IKLIM MIKRO DAN PEMANFAATAN NUTRISI PADA TERNAK

57
IKLIM MIKRO DAN PEMANFAATAN NUTRISI PADA TERNAK Oleh: I MADE NURIYASA PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKN UNIVERSITAS UDAYANA 2018

Transcript of IKLIM MIKRO DAN PEMANFAATAN NUTRISI PADA TERNAK

IKLIM MIKRO DAN PEMANFAATAN

NUTRISI PADA TERNAK

Oleh:

I MADE NURIYASA

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

KATA PENGANTAR

Secara umum produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik (sifat

bawaan) dan factor lingkungan. Ternak dengan katagori unggul yang mengandung

pengertian bermutu secara genetik, tidak akan bisa menghasilkan penempilan

(”performance”) yang maksimal jika kondisi lingkungan ternak tidak pada kondisi

nyaman (”comfort zone”). Sebaliknya kondisi lingkungan yang nyaman tidak pula

banyak membantu peternak jika ternak yang dipelihara mempunyai mutu genetik

rendah. Faktor lingkungan yang akan dibahas dalam bahan ajar ini adalah kaitan

antara faktor lingkungan (iklim) dengan faktor makanan (nutrisi). Hasil yang

maksimal dalam bidang peternakan akan dapat dicapai bila kebutuhan nutrisi pada

ransum ternak sudah mempertimbangkan pengaruh faktor lingkungan (iklim).

Pergeseran faktor lingkungan dari kondisi nyaman akan menyebabkan ternak

mengalami cekaman (”stress”). Kondisi cekaman direspon oleh ternak dengan cara

mengatur konsumsi ransum, salah satunya. Berkaitan dengan hal tersebut perlu

dilakukan penyesuaian imbangan enrgi protein ransum yang lebih medukung ternak

untuk mencapai penampilan maksimal.

Dengan membaca bahan ajar Iklim Mikro dan Pemanfaatan Nutrisi pada

Ternak, mahasiswa diharapkan mampu berpikir rasional, sistematik, kritis dan

berwawasan luas tentang cara penanganan ternak yang mengalami cekaman

(hipotermia atau hipertermia). Diharapkan pula mahasiswa dan pembaca lain dapat

mengambil keputusan yang tepat sehingga pengaruh faktor lingkungan yang kurang

nyaman dapat diminimalkan.

Bahan ajar ini disusun berdasarkan pengalaman mengasuh mata kuliah

Klimatologi serta mengambil bahan dari internet, tex book, jurnal, majalah ilmiah dan

sumber yang lain. Bagi mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Udayana pada

semester VII bahan ajar ini berguna untuk mempermudah mahasiwa mempelajari

Ilmu Lingkungan Ternak dan meningkatkan kompetensi lulusan .

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada pihak-pihak yang telah memberikan sumbangan moral dan material

dalam menyusun bahan ajar ini. Semoga amal baik yang telah diberikan mendapat

penghargaan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa (Ide Sang Hyang Widi Wase).

Denpasar, Januari 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................iv

I.PENDAHULUAN .....................................................................................................1

1.1. Pengertian...................................................................................................1

1.2. Manfaat Iklim Dan Nutrisi ........................................................................ 4

II. HUBUNGAN IKLIM DENGAN TERNAK...........................................................5

Suhu Udara, Kelembaban dan Kecepatan Angin ....................................................6

Mekanisme Interaksi............................................................................................... 6

Radiasi Matahari..................................................................................................... 6

Curah Hujan............................................................................................................ 8

III. HIPOTALAMUS ..................................................................................................11

IV. METABOLISME ................................................................................................ 14

V.BATAS ADAPTASI ............................................................................................. 21

VI. PROTEIN DAN HUBUNGAN DENGAN LINGKUNGAN............................. 24

6.1. Asam Amino ........................................................................................... 25

6.2. Daya Cerna Protein ................................................................................. 32

6.3. Protein Rnasum....................................................................................... 33

VII. ENERGI DAN KONDISI LINGKUNGAN .................................................... 34

7.1. Definisi Energi.......................................................................................................34

7.2. Fungsi Energi Untuk Ternak.................................................................................34

7.3. Sumber Energi untuk Ternak................................................................................35

7.4. Manfaat Energi ....................................................................................................37

7.5. Partisi Pemenfaatan Energi ................................................................................. 38

7.6. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Energi ................................................. 42

7.7. Keseimbangan Energi.......................................................................................... 44

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK DAN IKLIM.................................................. 46

8.1. Produksi Susu ....................................................................................... 46

8.2. Pertumbuhan ......................................................................................... 47

8.3. Kenyamanan Kandang dan Penempilan Ternak .................................. 48

I. PENDAHULUAN

1.1. Pengertian

Nutrisi adalah zat-zat makanan yang terkandung dalam ransum seperti

protein, lemak, karbohodrat, vitamin dan mineral. Secara garis besar bahan makanan

dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu air dan bahan kering . Bahan kering terdiri dari

organik matter (92%) yang mengandung enegi dan mineral serta vitamin (8%) yang

tidak mengandung energi. Istilah energi merupakan kombinasi dari dua suku kata

Yunani (Greek), yaitu: en, artinya in (bahasa Inggris) atau di dalam (bahasa

Indonesia) dan ergon, artinya work (bahasa Inggris) atau kerja (bahasa Indonesia).

Dari kombinasi kata tersebut, Scott et al.(1982) mendefinisikan bahwa energi adalah

sesuatu yang dapat menimbulkan kerja. Yang dimaksud kerja disini cakupannya

sangat luas, dari mulai melakukan kegiatan yang sangat ringan (misalnya hanya

menulis sesuatu atau bahkan hanya istirahat tanpa melakukan sesuatu kecuali

bernapas dan berkedip) sampai kepada kegiatan yang memeras banyak keringat.

Terdapat berbagai macam definisi dan deskripsi tentang energi, tergantung

dari sudut pandang ilmu yang menggunakannya, misalnya apakah energi digunakan

dalam ilmu fisika atau biologi. Di dalam ilmu fisika, energi adalah segala sesuatu

yang bisa dikonversi menjadi kerja. Dalam ilmu biologi, kerja (work), biasanya

mendefinisikan hanya satu atau beberapa penggunaan dari energi, terutama pada

hewan hidup.

Energi sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup ternak diantaranya adalah

untuk: (1) kerja secara mekanis dari aktivitas muskular yang esensial; (2) kerja secara

kimiawi seperti pergerakan zat terlarut melawan gradien konsentrasi; dan (3) sintesis

dari konstituen tubuh seperti enzim dan hormon. Energi diperlukan untuk

mempertahankan fungsi-fungsi tubuh (respirasi, aliran darah dan fungsi sistem

syaraf), untuk pertumbuhan dan pembentukan produk (susu, telur, wool, daging).

2

Vitamin adalah senyawa organik yang merupakan: a) komponen yang ada

dalam makanan tetapi berbeda dari karbohidrat, protein, lemak dan air; b) terdapat

didalam makanan dengan jumlah sedikit; c) sangat penting untuk pertumbuhan, hidup

pokok dan kesehatan ternak; d) jika tidak ada dalam makanan atau penyerapan dan

penggunaan yang rendah mengakibatkan penyakit atau sindrom defisiensi yang khas;

serta e) tidak bisa disintesis oleh hewan dan harus ada dalam makanan. Definisi

tersebut diatas ada beberapa kecualian, yaitu vitamin D bisa disintesis pada

permukaan kulit oleh adanya sinar ultraviolet. Asam nikotinat bisa disintesis dari

asam amino triptopan, tetapi kucing dan ikan kurang efisiensi dalam mengkonversi

metabolik ini atau pada ternak yang kekurangan triptopan. Sebagian hewan mampu

mensintesis asam askorbat bila di dalam tubuhnya adan enzim L-gulonolactone

axidase kecuali guinea pig dan manusia tidak bisa mensinetsis vitamin C. Sebagian

besar hewan mempunyai kapasitas metabolik untuk mensintesis kholin, walaupun

beberapa hewan seperti anak ayam dan Tikus tidak sanggup menggunakan kapasitas

ini bila didalam makanannya kekurangan senyawa donor methil.

Semua mahluk hidup memerlukan unsur inorganik atau mineral untukproses

kehidupan yang normal. Semua jaringan ternak dan makanan/pakan mengandung

mineral dalam jumlah dan proporsi yang sangat bervariasi. Unsur inorganik ini

merupakan konstituen dari abu yang tersisa setelah pembakaran dari bahan pakan.

Mineral tersebut berada dalam bentuk oksida, karbonat dan sulfat. Penemuan pertama

kali yang menunjukan bahwa mineral sangat penting secara nutrisi ditunjukan oleh

Fordyce (1791), yang menemukan bahwa burung kenari pemakan biji-bijian

memerlukan suplemen calcareous earth (Ca tanah) supaya tetap sehat dan

memproduksi telur. Kemudian, Boussingault (1847) dalam penelitiannya menemukan

bahwa sapi memerlukan garam. Chatin (1850-1854) menunjukan adanya hubungan

antara defisiensi mineral Iod pada lingkungan sekitar dengan kejadian gondok

endemik pada manusia dan ternak. Raulin (1869) menemukan bahwa mineral Zn

esensial untuk mikroorganisme Aspergillus niger. Leroy (1926) menemukan bahwa

3

Mg dapat meningkatkan pertumbuhan tikus. Hart et al. (1928) melaporkan bahwa

mineral kuprum (Cu) seperti halnya Fe sangat dibutuhkan dalam pembentukan

hemoglobin. Sampai tahun 1950an, terdapat 13 mineral esensial (Ca, P, K, Na, Cl, S,

Mg, Fe, I, Cu, Mn, Zn, Co). 1981- sekarang, ditemukan sebanyak 22 buah mineral

esensial untuk ternak.

Iklim adalah rata-rata keadaan unsur-unsur cuaca seperti Intensitas radiasi

matahari, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dalam periode yang

panjang (30 tahun). Unsur-unsur cuaca tersebut selanjutnya berinteraksi

menghasilkan panas lingkungan. Panas lingkungan berpengaruh secara langsung dan

tidak langsung terhadap produktivitas ternak. Pengaruh secara tidak langsung yang

dimaksud adalah panas lingkungan (iklim) berpengaruh terhadap produktivitas

tanaman makanan ternak. Radiasi matahari bersama dengan suhu , kelembaban udara

dan golak angin yang mensupalai CO2 masuk stomata memungkinkan terjadinya

fotosintesis pada tanaman makanan ternak. Efektivitas fotosintesis menentukan mutu

dan jumlah produksi makanan ternak. Pengaruh tidak langsung terjadi pula melalui

pertumbuhan dan perkenbangan mikroorganisme patogen. Kondisi lingkungan

kandang yang panas dan lembab akan merupakan media optimal bagi perkembangan

mikroorganisme petogen. Mikroorganisme ini berhubungan dengan kesehatan ternak

yang berujung pada produktivitas ternak. Faktor lingkungan dapat secara langsung

membebani panas tubuh ternak melalui radiasi matahari langsung, pantulan dari awan

(atmosfer), dan radiasi pantulan dari tanah. Suhu tubuh ternak lebih tinggi daripada

suhu lingkungan sehingga akan senantiasa terjadi pelepasan panas tubuh dari ternak

ke lingkungan. Efektivitas pelepasan panas tubuh tersebut akan sangat tergantung

pada suhu dan kelembaban udara lingkungan serta kecepatan angin. Makin tinggi

suhu dan kelembaban udara maka sulit ternak melepaskan kelebihan panas tubuhnya

ke lingkungan. Kondisi seperti ini menimbulkan cekaman pada ternak dan

produktivitas ternak menurun.

4

1.2. Manfaat Ilmu Iklim dan Nutrisi

Beberapa manfaat yang bisa didapat dengan mempelajari ilmu iklim dan

nutrisi diantaranya:

1. Menambah khasanah ilmu dan wawasan khususnya ketyerkaitan

hubungan iklim dengan nutrisi.

2. Dapat merencanakan suatu formula ransum yang lebih sesuai

dengan kondisi lingkungan (iklim) usaha peternakan.

3. Dapat menentukan Kinak ( kawasan industri peternakan) yang lebih

sesuai antara keperluan optimal unsusr-unsur cuaca lingkungan dari

ternak dengan unsur-unsur cuaca kawasan peternakan.

II. HUBUNGAN IKLIM DENGAN TERNAK

Unsur-unsur cuaca yang berpengaruh terhadap ternak meliputi :

1. Suhu udara

2. Kelembaban udara

3. Kecepatan angin (sirkulasi udara)

4. Radiasi matahari (panjang penyinaran dan intensitas)

5. Curah hujan (prisipitasi)

2.1. Suhu udara, Kelembaban udara dan Kecepatan angin

Ketiga unsur cuaca tersebut mempunyai interaksi yang sangat penting dalam

pengaruhnya terhadap panas lingkungan yang terjadi. Panas lingkungan akan

menentukan tingkat cekaman yang dialami oleh ternak. Panas lingkungan lebih

rendah daripada panas tubuh ternak akan menimbulkan cekaman dingin (hipotermia)

pada ternak. Sebaliknya panas tubuh lebih tinggi daripada panas lingkungan akan

menimbulkan cekaman panas (hipertermia) pada ternak. Keseimbanagan panas

antara lingkungan dengan badab ternak merupakan kondisi yang diinginkan oleh

ternak, karena ternak dikatakan berada dalam keadaan nyaman (”comfort zone”).

Pada kondisi nyaman ternak dapat menempilakan potensi genetiknya. Suhu udara

yang tinggi dapat dieleiminir pengaruhnya dengan menurunkan kelembaban udara

dan meningkatkan sirkulasi udara sampai batas optimum. Kecepatan angin lebih

tinggi dari kebutuhan optimal dapat dikurangi pengaruh buruknya dengan membuat

tanaman pelindung angin (”shelter belt”) disekitar kandang. Tanaman pelindung ini

berfungsi untuk meredam kecapatan angin sebelum masuk ke kandang.

2.2. Mekanisme Interaksi

Pada suhu yang tinggi yang disertai kelembaban kandang rendah

menyebabkan terjadi difusi uap air dari dalam tubuh ternak ke udara disekitar ternak

6

semakin baik. Pada kelembaban yang rendah kandungan uap air yang terkandung

oleh udara adalah rendah. Kondisi ini menandakan daya tampung udara terhadap uap

air tinggi sehingga memudahkan udara untuk mengabsobsi uap air.

Pada suhu udara tinggi yang disertai dengan kelembaban udara juga tinggi,

akan berpengaruh buruk terhadap produktivitas ternak. Pada kondisi seperti ini,

gradien suhu antara sumber (ternak) dengan penerima panas (lingkungan) mengecil

sehingga proses transfer panad tubuh ternak terganggu. Kelembaban udara tinggi

berarti kapasitas udara untuk menampung uap air dari sumber lain terbatas.

Lingkungan seperti ini akan sangat menyulitkan ternak mentransfer panas tubuhbya

baik secara konduksi, konveksi, evaporasi ataupun radiasi gelombang panjang sangat

sulit dilakukan. Ketidakmampuan ternak menyeimbangkan panas tubuh

menyebabkan ternak mengalami cekaman panas (hipertermia).

2.3. Radiasi matahari

Radiasi matahari yang samapi dip[ermukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya adalah (1) jarak antara matahari denga bumi, (2) sudut datang

antara matahari dengan permukaan bumi, (3) keadaan atmosfer yang dilewati radiasi

matahari. Makintinggi jarak antara matahari dengan bumi tentu makin panjang dan

banyak hambatan yang dilalui sebelum sampai dipermukaan bumi. Sudut datang

antara radiasi matahari dengan permukaan bumi yang semakin kecil menyebabkan

intensitas radiasi matahari yang sampai dipermukaan bumi makin besar. Daerah

tropika mempnyai intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi daripada daerah sub

trpopika. Atmosfer dengan awan tebal akan makin banyak memantulkan kembali

radiasi matahari yang datang sehingga yang diterima oleh permukaan bumi makin

kecil. Awan di atmosfer dapat memantulkan kembali sejumlah radiasi matahari yang

datang. Besaran yang dapat dipantulkan tergantung pada ketebalan dan warna awan.

Perjalanan radiasi matahari sampai dipermukaan bumi disajikan pada gambar 1.

7

Radiasi matahari yang sampai dipermukaan bumi (radiasi gelombang panjang) akan

dirubah dulu menjadi radiasi gelombang panjang (panas) selanjutnya mempengaruhi

panas atau suhu yang terukur. Rdisi matahari juga mempengaruhi perkembangan

mikroorganisme patogen pada kandang. Kandang panas dan lembab terlebih lagi

8

GAS GAS RUMAH KACA: CO2, H2O, METAN

AWAN

ENERGI

POTENSIAL

PERMUKAAN BUMI

PENYERAPAN

AWAN

MATAHARI

Gambar 1. Perjalanan radiasi matahari sampai ke permukaan bumi

tidak mendapat radiasi matahari pagi merupakan media yang baik bagi perkembanagn

mikroorganisme patogen. Secara langsung radiasi matahari berpengaruh terhadap

foto periodism pada ayam petelur melaui jenggernya. Radiasi matahari diterima oleh

sensor yang ada pada mata dan jengger selanjutnya diteruskan diteruskan ke

hipotalamus. Stimulasi ini akan direspon oleh ternak dengan mengaktifkan organ

reproduksi sehingga produksi telur dapat lebih tinggi (kualitas dan kuantitas).

2.4. Curah Hujan

Curah hujan yang menyangkut intensitas dan distribusinya akan

mengendalikan unsur-unsur cuaca yang lain seperti suhu dan kelembaban udara.

Secara umum hujan (presipitasi) akan mengalami proses seperti :

1. Terinfiltrasi ke permukaan bumi yang lebih dalam

2. Aliran bawah tanah sampai kembali ke laut

3. Tertampung di permukaan tanah (danau)

4. Mengalami aliran permukaan (run off) sampai kembali ke laut

5. Mengalami proses perubahan wujud (diuapkan kembali)

Secara umum iklim berpengaruh terhadap produktivitas ternak secara : (1) langsung

dan (2) secara tidak langsung.

Pada tubuh ternak dan manusia terdapat sensor penerima stimulus

(rangsangan) keadaan lingkungan yaitu pada mata disebut fotosensor dan pada kulit

disebut termo sensor. Kedua sensor ini akan menyampaikan rangsangan yang

diterimanya ke hipotalamus sebagai pusat keseimbangan tubuh melalui syaraf pusat.

Setelah rangsangan diterima, ternak akan memberi respon berupa :

Respon cepat (efek langsung cepat)

Pada hipotalamus terdapat titik keseimbangan pengaturan pakan yang disebut

dengan ”afertic centre” dan pusat pengaturan keseimbangan minum ”thirsty centre”.

Kedua pusat keseimbangan ini akhirnya berpengaruh terhadap metabolisme dalam

tubuh ternak yang berujung pada produktivitas ternak.

9

Dalam keadaan cekaman panas, ternak akan berusaha untuk menyesuaikan diri

agar panas tubuhnya dapat ke luar misalnya dengan cara berkeringat (”sweating”) dan

terengah-engah (”panting”). Setiap jenis ternak mempunyai cara pengaturan panas

tubuh dengan cara yang berbeda-beda namun tujuannya tetap sama yaitu agar suhu

tubuhnya tetap dalam keadaan normal.

Pengaturan panas tubuh dilakukan pula dengan cara menyesuaikan denyut

jantung. Dalam keadaan kepayahan kareana”excercise” yang berlebihan, ternak akan

merespon dengan cara meningkatkan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung

bertujuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke dalam tubuh dan karbon dioksida ke

luar tubuh ternak. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap peredaran zat-zat makanan

melalui darah dan pengeluaran panas tubuh ke lingkungan.

Kondisi cekaman panas akan direspon oleh ternak dengan meningkatkan

respirasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan supali oksigen ke dalam tubuh,

peredaran zat-zat makanan lebih cepat dan juga mempercepat pengeluaran panas

tubuh ternak sehingga ternak merasa lebih nyaman.

Respon Lambat

Perubahan tingkah laku (”behavior”) dilakukan oleh ternak untuk menghindari

cekaman panas ataupun cekaman dingin. Ternak babi atau kerbau akan berkubang

untuk mengidari situasi yang kepanasan. Pada saat berkubang akan terjadi transfer

panas tubuh ke lingkungan (air kubangan) melalui proses konduksi. Broiler akan

mengepakan sayap dan ”panting” pada saat mengalami cekaman panas. Mengepakan

sayap bertujuan memperluas bidang kontak dengan lingkungan agar proses transfer

panas dengan konveksi berjalan lancar. ”Panting” pada akeketnya adalah usaha

ternak melepaskan sebagian panas tubuhnya melalui proses penguapan melalui

saluran pernafasan. Sedangkan pada saat mengalami cekaman dingin, broiler akan

berusaha mendekati sumber panas dan bergerombol. Ruangkontak dengan

lingkungan dapat dikurangi dengan cara bergerombol sehingga panas tubuh ternak

dapat dipertahankan.

10

Cekaman pada ternak juga direspon dengan cara menyesuaikan skresi hormon

tubuh seperti prolaktin, cortison dan tiroksin. Hormon ini berpengaruh terhadap

metabolisme yang sangat berguna dalam pembentukan daging, susu, telur dan

produksi ternak yang lainnya.

Pengaruh Tidak Langsung

Ransum ternak secara umum terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin

dan mineral. Semua zat-zat makanan tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan, hasil

ternak dan dari tanah. Iklim dapat mempengaruhi komposisi botani tumbuh-

tumbuhan yang nantinya akan mempengaruhi kandungan zat-zat makanan pada

ransum yang dikonsumsi oleh ternak dan selanjutnya mempengaruhi produktivitas

ternak. Pengaruh tidak langsung iklim terhadap ternak adalah iklim mempengaruhi

mutu bahan makanan ternak kemudian bahan makanan tersebut akan mempengaruhi

pertumbuhan, perkembangan dan produksi ternak.

Iklim dapat menyebabkan berjangkitnya berbagai penyakit terutama pada

kondisi yang kurang menguntungkan bagi ternak. Sebagai salah satu contoh, pada

saat musim hujan dimana kondisi kandang sangat lembab mengakibatkan

berjangkitnya wabah ND (”Newcastle Desease”) atau tetelo atau ”gerubug” yang

sangat berbahaya bagi peternakan unggas. Dalam hal ini iklim akan mempengaruhi

perkembangan mikroorganisme sebagai penyebab penyakit, kemudian

mikroorganisme ini akan menyebabkan ternak sakit bahkan mortalitas sehingga

berpotensi menimbulkan kerugian pada peternak.

BAB III. HIPOTALAMUS

Hipotalamus bekerja berdasarkan stimulasi keadaan faktor lingkungan yang

diterima oleh sistem sensor penerima. Stimulasi (data awal) perubahan kondisi

lingkungan diterima oleh sensor penerima pada jaringan perifer kulit. Kemudian

stimulasi ini disampaikan ke hipotalamus untuk selanjutnya memberikan perintah

pada organ tubuh yang berfungsi mengatur suhu tubuh ternak. Menurut Esmay

(1978) sistem pengaturan suhu tubuh terdiri dari tiga komponen yaitu : (1) sensor,

(2) unit kontrol termostator, (3) termoregulator seperti pada gambar 2. Sensor

berfungsi menerima rangsangan tentang perubahan kondisi lingkungan yang terjadi.

Unit kontrol termostator bertugas untuk mengatur fungsi kerja hipotalamus anterior

dan posterior.

Gambar 2 . Mekanisme kerja hipotalamus.

K

U

L

I

T

Hipota

lamus

Anterior

Hipota

Lamus

Poste

rior

Penyekat

Penerima panas luar

Penerima panas luar

Pening

katan

Konsum

si

Ransum

Menggi

gil

Berke

Ringat

Ter

engah

engah

12

Termoregulator berfungsi untuk mengatsi cekaman akibat adanya perubahan kondisi

lingkungan .Pusat pengaturan suhu tubuh ternak terletak pada hipotalamus yamg

merupakan bagian dari otak. Hipotalamus terdiri dari dua bagian yaitu bagian

anterior dan bagian posterior. Bagian anterior bertugas untuk memerintahkan organ

tubuh yang berfungsi untuk mengatur pelepasan panas dengan cara berkeringat, ter

engah-engah atau dengan perubahan tingkah laku ternak. Bagian posterior berfungsi

untuk mengatur produksi panas dengan cara meningkatkan konsumsi ransum,

meningkatkan insulasi tubuh atau merespon dengan perubahan tingkah laku.

Diantara bagian anterior dan posterior terdapat bagian “reciprocal inhibition” yang

merupakan penyekat kerja hipotalamus bagian anterior dengan bagian posterior.

Jika bagian anterior bekerja maka bagian posterior tidak akan aktif, demikian pula

sebaliknya.

Bagian anterior dari hipotalamus bekerja jika suhu lingkungan meningkat dari

kebutuhan optimal. Peningkatan suhu lingkungan diterima oleh sensor yang ada

pada kulit. Rangsangan ini disampaikan ke sistem saraf pusat . Rangsangan ini

kemudian dilanjutkan ke hipotalamus bagian anterior. Penerima rangsangan panas di

hipotalamus manganalisis stimulasi yang terima kemudian rangsangan ini

dilanjutkan ke syaraf yang mengatur kelenjar keringat dan pernafasan. Kelenjar

keringat mengalirkan keringat ke permukaan kulit yang kemudian secara difusi

diuapkan. Proses ini akan bisa mendinginkan tubuh dan suhu tubuh ternak tidak

meningkat. Keadaan yang sama terjadi pada proses pendinginan dengan

mempercepat frekuensi pernafasan.

Jika suhu lingkungan lebih rendah dari kebutuhan optimal, sensor dingin pada

kulit akan melanjutkan rangsangan ini melalui syaraf luar ke syaraf pusat. Susunan

syaraf pusat melanjutkan rangsangan tersebut ke hipotalamus posterior. Penerima

rangsangan dingin di hipotalamus menganalisis rangsangan yang diterima kemudian

memerintahkan otot untuk menggigil. Gerakan otot dengan menggigil akan

13

menimbulkan panas mekanik sehingga dapat meningkatkan produksi panas dalam

tubuh. Kenaikan produksi panas ini dapat mempertahankan suhu tubuh berada dalam

keadaan normal.

Mekanisme pengaturan panas tubuh dapat berubah karena pengaruh faktor-

faktor lain. Faktor tersebut antara lain ternak dalam keadaan demam, karena

pengaruh obat-obatan penurun panas atau keringnya cairan tubuh (dehidrasi).

Hipotalamus merupakan pusar pengendali yang berfungsi sebagai:

1. Pisat keseimbangan tubuh

2. Pusat pengaturan panas tubuh (termoregulator)

3. Pusat pengaturan makan dan minum

Pusat Keseimbangan Tubuh

Hipotalamus berfungsi sebagai pusat pengendali hormon, sirkulasi darah,

kondisi cekaman dan keseimbangan gerak anggota tubuh ternak. Ternak dapat

berdiri, berjalan , makan, minuum dan aktivitas yang lain karena keseimbangan tubuh

dikendalikan oleh hipotamus. Cekaman panas tinggi dapat ditanggulangi dengan

sirkulasi darah yang lebih cepat dan menurunkan skresi hormon cortison. Cekaman

yang berlanjut karena ketidakmampuan organ tubuh untuk mengatasi menyebabkan

terjadi ”stroke” panas kemudian ternak pingsan. Dalam keadaan pingsan semua

proses fisiologis ternak diperkecil mendekati nol sampai ternak sadar kembali dan

cekaman panas berangsur dapat diatasi.

Pusat Pengaturan Panas Tubuh

Rangsangan perubahan kondisi lingkungan diterima oleh sensor yang ada

pada kulit. Rangsangan akan disampaikan ke hipotalamus bagian anterior melalui

reseptor panas. Hipotalamus anterior akan memberikan reaksi sehingga terajadi

vasodilatasi jaringan perifer yaitu pengembangan saluran perifer sehingga

memungkinkan ternak berkeringat (”sweating”). Pelepasan panas dengan cara

berkeringat dilakukan oleh ternak yang cukup mempunyai kelenjar keringat seperti

misalnya ternak sapi dan kerbau. Sedangkan pada ternak dimana hampir tidak

14

mempunyai kelenjar keringat, maka pelepasan panas tubuhnya dilakukan dengan cara

terengah-engah (”panting”). Pada saat mengalami cekaman dingin, melaui receptor

dingin hipotalamus akan memacu pusat pengaturan dingin dengan cara meningkatkan

produksi panas melaui peningkatan konsumsi ransum dan menggigil. Konsumsi

ransum meningkat berarti laju metabolisme meningkat dan panas hasil metabolisme

(”heat increament”) juga meningkat. Panas ini mampu memberikan sumbangan panas

pada tubuh ternak sehingga cekaman dingin dapat dikurangi. Menggigil atau

menggetarkan otot (”shavering”) menimbulkan panas mekanik pada otot sehingga

cekaman dingin juga dapat dikurangi.

Pusat Pengaturan Makan dan Minum

Pada hipotalamus terdapat puasat pengaturan makan (”afertic centre”) dan

pusat pengaturan minum (thirsty centre). Kedua pusat kendali ini akan mengatur

jumlah makan dan minum yang dikonsumsi oleh ternak. Nafsu makan akan menurun

jika suhu lingkungan meningkat. Kejadian sebaliknya terjadi jika suhu lingkungan

menurun. Pada kondisi cekaman panas, pusat pengaturan makan akan ditekan

fungsinya dan pusat pengaturan minum dipacu kerjanya. Konsumsi air lebih banyak

bertujuan untuk membantu menurunkan panas tubuh ternak melalui proses penguapan

melalui kulit atau saluran pernafasan.

IV. METABOLISME

Metabolisme basal adalah metabolisme terendah yang dilakukan oleh tubuh

ternak, sehingga dihasilkan panas minimal yang hanya digunakan untuk menjalankan

proses fisiologis tubuh. Basal metabolisme dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu

suhu lingkungan dan berat badan. Dari hasil penelitian didapatkan hubungan antara

berat badan dengan basal metabolisme yaitu :

Dimana :

M : Basala metabolisme (Kkal/Kg)

W : Berat badan (Kg)

0,75 : Konstanta

Peningkatan suhu tubuh dari kebutuhan normal menyebabkan kebutuhan energim

basal cendrung menurun. Untuk mempertahankan basal metabolisme tetap W0,75

maka suhu tubuh harus tetap dipertahankan. Peningkatan suhu tubuh menyebabkan

metabolisme basal kurang dari W0,75

, begitu juga sebaliknya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi basal metabolisme antara lain :

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang terukur sesungguhnya dikendalikan oleh (1) lintang

tempat dipermukaan bumi, (2) keragaman topografi, (3)Musim. Mekanisme kendali

iklim yang terukur. Berdasarkan tofografi daerah dapat dibedakan menjadi :

1. Daerah dataran rendah dengan ketinggian tempat 0–250m dari permukaan

laut.

2. Daerah dataran sedang dengan ketinggian tempat 250-750m dari permukaan

laut

3. Daerah dataran tinggi dengan ketinggian tempat di atas 750m dari permukaan

M = W 0,75

16

Berdasarkan lintang dipermukaan bumi , maka bumi dapat dibedakan menjadi daerah

tropis, daerah subtropis dan daerah kutub. Berdasarkan musim khususnya di

Indonesia maka dapat dibedakan menjadi dua musim yaitu musim hujan dan kemarau.

Daerah dataran tinggi dan sub tropis mempunyai suhu lebih rendah karena total

radiasi matahri yang sampai dipermukaan bumi pada ke dua daerah ini lebih rendah.

Hal ini disebabkan karena banyak radiasi matahari yang diabsorbsi dan dipantulkan

kembali ke atmosfer. Musim hujan secara rata-rata mempunyai suhu udara lebih

rendajh daripada musim kemarau. Pada saat hujan atau mendung langit tertutup awan

sehingga jumlah radiasi matahari yang sampai dipermukaan bumi berkurang.

Perbedaan suhu menyebabkan laju metabolisme tubuh ternak juga berbeda.

Hubungan laju metabolisme dengan penigkatan suhu disajikan pada gambar 3.

A

B C

Peningkatan Suhu

Gambar 3. Hubungan Laju Metabolisme dengan Peningkatan Suhu Lingkungan

Pada daerah B dimana ternak berada dalam keadaan nyaman maka laju metabolisme

akan sesuai dengan potensi genetik yang memang dimiliki oleh ternak (optimal).

Pada daerah A dimana ternak berada pada keadaan hipotermia (kedinginan) maka laju

metabolisme lebih tinggi dari potensi genetiknya karena ternak memerlukan energi

tambahan untuk menghangatkan badannya. Sebaliknya pada daerah C dimana ternak

17

A: Hipotermia

B: Daerah Nyaman

C: Hipertermia

mengalami cekaman panas maka ternak akan menurunkan laju metabolismenya

dengan tujuan agar panas hasiletabolisme tidak membebani tubuh ternak.

Luas Permukaan Ternak

Laju metabolisme basal sangat tergantung pada luas permukaan tubuh ternak.

Ternak di daerah tropis bertubuh kecil akibat beban panas yang diterima /Cm2

permukaan tubuhnya lebih besar. Pada umumnya individu yang bertubuh kecil

mempunyai basal metabolisme yang tinggi per unit luas permukaan tubuhnya, sebagai

contoh :

Umur Ternak

Berat badan

Luas permukaan tubuh

50 Kg

0,75 m2

200Kg

2 m2

Beban panas 50

0,75 dibagi 0,75 > 200

0,75 dibagi 2

Dari data diatas dapat disimpulakan bahwa beban panas yang diterima anak sapi lebih

besar daripada beban panas yang diterima oleh sapi dewasa per satuan unitnya.

Umur Ternak

Ternak yang baru lahir, laju metabolismenya rendah karena pada waktu lahir

masih terdapat sisa makanan yang cukup untuk 1-2 hari dari plasenta. Setelah ternak

tumbuh maka metabolisme akan meningkat, kemudian metabolisme akan menurun

kembali setelah berumur 50 tahun. Metabolisme juga akan meningkat pada saat

ternak dalam keadaan pubertas.

Jenis Kelamin

Ternak jantan umumnya lebih agresif atau lebih banyak aktivitasnya sehingga

laju metabolisme juga lebih besar daripada ternak betina.

18

Perbedaan Ras (strai

Ternak di daerah tropis dimana badannya relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan

ternak di daerah sub tropis sehingga beba panas yang diterima per satuan unit lebih

besar.

Keadaan Gizi

Ternak dalam kondisi kekurangan pasokan makanan (kelaparan) , laju

metabolisme basalnya menurun karena aktivitas yang dilakukan oleh ternak lebih

sedikit.

Pengaruh Penyakit

Dalam keadaan infeksi (terjadi peradangan) pada tubuh ternak maka

metabolisme basalnya akan meningkat sebanding dengan peningkatan suhu tubuh.

Penelitian pada manusia didapatkan bahwa kenaikan suhu tubuh sebesar 1oC akan

meningkatkan metabolisme basal sebesar 12 %.

Pengaruh Hormon

Peningkatan sekresi hormon tiroksin dapat menyebabkan meningkatnya

matabolisme basal. Hormon tiroksin berhubungan erat nafsu makan.

Pengaruh Iklim terrhadap Konsumsi Ransum dan Air Minum

Pusat pengendali makan dan minum yang terdapat di hipotalamus sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, yang paling dominan adalah suhu dan

kelembaban udara. Perubahan kondisi lingkungan akan diterima oleh:

1. Sensor yang ada pada kulit (termo sensor)

2. Sensor yang ada pada mata (Foto sensor).

Dalam kondisi lingkungan denga suhu udara tinggi, rangsangan ini melelui syaraf

pusat dihubungkan ke kedua sensor tersebut. Pusat pengendali makan akan ditekan

fungsinya, sehingga konsumsi ransum akan menurun. Pada saat yang bersamaan

pusat pengendali minum akan dipacu fungsinya sehingga konsumsi air meningkat.

Jumlah konsumsi ransum akan menentukan tingkat metabolisme yang dilakukan oleh

tubuh ternak. Makin tinggi konsumsi ransum makan makin tinggi pula laju

metabolismenya.

19

Pada akekatnya, metabolisme tersebut adalah suatu proses untuk menghasilkan

energi. Energi yang dihasilkan ini dipergunakan untuk :

1. Membentuk molekul baru

2. Menghasilkan kerja

3. Membentuk energi panas lainnya

Pada ternak energi yang ada pada ransum ditransformasi melalui tahapan biokimia

dengan oksidasi sel. Molekul C dioksidasi menjadi CO2. Molekul H dioksidasi

menjadi H2O dan E potensial dioksidasi menjadi energi termal, kimia, elektrik dan

mekanik. Laju metabolisme pada ternak dikontrol oleh :

1. Sistem syaraf (”neurocontrol”). Pada kondisi hpertermia laju metabolisme

menurun dan pada kondisi hipotermia laju metabolisme meningkat.

2. Control hormon. Hasil penelitian mendapatkan bahwa injeksi hormon

tiroksin pada sapi yang dipelihara pada kondisi nyaman (18oC) dan

hipertermia (38oC) menyebabkan laju metabolisme meningkat.

Laju metabolisme dapat diestimasi dengan :

1. Konsumsi Oksigen dan sekresi Karbondioksida

Makin tinggi konsumsi oksigen dan sekresi karbondioksida maka makin tinggi pula

laju metabolisme.

2. Konsumsi Ransum.

Konsumsi ransum meningkat menandakan laju metabolisme yang terjadi pada

tubuh ternak juga meningkat. . Cara ini mudah dilakukan tetapi mempunyai

kelemahan yaitu pada saat puasa (konsumsi oksigen nol) tetapi metabolisme masih

berlangsung yaitu basal metabolisme.

20

C6H12O6 + O2 CO2 + H2O + ENERGI

3. Total Energi yang dilepas

Energi yang dilepas ini adalah energi yang sudah tidak mampu lagi diabsorbsi

oleh tubuh ternak. Energi yang dilepas ini meliputi :

a. Energi pada proses pencernaan (SDA:” Spesific Dinamic Action”).

b. Energi pada faeses

c. Energi pada urine dan gas metan

d. Energi pada panas metabolisme (HI : ”Heat Increament”)

V. BATAS ADAPTASI

Kemampuna ternak menyesuaikan diri terhadap panas dan dingin ada

batasnya. Jika batas tersebut dilampui akan terjadi kematian baik karena cekaman

dingin atau cekaman panas. Batas-batas kemampuan ternak dalam menyesuaikan diri

terhadap lingkungan disajikan pada gambar 4.

D” C” B” A” A B C D

Antara daerah A – A’ pada gambar 4 merupakan daerah nyaman (”comfort zone”)

kondis dimana ternak dapat tumbuh, berproduksi dan bereproduksi secara penuh.

Produksi panas dan suhu tubuh ternak tidak berubah pada kondisi lingkungan yang

nyaman. Pada kondis nyaman, produksi panas seimbang dengan pans yang hilang

22

Ternak masih dapat bertahan hidup

Daerah Penyesuaian diri (Adaptasi)

Termo Netral

Nyaman

Grafik Suhu tubuh ternak

Produksi panas

sehingga tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan panas didalam tubuh ternak dan

fungsi fisiologis ternak berjalan sempurna. Keadaan suhu nyaman ini sangat sulit

ditentukan di lapangan kecuali di kamar fisiologis (”growth chamber”) dimana suhu

udara dan unsur-unsur iklim yang lain dapat diatur. Keadaan suhu lingkungan anatar

B -B’ termasuk daerah suhu netral (”zone of thermoneutrality”). Pada selang suhu

tersebut ternak tumbuh, berproduksi dan bereproduksi cukup baik. Suhu tubuhnya

tetap stabil, demikian pula produksi pannasnya. Fungsi fisiologis tubuh pada selang

sehu tersebut masih bekerja normal, demikian pula kerja ensim dan hormon. Titik B

merupakan batas suhu kritis ke perubahan suhu lingkungan yang lebih rendah. Titik

B’ merupakan batas suhu kritis ke perubahan suhu yang lebih tinggi. Keadaan suhu di

bawah titik B merupakan suhu dimana ternak sudah mengalami cekaman dingin.

Sebaliknya suhu di atas titik B’ merupakan suhu dimana ternak mengalami cekaman

panas. Daerah dengan rentangan C – C’ merupakan daerah penyesuaian diri baik

terhadap cekaman dingin maupun cekaman panas (”zone of homeothermy”). Pada

selang suhu penyesuaian diri ini, ternak masih dapat bertahan hidup walaupun sudah

mengalami cekaman panas atau dingin.

Ternak masih dapat mempertahankan agar suhu tubuh tetap normal walaupun

suhu lingkungan telah turun cukup rendah. Keadaan ini dapat dipertahankan dengan

meningkatkan konsumsi ransum sehingga produksi panas meningkat. Demikian pula

bila suhu lingkungan terus meningkat, suhu tubuh ternak masih dapat dipertahankan

dengan menurunkan konsumsi ransum dan meningkatkan konsumsi air.

Penyesuaian diri terhadap cekaman panas lebih cepat dibandingkan dengan

penyesuaian diri terhadap cekaman dingin. Ternak tidak mampu bertahan terhadap

cekaman dingin yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Pada titik C’ keadaan

suhu terendah dimana ternak masih mampu menyesuaikan diri terhadap suhu

terendah. Jika penurunan suhu dilakukan di bawah titik C maka suhu tubuh dan

produksi panas ternak akan turun. Dalam keadaan ini ternak akan pingsan karena

pengaruh suhu yang terlalu rendah. Penyesuaian diri dari ternak terhadap suhu

lingkungan tinggi (cekaman panas) hanya mampu sapai titik C’. Di atas titik

23

tersebut, jika suhu lingkungan terus meningkat, ternak tidak mampu lagi

menyesuaikan diri. Dalam kondisi seperti itu, suhu tubuh akan naik demikian juga

produksi panasnya kemudian ternak akan pingsan karena suhu lingkungan tinggi.

Daerah D – D’ disebut daerah dimana ternak masih dapat hidup meskipun pada

daerah D – C dan D’ – C’ ternak sudah mu;ai pingsan. Penurunanan suhu lingkungan

di bawah titik D menyebabkan ternak akan mati karena suhu dingin (hipotermia).

Peningkatan suhu lingkungan di atas titik D’ ternak akan mengalami kematian

kareana suhu tinggi (hipertermia).

Suhu tubuh merupakan pencerminan kondisi fisiologis tubuh ternak. Pada

daerah suhu termo netral suhu tubuh umumnya konstan kareana tubuh masih mampu

untuk mempertahankan diri terhadap perubahan lingkungan. Pada saat menjelang

kematian, suhu tubuh makhluk hidup termasuk ternak umumnya meningkat dulu

sampai akhirnya menurun secara drastis.

Suhu titik kritis masing-masing ternak dipengaruhi oleh : suhu rektal (Tr),

produksi panas (H) dan panas evaporasi (E). Titik kritis dapat digambarkan dengan

persamaan sebagi berikut :

Dimana 1/C adalah merupakan perbandingan panas sensibel dengan suhu lingkungan.

Setiap ternak mempunyai titik kritis berbeda-beda, misalnya ayam

mempunyaio titik kritis 32 oC. Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas maka

pemeliharaan ternak diusahakan pada suhu nyaman sampai suhu termonetral.

Pemeliharaan broiler pada suhu 30 oC masih menungkinkan dengan menambahkan

asam amino esensial pada ransum yaitu lisin dan metionin. Cara lain yang dapat

ditempuh adalah dengan membuat bred ternak yang tahan terhadp perubahan

lingkungan, misalnya sapi grati pada suhu 27 oC mampu memproduksi susu 28 liter

per hari.

Tc = Tr - 1/c ( H – E )

VI. PROTEIN DAN HUBUNGANNYA DENGAN LINGKUNGAN

Setiap sel hidup mengandung protein. Protein adalah senyawa organik

essensial untuk makhluk hidup dan konsentrasinya paling tinggi di dalam jaringan

otot hewan. Protein adalah senyawa organik yang terdiri dari satu atau lebih asam

amino dan protein diserab tubuh dalam bentuk asam amino. Protein dibuat dari satu

atau lebih ikatan asam amino. Ikatan ini disebut polypeptide sebab asam amino

berikatan bersama asam amino yang disebut ikatan peptide. Protein masuk ke dalam

tubuh akan dicerna dengan berbagai enzim pencernaan untuk mendapatkan hasil akhir

asam amino. Asam amino akan diserab ke dalam tubuh

Bahan makanan sebagai sumber energi akan mengandung protein atau asam

amino yang tinggi, tetapi tidak semua bahan makanan yang mengandung protein dan

asam amino yang tinggi dapat seluruhnya dimanfaatkan oleh tubuh, tergantung dari

kualitas proteinnya. Ternak dapat tumbuh dan berproduksi dengan efisiensi

maksimum bila di dalam tubuh terdapat asam amino dengan jumlah yang cukup, yaitu

asam amino essensial yang harus ada dalam ransum dan asam amino non essensial

yang disintesis di dalam tubuh.

Protein sangat penting sebagai sumber asam amino yang digunakan untuk

membangun struktur tubuh. Selain itu protein juga bisa digunakan sebagai sumber

energi bila terjadi defisiensi energi dari karbohidrat dan/atau lemak. Apabila protein

digunakan sebagai sumber energi, akan menghasilkan residu nitrogen yang harus

dikeluarkan dari tubuh. Pada mamalia residu nitrogen adalah urea, sedangkan pada

unggas disebut asam urat.

Kebutuhan protein untuk hidup pokok secara praktis didefinisikan sebagai

jumlah protein endogen ditambah dengan protein cadangan untuk pembentukan

antibody,enzim, hormone serta mempertahankan bulu dan bobot badan.

25

Protein untuk ayam yang sedang tumbuh akan digunakan untuk : a) hidup pokok, b)

tumbuh jaringan/otot, dan c) tumbuh bulu. Sedangkan kebutuhan protein untuk

berproduksi dipengruhi beberapa faktor yaitu : a) ukuran dan bangsa, b) suhu, c) fase

produksi, d) kandang, e) kepadatan kandang, f) bentuk dan kedalaman tempat pakan,

g) ketersediaan air minum dan h) penyakit.

6.1.Asam Amino

Pendugaan kandungan asam amino bahan makanan lebih mendekati

pendugaan kebutuhan asam amino bagi tubuh. Kandungan asam amino bahan

makanan dapat diukur melalui penggunaan alat (seperti Amino Acid Analyzer).

Metode kimia ini mengukur seluruh asam amino yang terkandung di dalam bahan

makanan maka disebut juga asam amino total. Dengan mengetahui kandungan asam

amino bahan makanan, maka dapat pula diketahui asam amino pembatas dalam bahan

makanan tersebut sehingga sangat diperlukan dalam penyusunan ransum.

Bahan makanan hewani umumnya mengandung asam amino pembatas

(metionin, lisin dan tryptopan) lebih tinggi daripada bahan makanan nabati. Seperti

tepung ikan mengandung asam amino metionin dan lisin tinggi, maka bisa dikatakan

sebagai sumber asam amino metionin dan lisin. Bahan makanan nabati yang

dikatakan sebagai sumber asam amino metionin dan lisin adalah bungkil kedele.

Kedua bahan makanan ini digunakan dalam penyusunan ransum sebagai sumber

protein atau sumber asam amino.

26

Tabel 1. Kandungan asam amino beberapa bahan makanan

Bahan Makanan Lisin (%) Methionin (%)

Tepung ikan 4,51 1,63 Bungkil kedele 2,69 0,62 Jagung 0,26 0,18 Dedak padi 0,59 0,26 Sumber NRC (1994)

Kandungan asam amino yang cukup dan seimbang dalam ransum tidak

menjamin seluruhnya dapat dicerna untuk memenuhi kebutuhan asam amino ternak.

Pada kondisi tertentu, beberapa asam amino tidak tersedia sebab protein di dalam

ransum tidak dicerna seluruhnya.

Faktor-faktor yang memepengaruhi kecernaan protein akan mempengaruhi

ketersediaan asam amino. Banyak asam amino essensial dari bahan makanan seperti

jagung dan bungkil kedele dicerna dengan efisiensi 90 %, walaupun terdapat

perbedaan antara individu asam amino. Beberapa bahan makanan sumber protein

kecernaannya lebih rendah demikian juga protein hewani lebih bervariasi

berhubungan dengan variasi proses pemanasan.

Pengukuran ketersediaan asam amino dilakukan dengan berbagai cara.

Umumnya kecernaan asam amino ditentukan dengan dua bentuk uji, yaitu uji

kecernaan excreta dan kecernaan ileal. Kecernaan excreta sering digunakan karena

sangat sederhana. Metode ini mempunyai dua kelemahan, 1) yaitu adanya asam

amino yang terdapat di urin tidak dapat dipisahkan dari feses, dan 2) adanya

mikroflora dalam usus mempengaruhi jumlah individu asam amino yang

diekskresikan dalam feses. Caecetomised pada unggas digunakan untuk mengatasi

masalah tersebut.

Rumus untuk menghitung kecernaan asam amino metode ekskreta sebagai berikut.

27

Apparent Amino Acid Digestibility (%)

True Amino Acid Digestibility (%)

Kecernaan Ileal

Aktivitas microbial terkonsentrasi dalam hindgut dan tempat absorbsinya pada

jejunum dan ileum. Kecernaan asam amino ini ada dua cara tergantung dari prosedur

teknik pengumpulan sampel. Metode yang paling sederhana untuk koleksi isi ileal

dengan membunuh unggas atau alternatif lain dengan membuat cannula ileal.

Tabel 2. Koefesien kecernaan murni asam amino (%)

Bahan makanan Lisin Metionin Cystine Arginin Threonin

Jagung 81 91 85 89 84

Bungkil kedele 91 92 82 92 88

Dedak padi 75 78 68 87 70 Barley 78 79 81 85 77 Tepung ikan (60-63%) 88 92 73 92 89 Tepung daging (50-54%)

79 85 58 85 79

Tepung bulu 66 76 59 83 73 Tepung darah 86 91 76 87 87

Sumber NRC (1994) diukur dengan caecectomised

Evaluasi Kualitas Protein

Biological Value (BV)

28

BV adalah pengukuran langsung bagian protein yang bisa digunakan oleh

hewan untuk mensintesis jaringan tubuh dan senyawa-senyawa lain yang di

definisikan sebagai bagian nitrogen yang diabsorpsi oleh hewan.

Rumus BV sebagai berikut :

BV =

BV dari protein tergantung oleh jumlah dan jenis asam amino yang ada.

Protein makanan yang mendekati protein tubuh dan asam amino yang membangunnya

mempunyai nilai BV lebih tinggi.

Protein makanan yang defisiensi atau kelebihan asam amino akan cenderung

mempunyai niali BV rendah seperti bahan makanan yang defisien lisin dan kaya

metionin atau defisien metionin kaya lisin keduanya mempunyai nilai BV rendah

sebab terdapat ketidakseimbangan dua asam amino tersebut. Bila kedua bahan

makanan tersebut dicampur dan diberikan bersama maka keseimbangan asam amino

lebih baik dan campuran ini mempunyai BV yang lebih tinggi dibandingkan bahan

makanan sendiri-sendiri. Variasi protein yang beasar mempunyai BV yang lebih

tinggi darioada ransum yang mengandung beberapa bahan makanan. Protein hewani

umumnya mempunyai BV lebih tinggi daripada protein tanaman walaupun ada

pengecualian seperti gelatin yang defisiensi beberapa asam amino essensial.

29

Tabel 3 Nilai BV dari beberapa protein bahan makanan

Bahan Makanan Nilai BV

Milk 0,95 - 0,97 Fish meal 0,74 - 0,89 Soya bean meal 0,63 - 0,76 Cotton seed meal 0,63 Linseed meal 0,61 Maize 0,49 - 0,61 Barley 0,57 - 0,71 peas 0,62 - 0,65

Utilisasi Protein (Net Protein Utiization = NPU)

Penggunaan BV untuk mengevaluasi protein pada ayam sulit sebab

berhubungan dengan pemisahan urin dan feses. NPU merupakan alternatif untuk

unggas. Prosedurnya berdasarkan analisis karkas. NPU adalah perbedaan antara

nitrogen pada karkas ayam yang diberi protein test dan nitrogen karkas pada ayam

yang diberi ransum bebas nitrogen.

BV =

Keterangan:

Bf = N karkas pada ayam yang makan ransum test

Bk = N karkas pada ayam yang makan ransum bebas N

If = Konsumsi N dari ayam yang makan ransum test

Tabel 4 Nilai NPU sumber protein hewani

Bahan Makanan Nilai BV

Whole egg 91,0 (tikus) Fish (cod) 83,0 (tikus) Egg albumin 82,5 (tikus) Meat meal 44,5-54,6 (ayam) Fish meal 21,2-35,6 (ayam) Feather meal 11,4-33,4 (ayam) Hair meal 3,8 (tikus) Blood 30,5 (tikus)

30

Tabel 5.Nilai NPU sumber protein nabati

Bahan Makanan Nilai BV

Cottonseed meal 58,8 Soybean meal 56,0 Corn 55,0 Peanut meal 42,8

Protein Retention Efficiency = PRE

NPU bisa juga dengan metode lain yaitru penentuan PRE. Metode ini lebih

sederhana, yaitu mengukur pertambahan bobot badan.

PRE

= Keterangan:

Gk = PBB dari ransum bebas protein

Pf = konsumsi protein dari ransum Test

18 = rata-rata persentase protein karkas ayam

PBB= pertambahan bobot badan = (BB akhir ? BB awal)

Protein Efficiency Ratio = PER

Pengukuran kualitas protein bahan makanan dalam ransum pada level protein

suboptimal. Standart metode AOAC pada tikus menggunakan protein kasar ransum 9

%. Kualitas protein yang tinggi merangsang pertambahan bobot badan per unit

protein yang dikonsumsi daripada protein kualitas rendah. Pengujian ini biasanya

menggunakan standar casein untuk menentukan hasilnya akurat dan konsisten. Anak

ayam lebih sensitif terhadap perbedaan kualitas protein bila makan ransum dengan

protein 10 %. Pada level protein lebih tinggi perbedaan antara berbagai sumber

protein tidak terlihat.

Skor Kimia (Chemical Score)

Konsep ini mempertimbangkan kualitas protein yang ditentukan oleh adanya

asam amino essensial yang paling besar defisiennya apabila dibandingkan dengan

31

standar. Standar yang digunakan adalah protein telur, tetapi ada juga yang

menggunakan campuran asam amino tertentu. FAO merekomendasikan suatu

Reference Amino Acid Pattern. Kandungan setiap asam amino essensial dari protein

digambarkan sebagai bagian dari standart. Contoh penentuan skor kimia terlihat pada

Tabel 2.7. berikut ini.

Tabel 6. Perhitungan skor kimia gandum

Asam Amino Protein dalam Telur (%)

Protein dalam Gandum

Defisiensi (%)

Arginin 6,4 4,2 34 Cystine 2,4 1,8 25 Cystine + methionine 6,5 4,3 34 Histidine 2,1 2,1 0 Isoleucine 8,0 3,6 55 Leucine 9,2 6,8 26 Lysine 7,2 2,7 63 Methionine 4,1 2,5 39 Phenilalanin 6,3 5,7 10 Threonine 4,9 3,3 33 Tryptophan 1,5 1,2 20 Tyrosine 4,5 4,4 2 Valine 7,3 4,5 38

Protein sangat dibutuhkan oleh ternak. Pada ternak non ruminansia dalam

ransumnya harus terdapat protein karena tidak dapat disentesa si dalam tubuh.

Keberadaan enzim-enzim seperti enzim yang memecah protein menjadi asam-

asam amino pada peptida , sangat dibutuhkan dalam metabolisme tubuh ternak.

Pemenfaatan protein untuk pertumbuhan optimal pada ternak mesti diseimbangkan

dengan kebutuhan energi karena proses pembentukan protein dari asam amino perlu

energi berupa ATP. Kelebihan kandungan energi pada ransum tidak dapat

dipergunakan secara maksimal untuk pertumbuhan melainkan akan disimpan dalam

bentuk lemak. Kelebihan kandungan protein pada ransum dengan kandungan energi

32

standar juga tidak berguna karena kelebihan protein tersebut akan disekresikan lewat

urine.

Pada ternak ruminansia, disamping dapat memenfaatkan protein sebagai

sumber N, juga dapat memanfaatkan NPN sebagai sumber energi seperti urea.

Sumber N ini diproleh dari hasil fermentasi oleh mikroorganisme rumen sehingga

terbentuk protein sel tunggal yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein.

Sumber protei pada pakan ternak dapat pula berasal dari kotoran (faeses)

ternakl unggas. Kotoran ternak broiler masih mengandung kurang lebih 7% protein

yang dapat dimanfaatkan pada ternak lain seperti misalnya babi.

6.1. Daya Cerna Protein

Beberapa faktor berpengaruh terhadap daya cerna protein diantaranya :

Sumber protein

Protein nabati akan lebih mudah dicerna daripada protein hewani, sehingga

protein nabati mempunyai nilai cerna lebih tinggi., akan tetapi kandungan asam

aminonya lebih sedikit daripada protein hewani.

Valatabilitas

Makin tinggi nilai valatabilitasnya makin mudah pula sumber prtein tersebut

dicerna oleh ternak.

Susunan Asam Amino

Sumber proteion yang mempunyai asam amino esensial lebih tinggi

mempunayi daya cerna lebih tinggi pula.

6.2. Retensi Protein

Retensi protein adalah sisa dari protein yang dikonsumsi setelah dikurangi

dengan protein yang disekresikan oleh tubuh ternak. Jika selisishnya negatif berarti

ternak tersebut tidakl tumbuh. Ternak yang tidak tumbuh bukan berarti ternak

berhenti berproduksi. Salah satu contoh adalah sapi yang kurus (tidak tumbuh) masih

bisa memproduksi susu untuk anaknya. Retensi dengan nilai positif berarti terjadi

pembentukan jaringan tubuh. Pada kondisi tertentu bisda terjadi kandungan protein

33

pada urine lebih besar daripada protein yang dikonsumsi. Hal ini menandakan terjadi

perombakan protein tubuh sehingga ternak menjadi semakin kurus.

6.3. Protein Ransum

Ternak dengan kondisi cekaman panas, mestinya diberikan ransum dengan

kandungan prtein lebih tingg dari standar. Pada kodisi seperti ini ternak akan

merespon kondisi lingkungan dengan menurunkan konsumsi ransum. Penurunan

konsumsi ransum ini membawa konsekuensi menurunnya konsumsi asam amino

esensial seperti lisin dan metionin

VII. ENERGI DAN KONDISI LINGKUNGAN

7.1. Definisi Energi

Istilah energi merupakan kombinasi dari dua suku kata Yunani (Greek), yaitu:

en, artinya in (bahasa Inggris) atau di dalam (bahasa Indonesia) dan ergon, artinya

work (bahasa Inggris) atau kerja (bahasa Indonesia). Dari kombinasi kata tersebut,

Scott et al.(1982) mendefinisikan bahwa ENERGI adalah sesuatu yang dapat

menimbulkan kerja. Yang dimaksud kerja disini cakupannya sangat luas, dari mulai

melakukan kegiatan yang sangat ringan (misalnya hanya menulis sesuatu atau bahkan

hanya istirahat tanpa melakukan sesuatu kecuali bernapas dan berkedip) sampai

kepada kegiatan yang memeras banyak keringat.

Terdapat berbagai macam definisi dan deskripsi tentang energi, tergantung

dari sudut pandang ilmu yang menggunakannya, misalnya apakah energi digunakan

dalam ilmu fisika atau biologi. Di dalam ilmu fisika, energi adalah segala sesuatu

yang bisa dikonversi menjadi kerja. Dalam ilmu biologi, kerja (work), biasanya

mendefinisikan hanya satu atau beberapa penggunaan dari energi, terutama pada

hewan hidup.

7.2.. Fungsi Energi untuk Ternak

Energi sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup ternak diantaranya adalah

untuk: (1) kerja secara mekanis dari aktivitas muskular yang esensial; (2) kerja secara

kimiawi seperti pergerakan zat terlarut melawan gradien konsentrasi; dan (3) sintesis

dari konstituen tubuh seperti enzim dan hormon. Energi diperlukan untuk

mempertahankan fungsi-fungsi tubuh (respirasi, aliran darah dan fungsi sistem

syaraf), untuk pertumbuhan dan pembentukan produk (susu, telur, wool, daging).

35

7.3. Sumber Energi untuk Ternak

Sebagian besar energi yang ada di bumi berasal dari matahari, walaupun

energi molekuler merupakan bentuk energi paling penting dan berguna untuk ternak.

Pada dasarnya, para ahli nutrisi sepakat dengan konversi energi kimia yang tersimpan

dalam molekul pakan (karbohidrat, protein, lemak) menjadi energi kinetik pada reaksi

kimia dalam metabolisme dan dari kerja serta panas. Terbentuknya energi kimia

berupa karbohidrat, protein dan lemak dalam molekul pakan terjadi karena adanya

proses fotosintesis dalam tanaman dengan bahan baku klorofil yang ada dalam daun,

CO2 yang diserap tanaman dari udara, air dan mineral yang diserap oleh akar dari

tanah serta cahaya matahari (dilustrasikan pada Gambar 5)

Gambar 5

Matahari sebagai

sumber energi

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber energi untuk ternak

adalah zat makanan karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat terdiri atas 2(dua)

fraksi, yaitu serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN/pati). Terdapat

36

perbedaan yang sangat mendasar antara ternak non-ruminansia dan ruminansia dalam

menggunakan zat makanan sebagai sumber energi. Sumber energi utama untuk

ternak non-ruminansia (seperti unggas, babi) adalah BETN, sedangkan sumber energi

utama untuk ternak ruminansia adalah serat kasar.

Perbedaan dasar antara ternak ruminansia dan non ruminansia pada

metabolisme sumber energi berupa karbohidrat dan protein, oleh karena adanya

mikroorganisme (bakteri, protozoa dan fungi) di dalam rumen dan retikulum

ruminansia. Pada ruminansia, karbohidrat mengalami fermentasi oleh mikroba

membentuk VFA (volatile fatty acids)/ asam lemak terbang dan produk ini merupakan

energi utama untuk ruminansia.

Perbedaan antara ruminansia dan non-ruminansia dalam metabolisme energi

yang berasal dari lemak adalah: ternak non-ruminansia hanya dapat memanfaatkan

senyawa lemak sederhana (trigliserida), sedangkan ruminansia dapat memanfaatkan

senyawa yang lebih kompleks seperti fosfolipid (lesitin). Pada ternak non-

ruminansia, trigliserida dimetabolis menjadi asam-asam lemak bebas dan bersama-

sama garam-garam empedu membentuk misel, terus masuk ke usus dalam bentuk

trigliserida dan bergabung bersama β- lipoprotein membentuk kilomikron, kemudian

masuk ke saluran limpa.

Pada ruminansia, lesitin dimetabolis menjadi lisolesitin, bersama asam-asam

lemak bebas yang berasal dari metabolisme senyawa lemak sederhana dan garam-

garam empedu bergabung membentuk misel, terus masuk ke usus dalam bentuk

lesitin dan bergabung bersama trigliserida dan lipoprotein membentuk kilomikron,

kemudian masuk ke saluran limpa.

37

7.4. Pemanfaatan Energi

Sumber-sumber energi yang terkandung dalam ransom seperti : karbohidrat,

lemak dan protein akan mengalami proses oksidasi dan metabolisme dalam tubuh

sebelum siap pakai sebagi energi panas dan keperluab energi lainnya.

Lemak yang merupakan sumber energi utama dimetabolisme dengan cara :

1. Oksidasi menghasilkan energi

2. Fosforilasi yang mengubah sumber energi menjadi senyawa fosfor bertenaga

tinggi seperti ADP, ATP dan AMP

Karbohidrat dimetabolisme dengan cara :

1. Oksidasi menghasilkan energi.

2. Fosforilasi menghasilkan ADP, ATP dan AMP

Begitu juga protein dapat dirubah menjadi energi . Dalam prosesenya dikembalikan

dulu ke proses oksidasi protein, selanjutnya sama dengan karbohidrat. Dalam

keadaan cekaman yang pertama dirombak menjadi energi adalah lemak, kemudian

karbohidrat kemudian trakhir baru protein. Dari perombakan lemak dihasilkan air

yang dapat keluar langsung melalui urine. Sedangkan perombakan protein

menghasilkan air yang tidak dapat langsung dikeluarkan melainkan ditimbun di

bawah kulit. Dalam kondisi seperti ini, ternak yang kekurangan makanan dapat

mengalmi hongorodim (busur lapar)

38

7.5.Partisi Pemanfaatan Energi

Energi disimpan di dalam karbohidrat, lemak dan protein dari bahan makanan.

Semua bahan tersebut mengandung karbon (C) dan hidrogen (H) dalam bentuk yang

bisa dioksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) yang menunjukan energi

potensial untuk ternak. Jumlah panas yang diproduksi ketika pakan dibakar secara

sempurna dengan adanya oksigen dapat diukur dengan alat kalorimeter bom dan

disebut Energi Bruto (EB) dari pakan. Persentase EB yang dapat dimanfaatkan oleh

tubuh ternak dan digunakan untuk mendukung proses metabolik tergantung

kemampuan ternak untuk mencerna bahan makanan. Pencernaan mencerminkan

proses fisika dan kimia yang terjadi dalam saluran pencernaan dan menyebabkan

pecahnya senyawa kimia kompleks dalam pakan menjadi molekul lebih kecil yang

dapat diserap dan digunakan oleh ternak. Energi yang diserap tersebut disebut Energi

Dapat Dicerna (EDD). Pada ternak non-ruminansia, kehilangan energi lebih lanjut

terjadi melalui urin berupa limbah yang mengandung nitrogen dan senyawa lain yang

tidak dioksidasi oleh tubuh ternak serta untuk ternak ruminansia selain melalui urin,

kehilangan energi juga melalui pembentukan gas methan. EDD dikurangi energi yang

hilang melalui urin (non-ruminansia) atau urin+methan (ruminansia) disebut Energi

Metabolis (EM) pakan. Selama metabolisme zat makanan, terjadi kehilangan

energiyang disebut Heat Increament. Sisa energi dari pakan yang tersedia bagi

ternak untuk digunakan keperluan hidup pokok (maintenance) dan produksi disebut

Energi Neto (EN). Partisi energi pakan dalam tubuh ternak dapat dilihat pada

Gambar 6.Untuk lebih memperjelas diperlihatkan dalam bentuk ANIMASI PARTISI

ENERGI

39

Gambar 6.

Partisi energi dari pakan

dalam tubuh ternak

Energi Bruto (EB)

Energi bruto dalam makanan/pakan dapat diukur dengan alat bomb

calorimeter. Prinsip dari pengukuran EB pakan ini adalah konversi energi dalam

pakan (karbohidrat, lemak, protein) menjadi energi panas dengan cara oksidasi zat

makanan tersebut melalui pembakaran. Bomb calorimeter dapat digunakan untuk

mengukur energi bruto dari pakan secara utuh (whole food) atau dari bagian-bagian

pakan (misalnya glukosa, pati, selulosa), jaringan ternak dan ekskreta (feses, urin).

Nilai energi bruto dari suatu bahan pakan tergantung dari proporsi karbohidrat, lemak

dan protein yang dikandung bahan pakan tersebut. Air dan mineral tidak

menyumbang energi pakan tersebut. Nilai energi bruto tidak menunjukan apakah

energi tersebut tersedia untuk ternak atau tidak tersedia, tergantung dari kecernaan

bahan pakan tersebut. Contoh nilai energi bruto dari beberapa bahan, baik

40

makanan/pakan secara utuh, fraksi-fraksinya, produk fermentasi maupun jaringan

ternak disajikan pada Tabel .7.

Tabel 7. Nilai Energi Bruto dari Beberapa Bahan

Jenis Bahan Jumlah

(MJ/kg BK)

Jenis Bahan Jumlah

(MJ/kg BK)

Komponen Pakan:

-Glukosa

-Selulosa

-Butterfat

-Pati

-Casein

-Lemak biji-bijian

15,6

17,5

38,5

17,7

24,5

39,0

Jaringan Hewan:

-Otot (muscle)

-Lemak (fat)

23,6

39,3

Produk Fermentasi:

-Asetat

-Butirat

-Propionat

-Methan

14,6

24,9

20,8

55,0

Makanan/Pakan

Utuh:

-Jagung

-Jerami oat

-Susu (4% lemak)

-Oat

-Rumput (hay)

18,5

18,5

24,9

19,6

18,9

1 MJ (Mega Joule)= 238,9 kkal; BK= Bahan Kering

Energi Dapat Dicerna (EDD)

Nilai energi dapat dicerna dari suatu makanan/pakan diperoleh dengan percobaan

pemberian pakan (feeding trial). EDD dihitung dari EB yang dikonsumsi dikurangi

energi yang diekskresikan melalui feses (energi feses). Pada ternak unggas, EDD

41

susah diukur karena feses+urin diekskresikan melalui saluran yang sama (bersatu),

yaitu melalui kloaka.

Energi Metabolis (EM)

Nilai energi metabolis dari suatu makanan/pakan adalah EDD dikurangi energi yang

hilang dalam urin dan gas methan. Energi urin berada dalam bentuk zat yang

mengandung nitrogen seperti urea, asam hippuric, creatinine dan allantoin, dan juga

senyawa non-nitrogen seperti glucuronate dan asam sitrat. Jika produksi methan tidak

dapat diukur secara langsung, dapat diduga dengan angka 8% dari EB yang

dikonsumsi.

Energi Metabolisme (”Heat Increament”)

Merupakan energi panas hasil sampingan dari proses metabolisme di dalam tubuh

ternak. Pada kondisi hipertermia energi ini menjadi beban panas tambahan sehingga

tingkat cekaman panas meningkat.

Pengukuran panas yang dihasilkan oleh ransum dengan formula tertentu pada

ternak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikuit:

1. Ternak dimasukkan ke dalam kandang fisiologi (”growth chamber”)

2. Ternak diberikan makan dalam waktu 24 jam .

3. Ukur O2 yang dikonsumsi oleh ternak

4. Ukur sekresi CO2 oleh ternak

Perbandingan antara CO2 yang disekresikan dengan O2 yang dikonsumsi disebut

dengan Respiration Quetion (RQ). Karbohidrat dapat dioksidasi sempurna, dimana

RQ = 1.

42

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O

RQ = 6CO2 / 6O2 = 1, Sedangkan oksidasi lemak menghasilkan RQ sebesar 0,7

dan protein dengan RQ sebesar 0,85.

7.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Energi

Struktur Rnasum

Ransum berbentuk tepung (”mash”) menyebabkan konsumsi energi lebih

rendah daripada ransum bentuk ”crumble” dan ”pellet”.

Palatabilitas

Ransun dengan palatabilitas tinggi mempunyai acceptabilitas yang tinggi

pula. Palatabilitas renadah biasanya disebabkan karena kandungan tanin seperti pada

gamal yanh menyebabkan rasa sepet.

Lingkungan

Hewan mamalia dan burung bersifat homeotermik, artinya suhu tubuhnya

selalu konstan, yang berkisar antara 36 - 42 oC. Oleh sebab itu apabila tubuh

menghasilkan energi bentuk panas, maka panas tersebut harus dikeluarkan. Proses

pengeluaran panas tubuh tergantung dari perbedaan suhu tubuh dengan suhu

lingkungannya.

Pada umumnya untuk memelihara suhu tubuhnya hewan sangat terpengaruh

oleh lingkungan. Sebagai contoh babi kondisi basal dan dipelihara pada suhu 25oC,

dipuasakan dan kondisi istirahat maka jika suhu udaranya diturunkan secara bertahap

babi akan kehilangan panas lebih cepat sampai ketingkat suhu tubuh yang terendah.

Babi dapat mempertahankan suhu tubuhnya dengan cara meningkatkan produksi

43

panas (PP) tubuh melalui aktivitas otot dan menggigil. Temperatur kritis adalah

temperature yang rendah dimana produksi panas mulai meningkat (pada suhu 20oC).

Pada babi yang puasa, produksi panas juga dihasilkan untuk memelihara suhu

tubuhnya dan lebih rendah dibandingkan babi yang diberi makan, hal ini disebabkan

karena adanya HI dari proses pencernaan dan metabolisme pakan dari babi. Pada

suhu di bawah 20oC, babi memerlukan konsumsi energi lebih tinggi untuk

mengimbangi suhu lingkungan yang rendah, sedangkan babi yang dipelihara pada

suhu 25oC tidak perlu ada ekstra energi karena suhu lingkungannya sudah nyaman.

Titik efektif temperature kritis yaitu suhu pada 5oC dimana biasanya hewan

memproduksi panas secara berlebih melalui proses mengggigil. Selisih antara PP

setelah makan dengan PP saat puasa itulah yang disebut dengan HI (Heat Increament).

Hal ini dapat terlihat seperti Gambar 7.

Gambar 7.

Pengaruh suhu terhadap produksi

panas tubuh

Hewan yang baru lahir selalu menderita stress dingin, hal ini disebabkan

karena hewan tersebut masih kecil, luas permukaan tubuhnya lebih luas dibandingkan

dengan bobot tubuhnya dan jaringan pelindung tubuhnya masih tipis dikarenakan

belum adanya perlemakan. Jika anak tidak menyusu pada induknya, maka heat

increament dari proses makan akan rendah, sehingga produksi panas belum tinggi.

Pada anak sapi dan domba terdapat sistem pertahanan khusus di bagian perut dan

44

bahu, yang disebut dengan jaringan lemak coklat (brown adipose) yang berguna untuk

menghasilkan panas tubuh apabila diperlukan. Pada lingkungan dingin, hewan

berusaha memproduksi panas, sedangkan pada suhu panas maka hewan berusaha

mengeluarkan panas. Pada babi dan unggas sangat kesulitan dalam mengevaporasikan

panas, jadi pada lingkungan yang panas, kedua jenis hewan tersebut mengurangi

produksi panas tubuh dengan cara menekan jumlah konsumsi pakan.

7.7. Keseimbangan Energi

Ternak senantiasa berkeinginan menyeimbangan energi masuk dengan energi

yang ke luar. Energi masuk dapat merupa energi dari hasil metabolisme dalam tubuh

dan tambahan energi dari radiasi matahari. Energi keluar pada ternak meliputi

sebagai berikut:

1. Energi ”Maintenance”. Adalah energi yang dipergunakan untuk

mempertahankan diri supaya dapat tetap hidup. Energi ini termasuk energio

yang dipergunakan untuk melepaskan kelebihan beban panas pada tubuh

ternak dan energi untuk meningkatkan panas tubuh pada saat ternak

kedinginan.

2. Energi Aktivitas. Adalah energi yang dipergunakan untuk melakukan

aktivitas seperti jalan, lari dan kegiatan lainnya.

3. Energi Pertumbuhan. Merupakan energi yang dipergunakan untuk

pertumbuhan atau energi retensi yang terikat dalam tubuh berupa protein,

lemak, tulang atau organ tubuh lainnya.

4. Energi Produksi. Adalah energi yang dipergunakan untuk produksi sesuai

dengan tujuan pemeliharaan ternak seperti misalnya menghasilkan telur,

daging, susu, bulu atau yang lainnya.

5. Energi Reproduksi. Enegi untuk bereproduksi (beranak).

45

Energi retensi adalah energi yang dikonsumsi setelah dikurangi energi untuk

melakukan aktivitas. Energi rectal merupakan energi pertumbuhan, produksi dan

reproduksi.

Energi yang dikonsumsi oleh ternak tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh

tubuh ternak. Hal ini disebabkan karena ada energi yang terbuang setelah makan

yang dinamakan energi SDA (”Specific Dynamic Action”) dan energi HI (”Heat

Increament”).

VIII.PRODUKTIVITAS TERNAK DAN IKLIM

Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik (30%) dan faktor lingkungan

(70%). Ternak dengan mutu genitik tinggi (unggul) tidak dapat menampilan potensi

genetiknya bila faktor lingkungan tidak mendukung. Sebaliknya produktivitas tidak

optimal pada kondisi lingkungan yang nyaman bila ternak tidak mempunyai mutu

genetik yang tinggi. Iklim (faktor lingkungan) berpengaruh pada produktivitas ternak

secara :

2. Langsung. Dalam hal ini lingkungan mempengatuhi neurohormonal

(sistem neuro-endokrin) ternak, seperti proses pelepasan panas tubuh dan

konservasi panas untuk mempertahankan suhu tubuh dan aktivitas biologis.

3. Tidak langsung. Unsur-unsur cuaca sebagai penentu iklim seperti radiasi

matahari, suhu dan kelembaban udara, pergerakan udara dan curah hujan

berpengaruh terhadap penyediaan bahan makanan ternak dan keseimbangan

nutrisi yang ada pada bahan makanan ternak. Pada saat musim kering,

bahan makanan ternak cendrung mengandung protein dan karbohidrat lebih

rendah tetapi kandungan serat kasarnya meningkat.

8.1.Produksi Susu

Biosentesis susu tergantung pada penerimaan glandula mamae, penyediaan

metabolit (hasil metabolisme) dan hormon dari darah secara berlanjut. Produksi susu

pada semua spesies mammalia mengalami variasi musiman. Produksi susu relatif

tidak berfluktuasi pada suhu udara 5oC – 21

oC. Pada suhu udara dibawah 5

oC dan

diatas 21oC akan terjadi penurunan produksi susu secara perlahan-lahan.

Kemampuan adaptasi ternak untuk tetap mempertahan produksi susu maksimal

tergantung pada breed ternak. Sapi holstein sudah mengalami penurunan produksi

pada suhu udara 21oC, sapi brown swiss mengalami penurunan produksi pada suhu

24oC – 27

oC sedangkan sapi brahma pada suhu 32

oC.

47

Penurunan produksi susu selama musim panas tidak semata-mata ditandai dengan

penurunan konsumsi ransum atau kualitas ransum. Perubahan mekanisme fisiologis

pada perubhan kondisi lingkungan juga memberi pengaruh yang cukup berarti,

terutama rendahnya skresi hormon tiroksin pada musim panas.

Peningkatan suhu udara dari suhu optimum dapat meningkatkan NPN, asam

palmitat dan stearat dan terjadi penurunan ”butter fat”, ”total solid” , ”solid non fat”,

total N, laktosa, asam lemak ranstai pendek (Co –C10) dan asam oleat. Persentase

lemak menurun diantara suhu lingkungan 21oC-27oC tetapi di atas suhu 27oC

prosentasenya meningkat karena ”solid non fat menurun”. Peningkatan suhu udara

juga menekan jumlah asam citrat dan Ca selama permulaan laktasi pada sapi perah.

Suhu meningkat juga menyebabkan penurunan mineral K (potasium) tetapi tidak pada

mineral Na.

8.2. Pertumuhan

Unsur –unsur cuaca yang mungkin dapat menimbulkan cekaman (panas tau

dingin) pada ternak adalah : suhu udara, kelembaban udara, pergerakan udara dan

radiasi matahari. Pengaruh unsur-unsur cuaca tersebut akan diimplementasikan dalam

hal –hal sebagai berikut:

1. Konsumsi ransum dan air minum

2. Availlabilitas energi potensial hasil pencernaan makanan

3. sistem produksi panas tubuh.

4. ME tersedia untuk melakukan produktivitas.

5. Komposisi tubuh pada saat pertumbuhan.

Pertumbuhan prenatal. Pertumbuhan pada fase ini banyak dipengaruhi oleh musim

yang menentukan kuantitas dan kualitas konsumsi ransum induk pada saat bunting

48

Pertumbuhan Postnatal. Pertumbuhan ternak setelah posnatal dipengaruhi

pertumbuhannya oleh suhu dan kelembaban udara yang lebih tinggi dari kebutuhan

optimal, perbedaan umur, komposisi zat-zat makanan dan bred ternak. Pertumbuhan

sapi bred Eropah melai menurun pertumbuhannya pada suhu udara 24oC dan

pengaruh lebih progresif lebih terlihat pada suhu 32oC dimana sapi tersebut tidak

mengalami pertumbuhan.

Pada kondisi lingkungan yang panas (daerah tropis) konsumsi DM per unit

berat badan, kofisien cerna dan absorbsi hasil metabolisme pada usus sapi brahman

lebih tinggi daripada sapi bangsa eropa. Sapi brahman dapat lebih efisien

menggunakan makanan di daerah tropis sehingga pertumbuhannya lebih baik daripada

sapi Eropa. Pada ternak babi, pertumbuhan paling cepat terjadi pada suhu 16oC –

21oC dan pada suhu udara 30

oC terjadi penurunan pertumbuhan yang sangat besar

akibat menurunnya konsumsi ransum. Pada suhu udara dibawah 21 oC penurunan

pertumbuhan juga terjadi. Hal ini disebabkan karena ternak mengalami hipotermia.

Pada kondisi hipotermia, sebagaian energi yang dikonsumsi ternak akan dipergunakan

untuk menghangatkan tubuh sehingga energi untuk pertumbuhan menurun.

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................iv

I.PENDAHULUAN .....................................................................................................1

1.1. Pengertian...................................................................................................1

1.2. Manfaat Iklim Dan Nutrisi ........................................................................ 4

II. HUBUNGAN IKLIM DENGAN TERNAK...........................................................5

Suhu Udara, Kelembaban dan Kecepatan Angin ......................................6

Mekanisme Interaksi.................................................................................. 6

Radiasi Matahari......................................................................................... 6

Curah Hujan............................................................................................... 8

III. HIPOTALAMUS ..................................................................................................11

IV. METABOLISME ................................................................................................ 14

V.BATAS ADAPTASI ............................................................................................. 21

VI. PROTEIN DAN HUBUNGAN DENGAN LINGKUNGAN............................. 24

6.1. Asam Amino ........................................................................................... 25

6.2. Daya Cerna Protein ................................................................................. 32

6.3. Protein Rnasum....................................................................................... 33

VII. ENERGI DAN KONDISI LINGKUNGAN .................................................... 34

7.1. Definisi Energi.......................................................................................................34

7.2. Fungsi Energi Untuk Ternak.................................................................................34

7.3. Sumber Energi untuk Ternak................................................................................35

7.4. Manfaat Energi ....................................................................................................37

7.5. Partisi Pemenfaatan Energi ................................................................................. 38

7.6. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Energi ................................................. 42

7.7. Keseimbangan Energi.......................................................................................... 44

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK DAN IKLIM.................................................. 46

8.1. Produksi Susu ....................................................................................... 46

8.2. Pertumbuhan ......................................................................................... 47

8.3. Kenyamanan Kandang dan Penempilan Ternak .................................. 48

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, B. 1977. Solar Energy. Fundamental in Building Design. Mc. Graw-Hill

London.

Champbell, G.S. 1977. An Introduction to Environmental Biophisics, Springer

Verlag, New York

Daeton, J.W. and F.N. Reece. 1970. Temperature and Light and Broiler Growth.

Poultry Sci. 9(11): 719-721

Esmay, M.L. 1978. Principles of Animal Environment. Avi Publishing Company

INC. Wesport, Connecticut.

Ferguson, W. 1970. Tropical .Animal. Health. Prod.2 :44-58.

Hutasoit. M. 1982. Hubungan Temperatur dengan Konsumsi Makan dan Air Minum

Ayam Broiler . Poultry Indonesia 4(46) :10

KLeiber, M. 1971. The Fire of Live an Introduction to Animal Energitics. John

Wiley and Sons, Inc. New York.

Leeson, S. 1986. Nutrition Considerations of Poultry During Heat Stress. Poultry

Sci. 42: 68-81.

Mount, L.E. 1979. Adaptation to Thermal Environment, Man and His Productive

Animal. Edward Arnold Publishing, London.

Nuriyasa, I.M. 1991. Pengaruh Bahan Atap dan Kepadatan Kandang terhadap

Penampilan Ayam Pedaging. Thesis Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor

Nuriyasa, I.M. 2003. Pengaruh Kepadatan dan Kecepatan Angin dalam Kandang

terhadap Indek Ketidaknyamanan Kandang dan Penampilan Ayam Pedaging

di Daerah Dataran Rendah. Majalah Ilmiah Fapet, Unud Vol (6) No. (2),

Denpasar, Bali.

Ranten, I.N. ,I.M. Nuriyasa., N.G.K. Roni. Pengaruh Bahan Atap Kandang dan

Tingkat Energi Ransum terhadap Kualitas Karkas Ayam Pedaging

Sinurat, A.P. 1988. Produktivitas Unggas pada Suhu Lingkungan yang Panas.

Meningkatkan Prakiraan dan Pemanfaatan Iklim untuk Mendulung

Pengembangan Pertanian Tahun 2000. Proseding Simposium II Meteorologi

Pertanian , Bogor.

Wathes, C.M. 1981. Insulation of Animal Houses. pp. 379-412. in. J.A. Clark, Ed.

Environment Aspects of Houshing for Animal Production. University of

Nothingham.

KATA PENGANTAR

Secara umum produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik (sifat

bawaan) dan factor lingkungan. Ternak dengan katagori unggul yang mengandung

pengertian bermutu secara genetik, tidak akan bisa menghasilkan penempilan

(”performance”) yang maksimal jika kondisi lingkungan ternak tidak pada kondisi

nyaman (”comfort zone”). Sebaliknya kondisi lingkungan yang nyaman tidak pula

banyak membantu peternak jika ternak yang dipelihara mempunyai mutu genetik

rendah. Faktor lingkungan yang akan dibahas dalam bahan ajar ini adalah kaitan

antara faktor lingkungan (iklim) dengan faktor makanan (nutrisi). Hasil yang

maksimal dalam bidang peternakan akan dapat dicapai bila kebutuhan nutrisi pada

ransum ternak sudah mempertimbangkan pengaruh faktor lingkungan (iklim).

Pergeseran faktor lingkungan dari kondisi nyaman akan menyebabkan ternak

mengalami cekaman (”stress”). Kondisi cekaman direspon oleh ternak dengan cara

mengatur konsumsi ransum, salah satunya. Berkaitan dengan hal tersebut perlu

dilakukan penyesuaian imbangan enrgi protein ransum yang lebih medukung ternak

untuk mencapai penampilan maksimal.

Dengan membaca bahan ajar iklim dan nutrisi, mahasiswa diharapkan mampu

berpikir rasional, sistematik, kritis dan berwawasan luas tentang cara penanganan

ternak yang mengalami cekaman (hipotermia atau hipertermia). Diharapkan pula

mahasiswa dan pembaca lain dapat mengambil keputusan yang tepat sehingga

pengaruh faktor lingkungan yang kurang nyaman dapat diminimalkan.

Bahan ajar ini disusun berdasarkan pengalaman mengasuh mata kuliah

Klimatologi serta mengambil bahan dari internet, tex book, jurnal, majalah ilmiah dan

sumber yang lain.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada pihak-pihak yang telah memberikan sumbangan moral dan material

dalam menyusun bahan ajar ini. Semoga amal baik yang telah diberikan mendapat

penghargaan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa (Ide Sang Hyang Widi Wase).

Denpasar, Pebruari 2008

Penulis