dampak kitsch dalam ruang interior komersil terhadap ...

67
UNIVERSITAS INDONESIA DAMPAK KITSCH DALAM RUANG INTERIOR KOMERSIL TERHADAP PENGALAMAN RUANG SKRIPSI MUTIA SEKAR HAPSARI 0806339881 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR INTERIOR DEPOK JULI 2012 Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

Transcript of dampak kitsch dalam ruang interior komersil terhadap ...

UNIVERSITAS INDONESIA

DAMPAK KITSCH DALAM RUANG INTERIOR KOMERSIL

TERHADAP PENGALAMAN RUANG

SKRIPSI

MUTIA SEKAR HAPSARI

0806339881

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR INTERIOR

DEPOK

JULI 2012

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

DAMPAK KITSCH DALAM RUANG INTERIOR KOMERSIL

TERHADAP PENGALAMAN RUANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

arsitektur

MUTIA SEKAR HAPSARI

0806339881

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR INTERIOR

DEPOK

JULI 2012

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

6

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

6

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkat

dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tentu saja

selesainya skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak.

Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Enira Arvanda, S.T., M. Dipl selaku dosen pembimbing skripsi. Terima

kasih atas segala bimbingannya sejak studio Perancangan Arsitektur

Interior 3 hingga skripsi, Kak Enira. Semoga ilmu yang telah diberikan

bisa saya amalkan dengan baik nantinya.

2. Ibu Siti Handjarinto dan Ibu Joice Sandrasari, selaku dewan penguji

skripsi yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang

membangun untuk skripsi saya.

3. Bapak Rudi Indrayanto, Ibu Anggarini, Indri Pramesti Mayangsari dan

Muhammad Pradana Kanz. Motivator terbesar adalah keluarga, terima

kasih karena selalu ada.

4. Arichi, Doryntan dan Citra sebagai teman sebimbingan. Akhirnya, kerja

keras dan banyaknya pesan singkat berisi kepanikan setiap akan

bimbingan terbayar dengan indah, teman-teman.

5. Rara, Mayu, Alida, Baba, Dhini, Safira, Cika, Talisa, Ami, Nonny dan

tante-tante tersayang lainnya yang sudah membuat masa perkuliahan ini

tidak terlupakan. Dimana lagi saya akan bertemu teman yang hanya

dengan saling lihat bisa langsung paham maksud masing-masing?

Mungkin empat tahun mendekam di studio juga melatih kemampuan

telepati dan membuat isi kepala sedikit transparan. Bisous à vous tous!

6. Pipit, Farah, Widia dan semua teman-teman yang selalu menjadi sahabat

terbaik. Semoga cita-cita kita benar-benar terwujud!

7. Deny. Life has always been a battle and it’s not a battle without a few

enemies. Thank you for being the worst enemy of all time, mister.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

v

8. Para lelaki arsitektur dan interior yang jika bertemu selalu mengolok saya

dengan segala hal yang terlintas di kepala, Arif, Catur, Iqro, Dimas, Kosa,

Mijo, Labib, Zai dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan

satu persatu. Semua olokan yang bisa membuat saya tertawa sampai kesal

hingga ke ubun-ubun itu sepertinya sudah menjadi bagian keseharian yang

terlalu berwarna jika diabaikan. Vielen dank!

9. Para penunggu pusjur yang selalu ada setiap hari, bukannya mengerjakan

skripsi malah heboh membahas gosip terkini hingga berandai-andai yang

agak tidak realistis. Kalau tidak ada kalian pusjur akan jadi tempat yang

sangat membosankan.

10. Teman-teman Arsitektur dan Arsitektur Interior UI 2008, yang masing-

masing membawa ceritanya sendiri dan berhasil merangkai semuanya

menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Thank you, you successful

people!

11. Semua narasumber yang telah membantu saya dalam penyusunan skripsi

ini, pendapat kalian sangat berarti.

12. Seluruh pihak telah mendukung terselesaikannya skripsi ini namun tidak

dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih.

Akhir kata, skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan membutuhkan kritik serta

saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat dan dapat memperluas wawasan yang lebih luas mengenai kitsch dalam

ruang interior.

Depok, Juli 2012

Penulis

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

6

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

vii

ABSTRAK

Nama : Mutia Sekar Hapsari

Program Studi : Arsitektur Interior

Judul : Dampak Kitsch dalam Ruang Interior Komersil Terhadap

Pengalaman Ruang

Penggunaan tema pada ruang komersil yang semakin marak belakangan

ini sering diterjemahkan dalam elemen-elemen ruang yang simbolik dan memiliki

kecenderungan untuk menjadi kitsch. Kitsch yang merupakan bentuk palsu dari

karya seni pada masa lalu akan dibahas dalam taraf keruangan sebagai simbol dari

pengalaman atau tema. Tulisan ini akan memfokuskan pembahasan kepada fungsi

dari objek kitsch yang digunakan dalam ruang dan bagaimana kehadirannya dapat

membangun pengalaman dalam ruang, khususnya ruang komersil. Sesuai dengan

argumen yang dinyatakan pada awal penulisan skripsi, ternyata penggunaan objek

kitsch dalam ruang dapat membentuk pengalaman jika menggunakan

penyimbolan yang tepat dan memiliki interaksi dengan pengguna.

Kata kunci : Kitsch, semiotik, pengalaman ruang, interaksi

ABSTRACT

Name : Mutia Sekar Hapsari

Study Program : Interior Architecture

Title : The Effect of Kitsch in Commercial Spaces on Space

Experience

The use of themes in commercial spaces that has increased these past few

years is often translated into symbolic interior elements and has a tendency to

become kitsch. Kitsch which is a low form of art will be analyzed in interior space

as a symbol of an experience or a theme. This writing focuses on the analysis of

the function of kitsch object that is used as an element of space and how kitsch

can be a part of space experience. Corresponding to the previous statements,

apparently bringing kitsch elements into interior spaces can create particular

experience as long as it uses the right symbol and encourages interaction with the

user.

Key words : Kitsch, semiotics, space experience, interaction

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ...................................................... vi

ABSTRAK .......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi

1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 3

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................. 3

1.4 Metode Penulisan ............................................................................. 3

1.5 Landasan Teori ................................................................................. 4

1.6 Studi Kasus ....................................................................................... 4

1.7 Kerangka Berpikir ............................................................................ 5

2. STUDI LITERATUR .............................................................................. 7 2.1 Kitsch ................................................................................................ 7

2.1.1 Kitsch ...................................................................................... 7

2.1.2 Kitsch dan Budaya Konsumerisme ......................................... 11

2.1.3 Kitsch Dalam Arsitektur ......................................................... 12

2.1.4 Syarat Kitsch ........................................................................... 13

2.2 Memori dan Pembentukan Pengalaman Ruang ............................... 15

2.3 Semiotik ........................................................................................... 16

2.3.1 Tanda, Penanda dan Benda yang Ditandakan ......................... 16

2.3.2 Penggunaan Teori Semiotik Dalam Penyampaian Makna

Ruang ...................................................................................... 18

3. STUDI KASUS ......................................................................................... 21 3.1 Marche Grand Indonesia .................................................................. 21

3.2 Lantai 3A & 5 Grand Indonesia ....................................................... 26

3.3 Strawberry Café Jakarta ................................................................... 34

3.4 Kesimpulan....................................................................................... 40

4. ANALISIS ................................................................................................ 42 4.1 Pengaruh Simbol Terhadap Pemaknaan Objek Kitsch ..................... 42

4.2 Pengaruh Interaksi Objek Kitsch Terhadap Pemaknaan Ruang ....... 45

4.3 Kitsch Sebagai Simbolisasi Pengalaman Ruang .............................. 47

5. PENUTUP ................................................................................................ 48 DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 50

LAMPIRAN ........................................................................................................ 52

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir .................................................................... 6

Gambar 2.1 Lukisan Crying Boy .................................................................. 9

Gambar 2.2 Miniatur Menara Eiffel ............................................................. 10

Gambar 2.3 Representasi Hubungan Signified, signifier dan Sign............... 16

Gambar 2.4 Kursi Kloset .............................................................................. 19

Gambar 3.1 Penyimbolan Tema di Marché Grand Indonesia ...................... 21

Gambar 3.2 Denah Marché .......................................................................... 22

Gambar 3.3 Piazza di Swiss ......................................................................... 23

Gambar 3.4 The Piazza Marché ................................................................... 23

Gambar 3.5 Saletta di Swiss......................................................................... 23

Gambar 3.6 The Saletta Marché ................................................................... 23

Gambar 3.7 Cantina di Swiss ....................................................................... 24

Gambar 3.8 The Cantina Marché ................................................................. 24

Gambar 3.9 Lukisan Danau .......................................................................... 24

Gambar 3.10 Danau Asli ................................................................................ 24

Gambar 3.11 Display Konter Makanan .......................................................... 25

Gambar 3.12 The Saletta ................................................................................ 25

Gambar 3.13 The Cantina .............................................................................. 25

Gambar 3.14 Lukisan Danau di Ruang .......................................................... 25

Gambar 3.15 Penyimbolan Tema di Grand Indonesia Lantai 3A & 5 ........... 27

Gambar 3.16 Denah Lantai 3A Grand Indonesia ........................................... 27

Gambar 3.17 Stasiun Bawah Tanah GI .......................................................... 28

Gambar 3.18 Stasiun Bawah Tanah New York ............................................. 28

Gambar 3.19 Rockefeller Centre GI............................................................... 28

Gambar 3.20 Rockefeller Centre New York .................................................. 28

Gambar 3.21 Pohon Sakura Plastik ................................................................ 29

Gambar 3.22 Pohon Sakura Palsu .................................................................. 29

Gambar 3.23 Pohon Bambu GI ...................................................................... 29

Gambar 3.24 Pohon Bambu Asli .................................................................... 29

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

x

Gambar 3.25 Lampu Bergaya Klasik ............................................................. 30

Gambar 3.26 Railing Art Nouveau ................................................................. 30

Gambar 3.27 Lampion China Town ............................................................... 30

Gambar 3.28 Gapura Toko ............................................................................. 30

Gambar 3.29 Rockefeller Centre GI............................................................... 32

Gambar 3.30 Gerbang Metro GI .................................................................... 32

Gambar 3.31 Taman Jepang GI ...................................................................... 32

Gambar 3.32 Lampion Merah GI ................................................................... 32

Gambar 3.33 Denah Strawberry Café ............................................................ 35

Gambar 3.34 Suasana Strawberry Café .......................................................... 35

Gambar 3.35 Buku Menu Berbentuk Stroberi................................................ 35

Gambar 3.36 Penyimbolan Tema di Strawberry Café Gandaria .................... 36

Gambar 3.37 Papan Nama Strawberry Café .................................................. 37

Gambar 3.38 Plafon Strawberry Café ............................................................ 38

Gambar 3.39 Pohon Stroberi .......................................................................... 38

Gambar 3.40 Monyet dan Kakatua................................................................. 38

Gambar 4.1 Tanaman Stroberi ..................................................................... 45

Gambar 4.2 Strawberry Café ........................................................................ 45

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Simbol Pengalaman di Marché ........................................................ 22

Tabel 3.2 Makna Simbol di Marché ................................................................. 25

Tabel 3.3 Simbol Pengalaman di Grand Indonesia .......................................... 30

Tabel 3.4 Makna Simbol di Grand Indonesia................................................... 34

Tabel 3.5 Simbol Pengalaman di Strawberry Café .......................................... 36

Tabel 3.6 Makna Simbol di Strawberry Café ................................................... 38

Tabel 3.7 Kesimpulan Studi Kasus .................................................................. 40

Tabel 4.1 Simbol Umum dan Simbol Spesifik ................................................. 44

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembahasan mengenai kitsch ini bermula ketika saya menyadari

adanya kecenderungan dalam penggunaan tema tertentu pada ruang interior

komersil yang diintrepretasikan dalam elemen-elemen simbolik yang

memiliki kecenderungan untuk menjadi kitsch. Adalah sebuah pengalaman

yang menarik, saat kita pergi ke pusat perbelanjaan dan disambut dengan

pintu masuk layaknya gerbang masuk stasiun kereta bawah tanah di Paris

pada awal abad ke-20 yang bergaya art nouveau. Atau ketika ingin makan

di restoran, namun kita justru ditawarkan untuk menyantap makanan di

dalam bekas sebuah gerbong kereta, lengkap dengan kursi penumpang dan

pegangan tangan layaknya sebuah kereta api.

Tema menjadi sebuah variabel yang sangat diperhitungkan dalam

ruang komersil ketika para produsen merasa tak cukup hanya dengan

menjual produk mereka, hingga mereka menawarkan pengalaman yang

tidak biasa saat mengkonsumsinya. Untuk menciptakan pengalaman ini,

salah satu jalan yang ditempuh adalah mengubah ruang jual-beli menjadi

sebuah ruang yang sama sekali berbeda, seperti gerbang stasiun atau

gerbong kereta tadi. Dalam usaha meningkatkan kesan dan pengalaman

tersebut, terkadang ada ruang-ruang yang diberikan elemen tanpa fungsi

khusus dan hanya menjadi dekorasi saja. Bukan tidak mungkin, untuk

menciptakan kesan seolah-seolah kita sedang berada di Paris, miniatur

menara Eiffel dihadirkan dalam suatu sudut di pusat perbelanjaan.

Hal ini kemudian mengingatkan saya pada kitsch, yang menurut

Tomas Kulka adalah benda yang dapat langsung diidentifikasi dalam

menggambarkan sebuah objek atau tema yang dianggap indah atau penuh

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

2

Universitas Indonesia

dengan emosi. Menurutnya, kitsch tidak memperkaya pengalaman kita akan

benda yang digambarkannya tersebut, tetapi hanya sebatas mengingatkan

pengamat akan suatu karya seni yang hebat atau emosi yang mendalam.

Kitsch dianggap sebagai bentuk palsu dari seni yang secara gamblang

meminjam esensi dari benda lain dan berusaha untuk mendapatkan

pengalaman yang serupa dengan pengalaman yang didapat dari benda lain

itu (Kulka, 1996).

Jika dikaitkan dengan konteks masa kini, sudah banyak anggapan

yang memandang kitsch sebagai fenomena yang tidak semerta-merta buruk.

Kitsch dipandang sebagai sebuah hiperrealitas, ketika pengalaman yang

dihadirkan kitsch menjadi pelarian dari kehidupan sehari-hari (Olivier,

2003:109). Pendapat ini berhubungan dengan pernyataan dari Kirsten

Harries, dimana kitsch bertindak layaknya suatu bius yang menghadirkan

kesenangan tertentu ketika pengamatnya dilimpahi oleh ilusi-ilusi banal dari

pengalaman tersebut.

Kitsch yang awalnya merupakan sebuah fenomena dalam bidang seni

secara tidak langsung berkaitan dengan ruang, ketika benda kitsch itu

digunakan dalam konteks keruangan. Tanpa disadari kitsch pun merambat

ke elemen-elemen dalam ruang dan kemudian tercerap dalam prinsip

keruangan. Lantas apakah kitsch masih menjadi sesuatu yang buruk dalam

ranah keruangan, ataukah ternyata benda-benda kitsch dapat mendukung

terciptanya pengalaman ruang?

Menurut saya, penggunaan elemen kitsch dalam ruang interior

menjadi sesuatu yang perlu kita pikirkan lebih lanjut. Jika memang elemen-

elemen kitsch tersebut hanya menjadi elemen dekoratif yang tanpa sadar

digunakan oleh pencipta ruang untuk mencoba menghadirkan suatu

pengalaman, ketimbang mengolah ruang tersebut maka kita perlu mengkaji

kembali proses pembentukan ruang interior sekarang. Apakah ruang

arsitektur interior dapat didefinisikan hanya melalui elemen-elemen

individual, bukannya sebagai suatu ruang secara utuh?

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

3

Universitas Indonesia

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan runutan latar belakang tersebut, tulisan ilmiah ini akan

memfokuskan pembahasan kepada dampak yang ditimbulkan oleh

penggunaan objek kitsch dalam pembentukan pengalaman ruang. Dugaan

awal mengenai kitsch ditinjau dari teori dan perkembangan desain terkait

budaya masyarakat kini, bahwa sebenarnya penggunaan kitsch dapat

menjadi pendukung terbentuknya pengalaman ditinjau dari jenis interaksi

dengan objek kitsch yang terdapat dalam ruang. Ketika kitsch menjadi suatu

jalan pintas untuk menghadirkan pengalaman dalam seni maupun desain,

penggunaan kitsch yang seperti apakah yang mampu membangun

pengalaman ruang yang diinginkan? Lantas apabila ternyata objek kitsch

menjadi suatu elemen yang turut berperan dalam pembentukan pengalaman

ruang, apakah kitsch masih menjadi sesuatu yang perlu kita hindari?

1.3 Tujuan Penulisan

Tulisan ini mencoba menganalisis maraknya penggunaan tema pada

ruang interior dengan menggunakan kitsch sebagai elemen pembentuk ruang

dan kualitasnya, yang juga erat kaitannya dengan kondisi budaya

konsumerisme sekarang ini. Diharapkan tulisan ini dapat membantu

pemahaman dan penelitian lebih lanjut mengenai kitsch dalam konteks

keruangan, dalam kasus ini khususnya pada ruang komersil. Pada akhirnya,

penelitian kecil yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis efek yang

ditimbulkan oleh elemen-elemen kitsch dalam pembentukan pengalaman

ruang yang dialami oleh pengguna.

1.4 Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan di atas, langkah penelitian yang akan

dilakukan adalah menentukan elemen ruang yang menjadi kitsch untuk

kemudian dianalisis keberadaannya pada ruang interior yang memiliki tema

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

4

Universitas Indonesia

tertentu. Analisis selanjutnya adalah untuk menentukan makna yang ingin

disampaikan oleh objek kitsch sehingga ia menjadi elemen yang dapat

membangun ruang. Agar penelitian tetap objektif, akan dilakukan

wawancara kepada pengguna ruang dan menganalisis intrepretasi mereka

terhadap objek kitsch yang ditemukan. Untuk mempertegas fungsi dari

objek kitsch akan dilakukan perbandingan interaksi pengguna ruang

terhadap objek kitsch yang berfungsi secara visual dan objek kitsch yang

fungsional.

1.5 Landasan Teori

Setelah memahami pengertian dan penggunaan kitsch dalam konteks

keruangan, serta melihat hubungannya dengan kondisi pengguna, masalah

akan dibahas dari sudut pandang teori semiotik. Semiotik sendiri merupakan

suatu bidang kajian yang tidak hanya mempelajari tanda, tetapi juga hal-hal

lain yang memiliki arti terhadap benda tertentu (Hjelm, 2002:3). Semiotik

memang lahir dari bidang linguistik, namun kini banyak diintrepretasikan

dalam bidang lain, salah satunya dalam arsitektur dan desain.

Berdasarkan prinsip-prinsip semiotik, saya akan mencoba untuk

memahami makna atau maksud benda kitsch secara individual, makna

benda terhadap ruang yang ditempatinya dan makna benda terhadap

pengguna ruang. Teori ini menjadi relevan karena kitsch sendiri

menyimbolkan suatu benda atau efek yang familiar. Maka dari itu, untuk

memahami fungsi objek kitsch dalam ruang interior, terlebih dahulu perlu

untuk memahami makna dari benda tersebut.

1.6 Studi Kasus

Untuk dapat mencapai tujuan di atas, studi kasus akan dilakukan di

ruang komersil yang menggunakan tema tertentu dalam ruangnya, dalam

kasus ini adalah area lantai 3A dan lantai 5 Mall Grand Indonesia, Marche

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

5

Universitas Indonesia

Grand Indonesia dan Strawberry Café Gandaria. Tempat-tempat di atas saya

pilih sebagai studi kasus mengingat pemilihan tema yang cukup unik dan

pengintrepretasian tema yang menurut saya cukup literal dilihat dari

elemen-elemen ruangnya. Misalnya di Mall Grand Indonesia, untuk

merealisasikan tema keliling dunia dalam satu pusat perbelanjaan, sang

desainer menghadirkan area-area yang mencirikan suatu negara atau tempat

tertentu. Salah satunya area China Town yang menghadirkan lampion-

lampion merah yang meriah hingga gapura yang bergaya oriental.

Studi kasus berikutnya, Marche, yang mengangkat tema kuliner Swiss

bahkan membawa elemen-elemen yang direplika dari benda aslinya di salah

satu daerah di Swiss. Strawberry Café pun menerjemahkan kebun stroberi

pada ruangnya menjadi pohon-pohon plastik, lengkap dengan tiruan buah

stroberi, mulai dari yang berukuran sesuai buah aslinya hingga yang

besarnya berkali-kali lipat. Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka ketiga

tempat inilah yang saya pilih untuk dianalisis lebih lanjut.

1.7 Kerangka Berpikir

Dalam penyusunan tulisan ilmiah ini, ada beberapa poin-poin penting

yang menjadi pedoman, mulai dari tahap kajian teori hingga analisis hasil

studi kasus. Langkah pertama adalah mengkaji isu yang menjadi awal

pembahasan dalam skripsi, yaitu mengenai maraknya ruang interior

komersil yang mengangkat tema tertentu. Hal ini disebabkan oleh

pengalaman dalam ruang konsumsi yang dijadikan suatu daya tarik komersil

oleh para produsen. Pembentukan tema dan pengalaman itu yang kemudian

terkait dengan kitsch yang menjadi simbol dalam pengalaman. Maka dalam

kajian kasus akan dianalisis fungsi objek kitsch sebagai elemen dalam ruang

dan sebagai bagian dari pengalaman. Dari situ kita dapat melihat efek objek

kitsch terhadap pengguna ruang dan dapat ditarik kesimpulan dari

keseluruhan pembahasan skripsi ini.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

6

Universitas Indonesia

Maraknya ruang interior komersil yang mengangkat tema tertentu

Pengalaman dalam ruang konsumsi sebagai daya tarik komersil

Pembentukan tema dan pengalaman dalam ruang interior terkait

kitsch sebagai simbol dari pengalaman

Kitsch sebagai elemen

ruang

Kitsch sebagai bagian dari

pengalaman

Efek objek kitsch terhadap pengguna ruang

Kesimpulan

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir

Sumber: Olahan Pribadi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

7 Universitas Indonesia

BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1 Kitsch

2.1.1 Kitsch

Penggunaan istilah kitsch muncul pada awal abad ke-19 ketika

karya seni yang dihasilkan oleh seniman pada masa itu hanya dapat

dinikmati oleh kalangan elit dan intelek. Kondisi ini terjadi karena

untuk dapat menikmati dan mengerti maksud dari karya seni tersebut

tidak cukup hanya dengan sekilas pandang, diperlukan adanya

pemahaman yang cukup mendalam. Maka dari itu lingkup penikmat

karya seni hanya sebatas kalangan atas saja dan membuat kalangan

menengah ke bawah tidak familiar dengan karya seni. Akan tetapi,

lama kelamaan muncul keinginan dari kalangan menengah ke bawah

untuk mampu memiliki dan menikmati karya seni, dari sinilah objek-

objek kitsch mulai muncul ke permukaan.

Objek kitsch menjadi sebuah alternatif bagi masyarakat kelas

menengah ke bawah yang telah menyadari keinginan untuk memiliki

bentuk karya seni yang tinggi, namun tidak memiliki cita rasa untuk

memahami maksud dari karya avant-garde maupun harta untuk

memilikinya (Greenberg, 1939:10). Disini objek kitsch memberikan

citra bahwa pemiliknya mempunyai cita rasa dan intelektualitas yang

tinggi karena memiliki suatu objek seni, yang secara tidak langsung

mencitrakan suatu status dan posisi sosial yang setara kaum elit

meskipun hal tersebut belum tentu benar. Mereka yang tidak benar-

benar menikmati karya seni ini hanya menggunakannya sebagai alat

untuk menaikkan status sosial saja. Maka dari itu, pada awal

kemunculannya, kitsch dianggap sebagai suatu hal yang buruk oleh

kaum elit dan penikmat seni avant-garde.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

8

Universitas Indonesia

“The maker of kitsch does not create inferior art, he is not

an incompetent or a bungler, he cannot be evaluated by aesthetic

standards; rather, he is ethically depraved, a criminal willing

radical evil. And since it is radical evil that is manifest here, evil

per se, forming the absolute negative pole of every value-system,

kitsch will always be evil, not just kitsch in art, but kitsch in every

value-system that is not an imitation system.” (Broch, 1950)

“Kitsch is the absolute denial of shit, in both the literal

and figurative senses of the word; kitsch excludes everything

from its purview which is essentially unacceptable in human

existence.” (Kundera, 1984: 188)

“Parasitical poor imitations of fine art or classical

designs, nonfunctional miniaturizations, cheap copies, degraded

designs, sentimental subjects that require no thought to interpret

them and appeal to the lowest common denominator for purposes

of profit or the dissemination of political ideology.” (Dorfles,

1969)

Ada juga pandangan bahwa karya kitsch merupakan suatu karya

yang palsu. Palsu disini tidak semerta-merta disamakan dengan

imitasi, namun lebih mengacu pada pengalaman dari penikmat karya

seni. Dalam esainya Avant-Grade and Kitsch, Clement Greenberg

menyatakan bahwa sebuah karya seni avant-garde mengharuskan

penikmatnya untuk memahami karya itu terlebih dahulu untuk dapat

memproyeksikan pengalaman yang ingin ditimbulkan, sedangkan

objek kitsch hanya dapat mengingatkan pengamatnya akan suatu

pengalaman atau perasaan, yang tertera dengan jelas dalam karya

tersebut. Jika lukisan avant-garde menyatakan sebuah perasaan sedih

melalui paduan garis dan bidang yang diciptakan sedemikian rupa,

lukisan kitsch dengan terang-terang menggambarkan seseorang yang

sedang menangis tersedu. Untuk dapat mengalami atau memahami

perasaan sedih pada lukisan avant-garde, pengamat perlu memproses

bentuk dan memaknai bentuk tersebut menjadi sebuah perasaan,

sedangkan ketika melihat karya kitsch ia akan langsung mengenali

bahwa itu penggambaran seorang yang sedang menangis dan

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

9

Universitas Indonesia

kemudian ingat pada saat ia menangis perasaan yang dirasakan adalah

kesedihan. Dapat dikatakan objek kitsch hanya berfungsi sebagai

sebuah pengingat akan suatu perasaan atau pengalaman, namun tidak

satupun dapat dirasakan secara otentik oleh pengamatnya. Disini,

objek kitsch mempersingkat proses konsumsi karya seni, tidak lagi

melalui proses pemahaman yang mendalam.

/

Penyingkatan proses ini dapat terjadi karena nilai dan

pengalaman yang dikandung oleh karya avant-garde dirangkum oleh

kitsch menjadi suatu simbol yang familiar, yang dirasa sudah cukup

untuk mengingatkan pengamat akan pengalaman tersebut. Simbol

yang familiar ini kemudian muncul sebagai sebuah stereotip terhadap

suatu benda, nilai, atau pengalaman.

Berdasarkan sifatnya yang tidak memerlukan pemahaman lebih

lanjut akan maknanya, maka diperlukan kemudahan identifikasi objek

kitsch oleh seluruh kalangan. Melalui identifikasi yang singkat ini,

kitsch secara tidak langsung menjadi suatu simbol yang mudah

dikenali. Dengan begitu, ia memanfaatkan impresi singkat yang

ditinggalkan oleh nilai-nilai eksternal atau visualnya (Greenberg,

1939). Kitsch menggunakan simbol ini karena ia memang ingin

merepresentasikan kembali benda tersebut, mengingatkan pengamat

Gambar 2.1 Lukisan Crying Boy

Sumber: http://royelal.com /wp-content/uploads/2007/06/crying-boy-kitsch-

painting.jpg

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

10

Universitas Indonesia

akan benda aslinya. Dalam penyimbolan ini tidak jarang kitsch

menduplikasi elemen-elemen di dalamnya dengan mengubah satu atau

dua hal, sebagai contoh penyimbolan menara Eiffel dalam bentuk

miniatur pada Gambar 2.2. Bentuk yang diangkat sama persis, yang

membedakan adalah ukuran dan materialnya. Meskipun begitu,

pengamat akan dengan mudah mengidentifikasi benda kitsch tersebut

sebagai menara Eiffel.

Menurut Karsten Harries dalam bukunya The Meaning of

Modern Art, fokus atau tujuan dari penyimbolan yang terkandung

dalam objek kitsch bukan berada pada objek yang direpresentasikan

tetapi pada perasaan yang ditimbulkan oleh objek tersebut. Yang juga

menarik adalah objek yang direpresentasikan itu terkadang tidak

benar-benar ada atau non-eksisten, sehingga kemudian kitsch juga

dapat menjadi sebuah hiperrealitas atau simulakra (Harries, 1968:50).

Tulisan ilmiah ini akan memfokuskan pembahasan pada objek

kitsch, sebagai cara instan dalam usahanya menciptakan pengalaman

ruang, yang menjadikan dirinya simbol dari pengalaman atau tempat

tertentu.

Gambar 2.2 Miniatur Menara Eiffel

Sumber: http://image.shutterstock.com/

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

11

Universitas Indonesia

2.1.2 Kitsch dan Budaya Konsumerisme

Kitsch menjadi suatu hal yang relevan pada masa ini karena erat

kaitannya dengan budaya konsumerisme. Budaya konsumerisme,

sebagai hasil dari revolusi industri yang memproduksi benda-benda

konsumsi (termasuk karya seni dan objek kitsch) secara massal dan

terus menerus, pelan-pelan mengurangi nilai ekslusivitas karya avant-

garde dengan invasi produk-produk massal tersebut. Hal ini juga

menyebabkan timbulnya variasi pengguna objek kitsch yang awalnya

hanya berasal dari kalangan menengah ke bawah, dengan munculnya

suatu karakteristik konsumtif yang merata pada seluruh lapisan

masyarakat. Variasi konsumen kitsch ini sedikit mengaburkan batas

antara kalangan elit dan menengah ke bawah, karena klasifikasi

pengguna benda seni tidak lagi dinilai dari cita rasa atau tingkat

intelektualitas layaknya penikmat karya avant-garde. Konsumen

membentuk tingkatan sosial tersendiri yang dinilai berdasarkan cara

pengguna memilih dan menggunakan produk yang dibelinya

(Featherstone, 2007). Sebagai contohnya, pengguna mobil mewah

merk A tentunya memiliki tingkatan yang berbeda dengan pengguna

mobil niaga merk B. Keadaan ini juga membuka kemungkinan

terhadap klasifikasi baru pengguna kitsch yang bukan dilihat sebagai

kelas menengah ke bawah, melainkan sebagai penikmat objek kitsch

tanpa menghiraukan status sosialnya.

Dengan budaya konsumerisme ini, produsen tanpa henti

menjejalkan produknya yang diproduksi secara cepat dan selalu

berganti sehingga menciptakan kebutuhan baru akan sensasi dan

sesuatu yang instan. Demikian pula dengan tempat terjadinya

transaksi konsumsi, budaya konsumerisme juga memunculkan

kesenangan emosional dari aktivitas konsumsi, termasuk lokasi

kegiatan konsumsi yang dapat membangkitkan kenikmatan estetika

melalui stimulasi fisik secara langsung (Featherstone, 2007).

Untuk meningkatkan kualitas persaingan, banyak produsen yang

tidak hanya menjual produknya, namun juga menjual pengalaman

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

12

Universitas Indonesia

ketika membeli produk tersebut. Pengalaman itu diproyeksikan pada

ruang komersil yang menjadi tempat konsumsi, dimana untuk

membentuk pengalaman tersebut dalam ruang digunakan cara-cara

instan atau kitsch. Kitsch tidak hanya menjadi sebuah objek konsumsi,

namun juga terintegrasi dalam aspek keruangan.

Pembahasan mengenai kitsch ini juga menjadi relevan di

Indonesia, ketika kota-kota besar di Indonesia mengalami

perkembangan pesat seiring masuknya teknologi dari luar negeri

hingga mengakibatkan maraknya budaya konsumerisme. Mungkin

adanya efek penjajahan yang dialami bangsa kita masih meninggalkan

citra superior pada bangsa asing, hingga kita mudah untuk menerima

dan mempercayai apa yang dibawa oleh mereka. Sifat konsumtif akan

produk kapitalis kemudian diadaptasi oleh masyarakat Indonesia tanpa

peninjauan lebih lanjut. Rendahnya kesadaran akan bentuk karya seni

yang tinggi mungkin juga merupakan akibat dari mudahnya

masyarakat kita menerima apa yang dibawa dari luar, sehingga bahkan

benda kitsch pun tidak memiliki citra yang sama ketika dibawa ke

Indonesia.

2.1.3 Kitsch dalam Arsitektur

Hadirnya ruang komersil yang mengangkat suatu tema untuk

menghasilkan pengalaman tertentu sebenarnya digunakan sebagai

strategi persaingan para produsen dan penjual dalam menghadirkan

sensasi dan pengalaman yang berbeda saat melakukan kegiatan

konsumsi. Citra dari aktivitas konsumsi dan keadaan di tempat

aktivitas konsumsi itu dilakukan tanpa sadar menghasilkan

kesenangan atas elemen estetika yang akan meningkatkan kenikmatan

emosional dalam kegiatan konsumsi (Featherstone, 2007).

Sensasi yang ditimbulkan oleh tema-tema tersebut diharapkan

dapat membawa konsumen dalam sebuah dunia yang berbeda dengan

realitas dan rutinitas yang dijalaninya sehari-hari. Akan tetapi, seiring

dengan kebutuhan akan sesuatu yang instan dan terus berganti,

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

13

Universitas Indonesia

terkadang cara untuk menghadirkan pengalaman ini „dipercepat‟

melalui simbolisasi pengalaman dalam bentuk benda atau elemen

ruang yang dianggap dapat semerta-merta merangkum pengalaman

tersebut. Elemen itulah yang kemudian menjadi sebuah objek kitsch

dalam konteks keruangan.

Ketika karya seni kitsch hanya mampu mengingatkan

pengamatnya akan suatu perasaan atau kondisi tertentu, objek kitsch

dalam ruang juga hanya mampu sebatas mengingatkan pengguna

ruang akan suatu pengalaman atau tempat tertentu. Oleh karena itu,

umumnya objek kitsch menggambarkan simbol yang familiar dan

mudah diidentifikasi dari suatu benda. Avianti Armand dalam

bukunya Arsitektur yang Lain (2011), memberikan contoh pada pusat

perbelanjaan Grand Indonesia yang berusaha menghidupkan kota New

York di dalam ruang komersilnya dengan menghadirkan tiruan dari

Rockfeller Centre, Times Square, bahkan area stasiun kereta bawah

tanah lengkap dengan gerbong keretanya. Hal-hal di atas merupakan

simbol dari kota New York yang ketika berada di dalam ruangnya kita

hanya akan menyadari bahwa simbol-simbol ini dimaksudkan untuk

menggambarkan kota New York, tetapi tidak menghasilkan

pengalaman otentik layaknya benar-benar berada di kota itu.

Untuk menghadirkan pengalaman yang diinginkan, kemudian

dihadirkan pula tema yang diasumsikan familiar dan mudah untuk

dipahami masyarakat kebanyakan. Akan tetapi yang terjadi justru

munculnya elemen-elemen dekoratif sebagai pastiche, hanya

ditempelkan tanpa memiliki kontribusi terhadap ruang. Hal inilah

yang kemudian menjadi pembahasan dalam skripsi ini, sejauh mana

objek kitsch yang seringkali muncul sebagai elemen dekoratif itu,

dapat digunakan untuk membangun pengalaman ruang.

2.1.4 Syarat Kitsch

Berdasarkan pembahasan mengenai kitsch di atas, saya menarik

beberapa kesimpulan yang dianggap masih relevan untuk menganalisa

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

14

Universitas Indonesia

kitsch dalam lingkup keruangan. Objek kitsch menjadi simbol atau

penyingkatan atas suatu kondisi atau pengalaman tertentu, dimana

simbol yang diambil pada objek kitsch haruslah familiar atau ikonik

terhadap pengalaman tersebut. Berdasarkan simbol yang familiar dan

ikonik tersebut, objek kitsch akan menarik perhatian kepada dirinya

(Morreall & Loy, 1989).

Kitsch mengulang apa yang biasa dilihat oleh kebanyakan

orang, dimana terdapat eklektisisme yang hanya berlaku pada kulit

luarnya saja. Sama seperti karya seni kitsch yang mengundang respons

keterpukauan secara otomatis yang didapat dengan cepat dari

responden yang pasif. Kitsch memiliki rentang waktu perhatian atau

fokus yang singkat karena tidak memerlukan pemahaman yang

mendalam (Morreall & Loy 1989).

Menurut Kathleen Higgins seperti dilansir Rufus Flypaper

dalam publikasi elektroniknya, objek kitsch akan membangkitkan

suatu memori atau efek tertentu secara otomatis dan tanpa kita sadari

ketika kita melihatnya. Suatu objek bekerja sebagai kitsch karena kita

mampu mengenalinya dan menggunakan rekognisi itu untuk

melengkapi struktur akan suatu memori atau pengalaman dalam

pikiran kita. Rekognisi ini juga akan menimbulkan respon dari

pengamatnya. Respon pasif yang ditimbulkan oleh kitsch berusaha

untuk mencapai efek-efek tertentu dengan membangkitkan emosi

yang simpel melalui cara-cara yang sepenuhnya mudah ditebak.

Kitsch merupakan suatu representasi pengalaman melalui cara yang

transparan dan mudah ditebak, maka akan didapatkan reaksi yang

mudah diprediksi dan tanpa tantangan (Flypaper, 2006).

Menurut saya, kitsch mengakibatkan suatu sensasi tertentu yang

ditangkap secara visual, dimana sensasi tadi akan membangkitkan

memori atau ingatan akan suatu hal atau pengalaman sehingga

pengalaman tersebut dapat dibangun kembali oleh benda kitsch. Maka

hal yang perlu dipertimbangkan selanjutnya adalah bagaimana objek

kitsch dapat menyimbolkan memori dan bagaimana pendekatan yang

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

15

Universitas Indonesia

berbeda terhadap objek kitsch dapat menghasilkan efek yang berbeda

pula. Berdasarkan analisa terhadap studi literatur yang telah saya

pelajari sebelumnya, kitsch tidak selamanya berarti sesuatu yang

buruk.

Jika dikombinasikan dengan baik, kitsch dapat menjadi elemen

keruangan yang mampu membangun suasana ataupun pengalaman

ruang. Kitsch akan mampu menghadirkan sensasi dan pengalaman

ruang, jika pendekatannya memanfaatkan interaksi dengan

penggunanya. Ketika interaksi yang terjadi lebih dari sekedar interaksi

visual saja, efek “kekaguman” terhadap objek kitsch yang berlangsung

sementara akan berlangsung lebih lama dan terintegrasi dalam memori

pengamat sehingga akan menimbulkan pengalaman baru. Perihal

apakah pengalaman yang timbul ini otentik atau tidak, akan kita kaji

lebih lanjut berdasarkan studi kasus yang akan dibahas pada bab

berikutnya.

2.2 Memori dan Pembentukan Pengalaman Ruang

Menurut Kent Bloomer dan Charles Moore (1977), kesan akan

ruang arsitektural berasal dari pengalaman tubuh dan hal ini merupakan

dasar untuk memahami perasaan spasial dalam pengalaman kita akan ruang.

Pengalaman tubuh ini akan terintegrasi pada memori, yang secara sadar

maupun tidak akan terbentuk karena tubuh dan pergerakan kita berada

dalam dialog yang konstan dengan ruang yang kita tempati. Ruang

arsitektural memiliki potensi untuk menjadi stimulus pergerakan yang

mampu membentuk memori akan ruang, baik secara nyata maupun

imajinatif. Dapat dikatakan bahwa pergerakan memegang peranan penting

dalam pembentukan memori yang merupakan bagian dari pengalaman

ruang.

Jenis interaksi terhadap objek kitsch juga berkaitan dengan memori

akan pengalaman otentik, terutama ketika objek kitsch ini digunakan untuk

membentuk pengalaman ruang. Dalam buku Memorable Customer

Experiences (Beverland et al, 2009 : 63) disebutkan bahwa ada beberapa

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

16

Universitas Indonesia

jenis memori yang dimiliki oleh manusia ketika mengalami kegiatan

berbelanja, yang menurut saya dapat diadaptasi untuk kasus ini. Memori

tersebut adalah:

- Memori sensori, yaitu memori yang melibatkan indera manusia

ketika mengalami sesuatu, sebelum kemudian memori yang lain

diproses dalam otak. Memori ini berlangsung dalam jangka waktu

yang singkat dan jika berdiri sendiri, memori sensori belum mampu

untuk meninggalkan kesan yang mendalam akan pengalaman tersebut.

- Memori jangka pendek, yang menyimpan sebagian kecil informasi

untuk jangka waktu yang pendek. Ketika mengalami ruang, memori

sensori akan menarik informasi dari memori jangka panjang sehingga

menghasilkan memori jangka pendek. Memori jangka pendek ini yang

membantu kita untuk memaknai suatu ruang. Maka jenis interaksi

dengan objek kitsch (yang akan membentuk memori sensori) menjadi

penting untuk memaknai ruang.

- Memori jangka panjang, yaitu memori yang menyimpan informasi

secara permanen mengenai pengalaman yang pernah kita rasakan atau

ketahui sebelumnya dan dalam kasus ini, informasi yang didapat

setelah memaknai ruang. Memori dan pemahaman akan pengalaman

otentik kita terhadap tema yang diangkat kemudian bersinggungan

dengan memori yang terbentuk ketika mengalami ruang dengan tema

tertentu tersebut.

2.3 Semiotik

2.3.1 Tanda, Penanda dan Benda yang Ditandakan

Semiotik yang berakar sebagai ilmu komunikasi mempelajari

struktur dalam bahasa, seperti pada Gambar 2.3, menurut Ferdinand

de Saussure terdapat tiga elemen dasar yaitu tanda (sign), penanda

(signifier), dan benda yang ditandakan (signified). Lebih lanjut lagi,

tanda merupakan unit dasar dalam tata kebahasaan. Jika kita

menganalisis bahasa berdasarkan teori Saussure, tanda terdiri atas

penanda dan benda yang ditandakan, yang ketika digunakan dalam

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

17

Universitas Indonesia

keseharian kedua bagian itu terintegrasi satu sama lain. Di buku

Visual Methodologies, dicontohkan bahwa benda yang ditandakan

adalah „seorang manusia yang sangat muda, yang belum bisa berjalan

ataupun berbicara‟. Bagian yang menjadi penanda biasanya berupa

suara atau citra yang terkait dengan benda yang ditandakan, dalam

kasus ini penandanya berupa kata „bayi‟. Akan tetapi penanda dapat

berbeda bagi orang yang berbeda, bergantung pada latar belakang,

pengetahuan, budaya dan pemahamannya akan suatu benda. Benda

asli yang mewakili tanda secara nyata di depan mata pengamatnya

disebut sebagai acuan atau referent (Rose, 2001).

Dalam kasus desain, semiotik digunakan untuk mempelajari

bagaimana sebuah benda dapat mengkomunikasikan maksud dan

fungsi dari tanda-tanda yang terkandung dalam benda itu sendiri.

Kitsch sebagai simbol yang familiar dilihat sebagai penanda (signifier)

yang menandakan perasaan, pengalaman, benda atau tempat yang

familiar.

Menurut Charles Pierce, ada tiga jenis tanda yang digolongkan

berdasarkan jenis hubungan antara penanda dan benda yang

ditandakan. Ketiga jenis tersebut adalah:

- Ikon. Dalam tanda yang ikonik, penanda mewakilkan tanda

berdasarkan kemiripannya. Jenis ini umumnya ditemukan

dalam tanda visual.

- Indeks. Tanda indeks merupakan tanda yang spesifik

terhadap konteks tempat ia berada.

- Simbol. Hubungan antara penanda dan benda yang

ditandakan pada tanda yang simbolis tidak jauh berbeda

dengan aslinya, namun dapat berubah sesuai konteks.

Gambar 2.3 Representasi Hubungan Signified, Signifier dan Sign

Sumber: Semiotics in Product Design p.3, Sara Ilstedt Hjelm

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

18

Universitas Indonesia

Menurut Umberto Eco (Eco, 1976: 178 ff), ada tiga jenis sarana

untuk tanda, yaitu:

- Tanda yang mereplika benda aslinya, misalnya replika dari

sebuah mobil dengan jenis dan warna yang sama persis.

- Tanda yang beberapa bagiannya memiliki keunikan

tersendiri, mengambil garis besar dari benda yang

disimbolkan.

- Tanda yang bagiannya merupakan sebuah jenis tersendiri,

atau benar-benar berbeda dari benda aslinya namun memiliki

kualitas yang sama.

Jenis-jenis tanda ini dapat ditemukan dalam objek kitsch yang

juga memiliki ragam dalam penyimbolannya.

Dalam era konsumerisme ini, kajian mengenai semiotik menjadi

hal yang sangat dipertimbangkan. Menurut Baudrillard, seperti

dilansir oleh Mike Featherstone dalam jurnal Consumer Culture and

Postmodernism, produksi komoditas yang terus berulang

mengakibatkan adanya reproduksi dan reduplikasi tanda, citra dan

stimulasi tanpa akhir, sehingga akhirnya citra akan suatu benda

menjadi realitasnya. Produksi tanda yang berlebihan serta reproduksi

citra dan stimulasi menyebabkan hilangnya makna yang stabil akan

suatu benda, dimana terjadinya estetikasi realitas. Masyarakat menjadi

terpukau oleh penjajaran hal-hal aneh (bizzare juxtaposition) tanpa

henti yang membawa mereka melebihi akal sehat. Disini semiotik

hadir sebagai suatu cara untuk menganalisa makna dari benda-benda

yang hadir sebagai produk dari konsumerisme. Kini simbol tidak

hanya berlaku pada tanda dalam desain atau penggambaran akan suatu

benda, namun juga menegaskan perbedaan kelas sosial yang terjadi.

2.3.2 Penggunaan Teori Semiotik dalam Penyampaian Makna Ruang

Tujuan utama arsitektur adalah untuk berfungsi dengan baik,

bukan untuk berkomunikasi meskipun arsitektur juga berfungsi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

19

Universitas Indonesia

sebagai sebuah bentuk komunikasi massal (Eco, 1976). Dari sini dapat

dikategorikan arsitektur sebagai objek yang fungsional dan arsitektur

sebagai objek yang simbolik. Akan tetapi, agar dapat berfungsi

dengan baik tentunya elemen-elemen arsitektur atau elemen

keruangan ini perlu memiliki sistem komunikasi yang baik agar

fungsinya tidak disalahartikan. Bayangkan sebuah kursi yang

digunakan dari kloset bekas pakai (Gambar 2.4), tentunya akan

membingungkan penggunanya, apakah benda ini dapat digunakan

untuk duduk atau buang air. Disini semiotik berfungsi untuk

mengintrepretasikan makna atau fungsi yang dilihat secara visual.

Lain halnya jika kursi kloset itu diberikan bantalan duduk atau dihiasi

dengan ornamen dekoratif yang meriah. Kondisi ini

mengkomunikasikan bahwa kursi kloset ini bukanlah kursi biasa,

meskipun pemaknaannya dapat berbeda-beda tergantung pada

pengamatnya.

Dalam konteks keruangan, semiotik dapat menjadi salah satu

cara untuk mengintrepretasikan makna yang ingin diangkat dari tema

ruang berdasarkan elemen-elemen ruangnya. Elemen ruang berfungsi

sebagai penanda, yang menandakan objek asli yang memperkuat tema

ruang. Dalam kasus ini, elemen ruang menjadi objek kitsch jika untuk

menandakan suatu pengalaman atau tema yang kompleks digunakan

penanda yang simbolik dan familiar.

Gambar 2.4 Kursi Kloset

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

20

Universitas Indonesia

Salah satu contohnya adalah penggunaan miniatur menara Eiffel

dalam sebuah kafe untuk menggambarkan kota Paris. Jika

diintrepretasikan secara semiotik, miniatur Eiffel disini merupakan

penanda dari menara Eiffel yang sesungguhnya. Akan tetapi,

penggunaannya yang bertujuan untuk menyimbolkan suasana di kota

Paris menjadikannya kitsch. Pengalaman akan kota Paris yang begitu

kaya dan beragam disingkat dalam sebuah ikon yang terkenal dan

diketahui banyak orang, yang secara instan dapat langsung

diidentifikasi dan diasosiasikan dengan kota Paris. Akan tetapi,

penggunaan miniatur Eiffel ini tidak cukup untuk menghidupkan

pengalaman ruang yang serupa dengan pengalaman otentik di Paris.

Sesuai dengan sifat dari kitsch yang sekedar menjadi pengingat,

elemen penanda ini juga hanya mampu mengingatkan pengguna ruang

akan sesuatu yang berhubungan dengan kota Paris.

Respon dari penggunaan elemen penanda ini akan berbeda bagi

tiap orang. Bagi pengguna ruang yang pernah mengalami benda

aslinya secara langsung, tentu akan mudah mengidentifikasinya.

Bergantung pada tampilan visual dari elemen penanda tersebut,

pengguna ruang dapat mengasosiasikannya dengan pengalaman yang

pernah ia rasakan atau justru merasa bahwa benda tersebut terlihat

palsu atau bahkan murahan. Bagi pengguna ruang yang belum pernah

mengalaminya secara langsung, mungkin akan mendapatkan

pengetahuan baru akan objek aslinya atau bahkan tidak merasakan

koneksi apapun dengan elemen penanda tersebut.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

21 Universitas Indonesia

BAB III

STUDI KASUS

Pada tinjauan kasus di skripsi ini, saya menganalisis keberadaan objek

kitsch pada ruang komersil yang ada di Jakarta. Pemilihan ruang komersil

didasarkan pada kaitan antara kitsch dengan budaya konsumerisme, yang

kemudian dihadirkan dalam ruang-ruang komersil ini. Ruang komersil sendiri

menurut Dennis Hartman merupakan ruang yang bertujuan untuk menarik

pengunjung masuk ke dalam ruang dan mempersuasi mereka untuk menghabiskan

waktu di ruang tersebut. Pemilihan restoran dan pusat perbelanjaan dalam studi

kasus ini juga didasarkan pada kondisi sebenarnya, mayoritas ruang komersil

yang mengangkat tema tertentu dalam ruangnya adalah restoran dan pusat

perbelanjaan.

3.1. Marché, Grand Indonesia

Restoran yang menyajikan hidangan khas Swiss ini mengadopsi

wilayah Ticino yang terletak di bagian selatan Swiss dalam ruangnya, agar

pengunjung Marché dapat menikmati pengalaman kuliner layaknya sedang

berada di Swiss. Untuk memperkaya sensasi pengalaman itu pengunjung

juga diajak untuk seolah-olah mempersiapkan sendiri makanannya, mulai

dari kegiatan berbelanja atau memilih makanan di area “pasar” hingga

menikmatinya di area makan berkapasitas 296 orang yang kental dengan

nuansa khas negara Eropa tersebut.

Gambar 3.1 Penyimbolan Tema di Marché Grand Indonesia

Sumber: Olahan Pribadi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

22

Universitas Indonesia

Tabel 3.1 Simbol Pengalaman di Marché

Sumber: Olahan pribadi

PENGALAMAN SIMBOL

Berbelanja di pasar Kios makanan

Menikmati makanan di gudang anggur Potongan barel anggur

Menikmati makanan di pinggiran danau Lukisan pemandangan

Menikmati makanan di vila Tirai, pajangan khas Swiss

Dalam usaha mencapai pengalaman itu, Marché menggunakan

berbagai macam benda yang sekiranya dapat menjadi simbol untuk tiap

pengalaman. Agar tercipta citra “pasar”, makanan ditampilkan dalam kios-

kios yang dibedakan berdasarkan jenis-jenis makanannya. Pengunjung

diajak mengelilingi kios-kios ini untuk memilih makanan yang akan

dipesan, seperti ketika kita mengelilingi pasar untuk membeli bahan

makanan. Setelah memesan, koki dari Marché akan memasak makanan

langsung di kiosnya dan pengunjung dapat melihat proses pembuatan

makanannya sehingga meningkatkan kesan bahwa pengunjung turut

memiliki peran dalam pembuatan makanan yang telah dipilih sebelumnya.

Dalam restoran dengan luas total 1200 m2 ini, sebagian dari objek

kitsch diintegrasikan dalam aktivitas, dimana pengunjung dapat berinteraksi

langsung dengan objeknya, salah satunya adalah area kios makanan

(Gambar 3.3 dan 3.4). Pengunjung melakukan kegiatan memilih dan

Gambar 3.2 Denah Marché

Sumber: Olahan Pribadi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

23

Universitas Indonesia

memesan makanan di kios-kios ini. Meskipun pengunjung tidak secara

langsung berinteraksi dengan objek-objek pendukung yang berskala kecil

seperti keranjang yang berisi bahan makanan, namun objek tersebut

terintegrasi dalam kegiatan memilih makanan.

Setelah mengelilingi kios makanan dan minuman, pengunjung

dapat memilih area makan yang masing-masing mengangkat tema berbeda

untuk menikmati hidangannya. Salah satunya adalah area the Saletta, seperti

pada Gambar 3.6, yang merepresentasikan bangunan vila yang ada di

Ticino, Swiss (Gambar 3.5). Di Marché pengalaman kuliner di vila ini

direpresentasikan dalam suasana yang menyerupai ruang aslinya, mulai dari

penggunaan furnitur, elemen dekoratif, pencahayaan hingga materialnya.

Berbeda dengan area pasar, di area makan objek kitsch digunakan

untuk membangun suasana dalam ruang. Misalnya di area the Cantina

(Gambar 3.8), citra gudang anggur (wine cellar, seperti Gambar 3.7) paling

terasa dengan hadirnya potongan barel minuman anggur yang dipasang di

dinding. Suasana ini didukung dengan pencahayaan yang lebih temaram

dari sekitarnya dan penggunaan material yang berbeda. Pengunjung tidak

Gambar 3.3 & 3.4 Piazza di Swiss & The Piazza Marché

Sumber: http://images.travelpod.com /daily-market-here-in-lugano-lugano.jpg (kiri) &

http://a1.sphotos.ak.fbcdn.net/ (kanan)

Gambar 3.5 & 3.6 Saletta di Swiss & The Saletta Marché

Sumber: http://en.bbdormire.com/8_saletta.jpg (kiri) & http://a1.sphotos.ak.fbcdn.net/(kanan)

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

24

Universitas Indonesia

berinteraksi langsung dengan objek kitsch disini, yang hanya dapat dilihat

saja dan terlupakan ketika aktivitas makan dan bersosialisasi dimulai.

Menurut Andrew Towner, General Manager Marché International

Asia Pacific, untuk menghidupkan suasana di Marché digunakan perabotan

masak, lampu-lampu, vas dan keranjang yang direproduksi kembali dari

koleksi orisinal Ticino. Bahkan untuk “membawa” kedua danau terkenal di

Ticino, Danau Maggiore dan Danau Lugano (Gambar 3.10), salah satu sisi

dinding di area makan dilukis dengan pemandangan dari kedua danau

tersebut, dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, tema ruang yang

paling mencolok terasa di area pasar dan responden yang diwawancarai

menyadari tema tersebut ketika mereka memilih makanan di kiosnya. Hal

ini disebabkan oleh tipe interaksi yang dialami oleh pengunjung dengan

objek kitsch, saat sensasi yang ditimbulkan dari interaksi tersebut

membangkitkan pengetahuan atau pengalaman pengguna sebelumnya.

Pemahaman akan simbol yang terdapat dalam objek kitsch juga dapat

membangkitkan memori akan pengetahuan terdahulu.

Gambar 3.9 & 3.10 Lukisan Danau dan Danau Asli

Sumber: http://a7.sphotos.ak.fbcdn.net/ (kiri) & http://upload.wikimedia.org/26/

Lake_Lugano.jpg (kanan)

Gambar 3.7 & 3.8 Cantina di Swiss & The Cantina Marché

Sumber: http://www.gastroticino.ch/Cantina.jpg (kiri) & http://a2.sphotos.ak.fbcdn.net/(kanan)

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

25

Universitas Indonesia

Bagi responden yang belum pernah mengunjungi Swiss, cara

untuk mengidentifikasi tema dari Marché ini adalah dengan

membandingkannya dengan suasana di Indonesia. Suasana yang terbentuk

di area pasar berbeda dengan suasana pasar umumnya di Indonesia. Begitu

pula dengan area makan, objek yang digunakan umumnya tidak ditemukan

di ruang makan di Indonesia. Berdasarkan perbadingan itu, pengguna ruang

sadar akan pengalaman yang berbeda dari yang ia alami sehari-hari.

Tabel 3.2 Makna simbol di Marché

Sumber: Wawancara dan olahan pribadi

Objek Signified Signifier Perceived

Gambar 3.11 Display konter makanan

Sumber: dokumentasi pribadi

Kios pasar di

Swiss

Keranjang berisi

makanan

Pasar, segar,

rapi

Makanan di depan

konter, koki di

belakang konter

Berjualan,

pasar

Ruang dalam

vila di Ticino

Jendela dan tirai Ruang

dalam rumah

Pajangan ayam

dan vas

Bukan khas

Indonesia

Material bata

ekspos

Kesan bukan

sedang di

Indonesia

Gambar 3.13 The Cantina

Sumber: http://a2.sphotos.ak.fbcdn.net/

Gudang anggur

Potongan barel

anggur

Gudang

anggur

Material dan

ornamen pajangan

Kesan bukan

sedang di

Indonesia

Gambar 3.14 Lukisan Danau di Ruang

Sumber: http://a7.sphotos.ak.fbcdn.net/

Pinggir danau

Lukisan danau Gambar

danau

Bata dan kolom

menyerupai

kolom eksterior

Area

eksterior

Area duduk:

area interior

Gambar 3.12 The Saletta

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

26

Universitas Indonesia

Bagi responden yang sudah pernah mengalami wisata kuliner

atau paling tidak mengunjungi Swiss, mereka menyadari adanya kesamaan

objek di Marché yang juga mereka ingat pernah temukan di Swiss. Hal ini

menyebabkan objek kitsch menjadi pengingat akan pengalaman yang pernah

dialami sebelumnya. Responden tidak merasa bahwa mereka sedang benar-

benar berada di Eropa karena banyak hal yang tidak tergambarkan di ruang-

ruang ini. Tidak timbul perasaan negatif atau perasaan yang kurang

menyenangkan dari objek-objek kitsch di Marché karena objek-objek yang

digunakan sesuai dengan kenyataan, tanpa penekanan tema yang berlebihan.

Keadaan di atas masih sama dengan ciri objek kitsch, tidak

mampu memberikan pengalaman yang otentik, hanya sekedar menjadi

pengingat akan pengalaman aslinya. Objek-objek kitsch di Marché tidak

juga mampu memberikan pemahaman akan aktivitas kuliner di Swiss yang

sebenarnya karena yang diterima oleh pengguna yang belum pernah

mengalami secara langsung hanyalah bagian-bagian kecil dari pengalaman

tersebut.

Lantas apakah kombinasi dari objek-objek ini mampu

menciptakan suasana yang terasa seperti Swiss? Lima dari enam responden

merasa suasana yang ditimbulkan terasa asing dengan keseharian mereka

dan gaya serta material dari objek-objek ini berkesan sangat Eropa. Sisanya

tidak spesifik menyatakan Eropa atau Swiss, hanya menyadari bahwa area

ini tidak bertemakan Indonesia. Pengalaman memilih makanan pun terasa

seperti kegiatan berbelanja di pasar, meskipun bukan secara tepat terasa

seperti pasar di Swiss.

3.2. Grand Indonesia Lantai 3A & 5

Avianti Armand dalam bukunya Arsitektur yang Lain

menyebutkan Grand Indonesia sebagai salah satu contoh kitsch, yang

berupaya menghadirkan sebuah suasana di sini yang “menyerupai” sebuah

tempat nun jauh di sana (Armand, Avianti. 2011:71). Menurutnya, ruang

yang terjadi di area lantai 3A dan 5 Grand Indonesia ini merupakan

serangkaian reduksi yang kasar dari sebuah ruang dan pengalaman. Hanya

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

27

Universitas Indonesia

dengan mengelilingi kedua lantai tersebut, kita dapat menemukan objek-

objek yang berusaha mewakili berbagai tempat di dunia, seperti New York,

Jepang dan Paris. Hal ini dimaksudkan sang Arsitek, Gary Goddard, untuk

menjadikan ruang ini layaknya sebuah persimpangan dunia (Crossroads of

the World).

Kitsch muncul ketika pengalaman yang sangat beragam dan kaya

akan perasaan, disingkat dalam objek-objek simbolis dan mengharapkan

pengguna ruangnya dapat merasakan perjalanan keliling dunia di dalam satu

pusat perbelanjaan melalui objek-objek itu. Perjalanan keliling dunia

awalnya hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang yang memang mampu

untuk melakukannya. Eksklusivitas itu yang kemudian dijual dalam bentuk

pengalaman, bahwa sekarang semua orang yang datang ke pusat

perbelanjaan di tengah kota Jakarta pun sudah bisa merasakan “keliling

dunia”, tanpa perlu melakukan perjalanan ke luar negeri.

Gambar 3.15 Penyimbolan Tema di Grand Indonesia Lantai 3A & 5

Sumber: Olahan Pribadi

Gambar 3.16 Denah Lantai 3A Grand Indonesia

Sumber: www.garygoddard.com (telah diolah kembali)

Rockefeller Centre

Area

Subway Area

China Town Area

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

28

Universitas Indonesia

Dari berbagai area di sudut lantai 3A dan 5 ini, saya akan

membahas beberapa area, yaitu area Entertainment District yang

menggambarkan kota New York, Fashion District yang menggambarkan

kota Paris di akhir abad ke-19, Garden District yang menggambarkan

suasana taman Jepang, dan area China Town yang termasuk di

Entertainment District. Area-area ini menggunakan objek-objek simbolis,

seperti di Entertainment District kita akan disambut oleh rambu-rambu

nama jalan di New York yang tersebar di berbagai titik dan ketika kita

menengadahkan kepala ke arah langit-langit maka akan terlihat replika rel

kereta api seperti yang ada di stasiun bawah tanah (Gambar 3.18). Bahkan

di salah satu sudut lantai 3A, kita dapat menemukan area yang menyerupai

Rockefeller Center lengkap dengan air mancur dan patung Prometheus,

seperti pada Gambar 3.19. Untuk menambah kesan “New York”, langit-

langit di area ini juga dihiasi dengan foto dari gedung-gedung pencakar

langit di New York.

Gambar 3.19 & 3.20 Rockefeller Centre GI & Rockefeller Center di New York

Sumber: http://img.photobucket.com/ (kiri) & http://freephotooftheday.clientk.com/ (kanan)

Gambar 3.17 & 3.18 Stasiun Bawah Tanah GI & Stasiun Bawah Tanah New York

Sumber: Dokumentasi Pribadi (kiri) & http://upload.wikimedia.org/Nyc_subway_wall.jpg

(kanan)

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

29

Universitas Indonesia

Sedikit berbeda dengan Entertainment District yang gemerlap, jika

kita berjalan sedikit lebih jauh dari kota New York mini di atas, kita akan

masuk ke area Garden District yang berusaha membawa pengalaman dari

taman zen yang menjadi ciri khas Jepang. Di sini kita dapat menemukan

sepotong kecil dari taman zen yang disimbolkan dengan tanaman-tanaman

plastik, pohon bambu (Gambar 3.23), dan lampion-lampion bergaya Jepang.

Di lantai 5, kita akan berada di area yang terasa lebih mewah, area

yang berusaha membawa rasa akan kota Paris di era 1890-an. Objek-objek

yang digunakan untuk menyimbolkan pengalaman itu adalah ornamen-

ornamen berhiaskan sulur yang bergaya art nouveau. Salah satunya adalah

railing dan archway yang dibuat seperti pintu masuk ke stasiun kereta

bawah tanah Metropolitan Paris karya Hector Guimard. Sepanjang lorong

ini juga dipenuhi dengan elemen-elemen bergaya klasik, mulai dari lampu

hingga miniatur patung-patung yang entah mengapa diletakkan di dinding

pembatas void, sehingga seringkali luput dari perhatian pengguna ruangnya.

Gambar 3.21 & 3.22 Pohon Sakura Plastik (kiri) & Pohon Sakura Asli (kanan)

Sumber: Dokumentasi Pribadi (kiri) & http://images.wikia.com/ (kanan)

Gambar 3.23 & 3.24 Pohon Bambu GI (kiri) & Pohon Bambu Asli (kanan)

Sumber: Dokumentasi Pribadi (kiri) & http://www.yunfeng-

gardens.com.cn/aureocaulis.jpg (kanan)

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

30

Universitas Indonesia

Tidak jauh dari sana, kita akan menemukan area China Town yang

dipenuhi dengan lampion-lampion merah menggantung di atas void, dapat

dilihat pada Gambar 3.27. Di sisi lain, fasad toko-tokonya dihiasi dengan

gapura yang menyerupai bangunan di Cina (Gambar 3.28). Penggunaan

warna merah juga cukup dominan di area ini.

Tabel 3.3 Simbol Pengalaman di Grand Indonesia

Sumber: Olahan Pribadi

PENGALAMAN SIMBOL

Berjalan-jalan di New York

Rambu nama jalan

Rel-rel stasiun subway

Replika Rockefeller Centre dan

patung Prometheus

Berjalan-jalan di Jepang

Pohon bambu tiruan

Lampion

Kolam zen

Bebatuan

Berjalan-jalan di Paris era 1890-an

Railing dan gapura ala gapura

metro di Paris bergaya art

nouveau

Berjalan-jalan di Cina atau Chinatown Lampion merah

Gapura khas Cina

Gambar 3.25 & 3.26 Lampu Bergaya Klasik & Railing Art Nouveau

Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.27 & 3.28 Lampion China Town & Gapura Toko

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

31

Universitas Indonesia

Di Grand Indonesia, sebagian besar ruang dialami ketika

pengunjung berjalan, tanpa ada aktivitas khusus yang mengharuskan

pengunjung untuk berhenti di suatu titik dan menikmati ruang. Oleh karena

itu, objek-objek kitsch tidak memiliki interaksi secara langsung dengan

pengguna ruang, kecuali area Rockefeller Centre. Area ini memiliki

pertunjukan air mancur pada jam-jam tertentu sehingga pengunjung dapat

berdiri di area tersebut untuk beberapa lama. Pengetahuan atau pemahaman

akan ruang yang dialami pun terbagi dengan aktivitas berjalan yang

dilakukan di area sirkulasi. Sedikit berbeda dengan Marché, yang

memungkinkan pengunjung untuk melihat dan menyadari keberadaan

objek-objek tersebut ketika mereka masuk ke ruangan dan duduk, sebelum

memulai aktivitas makan. Drastisnya perubahan antar tema di ruang ini

dengan penggunaan simbol-simbol yang banyak dan beragam dialami

terlalu cepat sehingga masih belum mampu membentuk emosi yang utuh

pada pengunjung.

Berdasarkan hasil wawancara, tema ruang yang paling mencolok

adalah area Rockefeller Centre (karena pengunjung dapat berdiam di area

tersebut dan menyerap citra ruang), stasiun kereta api dan area taman

Jepang. Responden merasakan tema tersebut ketika mereka berjalan dan

pandangan mereka tertuju kepada objek yang berada setinggi pandangan

mata, yaitu patung Prometheus, gerbong kereta api dan pepohonan. Hal ini

memungkinkan pengunjung untuk menyadari keberadaan objek dan

kemudian menerka apa yang ingin disampaikan melalui objek tersebut.

Berbeda dengan objek-objek yang diletakkan di luar jarak pandang

normal manusia, seperti lampu-lampu ala Paris dan foto pencakar langit

New York di langit-langit yang memerlukan usaha lebih dari pengguna

ruang untuk melihatnya. Kebanyakan pengunjung tidak menyadari

keberadaan objek tersebut ketika berjalan dengan kecepatan normal.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

32

Universitas Indonesia

Tabel 3.4 Makna Simbol di Grand Indonesia

Sumber: Wawancara dan olahan pribadi

Objek Signified Signifier Perceived

Gambar 3.29 Rockefeller Centre GI

Sumber: http://img.photobucket.com/

Area

Rockefeller

Center di New

York

Air mancur Air mancur,

ruang eksterior

Patung

Prometheus

Bukan patung

khas Indonesia

Plafon

bergambar foto

gedung

Posisi di antara

gedung-gedung

Gambar 3.30 Gerbang Metro GI

Sumber: dokumentasi pribadi

Gerbang

stasiun kereta

bawah tanah

Metro di Paris

era 1920-an

Kota Paris di

era 1920-an

Gerbang besi

dengan ornamen

sulur bergaya art

nouveau

Organik, bukan

benda yang

biasanya ada di

Indonesia

Gambar 3.31 Taman Jepang GI

Sumber: dokumentasi pribadi

Taman zen ala

Jepang

Pohon-pohon

plastik Ruang eksterior

Bambu Ciri khas negara

Cina

Bebatuan Taman

Gambar 3.32 Lampion Merah GI

Sumber: dokumentasi pribadi

China Town Lampion merah Ciri khas negara

Cina, Imlek

Objek-objek ini dianggap sebagai sesuatu yang berbeda dan

menarik bagi sebagian pengunjung, maka tidak jarang kita menemukan

pengunjung yang menjadikan objek-objek kitsch di Grand Indonesia ini

sebagai latar foto mereka. Keseharian para pengunjung yang berbeda

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

33

Universitas Indonesia

dengan suasana disini mendorong pengguna untuk mengapresiasi objek-

objek ini ketika mereka menyadari keberadaannya. Sebagian mengganggap

objek-objek tersebut menarik dan sebagian bahkan menggunakannya

sebagai latar foto. Maka disini peletakan objek menjadi suatu hal yang patut

diperhatikan karena pengguna ruang mengalaminya ketika mereka sedang

bergerak dan kuantitas pengguna yang akan melakukan usaha lebih, seperti

melihat ke arah langit-langit untuk memahami makna ruang tidaklah

banyak. Setelah timbul kesadaran akan benda kitsch maka kemudian

pengguna dapat memahami makna dari objek tersebut.

Bagi responden yang belum pernah mengalami secara langsung

tempat-tempat di Grand Indonesia, tema dapat teridentifikasi secara general

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Hal ini juga didukung

dengan pemilihan simbol-simbol yang familiar dengan kebanyakan orang,

seperti kereta atau lampion. Pemahaman akan simbol dan maknanya

kemudian dibandingkan dengan kondisi objek itu di Indonesia. Karena tidak

umum digunakan di Indonesia, kemudian pengunjung mengasosiasikannya

dengan penggunaannya di luar negeri.

Penggunaan simbol yang mengadaptasi kondisi aslinya, seperti

penggunaan patung Prometheus di area air mancur Rockefeller Centre tidak

dipahami oleh pengunjung secara spesifik sebagai Rockefeller Centre. Hal

ini dikarenakan tidak adanya pengalaman atau pengetahuan terdahulu akan

Rockefeller Centre. Pengujung kemudian mempersepsikan area tersebut

sebagai area air mancur saja, bahkan ada responden yang merasa bahwa air

mancur ini mirip dengan yang ada di Eropa.

Penggunaan simbol yang terlalu umum juga ternyata tidak dapat

menggambarkan tema secara spesifik, seperti area taman zen Jepang yang

menggunakan tiruan pohon bambu di beberapa titiknya. Sebagian responden

mengasosiasikan objek ini dengan negara Cina, yang memang terkenal

dengan pohon bambu. Responden tidak mengasosiasikannya dengan pohon

bambu di Indonesia, karena objek-objek lain di sekelilingnya tidak

menggambarkan kondisi di Indonesia. Area stasiun kereta api juga

menggunakan objek rel kereta dan gerbong bekas yang jika dilihat secara

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

34

Universitas Indonesia

individual termasuk simbol universal tanpa referensi yang spesifik terhadap

suatu lokasi atau negara. Akan tetapi karena adanya objek lain yang

mengindikasikan tema New York (seperti papan penunjuk jalan)

pengunjung kemudian mengasosiasikannya dengan kota itu.

Pengunjung yang sudah pernah merasakan langsung lokasi-lokasi

di Grand Indonesia ini, tidak merasa bahwa mereka sedang benar-benar

mengalami kembali pengalaman aslinya. Selain karena cara mengalami

ruang yang kurang optimal untuk mencerna makna dari ruang ini, kombinasi

dari objek-objek yang muncul di beberapa titik mengurangi keutuhan dari

pengalaman tersebut. Beberapa responden juga merasa terdistraksi dengan

toko-toko yang berada di sepanjang lantai ini, sehingga fokus utama mereka

bukan pada ruang sirkulasi yang dilalui.

Lalu, mampukah ruang ini membangun pengalaman yang sesuai

dengan pengalaman aslinya? Berdasarkan hasil wawancara, pengguna ruang

tidak merasakan seolah-olah mereka sedang benar-benar berada di New

York ataupun di Jepang karena kombinasi dari objek yang teracak dan tidak

dirasakan sebagai suatu kesatuan yang utuh. Sama seperti sifat dasar kitsch

yang mengambil elemen-elemen yang dirasa paling simbolik untuk

menghasilkan suatu pengalaman tertentu, akan tetapi elemen-elemen yang

diambil tidak mampu menghidupkan kembali pengalaman yang otentik.

Responden yang belum pernah merasakan pengalaman aslinya

juga tidak merasa bahwa ruang ini memberikan pengetahuan baru mengenai

tempat-tempat tersebut. Pengalaman yang dirasakan di ruang ini hanya

mampu mengingatkan mereka pada pengetahuan yang diasosiasikan dengan

tempat ini. Kembali kepada bagaimana interaksi yang terjadi antara

pengguna ruang dengan objek kitsch, karena tidak terintegrasi dengan

aktivitas di ruang ini, maka pengunjung tidak menyerap pengalaman ruang

dengan maksimal.

3.3. Strawberry Café

Bayangkan kita sedang berada di kebun stroberi dan berlibur

bersama orang-orang terdekat, tentu akan terasa menyenangkan bagi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

35

Universitas Indonesia

kebanyakan orang. Pengalaman itulah yang ingin ditawarkan oleh

Strawberry Café kepada konsumennya. Strawberry Café mengangkat

konsep kafe dimana pengunjung dapat bermain dengan berbagai macam

permainan, mulai dari board games, permainan kartu hingga permainan

puzzle, sembari menikmati hidangan serba stroberi yang dapat dipesan dari

buku menu makanan berbentuk stroberi pula (Gambar 3.35). Pada Gambar

3.34 dapat dilihat suasana ruang dalam kafenya yang juga dibuat seolah-

olah kita sedang berada di luar ruangan yang penuh dengan pohon stroberi.

Berbeda dengan kedua studi kasus sebelumnya, kitsch pada

Strawberry Café ini tidak mengacu pada suatu suasana atau objek yang

menjadi simbol suatu negara, namun lebih kepada pengalaman yang

universal. Intrepretasi ruang pada Strawberry Café ini menjadi kitsch karena

Gambar 3.34 & 3.35 Suasana Strawberry Café & Buku Menu Berbentuk Stroberi

Sumber: http://2.bp.blogspot.com/ (kiri) & dokumentasi pribadi (kanan)

Gambar 3.33 Denah Strawberry Café

Sumber: Olahan Pribadi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

36

Universitas Indonesia

ia mempersingkat pengalaman akan kebun stroberi menjadi elemen-elemen

yang dianggap familiar dari kondisi tersebut.

Kebun stroberi dihadirkan di Strawberry Café dalam bentuk

pepohonan, yang dipenuhi oleh miniatur stroberi menggantung dari

dahannya, dengan dahan dan dedaunannya yang mencuat dan menjalar

hingga ke langit-langit, memenuhi sebagian besar area kafe. Hal ini menjadi

menarik karena sebenarnya buah stroberi tidak tumbuh di pepohonan yang

tinggi, namun berbentuk perdu. Untuk menghadirkan kesan kebun stroberi

yang berada di luar ruangan, langit-langit di kafe ini dicat dengan warna

biru muda lengkap dengan gambar awan di atasnya. Layaknya pemahaman

Clement Greenberg mengenai kitsch, ia meminjam elemen-elemen yang

dimiliki oleh benda aslinya dan menyingkatnya menjadi suatu formula.

Tabel 3.5 Simbol Pengalaman di Strawberry Café

Sumber: Olahan pribadi

PENGALAMAN SIMBOL

Suasana luar ruangan

Langit-langir ruangan yang

dilukis bergambar langit yang

cerah dan berawan

Boneka monyet dan burung

kakaktua menggantung dari

langit-langit

Pepohonan dan sulur-sulur

tanaman

Material “bata” yang diekspos

Kebun stroberi Pohon-pohon stroberi

Objek kitsch pada Strawberry Café tidak terintegrasi dalam

aktivitas pengunjungnya dan lebih difungsikan untuk membangun suasana

Gambar 3.36 Penyimbolan Tema di Straberry Café Gandaria

Sumber: Olahan Pribadi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

37

Universitas Indonesia

dalam ruang. Saat tiba di kafe, pengunjung akan disambut oleh papan nama

seperti pada Gambar 3.37, yang cukup menggambarkan kondisi ruang yang

akan dialaminya. Setelah masuk ke dalam ruangan, pengunjung memiliki

waktu untuk menyerap kesan dari ruang ini, terutama saat masuk ke dalam

ruang dan saat menunggu makanan yang dipesan. Posisi objek-objek kitsch

yang tersebar di seluruh sudut ruang menyebabkan pengunjung mau tidak

mau akan menyadari keberadaan objek tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara, responden menyadari adanya tema

kebun stroberi saat melihat tanaman palsu yang merambat di sebagian besar

sisi dinding kafe. Selain itu, potongan dari tiruan buah stroberi berukuran

besar di dinding dan pembatas meja juga menjadi salah satu hal yang paling

pertama disadar. Kedua benda di atas tidak bersinggungan dengan aktivitas,

namun karena ukuran yang besar dan banyaknya kuantitas, fokus visual

pengunjung menjadi tertuju pada objek tersebut.

Sama seperti kedua tinjauan kasus sebelumnya, karena tidak

terintegrasi dengan aktivitas utama, setelah menyadari keberadaan objek dan

menyerap citra ruangnya, objek-objek ini tidak mempengaruhi aktivitas

dalam ruang. Menurut sebagian responden, cukup sulit untuk mengalihkan

pandangan dari objek-objek bernuansa kitsch ini karena mereka memenuhi

permukaan ruang dalam bentuk-bentuk yang mencolok sehingga timbul rasa

kurang nyaman untuk beraktivitas disini.

Gambar 3.37 Papan Nama Strawberry Café

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

38

Universitas Indonesia

Tabel 3.6 Makna Simbol di Strawberry Café

Sumber: Wawancara dan olahan Pribadi

Objek Signified Signifier Perceived

Gambar 3.38 Plafon Strawberry Café

Sumber: dokumentasi pribadi

Langit

Luar Ruangan

Alam

Plafon bergambar

langit Langit

Gambar 3.39 Pohon Stroberi

Sumber: dokumentasi pribadi

Pohon stroberi

Ruang luar

Pohon dan buah

stroberi plastik

menggantung

Hutan

Pohon

dengan buah

stroberi

Gambar 3.40 Monyet dan Kakaktua

Sumber: dokumentasi pribadi

Alam

Ruang luar

Boneka monyet

Minatur burung

kakaktua dari

kayu

Monyet dan

burung

kakaktua

Karena pengalaman yang disimbolkan di Strawberry Café ini

termasuk pengalaman yang universal, tidak eksklusif untuk kalangan

tertentu saja seperti pengalaman di luar negeri, maka pemahaman akan

konsep aslinya diketahui oleh sebagian besar orang. Baik yang pernah

mengalami langsung, maupun yang belum pernah mengalami kebun stroberi

secara langsung.

Mayoritas responden yang sudah pernah mendatangi kebun stroberi

merasa bahwa penyimbolan atau objek-objek yang berada di dalam kafe ini

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

39

Universitas Indonesia

tidak sesuai dengan pengalaman yang pernah ia alami. Sebagai contohnya,

buah stroberi yang tumbuh di tanaman yang rendah atau perdu dihadirkan

dalam bentuk buah yang menggantung di pohon tinggi. Hal ini cukup fatal

dalam penyimbolan, karena buah stroberi menjadi fokus utama dalam

penyampaian tema ruang, namun malah disampaikan tidak seperti

kenyataannya. Akibatnya, pengguna ruang tidak merasakan sensasi kebun

stroberi yang diinginkan.

Selain itu, ukuran dan kuantitas dari objek yang besar dan tersebar

di seluruh area kafe dirasakan terlalu berlebihan oleh pengunjung. Kebun

stroberi yang mereka ingat tidak terasa berlebihan, karena tanamannya

rendah, pandangan mata tidak terhalangi oleh pepohonan atau dedaunan

yang merambat. Sedangkan di kafe ini, sejauh mata memandang,

pengunjung akan dihadapkan dengan tumbuhan dan pohon artifisial.

Penggunaan lukisan langit pada plafon ruang tidak banyak disadari

oleh responden. Ada dua hal yang menyebabkan ini terjadi, plafon ruang

yang tidak berada pada jangkauan pandang normal ketika beraktivitas dan

pandangan ke arah plafon ruang yang terhalangi oleh daun dan ranting dari

pohon stroberi. Kesan luar ruangan yang ingin disampaikan oleh lukisan

langit pun tidak tersampaikan kepada pengunjung. Begitu pula dengan

boneka monyet dan minatur burung kakaktua yang diletakkan di atas,

menggantung dari dahan pohon, kecuali pengunjung sedikit menengadahkan

kepala, mereka tidak menyadari keberadaan objek tersebut.

Lalu apakah dengan kondisi ini, penggunaan objek kitsh dapat

membuat pengguna merasa seolah sedang berada di kebun stroberi?

Mayorita pengguna tidak merasa mengalami kembali kebun stroberi yang

dimaksud. Objek-objek kitsch ini juga tidak terlalu berhasil dalam menjadi

pengingat akan pengalaman, karena tidak tepatnya penyimbolan objek.

Kuantitas dan tipe interaksi objek dengan pengguna juga menyebabkan

tidak adanya integrasi yang dapat memberikan suasana ruang yang nyaman

maupun layaknya suasana di kebun stroberi.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

40

Universitas Indonesia

3.4. Kesimpulan

Tabel 3.7 Kesimpulan Studi Kasus

Sumber: Wawancara dan olahan pribadi

MARCHÉ GRAND

INDONESIA

STRAWBERRY

CAFÉ

Pengalaman ruang

(signified)

Kegiatan belanja di

pasar dan suasana

Eropa

Suasana luar

negeri Kebun stroberi

Simbol (signifier)

Kios makanan & area

makan

Kota New York,

taman zen Jepang,

China Town

Pohon stroberi,

lukisan langit,

boneka hewan

Tipe objek kitsch Elemen dekoratif &

elemen fungsional Elemen dekoratif Elemen dekoratif

Interaksi dengan

pengunjung Sentuhan dan visual Visual Visual

Cara mengalami Aktivitas Sirkulasi Aktivitas

Elemen interior

yang memperkaya

tema

Pencahayaan,

material, elemen

dekoratif

Pencahayaan,

material, elemen

dekoratif

Material, elemen

dekoratif

Objek kitsch Menarik Menarik Agak mengganggu

Efek objek kitsch

Membentuk

pengalaman,

membangun suasana

Membangun

suasana

Membangun

suasana

Berdasarkan tinjauan kasus di atas, dapat kita simpulkan bahwa

penggunaan objek kitsch memiliki pengaruh dalam menciptakan

pengalaman ruang dengan variabel seperti Tabel 3.7 di atas. Akan tetapi

jenis objek dan interaksi yang dimiliki dengan pengguna ruang menjadi

salah satu penentu dalam kesuksesan objek kitsch sebagai pembentuk

pengalaman.

Di Marché, objek kitsch yang terintegrasi dengan aktivitas

pengguna, seperti kios-kios makanan, mampu untuk memberikan sensasi

layaknya sedang berbelanja di pasar. Objek kitsch yang tidak berinteraksi

langsung dengan penggunanya digunakan untuk membangun suasana ruang,

yang cukup memberikan kesan atau membangkitkan memori akan ruang

aslinya. Misalnya potongan barel anggur di area makan dapat dipersepsikan

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

41

Universitas Indonesia

pengguna sebagai bagian dari gudang anggur. Kombinasi dari objek-objek

dan material lainnya di ruangan itu dapat memberikan kesan dan

membangkitkan memori akan suatu tempat di Eropa.

Di Grand Indonesia, objek kitsch yang tidak memiliki interaksi

langsung dengan pengguna ruang menjadi hanya menjadi elemen yang

digunakan untuk membangun suasana tertentu. Penyimbolan yang spesifik,

seperti area Rockefeller Centre tidak dapat memberikan pengalaman yang

sama dengan aslinya karena pengunjung tidak memiliki pengetahuan yang

spesifik akan tempat aslinya meskipun area ini mendukung kegiatan yang

terjadi di dalamnya, untuk menonton air mancur yang dapat menari. Akan

tetapi area ini dapat membangkitkan memori akan tempat tersebut bagi

orang yang sudah pernah mengunjungi tempat aslinya dan dapat

memberikan kesan budaya di “luar negeri” bagi yang belum pernah

mengunjunginya. Penyimbolan yang universal, seperti penggunaan bambu

di area taman Jepang terkadang disalahartikan sebagai simbol dari negeri

Cina. Akan tetapi perasaan tenang yang ditimbulkan oleh hadirnya objek-

objek ini juga muncul layaknya perasaan yang ditimbulkan oleh benda

aslinya. Hal ini dikarenakan penggunaan objek-objek yang didukung oleh

elemen ruang lainnya, seperti pencahayaan di area taman yang lebih

temaram dibandingkan area lainnya.

Di Strawberry Café, objek kitsch juga tidak memiliki interaksi

langsung dengan pengguna ruangnya dan menjadi alat untuk menciptakan

suasana ruang saja. Akan tetapi karena penyimbolan yang kurang sesuai

dengan pengalaman aslinya, objek-objek ini tidak mampu untuk

memberikan sensasi yang sama dengan pengalaman di kebun stroberi.

Fungsi objek kitsch sebagai pengingat juga terhalang oleh penyimbolan

yang kurang tepat tersebut, sehingga terjadi kontradiksi dari sensasi yang

dirasakan saat ini dengan pengetahuan atau pengalamannya yang terdahulu.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

42 Universitas Indonesia

BAB IV

ANALISIS

4.1. Pengaruh Simbol Terhadap Pemaknaan Objek Kitsch

Kitsch dan simbol merupakan dua hal yang sangat erat kaitannya

karena kitsch mengambil elemen yang dianggap dapat merepresentasikan

suatu pengalaman yang ingin ditiru. Elemen-elemen tersebut kemudian

mempengaruhi intrepretasi pengguna ruang atas objek kitsch. Maka dari itu,

simbol yang dipilih untuk merepresentasikan suatu pengalaman menjadi hal

yang penting untuk diperhatikan.

Objek kitsch yang digunakan untuk merepresentasikan

pengalaman haruslah mudah untuk diidentifikasi oleh masyarakat umum.

Salah satu sifat kitsch yang menggunakan impresi singkat yang ditinggalkan

oleh nilai-nilai visualnya (Greenberg, 1939) harus dapat memanfaatkan

momen impresi yang sebentar itu untuk mencerna maksud objek kitsch-nya.

Pemilihan simbol yang saya temukan pada kajian kasus di

lapangan terbagi menjadi dua jenis jika digolongkan berdasarkan teori dari

Umberto Eco, yakni simbol yang merupakan replika dari benda aslinya dan

simbol yang mengambil kualitas sama dari benda asli namun tidak memiliki

kesamaan secara fisik, atau dapat kita sebut sebagai simbol umum. Simbol

umum mengambil inti dari suatu pengalaman spesifik tanpa mengacu pada

satu tempat yang benar-benar nyata. Contohnya di Strawberry Café,

pengalaman yang diambil merupakan pengalaman yang spesifik, yaitu

berwisata di kebun stroberi, tapi tidak mengacu pada satu kebun stroberi

tertentu yang ada di dunia ini. Pengalaman ini umum dan universal,

sehingga akan lebih banyak orang yang merasa memiliki relasi dengannya.

Bandingkan jika pengalaman yang ingin dihadirkan pada ruang ini adalah

pengalaman berwisata di kebun stroberi X yang ada di Jawa Barat,

misalnya. Penyampaian kitsch dari pengalaman ini memerlukan simbol yang

sangat spesifik atau merupakan replika dari kebun stroberi X di atas.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

43

Universitas Indonesia

Simbol replika dapat kita lihat dari kawasan New York di Grand

Indonesia. Pengalaman utama yang ingin dihadirkan adalah berjalan di kota

New York dan untuk menyimbolkan pengalaman itu, arsiteknya, Gary

Goddard, memilih salah satu tempat yang spesifik di New York, yaitu

kawasan Rockefeller Center. Penggunaan replika Rockefeller Centre di

Grand Indonesia ini menjadi simbol yang spesifik, mengacu pada sebuah

tempat tertentu yang benar-benar nyata di dunia. Sedangkan simbol

universal yang dapat digunakan untuk menyimbolkan kota New York

misalnya dengan taksi berwarna kuning yang menjadi ciri khas kota itu.

Penggunaan simbol umum maupun simbol replika tentunya

memiliki efek yang berbeda kepada pengamatnya. Simbol yang umum

mudah untuk dipahami namun memiliki arti yang lebih luas sehingga

memberikan kemungkinan timbulnya kerancuan terhadap pengalaman yang

dimaksud. Seperti contoh pada Strawberry Café, simbol yang digunakan

adalah simbol replika yang diketahui semua orang, yaitu pohon stroberi.

Akan tetapi pemilihan jenis pohon yang menjadi simbol tidak sesuai dengan

kenyataannya karena tanaman stroberi kebanyakan tumbuh dengan

ketinggian yang rendah (Gambar 4.1), namun pada Gambar 4.2 dapat kita

lihat, di kafe ini tanaman stroberi disimbolkan dengan pepohonan yang tingi

dan merambat. Hal ini menyebabkan pengunjung merasa bahwa suasananya

tidak sesuai dengan ingatan atau pengetahuan mereka sehingga perasaaan

yang ingin ditimbulkan tidak tercapai.

Gambar 4.1 & 4.2 Tanaman Stroberi & Strawberry Café

Sumber: http://2.bp.blogspot.com/s400/ (kiri) &

http://gogirlmagz.com/strawberry%20cafe.jpg (kanan)

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

44

Universitas Indonesia

Tabel 4.1 Simbol Umum dan Simbol Spesifik

Sumber: Analisa dan olahan pribadi

KITSCH &

SIMBOL UMUM

KITSCH &

SIMBOL SPESIFIK

Identifikasi Mudah diidentifikasi

Mudah diidentifikasi oleh

orang yang pernah mengalami

langsung atau memiliki

pengetahuan sebelumnya

Kesalahan identifikasi

Kemungkinan kecil karena

dapat dipahami banyak

orang

Ada kemungkinan salah

mengidentifikasi simbol bagi

orang yang belum pernah

mengalami langsung maupun

memiliki pengetahuan

sebelumnya

Intrepretasi makna

Intrepretasi luas dan

pengguna dapat

mengaitkannya dengan

pengalaman masing-masing

yang lebih beragam

Intrepretasi tepat pada orang

yang pernah mengalami secara

langsung, sehingga

pemahamannya lebih sempit.

Simbol spesifik yang lebih

familiar akan dapat dipahami

oleh target yang lebih luas.

Perlu diperhatikan juga pemilihan simbol yang universal untuk

mengantisipasi pemaknaan ganda, dapat dilihat pada Tabel 4.1 di atas.

Seperti contoh di Grand Indonesia pada area taman Jepang, salah satu objek

kitsch yang dipilih untuk menyimbolkan suasana tersebut adalah tiruan dari

pohon bambu. Sebagian respoden merasa bahwa pohon bambu

menyimbolkan negara Cina. Hal ini membuat pemahaman akan tema ruang

menjadi sedikit menyimpang, tidak spesifik mengarah pada taman Jepang,

namun lebih kepada taman bergaya oriental.

Penggunaan simbol umum yang tepat pada objek kitsch

memberikan ruang yang luas untuk pemahaman dari penggunanya.

Meskipun luas, pemahaman akan tema atau pengalaman di ruang ini sesuai

dengan apa yang dimaksudkan oleh arsiteknya. Di Strawberry Café,

responden yang saya wawancarai dapat memahami tema yang ingin

disampaikan di ruang ini. Tidak ada intrepretasi yang melenceng jauh dari

tema stroberi.

Lain halnya dengan penggunaan simbol yang spesifik, seperti

misalnya New York yang disimbolkan dengan tiruan Rockefeller Centre di

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

45

Universitas Indonesia

Grand Indonesia. Kota New York yang hanya ada satu di muka bumi ini

menjadi tempat yang spesifik dan kemudian disimbolkan dengan

mengambil salah satu objeknya yang juga hanya ada satu, yaitu area

Rockefeller Centre. Bagi orang yang sudah pernah mengalami Rockfeller

Centre secara langsung, tentunya akan mudah untuk mengenali objek

tiruannya. Akan tetapi bagi orang yang belum pernah datang ataupun belum

memiliki pengetahuan sebelumnya mengenai Rockefeller Centre akan sulit

untuk mengenali simbol yang spesifik ini.

Ketika saya wawancara mengenai impresinya di replika area

Rockefeller Centre ini, responden yang belum pernah mengalami tempat

aslinya tidak mengenali area ini sebagai Rockefeller Centre. Kebanyakan

citra yang ditangkap oleh responden adalah citra luar negeri¸ bahkan ada

responden yang mengira bahwa area ini menggambarkan suatu sudut di

Italia. Akan tetapi secara umum, intrepretasi pengamat terhadap simbol

spesifik tentunya tidak akan berbeda jauh dari benda aslinya. Penggunaan

menara Eiffel untuk menyimbolkan kota Paris tentunya tidak akan

diintrepretasikan sebagai benda lain, Monas misalnya. Simbol yang spesifik

mengandung elemen-elemen yang sama dengan benda aslinya dengan

komposisi yang relatif sama, yang membedakan mungkin ukuran dan

material yang digunakan. Maka perlu diperhatikan pemilihan simbol

spesifik yang familiar dengan kebanyakan orang.

4.2. Pengaruh Interaksi Objek Kitsch Terhadap Pemaknaan Ruang

Salah satu hal yang dapat membedakan pemaknaan terhadap

ruang, seperti contoh pada kajian kasus di pembahasan sebelumnya, adalah

jenis interaksi antara objek kitsch dengan pengguna ruang. Akan berbeda

rasanya jika kita hanya melihat sebuah sepeda yang diletakkan di sudut

ruangan dengan benar-benar mengayuh sepeda tersebut. Pengalaman yang

lebih membekas tentunya pengalaman yang kedua, saat interaksi pengamat

dengan objek tidak hanya sebatas visual saja, namun juga mempengaruhi

indera lainnya. Adanya proses kegiatan yang dilakukan juga dapat membuat

pengalaman itu lebih membekas di ingatan kita. Berdasarkan penelitian

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

46

Universitas Indonesia

yang telah dilakukan, informasi dari interaksi yang disampaikan melalui

berbagai tahap indera lebih memungkinkan untuk diingat dan pengalaman

yang emosional lebih mudah untuk terus diingat (Beverland, 2009 : 182).

Maka dari itu untuk menciptakan pengalaman ruang dan juga membentuk

memori jangka pendek maupun jangka panjang, penggunaan objek kitsch

dalam ruang tidak cukup hanya sebatas elemen dekoratif saja.

Dari sekian banyak variabel yang dapat membentuk pengalaman

ruang, durasi adalah salah satu variabel yang cukup berperan dalam

menentukan apakah pengguna memiliki waktu untuk memahami ruang.

Bayangkan sebuah ruang yang memiliki tema tertentu dan sangat kaya akan

detail, namun kita berlari melewatinya, maka akan sulit untuk merasakan

kesan yang ditimbulkan oleh ruang tersebut. Bandingkan berapa banyak

informasi ruang yang dapat kita serap jika kita berada di ruang itu dalam

jangka waktu yang panjang.

Salah studi kasus yang saya ambil dalam skripsi ini, Grand

Indonesia, merupakan ruang sirkulasi yang dialami selagi pengguna

ruangnya bergerak. Aktivitas yang dilakukan pengguna di ruang ini adalah

berkeliling pusat perbelanjaan dan mengunjungi toko-toko disini. Hal ini

tidak memungkinkan terjadinya interaksi yang lebih lanjut antara objek

kitsch dengan pengguna ruang. Hanya timbul impresi kekaguman sesaat dan

timbul kesadaran akan tema ruang, akan tetapi setelah beberapa saat objek-

objek itu tenggelam dalam suasana hiruk pikuk pusat perbelanjaan.

Pengguna juga tidak merasakan pengalaman yang otentik akibat interaksi

yang sebatas visual saja.

Secara visual, interaksi dengan objek kitsch sebenarnya tidak

terlalu meninggalkan impresi yang mendalam dan hanya mampu

membentuk memori sensori. Hal ini dikarenakan momen interaksi objek

dengan pengguna hanyalah ketika pengguna memasuki ruang. Ketika

aktivitas utama dalam ruang mulai berjalan, kesadaran pengguna akan objek

kitsch menurun. Seperti kasus di Marche, responden kebanyakan menyadari

keberadaan objek-objek kitsch ketika memasuki ruang, tetapi setelah

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

47

Universitas Indonesia

aktivitas makan dan bersosialisasi dimulai impresi yang ditinggalkan oleh

objek-objek tersebut tidak dirasakan lagi.

Berbeda dengan penggunaan objek kitsch yang diintegrasikan

dalam aktivitas ruang, seperti pada area konter di Marche. Objek-objek yang

menandakan kios pasar tidak sekedar menjadi pajangan di sudut ruang,

melainkan menjadi sarana pengguna ruang ketika memesan makanan.

Suasana yang diciptakan oleh objek-objek ini kemudian membentuk citra

pasar yang dilanjutkan dengan aktivitas layaknya sedang berada di pasar.

Hal ini yang merupakan integrasi dalam aktivitas pengguna ruang, sehingga

memori jangka panjang yang distimulasi oleh keberadaan objek kemudian

menciptakan pengalaman baru ketika ingatan itu dipraktekkan kembali.

Tujuan perancangnya untuk memberikan sensasi belanja di pasar pun dapat

tercapai, berdasarkan keterangan responden.

4.3. Kitsch Sebagai Simbolisasi Pengalaman Ruang

Masihkah kitsch dianggap sebagai sesuatu yang buruk sekarang

ini? Bagaimana dengan kitsch dalam skala keruangan? Hal ini bergantung

pada kondisi dan penggunaan objek kitsch tersebut. Pemilihan objek yang

tepat untuk menyimbolkan sebuah pengalaman dapat membentuk persepsi

yang sesuai akan pengalaman tersebut. Penggunaan simbol yang spesifik

maupun yang universal juga akan membentuk persepsi yang beragam.

Untuk membangun suasana atau ambience dalam ruang umumnya

digunakan objek-objek universal yang ketika dikombinasikan dalam ruang

dapat membentuk suatu suasana tertentu. Akan tetapi hal utama yang

mampu membentuk pengalaman berasal dari ruang itu sendiri.

Arsitektur Interior bukanlah sekedar urusan dekorasi ruang,

namun terkadang elemen dekoratif tersebut juga diperlukan untuk

membangun suasana. Tetapi perlu diperhatikan secara cermat pemilihan

elemen dekoratif dalam ruang yang digunakan untuk menyimbolkan suatu

pengalaman atau suasana tertentu.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

48 Universitas Indonesia

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian teori, studi kasus dan analisis yang telah dilakukan

sebelumnya, dampak dari penggunaan objek kitsch terhadap pengalaman ruang

ternyata bergantung pada penyimbolan tema hingga interaksi yang muncul antara

pengguna ruang dengan objek kitsch. Lalu apakah objek-objek kitsch yang

digunakan dalam ruang mampu membentuk pengalaman ruang yang diinginkan?

Lantas masihkah kitsch menjadi hal yang dihindari dalam desain?

Pemilihan objek yang mampu menyimbolkan pengalaman dengan tepat

sangat mempengaruhi intrepretasi pengguna terhadap makna ruang. Penggunaan

simbol yang tidak tepat dapat membingungkan pengguna dalam memaknai ruang

dan pengalaman yang ingin dihadirkan tidak tersampaikan dengan maksimal.

Berdasarkan interaksi dengan pengguna, objek yang terintegrasi dalam aktivitas

ternyata lebih mampu memberikan pengalaman yang menarik dan mudah diingat.

Berbeda halnya dengan objek kitsch yang hanya dapat dilihat saja, ia tidak begitu

berkesan karena akan luput dari perhatian setelah aktivitas utama dalam ruang

dimulai. Akan tetapi, kombinasi yang tepat dari objek-objek kitsch yang dinikmati

secara visual dapat membentuk suasana mendekati kondisi aslinya.

Lalu apakah kitsch mampu membuat pengguna ruang bagaikan sedang

benar-benar mengalami tempat aslinya? Sayangnya tidak, karena pengalaman

yang otentik tidak hanya terdiri dari objek-objek monumental, material, ataupun

bentuk ruang. Ada begitu banyak elemen yang kita rasakan, seperti bau, bunyi,

tekstur, cahaya, dan lain-lain. Akan tetapi kitsch yang dihadirkan pada ruang

interior komersil disini setidaknya mampu mengingatkan pengguna ruangnya

akan pengalaman yang pernah dialami dari suasana ruang yang dibangun.

Kini kitsch tidak hanya dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah

dan terintegrasi dalam budaya konsumsi yang diadopsi semua kalangan. Kitsch

menjadi media dalam penyimbolan pengalaman yang diintegrasikan ke dalam

ruang. Memang kitsch hanya menjadi pengingat akan pengalaman tersebut, tanpa

mampu menciptakan pengalaman yang otentik, akan tetapi ketika muncul tuntutan

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

49

Universitas Indonesia

akan sensasi yang cepat berganti, penggunaan objek kitsch dalam penyimbolan

pengalaman pun menjadi solusi yang instan. Menurut saya kitsch bukanlah solusi

utama, karena ada berbagai cara mengolah ruang dan elemen-elemennya untuk

menimbulkan suatu pengalaman. Akan tetapi penggunannnya dapat mendukung

terciptanya pengalaman ruang jika diolah dengan baik.

Melalui tahapan yang telah dilakukan pada skripsi ini dapat kita

simpulkan bahwa penggunaan objek-objek kitsch tidak selamanya buruk, selama

ia dapat mendukung terciptanya pengalaman ruang yang diinginkan. Untuk

mendukung pengalaman ruang, objek kitsch perlu memperhatikan penggunaan

penyimbolan yang tepat dan terintegrasi ke aktivitas yang terjadi di dalam ruang.

Terkadang dalam merancang kita begitu terfokus pada pembentukan ruangnya

sehingga banyak detail kecil yang luput dari perhatian, padahal detail-detail itu

mampu membedakan desain yang baik dengan kebanyakan. Seperti pernyataan

Charles Eames, ”The details are not the details. They make the design.”.

Tulisan ini diharapkan dapat membuka wawasan kita akan perancangan

ruang secara lebih mendetail, bahwa sebenarnya hal-hal yang kecil pun dapat

mendukung terbentuknya pengalaman ruang. Arsitektur interior memang perihal

ruang, bukan hanya dekorasi, namun dalam pembentukan ruang itu terkadang

elemen ruang yang bersifat dekoratif dapat memperkaya pengalaman

penggunanya.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

50

DAFTAR REFERENSI

Armand, Avianti. (2011). Arsitektur yang Lain. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Beverland, Michael; Lindgreen, Adam; Vanhamme, Joëlle. (2009). Memorable

Customer Experiences: A Research Anthology. Surrey: Gower Publishing

Limited.

Bloomer, Kent, & Moore, Charles. (1977). Body, Memory, and Architecture.

Connecticut: Yale University Press.

Brewer, Bill. (2007). Perception and Its Objects. In Philosophical Studies: An

International Journal for Philosophy in the Analytic Tradition Vol. 132 (pp.

87-97). New York: Springer Publishing.

Broch, Hermann. (1950). Notes on the Problem of Kitsch. In Gillo Dorfles (Ed.).

Kitsch: The World of Bad Taste. New York: Universe Books.

Dorfles, Gillo. (1968). Kitsch: The World of Bad Taste. New York: Universe

Books.

Eco, Umberto. (1976). A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University

Press.

Featherstone, Mike. (2007). Consumer Culture and Postmodernism. London:

SAGE Publications Ltd.

Flypaper, Rufus. (2006, May 4). Explanation on Kitsch. April 21, 2012.

http://gradstudentmadness.blogspot.com/2006/05/explanation-of-kitsch.html

Greenberg, Clement. (1939). Avant-Garde and Kitsch. In Partisan Review (pp.

34-39). Boston: Boston University.

Gusevich, Miriam. (1988). Decoration and Decorum, Adolf Loo’s Critique of

Kitsch. In New German Critique No. 43 (pp. 97-123). Berlin: New German

Critique.

Harries, Karsten. (1968). The Meaning of Modern Art. Illinois: Northwestern

University Press.

Harrison, Sylvia. (2001). Pop Art and the Origins of Post-Modernism. Cambridge:

Cambridge University Press.

Hartman, Dennis. (n.d.). Commercial Interior Decorating. Juni 30, 2012.

http://homeguides.sfgate.com/commercial-interior-decorating-8525.html

Hjelm, Sara Ilstedt. (2002). Semiotics in Product Design. Stockholm: CID.

Kulka, Tomas. (1996). Kitsch and Art. Princeton: Penn State University Press.

Kundera, Milan. (1984). The Unbearable Lightness of Being (Michael Henry

Heim, Penerjemah). New York: Harper & Row.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

51

Leach, Neil. (1997). Rethinking Architecture: A Reader in Cultural Theory.

London: Routledge.

Morreal, John, Loy, Jessica. (1989). Kitsch and Aesthetic Education. In Journal of

Aesthetic Education Vol. 23 (pp. 63-73). Illinois: University of Illinois Press.

Norman, Donald. (2004). Emotional Design: Why We Love (or Hate) Everyday

Things. New York: Basic Books.

Olivier, Bert. (2003). Kitsch and Contemporary Culture. In South African Journal

of Art History No. 18 (pp. 104-112). Port Elizabeth: Bureau of Scientific

Research.

Rose, Gillian. (2001). Visual Methodologies: An Introduction to the Interpretation

of Visual Materials. London: SAGE Publications Ltd.

Venturi, Robert, Brown, Denise, & Izenour, Steven. (2000). Learning From Las

Vegas (7th

ed.). Massachussets: The MIT Press.

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

52

Universitas Indonesia

LAMPIRAN

HASIL WAWANCARA

Wawancara dilakukan kepada 6 orang responden pria dan wanita dalam

rentang usia yang merupakan target pasar dari ruang interior komersil yang

digunakan sebagai studi kasus. Adapun data terkait responden:

Responden 1 (R1) : Pria, 23 tahun

Responden 2 (R2) : Wanita, 21 tahun

Responden 3 (R3) : Wanita, 22 tahun

Responden 4 (R4) : Wanita, 22 tahun

Responden 5 (R5) : Wanita, 21 tahun

Responden 6 (R6) : Pria, 21 tahun

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

53

Universitas Indonesia

I. GRAND INDONESIA

R1 R2 R3 R4 R5 R6

Aktivitas yang

dilakukan

Makan, hanya

lewat untuk

ke toko lain

Jalan-jalan Jalan-jalan,

makan

Jalan-jalan,

belanja Jalan-jalan Jalan-jalan

Kesan awal

Nyaman,

desain

moderen dan

berkelas untuk

kaum urban.

Memiliki

tema

berbeda-beda

Tema

berbeda,

bukan di

Indonesia

Tidak

menyadari

ada tema

tertentu

Tidak

menyadari

ada tema

tertentu

Suasana luar

negeri

Rekognisi tema Ya, tidak

spesifik

Ya, tidak

spesifik

Ya, tidak

spesifik Tidak Tidak Ya

Rekognisi objek

simbol tema -

Pohon

bambu,

gerbong

kereta

Air mancur Tidak Tidak Ya

Pengingat

pengalaman

Tidak, hanya

memberi

kesan pada

saat itu saja.

Tidak Tidak

Tidak, tapi

ingat saat ke

Eropa

Ya Ya

Pengalaman

langsung Tidak Tidak Tidak Ya, Eropa Ya Tidak

Objek pengingat

pengalaman

Ya, tidak

spesifik Ya Tidak Ya Ya Ya

Seolah mengalami

langsung Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Objek memberi

pemahaman akan

tema asli

Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya

Tema

mempengaruhi

aktivitas

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Objek yang paling

menyimbolkan

pengalaman

Tidak ada

Pohon

bambu,

gerbong

kereta

Pohon

bambu, air

mancur

Air mancur Gerbong

kereta Air mancur

Makna objek &

simbol -

Sesuai tema

yang

disimbolkan

Sesuai tema,

tidak spesifik

Seperti air

mancur di

Itali

Stasiun Luar negeri

Masa rekognisi

objek -

Ketika

melewati

Ketika

menonton

pertunjukan

air mancur

Ketika

menonton

pertunjukan

air mancur

Kalau

berhenti

Ketika

menonton

pertunjukan

air mancur

Objek

mempengaruhi

aktivitas

- Tidak Tidak

Ya, jadi

berhenti

untuk

melihat

Tidak Tidak

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

54

Universitas Indonesia

II. MARCHE GRAND INDONESIA

R1 R2 R3 R4 R5 R6

Aktivitas yang

dilakukan

Makan,

bersosialisasi Makan Makan

Makan,

bersosialisasi Makan Makan

Kesan awal Nyaman Seperti di

Belanda Pasar, Eropa Lucu

Interiornya

nyaman Nyaman

Rekognisi tema

Ya, restoran

bergaya

Eropa

Ya, Belanda

atau Eropa

Ya, pasar di

Eropa Eropa Luar negeri Eropa, pasar

Rekognisi objek

simbol tema

Rekognisi

dari suasana

keseluruhan

Kostum

pegawai,

material,

elemen ruang

Konter dan

elemen-

elemen di

area makan

Konter,

elemen

ruang,

material

Konter, drum

anggur

Konter

makanan

Pengingat

pengalaman

Tidak,

karena sering

melihat di

restoran

lainnya

Ya Tidak Ya Ya Tidak

Pengalaman

langsung Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak

Objek pengingat

pengalaman

Ya, tidak

spesifik

Gabungan

seluruh

elemen

-

Gabungan

elemen-

elemen

Gabungan

elemen-

elemen

Drum anggur

Seolah mengalami

langsung Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Objek memberi

pemahaman akan

tema asli

Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak

Tema

mempengaruhi

aktivitas

Ya, terutama

kios

makanan

membuat

ingin

mencoba

makanan

yang ada

Ya Ya Ya Ya Ya

Objek yang paling

menyimbolkan

pengalaman

Tidak ada

Area pasar,

elemen-

elemen

gabungan

Area pasar

Area pasar,

drum anggur,

jendela,

lampu

Area pasar,

drum anggur Area pasar

Makna objek &

simbol -

Pasar di

Eropa, mirip

Belanda

Eropa Pasar Eropa Bukan di

Indonesia

Masa rekognisi

objek

Hanya

menyadari

benda yang

berukuran

besar atau

menarik

perhatian

saja

Saat masuk

ke ruangan

dan memilih

makanan

Saat masuk

ke restoran

Saat memilih

dan

menunggu

makanan

Saat duduk

menunggu

makanan

Saat masuk

& memilih

makanan

Objek

mempengaruhi

aktivitas

Tidak Ya Ya Ya,

sementara Ya Ya

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012

55

Universitas Indonesia

III. STRAWBERRY CAFÉ

R1 R2 R3 R4 R5 R6

Aktivitas yang

dilakukan

Makan,

bersosialisasi - - Makan Makan -

Kesan awal Menyerupai

hutan, natural - - Ramai Hutan -

Rekognisi tema Tidak sesuai

(Hutan saja) - -

Kebun

stroberi,

tetapi tidak

sesuai

aslinya

Hutan

stroberi, tapi

tidak sesuai

aslinya

-

Rekognisi objek

simbol tema

Dedaunan,

lukisan

pepohonan,

ornamen hewan-

hewan.

- -

Stroberi,

pohon,

langit-langit

Stroberi,

pohon -

Pengingat

pengalaman Tidak - - Ya Ya -

Pengalaman

langsung Tidak - - Ya Ya -

Objek pengingat

pengalaman

Ya, tidak

spesifik - - Ya Ya -

Objek memberi

pemahaman akan

tema asli

Ya - - Ya Tidak -

Tema

mempengaruhi

aktivitas

Ya, ada

perasaan seperti

berada di hutan

- - Terlalu

mencolok menganggu -

Objek yang paling

menyimbolkan

pengalaman

Lukisan stroberi - - Stroberi Pepohonan -

Makna objek &

simbol

Menggambarkan

konsep hutan - -

Kebun

stroberi

Kebun

stroberi -

Masa rekognisi

objek Ketika datang - -

Ketika

datang

Ketika

datang -

Objek

mempengaruhi

aktivitas

Tidak - - Ya,

terganggu Terganggu -

Dampak kitsch..., Mutia Sekar Hapsari, FT UI, 2012