0037U0 - Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung

21
SEKOLAH TINGGITEOLOGIAMANAT AGUNG KOMiTMEN SEORANG KRISTEN DALAM PROSES MENJADI MURID KRISTUS YANG SEJATI TESIS Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung UntukMemenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister Divinitas Oleh Nanda Aprilia Hendra 2011312067 0037U0 Jakaita 2016 P^RPUSTAKAAN r- amôNAT AGUNG

Transcript of 0037U0 - Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung

SEKOLAH TINGGITEOLOGIAMANAT AGUNG

KOMiTMEN SEORANG KRISTEN DALAM PROSES MENJADI MURID KRISTUSYANG SEJATI

TESIS

Diajukan KepadaSekolah Tinggi Teologi Amanat AgungUntukMemenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Magister Divinitas

Oleh

Nanda Aprilia Hendra2011312067

0037U0

Jakaita2016

P^RPUSTAKAAN

r- amôNAT AGUNG

SEKOLAH TINGGl TEOLOGl AMANAT AGUNG

JAKARTA

Ketua Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung menyatakan bahwa tesis yang berjudulKOMITMEN SEORANG KRISTEN DALAM PROSES MENJADI MURID KRISTUS YANGSEJATI dinyatakan lulus setelah diuji oleh Tim Dosen Penguji pada tanggal SAgustus 2016.

Dosen Penguji

1. Astri Sinaga, S.S., M.Th.

2. Ir. Armand Barus, Ph.D

3. Irwan Hidajat, S.Th., M.Pd.

Tanda Tangan

Jakarta,•teotoo.

Ketua

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenarnyabahwa tesis yang berjudul KOMITMEN SEORANG KRISTEN DALAM PROSESMENJADI MURID KRISTUS YANG SEJATI, sepenuhnya adalah hasil karya tulis sayasendiri dan bebas dari plagiarisme.

]ika di kemudian hari terbukti bahwa saya melakukan tindakan plagiarisme

dalam penulisan tesis ini, maka saya akan bertanggung jawab dan siap menerimasanksi apapun yang dijatuhkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung.

Jakarjta. 5 Agustus 2016ITERAI]

'968139333

m SU RUPIAM

Apriha Hendra

NIM: 2011312067

ABSTRAK

SEKOLAH TINGGITEOLOGIAMANAT AGUNG

JAKARTA

(A) Nanda Aprilia Hendra [2011312067)

(B) KOMITMEN SEORANG KRISTEN DALAM PROSES MENJADI MURID KRISTUSYANG SEJATI

(C) vii+100 hlm; 2016

(D) Konsentrasi Penggembalaan

(E) Tesis ini membahas tentang komitmen seorang murid Kristus dalam prosespemuridan. Komitmen seorang murid Kristus merupakan sesuatu yangsignifikan di dalam proses pemuridan. Komitmen sebagai sesuatu yangsignifikan tersebut merupakan respons umat atas relasi umat dengan Allah, dimana relasi Itu diinisiasi oleh Allah sendiri. Komitmen juga merupakansesuatu yang harus terekspresi dengan jelas dan memiliki wajah. Ekspresi danwajah komitmen itu sendiri dapat dinyatakan secara berbeda, karena baltersebut dapat dipengaruhf oleh perkembangan abad yang ada. Sekalipunkomitmen diekspresikan secara berbeda-beda, komitmen tetap didasari olehiman dan cinta murid kepada Allah yang mereka dapatkan melalui relasibersama Allah. Ragam komitmen tersebut sesungguhnya melibatkan empatdimensi, yakni pildran, hasrat, tindakan, dan konsistensi, di mana keempatdimensi ini saling terkait satu sama lain. Komitmen juga merupakan sesuatuyang harus terus ditumbuhkan, sehingga di dalam proses pemuridan yangdilakukan oleh gereja, gereja tidak boleh lupa untuk menolong jemaat dalammenumbuhkan komitmen mereka, supaya setiap proses pemuridan tidakhanya menjadi sebuah program atau sesuatu yang mengisi kognisi semata.

(F) Bibliografi 55 (1930-2014)

(G) Astri Sinaga, S.S., M.Th.

DAFTAR ISl

ABSTRAK i

DAFTAR ISl ii

UCAPAN TERIMA KASIH iv

BAB SATU: PENDAHULUAN 1

Latar Belakang Permasalahan 1

Pokok Permasalahan 9

Tujuan Penulisan 10

Pembatasan Penulisan 10

Metodologi Penelitian 11

Sistematika Penulisan 12

BAB DUA: PERSPEKTIF TEOLOGIS TENTANG KOMITMEN 13

Konsep Komitmen dari Perspektif Kovenan di dalam Perjanjian Lama 16

Konsep Komitmen dari Perspektif Penyerahan Diri di dalam Perjanjian Baru 23

Konsep Komitmen dari Perspektif Murid 30

Kesimpulan 41

BAB TIGA: EKSPRESI KOMITMEN DI DALAM PROSES PEMURIDAN 43

Komitmen Seorang Murid Abad Pasca Kenaikan Yesus sampai Abad Modem 44

Konsep Komitmen Seorang Murid dalam Proses Pemuridan Masa Kini 59

Dietrich Bonhoeffer 60

James Dunn 62

Bill Hull 63

MichaeJ Wilidns 65

Kesimpulan 67

BAB EMPAT: ANATOMI KOMITMEN DI DALAM PROSES PEMURIDAN 69

Piklran 72

Hasrat 79

Tindakan 84

Konsistensi 89

Kesimpulan 92

BAB LIMA: KESIMPULAN DAN REFLEKSl 94

BIBLIOGRAFI 97

m

BAB SATU

PENDAHULUAN

Latar Belakang Permasalahan

Setiap orang percaya harus mencapai sebuah pertumbuhan rohani untuk

menjadi seorang pribadi yang dewasa di dalam Kristus. Sama hainya dengan yang

diungkapkan oleh Rasul Paulus dalam Surat Efesus 4:13 "sampai kita semua telah

mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,

kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesual dengan kepenuhan

Kristus." Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Rasul Paulus, maka setiap orang

percaya harus mencapai pertumbuhan rohani yang sesuai dengan kepenuhan

Kristus tersebut

Sebuah pertumbuhan rohani dapat dicapai dengan melakukan beberapa

upaya, antara lain: upaya dari pribadi, upaya dari pihak kedua seperti gereja atau

komunitas, dan juga melalui kuasa Allah itu sendiri. Pertama, pertumbuhan rohani

berdasarkan apa yang dilakukan oleh pribadi. Setiap orang percaya dapat mencapai

sebuah pertumbuhan rohani melalui berbagai disiplin rohani yang dilakukan,

misalnya melalui doa pribadi, belajar Firman Tuhan, puasa, atau melalui berbagai

disiplin rohani lainnya. Ketika setiap orang percaya menjalani berbagai disiplin

rohani tersebut, mereka memiliki keyakinan bahwa mereka akan mencapai sebuah

pertumbuhan rohani.

Gereja atau komunitas orangpercaya pun diyakini dapat menjadi sarana untuk

mencapai sebuah pertumbuhan rohani. Pertama, penulis akan melihat dari sisi

gereja. Setiap orang percaya meyakini bahwa gereja dapat menjadi sarana dalam

tercapainya sebuah pertumbuhan rohani. Beberapa bal dapat dilakukan oleh gereja

untuk menolong setiap orang percaya mencapai sebuah pertumbuhan rohani,

misalnya melalui ibadah atau pembinaan. Kedua, komunitas pun dilansir dapat

menolong setiap orang percaya mencapai sebuah pertumbuhan rohani. Di dalam

komunitas, setiap orang percaya dapat saling membangun dan menguatkan satu

sama lain, dan hal-hal tersebut dipercaya dapat menolong setiap orang percaya

dalam mencapai sebuah pertumbuhan rohani.

Sesungguhnya segala upaya yang dilakukan oleh pribadi, gereja atau

komunitas tidak cukup dalam menolong setiap orang percaya mencapai sebuah

pertumbuhan rohani. Di balik semua upaya yang dilakukan tersebut, sesungguhnya

ada Satu Pribadi yang dapat menolong setiap orang percaya mencapai sebuah

pertumbuhan rohani, yakni Allah itu sendiri. Seperti yangtertulis di dalam 1

Korintus 3:6 "Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi

pertumbuhan." Paulus menyadari melalui suratnya kepada jemaat di Korintus,

bahwa segala sesuatunya kembali kepada Allah yang memberikan pertumbuhan

tersebut Dalam bal ini, penulis menyetujui apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus

bahwa hanya Allah yang dapat menolong setiap orang percaya mencapai sebuah

pertumbuhan rohani.

Setiap orang percaya yang mencapai sebuah pertumbuhan rohani akan

memilild kerinduan akan sebuah relasi yang intim dengan Allah dan kehidupan yang

diubahkan. Dalam relasi setiap orang percaya dengan Allah, mereka dapat

menyatakan berbagai responsnya yang kemudian dimaknai sebagai sebuah

komitmen.

Komitmen tersebut yang akan menjadi sebuah landasan penting di dalam

semua sendi kehidupan kekristenan, misainya dl dalam proses pemuridan.

Pemuridan merupakan sebuah proses untuk setiap orang percaya menjadi murid

yang memiliki kehidupan yang serupa Kristus. Komitmen akan menolong setiap

murid Kristus untuk mencapai hal tersebut, karena komitmen melibatkan

keseluruhan hidup seorang murid. Di dalam sebuah pemuridan, komitmen

dinyatakan dengan bagaimana seorang murid rela untuk melepaskan semuanya. Hal

tersebut dimaksudkan agar mereka dapat menunjukkan sebuah totalitas hidup bagi

Kristus. Seorang murid Kristus yang berkomitmen akan memprioritaskan Kristus

lebih dari apapun dan memiliki sebuah kerelaan untuk memikul salib-Nya, misainya

dengan mereka rela menderita bahkan mati bagi Kristus. Komitmen yang dimiliki

oleh setiap murid Kristus akan terlihat di dalam pekerjaan, hubungan, keuangan,

dan di dalam setiap aspek kehidupan yang lain.^ Tanpa komitmen, maka setiap

orang percaya akan menjadi seorang pengikut Kristus yang hanya sebatas

pemahaman dan pengakuan saja. Dari semua hal ini dapat dilihat bagaimana

komitmen merupakan sesuatu hal yang penting untuk dimiliki setiap murid Kristus,

termasuk di dalam sebuah proses pemuridan.

Dewasa ini, sesungguhnya sebuah proses pemuridan menjadi program yang

banyak digalang oleh gereja, karena pemuridan dianggap sebagai sesuatu yang

1. Kyle Idieman, Not a Fan: Becoming a Completely Committed FoHower of Jésus (Grand Rapids:Zondervan, 2011), 29-40.

penting. Pemuridan sendiri bukan merupakan suatu haJ yang baru, karena

pemuridan merupakan sesuatu yang sudah dilakukan dari zaman sebelumnya,

misalnya oleh para filsuf, rabi Yahudi, bahkan dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri.

Pemuridan merupakan sesuatu proses yang sesungguhnya berangkat dari sebuah

amanat agung Kristus yang terdapat di dalam Matius 28:19-20, yang berbunyi:

"Karena itu pergilah, jadikaniah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalamnama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatuyang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamusenantiasa sampai kepada akhir zaman."

Inilah Amanat Agung Kristus yang menjadi titik berangkat pemuridan yang kembali

dihidupkan di dalam gereja dewasa ini.

Penulis akan memaparkan beberapa pendapat terkait pemuridan. Edmund

Chan yang merupakan salah satu tokoh pemuridan memberikan sebuah defînisi

tentang pemuridan:

Pemuridan merupakan sebuah proses yang membawa orang ke dalam hubunganyang dipulihkan oleh Allah, agar mereka mengalami kedewasaan penuh di dalamKristus hingga akhimya mereka pun boieh melipatgandakan keseluruhan proses inikepada orang lain.^

Edmund Chan berpendapat bahwa sebuah proses pemuridan merupakan sebuah

proses di mana seseorang mengalami kedewasaan dalam Kristus hingga mereka

pun dapat melakukan sebuah pelipatgandaan. Dietrich Bonhoeffer memberikan

pemahaman lain terkait dengan pemuridan, yakni pemuridan merupakan sebuah

ketaatan kepada Kristus karena Dialah objek dari ketaatan itu.3 Terdapat kesamaan

2. Edmund Gian, A Certain Kind (Yang Tertentu): Pemuridan Intensionalyang MengubahDefinisiSukses dalam Pelqyanan (Singapore: Covenant Evangelical Free Church, 2014), 57.

3. Dietrich BoenhoefTer, The CostofDiscipleship (New York: Collier Bocks MacmillanPublishing Company, 1961), 63.

di dalam dua pengertian ini, yakni bagaimana pemuridan membawa seorang

percaya untuk memiliki relasi yang lebih intim dengan Kristus meialui kedewasaan

di dalam Dia dan ketaatan kepada-Nya.

John Koessler dalam bukunya The Art ofFollowingJésus mengataksin bahwa

sesungguhnya pemuridan itu bukan semata-mata terkalt dengan apa yang

dilakukan di dalam proses tersebut, melainkan bagaimana diri setiap orang

diubahkan di dalam proses tersebut ̂ Selain itu, menurut Michael Wilkins,

pemuridan adalah mengikut Yesus dan menjadi sama seperti Dia, setiap orang

menjadi serupa dengan Dia di dalam seluruh aspek hidupnya.® Kedua pengertian ini

memiliki kesamaan bahwa sebuah proses pemuridan membawa setiap orang

percaya kepada sebuah transformasi hidup, di mana pada akhimya setiap orang

percaya memiliki hidup yang serupa dengan Kristus.

Dari beberapa pengertian di atas, maka penulis men)nmpulkan bahwa proses

pemuridan dilakukan untuk sebuah pencapaian tertentu, yaitu setiap murid Kristus

memiliki relasi yang intim dengan-Nya dan mengalami sebuah transformasi hidup.

Semua pencapaian dalam proses pemuridan ini tidak dapat ten'adi secara begitu

saja, komitmen menjadi suatu esensi di dalam proses pemuridan. Komitmen

tersebut yang akan memberikan dorongan dan menggerakkan sebuah proses

pemuridan untuk mencapai semua pencapaian tersebut.

Matius 4:18-22 menggambarkan bagaimana komitmen merupakan sesuatu

yang esensi di dalam sebuah proses pemuridan. Di dalam perikop ini mengisahkan

4. John Koessler, True Discipkship: The Art ofFoUowing Jésus (Chicago: Moody Publishers,2003), 12.

5. Michael J. Wilkins, Fottowing the Master: Discipleship in the Steps of Jésus (Grand Rapids:Zondervan PublishingHouse, 1992), 292.

tentang panggilan terhadap Simon Petrus, Andréas, Yakobus dan Vohanes anak

Zebedeus. Perikop ini menceritakan bagaimana Petrus dan Andréas meninggalkan

jalanya lalu mengikut Yesus, kemudian Yohanes dan Yakobus anak Zebedeus pun

meninggalkan perahu serta ayahnya. Kisah Petrus, Andréas, Yohanes dan Yakobus

menunjukkan bahwa komitmen mereka dinyatakan melalui ketaatan. Penulis akan

menunjukkan bagaimana ketaatan mereka merupakan suatu hal yang penting di

dalam sebuah proses pemuridan. Sama halnya yang diungkapkan oleh Dietrich

Bonhoeifer, ketaatan merupakan salah satu wujud nyata di dalam sebuah proses

pemuridan.6

Ketaatan Petrus, Andréas, Yohanes, dan Yakobus dengan meninggalkan

segalanya untuk mengikut Yesus dianggap sebagai sesuatu yang penting, karena

ketaatan seperti itu dapat memberikan dorongan kepada setiap murid Kristus untuk

melakukan pekerjaan misi Kristus di dunia ini. Howard Belben pun mengungkapkan

hal yang serupa bahwa "Yesus membiarkan setiap murid untuk menentukan sendiri

sikap kesungguhan dalam mengikut Kristus, oleh sebab, hal ini penting untuk

melakukan misi Kristus di dunia ini."^ Komitmen seorang murid Kristus

memberikan dorongan agar seorang murid Kristus dapat melakukan pekerjaan misi

Kristus.

Selain di dalam Matins 4:18-22, sebuah pemaparan terkait dengan pentingnya

sebuah komitmen di dalam proses pemuridan pun ditekankan oleh Yesus di dalam

Matins 8:18-22. Di dalam perikop tersebut dikisahkan ada dua karakter tokoh yang

6. Dietrich Boenhoeffer, The Cost of Discipleship, terj. Chr. Kaiser Verlag Munchen dan R.H Fuller(New York; Macmiilaii Publishing Company, 1963), 61-69.

7. Howard Belben, The Mission of Jésus (Colorado Springs: Navpress, 1985), 83.

seakan berusaha menunjukkan komitmen mereka. Karakter yang pertama adalah

ahli Taurat, di ayat 19 dikatakan bahwa "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana

saja Engkau pergi." Sesungguhnya ahli Taurat mengatakan bal tersebut tidak

berdasarkan atas kesungguhan mereka di dalam mengikut Kristus, sehingga Yesus

pun menjawab mereka seperti yang dituliskan di dalam ayat 20 bahwa "Serigala

mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak

mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Ketika Yesus mengetahui bahwa

ahli Taurat tidak sungguh-sungguh dalam menyatakan komitmennya, Yesus pun

memberikan respons atas pernyataan ahli Taurat dengan mengatakan bahwa tanpa

komitmen, mereka tidak akan dapat menjadi seorang murid yang sejati. Yesus ingin

menekankan bahwa menjadi seorang murid bukan merupakan suatu haï yang

mudah, mereka akan mengalami berbagai kesulitan di depannya, oieh sebab itu

dibutuhkan komitmen di dalamnya. Karakter yang kedua dapat dilihat di ayat 21,

dikatakan di dalam ayat tersebut "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan

ayahku," namun Tuhan memberikan respons di ayat 22 dengan mengatakan

"Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati

mereka." Dalam hal ini, Yesus menekankan bahwa salah satu bentuk komitmen

adalah dengan mereka menempatkan Yesus sebagai prioritas, sehingga mereka

seharusnya berani melepaskan segala tanggung jawab dalam keluarga. Dari semua

hal ini terlihat bagaimana sesungguhnya komitmen merupakan sebuah hal yang

penting untuk dimiliki oleh setiap murid Kristus.

Berdasarkan semua yang telah dipaparkan di atas, komitmen adalah sebuah

esensi di dalam sebuah proses pemuridan untuk mencapai setiap tujuan dari

pemuridan tersebut, dan komitmen memberikan dorongan bahkan menggerakkan

dalam tercapainya tujuan tersebut. Pada faktanya, dewasa ini gereja seringkali

hanya berfokus kepada upaya-upaya yang termanifestasi ke dalam berbagai

program-program gereja untuk mencapai tujuan dari pemuridan tersebut. Hal

tersebut terjadi, karena pemuridan seringkali dianggap tidak dapat terjadi secara

begitu saja, semua itu harus dibangun, difasilitasi. Secara ringkas, pemuridan perlu

dilakukan secara intensional.

Di dalam upayanya mencapai tujuan pemuridan yang bersifat intensional

tersebut, gereja seringkali mewujudkannya melalui kelompok tumbuh bersama,

khotbah, seminar, atau berbagai upaya lainnya. Gereja mengabaikan bahwa

komitmen pun dibutuhkan di dalam setiap proses pemuridan yang dilakukan secara

intensional tersebut. Sesungguhnya tanpa adanya komitmen, segala upaya yang

dilakukan oleh gereja hanya menjadi sebuah siklus yangberputar begitu saja. Segala

upaya tersebut menjadi seperti sebuah program gereja yang bergulir tanpa makna.

Dari semua hal ini terlihat bahwa komitmen menjadi suatu hal yang tidak

dapat diabaikan. Gereja harus kembali memikirkan bahwa ini adalah sesuatu yang

penting. Gereja perlu menekankan terkait pentingnya komitmen kepada setiap

jemaat, agar setiap jemaat pun kembali menyadari hal tersebut. Hal itu disebabkan

oleh sebuah proses pemuridan yang dilakukan secara intensional membutuhkan

komitmen di dalamnya, bahkan seharusnya komitmen pun harus ditumbuhkan

selama proses pemuridan yang intensional. Komitmen seorang murid harus

senantiasa ada, karena komitmen yang akan memberikan energi dan menggerakkan

setiap orang percaya untuk terus menghidupi hidupnya sebagai seorang murid

Kristus. Berangkat dari semua permasalahan terkait kurangnya tingkat kesadaran

gereja bahkan individu terhadap pentingnya sebuah komitmen, maka tesis ini pun

dituliskan.

Pokok Permasalahan

1. Banyak orang Kristen mengabaikan kehidupan rohaninya sebagai murid,

padahal sesungguhnya menjadi seorang murid Kristus merupakan sebuah

konsistensi iman dari setiap seorang percaya. Dengan demikian, setiap orang

percaya harus memiliki komitmen sebagai seorang murid Kristus.

2. Komitmen seringkali diartikan sebagai sesuatu yang bersifet abstrak yang

berada di dalam ranah emosi, padahal komitmen adalah sesuatu yang

seharusnya dapat diamati dan dilihat dengan jelas. Apakah ekspresi-ekspresi

komitmen yang dimunculkan dalam diri seseorang yang terlibat di dalam

proses menjadi murid Kristus?

3. Proses menjadi murid Kristus yang dilakukan di tengah-tengah jemaat

seringkali tidak berjalan dengan baik. dikarenakan para rohaniawan,

pemimpin gereja ataupun setiap orang percaya kurang memahami secara jelas

tentang dimensi yang berkaitan dengan komitmen.

10

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan tesis ini:

1. Memaparkan konsep teologis mengenai komitmen dalam relasi orang percaya

dengan Allah untuk memperllhatkan esensi komitmen seorang murid sebagai

sesuatu yang penting di dalam proses menjadi seorang murid.

2. Menjelaskan ekspresi dan dimensi komitmen di dalam diri seorang murid

Kristus.

3. Meninjau kemball mengenai proses pemuridan di dalam gereja masa kini

dengan memperhatikan fungsi komitmen yang bekerja dalam proses tersebut

Pembatasan Penulisan

Dalam penulisan tesis ini, penulis akan membahas mengenai komitmen

seorang murid Kristus sebagai suatu analisa teologis tentang proses pemuridan.

Penulis akan membatasi pembahasan komitmen hanya di dalam kaitannya dengan

proses pemuridan dan bukan sebuah pemahaman komitmen yang bersifat umum

dan luas, sehingga komitmen ini adalah sesuatu yang terkait dengan kehidupan

orang percaya. Pemuridan yang juga dimaksudkan di dalam tesis ini adalah

pemuridan yang bersifat intensional, baikyang dilakukan secara individu atau

komunal. Komitmen yang akan dibahas pun bukan semata sebuah analisa secara

psikologis. namun pembahasan dari bidang keilmuan lain di luar teologi akan

menolong untuk memahami komitmen dari aspek teologis secara lebih mendalam.

12

Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan tesis inl, penulis akan membagi ke dalam lima bah utama.

Bab satu terdiri dari latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, tujuan

penulisan, pembatasan penulisan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

Pada bab dua, penulis akan menjelaskan komitmen dari perspektif teologis, di mana

penulis akan membahasnya dari tiga tema teologis, yakni perspektif kovenan Allah,

perspektif penyerahan diri, dan perspektif murid. Pada bab tiga, penulis akan

memaparkan terkait dengan ekspresi komitmen di dalam suatu proses pemuridan

yang terjadi di sepanjangtradisi gereja di mulai dari pasca Yesus naik ke surga

hingga gereja modem serta bagaimana konsep komitmen di dalam pemuridan masa

kini menurut para ahli pemuridan, di mana pada akhimya komitmen itu dapat

terlihat di dalam empat dimensi dan komitmen merupakan sesuatu yang harus

ditumbuhkan. Pada bab empat, penulis akan memaparkan mengenai anatomi

komitmen, di mana penulis akan menolong gereja untuk menyadari bahwa

komitmen harus senantiasa ditumbuhkan dan gereja dapat menolong jemaat

menumbuhkan komitmen mereka di dalam setiap dimensi komitmen, sekalipun

komitmen terlihat di dalam empat dimensi yang berbeda, namun keempat hal itu

merupakan sebuah kesatuan. Pada bab lima, penulis akan menutupnya dengan

kesimpulan dan refleksi.

BAB LIMA

KESIMPULAN DAN REFLEKSI

Ketika penulis menuliskan tesis ini, penulis hanya berangkat dari sebuah

pemikiran sederhana bahwa komitmen merupakan sesuatu yang penting untuk

dimiliki oleh setiap orang percaya, secara khusus di dalam sebuah proses

pemuridan. Penulis memiliki pemikiran tersebut tanpa mendasarinya dengan

sebuah pemahaman yang luas tentang komitmen, hanya saja penulis seringkali

melihat bahwa hasil dari proses pemuridan seringkali tidak nampak, di mana tidak

ada perubahan yang terlihat di dalam diri orang tersebut

Tesis ini menolong penulis untuk lebih memahami apa itu sebuah komitmen

sebagai sesuatu yang penting di dalam sebuah proses pemuridan. Pemahaman

pertama yang penulis dapatkan adalah bahwa komitmen merupakan sebuah

respons dari orang percaya itu sendiri sebagai murid. Respons tersebut merupakan

sesuatu yang tidak datang begitu saja, relasi antara Allah dengan murid tersebut

yang memampukan mereka untuk berespon. Hal ini pun disebabkan bukan oleh

sebuah relasi yang biasa. Relasi yang ten'adi antara Allah dan umat-Nya merupakan

sebuah relasi yang diinisiasi oleh Allah itu sendiri, di mana Allah yang membuka

diri-Nya dan Allah yang menyatakan diri-Nya. Lewat relasi inilah setiap murid bisa

meresponi dengan sebuah penyerahan diri total yang kemudian dimaknai sebagai

komitmen. Inilah pemahaman pertama yang didapatkan oleh penulis di dalam tesis

ini.

94

95

Penulis pun mendapatkan sebuah pemahaman lain, sebuah pemahaman 3fang

tidak hanya faerhenti dengan memahami bahwa komitmen itu terjadi di dalam

sebuah relasi yang diinisiasi oleh AHah, melainkan komitmen merupakan sesuatu

yang tidak hanya berhenti kepada sebuah perasaan semata, melainkan komitmen

itu merupakan sesuatu yang harus terekspresi dan memiliki wajah. Hal ini

mengingatkan penulis tentang fenomena yang penulis lihat bahwa tidak ada

perubahan di dalam diri orang percaya tersebut di dalam sebuah proses pemuridan,

karena dari hal ini penulis menyadari bahwa komitmen memang merupakan

sesuatu yang harusnya ada wajahnya atau terekspresi dengan jelas. Sekalipun

ekspresi atau wajah komitmen merupakan sesuatu yang harus ada, namun ekspresi

atau wajah itu dapat dinyatakan secara berbeda-beda, karena hal tersebut

dipengaruhi oleh perubahan dari perkembangan abad yang ada, misalnya gaya

hidup asketis bukan lagi merupakan sebuah wajah komitmen bagi orang-orang yang

hidup di zaman modem. Ekspresi atau wajah komitmen yang beragam tersebut

tetap memiliki sebuah dasar atau landasan yang sama yakni bagaimana iman dan

cinta murid kepada Tuhan yang mereka dapat dari sebuah relasi bersama dengan

Dia. Penulis tidak hanya mendapatkan pemahaman bahwa komitmen harus

terekspresi atau ada wajah yang nampak, melainkan sesungguhnya ragam wajah

komitmen tersebut menunjukkan bahwa ada empat dimensi yang teriibat di dalam

diri seorang murid, yakni pikiran, hasrat, tindakan, dan konsistensi.

Pemahaman terakhir yang penulis dapatkan setelah mengetahui bahwa

komitmen terjadi di dalam sebuah relasi yang diinisiasi Allah dan komitmen harus

terekspresi dan memilih wajah adalah komitmen tetap merupakan sesuatu yang

96

harus ditumbuhkan. Penulis sebagai calon Hamba Tuhan menyadari bahwa gereja

tidak boleh hanya menunggu jemaat sebagai murid menyatakan komitmennjra,

melainkan gereja pun harus menumbuhkan komitmen jemaat di tengah program

pemuridan yang banjrak digalang oleh gereja. Fakta yang terjadi adalah gereja

seringkali lupa menumbuhkan komitmen jemaat, sehingga yang terjadi adalah

proses pemuridan 5rang dilakukan oleh gereja seringkali hanya menjadi sesuatu

yang sebatas kognisi dan program semata. Dari semua hal ini, gereja harusnya juga

menyadari bahwa murid yang berkomitmen pun menipakan buah dari proses

pemuridan tersebut; sehingga komitmen merupakan sesuatu yang harus dibangun

selama proses tersebut