Bab I makalah kesehatan ternak

26
Bab I Tinjauan Puataka A. Latar belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi yang besar di bidang pertanian. Dalam sektor pertanian, peran subsektor peternakan sangat penting sebagai pendukung penyediaan protein hewani yang berasal dari ternak. Program ketahanan dan keamanan pangan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia saat ini telah dilakukan melalui program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) yang telah dicanangkan pada beberapa tahun yang lalu. Melalui PSDSK ini pemerintah bertekad mewujudkan ketahanan pangan hewani yang berasal dari ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong. Swasembada daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan mengembangkan potensi dalam negeri. Berbagai hambatan muncul dalam program PSDSK ini yang salah satunya adalah penyakit pada ternak sapi dan kerbau. Penyakit pada ternak sapi dan kerbau dapat disebabkan oleh infeksi patogen seperti bakteri, virus, parasit dan jamur, sedangkan penyebab yang non infeksi diantaranya adalah pakan, genetik, lingkungan, kandang, dan pola pemeliharaan. Usaha ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba memiliki potensi yang sangat menjanjikan dengan melimpahnya sumber pakan berupa hijauan yang merupakan kebutuhan utama ternak hewan ruminansia yang dapat diperoleh dengan sangat Page | 1

Transcript of Bab I makalah kesehatan ternak

Bab I

Tinjauan Puataka

A. Latar belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki potensi yang besar

di bidang pertanian. Dalam sektor pertanian, peran

subsektor peternakan sangat penting sebagai pendukung

penyediaan protein hewani yang berasal dari ternak. Program

ketahanan dan keamanan pangan yang dilaksanakan pemerintah

Indonesia saat ini telah dilakukan melalui program

Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) yang telah

dicanangkan pada beberapa tahun yang lalu. Melalui PSDSK

ini pemerintah bertekad mewujudkan ketahanan pangan hewani

yang berasal dari ternak berbasis sumberdaya domestik

khususnya ternak sapi potong.

Swasembada daging sapi sudah lama didambakan oleh

masyarakat agar ketergantungan terhadap impor baik sapi

bakalan maupun daging semakin menurun dengan mengembangkan

potensi dalam negeri. Berbagai hambatan muncul dalam

program PSDSK ini yang salah satunya adalah penyakit pada

ternak sapi dan kerbau. Penyakit pada ternak sapi dan

kerbau dapat disebabkan oleh infeksi patogen seperti

bakteri, virus, parasit dan jamur, sedangkan penyebab yang

non infeksi diantaranya adalah pakan, genetik, lingkungan,

kandang, dan pola pemeliharaan.

Usaha ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba

memiliki potensi yang sangat menjanjikan dengan melimpahnya

sumber pakan berupa hijauan yang merupakan kebutuhan utama

ternak hewan ruminansia yang dapat diperoleh dengan sangatPage | 1

mudah. Bagi peternak, hal yang tidak diinginkan dalam usaha

berternak ternak ruminansia adalah ternak tidak terjangkit

suatu penyakit. Apabila ternak terkena suatu penyakit tentu

akan membutuhkan biaya tambahan dalam pengobatannya. Faktor

utama penyebab ternak terjangkit suatu penyakit yaitu dari

segi lingkungan, makanan dan minuman, serta cara peternak

memelihara hewan ternaknya yang dilakukan secara langsung

maupun secara tidak langsung yang akan mempengaruhi

kehidupa ternaknya.

Penyakit pada hewan ternak dapat dikategorikan sebagai

penyakit yang menyerang hewan ternak yang disebabkan oleh

agen patogen seperti bakteri, virus, parasit, dan jamur.

Ada juga penyakit yang menyerang hewan ternak yang

disebabkan oleh agen infeksius seperti senyawa beracun atau

gangguan metabolisme. Penularan penyakit dapat dibedakan

juga dengan hanya menular antar hewan dan menular dari

hewan ke manusia (zoonosis).

Salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur pada

sapi/kerbau yang sering dijumpai atau bahkan jarang terjadi

di lingkungan masyarakat yaitu kegagalan reproduksi pada

sapi atau kerbau.

B. Rumusan masalah

Infeksi penyakit penyebab kemajiran ternak betina yang

umum dan sering terjadi ?

Bagaimaan gambaran penyakit sampai bisa menyebabkan

kemajiran ternak betina?

Bagaimana pencegahan dan penanganannya ?

Page | 2

C. Tujuan penulisan

Mengetahui penyebab kemajiran atau keguguran pada ternak

sapi atau kerbau.

Mengetahui gejala yang dirimbulkan.

Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan kemajiran.

D. Manfaat penulisan

Sebagai sumber informasi tentang mengenai penyakit-

penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kemajiran pada

ternak betina yang umum dan sering terjadi di kalangan

hewan ternak.

Memberi informasi cara pencegahan dan penaganan supaya

dapat meningkatkan produktivitas ternak yang berdampak

pada kesejahteraan petani peternak dan masyrakat pada

umumnya

Page | 3

Bab II

Dasar Teori

A. Mekanisme Kebuntingan

Kebuntingan merupakan harapan bagi peternak untuk

mendapatkan bakalan yang mempunyai mutu genetik baik dan

bagus, mendapatkan susu ataupun mendapatkan peningkatan

produksi susu pada fase laktasi lebih dari 1. Diawali

dengan inseminasi buatan, pembuahan dan persiapan

penempelan embrio pada uterus membutuhkan mekanisme

hormonal yang komlpek. Lepasnya sel telur ( ovulasi )

setelah masa estrus akan dilanjutkan oleh pembentukan

corpus hemoragicum, kemudian terbentuk badan kuning

( corpus luteum ) sebagai penghasil hormon progesteron yang

membantu proses penempelan embrio.

Pada fase selanjutnya, hormon progesteron akan

dihasilkan oleh plasenta untuk mempertahankan kebuntingan

sampai pada saatnya kelahiran ( 280 hari ). Pada fase-fase

tersebut, rahim membutuhkan kondisi tenang tanpa adanya

goncangan/tekanan sedikitpun. Goncangan, tekanan ataupun

rabaan yang terlalu keras pada rahim akan menyebabkan

munculnya hormon prostaglandin yang akan melisiskan badan

kuning, lisisnya atau luluhnya badan kuning menyebabkan

gangguan produksi hormon progesteron dan tidak ada lagi

yang mampu mempertahankan janin di dalam rahim.

B. Penyebab Abortus

Secara umum kejadian abortus berdasarkan penyebabnya

dibagi dua yaitu abortus yang diakibatkan oleh faktorPage | 4

infeksius dan non infeksius. Faktor non infeksius yang

dapat mengakibatkan abortus diantaranya defisiensi vitamin

A, D dan E, selenium, traumatik, benturan, munculnya hormon

prostaglandin dari endometrial cup, atau injeksi

prostaglandin. Selain itu, stres panas juga dapat

menyebabkan hipotensi, hipoksia dan asidosis fetus.

Temperatur induk yang tinggi pada kondisi demam bisa

mempengaruhi kondisi fetus. Beberapa toksin yang dapat

mengakibatkan abortus diantaranya adalah mikotoksin yang

bersifat estrogenik.

Abortus yang bersifat infeksius dapat dibedakan

berdasarkan agen penyebabnya, pada sapi yaitu:

Bakteri diantaranya Bruselosis yang disebabkan oleh

Brucella abortus, Leptospirosis yang disebabkan oleh

Leptospira, Vibriosis yang disebabkan oleh Vibrio foetus

veneralis.

Virus diantaranya : Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR),

Epizootic Bovine Abortion (EBA), Bovine Viral Diarrhea (BVD)

Jamur diantaranya : Aspergillus spp.

Protozoa diantaranya : Trichomoniasis yang disebabkan

oleh Trichomonas foetus.

Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh

dua kelompok jamur.

Sekitar 60-80% disebabkan oleh Aspergillus spp dan

kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus. Jenis mucorales

bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya.

Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5-16% dari semua

abortus pada sapi.

Page | 5

C. Gejala Klinis

Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-

perubahan nyata pada selaput foetus. Chorion tebal,

oedematous, seperti kulit dan nekrotik. Lesi utama terdapat

pada placentoma, karunkel dan kotiledon sangat membesar,

membengkak, oedematous, dan nekrotik.

D. Penularan

Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan

makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui

aliran darah dari laesio pada saluran pernapasan rumenitis

mikotik atau laesio lain pada saluran pencernaan. Hasil

penularan ini secara gradual meyebabkan placentitis,

hambatan pemberian makanan kepada foetus, kematian foetus,

dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan

kemudian.

E. Diagnosa

Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik terhadap

jamur dari placenta atau foetus, pemeriksaan histopatologik

terhadap jaringan placental atau foetal dan oleh kultur

pada media buatan.

F.PENYAKIT PADA SAPI POTONGDalam beternak sapi potong, ada beberapa hal yang

menjadi perhatian bagi para peternak, salah satunya yaitu

penyakit yang sering menyerang pada sapi potong. Berikut

Page | 6

ini adalah beberapa penyakit yang sering menyerang sapi

potong beserta cara penanganannya.

1. Abortus pada sapi disebabkan jamur

Penyebab

Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan

oleh dua kelompok jamur. Sekitar 60-80% disebabkan

oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah

Aspergillus fumigatus. Jenis mucorales bertanggung

jawab atas keguguran mikotik selebihnya. Kejadian

abortus mikotik bervariasi dari 0,5-16% dari semua

abortus pada sapi.

Gejala Klinis

Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-

perubahan nyata pada selaput foetus. Chorion tebal,

oedematous, seperti kulit dan nekrotik. Lesi utama

terdapat pada placentoma, karunkel dan kotiledon

sangat membesar, membengkak, oedematous, dan

nekrotik.

Penulasran

Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan

makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta

melalui aliran darah dari laesio pada saluran

pernapasan rumenitis mikotik atau laesio lain pada

saluran pencernaan. Hasil penularan ini secara

gradual meyebabkan placentitis, hambatan pemberian

makanan kepada foetus, kematian foetus, dan abortus

Page | 7

dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan

kemudian.

Diagnosa

Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik

terhadap jamur dari placenta atau foetus, pemeriksaan

histopatologik terhadap jaringan placental atau

foetal dan oleh kultur pada media buatan.

2. Brucellosis pada sapi

Penyebab

Brucellosis atau penyakit Bang disebabkan suatu

kuman kecil berbentuk batang dan bersifat gram

negatif, Brucella abortus, yang tumbuh di dalam sel.

Bakteri ini pertama kali diuraikan oleh Bang di

Denmark tahun 1897. Brucellosis terjangkit pada sapi

di seluruh dunia, kecuali di negara-negara yang telah

mengendalikan penyakit tersebut dengan vaksinasi atau

dengan cara-cara lainnya

Cara penularan

Penularan dapat terjadi karena pembelian dan

pemasukan satu betina yang tertular ke dalam suatu

kelompok ternak. Materi yang tertular dapat terbawa

dari suatu peternakan ke peternakan lain oleh anjing

atau manusia. Infeksi sering terjadi karena ingesti

kotoran dari alat kelamin hewan yang mengalami

abortus yang mengkontaminasi makanan dan air.

Page | 8

Penularan dapat pula terjadi melalui selaput lender

mata dan intrauterin setelah inseminasi dengan semen

yang tertular.

Gejala Klinis

Brucella abortus menyebabkan keguguran pada

trimester terakhir masa kebuntingan dandiikuti oleh

suatu periode infertilitas. Brucella abortus

menyebabkan demam “undulans” atau brucellosis pada

manusia yang meminum susu mentah yang belum

dipasteurisasi atau bersentuhan dengan kotoran atau

tenunan yang tertular. Keluron karena Brucella

abortus umumnya terjadi dari bulan keenam sampai

kesembila (setelah bulan kelima) periode kebuntingan.

Kejadian abortus berkisar antara 5-90% dalam suatu

kelompok ternak, tergantung dari jumlah hewan bunting

yang tertular, daya penularan, virulensi organisme

dan faktor lain.

Diagnosa

Diagnosa terhadap brucellosis diperlukan untuk dua

tujuan, pertama untuk menetapkan sebab abortus pada

satu individu ternak, dan kedua untuk

mengidentifikasi ternak dalam rangka program

pengendalian penyakit tersebut. Sejarah kelompok

ternak sangat bermanfaat dalam mendiagnosa penyebab

abortus. Diagnosa perbandingan antara penyebab

abortus cukup sulit dan tidak mungkin tanpa bantuan

pemeriksaan laboratoris. Lesio placental pada

Page | 9

brucellosis, vibriosis dan penularan jamur pada sapi

nampak terlihat sama.

Identifikasi

Organisme Brucella abortus dapat diidentifikasi

pada preparat ulas dari bahan paru-paru. Media

tersebut umumnya diisolasi dalam media kultur atau

pada marmut.

Pencegahan dan Pengendalian

Pencegahan brucellosis pada sapi didasarkan pada

tindakan higiene dan sanitasi, vaksin anak sapi

dengan Strain 19 dan pengujian serta penyingkiran

sapi reaktor. Tindakan higienik sangat penting dalam

program pencegahan brucellosis pada suatu kelompok

ternak. Sapi yang tertular sebaiknya dijual atau

dipisahkan dari kelompoknya. Fetus dan placenta yang

digugurkan harus dikubur atau dibakar dan tempat

yang terkontaminasi harus didesinfeksi dengan 4%

larutan kresol atau desinfektan sejenis.

3. Vibriosis atau Campilobakteriosis Pada Sapi

Penyebab

Campylobacteriosis yang disebabkan oleh

Campylobacter foetus venerialis (dahulu disebut

Vibrio foetus veneralis) adalah suatu penyakit

penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang

disebarkan melalui perkawinan dan ditandai oleh

infertilitas dengan jumlah perkawinan yang makin

tinggi untuk satu konsepsi. Umumnya ditemukan

Page | 10

kematian embrio dini dan abortus pada bulan yang

keempat sampai akhir masa kebuntingan. Sesuai dengan

namanya Campylobacter foetus berbentuk koma (,) atau

S. Pada suhu 60° ia akan mati dalam waktu 5 menit,

tetapi dapat hidup 10-20 hari ditanah, rumput kering

dan kotoran ternak tergantung pada kondisi suhu dan

kelembapan.

Gejala Klinis

Gejala-gejala infeksi Campylobacter tidak tampak

sebelum terjadi infertilitas. Gejala akut meliputi

penurunan angka konsepsi sampai lebih rendah dari 10%

dan infertilitas dapat berlangsung 2-6 bulan atau

lebih.

Diagnosa

Diagnosa terhadap Campylobacter didasarkan pada

kelompok ternak yang bersangkutan, anamnesa dan

catatan reproduksi, pemeriksaan fisik individual pada

ternak dalam kelompok, termasuk pejantan dan diagnosa

laboratoris. Abortus umumnya terjadi dalam bulan ke-5

sampai ke-8 masa bunting.

Pengendalian

Cara terbaik dan termudah dalam pengendalian

infeksi Campylobacter Foetus adalah tenik inseminasi

buatan dengan semen dari pejantan yang sehat.

Pengobatan

Pengobatan terhadap individu satu betina dapat

dilakukan dengan infusi antibiotik secara intra

Page | 11

uterin seperti penstrep dalam larutan air atau minyak

atau antibiotik berspektum luas.

4. Penyakit Jembrana (JD)

Hewan rentan

Penyakit jembrana (JD) hanya menyerang sapi Bali,

sebegitu jauh penyakit jembrana tidak ditemui pada

rumpun sapi yang lain. Sapi yang terserang berumur

lebih dari 1 tahun dan yang terbanyak 4 – 6 tahun dan

jenis kelamin tidak mempengaruhi kejadian penyakit

ini.

Cara penularan

Sumber Infeksi: sampai saat ini belum diketahui

dengan pasti sumber infeksi dari penyakit jembrana

ini. Peranan vecto : lewat penyakit insect born, Ex :

Culicoides sp dan nyamuk.

Gejala klinik

Pada sapi yang terserang penyakit jembrana (JD),

Suhu berkisar antara 39°C – 42°C. Pada suhu diatas

40°C dapat berlangsung selama 3 – 5 hari, dan

kemudian akan diikuti penurunan suhu, namun pada

derajat subnormal sapi akan mati. Pembengkakan

kelenjar limfe sapi yang sakit dapat terjadi diare

dengan tinja atau feses lembek, profus sampai

tercampur darah. Erosi ringan sampai nekrosis

terbatas epitel selaput lendir mulut. Pada sapi

betina yang sedang bunting diatas 6 bulan akan

Page | 12

mengalami keguguran Gejala keringat darah Perdarahan

pada mata Demam, anoreksia, lesu, pernapasan dan

detak nadi cepta. Leucopenia disertai dengan

leukositosis.

Perubahan pasca mati

Gejala sepsis kelenjar limfe superficial

prefemoralis dan prescapularis sangat membengkak,

bidang sayatan basah dan berdarah dengan warna kelabu

kemerahan tua erosi ringan sampai nekrosis

superficial epitel selaput lender mulut selaput

lender usus ada radang bersifat katar, mucus sampai

hemoragis gejala has pada rectum adanya perdarahan

berupa garis seperti zebra cross hemoragi dinding

empedu, dinding empedu menebal dan isinya mengental

pada otak ditemukan hiperemi.

Diagnosa

Pengambilan dan pengiriman sample :

bahan pemeriksaan laboratorium : limfa, kelenjar

limfe, hati, ginjal, adrenal dan darah .

untuk bahan isolasi : limfa dan kelenjar limfe

dikirim dalam termos berisi dry ice dan

pengiriman dilakukan secepat mungkin.

untuk preparat histopatologik : kelenjar limfe,

limfa hati, ginjal, adrenal otak dikirim dalam

formalin 10 %

Diagnosa laboratorium

Pewarnaan giemza terlihat intra sitoplasmik

bergerombol atau satu – satu berwarna coklat

Page | 13

kehitaman, berbentuk coccoid, diplococcoid atau

batang isolasi dilakukan dengan penyuntikan intra

peritoneal pada mencit atau marmot jantan atau

inokulasi telur bertunas secara intra kuning telur

atau pada biakan cell pemeriksaan secara

histopatologik ditemukan kerusakan endotel dan

proliferasi epitel pembuluh darah, perivaskular

cuffing pada otak tidak ada pemeriksaan secara

virologic diberi antibiotic kemudian disuntikkan pada

kantong kuning telur dari telur bertunas berumur 5 –

6 hari atau pada sapi rentan atau pada biakan cell.

Pencegahan dan pengendalian

Pencegahan : pemberian vaksin jembrana, yang

disiapkan dari plasma hewan yang ditulari secara

buatan. Sementara pengendalian dan pemberantasannya

yaitu :

hewan sakit harus benar benar diisolasi.

hewan mati segera dikubur yang dalam.

pemusnahan vector.

penyemprotan dengan pestisida dapat diulang

setiap 1 – 2 minggu

Pengobatannya yaitu dengan memberikan antibiotic

untuk pencegahan infeksi sekunder.

5. Antraks

Penyebab

Page | 14

Bacillus anthracis yang menular melalui kontak

langsung, makanan/minuman atau pernafasan. Gejala

yang sering ditimbukan oleh penyakit ini :

demam tinggi, badan lemah dan gemetar.

gangguan pernafasan.

pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat

kelamin dan badan penuh bisul.

kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang

keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan

vagina.

kotoran ternak cair dan sering bercampur darah.

limpa bengkak dan berwarna kehitaman.

Pengendalian dari penyakit ini yaitu : vaksinasi,

pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang

terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

Page | 15

Bab III

Pembahasan

A. Jamur Penyebab Abortus Pada Sapi 

Disgenesis reproduksi mencakup kegagalan reproduksi

tanpa memandang penyebabnya maupun periode kebuntingan

sewaktu terjadi kehilangan konseptus. Kehilangan konseptus

yang terjadi sejak pembuahan sel telur sampai diferensiasi

embrional (kurang lebih 45 hari) disebut kematian

embrional. Kehilangan konseptus yang terjadi selama periode

foetal yaitu dari saat diferensiasi sampai kelahiran,

dibagi atas abortus dan kelahiran prematur.

Abortus atau keluron adalah kematian fetus sebelum akhir

masa kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup,

sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus

sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang sanggup

hidup sendiri di luar tubuh induk. Hampir semua abortus

mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur.

Sekitar 60 - 80 % disebabkan oleh Aspergillus spp dan

kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus. Jenis Mucorales

bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya.

Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5 – 16 % dari

semua abortus pada sapi.

Aspergillus terdapat dimana-mana dan umumnya bersifat

saprofit. Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan

makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui

aliran darah dari laesio lain pada saluran pencernaan.

Hasil penularan ini secara gradual menyebabkan plasentitis,

Page | 16

hambatan pemberian makanan pada saluran fetus, kematian

fetus dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa

bulan kemudian.

Kebanyakan abortus terjadi pada bulan kelima sampai

ketujuh masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari

bulan keempat sampai waktu partus. Fetus umumnya

dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi pada beberapa kasus

terjadi kelahiran prematur atau fetus lahir pada waktunya

dalam keadaan hidup tapi lemah dan mati segera sesudah

lahir. Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-

perubahan nyata pada selaput fetus, tapi lebih nyata

daripada perubahan-perubahan abortus karena brusellosis dan

vibriosis. Chorion tebal, oedematus, seperti kulit dan

neurotik. Laesio utama terdapat pada plasentoma.

Karunkel dan kotiledon sangat membesar, membengkak,

oedematus dan nekrotik. Kotiledon yang nekrotik

memperlihatkan suatu pusat yang kelabu suram dikelilingi

oleh daerah hemoragika dan bertaut erat dengan khorion yang

nekrotik. Di dalam ruang utero khorion umumnya terdapat

cairan kemerah-merahan dengan kepingan-kepingan nanah.

Jamur menyebar melalui selaput fetus ke dalam cairan

foetal. Fetus dapat tampak normal atau, pada 30 % kasus

jamur dapat bertumbuh pada kulit dalam bentuk bercak-bercak

seperti pada ichtyosis congenital atau ringworm.

Cairan serosa berwarna jerami dapat ditemukan pada

jaringan foetal atau rongga tubuhnya. Jamur dapat diisolasi

dari isi lambung, dari chorion, atau kotiledon plasenta

yang terserang. Penyembuhan pada kasus yang parah cukup

Page | 17

lambat dan tertunda atau dapat diikuti oleh kemajiran

permanen. Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik

terhadap jamur dari plasenta atau foetus, pemeriksaan

histopatologik terhadap jaringan plasental atau foetal dan

oleh kultur pada media buatan.

Tabel 1. Kejadian abortus karena infeksius berdasarkan

waktu kejadian

Hampir semua abortus karena jamur pada sapi disebabkan

oleh dua kelompok jamur. Sekitar 60 - 80 % disebabkan oleh

Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus. Jenis

Mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik

Page | 18

selebihnya. Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5 -

16 % dari semua abortus pada sapi Aspergillus terdapat

dimana-mana dan umumnya bersifat saprofit. Jamur memasuki

tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur

kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah.

Hasil penularan ini secara gradual menyebabkan

plasentitis, hambatan pemberian makanan pada saluran fetus,

kematian fetus dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau

beberapa bulan kemudian. Kebanyakan abortus terjadi pada

bulan kelima sampai ketujuh masa kebuntingan, tetapi dapat

berlangsung dari bulan keempat sampai waktu partus. Fetus

umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi pada

beberapa kasus terjadi kelahiran prematur atau fetus lahir

pada waktunya dalam keadaan hidup tapi lemah dan mati

segera sesudah lahir.

B. Neosporosis Dinyatakan Sebagai Penyebab Abortus Pada Sapi-

Sapi Perah

Neospora caninum adalah parasit golongan protozoa yang

sangat mirip dengan Toxoplasma gondii. Neospora telah

ditemukan di seluruh belahan dunia, sering merupakan

penyebab  kasus keguguran pada ternak sapi dan  Anjing

secara experimental dibuktikan sebagai hospes definitif.

Alur penularan dimulai dari  feses anjing yang mengandung

oosit tersporulasi terdapat pada pakan, termakan sapi yang

sedang bunting, menyebabkan keguguran, mumifikasi atau

cacat lahir dan alur penularan  ini disebut penularan

secara eksogenous.

Page | 19

Penularan secara endogenous ( vertikal ) terjadi

kelahiran yang sehat tetapi secara persisten terinfeksi

Neospora caninum. Abortus akan terjadi  berulang pada

kebuntingan berikutnya dan menurun terus ke generasi

berikutnya. Hewan yang menjadi hospes antara alami adalah

sapi, kerbau dan rusa. Jadi, sudah bukan jamannya lagi

memelihara anjing untuk penjaga ternak seperti yang

kebanyakan peternak sapi di daerah pegunungan.

Pernyataan ini juga disampaikan oleh drh. Budi Santosa

dari Balai Veteriner Bukit Tinggi yang melakukan surveilans

aktif untuk melihat sero positif terhadap Neospora caninum

Page | 20

pada sapi potong, sapi perah dan kerbau. Surveilans

dilakukan di wilayah regional II meliputi Prov. Sumbar,

Riau dan Jambi dengan mengambil sample darah sapi dan

kerbau yang mempunyai riwayat abortus. Berdasarkan

informasi yang disampaikan seroprevalensi di beberapa

negara Jerman  49%, Belanda 76%, Spanyol 63%, Swedia 13% ,

Thailand dan Vietnam 5,5%, Malaysia 9%. Faktor risiko

potensial terhadap neosporosis pada sapi ( parameter

seropositif ) meliputi: Jumlah sapi pada peternakan,

proporsi external replacements, kepadatan anjing,

keberadaan anjing pada peternakan, suhu rata-rata di bulan

juli.

Tabel 2. Hasil Pengujian sampel berdasar jenis

ternak

Page | 21

Abortus dapat menyebabkan kerusakan selaput fetus,

endometrium, retensio plasenta dan ketidaksuburan sesudah

abortus. Secara ekonomi, abortus merupakan satu masalah

besar bagi peternak karena kehilangan fetus dan dapat juga

diikuti dengan penyakit pada rahim serta ketidaksuburan

untuk waktu yang lama. Apabila abortus disebabkan oleh

faktor infeksius, maka hal dapat mengancam kesehatan semua

sapi betina di dalam kelompoknya.

Page | 22

Bab IV

Kesimpulan

Penyakit reproduksi pada ternak dapat menimbulkan

kerugian ekonomi yang cukup besar bagi petani khususnya dan

masyarakat luas pada umumnya. Karena selain merusakkan

kehidupan ternak, dan mneghambat perkembanganpopulasi juga

dapat menular kepada manusia.

Diantara gangguan reproduksi yang cukup mempengaruhi

produktivitas ternak yaitu kemajiran pada ternak betina.

Kemajiran ternak betina bisa disebabkan oleh infeksi

penyakit ataupun non infeksi seperti gangguan hormon,

kelainan bawaan, patologi kelamin dan pakan yang kurang

nutrisi.

Kerugian ekonomi akibat serangan penyakit dapat ditekan

jika diagnosa, pencegahan, ataupun pengobatan dilakukan

sedini mungkin, secara cepat dan tepat agar penyakit tidak

menyebar ke ternak lain. Dan keberhasilan reproduksi akan

sangat mendukung peningkatan populasi ternak.

Kemajiran ternak betina yang disebabkan oleh infeksi-

infeksi penyakit yang umum dan sering terjadi di lapangan.

Diantaranya penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur

yang sering oleh aspergillus fumigatus, virus seperti IBR,

bakteri seperti Brucellosis, dan parasit seperti

Trichomoniasis.

Pada umumnya pencegahan dapat dilakukan dengan sanitasi

kandang yang bagus, vasksinasi, isolasi sedini mungkin jika

ada hewan yang terserang infeksi penyakit kemajiran dan

pemberian nutrisi yang baik pada hewan yang bunting.Page | 23

Page | 24

Bab V

Daftar Pustaka

Anonimus. 2008. Penularan Kongenital Penyakit Infectious

Bovine Rhino Tracheitis  pada Sapi dan Kerbau di

Indonesia http://peternakan.Iitbang. deptan.go.id.

http://animal-health.library4farming.org di dowload jumat

10 Desember 2010 pukul 15.00 wita

http://budidaya-di.blogspot.com/2010/02/jamur-penyebab-

abortus-pada-sapi.html, di dowload jumat 10 Desember 2010

pukul 15.00 wita

http://duniaveteriner.com,  di dowload jumat 10 Desember

2010 pukul 15.00 wita

http://en.wikipedia.org/wiki/Mucorales, di dowload jumat 10

Desember 2010 pukul 15.00 wita

Kurniadhi. P. 2003. Teknik pembuatan biakan sel Primer

Ginjal Janin Sapi Untuk Menumbuhkan Virus Infectious

Bovine Rhinotracheitis. Bogor

Sudarisman, 2003. Penularan Kongenital Penyakit Infectious

Bovine Rhinotracheitis (IBR) pada Sapi dan Kerbau di

Indonesia. Wartazoa Vol. 17 No. 1 Th. 2007

Page | 25

Sudarisman, 2003. Penyakit Infectious Bovine

Rhinotracheitis (IBR) pada Sapi di Lembaga Pembibitan

Ternak di Indonesia. Wartazoa Vol. 13 No. 3 Th. 2003.

Page | 26