BAB I II III IV FIX
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB I II III IV FIX
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar
penduduknya berusia 10-24 tahun dan 90%
diantaranya tinggal di negara berkembang (PBB,
2013). Di Indonesia, batasan remaja tentang pemuda
adalah usia 15-24 tahun. Data kependudukan
Indonesia jumlah penduduk tahun 2010 adalah
237,641,326 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang
tergolong pemuda adalah 40,749,503 jiwa atau
17,15% dari seluruh penduduk indonesia (Badan
Pusat Statistik, 2010).
Remaja indonesia saat ini sedang mengalami
perubahan sosial yang cepat dari masyarakat
tradisional menuju masyarakat modern, yang juga
mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup
mereka. Hal ini diikuti dengan berkembangnya
teknologi dan pesatnya arus globalisasi, informasi
semakin mudah di akses oleh para remaja. Namun
1
dilain pihak, keberadaan dan kemudahan informasi
ini harus diperhatikan karena tidak semua
informasi yang di dapat berasal dari sumber yang
bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya (Anonim,
2012).
Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan
perkembangan fisik termasuk hormon seksualitas
sudah berfungsi secara aktif. Secara alamiah
remaja mengalami dorongan seksual. Dipengaruhi
oleh lingkungan pergaulan dan berbagai visualisasi
termasuk media elektronik mendapat informasi yang
memancing remaja mengadopsi kebiasaan tidak sehat,
mempercepat usia awal seksual aktif dan
mengantarkan remaja pada perilaku seksual beresiko
(Anwar, 2012).
Faktor yang mendukung penyebab terjadinya
perilaku seksual adalah lingkungan pergaulan yang
buruk, kurangnya perhatian dari orang tua dan
salah satunya adalah penyalahgunaan media sosial.
Pada dasarnya, media sosial adalah alat yang
2
digunakan untuk mempermudah orang diseluruh dunia
berbagi pengetahuan, berinteraksi dengan orang-
orang yang berbeda ditempat lain di seluruh dunia,
dan sebagai sarana untuk mempermudah seorang atau
perusahaan untuk mempromosikan dan memperkenalkan
produknya ke seluruh dunia. Namun faktanya, media
sosialpun seperti koin yang memiliki dua sisi,
selain memiliki manfaat yang positif, media sosial
juga ternyata membawa dampak negatif bagi dunia
terutama pada remaja yang dapat dilihat dari
banyaknya kasus yang terjadi akibat penggunaan
media sosial yang salah. Perilaku seksual
merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual, sesama jenis maupun lawan jenis
(heteroseksual) maupun sesama jenis (homoseksual)
(Prasetyo, 2012).
Hasil survei yang dilakukan secara umum
dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA)
pada 12 provinsi di Indonesia pada tahun 2007,
khususnya pada kota-kota besar menunjukkan hasil
3
yang cukup mencengangkan dimana 93,7 % anak SMP
dan SMU telah melakukan petting (menempelkan alat
kelamin), ciuman, dan oral seks (seks melalui
mulut), 62, 7% anak SMP sudah tidak perawan, 21,2
% remaja SMA
telah melakukan aborsi dan sekitar 97 %
pelajar SMP maupun SMA sering menonton film porno.
Penelitian yang dilakukan oleh Khaerina, SS &
Abraham, J (2014) mengenai Gangguan Seksual Dan
Sisi Ooritas Yang Benar Di Pesantren Indonesia
bahwa seksualitas dan perilaku seksual santri
(siswa) di pondok pesantren Islam Indonesia telah
dilakukan beberapa kali. Anehnya, di tengah-tengah
komunitas agama yang hidup dengan "seksual tabu ",
didapatkan bentuk perilaku seksual yang spesifik
dan populer di kalangan santri adalah perilaku
seksual sesama jenis (baik antara santri laki-laki
dan laki-laki lain santri serta santri perempuan
dan santri wanita lain), apa yang dikenal sebagai
mairil, dumok, alaq-dalaq, nyempet, muyak lating, lesehan,
4
lesbiola, dan lain-lain, tergantung pada lokalitas.
Pondok pesantren merupakan salah satu jalur
pendidikan yang memiliki kekhususan dalam
menjalankan pola pendidikan. Pola pendidikan yang
ada di pondok pesantren memiliki kekhususan
tersendiri, anak di tempatkan dalam sebuah asrama
di bawah bimbingan kiai atau ustad yang
bertanggung jawab atas pendidikan dan
kesehariannya (Novianti, 2006).
Fenomena remaja pesantren memang sangat
menarik. Di satu sisi mereka adalah remaja dengan
segala keinginannya. Tapi di sisi lain mereka
dituntut menjadi seorang panutan karena label
santri yang melekat pada dirinya. Sebagai seorang
remaja, mereka biasa mengalami kondisi yang sering
disebut dengan strom and stress. Kondisi ini
mengharuskan mereka untuk bisa beradaptasi dengan
kondisi sekitarnya. Kondisi storm misalnya membuat
mereka bingung karena terpaan budaya dan terpaan
ujian dan cobaan yang sedemikian berat. Hal hal
5
baru yang menghampiri mereka dan juga banyaknya
hal aneh yang menyapa hidup mereka. Pergaulan yang
asing, teknologi dan media massa membuat mereka
seperti terbawa badai. Bingung dan membingungkan.
Sedangkan kondisi stress biasanya adalah munculnya
banyak tekanan. Tekanan bisa dari internal maupun
eksternal dirinya. Bisa dari dalam dirinya sendiri
karena terlalu banyak yang dipikirkan. Lingkungan
pesantren yang cenderung ketat memungkinkan remaja
santri mengalami kesulitan dalam penyelesaian
masalahnya, tidak terkecuali masalah perilaku
seksual berisiko yang dapat terjadi (Shodiq,
2012).
Berdasarkan pcngalaman Mukhotib MD (1998),
santri Kabupaten Magelang Jawa Tengah menyatakan
bahwa kehidupan santri merupakan kehidupan yang
penuh dengan ajaran moral, tetapi kering dengan
ajaran tentang seksualitas secara spesifik.
Bahkan seksualitas sering dianggap tabu.
Dilapangan menunjukkan remaja santri justru kaya
6
dengan pengalaman seks, tapi tidak dengan dasar –
dasar pengetahuan yang benar. Hal ini mempunyai
pengaruh pada prilaku seksual mereka.
Pengetahuan santri mengenai seksual
diperoleh dari obrolan di antara santri, bacaan,
gambar dan film. Di sisi lain remaja santri tidak
memahami berbagai resiko yang mungkin terjadi dari
perilaku seksual tanpa disertai pengetahuan yang
benar. Karena kebiasaan remaja mengakses hal yang
terkait dengan kehidupan seksual di media sosial,
maka akan menimbulkan perilaku seksual yang
mempengaruhi kehidupan remaja dalam gaya hidupnya.
Berdasarkan survei kesehatan reproduksi yang
dilakukan Badan Kesehatan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) pada tahun 2010, sekitar 92%
remaja yang berpacaran, saling berpegangan tangan,
ada 82% yang saling berciuman, dan 63% remaja yang
berpacaran tidak malu untuk saling meraba (petting)
bagian tubuh kekasih mereka yang seharusnya tabu
untuk dilakukan. Semua aktivitas itu yang akhirnya
7
mempengaruhi niat remaja untuk melakukan seks
lebih jauh.
Berdasarkan hasil survey pada tahun 2012
Indonesia menempati urutan ke 4 dalam jumlah
populasi pengguna facebook di seluruh dunia. Total
pengguna facebook di Indonesia berkisar 50.489.360
pengguna (Prasetyo, 2012).
Kehidupan sehari-hari remaja santri sama
seperti yang terjadi pada remaja normal yaitu
mereka mengikuti perkembangan remaja masa kini dan
adanya keinginan untuk berpacaran, sehingga
timbulnya ketertarikan dengan lawan jenisnya.
Santri di usia remajanya mulai matang seksualnya
yaitu ingin menghendaki bercinta dengan lawan
jenis. Perilaku seksual remaja santri di pondok
pesantren harus dikendalikan, karena seluruh
santri harus menghabiskan waktunya untuk belajar.
Fakta menunjukkan bahwa remaja santri mempunyai
banyak pengalaman seks, tetapi tidak dengan dasar
yang benar.
8
Dilihat dari hasil dari penelitian yang
dilakukan setiyowati (2008), tentang perilaku
seksual remaja santri pondok pesantren di
Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota
Semarang menunjukkan bahwa 50 responden (54,3%)
memiliki pengetahuan baik dan 42 responden (45,7%)
memiliki pengetahuan sedang. Responden yang
memiliki sikap positif sebanyak 46 responden (50%)
dan sikap negatif sebanyak 46 responden (50%).
Sebagian besar responden memiliki lingkungan tidak
mendukung sebanyak 62 responden (67,4%) dan
selebihnya memiliki lingkungan mendukung sebanyak
30 responden (32,6%). Responden yang memiliki
perilaku seksual ringan sebanyak 57 responden
(62%), perilaku seksual sedang sebanyak 23
responden (25%) dan 12 responden (13%) memiliki
perilaku seksual berisiko.
Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara Makassar
merupakan Pondok pesantran modern, yang dimana
memiliki berbagai macam prestasi akademik dan non-
9
akademik yang cukup membanggakan. Letak Pondok
Pesantren Darul Arqam berada di Jl.Ir.Sutami Poros
Tol Makassar-Maros, Kelurahan Pai, Kecamatan
Biringkanaya, Kota Makassar, Propinsi Sulawesi
Selatan. Sistem pendidikan yang diterapkan di
pondok pesantren ini adalah perpaduan antara
sistem pendidikan formal dan pendidikan pesantren.
Kurikulum Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara
Makassar menggunakan Kurikulum 2013 MTs dan MA
berkiblat ke kementrian Agama dan SMP dan SMK
berkiblat ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kurikulum khas pesantren meliputi Tahfidzul
Qur’an, Character Building. Lif Skill, dan Leadership,
Kurikulum Pengembangan Kemampuan Berbahasa Arab
dan Berbahasa Inggris. Kurikulum pendidikan formal
dilaksanakan sejak pagi yang hingga sore hari.
Sedangkan di sore hingga malam hari, dilakukan
kegiatan pendalaman agama, termasuk di antaranya
kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan keagamaan
lainnya. Mengaji kitab ini dilakukan juga pada
10
waktu selesai sholat shubuh. Pada hari sabtu pagi
dilaksanakan upacara bendera dimana santri putra
dan santri putri dikumpulkan dilapangan.
Penelitian ini difokuskan pada santri karena
pasantren memiliki potensi signifikan yaitu
merupakan kekuatan agama dan sangat diharapkan
untuk berperan dalam hal kepemimpinan moral.
Sementara itu menurut Price (2013) moralitas dan
seksualitas memiliki hubungan yang kuat,bahkan di
Indonesia, di mana sikap masyarakat terhadap
seksualitas cenderung konservatif. Dari uraian di
atas peneliti ingin melihat keadaan perilaku
seksual yang di pengaruhi oleh media sosial pada
santri tingkat MA di pesantren Darul Arqam Gombara
Makassar yang memiliki santri putra sebanyak 61
orang dan santri putri sebanyak 27 orang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini ialah
11
apakah media sosial mempengaruhi perilaku seksual
berisiko pada Santri Madrasah Aliyah di Pondok
Pesantren Darul Arqam Gombara Makassar Tahun
2015.
C. Tujuan Penilitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh media sosial
terhadap perilaku seksual beresiko pada santri
Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Darul Arqam
Gombara Kota Makassar tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengaruh peran orang tua terhadap
Penggunaan Media Sosial pada santri Madrasah
Aliyah di Pondok Pesantren Darul Arqam
Gombara Makassar Tahun 2015.
b) Mengetahui pengaruh teman sebaya terhadap
Penggunaan Media Sosial pada santri Madrasah
12
Aliyah di Pondok Pesantren Darul Arqam
Gombara Makassar Tahun 2015.
c) Mengetahui Pemahaman agama/Keyakinan
Terhadap Penggunaan Media Sosial pada santri
Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Darul
Arqam Gombara Makassar Tahun 2015.
d) Mengetahui pengaruh Penggunaan media sosial
terhadap perilaku Seksual Berisiko pada
santri Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren
Darul Arqam Gombara Makassar Tahun 2015.
D. Manfaat Penilitian
1. Manfaat Ilmiah
a) Manfaat Institusi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
tambahan pustaka dalam bidang ilmu
Biostatistik/KKB, khususnya tentang Media
Sosial terhadap Perilaku Seksual Berisiko
13
Santri untuk dapat dijadikan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
b) Menjadi salah satu sumber informasi yang
penting bagi Dinas Pendidikan Kota Makassar
pada umumnya dan khususnya pihak Sekolah
Asrama Pondok Pesantren dalam upaya mencagah
santri mereka untuk melakukan perilaku
seksual beresiko tersebut.
2. Manfaat praktis
a) Bagi Responden
Dapat Memberikan pengetahuan tentang
pengaruh buruk dalam penggunaan media sosial
yang mungkin dapat merubah pemikiran maupun
perilaku seksual terhadap dirinya sendiri.
b) Bagi Pembaca
Menambah wawasan pembaca mengenai kesehatan
reproduksi, khususnya pengaruh media sosial
terhadap perilaku seksual berisiko pada
santri.
14
c) Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman yang sangat berharga bagi
peneliti untuk menambah wawasan dalam bidang
ilmu pengetahuan khususnya dalam kajian ilmu
kesehatan yang berhubungan dengan perilaku
seksual remaja yang dipengaruhi oleh media
sosial. Dan serta menggunakan ilmu yang
diperoleh selama mengikuti pendidikan pada
dalam bagian Biostatistik/KKB peminatan
jurusan Biostatistik Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Media Sosial
1. Pengertian Media sosial
Media sosial adalah media online partisipatif
yang mempublikasikan berita, foto, video, dan
podcast yang diumumkan melalui situs media
sosial. Biasanya disertai dengan proses
15
pemungutan suara untuk membuat media item
menjadi populer (Wikipedia, 2014). Media sosial
adalah penerbitan online dan alat-alat komunikasi,
situs, dan tujuan dari Web 2.0 yang berakar pada
percakapan, keterlibatan, dan partisipasi
(Gunelius, 2011).
Media sosial adalah demokratisasi informasi,
mengubah orang dari pembaca konten ke penerbit
konten. Hal ini merupakan pergeseran dari
mekanisme siaran ke banyak model, berakar pada
percakapan antara penulis, orang, dan teman
sebaya. Indikator dari sebuah media sosial
(Mayfield, 2008) yaitu:
1. Partisipasi. Media sosial mendorong
kontribusi dan umpan balik (feedback) dari
setiap oang yang tertarik.
2. Keterbukaan. Hampir semua pelayanan media
sosial terbuka untuk umpan balik (feed back)
dan partisipasi. Mendorong untuk melakukan
16
pemilihan, berkomentar, dan berbagai
informasi.
3. Percakapan. Komunikasi yang terjalin terjadi
dua arah, dan dapat didistribusikan ke
khalayak tentunya melalui media sosial
tersebut.
4. Komunitas. Media sosial memberi peluang
komunitas terbentuk dengan cepat dan
berkomunikasi scara efektif. Komunitas saling
berbagi minat yang sama, misalnya fotografi,
isu-isu politik atau program televisi dan
radio favorit.
5. Saling Terhubung. Hampir semua media sosial
berhasil pada saling keterhubungan, membuat
link pada situs-situs, sumber-sumber lain dan
orang-orang.
2. Klasifikasi Media Sosial
Media sosial merupakan teknologi barbagai
bentuk termasuk majalah, forum internet, weblog,
blog sosial, microblogging, wiki, podcast, foto atau
17
gambar, video, peringkat dan bookmark sosial.
Enam jenis media sosial menurut (Kaplan &
Haenlein, 2010 dalam Wikipedia, 2012).
a) Proyek Kolaborasi
Website mengijinkan usernya untuk dapat
mengubah, menambah, ataupun meremove konten-
konten yang ada di website ini. Contohnya:
Wikipedia.
b) Blog Dan Microblog
User lebih bebas dalam mengekspresikan
sesuatu di blog ini seperti curhat ataupun
mengkritik kebijakan pemerintah, contohnya:
twitter. Twitter Inc, yang menawarkan jejaring
sosial berupa mikroblog sehingga memungkinkan
penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan
yang disebut kicauan (tweets) (Wikipedia,
2014). Twitter adalah teks tulisan hingga 140
karakter yang ditampilkan pada halaman profil
pengguna. Kicauan bisa dilihat secara luas,
namun pengirim dapat membatasi pengiriman
18
pesan ke daftar teman-teman mereka saja.
Pengguna dapat melihat kicauan penulis lain
yang dikenal dengan sebutan pengikut
(followers). Ketika mengikuti orang lain di
twitter, tweet orang tersebut muncul dalam aliran
pembaruan ditampilkan pada halaman rumah
twitter, sehingga mudah untuk membaca pikiran
“ikutan” (following) dalam menghubungkan dengan
pengikut (follower) (Puntoadi, 2011).
c) Konten
Para user dari pengguna website ini saling
meng-share konten-konten media, baik seperti
video, ebook, gambar dan lain-lain.
Contohnya: youtube. YouTube menjadi situs video
content sharing terbesar di dunia telah menguasai
60 % dari jumlah pengakses video online.
Dengan lebih 79 juta pengakses video dan
lebih dari 65.000 video di upload setiap
harinya. Sejak YouTube dapat di-share di
berbagai media sosial, kini YouTube memiliki
19
lebih dari 130 juta penikmat video setiap
harinya (Puntoadi, 2011). YouTube memberikan
kesempatan untuk melakukan sharing video apa
saja, yang biasa dikategorikan dalam musik,
film, videoklip hingga berbagai video
tutorial atau video apapun yang dibuat oleh
orang-orang .
d) Situs Jejaring Sosial
Aplikasi yang mengizinkan user untuk dapat
terhubung dengan cara membuat informasi
pribadi sehingga dapat terhubung dengan orang
lain. Informasi pribadi itu bisa seperti
foto-foto, contoh: facebook. Facebook
(www.facebook.com) digunakan oleh lebih dari
350 juta orang, dan facebook adalah situs
jejaring sosial paling populer di Indonesia.
Sebuah profil facebook adalah ruang orang
individu di facebook. Orang dapat meng-upload
berbagai media, berpartisipasi dalam
permainan, bergabung dengan grup, menambahkan
20
halaman ke daftar yang mereka suka, dan
banyak lagi. Pengguna facebook juga dapat
mengirim pesan ke teman-teman hingga 20 pesan
pada waktu yang sama. Media sosial facebook
memudahkan bagi setiap orang untuk membuat
profil untuk dapat berbagi informasi,
berkomunikasi dengan orang-orang, meng-upload
foto dan video, dan banyak lagi. Berkat alat
jaringan sosial, ratusan juta orang berada
dalam jangkauan dan tersedia untuk terhubung
serta mendengar dan berbagi pesan (Gurnelius,
2011).
e) Virtual Game World
Dunia virtual dimana mengreplikasikan
lingkungan 3D, dimana user bisa muncul dalam
bentuk-bentuk avatar-avatar yang diinginkan
serta berinteraksi dengan orang lain
selayaknya di dunia nyata, contohnya: game
online.
f) Virtual Social World
21
Dunia virtual dimana penggunanya merasa
hidup di dunia virtual, sama seperti Virtual
Game World, berinteraksi dengan yang lain,
namun Virtual Social World lebih bebas dan lebih
ke arah kehidupan, contohnya: second life.
3. Manfaat Media Sosial
Berikut beberapa manfaat media sosial menurut
(Puntoadi, 2011) sebagai berikut:
a) Personal branding is not only figure, it’s for everyone.
Berbagai media sosial seperti facebook, twitter,
YouTube dapat menjadi media untuk orang
berkomunikasi, berdiskusi, bahkan mendapatkan
popularitas di media sosial. Keunggulan
membangun personal branding melalui media
sosial adalah tidak mengenal trik atau
popularitas semu, karena audiensnya lah yang
akan menentukan.
b) Fantastic marketing result throught social media. People
don’t watch TV’s anymore, they watch their mobile phones.
Fenomena dimana cara hidup masyarakat saat
22
ini cenderung lebih memanfaatkan telepon
genggam mereka yang sudah terkenal dengan
sebutan “smartphones”. Dengan smartphone, kita
dapat melihat berbagai informasi.
c) Media sosial memberikan kesempatan untuk
berinteraksi lebih dekat dengan konsumen.
Media sosial menawarkan bentuk komunikasi
yang lebih individual, personal dan dua arah.
Melalui media sosial para pemasar dapat
mengetahui kebiasaan konsumen mereka dan
melakukan interaksi secara personal serta
membangun keterikatan yang lebih.
d) Media sosial memilki sifat viral. Viral
berarti memiliki sifat seperti virus yaitu
menyebar dengan cepat. Informasi yang muncul
dari suatu produk dapat tersebar dengan cepat
karena para penghuni sosial media memliki
karakter berbagi (Danis, 2011).
4. Dampak Positif Media Sosial (Yandita, 2012)
ialah
23
a) Sebagai Media Penyebaran Informasi. Informasi
yang up to date sangat mudah menyebar melalui
situs jejaring sosial, hanya dalam tempo
beberapa menit setelah kejadian kita bisa
menikmati informasi tersebut. Ini sangatlah
bermanfaat bagi kita sebagai manusia yang
hidup di era digital seperti sekarang ini.
b) Sebagai Sarana Untuk Mengembangkan
Keterampilan Dan Sosial. Mengasah
keterampilan teknis dan sosial merupakan
kebutuhan yang wajib dipenuhi agar bisa
bertahan hidup dan berada dalam neraca
persaingan di era moderen seperti sekarang
ini. Hal ini sangatlah penting, tidak ada
batasan usia, semua orang butuh untuk
berkembang.
c) Memperluas Jaringan Pertemanan
Jejaring sosial dapat digunakan untuk
berkomunikasi dengan siapa saja, bahkan
dengan orang yang belum kita kenal sekalipun
24
dari berbagai penjuru dunia. Kelebihan ini
bisa kita manfaatkan untuk menambah wawasan,
bertukar pikiran, saling mengenal budaya dan
ciri khas daerah masing-masing, dan lain-
lain.
5. Dampak Negatif Media Sosial (Yandita, 2012)
ialah
a) Kecanduan situs jejaring sosial seperti
facebook atau my space juga bisa membahayakan
kesehatan karena memicu orang untuk
mengisolasikan diri. Mengisolasi diri dapat
mengubah cara kerja gen, membingungkan
respons kekebalan, level hormon, fungsi urat
nadi, dan merusak performa mental.
b) Seorang yang menghabiskan waktunya di depan
komputer akan jarang berolahraga sehingga
kecanduan aktivitas ini dapat menimbulkan
kondisi fisik yang lemah bahkan obesitas.
c) Kerusakan fisik juga sangat mungkin terjadi,
bila menggunakan mouse dan memencet keypad
25
ponsel selama berjam-jam setiap hari, seorang
dapat mengalami cedera tekanan yang berulang-
ulang. Penyakit punggung juga merupakan hal
yang umum terjadi, pada orang-orang yang
menghabiskan banyak waktu duduk di depan meja
komputer.
d) Media elektronik seperti komputer, laptop
atau handphone (ponsel) juga menghancurkan
secara perlahan-lahan kemampuan anak-anak dan
kalangan dewasa muda untuk mempelajari
kemampuan sosial dan membaca bahasa tubuh,
maksudnya adalah seorang akan mengalami
pengurangan interaksi dengan sesama mereka
dalam jumlah menit perharinya menyebabkan,
jumlah orang yang tidak dapat diajar
berdiskusi mengenai masalah penting, menjadi
semakin meningkat setiap harinya.
e) Kejahatan dunia maya (cyber crime). Seiring
berkembangnya teknologi, berkembang pula
kejahatan. Di dunia internet, kejahatan
26
dikenal dengan nama cyber crime. Kejahatan
dunia maya sangatlah beragam, diantaranya:
carding, hacking, cracking, phising dan spamming.
f) Waktu terbuang dengan sia-sia.
B. Tinjauan Umum Tentang Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja adalah seseorang yang berusia 10 – 19
tahun. Remaja atau Adolescence (inggris) biasanya
menunjukkan maturasi psikologis individu,
ketika pubertas menunjukkan titik di mana
reproduksi mungkin dapat terjadi (WHO, 2012).
Masa remaja dapat ditinjau sejak mulainya
seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan
berlanjut hingga dicapainya kematangan seksual.
Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan
perubahan penampilan pada orang muda, dan
perkembangan mental mengakibatkan kemampuan
untuk menghipotesis dan berhadapan dengan
abstraksi (Potter & Perry, 2005).
27
2. Tahap Perkembangan Remaja
PBB mendefenisikan orang muda (youth) sebagai
periode 15-24 tahun, sedangkan pada saat ini
digunakan defenisi yang luas pada remaja yaitu
kelompok umur 10-24 tahun. Berdasarkan
penggolongan umur, masa remaja terbagi atas:
a)Masa remaja awal (10-13 tahun).
Pada tahapan ini, remaja mulai fokus pada
pengambilan keputusan, baik di dalam rumah
ataupun di sekolah. Remaja mulai menunjukkan
cara berpikir logis, sehingga sering
menanyakan kewenangan dan standar di
masyarakat maupun di sekolah. Remaja juga
mulai menggunakan istilah-istilah sendiri dan
mempunyai pandangan, seperti: olahraga yang
lebih baik untuk bermain, memilih kelompok
bergaul, pribadi seperti apa yang diinginkan,
28
dan mengenal cara untuk berpenampilan
menarik.
b) Masa remaja tengah (14-16 tahun)
Pada tahapan ini terjadi peningkatan
interaksi dengan kelompok, sehingga tidak
selalu bergantung pada keluarga dan terjadi
eksplorasi seksual. Dengan menggunakan
pengalaman dan pemikiran yang lebih kompleks,
pada tahap ini remaja sering mengajukan
pertanyaan, menganalisis secara lebih
menyeluruh, dan berpikir tentang bagaimana
cara mengembangkan identitas “Siapa saya?”
Pada masa ini remaja juga mulai
mempertimbangkan kemungkinan masa depan,
tujuan, dan membuat rencana sendiri.
c) Masa remaja akhir (17-19 tahun)
Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi
pada rencana yang akan datang dan
meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja
akhir, proses berpikir secara kompleks
29
digunakan untuk memfokuskan diri masalah-
masalah idealisme, toleransi, keputusan untuk
karier dan pekerjaan, serta peran orang
dewasa dalam masyarakat ( Poltekkes Depkes
Jakarta I, 2010).
C. Tinjauan Umum Tentang Pondok Pesantren
Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat
pendidikan dan pengajaran yang menekankan pada
pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai
tempat tinggal santri yang bersifat permanen. Maka
pesantren kilat atau pesantren Ramadhan yang
diadakan di sekolah-sekolah umum misalnya, tidak
termasuk dalam pesantren ini (Qomar, 2007).
Pesantren adalah salah satu model pendidikan yang
sudah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Bahkan pesantren merupakan cikal bakal
dari sistem pendidikan Islam yang ada di tanah air
ini (Nawawi, 2006).
30
Pelajar pesantren (disebut sebagai santri)
belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada
asrama yang disediakan oleh pesantren. Pondok
pesantren pada awal berdirinya mempunyai
pengertian yang sederhana, yaitu tempat pendidikan
santri-santri untuk mempelajari pengetahuan agama
Islam di bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai.
Santri-santri yang berada di pondok pesantren pada
dasarnya sama saja dengan anak didik di sekolah-
sekolah umum yang harus berkembang yang perlu
mendapat pelatihan khusus terutama kesehatan dan
pertumbuhannya.
Terdapat dua macam jenis pondok pesantren
yaitu salafiyah dan non salafiyah. Pondok
pesantren disebut sebagai salafiyah apabila pondok
pesantren tersebut hanya mengajarkan pendidikan
agama dan pelajaran-pelajaran lain yang
berhubungan dengan agama. Sedangkan pondok
pesantren non salafiyah adalah pondok pesantren
yang mengajarkan pendidikan agama disertai dengan
31
pendidikan umum. Pengertian umum berarti
memberikan ketrampilan atau kemampuan yang telah
dimiliki oleh anak didik agar mampu melayani
kebutuhan yang semakin meningkat sehubungan dengan
tantangan pekerjaan yang dihadapinya. Maka
pendidikan non-formal pada pesantren berarti
mendasari, menjiwai dan melengkapi akan nilai-
nilai pendidikan formal. Tidak semua hal dapat
diajarkan melalui program-program sekolah formal,
disini pesantren mengisi kekurangan tersebut
(Nawawi, 2006).
Tujuan pokok pesantren adalah mencetak ulama,
yaitu orang yang mendalami ilmu agama (Nafi,
2007). Tujuan umum pesantren adalah membina warga
negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan
ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa
keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan serta
menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi
agama, masyarakat, dan negara serta menciptakan
dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu
32
kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat
(Qomar, 2007).
D. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Seksual
1. Pengertian Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu
kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Pada dasarnya semua
makhluk hidup berperilaku. Sehingga yang
dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung atau yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Menurut Skinner, perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus,
maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a)Perilaku tertutup (covert behavior)
33
Merupakan respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus
ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut,
dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
b)Perilaku terbuka (overt behavior)
Merupakan respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus ini sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktek, yang
dapat dengan mudah dilihat oleh orang lain.
Perilaku manusia sangatlah kompleks dan
mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin
Bloom membagi perilaku manusia ke dalam tiga
domain, yaitu kognitif, afektif, dan
34
psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom
ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan, (Bloom, 1908) yakni :
a) Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2008).
1)Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
a. Faktor internal
1. Umur
Semakin cukup umur, semakin tinggi
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan
bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat
yang lebih dewasa akan lebih dipercaya
35
dari orang lebih cukup tinggi
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat
dari pengalaman dan kematangan jiwanya.
2. Intelegensia
Intelegensia diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk belajar berpikir kritis
guna menyesuaikan diri secara mental
dalam situasi baru. Intelegensia bagi
seseorang merupakan modal untuk berpikir
dan mengolah berbagai informasi secara
terarah sehingga ia dapat menguasai
lingkungan.
3. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang baik, oleh
sebab itu pengalaman pribadimu dapat
digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan
mengulangi kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi pada masa lalu.
36
b. Faktor eksternal
1. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi
penerimaan informasi. Pendidikan formal
memberikan pengetahuan dan
keterampilannya diperlukan untuk
mengembangkan daya intelektual sesorang.
2. Media massa dan informasi
Informasi akan memberi pengaruh pada
pengetahuan seseorang, semakin banyak
informasi yang diperoleh maka akan
bertambah pula pengalaman.
3. Lingkungan
Keluarga merupakan lingkungan terdekat
kita dan di mana individu pertama kali
mendapat pengetahuan.
4. Adat Istiadat
37
Adat istiadat yang terlalu mengikat akan
menghambat tingkat pengetahuan seseorang.
2) Tingkat Pengetahuan
a. Tahu (Know)
Diartikan hanya sebagai recall (memanggil)
memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu.
b. Memahami (Chompherension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu
terhadap objek tersebut. Tidak sekedar
dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut
harus dapat menginterprestasikan secara
benar tentang objek yang diketahui
tersebut.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang
telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip
yang diketahui tersebut pada situasi yang
lain.
38
d. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan
seseorang untuk merangkum atau meletakan
dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang
dimiliki.
e. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian
mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau
objek yang diketahui.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu
(Notoatmodjo, 2008
b) Sikap
Pengertian sikap atau attitude dapat
diterjemahkan dengan sikap terhadap obyek
39
tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan
atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut
disertai dengan kecenderungan untuk bertindak
sesuai dengan sikap obyek itu. Jadi, sikap atau
attitude bisa diterjemahkan dengan tepat sebagai
sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal,
suatu obyek (Gerungan, 2010).
1)Faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap (Azwar (2009) adalah:
a) Pengalaman pribadi
Sesuatu yang telah dan sedang kita alami
akan ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
Tanggapan akan menjadi salah satu dasar
terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai
tanggapan dan penghayatan, seseorang harus
mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan
obyek psikologis.
b) Kebudayaan
40
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup
dalam budaya yang mempunyai norma longgar
bagi pergaulan heteroseksual, sangat
mungkin kita akan mempunyai sikap yang
mendukung terhadap masalah kebebasan
pergaulan heteroseksual. Apabila kita hidup
dalam budaya sosial yang sangat
mengutamakan kehidupan berkelompok, maka
sangat mungkin kita akan mempunyai sikap
negatif terhadap kehidupan individualisme
yang mengutamakan kepentingan perorangan.
c) Orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah
satu diantara komponen sosial yang ikut
mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang
kita anggap penting, sesorang yang kita
harapkan persetujuannya bagi setiap gerak
dan tingkah dan pendapat kita, seseorang
41
yang tidak ingin kita kecewakan atau
seseorang yang berati khusus bagi kita,
akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap
kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang
biasanya dianggap penting bagi individu
adalah orang tua, orang yang satatus
sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman
dekat, guru, teman kerja, istri tau suami
dan lain-lain.
d) Media massa
Media massa sebagai sarana komunikasi.
Berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah dll,
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan orang. Penyampaian
informasi sebagai tugas pokoknya. Media
massa membawa pula pesanpesan yang berisi
sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif
42
baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal
tersebut.
e) Institusi/ lembaga pendidikan dan
lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama
sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh
dalam pembentukan sikap karena keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep
moral dalam diri ndividu. Pemahaman akan
baik-dan buruk, garis pemisah antara
sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan diperoleh dari pendidikan dan
dari pusat keagamaan serta ajaran-
ajarannya.
f) Faktor emosi dalam diri individu
Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh
situasi lingkungan dan pengalaman pribadi
seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk
sikap merupakan pernyataan yang didasari
43
oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian
dapat merupakan sikap yang sementara dan
segera berlalu begitu frustasi telah hilang
akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang
lebih persisten dan bertahan lama.
2) Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing)
d. Indikasi sikap dalam tingkatan ini
adalah mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah.
44
e. Bertanggung jawab
Bertanggung Jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan indikator sikap yang paling
tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung.
Sikap dapat ditanyakan dengan bagaimana
pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu objek.
c) Tindakan
Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa
yang telah di ketahui untuk dilaksanakan atau
dipraktekan. Suatu sikap belum otomatis tewujud
dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari
pihak lain.
1)Tindakan juga memiliki beberapa tingkatan,
yaitu
45
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah tingkatan praktek yang
pertama.
b. Terpimpin (guided responses)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar dan sesuai dengan contoh
merupakan indikator praktek tingkat kedua.
c. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang sudah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktek yang ketiga.
d. Adopsi (adoption)
suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan
46
itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran
perilaku dapat dilakukan secara tidak
langsung yakni dengan wawancara terhadap
kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
(recall).
2. Perilaku Seksual
Seks adalah perbedaan badani atau biologis
perempuan dan laki-laki, yang sering disebut
jenis kelamin. Seksualitas menyangkut berbagai
dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi
biologis, sosial, perilaku dan kultural.
Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan
dengan organ reproduksi dan alat kelamin,
termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan
memfungsikan secara optimal organ reproduksi
dan dorongan seksual.
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.
47
Dalam hal ini, perilaku seksual pada remaja
dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang
bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik
sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan
bersenggama. (Sarwono, 2011).
a)Faktor yang Menyebabkan Timbulnya Perilaku
Seksual (Sarwono 2011) ialah
1) Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi pada remaja yang sudah mulai
berkembang kematangan seksualnya secara
lengkap kurang mendapat pengarahan dari
orang tua mengenai kesehatan reproduksi
khususnya tentang akibat-akibat perilaku
seks pranikah maka mereka sulit
mengendalikan rangsangan-rangsangan dan
banyak kesempatan seksual pornografi
melalui media massa yang membuat mereka
melakukan perilaku seksual secara bebas
48
tanpa mengetahui resiko-resiko yang dapat
terjadi seperti kehamilan yang tidak
diinginkan.
2) Meningkatnya libido seksual
Didalam upaya mengisi peran sosial, seorang
remaja mendapatkan motivasinya dari
meningkatnya energi seksual atau libido,
energi seksual ini berkaitan erat dengan
kematangan fisik.
3) Media Informasi
Adanya penyebaran media informasi dan
rangsangan seksual melalui media massa
yaitu dengan adanya teknologi yang canggih
seperti, internet, majalah, televisi,
video. Remaja cenderung ingin tahu dan
ingin mencoba-coba serta ingin meniru apa
yang dilihat dan didengarnya, khususnya
karena remaja pada umumnya belum mengetahui
49
masalah seksual secara lengkap dari orang
tuanya.
4) Norma Agama
Norma-norma agama tetap berlaku dimana
orang tidak boleh melaksanakan hubungan
seksual sebelum menikah. Pada masyarakat
modern bahkan larangan tersebut berkembang
lebih lanjut pada tingkat yang lain seperti
berciuman dan masturbasi, untuk remaja yang
tidak dapat menahan diri akan mempunyai
kecenderungan melanggar larangan tersebut.
5) Orang tua
Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang
masih menabukan pembicaraan seks dengan
anak bahkan cenderung membuat jarak dengan
anak. Akibatnya pengetahuan remaja tentang
seksualitas sangat kurang. Padahal peran
orang tua sangatlah penting, terutama
pemberian pengetahuan tentang seksualitas.
50
6) Pergaulan semakin bebas
Gejala ini banyak terjadi di kota-kota
besar, banyak kebebasan pergaulan antar
jenis kelamin pada remaja, semakin tinggi
tingkat pemantauan orang tua terhadap anak
remajanya, semakin rendah kemungkinan
perilaku menyimpang menimpa remaja. Oleh
karena itu di samping komunikasi yang baik
dengan anak, orang tua juga perlu
mengembangkan kepercayaan anak pada orang
tua.
b) Tahap Perilaku Seksual Remaja
Menurut Irawati (1999), perilaku seksual
pranikah yang dilakukan remaja ketika
berpacaran terdiri dari beberapa tahap yaitu
berpegangan tangan, berpelukan, cium kering,
cium basah, meraba bagian tubuh, petting,
oral seksual dan bersenggama (sexual intercourse).
51
1) Berpegangan tangan yaitu perilaku seksual
yang biasanya dapat menimbulkan keinginan
untuk mencoba aktifitas seksual lainnya
(hingga kepuasan seksual individu dapat
tercapai). Umumnya jika individu
berpegangan tangan maka muncul getaran-
getaran romantis atau perasaanperasaan
aman dan nyaman.
2) Berpelukan biasanya akan membuat jantung
berdegup lebih cepat dan menimbulkan
rangsangan seksual pada individu.
Berpelukan juga dapat menimbulkan perasaan
aman, nyaman, dan tenang.
3) Cium kering, yang berupa sentuhan pipi
dengan pipi dan pipi dengan bibir. Dampak
dari cium pipi bisa mengakibatkan
imajinasi atau fantasi seksual menjadi
berkembang disamping menimbulkan perasaan
sayang jika diberikan pada momen tertentu
dan bersifat sekilas, selain itu juga
52
dapat menimbulkan keinginan untuk
melanjutkan ke bentuk aktifitas seksual
lainnya yang lebih dapat dinikmati.
4) Cium basah merupakan aktifitas seksual
berupa sentuhan di bibir. Dampak dari
aktifitas seksual cium bibir dapat
menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang
membangkitkan dorongan seksual sehingga
tidak terkendali, selain itu juga dapat
memudahkan penularan penyakit yang
ditularkan melalui mulut, misal Tuberculosis
(TBC). Apabila dilakukan secara terus
menerus dapat menimbulkan ketagihan
(perasaan ingin mengulangi perbuatan
tersebut).
5) Meraba bagian tubuh yang merupakan suatu
kegiatan meraba atau memegang bagian
sensitif (payudara, vagina, penis). Dampak
tersentuhnya bagian paling sensitif
tersebut akan menimbulkan rangsangan
53
seksual sehingga melemahkan kontrol diri
dan akal sehat akibatnya bisa melakukan
aktifitas seksual selanjutnya seperti
cumbuan berat dan intercourse.
6) Petting merupakan keseluruhan aktifitas
seksual non intercourse (hingga
menempelkan alat kelamin). Dampak dari
petting yaitu timbulnya ketagihan dan lebih
jauhnya adalah kehamilan karena cairan
pertama yang keluar pada saat terangsang
pada laki-laki sudah mengandung sperma
(meski dalam kadar terbatas), resiko
terkenanya PMS/HIV juga cukup tinggi, jika
berlanjut ke intercourse (senggama) secara
psikologis menimbulkan perasaan cemas dan
bersalah dengan adanya sanksi moral atau
agama, bagi laki-laki mungkin dapat
memuaskan kebutuhan seksual sedangkan bagi
wanita bisa menyebabkan rusaknya selaput
darah.
54
7) Oral seksual. Perilaku ini tidak
menyebabkan kehamilan namun merupakan
perilaku seksual dengan resiko penularan
Penyakit Menular Seksual (PMS) tinggi.
8) Sexsual intercourse (bersenggama) yaitu
merupakan aktifitas seksual dengan
memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam
alat kelamin perempuan. Dampak dari
hubungan seksual yang dilakukan sebelum
saatnya adalah perasaan bersalah dan
berdosa terutama pada saat kali pertama,
ketagihan, kehamilan sehingga terpaksa
menikah atau aborsi, kematian dan
kemandulan akibat aborsi, resiko terkena
PMS atau HIV, sanksi sosial, agama serta
moral, hilangnya keperawanan dan
keperjakaan, merusak masa depan (terpaksa
drop out sekolah), merusak nama baik
pribadi dan keluarga.
c) Dampak Perilaku Seksual
55
Dampak yang terjadi adalah kehamilan yang
tidak diinginkan dan belum merasa siap secara
fisik, mental dan sosial ekonomi sehingga
calon ibu merasa tidak ingin dan tidak siap
untuk hamil, sulit mengharapkan adanya kasih
sayang yang tulus dan kuat, sehingga masa
depan anak bisa saja terlantar dan cenderung
mengakhiri kehamilannya dengan cara aborsi
selain itu dampak dimunculkan adalah Penyakit
Menular Seksual ((PMS) – HIV / AIDS,
Psikologis) (Suara M, 2011).
1) Kehamilan yang tidak diinginkan pada
remaja dapat meningkatkan resiko kesehatan
bagi ibu dan anaknya. Salah satu faktor
yang penting dalam kehamilan adalah umur
ibu waktu hamil. Usia remaja (dibawah 20
tahun) dianggap sangat berbahaya untuk
kehamilan sebab secara fisik tubuh ibu
sendiri masih dalam masa pertumbuhan,
organ-organ reproduksi masih belum matang.
56
Bayi yang dilahirkan oleh ibu remaja
cenderung memiliki berat badan lebih
rendah dan kematian pada bayi (Santrock,
2003).
2) Aborsi, padahal aborsi sangat berbahaya,
diantaranya infeksi alat reproduksi karena
melakukan kuretase yang dilakukan secara
tidak steril. Hal ini dapat membuat remaja
mengalami kemandulan dikemudian hari
setelah menikah. (Santrock, 2003).
3) Penyakit menular seksual yaitu merupakan
infeksi atau penyakit yang kebanyakan
ditularkan melalui hubungan seksual. PMS
berbahaya karena dapat menimbulkan
kemandulan, menyebabkan kemandulan, kanker
rahim, merusak penglihatan, merusak otak
dan hati, dapat menular pada bayi, dapat
menyebabkan seseorang rentan terhadap
HIV/AIDS, serta beberapa PMS ada yang
tidak bisa disembuhkan. Beberapa penyakit
57
menular seksual diantaranya adalah
Gonnorhea, Sifilis, Chlamydia, dan Herpes
genitalis (Santrock, 2003).
4) HIV/AIDS. AIDS adalah Acquired Immune
Deficiency Syndrome (sekumpulan gejala
penyakit yang timbul karena turunnya
kekebalan tubuh). AIDS disebabkan karena
adanya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus)
didalam tubuh. Virus HIV ini hidup didalam
4 cairan tubuh manusia yaitu cairan darah,
cairan sperma, cairan vagina, dan air susu
ibu. Kebanyakan remaja yang terinfeksi HIV
tidak akan sakit sampai mereka dewasa
karena waktu laten yang terjadi sejak
terinfeksi untuk kali pertamanya sampai
munculnya penyakit berkisar 5 sampai 7
tahun (Santrock, 2003).
E. Tinjauan Umum Tentang Pemahaman Agama/Keyakinan
58
Menurut Ian, Pemahaman adalah suatu proses,
cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya
paham dan pengetahuan banyak. Pengertian pemahaman
mencakup tujuan, tingkah laku,atau tanggapan
mencerminkan sesuatu pemahaman pesan tertulis yang
termuat dalam satu komunikasi.
Agama adalah persoalan individu dan merupakan
kebebasan untuk memilih. Agam sebagai pengajaran
yaitu penting dan perlu diajarkan (misalnya
keanekaragaman agama beserta ciri mereka masing-
masing). Sebaiknya agama diberikan pada anak sejak
usia masih dini. Kalau sejak kecil sudah dicuci
otak dengan agama, maka anak akan lebih bijak
dalam menyikapi hidup dalam bermasyarakat.
(Valentina, 2009).
Pemahaman tingkat agama menunjukkan bahwa
kemampuan remaja dalam memahami dan mengetahui
tentang agama. Oleh karena itu, masalah komitmen
beragama atau religiusitas adalah masalah yang
59
sangat individual dan pribadi. Dengan demikian,
remaja sangat perlu meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan mereka sesuai dengan agama yang
dianutnya, karena pemahaman agama yang dimiliki
remaja dapat juga mempengaruhi mereka dalam
berperilaku.
Keyakinan adalah kepercayaan yang tidak
terbagi lagi. Dengan kata lain, suatu yang kita
percayai atau pahami tidak bisa di ganggu gugat
lagi, kepercayaan yang sudah tertanam dalam bentuk
pikiran atau diri manusia sementara keyakinan diri
adalah kepercayaan diri bahwa ia bisa menghadapi
segala masalah yang dihadapi atau mengawali
kehidupan dengan caranya (Adib M, 2008).
Ada tiga tingkatan dalam konsep keyakinan yang
dipaparkan olh Adib M (2008), yaitu :
1. Ummul Yaqin yaitu keyakinn yang masih bersifat
ilmu pengetahuan keyakinan segala sesuatu
berdasarkan ilmu pengetahuan.
60
2. Ainul Yaqin yaitu keyakinan yang bersumber ilmu
pengetahuan namun sudah didukung oleh panca
indera atau keyakinan yang timbul karena kita
melihatnya dengan mata kepala sendiri.
3. Haqqul Yaqin yaitu keyakinan yang benar-benar
diyakini kebenarannya atau keyakinan yang sudah
mendalam dan terbukti kebenarannya.
Pada dasarnya pengetahuan yang dimiliki
seseorang merupakan model awal untuk bisa
meyakini sesuatu, dimana keyakinan yang bersifat
normtif adalah komponen pengetahuan tentang
sesuatu yang merupakan pandangan orang-orang lain
yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang.,
(Laksmiwati, 1999). Dalam hal ini terdapat dua
bentuk keyakinan, yaitu :
1. Believe in think, artinya jika seseorang mempunyai
kepercayaan atau pengetahuan yang sesuai maka
orang tersebut akan mengatakan bahwa hal ini
ada.
61
d) Belive about, artinya jika seseorang merasakan
adanya hubungan objek.
Keyakinan akan akibat perilaku adalah
komponen yang bersifat aspek pengetahuan tentang
perilaku. Jika perilaku diartikan sebagai
perilaku seksual remaja, maka keyakinan akan
akibat perilaku merupakan aspek pengetahuan.
Dalam agama islam seks pranikah sama sekali
bukan merpakan tindakan trpuji, bahkan tindakan
tersebut tergolong tindakan yang sangat tercela
dan dosa besar jika manusia melakukan tindakan
seks pranikah jelaslah tindakan tersebut tidak
bisa dibenarkan. Agama sebagai pedoman hidup
manusia sudah memberikan solusi berupa perkawinan
sah yang melegakan hubungan seks diantara
manusia.
Agama dan moral sebagai suatu sistem
mempunyai engaruh pembentukan perilaku
dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian
dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman
62
akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu
yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh
dari pendidikan dan ajaran-ajaranya. Dikarenakan
konsep moral dan agama sangat menentukan sistem
kepercayaan maka, tidaklah mengherankan jika pada
gilirannya konsep tersebut berperan dalam
perilaku individu terhadap sesuatu hal.
Perilaku keagamaan antara lain :
a) Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan
keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara
kritis dan skeptis.
b) Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan
hidup.
F. Tinjauan Umum Tentang Peran Orang Tua
1. Pengertian Orang Tua
Orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau
contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-
anaknya (Mardiya, 2000).
2. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua
63
a) Pola Asuh Demokratis
Mendorong anak untuk mandiri namun masih
menerapkan batas dan kendali pada tindakan
mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima
dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat
dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang
demokratis mungkin merangkul anak dengan
mesra dan berkata ”kamu tahu, kamu tak
seharusnya melakukan hal itu. Mari kita
bicarakan bagaimana kamu bisa menangani
situasi tersebut lebih baik lain kali”.
Orang tua demokratis menunjukan
kesenangan dan dukungan sebagai respons
terhadap perilaku konstruktif anak. Mereka
juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa,
mandiri dan sesuai dengan usianya. Anak yang
memiliki orang tua yang otoritatif sering
kali ceria, bisa mengendalikan diri dan
mandiri, dan berorientasi pada prestasi;
mereka cenderung untuk mempertahankan
64
hubungan yang ramah dengan teman sebaya,
bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa
mengatasi stres dengan baik (Santrock, 2007).
b) Pola asuh Otoriter
Pola yang membatasi dan menghukum, dimana
orang tua mendesak anak untuk mengikuti
arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan
upaya mereka. Orang tua yang otoriter
menerapkan batas dan kendali yang tegas pada
anak dan meminimalisir perdebatan verbal.
Contohnya, orang tua yang otoriter mungkin
berkata,”lakukan dengan caraku atau tak
usah.” Orang tua yang otoriter mungkin juga
sering memukul anak, memaksakan aturan secara
kaku tanpa menjelaskannya dan menunjukkan
amarah pada anak. Anak dari orang tua yang
otoriter sering kali tidak bahagia,
ketakutan, minder ketika membandingkan diri
dengan orang lain,tidak mampu memulai
65
aktifitas, dan memiliki kemampuan komunikasi
yang lemah. Putra dari orang tua yang
otoriter mungkin berperilaku agresif
(Santrock, 2007).
Pola otoriter merupakan suatu bentuk
pengasuhan orang tua yang pada umumnya
sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi
dengan anaknya. Orang tua demikian sulit
menerima pandangan anaknya, tidak mau
memberi kesempatan kepada anaknya untuk
mengatur diri mereka sendiri, serta selalu
mengharapkan anaknya untuk mematuhi semua
peraturannya (Hidayat, 2009).
c) Pola Asuh Permisif
Pola pengasuhan ini, dimana orang tua
sangat terlibat dengan anak, namun tidak
terlalu menuntut atau mengontrol mereka.
Orang tua seperti ini membiarkan anak
melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya anak
tidak pernah belajar mengendalikan
66
perilakunya sendiri dan selalu berharap
mendapatkan keinginannya. Beberapa orang tua
sengaja membesarkan anak mereka dengan cara
ini karena mereka percaya bahwa kombinasi
antara keterlibatan yang hangat dan sedikit
batasan akan menghasilkan anak yang kreatif
dan percaya diri. Namun, anak yang memiliki
orang tua yang selalu menurutinya jarang
belajar menghormati orang lain dan mengalami
kesulitan untuk mengendalikan perilakunya.
Mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak
menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan
dengan teman sebaya (Santrock, 2007). Pola
asuh permisif merupakan perlakuan orang tua
saat berinteraksi dengan anaknya dengan
memberikan kelonggaran atau kebebasan tanpa
kontrol atau pengawasan yang ketat. Tingkah
laku sosial remaja ini kurang matang,
kadang-kadang menunjukkan tingkah laku
agresif, pengendalian dirinya amat jelek, dan
67
tidak mampu mengarahkan diri dan tidak
bertanggung jawab (Hidayat, 2009).
G. Tinjauan Umum Tentang Teman Sebaya
1. Definisi Teman Sebaya
Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa
kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang
memiliki usia atau tingkat kematangan yang
kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya
adalah hubungan individu pada anak-anak atau
remaja dengan tingkat usia yang sama serta
melibatkan keakraban yang relatif besar dalam
kelompoknya. Pertemanan dapat diartikan pula
sebagai hubungan antara dua orang atau lebih
yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan
untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu
sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam
bersikap, dan saling pengertian (Irwan Kawi,
2010).
68
Remaja lebih banyak berada di luar rumah
bersama dengan teman sebayanya. Jadi dapat
dimengerti bahwa sikap, pembicaraan, minat,
penampilan, dan perilaku teman sebaya lebih
besar pengaruhnya daripada keluarga. Di dalam
kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan
konsep dirinya. Disini ia dinilai oleh teman
sebayanya tanpa memerdulikan sanksi-sanksi dunia
dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan,
yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi
di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang
ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh
teman seusianya (Depkes, 2012).
2. Karakteristik Berteman
Adapun karakteristik dari berteman (Parlee dalam
Siregar, 2010) adalah sebagai berikut :
a) Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu
dengan teman.
b) Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa
mencoba mengubah mereka.
69
c) Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan
berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangan
individu.
d) Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat
keputusan yang baik.
e) Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung
teman dan mereka juga melakukan hal yang
demikian.
f) Menceritakan rahasia, yaitu berbagi
pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi
kepada teman.
g) Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal
dan mengerti dengan baik seperti apa adanya
individu.
h) Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri
sendiri ketika berada di dekat teman.
3. Peran Teman Sebaya
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk
disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok.
Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang
70
apabila diterima dan sebaliknya akan merasa
sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan
dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi
remaja, pandangan kawan-kawan terhadap dirinya
merupakan hal yang paling penting. Menurut
Santrock (2007) mengatakan bahwa peran
terpenting dari teman sebaya adalah :
a) Sebagai sumber informasi mengenai dunia di
luar keluarga.
b) Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan
perolehan pengetahuan.
c) Sumber emosional, untuk mengungkapkan
ekspresi dan identitas diri.
H. Kerangka Teori
Landasan teori dalam penelitian ini mengacu
pada Teori Lawrence Green (1980) dimana perilaku
seseorang berhubungan dengan faktor predisposisi,
faktor pemungkinan dan faktor penguat. Oleh sebab
itu, akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan
71
perilaku serta hal-hal yang berhubungan perilaku,
adalah:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor).
Faktor predisposisi mencakup pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai dan persepsi, berkenaan
dengan motivasi seorang atau kelompok untuk
bertindak. Sedangkan secara umum faktor
predisposisi ialah sebagai preferensi pribadi
yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam
suatu pengalaman belajar. Hal ini mungkin
mendukung atau menghambat perilaku sehat dalam
setiap kasus, faktor ini mempunyai pengaruh.
Faktor demografis seperti status sosial-
ekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran
keluarga saat ini juga penting sebagai faktor
predisposisi.
2. Faktor pemungkin (enabling factor).
Faktor pemungkin mencakup berbagai
keterampilan dan sumber daya yang perlu untuk
melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu
72
meliputi fasilitas pelayanan kesehatan,
personalia klinik atau sumber daya yang serupa
itu. Faktor pemungkin ini juga menyangkut
keterjangkauan berbagai sumber daya, biaya,
jarak ketersediaan transportasi, waktu dan
sebagainya.
3. Faktor penguat (reinforcing factor)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan
tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau
tidak. Sumber penguat tergantung pada tujuan
dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien,
faktor menguat bisa berasal dari perawat, bidan
dan dokter, pasien dan keluarga. Apakah faktor
penguat itu positif atau negatif tergantung
pada sikap dan perilaku orang lain yang
berkaitan, yang sebagian di antaranya lebih
kuat dari pada yang lain dalam mempengaruhi
perilaku. Untuk lebih jelasnya faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku kesehatan dapat
73
dilihat pada gambar berikut ini (Notoadmojo,
2007).
74
Faktor Predisposing:1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Tradisi 5. Nilai – nilai 6. Tingkat pendidikan7. Tingkat sosial
Faktor Enabling:1. Sarana dan
prasarana2. Terjangkaunya
fasilitas
Perilaku Kesehatan
Gambar 2.1. Kerangka Teori
(Sumber : Green, L dalam Notoatmodjo, S, 2003)
75
Faktor Penguat:1. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan2. Tokoh agama3. Tokoh masyarakat4. Peraturan
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah
dikemukakan pada bab sebelumnya yang merupakan
landasan teoritik tentang teori yang medasari
penyusunan kerangka konsep, maka beberapa
variabel telah diidentifikasi yang dianggap
berhubungan dengan kejadian perilaku seksual,
baik secara maupun tidak langsung berupa
variabel independen (media sosial), variabel
dependen perilaku seksual ( pengetahuan,
sikap, tindakan) dan Variabel kontrol (Teman
sebaya, Peran Orang Tua, dan Pemahaman Agama/
Keyakinan). Selain itu juga telah dilakukan
identifikasi alasan memasukkan variabel dalam
model asumsi dimana alasan tersebut dapat
diketahui atau disajikan melalui masing-masing
variabel sebagai berikut :
76
1. Media Sosial
Media sosial adalah media yang memberikan
pengetahuan dan memperluas hubungan
(relationship) kepada teman-teman jauh, baik
kenal maupun yang baru kenal. Media Sosial
seperti Facebook, google+, Twitter dan yang
sejenisnya seakan sudah menjadi suatu
keharusan bagi remaja Indonesia untuk
memilikinya. Selanjutnya tingkat penggunaan
media sosial merupakan pengaruh dari luar
masyarakat diduga dapat mempengaruhi
interaksi sosial pada remaja tersebut
Penggunaan media sosial oleh santri
merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi gaya hidupnya termasuk dengan
perilaku seksualnya.
2. Pengetahuan Tentang Seks
Pengatahuan remaja tentang seks terhadap
reproduksi dan seksual yang sehat sangat
tergantung pada informasi yang diterimanya
77
baik dari penyuluhan maupun media massa
serta kemampuan untuk menyerap dan
menginprestasikan informasi tersebut.
Meningkatnya pengetahuan remaja tentang seks
diharapkan dapat membuat mereka memahami
masalah perilaku seksual dengan baik. Tidak
seperti di sekolah-sekolah maju pada
umumnya, pendidikan yang berkaitan dengan
pengelolaan seksualitas, kesehatan
reproduksi bahkan HIV dan AIDS di pondok
pesantren atau pun yayasan panti sosial anak
asuh masih sangat minim dalam aspek
pengetahuan kesehatan serta konsekuensi-
konsekuensinya. Karena makin baik
pengetahuan remaja tentang seks maka
perilaku seksualnya pun makin baik pula.
3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Munculnya sikap
78
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
seseorang begitu pula dengan sikap seksual
remaja yang merupakan suatu reaksi tanggapan
remaja terhadap seksualitas.
4. Tindakan Seksual
Tindakan seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik
dengan lawan jenis maupun sesama jenis.
Bentuk - bentuk tingkah laku ini dapat
beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik
hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan
senggama. Tindakan seksual pada remaja ini
pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai
dampak yang merugikan remaja itu sendiri.
5. Pemahaman Agama/Keyakinan
Keyakinan adalah kepercaaan yang tidak
berbelah lagi atau kepercayaan dari dalam
diri seseorang atas segala sesuatu yang akan
dilakukan dari dalam diri seseorang.
Keyakinan yang baik bagi santri terhadap
79
perilaku seksual diharapkan dapat membuat
mereka memahami masalah perilaku seksual
dengan baik.
6. Peran Orang Tua
Orang tua merupakan orang yang pertama
dan utama yang mampu, serta berhak mendidik
anaknya. Orang tua harus menjadi
contoh/model bagi anaknya, memberikan
disiplin dan memperbaiki tingkah laku anak,
menciptakan jaringan komunikasi diantara
anggota keluarga. Pengawasan dan bimbingan
orang tua dirumah mutlak diperlukan karena
adanya bimbingan orang tua dapat mengawasi
dan dapat mengetahui segala kekurangan dan
kesulitan si anak dalam belajarnya. Santri
merupakan remaja seperti biasanya yang perlu
diberikan bimbingan dari orang tua, karena
pada masa remaja meupakan tahapan yang
rawan. Mereka harus mendapatkan perhatian
penuh dan untuk memilih pergaulan yang baik
80
pula. Hal ini dilakukan agar remaja mampu
mengawasi dirinya agar tidak terpengaruh
hal-hal yang bersifat negatif. Selain itu
pemahaman tentang teknologi akan mempermudah
orang tua dalam memberikan pengertian kepada
remaja mengenai esensi menggunakan teknologi
baru seperti media sosial dengan bijaksana.
7. Teman Sebaya/Peer Group
Teman sebaya diartikan sebagai kawan,
sahabat atau orang yang sama-sama bekerja
atau berbuat dalam lingkungan mereka. Maka
dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah
hubungan individu pada anak-anak atau remaja
dengan tingkat usia yang sama serta
melibatkan keakraban yang relatif besar
dalam kelompoknya. Pada masa remaja inilah
kelompok persahabatan atau teman sebaya
merupakan lingkungan sosial yang memegang
peranan penting dalam sosialisasi remaja.
Remaja akan melihat dan bergantung pada
81
lingkungan teman sebayanya itu tidak lain
dalam perilaku seks sekalipun.
B. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti
Berdasarkan Landasan teori di atas, maka dapat
disusun kerangka konsep penelitian seperti
berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Variabel Bebas/ Independen
82
MEDIA SOSIAL
Perilaku(Pengetahuan,Sikap DanTindakan)
TEMAN SEBAYA
PEMAHAMANAGAMA/KEYAKINAN
ORANG TUA
Variabel Terikat/Dependen
Variabel Kontrol
C. Definisi Oprasional dan Kriteria Objektif
Variabel-variabel yang dikemukakan dalam
penelitian ini diukur dengan merumuskan
batasan dari masing-masing variabel terlebih
dahulu. Adapun variabel-variabel tersebut
adalah :
1. Pengetahuan
Yang dimaksud Pengetahuan dalam penelitian
ini adalah Jawaban yang diketahui responden
mengenai perilaku seksual yang akan
dipertanyakan pada lembar kuesioner.
Pengetahuan ini diukur dengan skala guttman,
bila jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban
yang salah diberi skor 0.
Kriteria objektif :
83
Cukup : Jika total skor dari nilai yang
diperoleh responden ≥ nilai median
sampel
Kurang : Jika total skor dari nilai yang
diperoleh responden < nilai median
sampel
2. Sikap
Yang dimaksud Sikap dalam penelitian ini
adalah keyakinan, evaluasi, dan
kecenderungan responden untuk bertindak
tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan perilaku seksual. Indikasi pengukuran
sikap berdasarkan jawaban yang diberikan
responden, yaitu : SS (sangat setuju), S
(setuju), R (ragu), TS (tidak setuju), STS
(sangat tidak setuju) terhadap pernyataan-
pernyataan yang ada dalam kuesioner, dengan
sistem skoring sebagai berikut Pernyataan
kalimat positif untuk jawaban :
84
a) Sangat Setuju (SS) diberi skor 5
b) Setuju (S) diberi skor 4
c) Ragu-Ragu (R) diberi skor 3
d) Tidak Setuju (TS) diberi skor 2
e) Sangat Tidak Setuju (TS) diberi skor 1
Pernyataan kalimat negatif untuk jawaban :
a) Sangat Setuju (SS) diberi skor 1
b) Setuju (S) diberi skor 2
c) Ragu – Ragu (R) diberi skor 3
d) Tidak Setuju (TS) diberi skor 4
e) Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 5
Jadi, jawaban yang mesnunjukkan sikap positif
terhadap obyek menghasilkan skor skala
tertinggi sedangkan sebaliknya untuk jawaban
yang menunjukkan sikap negatif akan
menghasilkan skor skala terendah.
Kriteria Objektif :
Positif : Jika total skor dari nilai yang
diperoleh responden ≥ nilai median
sampel
85
Negatif : Jika total skor dari nilai yang
dicapai oleh responden < nilai median
sampel
3. Tindakan Seksual
Yang dimaksud Tindakan seksual dalam
penelitian ini adalah aktivitas seksual
berisiko yang dilakukan remaja sebelum
menikah yang meliputi :
a) Berpegangan Tangan
b) Berpelukan
c) Mencium Kening
d) Pacaran
e) Berciuman bibir,
f) Meraba-raba kelamin,
g) Menggesek-gesek alat kelamin dan
h) Melakukan hubungan seks (senggama).
86
Pengukuran perilaku seksual dengan melihat
akumulasi skor variabel tersebut. Terdapat 8
item perilaku seksual berisiko. Jika jawaban
ya akan diberi skor 1 dan untuk jawaban tidak
diberi skor 0. Dibagi menjadi kategori (skala
nominal) yaitu
Kriteria Objektif :
Kadang-kadang : Jika total skor dari nilai
yang diperoleh responden ≤
nilai median sampel
Selalu :Jika total skor dari
nilai yang dicapai oleh responden
> nilai median sampel
4. Media sosial
Yang dimaksud media sosial dalam penelitian
ini adalah suatu tingkat yang menunjukkan
penggunaan media sosial oleh responden yang
terdiri dari tingkat penggunaan, pemanfaatan
fasilitas dan pihak-pihak yang di ajak
87
berkomunikasi. Pengukuran tingkat penggunaan
media sosial dengan melihat akumulasi skor.
Dibagi menjadi kategori (skala ordinal) :
Kriteria Objektif :
Penggunaan Tinggi : Jika total skor dari
nilai yang diperoleh
responden ˃ nilai median
sampel
Penggunaan Rendah : Jika total skor dari
nilai yang dicapai oleh
responden ≤ nilai median
sampel
5. Pemahaman Agama/Keyakinan
Yang dimaksud Pemahamaan agama/keyakinan
dalam penelitian ini adalah kepercayaan dari
dalam diri yang dirasakan oleh responden atas
keyakinan terhadap segala sesuatu dalam
kemampuan responden dalam mengetahui tentang
agama, seperti pacaran menurut agama,
melakukan hubungan seks menurut agama dan
88
dampak perilaku seksual. Indikasi pengukuran
pemahaman agama/keyakinan yaitu salah (0) dan
benar (1).
Kriteria objektif :
Cukup : Jika total skor dari nilai yang
diperoleh responden ≥ nilai
median sampel
Kurang : Jika total skor dari nilai yang
diperoleh responden < nilai
median sampel
6. Peran Orang Tua
Yang dimaksud Peran Orang Tua dalam
penelitian ini adalah Pernyataan responden
terhadap upaya orang tua dalam memonitor dan
mengamati mereka yang meliputi pendidikan
seksual dan kontrol pergaulan. Jika jawaban
ya akan diberi skor 1 dan untuk jawaban tidak
diberi skor 0. Dibagi menjadi kategori (skala
ordinal) yaitu
89
Kriteria Objektif :
Cukup : Jika total skor dari nilai
yang diperoleh responden ≥
nilai median sampel
Kurang : Jika total skor dari nilai
yang diperoleh responden <
nilai median sampel
7. Teman Sebaya/peer group
Yang dimaksud Pengaruh dari teman sebaya
dalam penelitian ini adalah pengaruh teman
sekolah terhadap responden yang dapat
meliputi perilaku teman yang melakukan
aktifitas seksual, larangan untuk melakukan
aktivitas seksual, nasihat untuk tidak
melakukan aktivitas seksual. Indikasi
pengukuran berdasarkan jawaban yang diberikan
responden, yaitu : S (selalu), K (kadang), TP
(tidak pernah) terhadap pernyataan-pernyataan
90
yang ada dalam kuesioner, dengan sistem
skoring sebagai berikut :
a) Selalu (S) diberi skor 3
b) Kadang-kadang (KD) diberi skor 2
c) Tidak pernah skor (TP) diberi skor 1
Kriteria Objektif
Ada Pengaruh : Jika total skor dari nilai
yang diperoleh responden ≥
nilai median sampel
Tidak Ada Pengaruh :Jika total skor dari
nilai yang dicapai oleh
responden < nilai median
sampel
D. Hipotesis Penelitian
91
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah
dirumuskan, maka dapat disusun hipotesis
penelitian sebagai berikut :
1. Hipotesis Null (H0)
a) Tidak Ada pengaruh media sosial terhadap
perilaku seksual berisiko pada santri di
Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara
Makassar.
b) Tidak Ada pengaruh Peran Orang Tua terhadap
media sosial pada santri di Pondok Pesantren
Darul Arqam Gombara Makassar.
c) Tidak Ada pengaruh Teman Sebaya terhadap
media sosial pada santri di Pondok Pesantren
Darul Arqam Gombara Makassar.
d) Tidak Ada pengaruh Pemahaman Agama/Keyakinan
terhadap media sosial pada santri di Pondok
Pesantren Darul Arqam Gombara Makassar.
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
92
a) Ada pengaruh media sosial terhadap perilaku
seksual berisiko pada santri di Pondok
Pesantren Darul Arqam Gombara Makassar.
b) Ada pengaruh Peran Orang Tua terhadap media
sosial pada santri di Pondok Pesantren Darul
Arqam Gombara Makassar.
c) Ada pengaruh Teman Sebaya terhadap media
sosial pada santri di Pondok Pesantren Darul
Arqam Gombara Makassar.
d) Ada pengaruh Pemahaman Agama/Keyakinan
terhadap media sosial pada santri di Pondok
Pesantren Darul Arqam Gombara Makassar.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
93
Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif dimana
data penelitian berupa angka-angka dan analisis
yang menggunkan statistik, dengan metode survei
melalui kuesioner sebagai instrumen utama
penelitian dengan cara cross sectional jenis
penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau
observasi data variabel dependen dan independen
dinilai hanya satu kali atau saat itu juga
(Suyanto, 2011).Study penelitian
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Darul
Arqam Gombara Makassar . Pondok Pesantren Darul
Arqam berada di Jl.Ir. Sutami Poros Tol Makassar-
Maros, Kelurahan Pai, Kecamatan Biringkanaya, Kota
makassar, Propinsi Sulawesi Selatan..
Pondok Pesantren Darul Arqam Merupakan salah
satu pondok pesantren yang memiliki banyak
prestasi yang berada di kota makassar. Di pondok
pesantren ini melaksanakan pembelajaran sesuai
kurikulum pondok pesantren yaitu santri
94
melaksanakan pembelajaran mulai dengan hari sabtu
hingga satu pekan, kegiatan kepesantrenan dimulai
pagi hingga sore hari kemudian dilanjutkan
kegiatan ekstrakulikuler sampai waktu subuh. Para
santri memiliki waktu untuk pulang kerumah
keluarga masing-masing itu di berikan waktu satu
kali dalam sebulan dengan hari kamis sore dan
waktu jumat malam mereka kembali.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara
sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa
dilihat dari Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara
Makassar merupakan pesantren modern yang para
santri-santriya mampu dalam penguasaan dasa-dasar
IT, memanfaatkan jaringan informasi yang bersifat
interaktif antar sesama santri-santri pada tingkat
internasional, memanfaatkan jaringan teknologi
informasi dan komunikasi secara efektif agar
dapat memperoleh informasi yang komprehensif
terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jadi, dengan pembinaan tersebut santri-santri
95
dapat menguasai dan memanfaatkan komputer dan
mudah mengakses internet dan tak lain mereka juga
tidak asing lagi dengan namanya media sosial yang
kini populer di kalangan remaja sekarang.
Penelitian dilakukan pada bulan Januari.
C. Istrumen Penelitian
Istrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Kuesioner penelitian
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
santri putra dan santri putri yang tercatat
namanya di tingkat MA sebanyak 88 orang santri
yang terdiri dari 29 orang santri kelas I, 25
orang santri kelas II dan 34 orang santri kelas
III.
96
2. Sampel
a)Unit Analisis
Remaja yang termasuk dalam populasi, dalam
hal ini santri yang berada di Tingkat MA
Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara Makassar
yang masih aktif mengikuti proses belajar-
mengajar.
b)Metode Sampling
Metode sampling yang digunakan dalam
penelitian ini ialah exhautive sampling atau
sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel (sugiyono, 2011). Dalam penelitian
ini, besar sampelnya adalah 88 orang (seluruh
jumlah populasi). Metode sampling jenuh
dilakukan dengan pertimbangan, jumlah
populasi yang relatif sedikit dan untuk
memperbesar tingkat kepresentatifan populasi.
E. Pengumpulan Data
97
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari jawaban responden
dengan menggunakan kuesioner berisi variabel
yang telah berdasarkan definisi operasional.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Pondok Pesantren
Darul Arqam Gombara Makassar yang dijadikan
sebagai observasi penelitian.
F. Pengolahan Hasil Penelitian Dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan menggunakan komputer
dengan bantuan proram SPSS. Dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
a) Editing
Kegiatan untuk melakukan pengecekan isian
formulir atau kuesioner apakah jawaban yang
ada di kuesioner sudah lengkap, jelas,
98
relevan, dan konsisten. Kegiatan ini
dilaksanakan pada saat siswa mengembalikan
kuesioner, sehinga apabila terdapat data
yang kurang lengkap bisa langsung
ditambahkan.
b) Coding
Kegiatan mengubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka atau bilangan.
Kegunaan dari koding adalah untuk
mempermudah pada saat analisis data dan juga
mempecepat pada saat entry data.
c) Processing
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh
dan benar, dan juga sudah melewati
pengkodingan, maka langkah selanjutnya
adalah memproses data agar dapat dianalisis.
Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-
entry data kuesioner dengan menggunakan
program komputer, misalnya SPSS.
99
d) Cleaning (Pembersihan data)
Kegiatan ini dilakukan untuk mengecek
kembali apakah data yang dimasukkan ada
kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut
dapat terjadi ketika kita memasukkan data ke
komputer.
2. Analisi Data
Data yang telah diolah selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan program SPSS dan disajikan
dalam bentuk taabel distribusi frekuensi
disertai narasi.
a) Analisis Univariat
Pada Tahap ini dilakukan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan
proporsi dari setiap variabel penelitian.
b) Analisi Bivariat
100
Yaitu untuk mengetahui data dalam bentuk
tabel silang dengan melihat hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen,
menggunakan uji statistik chi-square. Dengan
batas kemaknaan (á = 0,05) atau confident
interval (CI) = 95% diolah dengan komputer
menggunakan program Stastical Program For
Social Science (SPSS). Dengan rumus :
X2=∑ (f0−fe )2
fe
Dimana :
X2 = Khi kuadrat
ƒ 0 = Frekuensi hasil observasi
ƒ e = Frekuensi yang diharapkan
101
Intrepretasi : Dinyatakan ada pengaruh yang
bermakna atau Ho ditolak apabila p
value < 0,05
Untuk mengetahui kekuatan pengaruh dari kedua
variable digunakan koefesien phi dengan rumus
sebagai rumus :
Lemah = 0,01 – 0,25
Sedang = 0,26 – 0,50
Kuat = 0,51 – 0,75
Sangat Kuat = 0,76 – 1
102