BAb 2 kelu
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of BAb 2 kelu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1. Tinjauan Tentang Tuberkulosa
a. Pengertian Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri mikrobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai batang tahan asam (BTA). Penyakit BTA
menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri mikrobakterium tuberkulosa yang
dilepaskan pada saat penderita TB batuk. TB
yang terjadi pada anak-anak umumnya berasal
dari penderita TB dewasa. (Dewi, 2011).
b. Etiologi
Sumber penularannya tuberkulosis adalah
penderita TB BTA positif. Pada waktu bersin
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
7
8
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara,
selama beberapa jam. orang dapat terinfeksi
kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernafasan. Selama kuman tuberkulosis
masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan.
kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru ke bagian tubuh lainnya, melalui system
peredaran darah, system saluran limfe, saluran
nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negative (tidak terlihat
kuman), maka penderita tersebut di anggap tidak
menular. ( Nur rizka, 2011).
c. Gejala dan Tanda-tanda Penyakit Tuberkulosis
9
Penyakit tuberkulosis paling sering
menyerang organ paru, tetapi sebagian kecil
dapat menyerang organ-organ lain misalnya otak,
tulang, Kelenjar getah bening, kulit, usus,
mata, telinga, dll. Gejala dan tanda yang
muncul tergantung organ mana yang terkena.
seseorang disangka menderita tuberkulosis,
terutama tuberkulosis paru di jumpai keluhan
dan tanda-tanda sebagai berikut :
1) Batuk- batuk (lebih 3 minggu )
2) Demam
3) Nafsu makan berkurang
4) Keringat malam hari
5) Berat badan menurun
6) Badan terasa lemah, mudah capek.
7) Sesak Nafas (bila penyakit sudah lanjut)
8) Sakit dada (bila terjadi peradangan selaput
paru atau dinding dada)
Lokasi dari organ yang terkena penyakit
tuberkulosis menunjukkan gejala khusus,
10
misalnya tuberkulosis usus akan menimbulkan
gejala diare yang tidak sembuh, tuberkulosis
kelenjar bening biasanya tidak menimbulkan
keluhan, kecuali kelenjar getah bening di leher
yang makin lama makin membesar. tuberkulosis
tulang, tergantung letak tulang yang terkena,
yang tersering adalah tulang belakang dengan
tanda klinik berupa tulang punggung yang
menonjol dan bengkok.
Telinga tengah akan mengeluarkan cairan
dari biasanya jernih dan tidak berbau.
Tuberkulosis selaput otak akan memberikan
gejala yang lebih berat, seperti kejang-kejang
dan kaku. Termasuk tuberkulosis ekstra paru
tetapi masih di rongga paru yaitu pleuritis
tuberkulosis dengan manifestasi menumpuknya
cairan di rongga paru, tepatnya di antara
lapisan diluar dan lapisan dalam paru, gejala
yang timbul berupa demam tinggi, bila jumlah
cairan yang menumpuk sangat banyak akan
11
menimbulkan sesak nafas. Tuberkulosis ekstra
paru tersebut dapat berupa penyakit yang
terdiri sendiri atau kadang-kadang bersamaan
dengan penyakit tuberkulosis paru (Ahmad,
2008).
d. Patofisiologi
Infeksi diawali karena seseorang menghirup
basil M.tuberculosis. bakteri menyebar melalui
jalan nafas menuju alveoli lalu berkembangbiak
dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
M.tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke
area lain dari paru-paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan
aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal,
tulang) dan area lainnya dari paru-paru.
selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan
respon dengan melakukan reaksi inflamasi,
infeksi biasanya timbul dalam dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri.
12
Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem
kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang
disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh magrofag seperti dinding, setelah infeksi
awal, jika respon sistem imun tidak adekuat
maka penyakit akan menjadi lebih parah.
penyakit yang semakin parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya
tidak aktif kembali menjadi aktif (Irman,
2008).
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Dahak
Dahak merupakan material yang paling penting
dan harus diperiksa pada setiap penyakit paru
karena hasil pemeriksaan makroskopis dahak
dapat membantu menegakkan diagnosis, malah
ada dahak yang patognomis, dahak yang
13
mengandung basil tahan asam merupakan satu-
satunya pegangan diagnosis yang dipakai dalam
program pemberantasan penyakit tuberkulosis
paru.
b) Cairan Pleura
Cairan Pleura diperoleh dengan melakukan
fungsi percobaan pada kasus-kasus yang diduga
tuberkulosis di sertai dengan efusi pleura
dan dilakukan pemeriksaan baik makroskopis
maupun kikroskopis.
c) Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat dipakai
sebagai pegangan untuk menyokong diagnosa
tuberkulosis paru, karena hasil pemeriksaan
darah tidak menunjukkan gambaran yang khas.
gambaran darah kadang-kadang dapat membantu
menentukan aktivitas penyakit.
d) Leukosit
14
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit
meningkat pada proses yang aktif.
e) Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering
disertai dengan anemia derajat sedang,
bersifat normositik dan sering di sebabkan
defisiensi besi.
f) Uji Tuberkulin
Uji tuberculin merupakan pemeriksaan untuk
menunjukkan reaksi, unitas selluler yang
timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami
infeksi pertama dengan basil tuberkulosis
(Alsagaff, 2010).
f. Terapi Pengobatan
Pada penderita mendapat jenis oba terlebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih
lama.OAT yang bisa digunakan antara lain
isoniasid (INH), rifampisin (R), pirasinamid
(Z) dan Streptomicin (S) yang bersifat
bakterisid dan etambutol (E) yang bersifat
15
bakteriostatik. Penatalaksanaan medis pada
penderita TB yang diberikan dalam kombinasi
dan beberapa jenis obat dalam jumlah yang
cukup. Dosis yang tepat diberikan selama 6-8
bulan supaya kuman dapat terbunuh. Adapun
panduan OAT Ysng digunakan adalah : OAT
kategori I.II.III serta panduan obat
sisispan, indikasi dan komposisi obat TB paru
adalah :
a) Kategori I (2 HRZE / 4 H3R3)
(1) Indikasi :
(a) Penderita baru TB paru
BTA positif
(b) Penderita TB paru BTA
negatif rontgen positif yang sakit
berat
(2) Komposisi obat :
Tabel 1 : Komposisi OAT Kategori I
Tahap
Pengoba
LamanyaPengobatan
Dosis Perhari / kali JumlahhariINH Rifampic Pirazi Ethambu
16
tan
@300mg
in
@ 450 mg
namid@ 500mg
tol @250 mg /
kaliminu
TahapIntensif(dosisharian)
2 bulan 1 1 3 3 60
TahapLanjutan (3kali/minggu)
4 bulan 2 1 - - 54
(Depkes RI, 2012).
b) Kategori II (2 HRZE /5 H3R3E3)
(1) Indikasi :
(a) Penderita kambuh (relaps)
(b) Penderita gagal (failure)
(c) Penderita dengan pengobatan setelah
lalai (after default).
(2) Komposisi obat :
17
Tabel 2 : Komposisi OAT Kategori II
TahapPengobat-an
Lama-nya
Pengo-batan
INH@300mg
Rifampicin @450 mg
Pirazinamid@ 500mg
Ethambutol @250 mg
Streptomycininjeksi(gr)
Jmlhari/kalimenelanobat
@250mg
@500mg
TahapIntensif
2bulan
1bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,75
-
60
30
TahapLanjutan
5bulan
2 1 - 1 2 - 60
(Depkes RI, 2012).
c) Kategori III (2 HRZ / 4 H3R3)
(1) Indi
kasi :
(a) Pend
erita baru BTA negatif dan rontgen
positif sakit ringan
18
(b) Pend
erita eksta paru ringan yaitu TB
kelenjar limfe, pleuritis eksudatifa
unilateral, TB kulit, TB tulang.
(2) Komp
osisi Obat
Tabel 3 : Komposisi OAT Kategori III
TahapPengobata
n
Lamanya
Pengo-batan
INH @300 mg
Rifampicin @450 mg
Pirazinamid @500 mg
Jumlahhari /kaliminumobat
TahapInsentif(dosisharian)
2bulan
1 1 3 60
TahapLanjutan(3 kali/minggu)
4bulan
2 1 - 54
(Depkes RI, 2012).
d) Panduan OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif dari
pengobatan dengan kategori I dan kategori
19
II hasil pemeriksaan dahak masih BTA
positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.
Komposisi Obat sebagai berikut :
Tabel 4: Komposisi OAT Sisipan
Pengobatan
LamanyaPengoba
tan
INH@300MG
Rifampicin
@450 mg
Pirazinamid
@500 mg
Ethambutol
@250 mg
Jmlhari/
kaliminum
obat
TahapIntensif
1 bulan 1 1 3 3 30
TahapIntensi
20
f(dosisharian)
(Depkes RI, 2012)
Bila seseorang penderita tuberkulosis,
baik tuberkulosis paru atau tuberkulosis
lainnya minum obat terebut secara teratur
menurut petunjuk dokter selama 6 bulan, obat
generik juga tersedia dan dapat dijangkau
oleh semua kalangan dengan khasiat sama.
masalah yang timbul adalah minum obat
teratur selama 6 bulan tanpa henti karena
biasanya setelah minum obat selama 2 bulan,
pasien merasa sudah sembuh dan berfikir
tidak perlu minum obat lagi. akhirnya
setelah berhenti minum obat, beberapa bulan
akan sakit kembali. Angka kekambuhan sebelum
waktu 6 bulan cukup tinggi. bila seseorang
minum obat tidak teratur maka akan berakibat
fatal (Ahmad, 2008).
21
g. Pencegahan penyakit TB Paru
Banyak hal yang bisa dilakukan mencegah
terjangkitnya TB paru. Pencegahan-pencegahan
berikut dapat dikerjakan oleh penderita,
masyarakat, maupun petugas kesehatan antara
lain :
1) Bagi penderita, pencegahan penularan dapat
dilakukan dengan menutup mulut saat batuk,
dan membuang dahak tidak di sembarangan
tempat.
2) Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat
dilakukan dengan meningkatkan ketahanan
terhadap bayi, yaitu dengan memberikan
vaksinasi BCG
3) Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat
dilakukan dengan memberikan penyuluhan
tentang penyakit tuberkulosis yang meliputi
gejala, bahaya dan akibat yang ditimbulkannya
terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.
22
4) Petugas kesehatan juga harus segera melakukan
pengisolasian dan pemeriksaan terhadap orang-
orang yang terinfeksi atau dengan memberikan
pengobatan khusus kepada penderita
tuberkulosis ini.
5) Pencegahan penularan juga dapat dicegah
dengan melaksanakan desinfeksi, seperti cuci
tangan, kebersihan rumah yang ketat,
perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah
anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini
seperti (piring, tempat, tidur, pakaian) dan
menyediakan ventilasi rumah dan sinar
matahari yang cukup.
6) Melakukan imunisasi orang-orang yang
melakukan kontak langsung dengan penderita,
seperti anggota keluarga, perawat, dokter,
petugas kesehatan dan orang lain yang
terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak
lanjut bagi yang positif tertular.
23
7) Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang
kontak.perlu dilakukan tes Tuberculin bagi
seluruh anggota keluarga .
Dilakukan pengobatan khusus bagi
penderita dengan TB aktif perlu pengobatan
yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang
telah ditetapkan oleh dokter untuk di mium
dengan tekun dan teratur selama 6-12 bulan.
perlu di waspadai adanya kebal terhadap obat-
obat dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter (Sholeh, 2012).
2. Tinjauan tentang program DOTS
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)
Word Health Organization (WHO) mendefinisikan
DOTS adalah singkatan dari Directly Observed Treatment
Shortcourse. Kalau diuraikan dari kata-katanya,
pengertian DOTS dapat dimulai dengan keharusan
setiap pengelola program tuberkulosis untuk
memberi direct attention dalam usaha menemukan
penderita. Dalam bahasa lain diterjemahkan
24
menjadi diteksi kasus dengan pemeriksaan
mikroskopik, kendati pengertiannya dapat
diperluas dengan keharusan mendeteksi kasus
secara baik dan akurat. Kemudian setiap pasien
harus di-observed dalam meminum obatnya, setiap
obat yang ditelan pasien harus didepan seorang
pengawas. Hal inilah yang dikenal sebagai Directly
Obserbed Therapy (DOT), yang merupakan salah satu
komponen dari konsep DOTS secara keseluruhan.
(Yoga, Tjandra, 2010).
Tujuan Strategi DOTS
Menurut WHO tujuan dari strategi pelaksanaan
DOTS adalah:
1) Mendeteksi dan menyembuhkan
tuberkulosis.
2) Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan
cepat.
3) Biaya untuk pengobatan lebih ekonomis.
4) Dapat menghasilkan angka kesembuhan
sebesar 95 %.
25
5) Mencegah infeksi baru dan perkembangan
resistensi ganda tuberkulosis.
6) Efesiensi waktu untuk pasien dalam
berobat ke rumah sakit.
Strategi Pelaksanaan DOTS
WHO telah memperkenalkan strategi DOTS
sebagai pendekatan terbaik untuk menanggulangi
tuberkulosis. Sistem DOTS terdiri dari 5
komponen, yaitu:
Perlunya komitmen politik pemerintah penentu
kebijakan untuk menjalankan program
Tuberkulosis Nasional.
Di Indonesia kebijakan bukan hanya dari
Depertemen kesehatan semata, tetapi berbagai
instansi pemerintah terkait, baik dalam
hubungannya dalam pendanaan, pelaksanaan di
daerah serta hal terkait lainnya. Komitmen
pemerintah untuk memberi prioritas dalam
penanggulangan tuberkulosis merupakan kunci
utama keberhasilan program ini.
26
Menentukan kasus tuberkulosis secara pasif
dengan pemeriksaan BTA mikroskopik, terutama
dilakukan pada mereka yang datang ke fasilitas
kesehatan karena keluhan paru dan pernapasan.
Pendekatan ini disebut sebagai passive case finding.
Standarisasi pengobatan tuberkulosis jangka
pendek, paling sedikit semua kasus tuberkulosis
BTA (+), dibawah penatalaksanaan kasus yang
tepat.
Dari strategi ini pemberian obat harus
diawasi secara langsung, atau yang dikenal
dengan istilah DOT (Directly Observed Treatment).
Pasien diawasi secara langsung ketika menelan
obat. Obat yang diberikan harus sesuai dengan
standar dan diberikan seyogyanya secara gratis
pada seluruh pasien tuberkulosis yang menular
dan yang kambuh. Orang yang bisa ditunjuk
untuk mengawasi pasien dalam meminum obat
antara lain petugas kesehatan, pemuka
masyarakat setempat, tetangga atau keluarganya
27
sendiri. Seperti diketahui pengobatan
tuberkulosis memakan waktu 6 bulan, setelah
maminum obat 2 atau 3 bulan tidak jarang
keluhan pasien telah menghilang dan pasien
merasakan dirinya sehat serta menghentikan
pengobatannya. Karena itu, harus ada suatu
sistem yang menjamin pasien mau menyelesaikan
seluruh masa pengobatannya sampai selesai.
Pengadaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Pada aspek ini adalah jaminan tersedianya
obat secara teratur, menyeluruh dan tepat
waktu. Sistem pemantauan program dengan
supervisi dan evaluasi.
Pencatatan dan pelaporan yang akurat, hal ini
penting mengingat kenyataan nya penderita
tuberkulosis di Indonesia diobati diberbagai
fasilitas kesehatan, dimana masing-masing
jenis fasilitas kesehatan mempunyai cara
pencatatan sendiri-sendiri, dan jalur
pelaporannyapun berbeda. Hal ini nampaknya
28
menyebabkan cakupan pengobatan tuberkulosis di
Indonesia masih rendah. (Depkes RI, 2009).
Sesuai dengan strategi DOTS tersebut,
setiap penderita yang baru ditemukan dan
mendapat pengobatan harus diawasi menelan
obatnya setiap hari agar terjamin kesembuhan,
mencegah dari resistensi kuman terhadap obat.
Untuk itu diperlukan seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO) untuk setiap penderita
tuberkulosis, dalam masa pengobatan, setelah
itu PMO dapat bertindak sebagai penyuluh.
(Depkes RI, 2009).
Sebelum pengobatan pertama kali dimulai,
harus ditunjuk seorang PMO. Penderita dan PMO
harus diberi pelatihan singkat tentang perlunya
pengawasan menelan obat setiap hari. Antara
lain agar mereka mengetahui gejala-gejala
tuberkulosis, tanda-tanda efek samping obat
dan mengetahui cara mengatasi bila ada efek
samping, cara merujuknya, dan apa kegunaan
29
pemeriksaan dahak ulang, serta cara memberi
penyuluhan tuberkulosis. PMO turut membantu
dalam pengambilan obat bagi penderita jika
dalam wilayah itu ada stigma, ia juga akan
membantu antar jemput dahak untuk pemeriksaan
dahak ulang. (Yoga, Tjandra, 2010).
Pemilihan PMO disesuaikan dengan keadaan
setempat, harus dikenal dan disegani penderita
tuberkulosis dan petugas kesehatan. Tenaga PMO
bisa berasal dari petugas kesehatan ataupun
masyarakat. Dari masyarakat misalnya keluarga,
kader atau TOMA seperti tokoh adat, tokoh
agama, tokoh panutan masyarakat, sebaiknya satu
rumah atau dalam satu wilayah dasawisma. Bila
PMO bukan dari petugas kesehatan, maka pada
waktu penderita mengambil obat, dosis hari itu
harus diminum dihadapan petugas kesehatan.
Khusus untuk pemberian suntikan streptomisin
pada pengobatan dengan Kat-2 dapat dibantu oleh
bidan di desa terdekat. (Depkes RI, 2009).
30
3. Tinjauan Tentang Keluarga
a. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang
disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan
ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan
diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
Friedman (1998, dalam Suprajitno, 2004).
Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan
saling ketergantungan Depkes RI (1998 dalam
Effendy, 1998).
Sayekti (1994 dalam Suprajitno 2004)
berpendapat bahwa keluarga adalah suatu
ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis yang
hidup bersama atau seorang laki-laki atau
seorang perempuan yang sudah sendirian dengan
31
atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau
adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
b. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1998, dalam Suprajitno,
2004), mengemukakan ada 5 fungsi keluarga yaitu:
1) Fungsi Afektif
Yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi
internal keluarga, pelindung dan dukungan
psikososial bagi para anggotanya. Keluarga
melakukan tugas-tugas yang menunjang
pertumbuhan dan perkembangan yang sehat bagi
anggotanya dengan memenuhi kebutuhan-
kebutuhan anggotanya.
2) Fungsi Sosialisasi
Yaitu proses perkembangan dan perubahan yang
dilalui individu melaksanakan sosialisasi
dimana anggota keluarga belajar disiplin,
norma budaya prilaku melalui interaksi dalam
32
keluarga selanjutnya individu mampu berperan
dalam masyarakat.
3) Fungsi reproduksi
Yaitu fungsi untuk meneruskan kelangsungan
keturunan menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi Ekonomi
Yaitu fungsi memenuhi kebutuhan keluarga
seperti : makan, pakaian, perumahan dan lain-
lain.
5) Fungsi Perawatan Keluarga
Yaitu keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan asuhan kesehatan/perawatan,
kemampuan keluarga melakukan asuhan
keperawatan atau pemeliharaan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan keluarga dan
individu.
Selain fungsi diatas ada beberapa fungsi
keluarga yang lain menurut Effendy (1998, dalam
Setiadi, 2008), yang dapat dijalankan keluarga
yaitu sebagai berikut :
33
2) Fungsi biologis
a) Untuk meneruskan keturunan
b) Memelihara dan membesarkan anak
c) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
d) Memelihara dan merawat anggota keluarga
3) Fungsi Psikologi
a) Memberikan kasih sayang dan rasa aman
b) Memberikan perhatian diantara anggota
keluarga
c) Membina pendewasaan kepribadian anggota
keluarga
d) Memberikan identitas keluarga
4) Fungsi Sosiologi
a) Membina sosialisasi pada anak
b) Membantu norma-norma tingkah laku sesuai
dengan tingkat perkembangan anak.
c) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
5) Fungsi Ekonomi
a) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
34
b) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan lingkungan.
c) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
keluarga dimana yang akan datang,
misalnya : pendidikan anak-anak, jaminan
hari tua dan sebagainya.
6) Fungsi Pendidikan
a) Menyekolahkan anak untuk memberikan
pengetahuan, keterampilan dan membentuk
perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat
yang dimilikinya.
b) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa
yang akan datang dalam memenuhi perannya
sebagai orang dewasa.
c) Mendidik anak sesuai dengan tingkat
perkembangan
c. Tipe Keluarga
1) Tipe-tipe keluarga secara umum dikemukakan
untuk mempermudah tentang pemahaman keluarga.
35
Adapun tipe-tipe keluarga menurut Suprajitno
(2004) antara lain:
a) Keluarga inti (konjungal)
Yaitu keluarga yang menikah sebagai
orangtua atau pemberian nafkah, keluarga
ini terdiri dari suami, istri dan anak
mereka anak kandung, anak adopsi atau
keduanya.
b) Keluarga orentasi (keluarga asal)
Yaitu untuk keluarga yang didalamnya
seseorang dilahirkan.
c) Keluarga besar
Yaitu keluarga inti dan orang-orang yang
berhubungan (oleh darah), yang paling
lazim menjadi anggota keluarga orientasi
yaitu salah satu teman keluarga ini.
Berikut ini termasuk sanak keluarga: kakek,
nenek, tante, paman dan sepupu.
d.Tipe/Bentuk Keluarga
36
Ada enam tipe atau bentuk keluarga menurutEffendy (1998)
a) Keluarga inti (Nuclear Family)
Adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibudan anak-anak.
b) Keluarga besar (Exstende Family)
Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak
saudara misalnya, nenek, kakek, keponakan,
saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c) Keluarga berantai (Serial family)
Adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan
pria yang menikah lebih dari satu kali dan
merupakan satu keluarga inti.
d) Keluarga duda/janda (single family)
Adalah keluarga yang terjadi karena
perceraian atau kematian.
e) Keluarga berkomposisi (composite)
Adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama.
f) Keluarga kabitas (cababitation)
37
Adalah dua orang menjadi satu tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
e. Tingkat Perkembangan Keluarga
Seperti individu yang mengalami tahap
pertumbuhan dan perkembangan yang berturut-
turut keluarga sebagai sebuah unit juga
mengalami tahap-tahap perkembangan yang
berturut-turut.
Adapun delapan tahap siklus kehidupan
keluarga menurut Friedman (1998) antara lain:
1) Tahap I : keluarga pemula (juga menunjuk
pasangan menikah atau tahap pernikahan)
Tugasnya adalah :
a) Membangun perkawinan yang saling
memuaskan
b) Menghubungkan jaringan persaudaraan
secara harmonis
c) Keluarga berencana (keputusan tentang
kedudukan sebagai orang tua).
38
2) Tahap II : keluarga yang sedang mengasuh
anak (anak tertua adalah bayi sampai umur
30 tahun)
Tugasnya adalah :
a) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah
unit yang mantap
b) Rekonsiliasi tugas untuk perkembangan
yang bertentangan dan kebutuhan anggota
keluarga
c) Mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan
d) Memperluas persahabatan dengan keluarga
besar dengan menambahkan peran-peran
orang tua dan kakek dan nenek.
3) Tahap III : keluarga dengan anak usia
prasekolah (anak tertua berumur 2 hingga 6
bulan)
Tugasnya adalah :
39
a) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga
seperti : rumah, ruang bermain, privasi,
keamanan.
b) Mensosialisasikan anak.
c) Mengintegrasikan anak yang sementara
tetap memenuhi kebutuhan anak-anak yang
lain.
d) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam
(hubungan perkawinan dan hubungan orang
tua dan anak) dan diluar keluarga
(keluarga besar dan komunitas).
4) Tahap IV : keluarga dengan anak usia
sekolah (anak tertua berumur hingga 13
tahun)
Tugasnya adalah :
a) Mensosialisasikan anak-anak termasuk
meningkatkan prestasi sekolah dan
mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya yang sehat.
40
b) Mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan.
c) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik
anggota keluarga.
5) Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak
tertua berumur 13 hingga 20 tahun)
Tugasnya :
a) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung
jawab ketika remaja menjadi dewasa dan
semakin mandiri.
b) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.
c) Berkomunikasi secara terbuka antara orang
tua dan anak-anak.
6) Tahap VI : keluarga yang melepaskan anak
usia dewasa muda (mencakup anak pertama
sampai terakhir yang meninggalkan rumah)
Tugasnya :
a) Memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru yang
didapatkan melalui perkawinan anak-anak.
41
b) Melanjutkan untuk memperbaharui dan
menyesuaikan kembali hubungan perkawinan.
c) Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-
sakitan dan suami maupun istri.
7) Tahap VII : Orang tua usia pertengahan
(tanpa jabatan, pensiunan)
Tugasnya :
a) Menyelidiki lingkungan yang meningkatkan
kesehatan
b) Mempertahankan hubungan-hubungan yang
memuaskan dan penuh arti dengan para
orang tua, lansia dan anak-anak.
8) Tahap VIII : keluarga dalam masa pensiunan
dan lansia
Tugasnya :
a) Mempertahankan pengaturan hidup yang
memuaskan
b) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang
menurun
c) Mempertahankan hubungan perkawinan
42
d) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan
pasangan
e) Mempertahankan ikatan keluarga antara
generasi
f) Meneruskan untuk memahami eksistensi
mereka
Lima Tugas Keluarga dan Bidang Kesehatan
Seperti dengan fungsi pemeliharaan
kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang
kesehatan menurut Suprajitno (2004) yang
perlu dipahami dan dilakukan meliputi :
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang
tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan
segala sesuatu tidak akan berarti, orang tua
perlu mengenal kesehatan.
2) Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
yang utama untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
43
pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga.
3) Merawat keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan.
Perawatan dapat dilakukan di institusi
pelayanan kesehatan atau di rumah apabila
keluarga telah memiliki kemampuan melakukan
tindakan untuk pertolongan pertama.
4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk
menjamin kesehatan keluarga.
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
disekitarnya bagi keluarga.
4. Tinjauan Tentang Pendidikan kesehatan
Promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan
masyarakat mempunyai dua pengertian. Pengertian
promosi kesehatan yang pertama adalah sebagai
bagian dari tingkat pencegahan penyakit
(Notoadmodjo, 2010).
44
Bergesernya pendidikan kesehatan menjadi
promosi kesehatan, tidak terlepas dari sejarah
praktik pendidikan kesehatan di dalam kesehatan
masyarakat di Indonesia, maupun secara praktik
kesehatan masyarakat secara global. Menurut para
ahli kesehatan dunia terungkap memang benar bahwa
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan sudah
tinggi, tetapi praktik mereka masih rendah. Oleh
sebab itu, agar pendidikan kesehatan tidak
terkesan negative maka para ahli merevitalisasi
pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan
(Notoadmodjo, 2010).
Promosi kesehatan adalah suatu program
perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh,
dalam konteks masyarakatnya. Bukan hanya perubahan
perilaku tetapi juga lingkungannya. Perubahan
perilaku tetapi tidak di dukung dengan
lingkungannya sama saja dengan tidak efektif
(Notoadmodjo, 2010).
45
Pendidikan kesehatan sebagai bagian atau cabang
ilmu kesehatan, juga mempunyai dua sisi, yakni
sisi ilmu dan seni, dari sisi seni yakni praktisi
dan aplikasi. Pendidikan kesehatan merupakan
penunjang bagi program- program kesehatan lain
artinya setiap program kesehatan misalnya
pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat,
sanitasi lingkungan, kesehatan ibu dan anak,
program pelayanan kesehatan (di Indonesia sering
disebut penyuluhan keseahtan). Hal ini penting
karena masing-masing program kesehatan tersebut
mempunyai efek prilaku masyarakat yang perlu
dikondisikan dengan pendidikan kesehatan
(Notoatmodjo, 2010)
Pengalaman bertahun-tahun pelaksanaan
pendidikan di negara maju maupun di negara
berkembang mengalami berbagai hambatan dalam
rangka pencapaian, tujuanya yaitu mewujudkan
perilaku hidup sehat bagi masyarakatnya. Hambatan
yang paling besar dirasakan adalah faktor
46
pendukungnya (enabling factor), dari penelitian -
penelitian yang ada terungkap meskipun kesadaran
dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang
kesehatan namun praktek tentang kesehatan atau
prilaku hidup sehat masih sangat rendah.
Hasil pengkajian oleh Word Health Organization
(WHO) terutama di Negara-negara berkembang
ternyata faktor pendukung atau sarana dan
prasarana tidak mendukung masyarakat untuk
berprilaku hidup sehat, misalnya: meskipun
kesadaran dan pengetahuan orang atau masyarakat
tentang kesehatan (misalnya sanitasi lingkungan,
gizi, imunisasi, pelayanan kesehatan dan
sebagainya) sudah tinggi, tetapi apabila tidak di
dukung oleh fasilitas yaitu ketersediaan jamban
sehat, air bersih, makanan yang bergizi, fasilitas
imunisasi, pelayanan kesehatan dan sebagainya,
maka mereka sulit untuk mewujudkan prilaku
tersebut. (Notoatmodjo,2003)
47
WHO pada awal 1980-an menyimpulkan bahwa
pendidikan kesehatan tidak mampu mencapai
tujuanya, apabila hanya menfokuskan pada upaya –
upaya perubahan prilaku saja. Pendidikan kesehatan
harus mencakup pula upaya perubahan lingkungan
(fisik dan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
sebagainya) sebagai wujud penunjang atau pendukung
perubahan prilaku tersebut.
Sebagai perwujudan dari perubahan konsep
pendidikan kesehatan ini secara oraganisasi
struktural, maka pada tahun1984, divisi promosi
dan pendidikan (Health Education) di dalam WHO diubah
menjadi divisi promosi dan pendidikan kesehatan
(Division on health promotion and education). Sekitar 16
tahun kemudian yakni awal tahun 2000 Departemen
kesehatan RI baru dapat menyesuaikan konsep WHO
ini dengan mengubah pusat penyuluhan kesehatan
masyarakat (PKM) menjadi di rektorat promosi
kesehatan dan sekarang menjadi pusat promosi
kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
48
a. Visi pendidikan kesehatan
Pendidikan atau promosi kesehatan harus
memepunyai visi yang jelas yang dimaksud dengan
“visi” dalam konteks ini adalah apa yang
diinginkan oleh pendidikan atau promosi
keseahtan sebgai penunjang program – program
kesehatan yang lain, visi umum dari pendidikan
kesehatan tidak lepas dari undang – undang
kesehatan no 23/1992 maupun, Word Helath
Organization (WHO) yakni : meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan baik fisik, mental, dan
sosialnya sehingga produktif secara ekonomi dan
sosial. Pendidikan kesehatan disemua program
kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular,
sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan
kesehatan maupun program kesehatan lainya
bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan, baik kesehatan individu,
kelompok maupun masyarakat (Notoatmodjo 2010).
49
b. Misi pendidikan kesehatan
Misi pendidikan kesehatan adalah upaya yang
harus dilakukan untuk mencapai visi tersebut,
misi pendidikan atau promosi kesehatan secara
umum dapat dirumuskan 3 butir :
1) Advokat (advocate)
2) Menjembatani (mediate)
3) Memampukan (enable) (Notoadmojo, 2010)
Yang dimaksud dengan memapukan adalah memberi
kemampuan atau keterampilan kepada masyarakat
agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan
sendiri secara mandiri, hal ini berarti
masyarakat diberi kemampuan – kemampuan atau
keterampilan agar mandiri dibidang kesehatan,
termasuk memelihara dan meningkatkan
keterampilan seperti bertani, beternak, bertanam
obat – obatan tradisioanl, koperasi, dan
sebagainya dalam rangka meningkatkan pendapatan
50
keluarga (income generation). Selanjutnya dengan
ekonomi keluarga yang meningkat maka kemampuan
dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
juga meningkat ( Notoatdmojo 2003).
B. KERANGKA KONSEP
Variabel Independen Variabel Dependen
C. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional dari variabel yang diteliti dilihat pada tabel berikut :
Mandiri
PendidikanKesehatan
Pasien TBparu
(programTidakmandiri
51
Tabel 2.1 Defenisi oprasional dan kriteria objektif
NoVariablepeneliti
an
Defenisioperasional
KriteriaObjektif Skala
,1 Pendidik
an
kesehata
n
Suatu tindakan
atau program
untuk
meningkatkan
kemampuan serta
pengetahuan
keluaraga dalam
merawat pasien
TB paru.
1. Ya :
Keluarga
diberikan
pendidikan
kesehatan.
2. Tidak :
Keluarga
tidak
diberikan
pendidikan
kesehatan.
Nominal
2. Pasien
TB Paru
(Program
DOTS)
Seseorang yang
dalam proses
pengobatan TB
paru dengan
program DOTS.
1. TB paru
program
DOTS :
Penderita
TB paru
yang
mengikuti
pengobata
n 6
bulan.
2. TB paru
Nominal
52
Non
Program
DOTS :
Pasien TB
paru yang
tidak
mengikuti
pengobata
n 6
bulan.3. Kemandir
ian
keluarga
Kemampuan
keluarga
merawat pasien
TB Paru
setelah
diberikan
pendidikan
kesehatan.
1.
Mandiri :
jika
keluarga
mampu
merawat
pasien TB
paru.
2. Tidak
mandiri :
jika
keluarga
tidak
mampu
merawat
pasien TB
Nominal