tradisi. Langen Catur Swara

merupakan sajian 4 orang aktor yang

terinspirasi dari srimpi dengan menyajikan

tembang-tembang yang terilhami dari

bentuk vokal acapella3. Kemampuan untuk

bereksperimen atau bermain dengan

konsep-konsep, merupakan kemampuan

untuk membentuk kombinasi dari hal-hal

yang sudah ada sebelumnya. Pada

lingkungan masyarakat, kebudayaan-

kebudayaan yang berkembang dalam

masyarakat juga turut mempengaruhi

kreativitas individu.

Hobsbawm dalam ‘Inventing

Traditions’ (1985: 2–14) menegaskan

bahwa dalam perkembangannya tradisi

harus selalu diperbarui agar tetap diminati

oleh masyarakat pendukungnya. Upaya

pembaruan tradisi berkaitan dengan rambu

rambu atau hukum dan nilai dalam norma

yang berlaku di masyarakat dan seberapa

jauh hubungan tradisi lama dengan yang

baru.

Peningkatan kualitas kekaryaan

harus melalui pendekatan baik melakukan

studi pustaka melalui berbagai sumber

kepustakaan baik berupa data referensi

tulisan, audio-visual, wawancara, maupun

melakukan pengamatan secara langsung

menggunakan alat musik dan hanya

menggunakan teknik bernyanyi dimana suara-

suara seperti drum, bass, perkusi, dsb dihasilkan

dari mulut sehingga menghasilkan alunan melodi

yang indah.

74

yang berkaitan dengan materi tari yang

telah dipilih.

“Tari Tradisi Kraton Surakarta” laporan

penelitian Nanuk Rahayu. Buku ini

membahas tentang tari-tari tradisi yang

berkembang di dalam lingkungan Keraton

Surakarta khususnya tari Srimpi. Dari buku

ini penulis mendapatkan informasi tentang

Tari Srimpi.

Laporan penelitian kelompok Sri

Rochana Widyastutiningrum dengan judul

“Langendriyan Mangkunegaran

Pembentukan Dan Perkembangan Bentuk

Penyajiannya” tahun 1994. Dalam laporan

penelitian ini menjelaskan tentang

pembentukan dan perkembangan bentuk

penyajian Langendriyan Mangkunegaran.

Laporan penelitian ini membantu

pengkarya untuk mengetahui asal mula dan

perkembangan Langendriyan

Mandraswara atau biasa disebut

Langendriyan Mangkunegaran.

Artikel R.M Pramutomo dengan judul

“Dramatari Opera Jawa Gaya Yogyakarta:

Simbol Strata Sosial Elite Tradisional

Jawa“ tahun 2009. Jurnal ini membahas

tentang lahirnya dramatari gaya

Yogyakarta sebagai simbol strata sosial elit.

Jurnal ini membantu pengkarya untuk

mengetahui awal mula lahirnya dramatari

Langendriyan.

Skripsi Retno Purwanti dengan judul

“Nanik Setyarini Sebagai Pemeran Tokoh

Alus Wayang Orang Sriwedari Di

Surakarta (Sebuah Tinjauan Karakteristik

Tentang Peran Alus)” tahun 2010. Skripsi

tersebut menjelaskan tentang perjalanan

kesenimanan Nanik Setyarini sebagai

pemain wayang wong Sriwedari dari tahun

1961-2010. Skripsi ini membantu

pengkarya untuk mengetahui tinjauan

karakteristik pada sebuah tokoh.

III. METODE PENCIPTAAN

Berdasarkan sifat cara kerja

penelitian ini menggunakan metode

kualitatif dengan teknik deskriptif dan

interpretatif. Metode kualitatif merupakan

sebuah metode penelitian dalam ranah ilmu

sosial yang secara fundamental bergantung

pada pengamatan terhadap manusia, dalam

konteks wilayah dan kebahasaannya.

Metode ini diterapkan untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian, dengan didasarkan pada

pandangan subjek yang diteliti atau dengan

perspektif emik, yang dibatasi dalam

konteks khusus yang meliputi subjek.

Mengikuti prosedur dalam metode

kualitatif, pengumpulan data pada

penelitian ini dilakukan dengan berbagai

cara yang satu sama lainnya saling

berkaitan. Dimulai dengan observasi ke

lapangan, yaitu menelusuri data-data

tertulis dan dokumentasi berbentuk

rekaman audio visual tentang subjek yang

diteliti, serta melakukan pengamatan secara

langsung. Dalam menghadapi perubahan

75

masyarakat memang diperlukan upaya-

upaya kultural, karena kemungkinan besar

akan diketemukan bentuk-bentuk

kebudayaan baru, yang memberi makna

bagi kehidupan masyarakat. Sartono

Kartodirdjo (1997: 4-6)

Tahapan pertama adalah memilih

cerita serta menata alur dari cerita tersebut

kemudian disesuaikan dengan gendhing

serta tembang yang akan dipilih.

Pengadopsian gending-gending kethoprak,

pengkarya pilih untuk sajian Langen Catur

Swara ini.

Tahapan kedua yaitu casting penari

dengan memaksimalkan kemampuannya

untuk bisa multi casting (menjadi beberapa

tokoh).

Tahapan ketiga adalah eksplorasi

gerak, pengembangan gerak yang sudah

baku diserahkan kepada penari untuk

mencoba menginterpretasikan kembali

sesuai dengan tokoh yang diperankan.

Susanti (2017: 63) menjelaskan bahwa

eksplorasi seni tradisi adalah pencarian

kreatif di luar diri untuk mendapatkan

rangsangan atas fenomena. Berpikir kreatif

juga menuntut yang bersangkutan memiliki

banyak gagasan. Dengan kata lain, agar

anak bisa berpikir kreatif, ia haruslah bisa

bersikapterbuka dan fleksibel dalam

mengemukakan gagasan. Semakin banyak

ide yang dicetuskan, menandakan makin

kreatif anak tersebut. Teori ini

dimanfaatkan sebagai basis dalam

mengembangkan seni tradisi.

Tahapan ke empat yaitu penataan

gendhing beserta penyesuaian gerak

(tempuk gendhing). Setelah tahapan ini

selesai, barulah terlihat gestur dari karya

tersebut. Sehingga bagian-bagian yang

terasa tidak enak akan dicarikan solusi

untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Tahap ke lima barulah penekanan

dalam penokohan, pengkarya memberikan

kepercayaan dan hak kepada para penari

untuk mengeksplor gerak. Tidak hanya

karakter dalam ekspresi tubuh, tetapi

karakter dari tembang juga menjadi

pertimbangan. Oleh karena itu tembang

dibuat komunikatif supaya masyarakat

lebih mudah menikmati sajian ini.

Terdapat dua tahapan latihan yaitu

latihan terpisan dan latihan gabungan.

Proses latihan dilakukan terpisah terlebih

dahulu agar pematangan setiap detail

bagian menjadi lebih matang. Evaluasi

dilakukan disetiap latihan agar progres

karya berjalan sesuai rencana. Dramaturg

bekerja sebagai pengatur casting, acting,

dan blocking. Kemudian latihan gabungan

Setelah bagian aktor, tari dan musik telah

matang, latihan gabungan dilaksanakan.

Latihan gabungan ini awalnya

diselenggarakan per-bagian. Fokus dari

latihan ini adalah penggabungan antara

musik, tari dan teater. Latihan dibagi

menjadi 4 bagian, yaitu bagian opening,

76

transisi adegan 1, transisi adegan 2, transisi

adegan 3, transisi adegan 4 dan ending.

Capaian dari proses ini adalah terciptanya

ensemble, agar karya menjadi satu kesatuan

yang utuh.

IV. PEMBAHASAN

1. Deskripsi Karya

Kemampuan untuk mencetuskan

gagasan asli, memikirkan cara yang tidak

lazim untuk mengungkapkan diri, dan

mampu membuat kombinasi-kombinasi

yang tidak lazim dari bagian-bagian atau

unsur-unsur merupakan hal mendasar dari

karya yang diukur tingkat orisinalitasnya.

Kisah yang diangkat dalam sajian

Wirasmara kali ini merupakan kisah cinta

Jaka Tingkir dengan Ratu Maskambang

dari Kerajaan Demak Bintoro.

a. Adegan Pertama

Adegan pertama diawali dari

masuknya ke empat penari dengan kostum

yang sama. Menjadi penanda peristiwa

maupun keadaan yang ada di Kasultanan

Demak. Hal ini diwujudkan dengan tarian

rampak atau simbilosasi dari Kerajaan

Demak yang megah, agung dengan kondisi

masyarakat yang adem ayem.

Untuk sajian karawitan, pambuka

diawali dari playon gaya jogja beberapa

kali rambahan yang dilanjutkan dengan

sajian sendhon yang vokalnya dilantunkan

secara bersama-sama untuk masuknya

keempat penari:

>>Playon Yogja, laras pelog pathet sanga.

[ 2121 356g5 3565 3212 356g5 3565 6!21 2132 56!g6 56!6 2353 212g1 ] f .. 356g5

>>Playon Yogja, Sirep, MC, maos

Dhapukan-2 Paraga Kethoprak,

lajeng suwuk Tamban.

>>Sendon Rencasih, laras slendro pathet

sanga,(KOOR),

@ @ z@c! ! 5 5 5 z5c3 z3x5x3c2 A – mur- wa -ni kan - dha sa - nya - ta,

z6z!c@ z6x!x6c5 5 6 ! 6 z6c! z6c5 5 z2c3 z2x.c1 Ing bu - mi pan -dhi - ta se- ga- ra tung-gal,

6 ! @ 6 ! z6c5 5 5 Bin - ta - ra ha - na - wung kri -

dha,

6 ! @ 6 ! z6c5 z2c3 z2x.c1 Pra wa - li ma - nges - tu pa -

dha,

5 5 5 5 6 ! z5x3c2 2 Tlenging cip - ta kang ka - es -

thi,

6 6 6 6 6 6 z6x!x6c5 5 Mrih mul- ya - ning nu - sa bang -

sa,

z6c! ! ! 6 z!c@ z6x!x6c5 5 5 Lu - war sing pa - pa cin - tra -

ka,

2 jz3c5 5 5 . 6 ! . 6 . g5 Yu - wa - na sa - la - mi la -

mi.

>> metris

Arti dari cakepan sendhon diatas:

Memulai sebuah cerita nyata

77

Pada tahu 1471

Daerah penghubung dalam sebuah

pergerakan

Dan direstui para wali

Dalam perenungan yang mendalam

Demi kemuliaan nusa dan bangsa

Keluar dari penderitaan

Langgeng selama lamanya

Masuk ke bagian ladrang dengan

irama dadi dengan gerongan kinanthi yang

cakepannya berisikan situasi pada jaman

itu.

>>Sri Utama, ladrang laras slendro pathet

sanga.

[ 2321 ytent 2321 ytent 22.. 223n5 2356 531g2 66.. @!6n5 2356 531n2 11.2 3532 5321 ytegt ]

>>Notasi Gerongan Sri Utama, ladrang

laras slendro pathet sanga.

. . . . 2 2 jz.c22 . . 6z !x xx xj.c@zj6x!xc6n 5 Nenggih sang Na- ren - dra A - gung,

Mi - jil ku - su - ma - ning a - yu,

. . . . @ @ zj@c!z6x x xx.x c! zj6c5 z3x xj.c2 z5xxjx6c3 g2 Pan-jel- ma- ning ka - wu - la

sih,

Wa-yah e sang jim- bun a -

di,

. . . . 6 6 zj.c6z!x x x x.xx c@ zj@c#! . jz!x@xxj!c65 Mba-bar ra - sa mring sa - pa -

dha,

Ka - dya ruk-mi ha-nge - ngam -

bang,

. . . . @ @ jz@c!z6x x x!x xc@ zj6c5z3x x x xj.c2z5x xxj6c3zj2c1

Wi- cak - sa - na gung du - ma -

di,

Keh-ing pri - ya ha - ngu - pa -

di

. . . . 1 1 zj.c1z2x x x x.x c3 5 z5x x x xj6c!z5x x xj.c32 Njeng Sul-tan De - mak Bin - ta -

ra,

Sang Ret- na wi - ji mbin - ta -

ra,

. . 6 z!x xxj6c52x xjx.c31 . . zj2x32 . zjyx1xcy gt Ha - meng - ku ing ta - nah ja -

wi.

Treng-ga - na Sul - tan sa - yek -

ti.

Arti dari cakepan kinanthi diatas:

Bait pertama: Sang Raja Besar,

Perwakilan semua rakyat, Menyebar kasih

sayang sesamanya, Selalu bertindak

bijaksana, Kanjeng sultan Demak Bintara,

Penguasa tanah jawa.

Bait kedua: Lahir sorang putri raja,

Cucu dari Raden Patah, Seperti emas yang

mengambang, Banyak pria mencari, Sorang

putri benih dari demak Bintara, Sultan

trenggana lah ayahanda sejati.

Gambar 1. Pemunculan karakter

tokoh sebelum adegan 1 (Foto oleh: Ahmad

Faisal R, 2021)

b. Adegan Kedua

78

Bagian kedua adalah pertemuan Jaka

Tingkir dengan Ratu Maskambang. Disana

ada adegan pasihan4, oleh karena itu

penggarapan gerak pada bagian ini

selayaknya adegan percintaan yang

menggunakan tembang-tembang macapat.

Sajian ini juga disajikan sendiri oleh penari.

>>Asmaradana, ketawang laras slendro

pathet sanga.

[ 212y 21yt 121y ty1g2 56@! 521y 2521 321gy 2521 521y 2521 2y1gt 3232 521y 2521 2y1gt ] h >>Notasi Gerongan Asmaradana,

ketawang laras slendro pathet sanga.

>Joko Tingkir,

4 Adegan percintaan yang dibungkus dalam gerak

tari jawa.

. . . . . . . . . . . . . . . n.

. . . . . . . jz.c5 5 zj.c!jz6c! jz.c5 5 jz5x6xc5 jz3ccg2 Dhuh Sang Ra- tu pun-dhen ma-

mi,

. . . . . . . p. zj.c!@ jz.c!jz6c! jz.c52 jz2xc3x c2 jz1cny Ke-pa-reng ham-ba a-ngrek-

s

. . . . . . . p. jz.c66 jz.c66 jz.c53 zj2c6 g6

Wu-jud tres-na kang gi- na-

we,

. . . . . . . p. zj.c!@ jz.c!jz6c! jz.c52 jz2xc3x2 jz1cny

Ngrembaka sak jro- ning ra - sa, . . . . . 2 zj.c3ppz1x xx.x c2 zj2c32 . jzyx1xcy zgtx Ka -re -bet kang sa - nya -

ta,

>Ratu Mas Kambang zjyx1xc2 . . . . . . jz.c!@ jz.c!jz6c! jz.c52 jz2c1ny O - jo ma - ngu dhuh wong ba -

gus,

. . . . 2 2 zj2c31 . . zj2c32 . jzyxx1cxy zgt Da-tan tam-buh ing-sun tam -

pa.

Arti dari cakepan Asmarandana diatas:

Karebet

Duh Sang Juwita Ratu pelindung hamba

Perkenankanlah hamba mengukir

Wujud cinta yang tumbuh

Berkembang di dalam rasa

Karebet yang menjadi kenyataannya

Ratu mas Kambang

Janganlah kau ragu hai pria tampan

Aku tak menolak, aku hanya bisa menerima

79

Gambar 2: Adegan pasihan Karebet dan

Ratu Maskambang. (Foto: Ahmad Faisal R,

2021)

c. Adegan Ketiga

Pada bagian ketiga, Patih

Wonosalam mengetahui hal-hal yang

dianggap tidak baik dilakukan oleh Jaka

Tingkir. Sehingga Patih Wonosalam

menghadap Sultan Trenggono dan

melaporkan apa yang dilakukan oleh Jaka

Tingkir. Sultan Trenggono pun marah dan

mengutus Patih Wonosalam beserta

prajuritya untuk menangkap Jaka Tingkir.

Beberapa adegan perang disajikan dalam

adegan ketiga ini. Akhirnya Jaka Tingkir

diusir dan di copot kedudukannya oleh

Sultan Trenggono. Melihat peristiwa ini,

Ratu Maskambang pun bersedih. Hal ini

juga divisualisasikan dalam gerak tari dan

tembang.

>>Playon Yogja, laras slendro pathet

sanga.

[ 2121 356g5 3565 3212 356g5

h 3565 6!21 2132 56!g6 56!6 2353 212g1 ]

f .. 356g5

>>Playon Yogja, laras slendro pathet

sanga,

sirep ditumpangi ada-ada Megatruh>>

(PENARI)

5 2 3 5 5 3 5 2 6 6 z6c! z6c5 Dhuh Sang Na- ta ke- pa- re- nga ku - la ma -

tur,

5 6 6 z6c! 5 2 z2c3 z2c1 Ka - re - bet ing ta - man sa -

ri,

y 1 2 1 1 1 z2c1 zyct Ce - ca - ke - tan den ret - na

yu,

y 1 2 1 1 z2c1 zyct Le - lum - ban ma - du - ning sa -

ri,

3 3 2 1 3 5 z3c2 2 Se - si - dhe - man wong a - ka -

ro.

>>Palaran Maskumambang , laras

slendro pathet sanga. >>(PENARI)

. . 1 g5

5 /5 ! ! ! ! ! ! /! @ ! /z5x c5 Ja - ka Ting - kir,ke - pa - rat si - ra wong ju -

thi,

! /z!x x c@ @ @ /z!x c! z5x x!x c/! Nggon - jak jro-ning pra - ja,

/5 5 5 /5 5 2 z/x1x c2 z/1x x c1 Tan no-leh mring ka - nan ke - ring,

1 /1 2 1 /1 2 2 /z1x x2x c5 Pa - trap - i - ra pin - dha yak -

sa.

>>Sampak Tlutur, laras slendro pathet

sanga.

[ 5555 6666 333g3 1111 5555 111g1 5555 2222 6666 555g5 ] f .... 555g5

80

>>Sinom Logondhang, laras slendro

pathet sanga.

>> Garap Ketawang dan Palaran>>Buka

Celuk: >>(PENARI)

.... ...n5 .535 323g5 6532 123n2 .235 21ygt >>Palaran

. . . @ @ @ @ @ /@ z@x xx!x c/5 z5x/c5cn5 Dhuh Ra-ma Sul-tan Treng - ga -

na

. p. jz.c2 z/j2c5 5 5 z/j2kx5c6 6 /5 gjz5kx/5c5 Ka-wu - la min -ta we -las

sih,

. 6 /5 6 z/5c5 /2 z2x c1 . . 2 z/x2x c2 Le-lam-pa - han nya - ta nis

- tha,

. . 2 2 2 2 /2 z5x c/5 z5x x2x c/2 zyx/tcgtx x/tc Mbabar wi - rang jro - ning na -

gri,

>>Palaran

. . z/2c2 2 2 2 2 2 /z2x/3c5 Tan pan - tes da - dya pu -

tri,

. 6 6 6 /z5c6 /z5c5 /z5c6 z5x/5cx5 z/x3c/2x.z/3x/2c1 Tus tu - ra - sing wong a - lu -

hur,

. . 1 1 1 1 1 z/2c1cy z/tx.ct Ku- la min - ta pi - da - na,

. z1c2 2 2 2 /2 /zx/3x.c5 /z2x1cy /ztxtx/ctct Ngu- kup ka - le - pa - tan ma -

mi,

>>Sultan Trenggana,

. ! @ z!x@x!xxc/5 5 2 /2 5 5 z5c/3 z/5x5c6 z5/x5c5/z2xx.c2 Sun le - ga - wa la- mun si- ra me- dhot tres-

na.

Arti dari cakepan diatas:

Ada-ada gambuh

Duh Sang Raja, perkenankanlah hamba

melapor

Karebet berada di taman sari

Berhubungaan dengan Putri nda paduka

Saling memadu kasih

Bersembunyi berdua

Palaran maskumambang

Jaka tingkir, keparat engkau wahai orang

biadab

Kurang ajar di dalam kerajaan

Tanpa melihat siapa dirimu

Kelakuanmu bagai raksasa

Sinom Logondhang

Duh ayahnda Sultan Trenggana

Hamba mohon belas kasih

Perbuatanku nyata hina

Mempermalukan negara

Tidak pantas menjadi seoran putri

Keturunan orang luhur

Hamba mohon hukuman

Untuk menebus semua kesalahan hamba

Sultan trenggana

Aku lega, jika kamu memutuskan

hubungan

dengan karebet.

81

Gambar 3: Sultan Trenggana memutuskan

hubungan Karebet dengan Ratu

Maskambang. (Foto: Ahmad Faisal R,

2021)

d. Adegan Keempat

Adegan keempat yaitu adegan

Kebondanu yang dalam penggarapannya

diwujudkan dengan kiprah Kebondanu

kemudian mengamuk dan membuat huru-

hara di Kerajaan Demak. Siapapun tidak

ada yang dapat mengalahkan Kebondanu

namun kemudian tiba-tiba datanglah Jaka

Tingkir mengalahkan dan menakhlukkan

Kebondanu. Setelah peristiwa kalahnya

Kebondanu, Jaka Tingkir dihadapkan

dengan Sultan Trenggono. Sultan

Trenggono menerima kembali Jaka Tingkir

di Kerajaan Demak dan memberikan restu

kepada Jaka Tingkir untuk menjadi suami

putrinya yaitu Ratu Maskambang.

Gambar 4: Kalahnya Kebondanu oleh

Karebet. (Foto: Ahmad Faisal R, 2021).

Penutup dari adegan ini adalah mundur

beksan dengan wujud iring-iringan

pernikahan Jaka Tingkir dengan Ratu

Maskambang.

>>Maesa, lancaran, laras slendro pathet

sanga.

[ .1.2 .1.2 .1.2 .y.g1 .2.1 .2.1 .2.y .1.g2 ] >>Peralihan ke KIPRAH,,,,

➢ .5.3 .2.g1

>> KIPRAH >> Balungan Mlaku.

[ 3231 3231 1.12 353g2 5352 5352 2.23 532g1 ]

>>Playon Yogja, laras slendro pathet

sanga.

82

21 2121 j.1.1g1 2312 356g5 235g6 !656

5323 1232

[ 356g5 3565 6!21 2132 56!g6

56!6 2353 212g1 2121 356g5

3565 3212 ] f .. 356g5

>>Palaran Pangkur, laras slendro pathet

sanga.

>>(PENARI)>> 5 6 1 g2

>>>>Jaka Tingkir>>>>

5 6 ! ! z!x.c6 z!x.c@ z6x@x!x6c5 z2x.x3x2x1cy Da- sar sa - to wu - jud jal -

ma,

6 6 6 6 6 z6x!c@ z!x6c5 1 2 zyx.c1 zyx.ct No - ra ta - ta po- lah- mu ngge - gi- ri

- si,

Kaseling SREPEG,>>Srepeg 1

>>Palaran>>

[

3565 6!21 2132 56!g6

56!6 2353 212g1 2121 356g5

3565 3212 356g5 ]

>>>>Kebo>>>>

! z@x!x#x@c! ! ! ! z5x!x6c5 5 z6x.x5x6c! No - ra we - ruh da - tan u - rus,

6 ! @ @ z6x!x6c5 2 z2x.x3x2x1cy Su - ming- kir o - po sir - na,

>>Srepeg 2>>Palaran>>

[

56!6 2353 212g1 2121 356g5

3565 3212 356g5 3565 6!21

2132 56!g6 ]

>>>>Jaka Tingkir>>>>

@ @ @ @ @ @ z@xc# ! 5 zz6x!x6c5 2 z2x.x5x3x2c1 Nya- ta sek- ti tan- dhi - nga- na gya kri

dha ku,

>>>>Jaka Tingkir, Kambang, Sultan

Trenggana>>>>

5 6 ! ! z!c6 z!x.c@ z!x6c5 z2x.x3x2x1cy Ke - ta - man ga - man Mbin - ta -

ra,

5 5 5 5 z5x6c! z6c5 z5x.c3 z2x.c1 Nje - ba - bah le - bur sa - ke -

thi.

>>Sampak Rinengga, laras slendro pathet

sanga.

[

5151 532g1 2525 321g6

2626 236g5 6565 232g1 ]

>>Sampakan, laras slendro pathet

sanga.>>(Jabut Sungu)>>

[ 2121 212g5 ]

83

>>Monggangan Rinengga, laras slendro

pathet sanga.

[ .y.2 .y.1 .2.y .2.g1 ]

Arti dari cakepan di adegan keempat:

Pangkur

Karebet

Dasar manusia jelmaan hewan

Kurang ajar tingkah lakumu membuat takut

Kebondanu

Masa bodoh aku tidak peduli

Menyingkirlah atau mati

Jaka tingkir

Jika sakti, tandingilah kehebatanku

Jaka tingkir, Trenggana, Ratu mas

kambang

Terkena pusaka Demak bintara

Pasti tersungkur hancur lebur

2. Format Baru

Seni tradisi penuh dengan simbol

dan jutaan makna dalam membangun

kesempurnaan bentuk kesenian maupun

budayanya. Meskipun tataran sempurna

bagi setiap orang berbeda-beda, akan tetapi

warisan yang sampai sekarang masih dapat

dinikmati oleh seluruh masyarakat tradisi

selalu menjadi pijakan untuk diacu menjadi

karya baru maupun dikembangkan lagi.

Tahap analisis menggunakan model

analisis interaktif Miles dan Huberman

(dalam Rohidi 2011: 240) yang

menggunakan empat langkah dalam

melakukan proses analisis. Prasena

Arisyanto, Agus Cahyono, Hartono

Catharsis 6 (1) 74-81 (2017) 76 yaitu

pengumpulan data, reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan. Teknik

keabsahan data yang digunakan adalah

triangulasi teknik dan sumber.

Langen Catur Swara mencoba

menjawab tantangan jaman dengan

mewadahi beberapa bentuk kesenian antara

lain tari, karawitan, kethoprak, wayang

wong dan lain sebagainya. Selain dari pada

itu, Langen Catur Swara tidak hanya

disajikan dengan format tradisi baik dari

sisi gerak, tembang, maupun cerita. Unsur

kebaruan (termasuk diantaranya keaslian

dan tidak terduga) serta tepat guna

termasuk diantaranya berguna dan dapat

disesuaikan dengan tuntutan tugas para

aktor tradisi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kreativitas meliputi faktor

keterbukaan terhadap pengalaman,

kemampuan menilai situasi sesuai dengan

patokan pribadi dan kemampuan untuk

bereksperiman atau kemampuan bermain

dengan konsep, dan dorongan dari

lingkungan,dan keamanan dan kebebasan

psikologis.

Dalam sajian Wirasmara kali ini,

pengkarya mencoba mengimplimentasikan

potongan cerita sejarah dari Kerajaan

Demak ke dalam sajian Catur Langen

Swara. Penciptaan gerak dari halus sampai

ekspresif melalui tahapan eksplorasi

ditempuh untuk mewujudkan karya baru

84

yang diinginkan. Renzulli (dalam

Munandar, 2004) mengatakan bahwa

kreativitas adalah kemampuan umum untuk

menciptakan sesuatu yang baru, sebagai

kemampuan untuk memberi gagasan-

gagasan baru yang dapat diterapkan dalam

pemecahan masalah, atau sebagai

kemampuan untuk melihat hubungan-

hubungan baru antara unsur-unsur yang

sudah ada sebelumnya.

Kreativitas juga melibatkan proses

yang dianggap mengandung nilai- nilai

kreatif. Definisi ini mengarahkan

kreativitas sebagai hal yang menghasilkan

hal dan ide yang baru oleh individu atau

kelompok kecil. Kelompok kecil ini identik

dengan sesuatu yang minimalis.

Di samping diambil dari babad, lakon

juga diangkat dari ceritera rakyat, berupa

legenda, mitos dan dongeng. Variasi jenis

ceritera yang diangkat dalam lakon

dimungkinkan karena dalam khasanah

budaya Jawa, legenda maupun dongeng

hidup bersama rakyat jelata. Ceritera-

ceritera itu mengandung unsur pendidikan

yang secara umum akan diacu oleh setiap

manusia Jawa.

Kecenderungan ini juga nampak pada

bentuk-bentuk teater tradisi, seperti wayang

orang, wayang kulit, wayang golek ataupun

Kethoprak yang diperankan oleh

masyarakat desa tanpa harus menggunakan

teks. Kethoprak pada dasarnya merupakan

cerita epos, yang menceritakan cerita-cerita

kepahlawanan. Hal ini mendasari

perkembangan cerita yang diangkat oleh

Langen Catu Swara.

KESIMPULAN

Peneliti memilih inteligensi dan

kecerdasan menghadapi rintangan karena

kreativitas erat kaitannya dengan pola pikir

dan kemampuan untuk bisa selalu berpikir

inovatif dan memunculkan gagasan ide-ide

baru yaang merupakan indikator yang

berkaitan dengan inteligensi dan

kecerdasan menghadapi rintangan. Aktor

tradisi harus memiliki modal budaya,

modal sosial, modal simbolik, dan modal

ekonomi yang mendukung proses

reproduksi seni.

Seni tradisi mempunyai potensi untuk

dikembangkan, diperbarui, menjadi

kesenian yang dinamis sesuai dengan

dinamika perkembangan kesenian dalam

semangat jamannya. Berbagai wujud

inovasi dan kreatifitas ditunjukkan dalam

setiap pertunjukannya. Kesenian yang

dikenal sangat dinamis,fleksibel,dan

adaptif ini terus berubah dan berkembang

mengikuti dinamika perubahan

masyarakatnya. Yang terjadi adalah bahwa

proses pembaharuan seni di lingkungan

budaya ini berlangsung agak lamban yang

di sebabkan oleh masih kuatnya pengaruh

dan ikatan kesenian tradisi dengan budaya

sosialnya.

85

DAFTAR PUSTAKA

Goeffry Leech. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Universitas Indonesia.

I Dewa Putu Wijaya. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. AND Yogyakarta.

Iswantara, Nur, 1997. Ketoprak dan Teater Modern Kita. dalam Lephen Purwa Raharja, ed.

Ketoprak Orde Baru, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya)

Kartidirdjo Sartono, 1997. Tertawa, Kesepian dan keterasingan: Sosiodrama dalam

Pembangunan dalam Lephen Purwa Raharja, ed., Ketoprak Orde Baru

(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya)

Kasim Achmad, 1981. Teater Rakyat di Indonesia. dalam Analisis Kebudayaan No 2 Th. I

(Jakarta: Depdikbud)

Kunjana Rahardi. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Erlangga.

Jakarta.

Lombard, Denys. 2000.. Nusa Jawa :Silang Budaya Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris

Jilid 3.Jakarta :Gramedia Pustaka Utama.

Lono Simatupang. Pergelaran: Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya, Yogyakarta:

Jalasutra,2013. hlm. 160.

Marsidah, 1986-1987. Tata Rias, Tata Pakaian, dan Tata Teknik Ketoprak., dalam Bidang

Kesenian Kanwil Depdikbud DIY, Tuntunan Seni Ketoprak, (Yogyakarta:

Depdikbud)

M. C. Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. PT Serambi Ilmu Semesta

Jakarta. Terj. Satrio Wahono dkk.

M. Ricklefs. 1974. Jogjakarta Under Sultan Mangkubumi 1749-1792. Ahistory of the Division

of Java. London Oxford University Press.

Muchlis PaEni (ed.) , 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia : Bahasa, Sastra, dan

Aksara.Jakarta : Rajawali Pers.

Nusantara, Bondan, 1997, .Format Garapan dan Problematika Ketoprak, dalam Lephen Purwa

Raharja, ed., Ketoprak Orde Baru (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya)

Poedjosoedarmo, Soepomo dkk. 1979. Morfologi Bahasa Jawa. Pusat Penerbitan dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.

Sastrosiswojo, Sismadi, 1920, .Persatoean Hindia. 19 Juni 1920. Sudyarsana, Handung Kus,

1989, Ketoprak, (Yogyakarta: Kanisius)

Sugimin, 2011. Macapat ((Perkembangan dan Kontribusinya dalam Karawitan Jawa). Blok

isi-ska.ac.id.

86

Supendi, Eko. 2007. “Wayang Orang Sebagai Pertunjukan Teater Tradisional Dalam Tinjauan

Semiotika (Sebuah Tinjauan Awal)”. Jurnal Seni Budaya Gelar. 5 (1) Juli 2007 :

54-72.

Triwikromo, Triyanto. 2015. Dari Gunung Menggerakkan Renaisans Jawa. Suara Merdeka.

Semarang 21 Desember. Hlm 1 -2

Waridi. 2002. Potensi, Sifat, Serta Kondisi Musik Nusantara, dan Pendekatan Dalam

Kekaryaan Karawitan. Surakarta: STSI.

Widayat, 1997, .Ketoprak, Kreativitas, dan Teknologi. dalam Lephen Purwa Raharja, ed.,

Ketoprak Orde Baru (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya)

Narasumber:

Widayat (76 Tahun), Seniman Kethoprak,

Yogyakarta