ADAPTIVE - Kebijakan Pemerintah tentang Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia

10
1 BAB I. PEMBUKAAN A. Latar Belakang Di Eropa, secara khusus pertama didirikan kira-kira sudah 200 (dua ratus) tahun yang lalu, namun baru pada abad ke-20 terjadi perhatian yang serius dengan diakuinya hak-hak sipil para penyandang cacat, termasuk diberlakukannya perundang-undangan yang mewajibkan pendidikan untuk semua (Befring,2001). Sejak tahun 1970-an, di Eropa perubahan radikal telah terjadi di bidang pendidikan luar biasa. Layanan PLB diperluas mencakup tidak hanya sekolah khusus tetapi juga di semua sekolah umum, anak usia pra- sekolah, remaja, sekolah menengah dan orang dewasa yang berkebutuhan pendidikan khusus (Befring dan Tangen, 2001). Meskipun pendidikan anak berkebutuhan khusus telah cukup lama digunakan dalam melayani anak berkebutuhan khusus, namun baru pada abad 20 dipelajari sebagai disiplin ilmu yang mandiri. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. Misalnya pada anak berkebutuhan khusus Tunagrahita. Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih dititik-beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi. Selama ini cara pandang terhadap anak berkebutuhan khusus masih negatif maka pemenuhan haknya pun dipastikan tidak sama dengan masyarakat lainnya. Persamaan hak sebenarnya telah diatur dengan berbagai perangkat perundangan formal, tetapi permasalahannya tidak adanya sanksi yang jelas terhadap pelanggaran peraturan yang ada, sehingga masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang belum memperoleh haknya.

Transcript of ADAPTIVE - Kebijakan Pemerintah tentang Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia

1

BAB I. PEMBUKAAN

A. Latar Belakang

Di Eropa, secara khusus pertama didirikan kira-kira sudah 200 (dua

ratus) tahun yang lalu, namun baru pada abad ke-20 terjadi perhatian yang

serius dengan diakuinya hak-hak sipil para penyandang cacat, termasuk

diberlakukannya perundang-undangan yang mewajibkan pendidikan untuk

semua (Befring,2001). Sejak tahun 1970-an, di Eropa perubahan radikal telah

terjadi di bidang pendidikan luar biasa. Layanan PLB diperluas mencakup tidak

hanya sekolah khusus tetapi juga di semua sekolah umum, anak usia pra-

sekolah, remaja, sekolah menengah dan orang dewasa yang berkebutuhan

pendidikan khusus (Befring dan Tangen, 2001). Meskipun pendidikan anak

berkebutuhan khusus telah cukup lama digunakan dalam melayani anak

berkebutuhan khusus, namun baru pada abad 20 dipelajari sebagai disiplin

ilmu yang mandiri.

Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa

(SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. Misalnya pada anak

berkebutuhan khusus Tunagrahita. Tunagrahita adalah individu yang memiliki

intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan

ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa

perkembangan.

Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih dititik-beratkan pada

kemampuan bina diri dan sosialisasi. Selama ini cara pandang terhadap anak

berkebutuhan khusus masih negatif maka pemenuhan haknya pun dipastikan

tidak sama dengan masyarakat lainnya. Persamaan hak sebenarnya telah

diatur dengan berbagai perangkat perundangan formal, tetapi

permasalahannya tidak adanya sanksi yang jelas terhadap pelanggaran

peraturan yang ada, sehingga masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus

yang belum memperoleh haknya.

2

Seperti banyak kasus yang terjadi di Indonesia bahwa anak yang

memiliki kekurangan ini seringkali diabaikan. Terkadang juga dikucilkan oleh

lembaga yang dinaunginya. Misalnya sekolah, berangkat dari fisiknya yang

tidak sempurna maka teman-teman sekelas mengejek dan tidak mau

bergabung bermain bersamanya. Mereka berasumsi bahwa jika anak tersebut

bergabung, yang ada hanyalah permainan tidak seru dan tidak mengasyikkan.

Pelanggaran hak anak-anak dengan kecacatan ini sungguh disayangkan

mengingat mereka adalah manusia yang juga sama haknya dengan manusia

normal lainnya. Perlindungan bagi mereka diperlukan karena masih banyaknya

diskriminasi dan rendahnya ketersediaan aksesibilitas bagi anak berkebutuhan

khusus. Pentingnya pelayanan pada anak berkebutuhan khusus hendaknya

para pemerintah mampu memberikan layanan secara khusus pada anak-anak

yang membutuhkan sehingga anak-anak tersebut tidak kehilangan hak-

haknya.

B. Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui bagaimana sepak terjang pemerintah untuk

memperhatikan mereka yang berkelainan atau memiliki kecacatan.

2. Menjadikan bahan rujukan kita bersama untuk lebih mengayomi

mereka yang berkebutuhan khusus.

3

BAB II. PEMBAHASAN

Kasus tentang ABK

Aktivis Koalisi Peduli Pendidikan Kota Malang menuntut Pemerintah Kota Malang

memberikan perhatian khusus terhadap siswa berkebutuhan khusus. Sebab, selama ini

mereka masih diperlakukan secara diskriminatif oleh penyelengara lembaga pendidikan.

"Sebagian lembaga pendidikan tak peduli dan mengabaikan hak mereka," kata juru

bicara koalisi, Hari Kurniawan, Senin, 23 April 2012.

Koalisi terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya perwakilan Malang, Malang

Corruption Watch (MWC), Aliansi Masyarakat Miskin Malang, The Semar Institute, PP

Otoda, Forum Masyarakat Peduli Pendidikan, Walhi Jawa Timur, Instrans Institute.

Sejumlah akademisi dan kelompok mahasiswa juga turut serta.

Menurut Hari, sejak tiga tahun terakhir terjadi lima masalah pendidikan yang terjadi

berulang-ulang dan tidak terselesaikan dengan baik. Selain pendidikan inklusi untuk

anak berkebutuhan khusus, juga masalah biaya pendidikan, pelayanan pendidikan,

mekanisme keluhan dan partisipasi masyarakat. "Setiap warga negara berhak atas

perlindungan dan pendidikan sesuai Undang-Undang Hak Asasi Manusia," ujarnya.

Karena itu, koalisi menuntut Pemerintah Kota Malang dan Dewan Perwakilan Rakyat

Kota Malang merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2009 tentang

pendidikan. Perda tersebut dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah pendidikan

yang dialami warga Malang.

Hari juga menjelaskan di Malang hingga saat ini terdapat sebanyak 60 lembaga

pendidikan inklusi. Namun, tak ada layanan khusus bagi anak berkebutuhan khusus.

Lembaga pendidikan tersebut hanya bersedia menerima dan mendidik siswa dengan

kondisi fisik normal. Padahal, siswa berkebutuhan khusus juga berhak mendapatkan

pendidikan yang layak dan bermutu.

4

"Revisi terhadap perda tersebut untuk memberikan jaminan bagi siswa berkebutuhan

khusus untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang layak," ucap Hari. Sebab,

selama perda tak direvisi, maka para siswa berkebutuhan khusus, seperti tuna rungu dan

tuna grahita tak bisa sekolah.

Koalisi, kata Hari, menuntut DPRD segera mengajukan rancangan revisi Perda

Pendidikan tersebut. Jika DPRD tak sanggup, koalisi siap menyusun rancangan sesuai

dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.

Anggota Komisi Kesejahteraan DPRD Kota Malang, Sutiaji, berjanji akan mempelajari

protes yang dilancarkan koalisi. Menurut Sutiaji, selama ini bersama anggota DPRD

lainnya selalu mengawasi kinerja Dinas Pendidikan, termasuk soal pendidikan inklusi

bagi siswa berjebutuhan khusus. "Mereka juga berhak mendapat fasilitas dan perlakuan

yang sama dan adil," kata Sutiaji.

Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2012/04/23/079399113/Anak-

Kebutuhan-Khusus-Masih-Alami-Diskriminasi

5

KEBIJAKAN PEMERINTAH

1. UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat disebutkan bahwa

“setiap penyandang cacat mempunyai hak yang sama dalam segala aspek

kehidupan dan penghidupan”.

Penjelasan :

Tentunya aspek-aspek tersebut mencakup pula aspek pendidikan yang

menjadi kebutuhan semua orang. Menjadikan bahan rujukan kita bersama

untuk lebih mengayomi mereka yang berkebutuhan khusus. ABK juga

manusia sama seperti yang lainnya dan mereka mempunyai hak yang sama

juga untuk memperoleh pendidikan yang layak.

2. Kemudian terdapat penjelasan tentang pendidikan khusus ini disebutkan

pada pasal 32 ayat 1, pendidikan merupakan pendidikan bagi peserta didik

yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran

karena kelaianan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi

kecerdasan.

Penjelasan :

Disini jelas sekali disinggung mengenai mereka

yang mendapat pendidikan adalah yang

memiliki kesukaran dalam pembelajaran.

Berarti ABK harus disajikan materi

pembelajaran yang eksklusif juga karena

memiliki keterbatasan. Bukannya malah

dikucilkan bahkan dikeluarkan dari sekolah karena dianggap menjelekkan

citra sekolah.

3. Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta

Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau

Bakat Istimewa:

· Pasal 3 (1): Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan

dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendididkan secara inklusif

6

pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuannya.

· Pasal 4: Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu)

sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap

kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk

menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta

didik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 (1).

· Pasal 6 (1): Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya

pendidikan inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

· Pasal 6 (2): Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber

daya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.

· Pasal 6 (3): Pemerintah dan Pemerintah Provinsi membantu

tersedianya sumber daya pendidikan inklusif.

Penjelasan :

Tidak ada kata membanding-bandingkan pada penjelasan Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional di atas. Maka kenyataan di lapangan pun

seyogyanya menyamai pada pedoman tersebut. Namun ternyata minim

sekali terdapat daerah yang memperhatikan keadaan ABK. Sedikit yang

mau mengakui dan menampung mereka untuk dimintai haknya, yaitu

pendidikan. Tetapi pada daerah yang telah memperhatikan ABK, mereka

benar-benar serius untuk menampung hak dari anak-anak berkekurangan

tersebut. Seperti di Bandung, sebagai berikut :

BANDUNG,KOMPAS.com - Setelah berhasil membuat 300 sekolah inklusi

pada tahun ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersiap menambah 600

sekolah lagi pada tahun depan. Sekolah inklusi ini dikembangkan dalam

rangka untuk memenuhi hak pendidikan kaum disabilitas (penyandang cacat).

"Di Jabar kini ada 33 Sekolah Luar Biasa (SLB) negeri, dan 300 SLB swasta,

tapi ini masih kurang menampung. Karena itu tahun ini kita membuat 300

sekolah inklusi, sekolah biasa tapi menerima kaum difabel atau penyandang

cacat. Target kami tahun depan bisa ada 600 sekolah inklusi," ujar gubernur

Jabar Ahmad Heryawan usai memperingati Hari Disabilitas Internasional di

Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung Rabu (12/12/2012).

7

Pembuatan sekolah inklusi ini bukan hanya untuk meningkatkan penyebaran

sekolah yang bisa menampung kaum disabilitas, tapi juga sangat baik bagi

perkembangan psikologis anak.

Secara psikologis dampaknya sangat baik. Sebab anak-anak disabilitas bisa

bergaul dengan anak-anak normal (di sekolah), sehingga dia tidak merasa

rendah diri. Sedangkan untuk anak-anak normal juga bisa melihat kenyataan

bahwa ada saudaranya yang tidak normal, dia akan sangat menghormati.

Dari sisi anggaran, sekolah inklusi ini dibiyayai kerja sama dengan

kabupaten/kota setempat. Biaya sekolah inklusi itu ada bantuan dari pemprov,

kalau untuk sekolah normalnya itu oleh pemerintah kabupaten/kota.

Dalam kesempatan itu, Pemprov Jabar juga memberikan beberapa

penghargaan kepada masyarakat dan lembaga yang dinilai peduli terhadap

kaum disabilitas. Penghargaan di antaranya diberikan kepada Prof Winarto

Restu Jayaningrat sebagai pribadi yang peduli dan aktif sebagai ketua umum

Yayasan Amallilah.

Penghargaan juga diberikan kepada Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda

sebagai pribadi yang aktif dan peduli dalam memberikan bantuan untuk siswa

dan mahasiswa tunanetra.

Penghargaan perorangan berikutnya diberikan kepada Sri Hadi Winarningsih

sebagai pelopor sekolah inklusif di Jabar. Sedangkan untuk kategori

perusahaan, penghargaan diberikan kepada PT Omron Manufacturing of

Indonesia dan PT Maspion Kencana sebagai perusahaan yang aktif dan peduli

dalam mempekerjakan karyawan penyandang disabilitas.

8

LANGKAH ANTISIPATIF

Banyak persoalan di sekitar layanan bagi anak berkebutuhan khusus

untuk dapat mengakses pendidikan. Dan tentu saja, persoalan tersebut tidak

dapat terselesaikan dalam waktu singkat, namun harus dilakukan dengan

tahapan yang sistematis. Meskipun bukan sebuah solusi yang cepat, tetapi

beberapa langkah berikut dapat membantu anak dengan kebutuhan khusus

untuk lebih cepat mengakses layanan pendidikan:

1. Membuat regulasi UU yang terkait dengan penyediaan layanan bagi anak-

anak berkebutuhan khusus,

2. Menganggarkan dana khusus dari APBN ataupun APBD untuk pendidikan

anak berkebutuhan khusus,

3. Memberikan dukungan dan sarana layanan secara lebih luas berbagai

informasi untuk para penyandang cacat misalnya untuk penyandang cacat

tuna netra seperti jasa layanan yang lebih diperluas dalam bentuk naskah

berhuruf braile, kaset audio, computer suara, penyediaan jasa layanan

pembacaan, Untuk tuna rungu, dikembangkan komunikasi total yaitu cara

berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa

tubuh pada lembaga-lembaga pendidikannya,

4. Penyediaan sarana umum pendidikan yang dapat diakses secara mandiri

oleh anak berkubutuhan khusus misalnya perpustakaan dan gedung kualiah

5. Mendorong adanya empati bagi para pembuat kebijakan terhadap mereka

yang berkebutuhan khusus.

6. Mendorong peran swasta untuk ikut serta membantu pemberdayaan anak

berkebutuhan khusus, untuk membuat mereka (ABK) semakin mandiri. Jika

pihak swasta memberdayakan anak-anak berkebutuhan khusus, maka ada nilai

plus bagi perusahaan yang bersangkutan. Baik dari sisi humanitarian, atau

berkemanusiaan, maupun dari sisi politis.

9

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan

Anak Berkebutuhan Khusus seharusnya memperoleh pelayanan secara

khusus. Pendidikan anak berkebutuhan khusus hendaknya menjadi satu

kesatuan dengan pendidikan normal lainnya, sehingga tidak akan terjadi isolasi

pada mereka yang menderita kelainan. Untuk itu upaya pemerintah dalam

reformasi pada pendidikan yang ditujukan kepada anak berkebutuhan khusus

adalah amat mendesak agar sumber daya manusia bisa berfungsi secara

maksimal. Jelas sekali bahwa upaya ini perlu adanya dukungan berbagai pihak

yaitu dari pemerintah, masyarakat maupun sekolah sebagai pelaksana

operasional.

Pemerintah berperan untuk mendesain sistem Pendidikan Luar Biasa

yang memungkinkan peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan

mendapatkan peluang kerja. Masyarakat berperan untuk memperlakukan

peserta didik yang memiliki kelainan seperti halnya siswa-siswa lain yang

normal. Sekolah berperan untuk melaksanakan pendidikan secara terintegrasi

antara anak normal dan anak yang menderita kelainan.

Saran

Pentingnya pelayanan pada anak berkebutuhan khusus hendaknya

para pemerintah mampu memberikan layanan secara khusus pada anak-anak

yang membutuhkan sehingga anak-anak tersebut tidak kehilangan hak-

haknya. Melayani dan selalu memperhatikan mereka di setiap jenjang

pendidikan agar ABK mempunyai kemampuan untuk terjun ke lapangan

pekerjaan setelah mereka dewasa.

10

DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Beltasar. 2000. Penjaskes adaptif. Jakarta: Direktorat Jenderal

Pendidikan dan Kebudayaan.

http://totoyulianto.wordpress.com/2012/10/05/pembelajaran-yang-adaptif-

pembelajaran-untuk-semua/

http://ngobrolhukum.blogspot.com/2010/11/diskriminasi-siswa-abk-suatu.html

http://deevashare.blogspot.com/2012/05/prinsip-layanan-pendidikan-bagi-

anak.html

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/23/079399113/Anak-Kebutuhan-

Khusus-Masih-Alami-Diskriminasi

laynrudi.blogspot.com/2012/03/kebijakan-pemerintah-terhadap-layanan.html