DAMPAK MALOKLUSI TERHADAP SENDI TEMPORO MANDIBULAR
Transcript of DAMPAK MALOKLUSI TERHADAP SENDI TEMPORO MANDIBULAR
DAMPAK MALOKLUSI TERHADAP SENDI TEMPORO MANDIBULAR
Disusun untuk memenuhi tugas makalah klinik IKGM
Penyusun:
Fahmi Rizkillah Rachman
(081611101021)
KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mulut merupakan pintu gerbang pertama di dalam sistem
pencernaan. Makanan dan minuman akan diproses di dalam mulut
dengan bantuan gigi-geligi, lidah, dan saliva. Pemeliharaan
kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya
meningkatkan kesehatan. Mulut bukan sekedar untuk pintu
masuknya makanan dan minuman tetapi fungsi mulut lebih dari itu
dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut bagi
kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Oleh karena itu
kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang
kesehatan seseorang. (Riyanti, Eriska : 2005)
Dalam tahap pertumbuhan gigi dan perkembangan oklusi,
khususnya periode transisi pergantian gigi sulung menjadi gigi
permanen terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
lengkung gigi. Kebiasaan merupakan faktor penting yang menjadi
penyebab dan berkembangnya penyakit dalam rongga mulut.
Seringkali, kebiasaan dilakukan tanpa disadari yang ternyata
dapat merusak atau membahayakan bagian rongga mulutnya.
(Megananda: 2009)
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya, banyak anak memiliki
kebiasaan tertentu dalam berperilaku. Ada kebiasaan yang
bersifat sementara, tetapi ada juga kebiasaan yang tidak mudah
dihilangkan. Beberapa kebiasaan anak harus tetap diperhatikan
karena dapat bertahan lama bila tidak ditangani segera, bahkan
akan mengganggu fungsi optimal anak, dimana dapat mengakibatkan
interaksi sosial negatif misalnya dihindari oleh teman-teman
dan anggota keluarga. Kebiasaan buruk yang bertahan selama
perkembangan anak, menyebabkan gangguan pada perkembangan
struktur mulut seperti maloklusi. Maloklusi bukan penyakit,
melainkan keadaan morfologi yang menyimpang dari oklusi normal
dan standar estetika pada kelompok etnik tertentu. (Dian
Hasfarika, 2011)
Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditanda dengan tidak
benarnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau
anomali abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi adalah kondisi
oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai
kondisi yang tidak reguler. Keadaan ini dikenal dengan istilah
maloklusi tetapi batas antara oklusi normal dengan tidak normal
sebenarnya cukup tipis. Maloklusi sering pula tidak mengganggu
fungsi gigi secara signifikan dan termodifikasi pemakaian gigi.
(Foster TD, 1993)
Ortodontik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran
gigi yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan gigi,
perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari cara
pencegahan dan perawatan kelainan dentofasial, termasuk
maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,
stabil, dan estetik. (Rahardjo P, 2008)
Tujuan perawatan ortodonsi adalah untuk memperbaiki keadaan
gigi –geligi agar dapat berfungsi dengan baik, menciptakan
kesehatan khususnya kesehatan gigi dan m ulut, dan kesehatan
tubuh pada umumnya, serta melakukan perbaikan estetik wajah
(penampilan ) dengan dampak psikologis yang positif. Peran
seorang ahli ortodonsi dalam usahanya untuk mengatasi masalah
age nisi adalah mempertahankan gigi –geligi yang masih ada,
meningkatkan estetik wajah sehingga kondisi emosi dan
psikologisnya menjadi lebih baik, membantu agar fungsi
pengunyahan bisa berjalan dengan baik dan meningkatkan fungsi
bicara. (Elly Rusdiana, 2006)
Dokter gigi memberikan perawatan mulut dan memecahkan
masalah gigi masalah bagi bayi, anak, remaja serta remaja
dengan kebutuhan perawatan kesehatan secara khusus. Sebagian
besar anak-anak dapat dirawat secara memadai dengan teknik
modifikasi perilaku dengan pendekatan non farmakologis seperti
memberitahu-menunjukkan-melakukan teknik tersebut. (Pei-Ying
Lee, dkk : 2009)
Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui
bagaimanakah dampak maloklusi terhadap sendi temporo
mandibular.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Maloklusi
Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai dengan
tidak harmonisnya hubungan antar lengkung di setiap bidang
spasial atau anomali abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi
menunjukkan kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi
yang tidak reguler. Penentuan maloklusi dapat didasarkan pada
kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key of occlusion
artinya molar pertama merupakan kunci oklusi. (Dewanto, 1993)
Menurut Angle yang dikutip oleh Dewanto, oklusi normal
sebagai hubungan dari bidang-bidang inklinasi tonjol gigi pada
saat kedua rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan tertutup,
disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi yang
benar, dan keadaan pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi
antara berbagai macam jaringan penyangga gigi yang normal pula.
(Dewanto, 1993)
Menurut Angle yang dikutip oleh Dewanto oklusi normal
adalah apabila tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanen
maksila berkontak dengan lekuk bukal gigi molar pertama
permanen mandibula dan apabila disertai lengkung gigi maksila
da mandibula dalam keadaan baik maka didapatkan oklusi ideal.
Kemungkinan besar tak seorang pun memiliki oklusi yang ideal.
(Widya, 2011)
Maloklusi merupakan oklusi yang menyimpang dari normal.
Penyimpangan tersebut berupa ciri-ciri maloklusi yang jumlah
dan macamnya sangat bervariasi baik dari tiap individu maupun
sekelompok populasi. (Widya, 2011)
Menurut Andrew yang dikutip oleh Bisara, terdapat enam
kunci oklusi normal, sebagai berikut:
1. Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama
rahang atas beroklusi dalam celah antara mesial dan sentral
dari molar pertama rahang bawah.
2. Angulasi mahkota yang benar.
3. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan maloklusi.
4. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan oklusi.
5. Tidak ada rotasi gigi.
6. Tidak ada celah diantara gigi geligi.
7. Adanya curve of spee yang datar terhadap dataran oklusal.
Oleh karena itu, jika berbagai ketentuan oklusi normal di
atas tidak sesuai, maka akan tergolong kasus maloklusi. Menurut
Graber yang dikutip oleh Dewanto maloklusi merupakan penyakit
gigi terbesar kedua setelah karies gigi. Gambaran maloklusi
pada remaja di Indonesia masih sangat tinggi, mulai dari tahun
1983 adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%, sementara
perilaku kesehatan gigi pada remaja khususnya tentang
maloklusi masih belum cukup baik dan pelayanan kesehatan gigi
belum optimal. (Dewanto, 1993)
2.2 Etiologi Maloklusi
Menurut Moyers yang dikutip oleh Suminy, maloklusi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Faktor keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi
dan bagian lain di luar otot dan saraf.
2. Gangguan pertumbuhan.
3. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat
dilahirkan serta trauma setelah dilahirkan.
4. Keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi.
5. Kebiasaan buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan
insisivus rahang atas lebih ke labial sedangkan insisivus
rahang bawah ke lingual, menjulurkan lidah, menggigit kuku,
menghisap dan menggigit bibir.
6. Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan
endokrin, penyakit lokal (gangguan saluran pernapasan,
penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor, dan gigi
berlubang).
7. Malnutrisi.
(Suminy dan Zen, 2007)
2.4 Dampak Maloklusi
Maloklusi dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya
dapat dilihat dari segi fungsi yaitu jika terjadi maloklusi
yang berupa gigi berjejal akan berakibat gigi sulit dibersihkan
ketika menyikat gigi. Dari segi rasa sakit, maloklusi yang
parah dapat menimbulkan kesulitan menggerakkan rahang (gangguan
TMJ dan nyeri). Dari segi fonetik, maloklusi salah satunya
adalah distooklusi dapat mempengaruhi kejelasan pengucapan huruf
p, b, m sedangkan mesio-oklusi s, z, t dan n. Dari segi psikis,
maloklusi dapat mempengaruhi estetis dan penampilan seseorang.
(Suminy dan Zen, 2007)
2.5 Klasifikasi Maloklusi
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah
dengan Klasifikasi Angle. Menurut Angle yang dikutip oleh
Rahardjo, mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi
molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya. Angle
mengelompokkan maloklusi menjadi tiga kelompok, yaitu
maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III. (Rahardjo P, 2008)
1. Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari
mandibula dan maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar
pertama permanen berada pada bukal groove molar pertama
permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar
(Gambar 2.1), terdapat relasi lengkung anteroposterior
yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen
(netrooklusi). Kelainan yang menyertai maloklusi klas I
yakni: gigi berjejal, rotasi dan protrusi.
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan
atau crowded atau gigi C ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau
protrusi
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga
terjadi gigitan terbalik (anterior crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar
permanen ke arah mesial akibat prematur ekstraksi.
Gambar 2.1 Maloklusi Klas I
2. Maloklusi Klas II : relasi posterior dari mandibula
terhadap maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama
permanen atas berada lebih mesial dari bukal groove gigi
molar pertama permanen mandibula. Seperti yang terlihat
pada gambar (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Maloklusi Klas II
Divisi 1: insisivus sentral atas proklinasi sehingga
didapatkan jarak gigit besar (overjet), insisivus
lateral atas juga proklinasi, tumpang gigit besar
(overbite), dan curve of spee positif.
Divisi 2 : insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus
lateral atas proklinasi, tumpang gigit besar
(gigitan dalam). Jarak gigit bisa normal atau
sedikit bertambah.
Pada penelitian di New York Amerika Serikat diperoleh
23,8% mempunyai maloklusi Klas II. Peneliti lain
mengatakan bahwa 55% dari populasi Amerika Serikat
mempunyai maloklusi Klas II Divisi I.
3. Maloklusi klas III : relasi anterior dari mandibula
terhadap maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama
permanen atas berada lebih distal dari bukal groove gigi
molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior
crossbite (gigitan silang anterior). Seperti yang terlihat
pada gambar (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Maloklusi Klas III
Tipe 1 : adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi
lengkungnya tidak normal.
Tipe 2 : adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior
maksila tetapi ada linguoversi dari gigi
anterior mandibula.
Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi
dari gigi anterior maksila; lengkung gigi
mandibula baik.
Untuk kasus crossbite ada yang membaginya menjadi crossbite
anterior dan crossbite posterior.
a. Crossbite anterior
Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat
satu atau beberapa gigi anterior maksila yang posisinya
terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
b. Crossbite posterior
Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa
gigi posterior mandibula.
Selain Klasifikasi Angle, terdapat berbagai jenis maloklusi,
seperti:
1.Deepbite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian
insisal gigi insisivus maksila terhadap insisal gigi insisivus
mandibula dalam arah vertikal melebihi 2-3 mm. Pada kasus
deepbite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke
mesial dan insisivus mandibula sering berjejal, linguoversi,
dan supra oklusi.
2.Openbite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal
dari gigi saat rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan
oklusi sentrik. Macam-macam open bite menurut lokasinya antara
lain :
a.Anterior openbite
Klas I Angle anterior openbite terjadi karena rahang atas
yang sempit, gigi depan inklinasi ke depan, dan gigi
posterior supra oklusi, sedangkan Klas II Angle divisi I
disebabkan karena kebiasaan buruk atau keturunan.
b. Posterior openbite pada regio premolar dan molar.
c. Kombinasi anterior dan posterior/total openbite terdapat
baik di anterior,
posterior, dapat unilateral ataupun bilateral.
3. Crowded (Gigi berjejal)
Gigi berjejal adalah keadaan berjejalnya gigi di luar
susunan yang normal. Penyebab gigi berjejal adalah lengkung
basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal. Lengkung
basal adalah lengkung pada prossesus alveolaris tempat dari
apeks gigi itu tertanam, lengkung koronal adalah lengkung
yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah mesiodistal
yang paling besar dari mahkota gigi geligi. Faktor keturunan
merupakan salah satu penyebab gigi bejejal, misalnya ayah
mempunyai struktur rahang besar dengan gigi yang besar-besar,
ibu mempunyai struktur rahang kecil dengan gigi yang kecil.
Kombinasi genetik antara rahang kecil dan gigi yang besar
membuat rahang tidak cukup dan gigi menjadi berjejal. (Foster
TD, 1993)
Kasus gigi berjejal dibagi berdasarkan derajat keparahannya,
yaitu:
a. Gigi berjejal kasus ringan
Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi
depan mandibula, dianggap suatu variasi yang normal dan
dianggap tidak memerlukan perawatan.
b. Gigi berjejal kasus berat
Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat
menimbulkan oral hygiene yang buruk.
4. Diastema (Gigi renggang)
Gigi renggang adalah suatu keadaan terdapatnya ruang di
antara gigi geligi yang seharusnya berkontak. Diastema ada 2
macam, yaitu:
a. Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi. Penyebabnya
antara lain frenulum labial yang abnormal, kehilangan
gigi, kebiasaan jelek, dan persistensi.
b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat
disebabkan oleh faktor
keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang
traumatis.
(Rahardjo P, 2008)
2.6 Definisi Sendi Temporo Mandibular
Sendi temporomandibula atau Temporomandibular Joint (TMJ)
adalah suatu persendian yang sangat kompleks di dalam tubuh
manusia. Selain gerakan membuka dan menutup mulut, sendi
temporomandibula juga bergerak meluncur pada suatu permukaan
(ginglimoathrodial). Selama proses pengunyahan sendi
temporomandibula menopang tekanan yang cukup besar. Oleh karena
itu, sendi temporomandibula mempunyai diskus artikularis untuk
menjaga agar kranium dan mandibula tidak bergesekan . (Lusi dan
Ria, 2009)
Sendi tempromandibula mempunyai peranan penting dalam
fungsi fisiologis dalam tubuh manusia. Identifikasi anatomi
maupun radioanatomi dari struktur persendian ini merupakan
suatu hal yang sebaiknya dapat dipahami secara baik. Pemahaman
struktur sendi temporomandibula dapat berguna bagi dasar
diagnosis dan perawatan dalam upaya penanganan keluhan pasien,
terutama masalah yang menyangkut oklusi dan fungsi fisiologis
pengunyahan. (Lusi dan Ria, 2009)
Dalam sistem stomatognati, fungsi fisiologis dari
pergerakan rahang ditunjang oleh keharmonisan oklusi gigi.
Oklusi yang baik dibentuk oleh susunan gigi dan lengkung rahang
yang seimbang dalam posisi oklusi sentrik. Kondisi ideal
tercapai apabila susunan gigi mengikuti pola kurva Spe dan bola
Monson. Perubahan oklusi dapat disebabkan berbagai hal, antara
lain karena hilangnya gigi karena proses pencabutan. Kehilangan
gigi yang dibiarkan tanpa segera disertai pembuatan protesa,
dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola oklusi karena
terputusnya integritas atau kesinambungan susunan gigi.
Pergeseran atau perubahan inklinasi serta posisi gigi, disertai
ekstrusi karena hilangya posisi gigi dalam arah berlawanan akan
menyebabkan pola oklusi akan berubah, dan selanjutnya dapat
menyebabkan tarjadinya hambatan atau interference pada proses
pergerakkan rahang. (Lusi dan Ria, 2009)
2.7 Gambaran Anatomis Sendi Temporo Mandibular
TMJ dibentuk oleh kondilus yang terletak pada tulang
mandibula dan fossa pada tulang temporal. Kedua tulang ini
dipisahkan oleh discus artikularis. Sendi kiri dan kanan pada
mandibula dihubungkan oleh ligamen dan otot yang menghasilkan
hubungan bilateral antara satu bagian mandibula dengan kranium
yang disebut Craniomandibular Articulation. (Lusi dan Ria, 2009)
Struktur sendi temporomandibula terdiri dari fossa
glenoidales, processus kondilodeus, eminentia artikularis,
kapsula arikularis, diskus artikularis, dan membran sinovial.
(Lusi dan Ria, 2009)
Gambar 1. Struktur Sendi
Temporomandibula
Kondilus mandibula adalah tulang dengan struktur elipsoid
melekat pada ramus mandibula. Berbentuk cembung pada seluruh
permukaan, walaupun sedikit terlihat datar pada permukaan
bagian posterior, dan berbentuk seperti tombol lebih lebar pada
daerah mediolateral daripada anteroposterior. Kondilus
berbentuk lonjong dan mempunyai poros yang berorientasi
mediolateral. Permukaan tulang artikular terdiri atas cekungan
fossa artikular dan bagian dari eminensia artikular. Meniskus
adalah suatu suatu jaringan fibrosa, berbentuk pelana yang
merupakan struktur yang memisahkan kondilus dan tulang
temporal. (Lusi dan Ria, 2009)
Gambar 2 . Tulang kranial dan Tulang Mandibula
Kapsula artikularis merupakan jaringan ikat fibrous tipis
berada di sekeliling sendi temporomandibula dan secara anatomi
dan fungsi membatasi pergerakan sendi temporomandibula. Kapsula
melekat di posterior pada tulang temporal dan di inferior pada
leher kondilus. Membran sinovial menghasilkan cairan sinovial
yang masuk kedalam celah sendi melalui permukaan dalam kapsula.
Fungsi lain kapsula artikularis adalah membatasi cairan
sinovial yang masuk kedalam permukaan artikular. Kapsula
diperkuat oleh ligamen temporomandibula pada saat sendi
bergerak ke arah lateral. (Lusi dan Ria, 2009)
Diskus Artikularis disusun oleh jaringan ikat fibrous
avaskuler dan di sekeliling diskus terdapat sedikit persarafan.
Bila diskus artikularis yang normal dipotong secara sagital
maka akan terlihat gambaran bikonkaf. Pada penampang sagital,
diskus artikularis dapat dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan
ketebalannya. Daerah tengah merupakan daerah paling tipis dan
disebut zona intermediat, yang berfungsi sebagai tempat
perlekatan permukaan artikularis dari kondilus. (Lusi dan Ria,
2009)
Gambar 3. Posisi Normal Diskus Artkularis Adalah Posisi jam
12, Posisi
Diskus Artikularis Berhimpit dengan Puncak
Kondilus pd Satu Garis Lurus
Ketebalan diskus sesuai antara zona anterior dan posterior
pada zona intermediat. Zona posterior sedikit lebih tebal
dibandingkan zona anterior. Diskus artikularis terletak di
antara kepala kondilus dan fossa artikularis. Pada keadaan
normal, permukaan artikular kondilus terletak pada zona
intermediat diskus artikularis, dan dibatasi oleh ketebalan
bagian anterior dan posterior. (Lusi dan Ria, 2009)
Perlekatan pada bagian posterior diskus artikularis
terletak pada jaringan ikat longgar yang memiliki lebih banyak
pembuluh darah dan persarafan. Hal ini dikenal dengan retrodiskal
tissue atau perlekatan posterior. Bagian atas disebut juga
lamina superior, mengandung lebih banyak elastin. Lamina
superior melekat pada plat timpani. Bagian bawah perlekatan
posterior ini juga disebut lamina inferior. Bagian lateral dan
medial dari diskus artikularis menempel pada sisi kondilus
untuk membantu menahan gerakan pasif yang mungkin terjadi pada
kondilus dan diskus artikularis. (Lusi dan Ria, 2009)
2.8 Gambaran Radiografis
Anatomi TMJ yang dapat terlihat secara radiografi meliputi
komponen dasar dari sendi temporomandibula yaitu :
Komponen mandibula, termasuk kepala kondilus
Potongan Sendi Temporomandibular
Komponen tulang temporal termasuk Fossa Glenoidalis dan
Eminensia Artikularis
Kapsul di sekitar persendian
Gb.4.Komponen tulang pada persendian dilihat dari samping
B.Kepala kondilus
dilihat dari aspek anterior C.Basis rahang dilihat dari bawah.
Fossa glenoidalis
(yang ditunjukkan oleh anak panah) dan angulasinya terhadap
bidang koronal.
Gb.5. Diagram potongan sagital kanan TMJ
yang menunjukkan komponen-komponennya
Klinisi juga perlu mengetahui jenis dan luasnya pergerakan
sendi dan bagaimana gambaran dari sendi yang berubah karena
berbagai gerakan tersebut. Untuk mendapatkan gambaran
radiografi dapat dilakukan dalam beberapa teknik pemotretan
yaitu : transkranial, transfaringeal, panoramik, tomografi,
computed tomography (CT). (Lusi dan Ria, 2009)
BAB IIIPEMBAHASAN
Mulut merupakan pintu gerbang pertama di dalam sistem
pencernaan. Makanan dan minuman akan diproses di dalam mulut
dengan bantuan gigi-geligi, lidah, dan saliva. Pemeliharaan
kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya
meningkatkan kesehatan. Mulut bukan sekedar untuk pintu
masuknya makanan dan minuman tetapi fungsi mulut lebih dari itu
dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut bagi
kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Oleh karena itu
kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang
kesehatan seseorang. Gigi merupakan bagian dari alat
pengunyahan pada system pencernaan dalam tubuh manusia,
sehingga secara tidak langsung berperan dalam status kesehatan
perorangan.
Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditanda dengan tidak
benarnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau
anomali abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi adalah kondisi
oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai
kondisi yang tidak reguler. Keadaan ini dikenal dengan istilah
maloklusi tetapi batas antara oklusi normal dengan tidak normal
sebenarnya cukup tipis. Maloklusi sering pula tidak mengganggu
fungsi gigi secara signifikan dan termodifikasi pemakaian gigi.
Sistem stomatognatik adalah suatu pendekatan yang harus
dipertimbangkan oleh dokter gigi. Sistem ini terkait satu
dengan yang lain dalam hal bentuk dan fungsi dari hubungan
rahang, artikulasi, sendi rahang (TMJ), konformasi kraniofasial
dan oklusi.
Sistem stomatognatik termasuk didalamnya adalah gigi-gigi
dan jaringan pendukungnya, maksila dan mandibula, otot-otot
kepala, sendi rahang, lidah, saraf-saraf, pembuluh darah dan
komponen-komponen lainnya.
Temporomandibular articulation adalah kumpulan sendi atau
artikulasi diarthrodial (ginglymoarthrodial) yang terdiri dari
fosa, puncak artikular tulang temporal dan ligament kapsular,
yang memiliki cairan sinovial. Artikulasi dibagi ke dalam dua
bagian yaitu bagian atas dan bawah oleh fibrokartilaginus
meniscus atau interadikular disk.
Artikulasi yang normal adalah:
TMA bebas dari nyeri atau ketidaknyamanan
o Tidak ada perbatasan gerakan ketika berbicara
o Menunjukkan gambar yang dapat diinterpretasikan dengan
baik pada radiograf.
a) Kelainan TMA
Overclosure (penutupan berlebihan)
Overclosure menyebabkan destruksi disk, perubahan degeneratif
dan proliferatif pada kondil mandibula dan tuberkel artikular.
Shapiro dan Truex menemukan beberapa pengaruh bahwa kondil
yang terdapat pada telinga tengah atau koklea tidak begitu
berarti dalam kerusakan auditory. Overclosure mandibula tidak
menekan eustachian tubes.
Perubahan TMA berhubungan dengan kehilangan gigi posterior
yang menyebabkan overclosure dan meratakan puncak artikular serta
posisinya lebih ke belakang kepala kondil dalam prosesus
glenoid.
Etiologi:
Kelainan temporomandibular dapat disebabkan oleh:
Injuri traumatik
Arthritis (peradangan sendi)
Maloklusi, hubungan gigi, trauma oklusi, dan penyebab
perpindahan
mandibula lainnya.
Kelainan temporomandibular dapat menyebabkan disfungsi TMA,
abnormal oklusi, kerusakan fungsi, dan gangguan neuromuscular
pada leher, bahu atau lengan, sakit telinga dan kepala,
membatasi pembukaan mandibula, nyeri saat mastikasi, bunyi klik
yang keras pada TMJ, mengunci mandibula dalam posisi terbuka
atau ketidakmampuan membawa gigi menuju oklusi.
Terdapat ruang yang sempit atau luas antara kondil dan fosa
glenoid, serta perubahan kondil dan kontur fosa.
Fungsi yang abnormal dari TMA tidak menyebabkan maloklusi,
tetapi maloklusi, kehilangan gigi dan abnormal gigi lainnya
dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan abnormalitas
temporomandibular.
Diagnosis dari disfungsi temporomandibular tidak dapat
ditetapkan hanya dengan penemuan radiograf, tetapi membutuhkan
temuan klinis yaitu:
Observasi pergerakan mandibula. Disfungsi dihubungkan
dengan
pergerakan yang tidak seperti biasanya, kejang
otot, nyeri dan penat.
Crepitus – menempatkan telunjuk pada tempat artikulasi.
Minta pasien
untuk menggerakkan mandibula. Bunyi kliking dapat
terdengar dan terasa.
Amati atrisi pada gigi dan pada cast.
Gigi manusia biasa menyesuaikan diri terhadap variasi
antara sentrik oklusi dan sentrik relasi. Saat variasi oklusi
sentrik dan relasi sentrik telah melewati batas toleransi
individual, maka gigi akan mengalami kondisi trauma dan biasa
bermanifestasi pada gangguan artikulasi TMJ.
Abnormalitas posisi mandibula biasa terjadi karena :
Asimetri pertumbhan rahang
Perubahan posisi gigi karena ekstraksi
Over counter filling
Kondisi patologis, seperti penyakit periodontal, trauma
dan lain-lain.
Habitual tertentu
Gangguan oklusal
Koreksi divergenitas antara relasi sentrik dan oklusi
sentrik biasa dilakukan atau dikurangi dengan memposisikan
kembali mandibula dengan jalan mengubah relasi oklusal dental
dengan oklusal equilibrasi, baik dengan pemkaian ortho,
proteksi atau merestorasi demensi vertical.
Ketika seseorang mengalami ketidaksesuaian relasi sentrik,
oklusal sentrik yang luas, maka rahang atas memiliki daya tahan
yang rendah, sehingga jaringan pendukung gigi akan ikut
terinfeksi oleh penyakit perio. Disharmoni ini harus
dieliminasi untuk mencegah kerusakan jaringan pendukung.
Koreksi dishamorni antara relasi sentrik dan oklusal
sentries biasa dilakukan, hanya dengan 1 fase dari koreksi
maloklusi oklusal. Hal tersebut biasa menggangu relasi
protrusi, pergerakkan ke lateral tapi masih dalam jangkauan
fungsi normalnya, defek overbite dan maloklusi lainnya. Saat
pergeseran mandibula ke lateral telah tampak jelas, maka wajah
akan tampak imbalance ke lateral.
Gangguan ke lateral atau pergerakan rahang protrusive bias
terjadi karena :
Ekstrusi gigi yang komplit ke labio atau bucoversi
Adanya benda yang menyenangkan untuk digigit
Adanya erupsi yang berlanjut atau elvasi ( peninggian
pada gigi yang
memiliki gigi antagonis ).
BAB IVKESIMPULAN
Sistem stomagthonathi adalah suatu pendekatan dalam bidang
kedokteran gigi yang mana mempertimbangkan hubungan saling
ketergantungan antara bentuk dan fungsi gigi, hubungan rahang,
artikulasi TMJ, konformasi (kesesuaian) orocraniofasial dan
oklusi dental. Jika adanya suatu kelainan proses mastikasi
maupun gangguan pada oklusi gigi geligi, maka hal tersebut ikut
mempengaruhi komponen sisitem stomatognathi yang lainnya.
Untuk menghilangkan suatu maloklusii diperlukannya
perawatan orthodonti. Karena perawatan orthodonti dapat
memulihkan fungsi sistem stomatognathi dan diperlukan prosedur-
prosedur untuk mendiagnosis serta melakukan perawatan.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Eriska Riyanti, drg., Sp. KGA. 2005. Pengenalan Dan Perawatan
Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini. Jakarta: Seminar
Sehari Kesehatan-Psikologi Anak
Pei-Ying Lee, DDS. 2009. Comprehensive Dental Treatment under
General Anesthesia in Healthy and Disabled
Children. Department of Pediatric Dentistry, Chang
Gung Memorial Hospital at Taipei, Chang Gung
University College of Medicine, Taoyuan, Taiwan
Lusi Epsilawati , Ria N Firman. 2009. Diagnosa Kelainan Sendi
Temporomandibular Dengan Memanfaatkan Panoramik
Foto. Bagian Radiologi FKG UNPAD
Widya Febrianti Rosani. 2011. Penilaian Maloklusi Berdasarkan
Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMA) Pada Pasien
Ortodontik Di Rsgm Fkg Unhas. Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanudin Makasar
Dewanto H. Aspek-aspek epidemologi maloklusi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 1993.p.135-50;167-75
Bisara SE. Textbook of ortodontics. Philadelphia:W.B Sounders
Company; 2001. p.101.
Suminy D, Zen Y. Hubungan antara maloklusi dan hambatan saluran
pernapasan. Kedokteran Gigi Scientific Journal in
Dentistry; FKG Trisakti; 2007; 22(1): 32-3.
Need dan demand serta akibat dari maloklusi pada siswa SMU Negeri
1 Binjai. [internet].
Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/18207/4/Chapter%20II.pdf. [diakses, 7
Februari 2013].
Rahardjo P. Diagnosis ortodonsi. Surabaya: Airlangga University;
2008. p.79-91
Foster TD. Buku ajar ortodonsi edisi III. Jakarta: EGC. 1993.
p.32-39.