UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS...

152
UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS FAMILY CAREGIVER DI YAYASAN ALZHEIMER INDONESIA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) s Oleh: M. DZAKY HADIPUTRA NIM :1113054100053 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M  

Transcript of UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS...

UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN

PSIKOLOGIS FAMILY CAREGIVER DI YAYASAN

ALZHEIMER INDONESIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

s

Oleh:

M. DZAKY HADIPUTRA

NIM :1113054100053

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

 

 

 

 

i

ABSTRAK

Muhammad Dzaky Hadiputra

1113054100053

Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver di Yayasan Alzheimer

Indonesia

Di dalam keluarga, individu yang memiliki anggota keluarganya baik itu pasangan

hidupnya atau orangtuanya yang telah lanjut usia, khususnya lansia penderita

Alzheimer/Demensia membuat individu harus menjalani perannya sebagai family caregiver.

Namun dalam proses pelayanan perawatan kepada lansia demensia, seringkali menyebabkan

penurunan kesejahteraan psikologis yang membuat individu tidak bisa menjalankan

keberfungsian sosialnya. Dalam hal ini Yayasan Alzheimer Indonesia berupaya untuk

meningkatkan kesejahteraan psikologis family caregiver dalam merawat lansia dengan demensia.

Penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu bagaimana upaya meningkatkan kesejahteraan

psikologis family caregiver di Yayasan Alzheimer Indonesia. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan serangkaian wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya Alzheimer Indonesia dalam

meningkatkan kesejahteraan psikologis family caregiver yang merawat lansia dengan demensia.

Pada dasarnya, kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian penuh dari potensi psikologis

seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa

adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi

pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal.

Sedangkan family caregiver lansia penderita demensia adalah pasangan, anak dewasa, kenalan

pasangan atau teman yang memiliki hubungan pribadi dengan lansia demensia, dan memberikan

berbagai bantuan yang tidak dibayar untuk lansia penderita demensia.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa adanya upaya yang dilakukan

Alzheimer Indonesia yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis family caregiver yaitu

menyelenggarakan kegiatan Caregivers Meeting. Dalam kegiatan ini, family caregiver bisa

saling berbagi pengalaman dengan sesama family caregiver lainnya, mendapatkan berbagai

terapi guna mengurangi stress yang dialami selama merawat lansia dengan demensia, dapat

memperdalam pengetahuan dan keterampilannya dengan cara berkonsultasi langsung dengan

para ahli yang beragam di setiap pertemuannya. Dengan adanya interaksi sosial dengan orang

lain terutama dengan sesama family caregiver, tentu akan adanya dukungan sosial yang diterima.

Kemudian dengan adanya terapi dan juga ilmu pengetahuan yang didapat maka hal ini akan

mempengaruhi kesejahteraan psikologis yang mana family caregiver dapat menerima dirinya,

memiliki hubungan positif dengan orang lain, memiliki kemandirian diri, memiliki kemampuan

dalam penguasaan lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidupnya serta mampu

mengembangkan potensi dirinya selama merawat lansia dengan demensia.

Key words : Kesejahteraan Psikologis, Family Caregiver, Lansia Demensia

 

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah

SWT senantiasa memberikan rahmat karunia-Nya dan selalu menuntun ke arah yang lebih baik,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya, sebagai

persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana strata I. Shalawat dan salam tetap tercurah kepada

baginda Nabi besar Muhammad SAW beserta para sahabat dan umatnya. Penulis menyadari

dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak kekurangan yang

terjadi baik dari penulisan maupun materi dalam skripsi. Masukan dan saran yang membangun

sangat penulis harapkan guna penyempurnaan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

dari mulai proses persiapan, penyusunan sampai dengan skripsi ini selesai. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak Suparto, M. Ed,

Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Ibu Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil

Dekan Bidang Administrasi Umum. Dan juga Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil

Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial.

terimakasih atas bimbingannya dan nasehatnya. Juga kepada Ibu Hj. Nunung Khairiyah

selaku sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku dosen pembimbing yang telah membantu

mengarahkan, membimbing, memotivasi dan telah bersedia meluangkan waktunya

sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.

 

iii

4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah

Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

banyak memberikan ilmunya kepada peneliti.

5. Yayasan Alzheimer Indonesia yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

Peneliti berharap semoga Yayasan Alzheimer Indonesia semakin berkembang

mengkampanyekan isu penyakit Alzheimer/Demensia di seluruh Indonesia.

6. Ibu dr. Tara Puspitarini Sani selaku Wakil Ketua Yayasan Alzheimer Indonesia Bidang

Riset dan Ibu Tuty Sunardi selaku Komite Sosial yang telah membimbing dan

memberikan arahan kepada peneliti selama penelitian di Yayasan Alzheimer Indonesia.

7. Kepada para informan yang telah bersedia meluangkan waktunya kepada peneliti,

terimakasih telah berbagi cerita dan pengalaman Bapak Ibu sehingga membuat peneliti

dapat lebih memahami mengenai penelitian ini.

8. Kedua orangtua tercinta, terimakasih banyak atas apa yang telah diberikan kepada penulis

selama ini. Yang selalu senantiasa memberikan dukungan, doa, kasih sayang, dan

pengorbanannya yang tulus dan tidak kenal lelah yang selalu diberikan kepada penulis

selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.

9. Annisa dan Ralenta (Tim The Reiss) Yang selalu memberikan dukungan dan doanya

kepada penulis, serta memberikan keringanan kepada penulis untuk fokus dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga The Reiss semakin laris dan sukses untuk

kedepannya. #CintaiProdukLokal #YouWillDoAwesome

10. Rakha, Herdin, Karin, Lay, Lila, Mutia, Annisa, Ralenta, Nurul, Tasya, Andreas, Ika,

Indri (Suduut) yang selalu memberikan motivasi, canda tawa, dan senang maupun sedih

sudah dilewati bersama. Semoga semakin langgeng dan awet sampai tua nanti.

 

iv

11. Arief, Faiz, Ridwan, Sidiq, Agus, Alfa, Putra, Bahir (Kuwuk) yang sudah memberikan

cerita di kampus dari ketawa bareng sampai panik pun juga bareng. Semoga kita tetap

kompak, semakin solid lagi kedepannya dan tetep jalan-jalan terus. See you on top guys!

12. Aya Aisyah, Indah Juanita, Ayu Retnodewi, Oktaviani, Prawita Hartati, Ratu Putri,

Fatma Rakhmatullah, Risha Desiana, Syifa Fauziah, Dini Lisnawati (Bidadari) yang

sudah melengkapi Kuwuk di kampus.

13. Putra Persada, Prawita Hartati, Ratu Putri (Rubik) yang telah memberikan cerita dari

berangkat kuliah, pulang kuliah, dan sampai pulang ke rumah. Yang selalu ada disaat

susah maupun senang.

14. Agus, Bahir, Putri yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi selama

pengerjaan skripsi. Kalian sangat luar biasa! See you on top guys!

15. Teman-teman seperjuangan Kessos angkatan 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Terimakasih

kepada berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Jakarta, Desember 2017

M. Dzaky Hadiputra

 

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .................................................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1

B. Pembatasan Masalah .................................................................................................... 11

C. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 11

D. Tujuan dan Manfaat ..................................................................................................... 12

E. Metodelogi Penelitian .................................................................................................. 13

F. Penelitian Terdahulu .................................................................................................... 18

G. Sistematika Penelitian .................................................................................................. 21

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................ 23

A. Demensia Pada Penyakit Alzheimer ............................................................................ 23

1. Pengertian Alzheimer....................................................................................... 23

2. Penyebab Alzheimer ........................................................................................ 24

3. Gejala Alzheimer ............................................................................................. 24

B. Caregiver ..................................................................................................................... 25

1. Pengertian Caregiver ....................................................................................... 25

2. Jenis Caregiver ................................................................................................ 26

3. Tugas Family Caregiver .................................................................................. 27

C. Kesejahteraan Psikologis ............................................................................................. 28

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ............................................................... 28

 

vi

2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis ................................................................... 32

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ................................... 36

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ....................................................................... 39

A. Profil Yayasan Alzheimer Indonesia ........................................................................... 39

1. Sejarah Berdirinya Yayasan Alzheimer Indonesia .......................................... 40

2. Tujuan .............................................................................................................. 41

3. Visi dan Misi .................................................................................................... 41

4. Program ............................................................................................................ 42

5. Sumber Dana .................................................................................................... 43

6. Kerjasama Dengan Lembaga Lain ................................................................... 44

B. Struktur Lembaga......................................................................................................... 45

C. Kegiatan Yang Pernah Dilaksanakan........................................................................... 48

BAB IV TEMUAN DATA DAN HASIL ANALISIS .......................................................... 52

A. Upaya Alzheimer Indonesia Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis

Family Caregiver ......................................................................................................... 59

B. Analisis Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver.................................................. 65

C. Hasil Analisis Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver ........................................ 96

BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 99

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 99

B. Saran ............................................................................................................................ 100

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 101

LAMPIRAN

 

vii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Pemilihan Informan ............................................................................................. 15

2. Tabel 2 Profil Informan .................................................................................................... 52

3. Tabel 3 Gambaran Kesejahteraan Psikologis Sebelumnya Pada Family Caregiver ........ 54

 

viii

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur Organisasi Yayasan Alzheimer Indonesia .......................................................... 45

2. Family Caregiver dan Lansia Dengan Demensia ............................................................. 68

3. Family Caregiver dan Suami ............................................................................................ 73

4. Family Caregiver .............................................................................................................. 77

5. Family Caregiver .............................................................................................................. 87

6. Family Caregiver dan Lansia Dengan Demensia ............................................................. 92

 

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 – Pedoman Wawacara

Lampiran 2 – Transkip Wawancara

Lampiran 3 – Hasil Observasi Informan  

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penuaan atau menjadi tua adalah suatu proses yang natural dan kadang-kadang

tidak tampak mencolok. Proses ini terjadi secara alami dan disertai dengan adanya

penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang akan saling berinteraksi satu

sama lain. Berdasarkan UU No. 13 tahun 1998, yang dimaksud lanjut usia (lansia)

adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas.1 Usia lanjut sendiri merupakan

kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan bertahap yang

berkaitan dengan penurunan daya tahan tubuh serta penurunan daya kemampuan

untuk hidup. Penurunan kondisi fisik yang dialami oleh lansia mempengaruhi mereka

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Saat ini di seluruh dunia jumlah lansia diperkirakan mencapai 500 juta dan

diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Indonesia sendiri pada

tahun 2000, jumlah lansia meningkat mencapai 9,99% dari seluruh penduduk

Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup usia 65-70 tahun dan pada

tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 30 juta orang dengan umur harapan hidup

70-75 tahun.2 Meningkatnya populasi lansia di Indonesia membuat berbagai masalah

kesehatan dan penyakit yang khas terdapat pada usia lanjut ikut meningkat. Salah satu

1 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta: Rineka Cipta, 2007),

h. 275. 2 Andhie S. Mustari dkk., “Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014,” artikel diakses pada 24

Februari 2017 dari http://www.bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_

Kebudayaan/Statistik%20Penduduk%20Lanjut%20Usia%20Indonesia%202014.pdf

 

2

masalah yang akan banyak dihadapi adalah gangguan kognitif yang bermanifestasi

secara akut berupa konfusio dan kronis berupa demensia.3

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif

yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional. Demensia juga merupakan

penyebab kematian ke-4 setelah penyakit jantung, kanker dan stroke. Sampai saat ini

diperkirakan ada 30 juta penduduk dunia yang mengalami demensia dengan berbagai

sebab seperti karena penyakit, trauma, obat-obatan, dan depresi. Sedangkan di

Indonesia sendiri diperkirakan sekitar satu juta orang menderita

Demensia/Alzheimer.4 Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang

terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan

dengan orang disekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk

memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan

kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi.5

Pada lansia demensia yang mana kondisinya sudah tidak dapat berfungsi

normal diperlukan adanya seorang caregiver. Caregiver merupakan seseorang yang

memberikan bantuan kepada mereka yang mengalami ketidakmampuan dan

memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya.6 Menurut Putri dalam

jurnalnya, mayoritas lansia di Indonesia dirawat di rumah oleh keluarga, dalam hal ini

3 Hadi Martono dan Kris Pranarka, Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut (Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2010), h. 218 4 Alzheimer’s Disease International (ADI), “Dementia Statistics,” artikel diakses pada 20

September 2017 dari https://www.alz.co.uk/research/statistics 5 Putri Widita Muharyani, “Demensia dan Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (Aks)

Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Inderalaya,” Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Vol. 1 No.1, (2010): h. 20-27 6 Natalingrum Sukmarini, “Optimalisasi Peran Caregiver Dalam Penatalaksanaan

Skizofrenia,” Majalah Psikiatri XLII: Indonesian Psychiatric Quarterly, Vol. 1, (2009): h. 58-61

 

3

pasangannya atau anak dari orangtua lansia dengan demensia tersebut. Masih

terbatasnya layanan yang tersedia bagi lansia dengan demensia, serta tanggung jawab

sosial budaya di Indonesia yang membuat kebanyakan dari para lansia tersebut

dirawat oleh pasangannya sendiri atau anak-anaknya.7

Dalam pandangan Islam, muslim diperintahkan untuk menghormati,

memuliakan, dan juga merawat orangtua hingga akhir hayatnya. Allah berfirman

dengan tegas bahwa kedudukan orangtua sangat mulia, bahkan karena begitu

mulianya, Allah langsung memandu umat islam jangan sampai salah bergaul untuk

memuliakan orangtua, lebih - lebih di usia mereka yang sudah lanjut. berkata “Ah”

saja kepada orang tua, Allah sangat melarangnya.8

ا يبلغ د ۞ وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إيااه وبالوالدين إحسانا إما نا

هرهما وقل لهما قول كريالكبر أ ماحدهما أو كلهما فل تقل لهما أف ول ت

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain

Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika

salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam

pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya

7 Yossie Susanti Eka Putri, “Prediktor Beban Merawat dan Tingkat Depresi Caregiver Dalam

Merawat Lanjut Usia Dengan Demensia di Masyarakat,” Jurnal Ners, Vol. 8 No. 1, (1 April 2013): h.

88-97 8 Imam Nawawi, “Muliakanlah Orang Tua dan Rawatlah Ia Hingga Akhir Hayat”, artikel

diakses pada 25 Februari 2017 dari https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-

muslim/read/2013/03/25/4624/muliakan-orangtua-dan-rawatlah-ia-hingga-akhir-hayat

 

4

perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada

mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al- Isra’ [17]: 23).9

Dari ayat Al-Quran tersebut Allah sangat menegaskan untuk selalu berbakti

kepada orangtua sampai akhir hayatnya. ini sangat penting dan utama untuk

diperhatikan dan diamalkan oleh seluruh umat Islam agar benar-benar bersemangat

dalam memuliakan orangtua. Apalagi, perintah ini Allah tegaskan setelah perintah

untuk ikhlas beribadah dengan tidak mempersekutukan-Nya. Dengan kata lain,

siapapun dari umat Islam yang tidak memuliakan orangtuanya berarti dia tidak berhak

atas kemuliaan. Sungguh kerugian besar bila ada seorang muslim yang memiliki

orangtuanya yang sudah lanjut usia tetapi tidak merawatnya dengan tangannya

sendiri, lebih mementingkan dirinya sendiri, mengkhawatirkan masa depannya

sendiri, dan malah justru menitipkannya ke panti jompo. Padahal, dirinya tumbuh

dewasa dan pintar karena pengorbanan tanpa pamrih dari orangtua. Dengan perantara

orangtualah kita ini lahir di dunia, kemudian tumbuh menjadi manusia dewasa,

berpengetahuan, berpenghasilan bahkan menjadi orang terpandang. Istilahnya, tanpa

pengorbanan orangtua, tak akan ada anak jadi dewasa.

Oleh karena itu, di ayat yang lain Allah memerintahkan umat Islam untuk

bersyukur kepada kedua orangtua setelah bersyukur kepada-Nya.

نسان بوالديه حم ۞ يا ال لى وهن وفصاله ف ووصا ه وها ي لته أم

امين أن اشكر لي ولوالديك إليا المصير

9 Al Quran, 71:32.

 

5

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-

bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-

tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua

orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman [31]: 14).10

Memuliakan orangtua dan merawatnya adalah perkara utama, bahkan setara

dengan jihad (perang) di jalan Allah. Dengan begitu, seorang muslim yang tidak

menghormati orangtuanya, tidak memuliakannya, apalagi tidak mau merawatnya,

jelas hidupnya akan jauh dari keberkahan, dan di akhirat ia tidak berhak atas surga

Allah. Oleh karena itu, di Indonesia yang mayoritas adalah umat muslim memiliki

budaya yang mana seorang anak seharusnya memberikan perhatian kepada orangtua

yang sudah lanjut usia dengan cara merawat di dalam satu rumah keluarga. Dengan

cara ini diharapkan keluarga yang berperan sebagai family caregiver dapat lebih

mudah untuk mengawasi sekaligus membantu lansia dalam menjalankan kebutuhan

hidup agar kesehatannya tetap terjaga.

Individu yang memberikan perawatan yang dilakukan di rumah dan biasa

diberikan oleh pasangan penderita, anak dari penderita atau anggota keluarga lainnya

dengan tidak melakukan pembayaran dan tidak secara tenaga professional disebut

sebagai family caregiver.11

Family caregiver memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan

perawatan lansia demensia yang tinggal dirumah karena dalam perawatan lansia

demensia membutuhkan perhatian lebih agar lansia dengan demensia dapat terjaga

10 Al Quran, 27:71. 11 Georgia M. Barrow, Aging, The Individual, and society 6th Ed. (Amerika: West Publishing

Company, 1996), h. 54

 

6

kesehatan dan aktivitasnya terhindar dari bahaya. Seperti halnya kasus yang dialami

Ibu Sylvia seorang family caregiver ibunya yang penderita demensia. Ia kehilangan

ibunya selama 23 hari karena ibunya yang mengalami demensia sehingga lupa arah

jalan pulang.12 Contoh kasus lain juga dialami oleh kakek yang bernama Nanges

Sembiring 74 tahun yang ditemukan di Jalan Bintaro Permai, Pesanggrahan, Jakarta

Selatan oleh Dinas Sosial Jakarta Selatan. Pada saat diselamatkan, kakek tersebut

mengaku lupa akan namanya sendiri. Dia hanya ingat alamat rumahnya berada di

kawasan Tanah Kusir namun tidak ingat alamat rumahnya secara detail.13 Dari

fenomena tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya perhatian lebih yang dilakukan

family caregiver agar lansia dengan demensia terhindar dari bahaya dan mendapatkan

kenyamanan serta terjaga kesehatannya.

Dalam proses perawatan kepada lansia dengan demensia, mengharuskan family

caregiver memberikan perhatian lebih dan membantu aktivitas keseharian lansia

demensia. Hal ini tentu akan menyita waktu yang membuat seorang family caregiver

mengalami stress yang berpengaruh terhadap psikologis. Putri dalam jurnalnya

mengatakan bahwa caregiver yang merawat lansia demensia akan mengalami

kelelahan fisik, kurangnya bersosialisasi dengan lingkungan, mengalami kejenuhan,

depresi selama merawat lansia dan memikirkan biaya hidup serta kesehatan agar

lansia tetap sehat maka hal ini akan berdampak pada kesejahteraan psikologis

12 Wawancara dengan informan DSP, sebagai family caregiver ibu penderita demensia.

Jakarta, 12 Desember 2017. 13 Kanavino Ahmad Rizqo, “Dinsos Jaksel Selamatkan Lansia yang Sempat Hilang di

Bintaro,” artikel diakses pada 7 Oktober 2017 dari https://m.detik.com/news/berita/d-3465043/dinsos-

jaksel-selamatkan-lansia-yang-sempat-hilang-di-bintaro

 

7

keluarga lansia sebagai family caregiver.14 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan

McKenry dan Price, diketahui bahwa caregiver memiliki tingkat stress yang lebih

tinggi dibandingkan non caregivers karena kegiatan rutin bersama lansia dapat

mengakibatkan kelelahan, dan jika kelelahan meningkat maka dapat mengakibatkan

stress bagi family caregiver.15

Rintangan seperti itu tentu sudah pasti terjadi di dalam hidup seorang family

caregiver dan kehidupan tersebut tentu memiliki pengalaman dan rintangan yang

berbeda, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Hal ini

tergantung dari masing – masing individu dalam menyikapi kehidupannya. Dengan

sikap individu yang dapat menerima keadaan atau kondisi dihidupnya tanpa

menjadikan itu sebuah beban atau tekanan dan menyadari bahwa hidupnya bermakna

dan memiliki tujuan, serta tidak mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan yang mana

individu dapat mengendalikannya dengan mempunyai hubungan yang positif dengan

orang lain dan diri sendiri. Dengan begitu keadaan psikologisnya akan sejahtera.16

Kesejahteraan Psikologis sendiri menurut Ryff yaitu keadaan dimana individu

dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri sebagaimana adanya dalam kondisi

tersulitpun ketika mendampingi pasien kronis/akut sebagai family caregiver, tetap

memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan perilakunya

sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu

14 Yossie Susanti Eka Putri, “Prediktor Beban Merawat dan Tingkat Depresi Caregiver Dalam

Merawat Lanjut Usia Dengan Demensia di Masyarakat,” Jurnal Ners, Vol. 8 No. 1, (1 April 2013): h.

88-97 15 Patrick C. McKenry dan Sharon J. Price, Families and Change: Coping With Stressful

Events and Transition, 3rd ed. (Amerika: Sage Publications, 2005), h. 61 16 Carol D. Ryff dan Corey Lee M. Keyes, “The Structure Of Psychological Well-Being

Revisited,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69 No.4, (1995): h. 719-727

 

8

menguasai lingkungan, serta memiliki tujuan dalam hidupnya. kesejahteraan

psikologis juga didefinisikan sebagai konsep dinamis yang mencakup dimensi

subjektif, sosial dan psikologis serta perilaku yang berhubungan dengan

kesejahteraan. Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya

kebahagiaan, kepuasan hidup, dan tidak adanya tanda – tanda depresi.17 Berdasarkan

pernyataan tersebut maka seseorang yang tidak bisa mengendalikan dirinya dan selalu

merasa memiliki tekanan atau beban dalam hidupnya tentu akan mengalami stress

yang berpengaruh pada kesejahteraan psikologis yang menurun. Maka kesejahteraan

psikologis seorang family caregiver merupakan salah satu hal yang penting karena

dalam pelayanan lansia secara keseluruhan sangat bergantung pada kondisi caregiver-

nya.

Dalam hal ini Yayasan Alzheimer Indonesia turut membantu dalam mengatasi

permasalahan lansia Alzheimer/Demensia yang ada di beberapa kota besar di

Indonesia, terutuma di kota Jakarta. Selain membantu mengatasi permasalahan

tentang lansia Alzheimer/Demensia, lembaga ini juga membantu mengatasi

permasalahan yang dialami oleh family caregiver sebagai perawat atau pengasuh

lansia demensia. Salah satu bentuk program yang ditujukan kepada family caregiver

yaitu pertemuan caregiver (caregivers meeting). Caregivers Meeting adalah salah

satu upaya Alzheimer Indonesia (Alzi) mencapai visi dan misi organisasi melalui

peningkatan kapasitas para family caregiver. Program ini diadakan untuk membantu

para family caregiver dalam mengatasi permasalahan dan cara merawat seorang

17 Carol D. Ryff dan Corey Lee M. Keyes, “The Structure Of Psychological Well – Being

Revisited,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69 No.4, (1995): h. 719-727

 

9

lansia penderita Alzheimer/Demensia. Program Caregivers Meeting dihadiri oleh

berbagai kalangan, mulai dari pasangan suami/istri hingga anak yang merawat

penderita demensia dengan berbagai masalah yang berbeda-beda juga setiap

individunya. Masalah yang beragam tentu akan memicu tingkat stress yang berbeda

dalam merawat orangtua atau pasangan mereka yang sudah lansia penderita

demensia. Penelitian yang dilakukan Widyastuti, dkk. dalam jurnalnya juga

menyebutkan bahwa permasalahan yang dialami family caregiver dalam merawat

lansia dengan demensia sangat beragam dan mengakibatkan respon yang berbeda dari

setiap individunya, sehingga perlu dicermati oleh seorang family caregiver dalam

merawat lansia dengan demensia.18 Jika seorang family caregiver tidak dapat

mengendalikan stressnya maka akan berdampak buruk pada kesejahteraan psikologis

family caregiver.

Bagi seorang perawat lansia perlu untuk menjaga kesejahteraan psikologisnya

agar tidak mengganggu dalam merawat lansia dan kegiatan sehari – hari. Hal ini perlu

dilakukan karena sebagai family caregiver tidak hanya bertanggung jawab dalam

merawat lansia saja, tetapi juga bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan juga

mengurusi seluruh anggota keluarganya. Seperti halnya yang dialami oleh keluarga di

daerah Bukit Duri, Jakarta Selatan. Keluarga (family caregiver) yang menelantarkan

lansia di jalanan karena stress yang dialaminya. Family caregiver tersebut harus

mengasuh lansia dan juga seorang anak yang masih kecil. Melihat kasus penelantaran

ini, petugas Dinas Sosial membawa lansia yang kurang sehat tersebut ke rumah sakit

18 Rita Hadi Widyastuti, dkk., “Gambaran Beban Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan

Demensia di Kelurahan Pancoranmas, Depok, Jawa Barat: Studi Fenomenologi,” Jurnal Ners

Indonesia, Vol. 1 No. 2, (2011): h. 49-57.

 

10

lalu membawanya ke panti milik Dinas Sosial DKI atas perizinan dari pihak keluarga

sebelumnya.19 Dari fenomena tersebut orangtua yang sudah lanjut usia menghadirkan

tantangan mengenai ketergantungan hidup mereka yang mempengaruhi waktu dan

tenaga seorang family caregiver. Disisi lain, penelantaran lansia akibat stress yang

dialami oleh family caregiver juga berpengaruh pada permasalahan sosial yang terjadi

di Jakarta. Menurut Miftahul Huda selaku Kasi Data dan Informasi Dinas Sosial DKI

Jakarta tercatat bahwa di Jakarta jumlah lansia terlantar yang dirawat di Panti Sosial

Tresna Werdha (PSTW) milik dinas sosial DKI Jakarta yaitu sebanyak 1.111 orang.20

Diantaranya ada yang terlantar karena tidak mempunyai keluarga dan juga ada

keluarganya yang sengaja menelantarkan lansia tersebut.

Dalam fenomena ini masih banyak keluarga atau family caregiver di Indonesia

yang merasa depresi dalam merawat dan memberikan pelayanan kepada lansia akibat

dari kesejahteraan psikologisnya yang menurun. Untuk menghindari dampak yang

disebabkan oleh masalah psikologis pada family caregiver, perlu adanya upaya dalam

mengatasi permasalahan terkait dengan kesejahteraan psikologis family caregiver.

Sehingga dalam proses perawatan kepada lansia dengan demensia akan menjadi

optimal dan diharapkan dapat mengurangi permasalahan sosial yang timbul akibat

kesejahteraan psikologis yang menurun. Berdasarkan dari paparan masalah tersebut

maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian yaitu :

19 PT. Cakrawala Media Pratama, “Lansia Terlantar, Dibawa ke Panti Jompo,” artikel diakses

pada 29 April 2017 dari http://www.cakrawalamedia.co.id/lansia-terlantar-dibawa-ke-panti-jompo/ 20 Budi Supriyantoro, “Jumlah Lansia Terlantar di DKI Jakarta Capai 1.111 orang,” artikel

diakses pada 29 April 2017 dari http://skalanews.com/detail/nasional/megapolitan/283378-Jumlah-

Lansia-Terlantar-di-DKI-Jakarta-Capai-1111-Orang

 

11

UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS FAMILY

CAREGIVER DI YAYASAN ALZHEIMER INDONESIA.

B. Pembatasan Masalah

Melihat banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan pengasuhan kepada

lansia atau yang disebut sebagai caregiver dan dengan adanya keterbatasan waktu

serta kemampuan yang dimiliki peneliti, untuk itu perlu adanya pembatasan masalah

terkait dengan penelitian ini agar pengkajian masalah tidak terlampau jauh sehingga

menjadi lebih terfokus dan efektif terhadap apa yang akan disimpulkan. Maka

penelitian ini terfokus pada upaya yang dilakukan Yayasan Alzheimer Indonesia

dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis seorang family caregiver dalam

mengasuh seorang lansia penderita Alzheimer/Dimensia.

C. Rumusan Masalah

Proses menjadi seorang caregiver yang merawat anggota keluarga yang telah

lanjut usia dan ditambah lagi mempunyai penyakit demensia tentu akan

mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Hal itu kemudian mempengaruhi

Yayasan Alzheimer Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis family

caregiver agar dalam proses merawat lansia tidak terganggu sehingga perawatan

dapat berjalan optimal. Dengan demikian hal ini mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian tentang “Bagaimana upaya meningkatkan kesejahteraan

psikologis family caregiver di Yayasan Alzheimer Indonesia selama merawat lansia

dengan demensia?”

 

12

D. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini

bertujuan untuk dapat mengetahui upaya meningkatkan kesejahteraan psikologis

family caregiver dalam merawat lansia penderita Alzheimer atau Dimensia.

Adapun manfaat penelitian yang dihasilkan dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan mampu

menambah keilmuan bagi mahasiswa terutama Kesejahteraan Sosial

dan menjadi bahan dasar tinjauan pustaka penelitian yang berkaitan

tentang Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Family

Caregiver Di Yayasan Alzheimer Indonesia yang diharapkan dapat

dijadikan sebagai bahan referensi atau bahan kepustakaan bagi

pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan dijadikan

bahan untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan bagi

seorang family caregiver untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis

dalam merawat orangtua atau anggota keluarga yang sudah lansia

terutama penderita Demensia. Dengan begitu diharapkan dapat

memberikan wawasan kepada masyarakat terutama mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya mahasiswa jurusan

 

13

Kesejahteraan Sosial tentang cara dalam meningkatkan kesejahteraan

psikologis.

E. Metodelogi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu suatu penelitian yang berupa

menghimpun data, mengelola data dan menganalisa data secara kualitatif dan

menafsirkannya secara kualitatif. Metode penelitian kualitatif tidak hanya

menuntun untuk mengumpulkan data dari hasil orang – orang yang diamati,

melainkan juga menuntun terhadap bagaimana data hendak dianalisis. Dengan

metode penelitian kualitatif diharapkan dapat memperoleh pemahaman

mendalam dan gambaran yang jelas tentang upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan kesejahteraan psikologis seorang family caregiver dalam merawat

orangtua maupun anggota keluarga lain yang telah lansia Alzheimer atau

Demensia. Maka dari itu peneliti mengeksplorasi atau menjelaskan topik

penelitian dengan wawancara mendalam yang disertai observasi dan

dokumentasi.

2. Tempat dan Waktu

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Alzheimer Indonesia Plaza 3 Pondok

Indah E/2, Jl. TB Simatupang, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

 

14

b. Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian pada bulan Agustus 2017 sampai dengan bulan

Desember 2017.

3. Teknik Pemilihan Informan

Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini adalah purposive

(bertujuan) sampling yang memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam

menyeleksi informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pemilihan informan

yang dilakukan dengan menggunakan purposive sampling ini melakukan

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Peneliti

mempertimbangkan informan mana yang dirasa paling tahu tentang apa yang

peneliti harapkan sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi

sosial yang diteliti.

Unit analisa dalam penelitian ini adalah individu. Dengan memilih

informan dengan karakteristik primary family caregiver, informan masih

merawat lansia dengan demensia dan bukan sebagai seorang mantan family

caregiver, memiliki umur dewasa awal sampai dewasa akhir, dan melakukan

perawatan di rumah serta aktif dalam kegiatan Yayasan Alzheimer Indonesia.

Informan sebagai subyek penelitian berjumlah 5 orang yaitu terdiri dari 3 orang

sebagai anak yang merawat lansia Alzheimer/Demensia dan 2 orang sebagai

pasangan suami/istri yang merawat suami/istri penderita Alzheimer/Demensia.

Pemilihan informan yang didasari pada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui

bagaimana upaya meningkatkan kesejahteraan psikologis family caregiver dalam

 

15

merawat orangtua atau pasangannya yang penderita Alzheimer/Demensia.

Berikut tabel pemilihan informan :

Tabel I

Pemilihan Informan

No. Informan Data Informan

1. Informan DSP Anak dari lansia demensia

Dewasa Madya (62 tahun)

Ibu Rumah Tangga

Primary Family Caregiver

Merawat di rumah

2. Informan SC Anak dari lansia demensia

Dewasa Madya (49 tahun)

Karyawan Swasta

Primary Family Caregiver

Merawat di rumah

3. Informan EH Anak dari lansia demensia

Dewasa Awal (27 tahun)

Karyawan Swasta

Primary Family Caregiver

Merawat di rumah

4. Informan AW Pasangan/Suami dari lansia

 

16

demensia

Dewasa Akhir (77 tahun)

Pensiunan

Primary Family Caregiver

Merawat di rumah

5. Informan EHP Pasangan/Istri dari lansia

demensia

Dewasa Akhir (78 tahun)

Ibu Rumah Tangga

Primary Family Caregiver

Merawat di rumah

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah sumber data

primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh langsung dari

subyek yang diteliti (Informan) yaitu pihak Alzheimer Indonesia dan seorang

family caregiver. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari keterangan-

keterangan dari buku, artikel, dan sejenisnya yang berhubungan dengan obyek

yang diteliti.

5. Teknik Analisis Data

Tujuan utama dari analisa data ialah untuk meringkas data dalam bentuk

yang mudah dipahami dan mudah ditafsirkan, sehingga hubungan antar problem

 

17

penelitian dapat dipelajari dan diuji.21 Dalam penelitian ini, peneliti mengikuti

langkah - langkah seperti yang dianjurkan oleh Miles dan Huberman

(Sugiono,2008: 21) yaitu :

a. Reduksi Data

Merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya dan membuang yang tidak perlu.

b. Display Data (Penyajian Data)

Display data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk :

Uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya.

Namun yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif dengan teks yang bersifat naratif, display data juga dapat

berupa grafik, matriks, network (jejaring kerja).

c. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari suatu kegiatan

konfigurasi yang utuh (Miles dan Huberman, 2007: 18). Kesimpulan-

kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Kesimpulan

ditarik semenjak peneliti menyusun pencatatan, pola-pola, pernyataan-

pernyataan, konfigurasi, arahan sebab akibat, dan berbagai proposisi

(Harsono, 2008: 169).

21 Moh. Kasiram, Metodologi Penelititian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan

Penguasaan Metodologi Penelitian, (Malang: UIN-Malang Press, 2008)

 

18

6. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data adalah data yang diperoleh yang mana data yang

didapat tersebut terlah teruji dan valid. Dalam hal ini peneliti melakukan

keabsahan data diujikan lewat diskusi atau sharing terhadap teman sejawat,

referensi teori, dan melihat realitas sosial serta tentang isu-isu yang sedang

berkembang, oleh karena itu peneliti melakukan perbaikan-perbaikan untuk

mendapatkan data-data yang relevan. Dan teknik keabsahan data dengan

triangulasi sumber, berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-

beda dengan teknik yang sama. Sebagai gambaran atas data yang telah

dikumpulkan dari sumber yang berbeda sebagai gambaran atas data yang didapat

dari observasi dan wawancara. Penulisan melakukan wawancara dari informan

yang satu ke informan yang lain, dan melakukan wawancara terhadap hasil

observasi.22

F. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap

beberapa skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

Adapun beberapa skripsi tersebut antara lain:

Pertama, Guido Veronese dari University of Milano-Bicocca Italy,

Francesca Fiore dari Studi Cognitivi Milan Italy, Marco Castiglioni dari

University of Milano-Bicocca Italy dan Miras Natour dari University of Milano-

Bicocca Italy. Dalam Journal of Social Work yang berjudul “Family Quality of

22 Lexy j. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010)

cet, 28, h.83

 

19

Life and Child Psychological Well-Being in Palestine: A Pilot Case Study”.

Dalam jurnal tersebut menunjukkan bahwa meskipun anak-anak Palestina ini

memiliki tingkat traumatisasi yang tinggi, namun tetap menunjukkan potensi diri

dan keberfungsian yang cukup besar dalam hal kepuasan terhadap keluarga,

sekolah dan lingkungan mereka. Namun, 'penderitaan sosial' pada keluarga, yang

berdampak pada aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya kesehatan dan

kesejahteraan, dapat merusak potensi diri yang dapat dikembangkan oleh anak-

anak tersebut. Oleh karenanya intervensi pekerja sosial dan klinis harus

ditargetkan untuk memperkuat aspek keberfungsian diri yang positif. Begitupun

sama halnya dengan peneliti yang melihat bahwa kesejahteraan psikologis

individu merupakan salah satu peran penting untuk meningkatkan keberfungsian

sosial pada individu. Untuk itu peneliti ingin meneliti tentang bagaimana upaya

yang dilakukan dalam menjaga kesejahteraan psikologis agar keberfungsian

sosial bagi seorang family caregiver tetap optimal selama merawat lansia

Demensia/Alzheimer pada Yayasan Alzheimer Indonesia.

Kedua, Nafisatul Wakhidah jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang dalam skripsinya yang berjudul “Psychological

Well-Being pada Caregiver Penyakit Terminal di Kota Malang”. Dalam skripsi

tersebut membahas tentang kesejahteraan psikologis para caregiver penyakit

terminal di kota Malang. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan

kesejahteraan psikologis para caregiver yang merawat pasien penyakit terminal.

Dalam skripsi ini terlihat bahwa caregiver mengalami beberapa penurunan

kesejahteraan psikologis dalam merawat anggota keluarga mereka. Begitupun

 

20

sama halnya dengan peneliti yang akan membahas tentang merawat anggota

keluarga yaitu lansia penderita Demensia atau Alzheimer. Tingkat kesulitan tentu

akan berbeda dengan orang yang hanya sakit karena lansia merupakan masa

dimana seseorang kembali seperti anak – anak dan ditambah lagi dengan

penyakit yang diderita oleh lansia yaitu Alzheimer dan Dimensia yang mana

lansia lupa akan ruang dan waktu. Dengan begitu peneliti ingin melakukan

pengembangan terkait dengan menurunnya kesejahteraan psikologis yang

dialami oleh family caregiver dalam merawat anggota keluarga mereka dengan

memfokuskan pada upaya yang dilakukan dalam menjaga kesejahteraan

psikologis selama merawat orangtua lansia penderita Alzheimer dan Dimensia.

Ketiga, Erythrina Julianti jurusan Ilmu Keperawatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam skripsinya yang berjudul “Pengalaman

Caregiver Dalam Merawat Pasien Pasca Stroke Di Rumah Pada Wilayah Kerja

Puskesmas Benda Baru Kota Tangerang Selatan”. Dalam skripsinya membahas

tentang pengalaman – pengalaman caregiver yang dialami selama merawat

pasien pasca stroke di rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengalaman caregiver dalam merawat pasien pasca stroke di rumah dan

bagaimana caregiver memaknai pengalaman tersebut. Dalam skripsi ini

membahas pengalaman yang terjadi pada caregiver dalam merawat pasien pasca

stroke dirumah. Dalam melakukan perawatan di rumah, caregiver mengalami

beberapa pengalaman baik itu pengalaman positif maupun pengalaman negatif.

Pengalaman negatif dalam merawat pasien yaitu seperti perubahan emosional

dan perilaku pada pasien. Pengalaman perawatan tersebut menimbulkan

 

21

perubahan pada caregiver berupa perubahan psikologis, fisik, sosial, dan spiritual

pada caregiver keluarga dan berdampak pada kemampuan caregiver dalam

merawat pasien. Hal ini merupakan fenomena yang akan diteliti guna untuk

mengurangi hal tersebut terjadi dan diharapkan seorang caregiver bisa

mempertahankan kesejahteraan psikologisnya agar tidak berdampak pada

kemampuan caregiver dalam merawat pasien.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan ini, maka penulis membagi

sistematika penulisan ke dalam lima bab yang mana rinciannya sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan

masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka,

sistematika penulisan, serta daftar pustaka.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini akan membahas mengenai kerangka teori yang

berkaitan dengan fokus penelitian yaitu Teori Demensia,

Family Caregiver, dan Kesejahteraan Psikologis.

 

22

BAB III : GAMBARAN UMUM LEMBAGA

Bab ini berisi tentang gambaran umum lembaga terkait dengan

sejarah lembaga, visi, misi dan struktur organisasi serta

program yang dijalankan lembaga.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Bab ini berisi tahapan penelitian, hasil temuan penelitian yang

berisi tentang pembahasan atau diskusi mengenai hasil

penelitian yang diperoleh. Bagaimana keterkaitan penelitian

dengan teori yang sudah ada serta bagaimana peneliti

menjelaskan hasil temuannya berdasarkan sudut pandang

subjek penelitian yang disandingkan dengan sudut pandang

teoritis dan analisis upaya meningkatkan kesejahteraan

psikologis family caregiver selama merawat lansia dengan

demensia.

BAB V : PENUTUP

Penutupan adalah hasil penelitian atau kesimpulan dan saran.

Menyajikan inti dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan

mengungkapkan saran-saran tentang beberapa rekomendasi

untuk dilakukan pada penelitian selanjutnya.

 

23

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Demensia Pada Penyakit Alzheimer

1. Pengertian Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah penyakit degenerative otak. Hal ini

ditandai dengan penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah, dan

keterampilan kognitif lainnya yang mempengaruhi kemampuan seseorang

untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Penurunan ini terjadi karena sel-sel

saraf di bagian otak yang terlibat dalam fungsi kognitif telah rusak dan tidak

lagi berfungsi normal. Pada penyakit Alzheimer, kerusakan saraf akhirnya

mempengaruhi bagian otak yang memungkinkan seseorang untuk

melaksanakan fungsi tubuh dasar seperti berjalan dan menelan. Pada akhirnya

penderita dapat mengalami kematian setelah beberapa tahun karena

kemampuan motoriknya sudah tidak berfungsi.

Penyakit Alzheimer adalah bentuk demensia yang paling umum,

terhitung 60% sampai 80% dari semua kasus. Demensia adalah istilah yang

luas untuk kondisi neurologis yang melibatkan beberapa bentuk gangguan

mental yang serius, seperti kehilangan ingatan, kebingungan, dan/atau

perubahan kepribadian. Sekitar 20% demensia dapat disembuhkan atau

setidaknya dapat diobati, namun banyak demensia yang menjadi semakin

 

24

buruk dari waktu ke waktu tidak dapat disembuhkan, seperti yang terjadi pada

penderita Alzheimer.23

2. Penyebab Alzheimer

Ada beberapa faktor penyebab Alzheimer antara lain peningkatan usia

seseorang diatas 65 tahun, genetik, trauma, kurangnya pendidikan, lingkungan

(keracunan alumunium), tekanan darah tinggi dan penyakit-penyakit tertentu

(hipertensi, down sindrom, stroke serta gangguan imunitas).24

3. Gejala Alzheimer

Gejala penyakit Alzheimer bervariasi disetiap individu. Gejala awal

yang paling umum adalah kemampuan mengingat informasi baru secara

bertahap memburuk. Berikut ini adalah gejala umum dari Alzheimer25 :

a. Hilangnya ingatan dalam kehidupan sehari-hari

b. Sulit dalam memecahkan masalah sederhana

c. Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang akrab di rumah, di tempat

kerja atau di waktu luang

d. Kebingungan dengan waktu dan tempat

e. Masalah pemahaman gambar visual dan hubungan spasial

f. Bermasalah dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis

23 Alzheimer’s Association, “Alzheimer’s Disease Facts and Figures: Includes a Special

Report on Disclosing a Diagnosis of Alzheimer’s Disease,” artikel diakses pada 3 November 2017 dari

https://www.alz.org/facts/downloads/facts_figures_2015.pdf 24 Alzheimer’s Association, “Alzheimer’s Disease Facts and Figures: Includes a Special

Report on Disclosing a Diagnosis of Alzheimer’s Disease,” artikel diakses pada 3 November 2017 dari

https://www.alz.org/facts/downloads/facts_figures_2015.pdf 25 Ibid.

 

25

g. Lupa dengan peristiwa baru terjadi dan nama orang

h. Penurunan atau penilaian buruk

i. Menarik diri dari pekerjaan atau kegiatan sosial

j. Perubahan suasana hati dan kepribadian, termasuk apatis dan depresi.

B. Caregiver

1. Pengertian Caregiver

Caregiver merupakan seseorang yang memberikan bantuan medis,

sosial, ekonomi, atau sumber daya lingkungan kepada seseorang individu

yang mengalami ketergantungan baik sebagian atau sepenuhnya karena

kondisi sakit yang dihadapi individu tersebut. Menurut Mifflin, caregiver

sebagai seseorang dalam keluarga, baik itu orangtua angkat, atau anggota

keluarga lain yang membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang mengalami

ketergantungan.26 Sarwendah dalam tugas kesarjanaannya menyimpulkan

bahwa caregiver lansia adalah seseorang baik itu berasal dari keluarga, teman,

tetangga, ataupun tenaga professional yang memberikan perawatan,

memberikan perhatian, menyediakan kebutuhan fisik, memberi bantuan dan

kenyamanan, serta perlindungan dan pengasuhan kepada lansia karena

ketidakmampuan, keterbatasan atau dalam keadaan sakit.27

26 Winda Yuniarsih, “Pengalaman Caregiver Keluarga Dalam Konteks Asuhan Keperawatan

Pasien Stroke Tahap Paska Akut di RSUP Fatmawati,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Keperawatan,

Universitas Indonesia, 2009), h. 35 27 Endah Sarwendah, “Hubungan Beban Kerja Dengan Tingkat Stress Kerja Pada Pekerja

Sosial Sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta,” (Skripsi S1

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013),

h. 9

 

26

2. Jenis Caregiver

Menurut Georgia, caregiver terbagi menjadi dua jenis yaitu Caregiver

Formal dan Caregiver Informal. Caregiver Formal adalah individu yang

memberikan perawatan dengan melakukan pembayaran yang disediakan oleh

rumah sakit, psikiater, pusat perawatan atau tenaga professional lainnya.

Sementara Caregiver Informal atau family caregiver adalah individu yang

memberikan perawatan dengan tidak melakukan pembayaran dan tidak secara

tenaga professional. Perawatan ini dapat dilakukan dirumah dan biasa

diberikan oleh pasangan penderita, anak dari penderita atau anggota keluarga

lainnya.28 Begitupun dengan Timonen menyebutkan terdapat dua jenis

caregiver, yaitu formal dan informal. Caregiver formal atau disebut juga

penyedia layanan kesehatan adalah anggota suatu institusi/organisasi yang

dibayar dan dapat menjelaskan norma praktik, professional, perawat atau

relawan. Sementara informal caregiver bukanlah anggota institusi/organisasi,

tidak memiliki pelatihan formal dan tidak bertanggung jawab terhadap standar

praktik, dapat berupa anggota keluarga ataupun teman.29

Dengan demikian caregiver keluarga (family caregiver) merupakan

bagian dari informal caregiver. Family caregiver menurut Wenberg adalah

pasangan, anak dewasa, kenalan pasangan atau teman yang memiliki

hubungan pribadi dengan pasien, dan memberikan berbagai bantuan yang

28 Georgia M. Barrow, Aging, The Individual, and society 6th Ed. (Amerika: West Publishing

Company, 1996), h. 54 29 Virpi Timonen, “Toward an Integrative Theory of Care: Formal and Informal

Intersections,” In J. Mancini dan K. A. Roberto, ed., Pathways of Human Development: Explorations

of Change (Plymouth: Lexington Books, 2009), h. 307-308

 

27

tidak dibayar untuk orang dewasa yang lebih tua dengan kondisi kronis atau

lemah.30

3. Tugas Family Caregiver

Fungsi dari caregiver adalah menyediakan makanan, membawa pasien

ke dokter, dan memberikan dukungan emosional, kasih sayang dan perhatian.

Caregiver juga membantu pasien dalam mengambil keputusan, atau pada

stadium akhir penyakitnya justru caregiver ini yang membuat keputusan

untuk pasiennya. Keluarga sebagai caregiver merupakan penasihat yang

sangat penting dan diperlukan oleh pasien.31

Milligan dalam penelitiannya menarik perhatian terhadap fakta tugas

caregiver pada lansia. Tugas yang dilakukan caregiver tidak hanya terbatas

pada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke dalam 4 kategori sebagai

berikut:32

a. Physical Care (Perawatan Fisik), yaitu memberi makan, mengganti

pakaian, memotong kuku, membersihkan kamar, dan lain – lain.

b. Social Care (Kepedulian Sosial), yaitu mengunjungi tempat hiburan,

dan bertindak sebagai sumber informasi.

30 Nanda Masraini Daulay, “Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver

Dalam Merawat Pasien Stroke di Rumah,” (Tesis S2 Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera

Utara, 2014), h. 20 31 Siregar H. Tantono dan Hassan Z. Siregar, “Beban Caregiver Lanjut Usia Suatu Survey

Terhadap Caregiver Lanjut Usia di Beberapa Tempat Sekitar Kota Bandung,” Majalah Psikiatri:

Indonesian Psychiatric Quarterly, Vol. 4, (2006): h. 32-33 32 Christine Milligan, “Caring For Older People in New Zealand: Informal Carers’

Experiences of the Transition of Care from the Home to Residential Care,” Institute for Health

Research Lancaster University (2004): h. 75-84

 

28

c. Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih

sayang kepada pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun

dikatakan, namun ditunjukkan melalui tugas – tugas lain yang

dikerjakan.

d. Quality Care, yaitu memantau tingkat perawatan, standar pengobatan,

dan indikasi kesehatan, serta berurusan dengan masalah yang timbul.

C. Kesejahteraan Psikologis

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

Sebelum memahami tentang kesejahteraan psikologis, perlu diketahui

tentang pengertian dari kesejahteraan. Dalam istilah umum, kesejahteraan

menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia dimana individu dalam

keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai.

Sedangkan dalam ilmu kesejahteraan sosial, kesejahteraan adalah

upaya untuk mencapai kemakmuran dan ketentraman. terdapat empat cara

pandang kesejahteraan sosial menurut Isbandi Rukminto, yaitu:33

a. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi)

b. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu

c. Kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang kegiatan

d. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan

33 Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial Dasar-

Dasar pemikiran (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 63

 

29

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi (keadaan) dapat dilihat dari

rumusan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang

ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial pasal 2 ayat 1:

“kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan

sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,

kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi

setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi

diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-

hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila”.

Kesejahteraan psikologis ini merupakan istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kesehatan psikologis individu. Hal ini berkaitan dengan

perspektif kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi), yang mana

dilakukannya pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang

sebaik-baiknya bagi diri sendiri guna mencegah timbulnya permasalahan

sosial. Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya

kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya tanda-tanda depresi dan dapat

mengatasi permasalahan sosial secara mandiri. Menurut Ryff, Kesejahteraan

psikologis (psychological well-being) merupakan pencapaian penuh dari

potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat

menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,

mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang

 

30

mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara

personal.34

Menurut Ramos, kesejahteraan psikologis adalah kebaikan,

keharmonisan, menjalin hubungan baik dengan orang lain baik antar individu

maupun dalam kelompok.35 Hal ini berkaitan dengan pendapat Ryff dan

Singer yang menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi

menunjukkan individu memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan

disekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat membangun

hubungan personal yang baik dengan orang lain, dan menunjukkan bahwa

individu memiliki tujuan pribadi dan tujuan dalam pekerjaannya.36 Ryff

menyatakan bahwa agar seseorang dapat memunculkan potensi terbaiknya,

seseorang harus sejahtera secara psikologis. Ketika seseorang memiliki

kesejahteraan psikologis yang baik, diharapkan dapat mengaktualisasikan

potensinya dengan maksimal.37

Ryff dan Singer juga mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai

hasil evaluasi/penilaian individu terhadap dirinya yang merupakan evaluasi

atas pengalaman-pengalaman hidupnya. Evaluasi terhadap pengalaman akan

dapat menyebabkan individu menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat

34 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 35 Raddy L. Ramos, “In the eye of the beholder: Implicit theories of happiness among Filipino

adolescents,” Philippine Journal of Counseling Psychology, Vol. 9 No. 1, (2007): h. 96-127 36 Zulifatul Ghoniyah dan Siti Ina Savira, “Gambaran Psychological Well Being Pada

Perempuan yang Memiliki Anak Down Syndrome,” Volume, Vol. 3 No. 2, (2015): h. 1-8 37 Novia Ayuningputri dan Herdiyan Maulana, “Persepsi Akan Tekanan Terhadap

Kesejahteraan Psikologis Pada Pasangan Suami-Istri Dengan Stroke,” Jurnal Psikologi Integratif, Vol.

2 No. 2, (Desember 2014): h. 27-34

 

31

kesejahteraan psikologis menjadi rendah atau sebaliknya, berusaha

memperbaiki keadaan hidupnya yang akan membuat kesejahteraan

psikologisnya meningkat.38

Ryff mencoba merumuskan pengertian kesejahteraan psikologis bahwa

individu berusaha berpikir positif tentang dirinya meskipun sadar akan

keterbatasan-keterbatasan dirinya (penerimaan diri). Individu tersebut juga

mencoba mengembangkan dan menjaga kehangatan dan rasa percaya dalam

hubungan interpersonal (hubungan positif dengan orang lain) dan membentuk

lingkungan mereka, sehingga kebutuhan dan keinginannya dapat terpenuhi

(penguasaan lingkungan). Ketika mempertahankan individualitas dalam

konteks sosial makro, individu juga mengembangkan self-determination dan

kewibawaan (otonomi). Upaya yang paling penting adalah menemukan makna

dari tantangan yang telah dilalui dari upaya-upaya yang dilakukan dalam

menghadapinya (tujuan hidup). Terakhir, mengembangkan bakat dan

kemampuan secara optimal (pertumbuhan pribadi) merupakan paling utama

dalam kesejahteraan psikologis.39

38 Carol D. Ryff dan Burton Singer, “From Social Structure to Biology: Integrative Science in

Pursuit of Human Health and Well-Being,” In C. R. Synder dan S. J. Lopez, ed., Handbook of Positive

Psychology (Oxford: Oxford University Press, 2002), h. 541-555 39 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081

 

32

2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Untuk mengukur sejauh mana tingkatan kesejahteraan psikologis

seseorang maka perlu untuk mengenal dimensi-dimensinya. Ryff menjelaskan

bahwa kesejahteraan psikologis mempunyai enam dimensi, yaitu: 40

a. Penerimaan Diri (Self Acceptance)

Merupakan dimensi yang menekankan pada penerimaan terhadap

diri sendiri dan masa lalu. Individu yang memiliki sikap positif terhadap

dirinya memperlihatkan fungsi psikologis yang positif. Dimensi ini

merupakan ciri-ciri utama kesehatan mental dan juga karakteristik utama

dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan.

Penerimaan diri yang baik dapat ditandai dengan kemampuan

menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan

seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang

dijalaninya. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik ditandai

dengan bersikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima

berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik positif maupun negatif, dan

memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian sebaliknya,

seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik akan

memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa

dengan pengalaman masa lalu, dan mempunyai pengharapan untuk tidak

menjadi dirinya saat ini.

40 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081

 

33

b. Berhubungan Positif Dengan Orang Lain (Positive Relation With Others)

Merupakan dimensi yang menekankan pada pentingnya kehangatan,

hubungan saling percaya, dan bersahabat dengan orang lain. Dimensi ini

berulang kali ditekankan sebagai dimensi yang penting dalam konsep

kesejahteraan psikologis karena pentingnya menjalin hubungan saling

percaya dan hangat dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan

pada kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang memiliki

nilai yang tinggi pada dimensi ini ditandai dengan hubungan yang hangat,

memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai

rasa empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai yang

rendah pada dimensi ini mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain

dan sulit untuk bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan

dengan orang lain.

c. Otonomi (Autonomy)

Merupakan dimensi yang menekankan pada kemandirian,

kemampuan untuk mengatur diri sendiri, melakukan evaluasi dari dalam

diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Seseorang yang memiliki nilai

yang tinggi pada dimensi ini mampu menolak tekanan sosial untuk

berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat

mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal. Sebaliknya, individu

yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini akan memperhatikan harapan

dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian

orang lain dan cenderung konformis.

 

34

d. Penguasaan Lingkungan (Enviromental Mastery)

Merupakan kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan

lingkungan yang sesuai dengan diri sendiri dan mampu untuk

mengembangkan diri sendiri. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi

dalam dimensi ini mempunyai kemampuan dalam menghadapi kejadian

di luar dirinya. Hal yang dimaksud dalam dimensi ini yaitu mampu untuk

memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai

pribadi yang dianut dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri secara

kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental. Sebaliknya seseorang yang

memiliki nilai rendah dalam dimensi ini akan menampakkan

ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari dan kurang

kontrol terhadap lingkungan di luar dirinya.

e. Tujuan Hidup (Purpose In Life)

Merupakan keyakinan bahwa individu memiliki tujuan hidup dan

makna dalam hidupnya. Adanya tujuan yang ingin dicapai serta

mengetahui arah yang ingin dituju juga merupakan ciri-ciri dari tujuan

hidup. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini

mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, memiliki perasaan bahwa

kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian, memegang

kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan memiliki target yang

ingin dicapai dalam hidup. Sebaliknya, seseorang yang memiliki nilai

rendah dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan

yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam

 

35

masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai kepercayaan yang dapat

membuat hidup lebih berarti.

f. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)

Merupakan kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dan

terus berkembang secara positif sehingga menjadi individu yang

berfungsi secara penuh. Dimensi ini dibutuhkan oleh seseorang agar dapat

berfungsi optimal secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi

ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya

dengan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Seseorang yang memiliki

nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus

berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh,

menyadari potensi yang terdapat dalam dirinya, dan mampu melihat

peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya,

seseorang yang memiliki nilai yang rendah dalam dimensi ini akan

menampilkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah

laku baru dan mempunyai perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang

stagnan dan tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalaninya.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis

(psychological well-being) pada diri seseorang, yaitu:

 

36

a. Dukungan Sosial

Merupakan gambaran berbagai ungkapan perilaku suportif

(mendukung) kepada seorang individu yang diterima oleh individu

yang bersangkutan dari orang-orang yang cukup bermakna dalam

hidupnya. Menurut Taylor, Dukungan sosial sendiri diartikan sebagai

rasa nyaman, perhatian, penghargaan, atau pertolongan yang

dipersepsikan oleh seorang individu yang didapat dari orang lain atau

kelompok. Dukungan ini berasal dari berbagai sumber diantaranya

pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter, maupun organisasi

sosial.41 Turner menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan hal

utama yang paling berdampak positif terhadap individu yang

mengalami stres.42

b. Status Sosial dan Ekonomi

Ryff menyatakan bahwa faktor status sosial ekonomi menjadi

sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan psikologis, bahwa

tingkat keberhasilan dalam pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik,

menunjukkan tingkat kesejahteraan psikologis juga lebih baik.43 Sama

halnya dengan Pinquart dan Sorenson yang berpendapat bahwa status

sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang.

41 Shelley E. Taylor, dkk., Psikologi Sosial, 12th ed. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2009), h. 273 42 R. Jay Turner, “Social Support as Contingency in Psychological Well Being,” Journal of

Health and Social Behavior, Vol. 22 No. 4, (1981): h. 357-367 43 Carol D. Ryff, dkk., “Forging Macro-Micro Linkages in the Study of Psychological Well-

Being,” In Carol D. Ryff dan V. W. Marshall, ed., The Self and Society in Aging Processes (New

York: Springer Publishing Company, 1999), h. 247-278

 

37

Seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan

pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat.44

Papalia berpendapat bahwa kesejahteraan psikologis yang tinggi

juga ditemukan pada mereka yang memiliki status pekerjaan yang

tinggi. Adanya pendidikan dan status pekerjaan yang baik memberikan

ketahanan dalam menghadapi stres, tantangan dan kesulitan hidup.

Sebaliknya, dengan kurangnya pendidikan dan pekerjaan yang baik

menimbulkan kerentanan terhadap timbulnya gangguan kesejahteraan

psikologis.45

c. Jaringan Sosial

Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu

seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan

kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial

dilakukan.46 Jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas hubungan

sosial dengan lingkungan akan mengurangi munculnya konflik dan

meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam hidup.47

44 Martin Pinquart dan Silvia Sorenson, “Influences of Socioeconomic Status, Social Network

and Competence on Subjective Well-Being in Later Life: A Meta-Analysis,” Journal Psychology and

Aging, Vol. 15 No. 2, (2000): h. 187-224 45 Faiqotul Himmah, “Hubungan Religiusitas Dengan Kesejahteraan Psikologis,” (Skripsi S1

Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2015), h. 15 46 Martin Pinquart dan Silvia Sorenson, “Influences of Socioeconomic Status, Social Network

and Competence on Subjective Well-Being in Later Life: A Meta-Analysis,” Journal Psychology and

Aging, Vol. 15 No. 2, (2000): h. 187-224 47 Xiaoyun Wang dan Rabindra N. Kanungo, “Nationality, Social Network and Psychological

Well-Being: Expatriates in China,” International Journal of Human Resource Management, Vol. 15

No. 4, (2004): h. 775-793

 

38

d. Religiusitas

Agama dan spiritualitas sangat penting bagi kesejahteraan

psikologis individu. Hal ini berkaitan dengan transendensi segala

persoalan hidup manusia kepada Tuhan. Individu yang memiliki

tingkat religiusitas yang tinggi lebih mampu memaknai kejadian

hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna.48

e. Kepribadian

Warr berpendapat apabila individu memiliki kepribadian yang

mengarah pada sifat – sifat negatif seperti mudah marah, mudah stress,

mudah terpengaruh dan cenderung labil akan menyebabkan

terbentuknya keadaan kesejahteraan psikologis (psychological well-

being) yang rendah. Sebaliknya, apabila individu memiliki

kepribadian yang baik, maka individu akan lebih bahagia dan sejahtera

karena mampu melewati tantangan dalam kehidupannya.49

48 Bastaman Hanna Djumhana, Logoterapi. Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan

Meraih Hidup Bermakna (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 184 49 Peter Warr, “Job and Jobs Holders: Two Sources of Happiness an Unhappiness,” Institute

of Work Psychology University of Sheffield, Vol. 34 No. 2, (2011): h. 1-13

 

39

BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA

A. Profil Yayasan Alzheimer Indonesia

Alzheimer Indonesia (Alzi) adalah organisasi non profit yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas hidup Orang Dengan Demensia (ODD) atau

Alzheimer, keluarga dan caregiver-nya di Indonesia melalui berbagai program

yang mencakup aspek advokasi, peningkatan kesadaran, pembangunan kapasitas,

pengembangan penelitian dan organisasi internal. Alzheimer Indonesia didukung

oleh masyarakat dan relawan dari berbagai usia dan professional, seperti ahli

saraf, psikiater, geriatricians, pengacara, spesialis komunikasi kesehatan,

psikolog, dokter umum, mahasiswa dan lain – lain.ada sekitar lebih dari 500

relawan di 17 provinsi di Indonesia dan 3 perwakilan dari Alzheimer Indonesia

di 3 negara termasuk Belanda, Swiss, dan Australia.

Alzheimer Indonesia juga telah menerima dukungan dan telah membina

kerjasama dan kemitraan dengan DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah dan

Pemerintah Provinsi Bandung, Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan

untuk melanjutkan mendeklarasikan Kota Ramah Lansia dan Demensia di setiap

provinsi. Alzheimer Indonesia berkomitmen dalam kemitraan dan bersedia untuk

terus berupaya untuk mendorong pemerintah, korporasi, lembaga, organisasi

nirbala lainnya, dan media untuk memberikan kedua layanan dalam hal

perawatan kesehatan, penyebaran informasi dan upaya lain untuk realisasi

 

40

layanan berkualitas tinggi kepada orang – orang yang hidup dengan demensia,

serta penyediaan layanan sosial bagi keluarga dan masyarakat.50

1. Sejarah Berdirinya Alzheimer Indonesia

ALZI bermula dari Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAZI) pada 22 juli

2000 dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan Prof. Dr. Ahmad Sujudi Sp.B.

Pada waktu itu terdiri atas dokter – dokter, yaitu dokter saraf, dokter psikiatri,

dan dokter geriantri. Kegiatan yang dilakukan lebih banyak pada kegiatan

konferensi serta berbagai seminar – seminar, tetapi tidak seaktif sekarang ini.

Pada 3 Agustus 2013, DY Suharya mendirikan Yayasan Alzheimer

Indonesia. Pada saat itu DY yang baru pulang dari Australia mendapati ibunya

menderita Alzheimer. Sehingga DY mendirikan Alzheimer Indonesia dan

mulai mengkampanyekan isu Alzheimer dan Demensia agar masyarakat lebih

peduli kepada lansia. ALZI dimulai dari hanya 10-12 orang hingga saat ini

dapat mencapai 60 orang yang didukung dengan berbagai pihak. Saat itu

ALZI belum dilembaga hukumkan, jadi hanya merupakan perkumpulan saja.

ALZI harus mempunyai badan hukum sendiri agar bisa mencari dana, karena

organisasi membutuhkan dana untuk melakukan kegiatan – kegiatan di

dalamnya. Pada tahun 2013, barulah ALZI mengurus segala sesuatunya ke

notaris, dan jadilah Yayasan Alzheimer Indonesia melalui Akta Pendirian

Nomer 1, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor.

50 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia

 

41

AHU - 5128.AH.01.04 - 11 September 2013 dan Tanda Daftar Yayasan

Nomor 014.31.74.10.1002.26 dari Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.

Di dunia internasional terdapat organisasi besar Alzheimer Disease

International (ADI), yang menaungi semua lembaga – lembaga Alzheimer

diseluruh dunia. Sayangnya di dalam satu Negara hanya ada satu organisasi

yang bergabung di ADI, jadi harus memilih apakah ALZI atau AAZI. Yang

lebih aktif pada saat itu adalah ALZI, jadi ADI meminta ALZI untuk menjadi

member dari ADI, sedangkan AAZI diminta untuk menjadi pembina-

pembinanya.51

2. Tujuan

Tujuan utama dari Alzheimer Indonesia adalah membantu dan

meningkatkan kualitas hidup Orang Dengan Demensia (ODD) atau

Alzheimer, berserta keluarga dan caregivers-nya di Indonesia.52

3. Visi dan Misi

Visi Yayasan Alzheimer Indonesia adalah meningkatkan kualitas hidup

Orang Dengan Demensia, serta pengasuh mereka di Indonesia. Adapun misi

dari Yayasan Alzheimer Indonesia adalah sebagai berikut:53

a. Meningkatkan pemahaman publik mengenai isu penyakit Alzheimer dan

Demensia.

51 Wawancara pribadi dengan Dian Purnomo selaku Direktur Eksekutif Yayasan Alzheimer

Indonesia, Jakarta, 7 Oktober 2017. 52 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia 53 www.alzi.or.id

 

42

b. Melakukan kegiatan advokasi mengenai Demensia dan Alzheimer

terhadap stakeholder di Indonesia.

c. Mempromosikan pola hidup sehat kepada masyarakat yang berusia 40

tahun keatas sebagai pencegahan.

d. Mendukung program peningkatan kapasitas perawat, dokter, dan

pengasuh, serta meningkatkan penyebaran informasi mengenai

Alzheimer di Indonesia.

4. Program

Sama seperti organisasi pada umumnya Yayasan Alzheimer Indonesia

juga memiliki suatu program kegiatan. Program Alzheimer Indonesia

berfokus pada:54

a. Meningkatkan Kepedulian dan Pemahaman (raising awareness)

Dengan adanya program ini diupayakan semua orang memiliki

pengetahuan, kepedulian kepada lansia dan juga isu Alzheimer dan

Demensia.

b. Peningkatan Kapasitas

Program ini bertujuan sebagai sarana pertukaran ilmu pengetahuan,

informasi, keterampilan dan pelatihan mengenai Alzheimer/Demensia

dan penanganannya yang dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan

internal dan eksternal diantaranya, family caregivers, dokter, perawat,

mahasiswa, peneliti, relawan, dan lainnya.

54 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia

 

43

c. Advokasi

Selain meningkatkan kesadaran dan meningkatkan kapasitas

pengasuh, Alzheimer Indonesia telah melakukan upaya advokasi dan

telah berhasil mengusulkan Kementerian Kesehatan membuat National

Dementia Plan di Indonesia yang merupakan pertama di Asia Tenggara

dan 24 di dunia di Jakarta, 10 Maret 2016. Selain itu hasil kegiatan yang

dilakukan ALZI dengan pihak pemerintah ini adalah Gubernur DKI

Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, membuat komitmen Jakarta Ramah

Lansia dan Demensia sebagai bentuk dukungannya kepada isu lansia

dan demensia. Kemudian Walikota Bogor, Bima Arya, yang

berkomitmen untuk memberikan taman yang ada di Kota Bogor untuk

melakukan kegiatan – kegiatan di sana.

d. Penelitian

Alzheimer Indonesia juga terus melakukan penelitian terkait

perkembangan tentang penyakit Alzheimer.

e. Penguatan Organisasi Internal.

5. Sumber Dana

Sumber dana Yayasan Alzheimer Indonesia didapat dari donasi pada

saat kegiatan-kegiatan pertemuan, seperti pada kegiatan rutin Caregiver

Meeting, dan lain sebagainya. ALZI pernah mendapatkan CSR dari beberapa

bank. ALZI juga pernah mendapatkan donor dari pemerintah Kanada pada

 

44

tahun 2014-2015 untuk program Raising Awareness. Tetapi sebagian besar

adalah donasi baik dari individu, donasi gereja, maupun komunitas.55

6. Kerjasama Dengan Lembaga Lain

Alzheimer Indonesia membangun kerjasama dengan berbagai pihak baik

pemerintah, maupun dengan organisasi lain yang mengerjakan isu yang sama

yakni lansia. Sejak kegiatan Bulan Alzheimer Sedunia pada September 2013

dan berlanjut pada bulan September 2014 dan 2015, ALZI secara aktif

melakukan kampanye, advokasi, peningkatan kapasitas, dan peningkatan

kesadaran untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang

Alzheimer dan Demensia. ALZI telah menerima dukungan dari semua pihak

termasuk media, komunitas peduli lansia, lembaga, yayasan, LSM, sektor

swasta, donor internasional dan pemerintah.56

ALZI telah membina kerjasama dan kemitraan dengan beberapa pihak,

yaitu:

a. Pihak pemerintah, seperti Kementerian Sosial dan Kementerian

Kesehatan RI, dalam mendorong terciptanya Kota Ramah Lansia dan

Demensia, serta aktif mendorong Kementerian Kesehatan dalam

penyusunan deklarasi strategi dan rencana nasional penanggulangan

demensia (National Dementia Plan). Juga dengan empat pemimpin

provinsi di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Bandung, yang telah

55 Wawancara pribadi dengan Dian Purnomo selaku Direktur Eksekutif Yayasan Alzheimer

Indonesia, Jakarta, 7 Oktober 2017. 56 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia

 

45

melakukan kegiatan – kegiatan untuk mengkampanyekan Alzheimer

dengan melakukan jalan pagi, deteksi dini, dan latihan gym otak yang

melibatkan sekitar lebih dari 10.000 peserta dan ratusan masyarakat.

b. Sejak 2013 ALZI bermitra dengan Juara Agency dan On Track Media

Indonesia (OTMI) dalam memproduksi berbagai materi komunikasi

mengenai 10 gejala Alzheimer dalam bentuk brosur, banner,

videotron/LED, kipas dan berbagai materi lainnya.

c. Mitra Perusahaan yang mendukung kampanye peduli Alzheimer adalah

CIMB Niaga, Nestle, Prodia Lab, BCA, Eisai dan sebagainya.

d. Pihak rumah sakit seperti OMNI, RSCM, Hasan Sadikin, dan

sebagainya.

B. Struktur Lembaga

Gambar 1.1: Struktur Organisasi Yayasan Alzheimer Indonesia

BOARD OF TRUSTEE

SUPERVISORY BOARD

EXECUTIVE BOARDHONORARY

BOARD

 

46

EXECUTIVE DIRECTOR

SUSTAINATILY SCIENCE

SCIENTIFIC COMMITTEE

SOCIAL AND ADVOCACY

SOCIAL COMMITTEE

TREASURY SECRETARY

Eva Sabdono

Yaya Suharya

Dr. dr. Yuda Taruna, Sp.S

Budhita Kismadi

Diana Arsiyanti

BOARD OF TRUSTEE

dr. Yustiani Dikot, Sp.S(K)

Dr. dr. C.H. Soejono, SpPD.Kger

dr. M. Nasrun, SpKO

Dani Munggoro

SUPERVISORY BOARD

DY Suharya

HONORARY BOARD

Sakurayuki

Putu Ayu Novita

dr. Tara Puspitarini Sani

Shinta Priwit

Imelda Theresia

Aishayuta

EXECUTIVE BOARD

 

47

Sumber: www.alzi.or.id

Prof. Drg. Indang Trihandini, MPH Prof. Toening

Dr. dr. Anam Ong, Sp.S dr. Samino, Sp.S(K)

Prof. dr. Sasanto Wibisono, Sp.KJ Dr. dr. Martina Wiwie, Sp.KJ(K)

dr. Vera, Sp.PD, KGer Dr. dr. Ria Maria Theresa, Sp.KJ

dr. Andi Kurniawan, SpKO dr. Yuniar Sunarko, Sp.KJ

dr. Judiastuty Februhartanty dr. Astuti Sp.S(K)

dr. Rina Dr. Drg. Marzella Mega Lestari

dr. Sophia Hage, SpKO Prof. Siti Setiati, Sp.PD, KGer

Prof. Drg. Tri Budi Wr. MPH dr. Natalia Widiasih, Sp.KJ(K)

SCIENTIFIC COMMITTEE

Amalia Fonk

Tuty Sunardi

Lelly Milawati

Shinta Priwit

Dipa Mulya

Dian Purnomo

Fitri Suryo

Almaida

Gerry Puraatmadja

SOCIAL COMMITTEE

 

48

C. Kegiatan Yang Pernah Dilaksanakan

Beberapa kegiatan yang diberikan oleh Yayasan Alzheimer Indonesia

untuk mendukung OOD, keluarga dan caregiver-nya dapat terlihat dari

adanya program – program diantaranya:

1. Peningkatan kesadaran (raising awareness). Kegiatan raising awareness

ini dilakukan dengan penyebaran informasi kepada berbagai kalangan

untuk meningkatkan kepedulian terhadap isu Alzheimer dan Demensia.

Empat pemimpin provinsi di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan

Bandung yang telah melakukan kegiatan – kegiatan untuk

mengkampanyekan Alzheimer dengan melakukan jalan sehat, deteksi

dini, dan senam cegah pikun yang melibatkan sekitar lebih dari 10.000

peserta dan ratusan masyarakat. Kampanye ini dilakukan juga melalui

media – media, seperti media online, cetak dan elektronik seperti pada

acara Kick Andy di MetroTV.57 Kampanye ini juga dilakukan pada

kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang dilakukan

di beberapa sekolah yang ada di Jakarta untuk mengenalkan bahaya

penyakit Alzheimer sejak dini.

2. Menyelenggarakan kegiatan Caregiver Meeting. Caregiver Meeting

adalah sebagai salah satu bentuk support group yang dilakukan secara

rutin setiap bulan pada hari Sabtu di minggu pertama yang bertempatan

di Golfhills Terrace Apartement Pondok Indah. Kegiatan ini merupakan

salah satu kegiatan untuk mendukung ODD dan keluarganya sebagai

57 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia

 

49

family caregiver. kegiatan caregiver meeting ini merupakan ajang

silaturahmi untuk sharing antar keluarga, caregiver, serta para relawan

ALZI dengan mengundang berbagai narasumber seperti dokter,

psikolog, terapis, dan lain – lain, terkait dengan tema yang diangkat

pada pertemuan tersebut, tema yang diangkat berbagai macam terkait

dengan permasalahan yang dihadapi ODD/Alzheimer, keluarga, dan

caregiver-nya.

3. Kegiatan kunjungan (home visit). Kegiatan yang mendukung ODD dan

keluarga lainnya adalah home visit yang dilakukan di setiap bulannya.

Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2015, namun sempat terhenti

dan sudah dimulai kembali pada Juli 2016 lalu. Tujuannya adalah untuk

melihat perkembangan ODD serta sebagai bentuk dukungan bagi ODD

maupun keluarga atau caregiver-nya. Dalam kegiatan ini ALZI berusaha

memberikan dukungan dengan melihat lingkungan sekitar rumah ODD.

Di dalam tim home visit ini terdapat dokter, psikolog, dan relawan yang

siap membantu dalam kegiatan ini.58

4. Kegiatan advokasi. Advokasi ini dilakukan ke pemerintah. Salah satu

hasil kegiatan yang dilakukan ALZI dengan pihak pemerintah ini adalah

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, membuat komitmen

Jakarta Ramah Lansia dan Demensia sebagai bentuk dukungannya

kepada isu lansia dan demensia. Kemudian Walikota Bogor, Bima Arya,

58 Wawancara pribadi dengan Dian Purnomo selaku Direktur Eksekutif Yayasan Alzheimer

Indonesia, Jakarta, 7 Oktober 2017.

 

50

beliau berkomitmen untuk memberikan taman yang ada di Kota Bogor

untuk melakukan kegiatan – kegiatan disana.

5. Progam twinning antara Alzheimer Indonesia dan Alzheimer Nederland

yang mendukung komponen capacity building bekerjasama dengan

Prodia Laboratorium terlaksana di bulan Maret 2014 di Jakarta dan

Yogyakarta. Program ini bertujuan sebagai sarana pertukaran ilmu

pengetahuan, informasi, keterampilan dan pelatihan mengenai

Alzheimer/Demensia dan penanganannya yang dihadiri oleh peserta dari

berbagai kalangan internal dan eksternal diantaranya, caregivers, dokter,

perawat, mahasiswa, peneliti, relawan, dan lainnya.59

6. Memberdayakan para keluarga dan caregiver untuk meningkatkan

kualitas hidupnya agar selalu memiliki semangat yang tinggi dalam

merawat ODD dengan penuh kasih sayang dan kepedulian dengan

melalui berbagai macam media.

7. Mengadakan talkshow dan seminar – seminar kesehatan.

8. Memperingati Bulan Alzheimer Sedunia atau World Alzheimer Month

(WAM). WAM adalah salah satu bentuk dukungan dan kepedulian pada

penyakit Alzheimer. Sejak kegiatan WAM pada September 2013 dan

berlanjut pada bulan September 2014 dan 2015, Alzheimer Indonesia

telah secara aktif melakukan kampanye, advokasi, peningkatan kapasitas

dan peningkatan kesadaran untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

tentang Alzheimer dan Demensia didukung oleh semua pihak termasuk

59 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia

 

51

media, komunitas peduli lansia, lembaga, yayasan, LSM, sektor swasta,

donor internasional Belanda, Kanada, Duta Meksiko dan pemerintah.

 

52

BAB IV

TEMUAN DATA DAN HASIL ANALISIS

Bab ini berisi data hasil temuan dan analisis berdasarkan pengolahan data

yang dilakukan oleh peneliti. Analisis data yang dilakukan bertujuan sesuai dengan

rumusan atau pertanyaan penelitian ini. Dengan kata lain, bab ini mendeskripsikan

Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver di Yayasan

Alzheimer Indonesia dan melihat hasil dari upaya tersebut.

Tabel II

Profil Informan

No Informan

1. Nama : DSP

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 62 Tahun (Dewasa Madya)

Domisili : Jakarta Selatan

Hubungan Dengan ODD : Anak ke 3 dari 3 bersaudara

2. Nama : SC

Usia : 49 Tahun (Dewasa Madya)

Jenis Kelamin : Perempuan

Domisili : Tangerang Selatan

 

53

Hubungan Dengan ODD : Anak ke 1 dari 6 bersaudara

3. Nama : EH

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 27 Tahun (Dewasa Awal)

Domisili : Tangerang Selatan

Hubungan Dengan ODD : Anak ke 3 dari 3 bersaudara

4. Nama : AW

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 77 Tahun (Dewasa Akhir)

Domisili : Jakarta Selatan

Hubungan Dengan ODD : Suami dari Istri penderita demensia

5. Nama : EHP

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 78 Tahun (Dewasa Akhir)

Domisili : Salatiga

Hubungan Dengan ODD : Istri dari Suami penderita demensia

 

54

Tabel III

Gambaran Kesejahteraan Psikologis Sebelumnya Pada Family Caregiver

No Dimensi Informan

Informan DSP Informan SC Informan EH

1. Penerimaan

Diri

Informan sering emosi

terhadap mamanya

karena adanya

perasaan sedih dan

kecewa terhadap apa

yang dialami oleh

dirinya dan juga

mamanya yang

terdiagnosis

Alzheimer atau

menderita demensia.

Informan memiliki

pribadi yang sabar

dalam menghadapi

suatu masalah

begitupun saat

menghadapi adanya

perubahan tingkah

laku mamanya saat

terkena Alzheimer.

Walaupun kaget

melihat perubahan

tingkah laku

mamanya, namun ia

mampu menerima

kondisi tersebut.

Informan tidak bisa

menerima keadaan

yang dialaminya saat

usianya yang masih

menjadi mahasiswa

akhir di salah satu

universitas Jakarta.

Informan merasa

masih belum siap jika

harus menjadi family

caregiver lansia

demensia sedangkan

ia harus

menyelesaikan

skripsinya.

2.

Hubungan

Positif

Dengan

Orang Lain

Informan memiliki

pribadi yang supel dan

pandai bergaul pada

lingkungan tertentu

seperti contohnya

hubungan informan

dengan tetangga di

rumahnya yang

kurang kenal satu

sama lain namun lain

halnya hubungan yang

baik dengan teman-

teman di Alzi dan

adanya kepedulian

satu sama lain.

Informan juga merasa

kurang adanya

kepedulian kakak-

kakaknya terhadap

dirinya yang harus

merawat mamanya.

Informan memiliki

hubungan yang baik

dengan tetangga di

sekitar rumahnya

tetapi tidak begitu erat

karena banyaknya

kesibukan pekerjaan

dan urusan keluarga.

Namun informan

memiliki hubungan

baik dengan saudara-

saudara maupun

dengan keluarga inti.

Begitupun dengan

teman-teman

organisasinya di

Alzheimer Indonesia.

Informan memiliki

hubungan yang baik

dengan lingkungan

sekitar rumahnya,

teman-teman kampus,

dan mampu menjalin

hubungan dengan

seorang lelaki.

Begitupun hubungan

informan dengan

saudara atau

keluarganya yang

terjalin baik walaupun

kedua kakaknya sudah

membina rumah

tangga dan tidak satu

rumah lagi dengan

kedua orangtuanya.

 

55

3. Otonomi

Memang dari

sebelumnya informan

adalah seseorang yang

mandiri dan mampu

memilih mana yang

baik dan buruk dalam

menentukan

keputusan untuk

keluarganya seperti

pendidikan anak-

anaknya. Hal ini

didukung pada saat

wawancara informan

menceritakan adanya

keputusan yang ia

buat pada saat

anaknya ingin

melanjutkan study-

nya.

Dalam menentukan

suatu keputusan,

informan kurang

mampu dalam

memilih dan membuat

keputusan dengan

baik. Dengan

banyaknya tugas dan

pekerjaan yang harus

diurus, terlebih lagi

informan harus

mewarat ibunya yang

mengalami demensia,

informan menjadi sulit

untuk memutuskan

mana yang terbaik.

Oleh karena itu

informan selalu

meminta bantuan

saran dan solusi

kepada teman atau

kepada suami.

Dengan informan

yang masih kuliah,

informan terkadang

masih butuh bantuan

masukan orang lain

seperti teman-teman

dan juga orangtuanya

dalam memutuskan

suatu keputusan,

namun informan

sudah bisa hidup

mandiri yang

terkadang informan

mencari pekerjaan

sambilan untuk

menambah uang saku

sewaktu masa

kuliahnya dulu.

4. Penguasaan

Lingkungan

Dengan pribadi

informan yang supel

terhadap oranglain,

maka informan

dengan mudah

menciptakan

lingkungannya sesuai

dengan nilai yang

dianut. Hal ini

didukung pada saat

wawancara, informan

bercerita tentang

kehidupannya sewaktu

informan kuliah, ia

mampu menghadapi

masalah dan

menciptakan

lingkungannya.

Informan mampu

memilih

lingkungannya sesuai

dengan kebutuhannya.

Hal ini didukung oleh

hasil wawancara yang

mana informan

memilih Alzi sebagai

suatu organisasi yang

menunjang

kebutuhannya dalam

proses perawatan

kepada mamahnya

yang mengalami

demensia. Dengan

begitu informan

menjadi tahu apa itu

Alzheimer atau

demensia.

Informan kurang

mampu menguasai

lingkungan yang

dihadapinya, terutama

disaat pertama kali

ibunya didiagnosis

terkena Alzheimer.

Informan masih

kurang mampu

mengontrol waktu,

tugas, dan

emosionalnya.

Terutama pada saat ia

harus menyelesaikan

tugas skripsinya dan

juga harus merawat

ibunya yang terkena

penyakit Alzheimer.

5. Tujuan Hidup Hidup informan selalu

memiliki tujuan yang

Dengan berusaha

untuk memberikan

Informan memiliki

cita-cita dan ingin

 

56

ingin ia capai, yaitu

membahagiakan

anggota keluarganya

dengan memberikan

yang terbaik. Dalam

hal ini informan selalu

memberikan motivasi

dan dukungan serta

saran kepada anak-

anaknya dan juga

anggota keluarga

lainnya. Hal ini

didukung oleh cerita

informan pada saat

wawancara

berlangsung, informan

bercerita tentang

bagaimana ia

memberikan yang

terbaik dalam

menyekolahkan anak-

anaknya sampai ke

luar negeri. Begitupun

kepada ibunya,

informan selalu

menyempatkan

waktunya pada saat

liburan untuk datang

bersama suami dan

anak-anaknya

kerumah ibunya dulu

sebelum ibunya

menderita demensia.

yang terbaik kepada

anggota keluarganya,

informan selalu

meluangkan waktunya

untuk berkumpul dan

bahkan mengajak

keluarganya pergi

jalan-jalan. Hal ini ia

lakukan agar

keluarganya terutama

mamahnya merasa

nyaman dengan

perawatan yang

diberikan oleh

informan. Hal ini

didukung oleh hasil

wawancara dan

observasi yang

melihat bahwa

informan selalu

mengajak mamahnya

berpergian walaupun

mamahnya sudah

tidak bisa berjalan dan

memakai kursi roda.

Dan juga informan

selalu menunjukkan

keceriaannya saat

mengajak mamahnya

berbincang. Hal

menunjukkan bahwa

aspek tujuan hidup

yang dimiliki

informan sudah

terpenuhi.

meraih cita-citanya

tersebut. Selain itu,

informan pernah

mendapatkan

pekerjaan yang sesuai

dengan passion-nya

namun dengan kondisi

ibunya yang

mengalami demensia,

informan menjadi

tidak bisa terus berada

di pekerjaan tersebut

karena ibunya tidak

bisa ditinggal lama

dan akhirnya informan

harus berhenti dan

harus mencari

pekerjaan lain yang

menerima pekerjaan

part time. Dalam hal

ini menunjukkan

bahwa informan tidak

bisa menjalankan

tujuan atau cita-

citanya karena harus

menjadi seorang

family caregiver.

6. Pertumbuhan

Pribadi

Dalam menghadapi

suatu

masalah/kejadian yang

menimpanya,

informan merasa lelah

dan mengeluh

sehingga informan

jadi tidak bisa

mengontrol

Informan yang

memiliki banyak

kesibukan dan juga

tugasnya yang harus

merawat mamahnya

yang mengalami

demensia membuat

informan sulit untuk

menentukan atau

Dengan menjadi

seorang family

caregiver, informan

merasa dirinya tidak

bisa bergerak dengan

bebas untuk

menjalankan aktivitas

sesuai keinginannya.

Hal ini membuat

 

57

emosionalnya dalam

menghadapi ibunya

yang mengalami

demensia. Dalam hal

ini informan akan

terus dalam keadaan

yang tidak bisa

mengembangkan

potensi yang ada di

dalam dirinya.

membuat keputusan

dalam suatu masalah.

Hal ini menunjukkan

bahwa kesibukkannya

membuat dirinya tidak

bisa mengembangkan

kemampuan dirinya

dalam membuat suatu

keputusan tanpa

adanya suatu keraguan

dalam dirinya.

informan merasa jadi

tidak bisa

mengembangkan

potensi atau

kemampuan yang ada

didalam dirinya

karena waktu dan

tenaga diberikan

untuk ibunya yang

mengalami demensia.

No Dimensi Informan

Informan AW Informan EHP

1. Penerimaan

Diri

Informan memiliki pribadi yang

keras dan tidak mampu

mengendalikan emosinya.

Informan juga tidak bisa

menerima keadaan yang

dialaminya saat istrinya sakit

Alzheimer yang mana beliau

ingin pergi ke mekkah untuk

menunaikan ibadah haji bersama

istri tetapi tidak bisa dikarenakan

istrinya sudah mengalami

demensia. Hal ini informan akui

pada saat wawancara.

Dengan melakukan pendekatan

spiritual, informan memiliki tingkat

religiusitas yang cukup kuat

sehingga informan selalu berserah

diri kepada Tuhan apapun yang

menimpa dirinya, termasuk

menjadikan informan harus menjadi

family caregiver untuk suaminya

yang mengalami demensia pada usia

senja. Namun walaupun informan

mampu menerima keadaan sang

suami, informan merasa jengkel dan

terbebani dalam menghadapi

keadaan suaminya yang sudah lupa

dan mengalami perubahan tingkah

laku.

2.

Hubungan

Positif

Dengan

Orang Lain

Informan merupakan seseorang

yang giat dan aktif dalam

berorganisasi. Hal ini membuat

informan memiliki hubungan

positif dengan lingkungan

sekitarnya, sehingga informan

banyak dikenal oleh orang-orang

di lingkungannya. Informan juga

sering mendapatkan bantuan jika

dalam masalah. Bantuan ini

diberikan dari orang-orang

karena informan mampu

menjalin hubungan yang positif

Informan adalah seorang wanita

yang baik hati dan ramah, pendapat

ini didukung oleh hasil observasi dan

wawancara yang melihat bahwa

informan memiliki banyak teman

dan hubungan yang positif terhadap

lingkungan sosialnya. Informan juga

merupakan sosok orang yang

dipercaya di gerejanya. Pendapat ini

didukung pada saat wawancara,

informan masih aktif dan

bertanggung jawab didalam

kepanitiaan acara natal di gerejanya

 

58

dengan lingkungan sosial,

begitupun dengan keluarganya

dan anak-anaknya. Bahkan pada

saat istrinya menderita

demensia, hubungannya tidak

terputus dengan teman kerja,

teman di organisasinya dan

bahkan dengan saudara-

saudaranya.

walaupun usianya sudah tidak muda.

Informan juga memiliki hubungan

yang erat kepada anak-anaknya dan

juga keluarga besarnya. Hal ini juga

disampaikannya pada saat

wawancara informan bercerita mau

pergi ke solo untuk acara keluarga

disana.

3. Otonomi

Informan dilatarbelakangi oleh

pendidikan yang keras. Pendapat

ini didukung oleh pengakuan

informan sewaktu informan

bercerita saat masa mudanya,

sehingga dalam hal kemandirian

dan pemecahan masalah dapat

teratasi dengan pemikiran yang

matang dan mandiri tanpa

meminta bantuan dari orang lain.

Informan mampu membuat

keputusan dalam bertindak atau

memecahkan suatu masalah, namun

karena usia informan yang sudah tua,

informan kurang mampu melakukan

kegiatannya secara mandiri. Dalam

melakukan tugas pekerjaan rumah

tangga, informan dibantu oleh

pembantu rumah tangga untuk

melakukan tugas seperti

membersihkan rumah. Tetapi untuk

urusan perawatan kepada suami yang

mengalami demensia, informan

melakukannya sendiri karena

informan adalah satu-satunya orang

yang mampu memahami suaminya.

4. Penguasaan

Lingkungan

Informan memang sudah bisa

menciptakan lingkungannya

sehingga ia dapat mengambil

keuntungan atau hal positif dari

lingkungannya untuk kebaikan

dirinya. Namun dalam keadaan

yang dialaminya seperti istrinya

menderita demensia pertama kali

informan tidak mampu

membiasakan diri dengan

keadaannya sehingga informan

tidak mampu menjalani dan

mencapai apa yang dituju. Hal

ini menunjukkan informan tidak

mampu mengendalikan

lingkungan atau keadaan yang

menimpa dirinya.

Informan merupakan orang yang

mampu memilih lingkungannya

sesuai dengan kebutuhan yang

diperlukan, seperti memilih ikut

kegiatan gereja dan Alzi, menurutnya

hal ini sangat bermanfaat untuk

dirinya dan juga untuk proses

perawatan kepada suami yang

mengalami demensia. Akan tetapi

pada saat awal informan menghadapi

masalah seperti perubahan tingkah

laku pada suami, informan merasa

ada yang aneh dan tidak mampu

menghadapinya dengan baik karena

sebelumnya memang ia belum tahu

apa yang sedang menimpa pada

suaminya. Dalam hal ini informan

belum bisa menguasai lingkungan

 

59

yang terjadi padanya dan

memerlukan pemahaman lebih dan

perlu adaptasi yang cukup lama.

5. Tujuan Hidup

Informan dalam menjalani hidup

ingin mendapatkan pahala dan

keberkahan Allah SWT seperti

ingin melaksanakan salah satu

syarat islam yang belum

terpenuhi yaitu mempunyai

impian untuk pergi haji ke

Mekkah bersama istrinya,

namun karena istrinya menderita

demensia, ia tak bisa mencapai

impian tersebut.

Karena usia yang sudah tua,

informan hanya berharap bisa

menjalankan kehidupannya dengan

terus menyebarkan kebaikan kepada

semua orang, terutama kepada suami

tercinta. Hal ini ia ungkapkan pada

saat wawancara informan hanya

berharap ingin memberikan

pelayanan dan perawatan yang

terbaik selama ia masih bisa berada

disamping suaminya.

6. Pertumbuhan

Pribadi

Informan tidak mampu

mengembangkan potensinya

karena keharusannya merawat

istrinya penderita demensia.

Oleh karena itu informan merasa

terbebani dan merasa menjadi

seseorang yang tidak bisa

menjalankan aktivitasnya seperti

biasa. Contohnya, tidak bisa

aktif dalam organisasi atau

komunitas yang ia ikuti.

Informan menyadari bahwa dirinya

sudah tua dan tidak bisa berbuat

banyak seperti layaknya anak muda,

namun informan memiliki keinginan

untuk terus tetap berkembang dan

bisa mengikuti jaman. Ungkapannya

ini didukung oleh hasil wawancara

dan observasi yang melihat bahwa

informan mau untuk belajar

teknologi seperti mengirim pesan via

email. Hal ini menunjukkan bahwa

informan mampu mengembangkan

dirinya dari waktu ke waktu.

A. Upaya Alzheimer Indonesia Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Family

Caregiver

Yayasan Alzheimer Indonesia merupakan organisasi non profit yang betujuan

untuk meningkatkan kualitas hidup tidak hanya Orang Dengan Demensia (ODD)

saja, tetapi juga melakukan pembangunan kapasitas kepada keluarga atau family

caregiver-nya. Sama seperti organisasi pada umumnya Alzheimer Indonesia memiliki

 

60

suatu program yang berfokus pada pembangunan kapasitas guna meningkatkan

kesejahteraan psikologis family caregiver yaitu :

1. Caregivers Meeting

Menyelenggarakan kegiatan Caregivers Meeting merupakan salah satu

upaya Alzheimer Indonesia mencapai visi dan misi organisasi melalui

peningkatan kapasitas para caregivers. Kegiatan ini diadakan setiap hari sabtu

di minggu pertama pada setiap bulannya. Kegiatan Caregivers Meeting ini

bertujuan untuk menjadi wadah bagi para caregivers berbagi cerita, saling

belajar satu sama lain hingga mendiskusikan hal-hal terkait dengan

pengalaman mereka menjadi caregiver untuk Orang Dengan Demensia

(ODD). Acara caregivers meeting ini bertempat di Function Room, Golfhill

Terrace Apartement Pondok Indah. Yayasan Alzheimer Indonesia ingin

mengajak semua masyarakat Indonesia, kaum muda maupun orang tua untuk

lebih concern terhadap penyakit ini.

Berikut wawancara dengan Ibu Tuti selaku koordinator program

caregivers meeting sebagai berikut :

“caregivers meeting ini bertujuan untuk membuat suatu wadah bagi

para caregiver yang mana disini mereka dapat menemukan informasi

dan juga bisa saling sharing terkait perawatan yang baik untuk lansia

dengan penyakit demensia.”60

60 Wawancara pribadi dengan ibu Tuty, selaku komite sosial Alzheimer Indonesia. 7 Oktober

2017.

 

61

Berdasarkan penuturan dari wawancara diatas, program ini sangat

penting dilakukan sebagai ajang sharing pengalaman dalam merawat pasien

Alzheimer/Demensia. Beliau juga menambahkan bahwa :

“acara ini dihadiri oleh sekitar 30-an orang yang termasuk di

dalamnya pengasuh (caregiver) dan keluarga pasien alzhaimer,

sampai para professional di bidangnya seperti neurology, psikiatri,

ahli komunikasi kesehatan, serta LSM seperti Asosiasi Alzheimer

Indonesia (AAZI)”61

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan ibu Tuti, kegiatan

caregivers meeting ini diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas hidup

ODD dan juga untuk caregivers yang merawat lansia tersebut. Meningkatkan

kualitas hidup orang dengan demensia di Indonesia dengan kegiatan

awareness, advokasi dan traning juga merupakan tujuan dari caregivers

meeting ini.

Ibu dr. Tara selaku direktur eksekutif Alzheimer Indonesia disini

menjelaskan bahwa :

“Kegiatan Caregivers Meeting ini biasanya diisi dengan satu sesi dari

pembicara ahli, yang akan membahas topik sesuai dengan

keahliannya, kemudian diikuti sesi tanya jawab, dan waktu bebas

untuk para caregivers saling sharing.”62

Menurut pendapatnya, kegiatan ini diisi dengan berbagai topik

pembahasan yang dibawakan oleh para pembicara ahli sehingga mereka para

61 Wawancara pribadi dengan ibu Tuty, selaku komite sosial Alzheimer Indonesia. 7 Oktober

2017. 62 Wawancara pribadi dengan ibu dr. Tara, selaku direktur eksekutif Alzheimer Indonesia. 18

Januari 2018.

 

62

family caregiver bisa langsung berkonsultasi pada saat sesi tanya jawab. Ibu

dr. Tara juga menjelaskan bahwa :

“Dalam pertemuan kegiatan caregivers meeting, topik yang

dibawakan pembicara tidak selalu berbau medis. Kami pernah juga

mengadakan terapi-terapi untuk para family caregiver dalam kegiatan

caregivers meeting guna menghilangkan stress selama merawat

ODD.”63

Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh ibu dr. Tara, Kegiatan

Caregivers Meeting juga memiliki berbagai tema dan pembicara yang

beragam di setiap pertemuannya. Tidak hanya dokter saja yang diundang,

tetapi juga beberapa orang yang memiliki keahlian tertentu serta mampu untuk

bersama-sama berbagi cerita bersama para family caregiver seperti sharing

dan melakukan terapi guna mengurangi stress yang dialami para family

caregiver. Hal ini bertujuan untuk memberikan refleksi, informasi dan juga

semangat bagi para family caregiver agar semakin mampu merawat dan

mendampingi ODD dengan baik.

Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk support group yang mana

family caregiver mendapatkan dukungan, motivasi dan pengetahuan serta

refleksi guna menghilangkan stress yang dialami selama merawat lansia

dengan demensia. Hal ini tentu akan berpengaruh pada kesejahteraan

psikologis family caregiver yang mana Turner menyatakan bahwa dukungan

sosial merupakan hal utama yang paling berdampak positif terhadap individu

63 Wawancara pribadi dengan ibu dr. Tara, selaku direktur eksekutif Alzheimer Indonesia. 18

Januari 2018.

 

63

yang mengalami stres.64 Serta jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas

hubungan sosial dengan lingkungan akan memicu timbulnya dukungan sosial

dan mengurangi munculnya konflik sehingga meningkatkan kesejahteraan

psikologis dalam hidup.65 Berdasarkan dari pernyataan tersebut dapat kita

lihat bahwa program caregivers meeting ini sangat berpengaruh terhadap

psikologis dari para caregiver karena di dalam pertemuan tersebut setiap

caregiver bisa saling berkumpul dan melakukan diskusi terkait perawatan dari

ODD. Sehingga para caregiver ini mampu menghadapi masalahnya dan tidak

merasa sendiri dalam menghadapi masalahnya.

Dari kegiatan caregivers meeting ini mempengaruhi kesejahteraan

psikologis family caregiver, seperti yang dirasakan oleh informan DSP yaitu :

“Di Alzi, dengan kita sharing membuat kita jadi banyak temen apalagi

banyak temen seperjuangan, dan juga nambah pengetahuan kita.

Banyak sih dampak positifnya di Alzi tuh. ”66

Begitupun dengan informan EHP yang mengungkapkan bahwa :

“Ibu juga belajar dari pengalaman temen-temen di Alzi supaya ibu

bisa memberikan perawatan yang terbaik buat bapak.. dengan kita

melihat dan tau kasus-kasus yang udah pernah kita temuin dan juga

kasus-kasus yang orang lain alami, dengan itu ibu bisa tau celah-

celah dan jalan terbaik untuk perawatan kepada bapak. ”67

64 R. Jay Turner, “Social Support as Contingency in Psychological Well Being,” Journal of

Health and Social Behavior, Vol. 22 No. 4, (1981): h. 357-367 65 Xiaoyun Wang dan Rabindra N. Kanungo, “Nationality, Social Network and Psychological

Well-Being: Expatriates in China,” International Journal of Human Resource Management, Vol. 15

No. 4, (2004): h. 775-793 66 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita

demensia. Jakarta, 21 November 2017. 67 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita

demensia. 11 Desember 2017.

 

64

Sama halnya dengan informan SC :

“Ya aku ikut Alzi juga karena aku pengen tau lebih dalam tentang

demensia.. aku banyak tanya ini itu di Alzi, itu aku dikasih tau

obatnya, ngatur waktu, pola hidup, terapinya.. banyak sih jadi ya

sangat ngebantu aku untuk merawat mama aku”68

Senada dengan informan EH dalam wawancaranya sebagai berikut :

“…Ya makanya aku cuma ikut Alzi aja karena ya tadi dari segi

knowledge tadi.. ya sama itu sih sama sharing itu ya di Alzi.. dengan

cerita, ngobrol, even cuma whatsappan doang aku seneng banget

karena kaya aku tuh butuh sharing.. entah itu sharing feeling atau

sharing info kaya cara ngerawatnya jadi aku bisa lebih tau

sekarang”69

Dan yang terakhir wawancara dengan informan AW sebagai berikut :

“...Alzi juga saya ikuti karena ngebantu saya untuk tau cara yang

tepat nanganin orang dengan demensia.. pola hidup, mencegah

terjadinya demensia, terapi yang cocok untuk demensia.. ya begitulah..

saya tau cara menguranginya ya dari Alzi.. kaya terapi atau senam

yang bisa mengurangi.. tapi tidak bisa menyembuhkannya ya.. hanya

menunda agar tidak terlalu parah karena demensia itu tidak bisa

sembuh.”70

Berdasarkan penuturan dari para informan tersebut menunjukkan

bahwa dengan adanya kegiatan caregivers meeting ini, informan dapat

menjumpai orang-orang yang memiliki tantangan yang sama. Hal ini

membuat para family caregiver dapat saling berbagi keluh-kesah dan saling

mendukung satu sama lain sehingga adanya dukungan sosial yang diterima

68 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Tangerang Selatan, 3 Desember 2017. 69 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Jakarta, 15 Desember 2017. 70 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita

demensia. Jakarta, 28 November 2017.

 

65

oleh family caregiver. Jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas

hubungan sosial dengan lingkungan akan memicu timbulnya dukungan sosial

dan mengurangi munculnya konflik sehingga meningkatkan kesejahteraan

psikologis dalam hidup.71 Selain itu, karena adanya informasi yang

didapatkan, informan dapat menambah dan memperdalam pengetahuannya

dalam merawat lansia dengan demensia. Family caregiver yang dapat

menyelesaikan masalahnya tentu hal ini akan berpengaruh pada kesejahteraan

psikologisnya yang mana stress yang dialami informan akan berkurang.

B. Analisis Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver

Untuk mengetahui gambaran kesejahteraan psikologis pada family caregiver

setelah mengikuti perkumpulan Yayasan Alzheimer Indonesia, peneliti menggunakan

6 indikator sebagai tolak ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu indikator

untuk mencapai kesejahteraan psikologis yang dikemukakan oleh Ryff yaitu72 :

Penerimaan Diri (Self Acceptance), Berhubungan Positif Dengan Orang Lain

(Positive Relation With Others), Otonomi (Autonomy), Penguasaan Lingkungan

(Enviromental Mastery), Tujuan Hidup (Purpose In Life), dan Pertumbuhan Pribadi

(Personal Growth).

71 Xiaoyun Wang dan Rabindra N. Kanungo, “Nationality, Social Network and Psychological

Well-Being: Expatriates in China,” International Journal of Human Resource Management, Vol. 15

No. 4, (2004): h. 775-793 72 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081

 

66

1. Penerimaan Diri

Kriteria yang paling sering diulang-ulang sebagai bukti dari well-being

adalah perasaan individu akan penerimaan dirinya. Hal ini didefinisikan

sebagai ciri utama dari kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik dari

aktualisasi diri, berfungsi secara optimal, dan kedewasaan atau kematangan.

Individu yang memiliki sikap positif terhadap dirinya memperlihatkan fungsi

sosial dan psikologis yang positif. Penerimaan diri yang baik dapat ditandai

dengan kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut

memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri,

lingkungan sosial, dan kehidupan yang dijalaninya.73

Walaupun seorang family caregiver memiliki beban yang berat, family

caregiver harus mampu bersikap positif terhadap dirinya dan lingkungan

sosialnya serta tetap menjalani kehidupannya dengan mengatasi segala

tantangan dan berupaya untuk tetap bersyukur, mampu mamaknai hidupnya

secara positif dan tidak menjadikan lansia penderita demensia sebagai beban

hidup. Hal ini ditunjukkan oleh informan EHP yang merawat suaminya

sebagai berikut :

“Kunci nya cuma satu, ikhlas.. ibu harus bisa menerima dengan ikhlas

kondisi yang seperti ini dan ibu juga bersyukur masih diberi

kesempatan oleh Tuhan untuk merawat suami tercinta yang menderita

demensia.”74

73 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 74 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita

demensia. 11 Desember 2017.

 

67

Dari pernyataan singkat informan EHP menunjukkan bahwa informan

sudah memiliki kemampuan penerimaan diri yang baik. Hal ini karena

informan mampu bersikap positif terhadap diri sendiri dan juga kehidupan

yang harus merawat suaminya. Walaupun suaminya menderita demensia,

informan dapat menerima kenyataan dengan ikhlas dan tetap semangat untuk

menjalani kehidupannya bersama sang suami yang demensia. Bersyukur

kepada tuhan juga menunjukkan adanya faktor religiusitas yang kuat

sehingga membuat informan dapat lebih memaknai hidup yang dijalaninya.

Hal yang serupa juga ditunjukkan oleh informan AW yang merawat istrinya

penderita demensia, dalam wawancaranya Ia mengungkapkan bahwa :

“Saya sih nikmatin hidup ini.. Allah berikan tantangan seperti saya

harus menerima kenyataan istri saya terkena demensia, ya saya pikir

emang ini cobaan buat saya atas dosa-dosa saya.. dengan begini saya

bisa jadi lebih sabar kan, lebih ikhlas lagi, terima secara tawakal dan

semoga bisa ngapus dosa-dosa saya juga.”75

Dari hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa informan memiliki

kemampuan dalam bersikap positif terhadap diri sendiri dengan menerima

keadaan, kelebihan dan kekurangannya serta mampu memaknai hidup yang

dialami dan bersikap positif terhadap masa lalunya. Pada informan ini

menunjukkan juga adanya pengaruh dari faktor religiusitas yang mana

informan berserah diri kepada tuhan dan tetap menjalani hidupnya dengan

75 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita

demensia. Jakarta, 28 November 2017.

 

68

tawakal serta mampu melihat kesalahannya untuk dijadikan pelajaran agar

tidak mengulanginya.

Individu yang mau belajar menerima kesalahan dan tidak menilai diri

berdasarkan kesalahan atau kegagalan yang dialaminya merupakan hal

penting dalam sikap penerimaan diri yang positif.76 Senada dengan informan

AW, informan SC yang merupakan caregiver ibunya yang telah lansia

penderita demensia mengungkapkan bahwa :

“Awalnya aku gatau nih.. ngerasa aneh aja tiba-tiba mama begitu..

marah-marah.. cuma pas aku bawa ke dokter dan tau kalo itu

demensia ya aku jadi ngertii.. jadi harus sabar juga ngadepinnya..

cuma kalo sekarang aku udah terbiasa ngeliat kelakuan mama kaya

gitu. Ya aku jadi lebih sabar yaa.. tapi aku sih nikmatin aja gitu

hahaha aku juga bawa enjoy ngejalaninnya.. ngerawat mama aku

dirumah, aku malah seneng karena mama aku tinggal disini

jadinya.”77

Dari penuturan informan SC menunjukan bahwa informan mampu

memandang positif dengan mengerti kekurangan dan kelebihan dirinya.

Informan juga memiliki sikap positif dalam memaknai kehidupan yang

dijalaninya dengan menerima keadaan dirinya dan juga ibunya. Hal tersebut

juga didukung oleh hasil observasi disaat peneliti melakukan wawancara,

terlihat bahwa adanya ekspresi informan yang menunjukkan kalau Ia

menikmati hidupnya tanpa merasa terbebani dengan merawat ibunya yang

seorang lansia penderita demensia. Hal ini menunjukkan bahwa Informan

76 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 77 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.

 

69

mampu menerima segala kekurangan yang dimilikinya dengan rasa percaya

diri dan bahagia dalam menjalani kehidupannya.

Gambar 1.2: Family Caregiver dan Lansia Dengan Demensia

Informan SC seseorang yang memiliki tanggung jawab sebagai pekerja

karyawan swasta namun tetap semangat dan bahagia dalam merawat

ibunya penderita demensia.

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Individu yang mampu menerima diri sendiri menunjukkan perilaku

yang percaya diri, gembira, antusias, dapat berkomunikasi dengan baik,

menyesuaikan diri dan mampu melakukan interaksi sosial dengan orang

lain.78 Begitupun yang ditunjukkan oleh informan DSP yang merawat

Ibunya yang sudah lansia penderita Demensia sebagai berikut :

“Pada saat saya belum tahu, saya menganggap dia orang tua yang

sangat keras kepala. Intinya kita selalu saja bertengkar. Nah setelah

saya tahu ibu saya kena penyakit ini barulah saya mengerti. Tapi

untuk menerima itupun tidak mudah, ibu saya tinggal di rumah saya,

pada saat saya tidak terima dengan keadaan ibu saya yang seperti itu,

78 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081

 

70

suami saya selalu menenangkan saya untuk selalu tetap sabar dengan

keadaan ibu saya yang seperti itu. Pada saat awal awal saya benar-

benar tempramen sekali kepada ibu saya, yaa namanya juga

beradaptasi lah yaa jadi masih sering konflik. Tapi lama-lama

semakin kesini saya sudah semakin bisa menerima dan berfikir kalau

sikap saya ini salah dan yaudah mulai sekarang saya harus nyenengin

dia pokoknya bikin suasana untuk bikin dia seneng dan tidak terbebani

dengan macem-macem.”79

Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan mengerti

dan menerima kesalahan dan mau menjadi lebih baik dalam merawat ibunya

dimana ia merasa harus membuat ibunya senang dan nyaman. Hal ini

merupakan penerimaan diri yang baik karena informan memiliki sikap

positif dalam menyikapi perbuatannya, melihat ia mempunyai kekurangan

dan kelebihan serta menerima keadaannya yang sedang berhadapan dengan

lansia demensia.

Individu sadar akan karakteristik kepribadiannya, adanya kemauan

untuk hidup dengan keadaan tersebut menunjukkan kemampuannya dalam

penerimaan diri yang positif.80 Hal ini sejalan dengan para informan yang

mampu melakukan penerimaan diri secara positif sehingga para informan

mampu menyesuaikan diri dan antusias dalam menjalani kehidupannya serta

dengan adanya faktor religiusitas dan memiliki kepribadian yang baik maka

informan mampu memaknai kehidupannya secara positif. Dengan demikian

79 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita

demensia. Jakarta, 21 November 2017. 80 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081

 

71

upaya yang dilakukan informan dalam aspek penerimaan diri sudah bisa

dikatakan baik dalam proses merawat lansia demensia serta kehidupan yang

dijalaninya.

2. Berhubungan Positif Dengan Orang Lain

Berhubungan positif dengan orang lain (Positive Relation With Others)

merupakan dimensi yang menekankan pentingnya kehangatan, hubungan

saling percaya, bersahabat dengan orang lain, dan mencintai orang lain.

Individu yang memiliki nilai yang tinggi pada dimensi ini ditandai dengan

hubungan sosial yang baik seperti memiliki hubungan yang hangat,

memuaskan dan saling percaya dengan orang lain serta mempunyai rasa

empati yang kuat.81

Dalam mengurus lansia dengan demensia seringkali membuat

hubungan antar saudara atau anggota keluarga menjadi berantakan. Hal ini

biasanya terjadi karena tidak ada yang mau untuk merawat orangtuanya yang

sudah lansia khususnya lansia penderita demensia. Pernyataan tersebut juga

dialami oleh informan EH, namun ia mampu mengupayakan agar hubungan

tetap terjalin dengan baik selama merawat ibunya. Dalam wawancaranya,

beliau mengungkapkan bahwa :

“Pasti ada konflik sih ya, ya aku sama kakakku. Dan kakak-kakakku

ini cowo semua, udah nikah, udah gadirumah.. aku juga dari awal-

awal sakit sampe sekarang aku terus yang rawat mama.. mulai dari

mandi segala macem.. dari jaman mba belum ada yang klik, ya aku

81 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081

 

72

sama papa gitu kan.. timing, schedule harus jagain karena yang

disaranin sama caregiver lain pas aku ngobrol ya dua masalahnya

itu.. ya emang lo harus gantian, gabisa lo 24 jam jagain sebulan

gaada rehab.. burnout kan pasti.. jadi scheduling itu.. sama duit juga

sih.. karena duit jadi konflik lagi hahaha ya karena bayar mba aja

mahal banget udh kaya bayar freshgraduate kan hahaha karena aku

saat itu baru lulus terus kerja yang harus resign karena kan gabisa

ditinggalin mamah ya.. tapi kalo sekarang sih ya kita bagi-bagi tugas

aja.. walaupun sepenuhnya tetep aku yang handle tapi udah biasa aja

sih sekarang, aku udah biasa nanganinnya”82

Dari hasil wawancara dengan informan EH menunjukkan bahwa

merawat lansia dengan demensia mempengaruhi hubungan antar orang lain

menjadi renggang, seperti halnya dengan saudara atau anggota keluarga

informan. Namun informan mampu menyikapinya secara positif dengan

memutuskan untuk membagi adil tugasnya, disini terlihat bahwa hubungan

antar saudara informan menjadi baik setelah adanya pembagian tugas.

Individu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu

menjalin hubungan yang hangat, memuaskan, dan terlibat dengan hubungan

timbal balik.83 Memang perlu adanya hubungan yang erat serta memuaskan

satu sama lain sehingga walaupun informan tetap melakukan proses

caregiving, Ia tetap memiliki hubungan yang hangat dengan saudaranya.

Tidak hanya itu, dalam hasil observasi peneliti melihat pada saat wawancara,

informan baru pulang kerja dan ditemani oleh sang suami.

82 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Jakarta, 15 Desember 2017. 83 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081

 

73

Gambar 1.3: Family Caregiver dan Suami

Informan EH yang mampu menjalin hubungan harmonis dengan suami

walaupun disibukkan dengan merawat ibunya yang mengalami

demensia.

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Hal ini menunjukkan walaupun informan harus menjadi caregiver

untuk Ibunya, tetapi ia juga tetap menjalankan aktivitas kerja dan menjalin

hubungan yang baik dengan pasangannya. Dengan begitu, informan sudah

dapat dikatakan memiliki hubungan positif dengan orang lain. Begitupun

dengan informan AW yang menunjukkan bahwa :

“Saya tuh orangnya gabisa diem.. petakilan hahaha.. jadi saya dulu

suka ikut komunitas non profit, terus Alzi juga, kepengurusan masjid

komplek.. sampe sekarangpun masih terus kontek-kontekan.. Saya juga

masih punya kontak-kontak temen-temen SD, SMP, SMA, temen kerja..

banyak group di whatsapp hp saya.. wa pensiunan, keluarga di

Bandung, Alzi juga ada.. hp saya sampe jebol karena kebanyakan

group hahaha.. ya menurut saya sih menjalin hubungan tali

silaturahmi itu bagus dan memperpanjang umur ya hahaha.”84

84 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita

demensia. Jakarta, 28 November 2017.

 

74

Dari hasil wawancara dengan informan AW menunjukkan bahwa

terdapatnya hubungan yang baik dengan orang lain. Selain memiliki

hubungan yang baik, informan juga mampu menjaga hubungan tali

silaturahmi dengan orang lain agar tidak adanya konflik atau kerenggangan

antar sesama. Individu yang mampu menunjukkan keintiman atau hubungan

yang hangat terhadap orangtua, saudara, anak, teman dan partner kerja,

mereka akan memiliki rasa empati dengan kesejahteraan orang lain, dan

toleran terhadap kesalahan dan kekurangan orang lain.85 Hal ini sejalan

dengan informan EHP yang mampu menjaga hubungan baik dengan orang

lain :

“Semuanya selama proses perawatan berjalan dengan baik dan

tentram.. ibu dengan anak-anak dan cucu-cucu juga.. karena mereka

juga bisa menerima kondisi ayah dan kakek mereka yaa.. dan mereka

juga tau betul ibu merawat bapak dengan kasih.. Ke teman satu

gereja.. dan tetangga juga ibu akrab sama tetangga-tetangga disini..

mereka juga suka bantu ibu kalo kesusahan atau butuh bantuan tanpa

ibu minta.. Kita hidup kan harus saling melayani dan membantu

sesama.. jadi kalo ada yang butuh bantuan ibu, ibu dengan senang

hati akan melayani.. ya ibu melakukannya dengan tenggang rasa dan

didasari kasih..”86

Dari hasil wawancara dengan informan EHP, dapat dilihat bahwa

informan memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya

maupun dengan keluarganya sendiri serta memiliki tenggang rasa dan

85 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 86 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita

demensia. 11 Desember 2017.

 

75

ketulusan dalam berhubungan dengan orang lain sehingga informan

memiliki rasa empati yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya. Individu

yang memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu untuk mengelola

hubungan interpersonal secara emosional dan adanya kepercayaan satu sama

lain sehingga merasa nyaman.87 Hal ini selaras dengan informan SC, Beliau

mengaku bahwa :

“Kalau saya kebetulan engga ada masalah soal itu.. saya kan anak

paling tua.. kebetulan ade-ade saya semuanya berlomba-lomba untuk

merawat mama saya.. makanya kita bagi-bagi tugas sih.. ya mereka

sih paling bantu-bantu buat beli ini beli itu beli obat terus dianterin

kesini.”88

Ungkapan yang diberikan dari informan SC menunjukkan bahwa

informan sudah memiliki hubungan yang erat dengan saudara-saudaranya,

bahkan dalam proses perawatan lansia demensia pun masih tetap terjalin

dengan baik karena adanya rasa saling percaya satu sama lain sehingga

terciptanya dukungan sosial antar saudara dalam merawat lansia demensia.

Informan juga mampu menunjukkan rasa empati terhadap orang lain sebagai

berikut :

“Aku tuh suka sosialisasiin di komplek ini kalo demensia itu bukan

penyakit yang biasa.. aku juga pernah pasang spanduk gitu didepan

rumah ciri-ciri gejala demensia.. tapi sekarang spanduknya udah aku

87 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 88 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.

 

76

copot sih karena pudar kena panas ujan juga kan.. ya tetangga sini sih

nge-appreciate dan juga tau kalo mama ku kena demensia..”89

Dari hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa selain

memiliki hubungan yang positif dengan anggota keluarganya, informan juga

memiliki rasa peduli dengan orang lain yang ditunjukkannya dengan

memasang spanduk ciri-ciri demensia sehingga orang lain pun dapat

mengetahui ciri-cirinya dan informan berharap orang lain dapat

mencegahnya sebelum semakin parah. Hal ini menunjukkan bentuk

kepedulian informan terhadap orang lain atau lingkungan sosialnya yang

berarti informan memiliki rasa empati yang tinggi terhadap kesejahteraan

orang lain. Dengan begitu para informan sudah bisa dikatakan mampu

dengan cara masing-masing dalam menjaga hubungan yang hangat dan erat

serta memiliki rasa empati yang tinggi terhadap lingkungan keluarga

maupun lingkungan sosialnya.

3. Otonomi

Otonomi (Autonomy) merupakan dimensi yang menunjukan

kemandirian individu, kemampuan untuk mengatur diri sendiri, melakukan

evaluasi dari dalam diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Seseorang

yang memiliki nilai tinggi pada dimensi ini ditandai dengan kemampuan

kemandirian, mampu menolak tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah

89 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.

 

77

laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan

standar personal.90

Dalam proses caregiving, seorang family caregiver harus mempunyai

kemandirian dalam membuat keputusan dalam bertindak, seperti contohnya

selain mengurus lansia demensia, family caregiver juga harus mengatur

urusan rumah tangga, membuat keputusan untuk menentukan pelayanan

seperti apa yang diberikan kepada lansia dengan demensia dan mampu

memilih mana yang baik dan buruk serta mampu mengevaluasi diri terkait

perawatan lansia dengan demensia. Dalam hal ini informan AW

menunjukkan bahwa :

“Kalau untuk perawatan ke istri, saya nerapin dirumah ini sarapan

harus bareng.. walaupun istri saya susah makan, tapi untuk

kebaikannya tetep.. dengan perlahan saya harus bisa bujuk dia supaya

makan bareng di meja makan.. karena di Alzi itu kan ngasih tau pola

hidup untuk demensia.. jadi sarapan pagi bareng kaya gitu juga

termasuk terapi untuk demensia.”91

Berdasarkan ungkapan informan diatas menunjukkan informasi yang

didapatkan oleh informan diterapkan jika itu memang baik untuk proses

perawatan. Hal ini membuktikan bahwa informan memiliki kemampuan

dalam membuat keputusan untuk memberikan perawatan terbaik namun

tetap didasari dengan evaluasi diri yang mana ia sadar kalau dirinya kurang

mampu untuk membuat istrinya makan. Di sisi lain, dalam pendapat yang

90 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 91 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita

demensia. Jakarta, 28 November 2017.

 

78

disampaikan informan menunjukkan bahwa adanya program yang diadakan

Yayasan Alzheimer Indonesia (Alzi) mempengaruhi diri informan dalam

memberikan perawatan kepada lansia dengan demensia. Dengan begitu

informan dapat berproses secara mandiri dalam menentukan keputusannya

untuk memberikan perawatan yang terbaik. Informan juga memiliki

kemandirian tanpa bergantung dengan orang lain. Dalam wawancaranya,

informan AW juga menambahkan :

“Jadi ya kegiatan saya emang cuma fokus ngerawat istri.. kalo istri

tidur itu baru waktunya saya buat leha-leha kaya nonton TV, baca Al-

Quran.. atau ga, baca koran.. kadang bahkan saya juga ikut tidur..

yang ngurus sih saya aja. Pembantu ya paling cuma bantu kerjaan

dirumah dan anak-anak juga udah menikah semua. Gasering dateng

kesini.”92

Dari hasil wawancara dengan informan maka terlihat bahwa selain

informan dapat membuat keputusan secara mandiri dan mampu

mengevaluasi diri, informan juga memiliki kemampuan untuk mengatur diri

sendiri selama proses merawat istri dengan demensia serta tidak bergantung

pada orang lain yang mana anak-anaknya tidak sering datang kerumahnya

karena semuanya sudah menikah. Dan melihat umur informan AW yang

sudah tua, informan AW mampu melakukan perawatan untuk istrinya tanpa

bergantung dengan mengharapkan anak-anaknya.

92 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita

demensia. Jakarta, 28 November 2017.

 

79

Gambar 1.4: Family Caregiver

Informan AW yang berusia 77 tahun tetapi masih mampu dalam

menjalani perannya sebagai family caregiver.

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Begitupun dengan informan DSP :

“Sempat waktu mama saya hilang sempat tinggal di rumah kaka saya

di tanjung barat selama dua bulan. Tapi kan kaka saya kerja jadi saya

juga yang mengurus mama ke rumah kaka saya dari jam 8 pagi

sampai malam, itu benar-benar capek sekali. Dan saya memutuskan

untuk membawa mama tinggal sama saya karena kan saya tidak

bekerja, dan rumah saya juga lebih luas ada halaman kan mama saya

senang berkebun orangnya.”93

Dari hasil wawancara dengan informan DSP menunjukkan bahwa

informan mampu memutuskan secara mandiri hal yang baik untuk dirinya

dan juga ibunya. Dengan membuat keputusan untuk lansia tinggal

dirumahnya yang juga merupakan hasil dari evaluasi diri yang mana

informan merasa kurang optimal jika ibunya tinggal dirumah kakaknya,

93 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita

demensia. Jakarta, 21 November 2017.

 

80

informan akan merasa optimal jika ibunya tinggal dirumahnya karena Ia

tidak harus mondar-mandir kerumah kakaknya, dan merasa rumahnya cocok

untuk Ibunya yang suka berkebun. Disisi lain, informan hanya sebagai ibu

rumah tangga berbeda dengan kakaknya yang memiliki tanggung jawab

untuk bekerja. Hal ini dapat dikatakan bahwa informan mampu memiliki

aspek otonomi karena selain mampu dalam membuat keputusan, informan

juga mampu menunjukkan kemandiriannya dalam bertindak dan tidak

bergantung pada orang lain. Hal ini juga senada dengan informan EHP yang

mengungkapkan :

“Kalo untuk perawatan ke bapak, ibu biasanya gapernah berdiskusi

dengan anak-anak karena kan anak-anak jauh, ibu di rumah hanya

berdua dengan suami tanpa pembantu rumah tangga juga.. jadi

perawatan semua keputusan ibu yang mutusin.”94

Dari hasil wawancara diatas, informan mampu hidup mandiri dengan

merawat suami penderita demensia tanpa bergantung dengan anak-anaknya.

Hal ini menunjukkan informan mampu mengatur kegiatannya secara

mandiri, tidak bergantung pada orang lain perihal keputusan yang ia buat.

Dengan rumah anak-anaknya yang jauh dari rumah informan maka hal ini

menuntut informan untuk membuat keputusannya secara mandiri dalam

proses perawatan yang diberikan kepada suami. Informan juga mampu

menolak tekanan sosial terkait proses perawatan demensia, ia

mengungkapkan bahwa :

94 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita

demensia. 11 Desember 2017.

 

81

“Kalaupun ada yang berpandangan negatif terhadap ibu ketika proses

perawatan ke bapak, ya mereka kan hanya melihat dari luarnya aja..

mereka gatau apa yang ada didalamnya.. jadi ya biarin aja kalo ada

yang seperti itu.”95

Berdasarkan ungkapan informan tersebut terlihat bahwa informan

mampu mengabaikan tekanan sosial untuk melakukan perawatan demensia.

hal ini menunjukkan bahwa informan memiliki aspek otonomi yang baik

dalam kegiatannya melakukan perawatan kepada suami penderita demensia.

Begitupun dengan informan EH yang harus merawat ibunya yang lansia

penderita demensia secara mandiri. Dalam wawancaranya Ia

mengungkapkan bahwa :

“Ya biasanya aku sih. Kalo untuk harus ke dokternya kapan.. perlu ga

nih dikasih obat penenang.. ya kalo aku sih engga karena menurut aku

pas bangun malah semakin parah arogannya.. walaupun temen-temen

di Alzi juga nyuruh tetep dikasih itu obat, tapi menurut aku sih gausah

juga gapapa.. karena aku juga saat itu kan nganalisa juga ya.. trial

trial.. ngeliat bedanya dikasih obat itu sama engga.. dan ternyata

waktu itu mendingan gadikasih obat.. jadinya aku gakasih obatnya..

tapi berdampaknya sekarang, karena aku gakasih obatnya mama ku

jadi cepet ke tingkat yang lebih parah.. salah aku juga sih tapi yaudah

mau gimana lagi.. ya aku jadi tau sih. Tapi biasanya tuh aku diskusi

juga sama papa cuma kalo papa juga biasanya nyerahinnya ke aku..

kalo kaka kaka aku ya paling cuma transfer ajalah duitnya

hahahaha”96

Dari hasil wawancara diatas informan dapat menunjukkan

kemandiriannya, dan kemampuan untuk mengatur diri sendiri serta

95 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita

demensia. 11 Desember 2017. 96 Wawancara pribadi dengan Informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Jakarta, 15 Desember 2017.

 

82

melakukan evaluasi dari dalam diri. Hal ini ditunjukkan pada saat informan

mampu menolak tekanan sosial dari lingkungannya untuk membuat

keputusan dalam merawat lansia tanpa bergantung dengan saran orang lain.

Walaupun terjadinya kesalahan dalam perawatan lansia namun informan

mampu mengintrospeksi diri atas apa yang telah diperbuatnya. Dengan kata

lain informan mampu melakukan evaluasi diri dengan standar dirinya.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa para informan sudah memiliki

aspek otonomi yang baik dengan upayanya dalam berpegang teguh pada

pendiriannya, mampu mengevaluasi dirinya berdasarkan standar personal

dan mampu menolak tekanan sosial dari lingkungannya serta tidak

bergantung dengan pendapat orang lain selama melakukan pelayanan

perawatan terhadap lansia dengan demensia.

4. Penguasaan Lingkungan

Penguasaan Lingkungan (Enviromental Mastery) merupakan

kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang

sesuai dengan diri sendiri dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri.

Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai

kemampuan dalam menghadapi kejadian di luar dirinya seperti mampu

untuk mengendalikan keadaan sehingga sesuai dengan kepribadian atau nilai

 

83

pribadi yang dianut dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri secara

kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental.97

Family caregiver yang ikut dalam Yayasan Alzheimer Indonesia ini

atau organisasi lain merupakan salah satu keadaan dimana family caregiver

harus mampu mengendalikan keadaan lingkungan agar sesuai dengan

kepribadiannya dan nilai pribadi yang dianut agar tetap mampu

mengembangkan diri sendiri secara kreatif melalui aktifitas baik fisik

maupun mental. Upaya untuk mengendalikan lingkungan terpapar dalam

wawancara dengan informan SC yang mengungkapkan bahwa :

“Cuma Alzi aja komunitas yang aku ikutin.. ya aku ikut Alzi juga

karena aku pengen tau lebih dalam tentang demensia.. Kalau di Alzi

aku banyak tanya aja.. ini itu aku tanyain.. dan jadinya aku dikasih tau

obatnya, ngatur waktu, pola hidup, terapinya.. banyak sih jadi ya

sangat ngebantu aku untuk merawat mama aku.. dan aku juga jadi tau

lebih dalam tentang penyakit dimensia, supaya nantinya berguna buat

aku terapin ke mama.”98

Dari penuturan informan SC menunjukkan bahwa dengan memilih ikut

komunitas Alzi saja yang berarti Ia mampu memilih lingkungan yang sesuai

dengan kebutuhannya dan mampu mengembangkan diri dalam mempelajari

penyakit demensia yang berguna untuk penerapannya kepada ibunya

penderita demensia. Penguasaan lingkungan yang baik dapat dilihat dari

sejauh mana individu dapat mengambil keuntungan dari peluang-peluang

97 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 98 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.

 

84

yang ada di lingkungannya.99 Sama hal nya dengan informan EH sebagai

berikut :

“Ya aku biasanya kalo ikut-ikut perkumpulan gitu ya yang menurut

aku penting buat aku, karena kan aku juga gapunya banyak waktu free

kalo buat ikut yang gaterlalu penting.. aku harus kerja dan juga

ngerawat mama ku. Ya makanya aku cuma ikut Alzi aja karena ya tadi

dari segi knowledge tadi.. ya sama itu sih sama sharing itu ya di Alzi..

dengan cerita, ngobrol, even cuma whatsappan doang aku seneng

banget karena kaya aku tuh butuh sharing.. entah itu sharing feeling

atau sharing info kaya cara ngerawatnya jadi aku bisa lebih tau

sekarang”100

Dari hasil wawancara dengan informan EH diatas, informan ini

menunjukkan penguasaan lingkungan dengan cara memilih lingkungannya

yang menurutnya berguna dan baik untuk dirinya sendiri atau nilai pribadi

yang dianut. Selain itu juga berguna untuk perkembangan diri dalam

mendalami pengetahuannya mengenai penyakit demensia. Hal ini juga

menunjukkan bahwa informan mampu mengambil keuntungan dari peluang-

peluang yang ada didalam lingkungannya. Selain itu, terlihat bahwa adanya

dukungan sosial yang dirasakan oleh informan dalam keikutsertaannya di

Yayasan Alzheimer Indonesia. Individu yang baik dalam aspek ini dapat

mengenali kebutuhan personalnya dan juga merasa mampu untuk berperan

99 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Jakarta, 15 Desember 2017. 100 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita

demensia. Jakarta, 15 Desember 2017.

 

85

aktif dalam mendapatkan apa yang diinginkan dari lingkungannya.101 Senada

dengan pernyataan tersebut informan EHP juga mengungkapkan bahwa :

“Kebetulan di gereja ibu dipercaya jadi pengurus acara natal tahun

ini.. karena kan emang ibu orangnya mau buat ngebantu ya jadi ibu

masih aktif di acara acara gereja ibu.. makanya sekarang sampe tahun

baru nih ibu banyak tugas dari gereja.. menurut ibu kita sebagai

manusia itu harus berkegiatan walaupun ibu udah tua, puji tuhan ibu

masih bisa dan ibu senang melakukannya karena masih bisa

beraktifitas dan menyumbangkan tenaga ibu untuk gereja.. dengan ibu

berkontribusi ini semoga di berkati Tuhan.”102

Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa dengan informan

aktif berkontribusi dan mau membantu lingkungan gerejanya, informan

mampu mengembangkan diri dan mampu mengendalikan keadaan di

lingkungannya sehingga lingkungannya merasa percaya kepada informan.

Dengan informan berharap mendapatkan pahala dari tuhan hal ini

menunjukkan bahwa informan mampu bersikap dan mampu berperan aktif

dalam mengambil peluang atau keuntungan dari kegiatannya tersebut.

Begitupun dengan informan DSP yang mengungkapkan bahwa :

“Aku tuh orangnya seneng bergaul hahaha kaya misalnya di Alzi ya..

aku masih aktif si Alzi.. dengan kita sharing kita jadi banyak temen,

banyak kawan seperjuangan, nambah pengetahuan.. banyak sih

dampak positifnya di Alzi tuh.. Pernah waktu itu orang-orang Alzi

dateng rame-rame ke rumah pas mama ulang tahun. Ya itu yang bisa

kita lakukan, mama kalo dibawa keluar gitu udah gakuat.”103

101 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 102 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita

demensia. 11 Desember 2017. 103 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita

demensia. Jakarta, 21 November 2017.

 

86

Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan mampu

menguasai lingkungannya sesuai dengan kepribadiannya. Hal ini juga

didukung dari hasil observasi peneliti saat datang ke acara caregivers

meeting di Alzi, peneliti melihat adanya keaktifan informan dalam bergaul

dengan semua orang dan partisipasinya dalam menyumbangkan makan siang

untuk para peserta. Hal ini membuktikan bahwa informan mampu berperan

aktif menciptakan konteks yang sesuai dengan nilai pribadi. Kemudian

informan juga mampu mendapatkan apa yang diinginkan atau dibutuhkan

yang mana informan bisa mendapatkan banyak pengetahuan dan dampak

positif dari lingkungannya.

Gambar 1.5: Family Caregiver

Informan DSP merupakan family caregiver yang berusia 62 tahun

namun masih aktif dalam mengembangkan kemampuannya dalam

merawat ibunya yang mengalami demensia.

Sumber: Dokumentasi Peneliti

 

87

Sesuai dengan pernyataan Ryff yang mengungkapkan bahwa

penguasaan lingkungan merupakan keterikatan yang aktif terhadap

lingkungan agar seseorang mencapai apa yang diinginkan atau

dibutuhkan.104 Dengan demikian berdasarkan penuturan para informan

tersebut dapat dikatakan bahwa dalam aspek penguasaan lingkungan ini

mereka berupaya untuk dapat mengendalikan lingkungannya agar sesuai

dengan kepribadian atau kebutuhannya yang mana mereka juga mampu

menyikapi dalam mengambil keuntungan dari kegiatannya tersebut. Selain

itu adanya dukungan sosial yang dirasakan oleh para informan dalam

keikutsertaannya di Yayasan Alzheimer Indonesia.

5. Tujuan Hidup

Tujuan Hidup (Purpose In Life) merupakan keyakinan bahwa individu

memiliki tujuan hidup dan makna dalam hidupnya. Adanya tujuan yang

ingin dicapai serta mengetahui arah yang ingin dituju juga merupakan ciri-

ciri dari tujuan hidup. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam

dimensi ini mempunyai arah hidup dan memiliki target yang ingin dicapai,

memegang kepercayaan yang memberikan tujuan untuk hidup.105 Selaras

dengan ciri-ciri diatas, dengan merawat lansia penderita demensia

104 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 105 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081

 

88

memberikan family caregiver mempunyai tujuan yang ingin diraih seperti

halnya informan DSP :

“Saya ingin anak-anak saya jadi orang sukses semua dan mama juga

sehat baik-baik ajaa.. ngerasa nyaman selama aku yang urus.

Makanya saya usahakan untuk memberikan yang terbaik buat mereka,

saya juga harus bisa ngasih semangat buat anak-anak dan juga ngasih

kebahagiaan buat mereka termasuk mama ya..”106

Dari hasil wawancara dengan informan DSP, terlihat bahwa informan

ini memiliki harapan atau tujuan yang ingin ia capai. Dengan harapannya

yang ingin ia capai maka membuatnya berupaya untuk bisa memberikan

yang terbaik kepada anggota keluarganya termasuk ibunya yang demensia.

Hal ini juga selaras dengan informan SC yang mengungkapkan bahwa :

“Kalo harapan aku.. aku pengen ngasih yang terbaik jangan sampe

mama aku kenapa-napa.. makanya aku selalu cek kondisinya dia ke

dokter..dan aku tetep usahain untuk didepan mama aku selalu kasih

mood happy supaya keadaan emosinya juga kebawa happy.. jadi ajak

ketawa aja.. dan kalo aku berhadapan sama mama ya aku harus

pasang muka ceria.. kaya “Hallooo mamaa” jadi walaupun aku lagi

stress atau apa ya sebisa mungkin aku harus ceria di depannya.. jadi

mood yang kita bawa, dia bakal ikut kebawa happy..”107

Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan memiliki

tujuan hidup dalam merawat ibunya yang demensia. Dengan informan yang

ingin menjaga kesehatan fisik dan mental ibunya, informan berusaha untuk

memberikan perawatan terbaik dengan terus membawa ke dokter untuk

mengecek kondisinya dan juga memberikan keceriaan kepada ibunya agar

106 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita

demensia. Jakarta, 21 November 2017. 107 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.

 

89

kesehatan mental tetap terjaga. Hal ini juga didukung dari hasil observasi

yang melihat bahwa pada saat wawancara, informan juga mengajak ibunya

berada disampingnya untuk ikut berbincang dengan peneliti. Dan selama

wawancara berlangsung, informan selalu memberikan selingan waktu untuk

mengajak ibunya ngobrol dan tertawa.

“Jadi kalo saya ke mama tuh, saya suka ajak ngobrol.. dan kalo

ngajak ngobrol tuh gitu.. sambil ketawa. Ya walaupun dia kadang

gangerti “Ini apasih yang lagi dibicarain” tapi dibikin ketawa aja

hahaha”108

Hal ini merupakan bukti bahwa dalam hidupnya, informan mempunyai

tujuan dalam kehidupan sehari-harinya yang mana informan ingin selalu

berusaha untuk dapat memberikan perawatan yang terbaik tidak hanya

kesehatan fisik tetapi kesehatan mental ibunya juga tetap terjaga. Individu

yang mampu memandang kehidupan sehari-harinya sebagai pemenuhan

suatu tujuan, maka mereka akan memandang pribadinya sebagai sesuatu

yang berarti.109 Sama halnya dengan ungkapan informan AW dalam

wawancaranya :

“Pokoknya saya ingin istri saya itu sehat.. saya sangat tidak mau

kalau sampai istri saya masuk rumah sakit. jadi tujuan saya cuma

saya ingin saya bisa sehat supaya saya bisa ngurus istri saya.

Makanya saya juga harus sehat bahkan saya tidak mau kalau sampai

108 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Tangerang Selatan, 3 Desember 2017. 109 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081

 

90

saya meninggal duluan.. karena saya takut istri saya tidak ada yang

bisa ngurus..”110

Dari hasil wawancara tersebut maka dapat dikatakan bahwa informan

memiliki tujuan hidup yang mana informan memiliki kepercayaan yang

memberikan tujuan dalam kehidupannya yaitu seperti menjaga kesehatannya

agar ia bisa bersama dan tetap merawat istrinya karena informan percaya

bahwa hanya dialah yang mampu mengurus istrinya yang demensia. Dalam

aspek ini individu yang memiliki perasaan bahwa hidupnya berarti adalah

individu yang mempunyai target, cita-cita, atau saran yang jelas dan merasa

bahwa baik kehidupannya dimasa lalu maupun sekarang adalah kehidupan

yang berarti.111 Hal ini juga selaras dengan yang diungkapkan oleh informan

EH dalam wawancaranya sebagai berikut :

“Pengen berusaha yang terbaik aja sih maksudnya kaya gimana gue

bisa ngasih kualitas perawatan yang baik.. sebisa mungkin.. tp gue

tetep ngelanjutin masa depan gue juga karena gue sempet di level

yang “gila gue gatau lagi harus ngapain.. gue ngurusin mama aja deh

gue gakerja..” tapi ternyata ya finansial itu tadi.. jadi ya gue kerja

untuk masa depan dan disamping itu gaji gue selain buat kehidupan

sehari-hari tapi juga buat perawatan ke mama ku. Jadi ya tetep easy

going tapi tetep harus punya masa depan tapi jangan jadi anak

durhaka juga hahaha.”112

110 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita

demensia. Jakarta, 28 November 2017. 111 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 112 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita

demensia. Jakarta, 15 Desember 2017.

 

91

Berdasarkan dari wawancara dengan informan diatas menunjukkan

bahwa informan juga memiliki tujuan yang ingin dicapai. Dengan informan

memiliki tujuan dalam meraih kesuksesan dan juga memberikan perawatan

yang terbaik kepada ibunya, membuat informan berusaha banting tulang

dalam menafkahi keluarga termasuk biaya perawatan ibunya yang menderita

penyakit demensia. Hal ini juga menunjukkan adanya status sosial ekonomi

yang dapat mempengaruhi informan dalam kesejahteraan psikologisnya

selama merawat lansia penderita demensia. Dengan demikian dalam aspek

ini para informan memiliki kebermaknaan dalam hidup yang dijalaninya,

memiliki tujuan yang ingin dicapai dan mengetahui arah yang ingin dituju

disertai usahanya dalam mencapai tujuan tersebut.

6. Pertumbuhan Pribadi

Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth) merupakan kemampuan

untuk mengembangkan potensi diri dan terus berkembang secara positif

sehingga menjadi individu yang berfungsi secara penuh baik sosial maupun

psikologis. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini

mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai

sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat dalam dirinya,

dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke

waktu. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan

untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap

 

92

pengalaman atau hal-hal baru. Dimensi ini dibutuhkan oleh seseorang agar

dapat berfungsi optimal secara sosial dan psikologis.113

Begitupun dengan family caregiver yang merawat lansia penderita

demensia. Jika individu memiliki rasa keterbukaan dengan pengalaman baru

maka proses caregiving ini dapat melatih kemampuan family caregiver

dalam mengembangkan potensi diri secara positif sehingga menjadikan

family caregiver memiliki keberfungsian sosial dan psikologis. Hal ini

ditunjukkan oleh informan AW sebagai berikut :

“Saya bisa tau cara-cara menghadapi atau merawat lansia demensia

itu dari Alzi.. saya ngurus istri saya begini ya saya pikir ini latihan

saya buat lebih melatih kesabaran, lebih tawakal, dan ikhlas juga

jadinya.. karena kan kelemahan saya itu emosian.. jadi saya suka

gabisa tahan emosi kalau istri saya bertingkah aneh tapi udah jarang

sih.. lebih sering saya masih bisa tahan kalau sekarang-sekarang.”114

Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan mengalami

perubahan positif dalam dirinya selama merawat istrinya penderita

demensia. Perubahan positif tersebut membuatnya lebih ke arah yang lebih

baik lagi dalam mengontrol emosionalnya dibandingkan dengan yang

sebelumnya serta. Dengan begitu informan dapat dikatakan mampu

merasakan adanya perubahan positif yang terus berkembang pada dirinya

dengan membandingkan perilakunya dimasa lalu.

113 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 114 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita

demensia. Jakarta, 28 November 2017.

 

93

Gambar 1.5: Family Caregiver dan Lansia Dengan Demensia

Informan AW yang menghadapi dengan sabar dalam merawat istrinya

penderita demensia.

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Begitupun dengan informan EHP yang mengungkapkan bahwa :

“Ibu belajar memahami suami dan berusaha ikhlas dan sabar dalam

menjalani melihat kondisi bapak yang terkena demensia.. ibu juga

belajar dari pengalaman orang lain teman-teman di Alzi.. supaya ibu

bisa memberikan perawatan yang terbaik buat bapak.. dengan kita

melihat dan tau kasus-kasus yang udah pernah kita temuin dan juga

kasus-kasus yang orang lain alami, dengan itu ibu bisa tau celah-

celah dan jalan terbaik untuk perawatan kepada bapak.”115

Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan mau untuk

belajar menjadi lebih baik lagi untuk perawatan kedepannya. Dengan kata

lain informan mempunyai sifat keterbukaan akan hal-hal baru yang

membuatnya terus berkembang dari waktu ke waktu. Adanya keberlanjutan

115 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita

demensia. 11 Desember 2017.

 

94

dalam mengembangkan dan menghadapi berbagai tantangan dan tugas baru

dalam kehidupannya merupakan karakteristik dari pertumbuhan pribadi.116

Hal ini juga selaras dengan ungkapan yang dilontarkan dari informan SC

sebagai berikut:

“Aku awalnya gatau kalo demensia begitu.. cuma pas aku tau cara

ngadepinnya gimana ya aku jadi tau sendiri hal apa yang harus aku

lakukan buat mamaku.. aku eksplor aja hal yang belum aku tau..

jadinya aku jadi harus sabar.. nurutin apa yang dia mau walaupun itu

aneh ya aku biarin aja nantinya juga lama-lama dia lupa lagi.. dan

disaat dia udah lupa sama keinginannya dia, aku ajak ngobrol aku

tawarin hal lain supaya dia gabahas lagi yang tadi.. ya jadi lebih

ngerti juga karena saling sharing sesama caregiver.. samasama punya

orangtua dengan demensia.. ya aku sekarang udah enjoy enjoy aja

sih.”117

Dari penuturan informan SC terlihat bahwa informan ini dapat

mengembangkan potensi diri yang positif selama merawat ibunya seorang

penderita demensia. Hal ini menunjukkan bahwa informan mampu berusaha

mengembangkan pertumbuhan pribadinya dari sebelum informan

mengetahui cara yang tepat untuk perawatannya, sampai akhirnya ia benar-

benar tahu dan dapat menguasainya. Dalam hal ini informan mampu terus

mengembangkan keterampilannya dalam proses perawatan lansia demensia.

Sama halnya dengan informan EH :

“Aku sih lebih ke yang cari tau cara merawat, pola hidup yang baik ya

googling googling gitu.. terus nambah tau dari Alzi juga.. dari yang

116 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.

1069-1081 117 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.

Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.

 

95

sebelumnya kita gatau kita jadi tau.. yang taunya cuma itu, jadi makin

lebih tau lagi.. kaya “ohh ternyata Alzheimer itu beneran ada ya”

“ohh pikun itu ternyata gaboleh diremehin..” gitu hahaha terus

dengan ngurus Alzheimer kan kita jadi lebih sabar, lebih mau

mencoba apapun buat cari jalan keluarnya.. manage waktu manage

stress.. bayangin aja gue baru kelar kuliah tiba-tiba mama di diagnosa

Alzheimer hahaha”118

Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan ini

memiliki keinginan untuk mau terus mengembangkan keterampilannya atau

potensi dirinya yang mana informan melakukannya dengan cara

mengeksplor informasi-informasi terkait perawatan untuk demensia. Selain

itu informan juga memiliki keinginan dalam mencoba tantangan dalam

mencari tahu jalan keluar dari permasalahannya tersebut. Dengan begitu para

informan ini sudah bisa dikatakan memiliki aspek dalam pertumbuhan

pribadi yang mana informan mampu mengembangkan potensi dirinya dan

sadar akan perubahan positifnya dari waktu ke waktu serta memiliki

keterbukaan terhadap pengalaman atau hal-hal baru dalam kehidupannya.

Dalam hal ini juga ditunjukkan dengan adanya kepribadian yang baik

sehingga dalam proses pengembangan potensi diri dilakukan dengan

antusias selama merawat lansia penderita demensia.

118 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita

demensia. Jakarta, 15 Desember 2017.

 

96

C. Hasil Analisis Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver

Dari analisis hasil wawancara, yang didukung dengan hasil observasi dan

studi dokumentasi yang telah dipaparkan diatas, menunjukkan bahwa family

caregiver yang merawat pasangan atau orangtuanya yang telah lansia penderita

demensia memiliki gambaran kesejahteraan psikologis yang berbeda-beda dalam

merawat lansia penderita demensia. Adapun upaya yang dilakukan oleh Yayasan

Alzheimer Indonesia yaitu mengadakan kegiatan Caregivers Meeting setiap bulannya

dalam rangka meningkatkan kualitas hidup orang dengan demensia dan juga keluarga

sebagai perawat (family caregiver) orang dengan demensia di Indonesia. Dalam

kegiatan Caregivers Meeting, informan diberikan dukungan dan informasi berbagai

topik tentang bagaimana cara merawat dan menghadapi lansia penderita demensia.

Informan juga mendapatkan terapi guna mengendalikan dan mengurangi stres yang

dialaminya selama merawat lansia dengan demensia.

Dalam setiap aspek kesejahteraan psikologis, informan mampu

menyeimbangkannya dengan kehidupan yang sedang dijalaninya, terutama perannya

sebagai family caregiver lansia dengan demensia. Pada informan SC yang

menunjukkan adanya penerimaan diri yang mampu menerima keadaan dirinya yang

harus merawat ibunya penderita demensia dan mampu berfikir positif dalam

memaknai kehidupan yang ia jalani sebagai ibu rumah tangga, pekerja karyawan

swasta dan juga sebagai family caregiver. Informan AW yang aktif dalam kegiatan

lingkungan sosial dan mampu dalam menjaga hubungan tali silaturahmi

menunjukkan adanya hubungan positif dengan orang lain. Informan EHP yang

 

97

menunjukkan adanya aspek otonomi yang mana ia mampu mengatur kegiatan sehari-

harinya secara mandiri serta tidak bergantung pada orang lain dan mampu menolak

tekanan sosial perihal keputusan yang ia buat dalam proses merawat suaminya yang

mengalami demensia. Informan DSP yang mampu berperan aktif dalam menciptakan

lingkungannya sesuai dengan kepribadiannya dan mampu mengambil keuntungan

dalam mengembangkan diri terkait perawatan kepada lansia demensia menunjukkan

adanya penguasaan lingkungan. Informan EH yang mau berusaha banting tulang

dalam meraih kesuksesan dan juga menafkahi keluarga termasuk biaya perawatan

ibunya yang menderita penyakit demensia menunjukkan adanya tujuan hidup.

Kemudian para informan menunjukkan adanya aspek pertumbuhan pribadi yaitu

dalam upayanya mengembangkan potensi diri ke arah yang lebih positif dengan

adanya kemauan dalam mencoba pengalaman atau hal-hal baru untuk mengeksplor

potensi dirinya lebih dalam, serta sadar adanya perubahan positif dalam dirinya dari

waktu ke waktu selama merawat lansia dengan demensia.

Hal ini juga didukung dengan adanya pendekatan spiritual yang dilakukan

family caregiver yang mana spiritualitas merupakan salah satu faktor dari

kesejahteraan psikologis sehingga individu dapat memaknai hidupnya dengan bijak.

Selain itu, adanya aktivitas sosial seperti aktif dalam pertemuan di Yayasan

Alzheimer Indonesia sehingga adanya pemahaman informasi tentang cara perawatan

yang baik dalam menghadapi lansia dengan demensia yang diberikan oleh Alzheimer

Indonesia dalam kegiatannya yakni Caregivers Meeting serta adanya dukungan sosial

yang dirasakan oleh para informan. Melihat pada pernyataan diatas, hal ini

 

98

menunjukkan family caregiver di Yayasan Alzheimer Indonesia mempunyai upaya

yang dilakukan dalam menjaga kesejahteraan psikologis selama merawat lansia

dengan demensia.

 

99

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya meningkatkan kesejahteraan

psikologis family caregiver di Yayasan Alzheimer Indonesia (Alzi) dapat

disimpulkan bahwa adanya upaya yang dilakukan Yayasan Alzheimer Indonesia yang

mempengaruhi kesejahteraan psikologis family caregiver selama proses perawatan

lansia dengan demensia yaitu menyelenggarakan program kegiatan Caregivers

Meeting setiap satu bulan sekali. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan

kapasitas family caregiver yang merawat ODD.

Dalam kegiatan caregivers meeting, family caregivers bisa saling berbagi

pengalaman dengan sesama family caregiver lainnya sehingga adanya hubungan

sosial yang terjalin dengan baik dan dukungan sosial yang diterima satu sama lain.

Selain itu, di dalam kegiatan caregivers meeting ini tidak hanya materi saja yang

diberikan tetapi juga memberikan berbagai terapi guna mengurangi stress yang

dialami family caregiver selama merawat lansia penderita demensia. Dari kegiatan

caregivers meeting ini family caregiver dapat memperdalam pengetahuan dan

keterampilannya dalam merawat lansia dengan demensia dengan cara berkonsultasi

langsung dengan para ahli yang beragam di setiap waktunya sehingga family

caregivers mengetahui bagaimana cara merawat dan menghadapi lansia penderita

demensia dengan baik tanpa merasa stres ketika berhadapan dengan anggota keluarga

 

100

yang mengalami Alzheimer atau Demensia. Dengan melakukan interaksi sosial

dengan orang lain, terutama dengan sesama family caregiver, kemudian dengan

adanya terapi dan juga ilmu pengetahuan yang didapat maka hal ini akan

mempengaruhi kesejahteraan psikologis yang mana family caregiver dapat menerima

dirinya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, memiliki kemandirian diri,

memiliki kemampuan dalam penguasaan lingkungan, dan memiliki tujuan dalam

hidupnya serta mampu mengembangkan potensi dirinya selama merawat lansia

dengan demensia.

B. Saran

Dari hasil analisis dan pengamatan peneliti tentang upaya meningkatkan

kesejahteraan psikologis family caregiver di Alzheimer Indonesia, peneliti

memberikan saran sebagai berikut:

a. Saran Akademis

1. Memberikan kontribusi terhadap family caregiver dalam bidang

kehidupan bermasyarakat.

2. Memperkaya penelitian kesejahteraan sosial tentang pengasuh yang

merawat lansia dengan demensia.

b. Saran Praktis

1. Memperluas jangkauan informasi tentang kesejahteraan psikologis family

caregiver

2. Mendukung program-program Alzi terkait dengan kesejahteraan

psikologis family caregiver dan lansia penderita Alzheimer/Demensia.

 

101

DAFTAR PUSTAKA

Buku, Jurnal, Skripsi :

Adi, Isbandi Rukminto. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial

Dasar-Dasar Pemikiran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Ayuningputri, Novia dan Maulana, Herdiyan. “Persepsi Akan Tekanan Terhadap

Kesejahteraan Psikologis Pada Pasangan Suami-Istri Dengan Stroke.” Jurnal

Psikologi Integratif, Vol. 2 No. 2 (Desember 2014): h. 27-34.

Barrow, Georgia M. Aging, The Individual and Society, 6th ed. Amerika: West

Publishing Company, 1996.

Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia

Clark, Michele C. dan Diamond, Pamela M. “Depression in Family Caregivers of

Elders: A Theoretical Model of Caregiver Burden, Sociotropy and Autonomy.”

Research in Nursing and Health, Vol. 33 (2010): h. 20-34.

Daulay, Nanda Masraini. “Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga Sebagai

Caregiver Dalam Merawat Pasien Stroke di Rumah.” Tesis S2 Fakultas

Keperawatan, Universitas Sumatera Utara, 2014.

Dhewi, Rossy R.K. “Kebutuhan Caregiver Dalam Merawat Lansia Dengan Demensia

di Panti Werdha Kota Semarang.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran, Universitas

Diponegoro, 2017.

Djumhana, Bastaman Hanna. Logoterapi. Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup

dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Ghoniyah, Zulifatul dan Savira, Siti Ina. “Gambaran Psychological Well-Being Pada

Perempuan Yang Memiliki Anak Down Syndrome,” Jurnal Penelitian

Psikologi, Vol. 3 No. 2 (2015): h. 1-8.

Himmah, Faiqotul. “Hubungan Religiusitas Dengan Kesejahteraan Psikologis.”

Skripsi S1 Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya, 2015.

 

102

Kasiram, Moh. Metodologi Penelititian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan

Penguasaan Metodologi Penelitian. Malang: UIN-Malang Press, 2008.

Maleong, Lexy. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2002.

Martono, Hadi dan Pranarka, Kris. Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI, 2010.

McKenry, Patrick C. dan Price, Sharon J. Families and Change: Coping With

Stressful Events and Transition, 3rd ed. Amerika: Sage Publications, 2005.

Milligan, Christine. “Caring For Older People in New Zealand: Informal Carers’

Experiences of the Transition of Care from the Home to Residential Care.”

Institute for Health Research Lancaster University (2004): h. 75-84.

Muharyani, Putri W. “Demensia dan Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari

(Aks) Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Inderalaya.” Jurnal

Ilmu Kesehatan Masyarakat, Vol. 1 No.1, (2010): h. 20-27.

Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta,

2007.

Pinquart, Martin dan Sorenson, Silvia. “Influences of Socioeconomic Status, Social

Network and Competence on Subjective Well-Being in Later Life: A Meta-

Analysis.” Journal Psychology and Aging, Vol. 15 No. 2 (2000): h. 187-224.

Putri, Yossie S.E. “Prediktor Beban Merawat dan Tingkat Depresi Caregiver Dalam

Merawat Lanjut Usia Dengan Demensia di Masyarakat.” Jurnal Ners, Vol. 8

No. 1 (April 2013): h. 88-97.

Ramos, Raddy L. “In The Eye of The Beholder: Implicit Theories of Happiness

Among Filipino Adolescents.” Philippine Journal of Counseling Psychology,

Vol. 9 No. 1 (2007): h. 96-127.

Ryff, Carol D. “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of

Psychological Well-Being.” Journal of Personality and Social Psychology, Vol.

53 No. 6 (1989): h. 1069-1081.

Ryff, Carol D. dan Keyes, Corey L.M. “The Structure Of Psychological Well-Being

Revisited.” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69 No.4 (1995):

h. 719-727.

 

103

Ryff, Carol D. dan Singer, Burton. “From Social Structure to Biology: Integrative

Science in Pursuit of Human Health and Well-Being.” Dalam C. R. Synder dan

S. J. Lopez, ed. Handbook of Positive Psychology. Oxford: Oxford University

Press, 2002: h. 541-555.

Ryff, Carol D. dkk. “Forging Macro-Micro Linkages in The Study of Psychological

Well-Being.” Dalam Carol D. Ryff dan V.W. Marshall, ed. The Self and Society

in Aging Processes. New York: Springer Publishing Company, 1999: h. 247-

278.

Sarwendah, Endah. “Hubungan Beban Kerja Dengan Tingkat Stress Kerja Pada

Pekerja Sosial Sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia

DKI Jakarta.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Sukmarini, Natalingrum. “Optimalisasi Peran Caregiver Dalam Penatalaksanaan

Skizofrenia.” Majalah Psikiatri XLII: Indonesian Psychiatric Quarterly, Vol. 1

(2009): h. 58-61.

Tantono, Siregar H. dan Siregar, Hassan Z. “Beban Caregiver Lanjut Usia Suatu

Survey Terhadap Caregiver Lanjut Usia di Beberapa Tempat Sekitar Kota

Bandung,” Majalah Psikiatri: Indonesian Psychiatric Quarterly, Vol. 4 (2006):

h. 32-33.

Taylor, Shelley E. dkk. Psikologi Sosial, 12th ed. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2009.

Timonen, Virpi. “Toward an Integrative Theory of Care: Formal and Informal

Intersections.” Dalam J. Mancini dan K. A. Roberto, ed. Pathways of Human

Development: Explorations of Change. Plymouth: Lexington Books, 2009: h.

307-308.

Turner, R. Jay. “Social Support as Contingency in Psychological Well-Being.”

Journal of Health and Social Behavior, Vol. 22 No. 4 (1981): h. 357-367.

Wang, Xiaoyun dan Kanungo, Rabindra N. “Nationality, Social Network and

Psychological Well-Being: Expatriates in China.” International Journal of

Human Resource Management, Vol. 15 No. 4 (2004): h. 775-793.

Warr, Peter. “Job and Jobs Holders: Two Sources of Happiness an Unhappiness,”

Institute of Work Psychology University of Sheffield, Vol. 34 No. 2 (2011): h. 1-

13.

 

104

Widyastuti, Rita Hadi. dkk. “Gambaran Beban Keluarga Dalam Merawat Lansia

Dengan Demensia di Kelurahan Pancoranmas, Depok, Jawa Barat: Studi

Fenomenologi.” Jurnal Ners Indonesia, Vol. 1 No. 2 (2011): h. 49-57.

Yuniarsih, Winda. “Pengalaman Caregiver Keluarga Dalam Konteks Asuhan

Keperawatan Pasien Stroke Tahap Paska Akut di RSUP Fatmawati.” Tesis S2

Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, 2009.

Media Online:

Alzheimer’s Association, “Alzheimer’s Disease Facts and Figures: Includes a Special

Report on Disclosing a Diagnosis of Alzheimer’s Disease.” Artikel diakses

pada 3 November 2017 dari

https://www.alz.org/facts/downloads/facts_figures_2015.pdf

Alzheimer’s Disease International (ADI). “Dementia Statistics.” Artikel diakses pada

20 September 2017 dari https://www.alz.co.uk/research/statistics

Mustari, Andhie. dkk. “Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014.” Artikel diakses pada

24 Februari 2017 dari

http://www.bappenas.go.id/files/data/SumberDayaManusiadanKebudayaan

/Statistik%20Penduduk%20Lanjut%20Usia%20Indonesia%202014.pdf

PT. Cakrawala Media Pratama. “Lansia Terlantar, Dibawa ke Panti Jompo,” artikel

diakses pada 29 April 2017 dari http://www.cakrawalamedia.co.id/lansia-

terlantar-dibawa-ke-panti-jompo/

Rizqo, Kanavino Ahmad. “Dinsos Jaksel Selamatkan Lansia yang Sempat Hilang di

Bintaro.” Artikel diakses pada 7 Oktober 2017 dari

https://m.detik.com/news/berita/d-3465043/dinsos-jaksel-selamatkan-lansia-

yang-sempat-hilang-di-bintaro

Supriyantoro, Budi. “Jumlah Lansia Terlantar di DKI Jakarta Capai 1.111 orang.”

artikel diakses pada 29 April 2017 dari

http://skalanews.com/detail/nasional/megapolitan/283378-Jumlah-Lansia-

Terlantar-di-DKI-Jakarta-Capai-1111-Orang

 

105

Wawancara :

Wawancara dengan ibu Tuty, Jakarta 7 Oktober 2017

Wawancara dengan informan DSP, Jakarta 21 November 2017

Wawancara dengan informan AW, Jakarta 28 November 2017

Wawancara dengan informan SC, Tangerang Selatan 3 Desember 2017

Wawancara dengan informan EHP, 11 Desember 2017

Wawancara dengan informan EH, Jakarta 15 Desember 2017

Wawancara dengan ibu dr. Tara, Jakarta 18 Januari 2018

 

WAWANCARA

IDENTITAS INFORMAN

Nama :

Jenis Kelamin :

Tempat tanggal lahir :

Usia :

Domisili :

Alamat :

Agama :

Pekerjaan :

Waktu dan Tempat :

DAFTAR PERTANYAAN

Caregiver

1. Apa hubungan anda dengan ODD?

2. Sudah berapa lama anda menjadi seorang caregiver?

3. Adakah hambatan dan tantangan yang anda alami selama merawat ODD?

4. Apakah ada anggota keluarga yang lain yang mengurus ODD selain anda?

5. Adakah perubahan emosional pada diri anda setelah menjadi caregiver

lansia demensia?

6. Bagaimana anda mengatasi perubahan emosional pada diri anda?

Kesejahteraan Psikologis

A. Penerimaan diri

1. Bagaimana perasaan anda ketika mengetahui anggota keluarga anda

menderita penyakit Demensia?

 

2. Bagaimana perasaan anda ketika anda harus merawat ODD?

3. Apakah anda menikmati peran anda sebagai seorang caregiver?

4. Bagaimana upaya anda dalam beradaptasi dengan keadaan baru ketika

mengetahui bahwa anggota keluarga anda menderita penyakit tersebut?

B. Hubungan Positif Dengan Orang Lain

1. Bagaimana hubungan anda dengan keluarga anda?

2. Pernahkah anda memiliki konflik internal dengan anggota keluarga

anda sendiri terkait dalam mengurus ODD?

3. Bagaimana hubungan anda dengan lingkungan sosial sekitar, misalkan

dengan tetangga?

4. Bagaimana cara anda dalam menjaga hubungan dengan keluarga

maupun dengan orang lain?

C. Otonomi

1. Bagaimana sikap anda dalam mengambil keputusan terkait dalam

merawat ODD?

2. Bagaimana upaya anda dalam mengatur tugas-tugas atau kegiatan

sehari-hari selama merawat ODD?

D. Penguasaan Lingkungan

1. Adakah komunitas/organisasi yang anda ikuti?

2. Adakah pengaruh dari organisasi yang anda ikuti tersebut terkait dalam

proses perawatan lansia?

3. Pernahkah anda mendapatkan kritikan/pandangan negatif dari orang

lain terkait cara anda dalam merawat ODD? Lalu bagaimana sikap anda

dalam menanggapi hal tersebut?

E. Tujuan Hidup

1. Adakah rencana kedepan untuk diri anda sebagai seorang caregiver?

 

2. Bagaimana upaya anda dalam mencapai tujuan tersebut?

F. Pertumbuhan Pribadi

1. Adakah kesalahan yang pernah anda lakukan dalam proses perawatan

ODD?

2. Bagaimana pandangan anda dalam menanggapi kesalahan tersebut?

3. Bagaimana upaya anda dalam mengembangkan keterampilan mengurus

lansia?

 

WAWANCARA

IDENTITAS INFORMAN

Nama : DSP

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 12 Desember 1955

Usia : 62 Tahun

Domisili : Jakarta Selatan

Agama : Kristen

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Waktu dan Tempat : Kediaman Rumah Informan DSP, 21 November 2017

No. Pertanyaan Jawaban

1

Hubungan Ibu sama ODD

apa? Sebagai anak dari

ODD?

Iya saya anak, mamaku ODD..

2

Kira-kira ibu udah berapa

lama jadi seorang caregiver

bu?

Sejak September 2011. Jadi kan dia pernah hilang

selama 23 hari dari tanggal 6 september 2011. Kita

menemukan dia karena dia kena razia satpol pp

kemudian di salurkan oleh satpol pp di rumah

persinggahan lansia di jelambar, dan pihak jelambarnya

menghubungi kita karna kita memang menyebarkan info

orang hilang dll akhirnya kita ditelfon dan di jemputlah

di panti itu. Pada saat ketemu kita, dia benar2 tidak ingat

siapa saya. Dia tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi

dengan diri dia. Setelah tiga hari saya cek dia

keseluruhan medical maupun syaraf, dan dokter maula

tersebut memberi tahu bahwa ibu saya menderita

cognitive impairment dalam artian ingatannya sudah

 

mulai hilang. Sejak saat itu saya konsultasikan bersama

dengan seorang dokter Martina dialzaimer indonesia.

Dan dokter tersebut menjelaskan bahwa ibu saya

menderita dimensia. Nah dari situ saya tahu. Pantas saja

dulu kalo kita ngomong tuh sering berbantahan jadi

karna itu penyebabnya.

3

Ada ga sih hambatan atau

tantangan selama merawat

ODD?

Hambatannya pasti banyak ya, terutama sikap mama,

mungkin karena di dis-oriented ya. Dia gaktau siang

sama malem, dia suka nanya sama saya kalo lg duduk

gtu “ini pagi apa sore?” biarpun malam dia juga nanya

“ini pagi apa sore?” jadi mama saya itu gatau lagi ruang

dan waktu. Hambatanya yang lain juga dia cenderung

suka ngatur tapi ya kita ikutin aja maunya dia, yang

penting dia tenang nyaman. Cuma itu yang pada

dasarnya kita perlu mengerti dia. Hambatan yang lain

juga dia tidak bisa dipaksa, terutama soal mandi, dia

sangat sulit sekali disuruh mandi, dia selalu bilang

bahwa dia sudah mandi, atau dia gaenak badan, atau

juga badannya keringetan, pokoknya dia gamau mandi,

pernah sampai 2 minggu dia gamandi. Akhirnya saya

elap aja badannya dia. Tapi begitu dia mau mandi, dia

justru lama banget gamau berenti mandi, ga kelar kelar

mandinya. Selain itu, dalam hal komunikasi juga kita

harus punya kesabaran ekstra karena dia selalu nanya

berulang berpuluh puluh kali. Dan juga pernah suatu

saat saya kewalahan karena kan saya yang lebih banyak

mengurus ibu saya padahal saya punya 2 kaka

perempuan dan ada ponakan-ponakan saya juga banyak,

karena mungkin saya juga tidak bekerja berbeda dengan

kaka saya. Kaka saya selalu punya alasan untuk gamau

ngurusin mama dan gamau jaga mama. Gasemua orang

bisa sabar dengan keadaan seperti itu. Dan saya pikir

kaka2 saya itu tidak paham dengan keadaan mama karna

 

tidak tinggal dengan mama.

4 Selain ibu, ada lagi ga yang

ngurus mama?

Sempat waktu mama saya hilang sempat tinggal di

rumah kaka saya di tanjung barat selama dua bulan. Tapi

kan kaka saya kerja jadi saya juga yang mengurus mama

ke rumah kaka saya dari jam 8 pagi sampai malam, itu

benar-benar capek sekali. Dan saya memutuskan untuk

membawa mama tinggal sama saya karena kan saya

tidak bekerja, dan rumah saya juga lebih luas ada

halaman kan mama saya senang berkebun orangnya.

5

Pas ibu tau kalo mamanya

ibu sakit demensia, perasaan

Ibu gimana?

Pada awalnya merasa sedih dan kecewa, karena saya

tahu ibu saya itu mandiri, bisa segala macem, dan tiba-

tiba dia kaya invalid dan butuh pertolongan orang. Tapi

dilain sisi saya pikir memang sudah waktunya, ibu saya

juga sudah tua sudah 91 tahun. Apalagi dia selama 15

tahun tinggal sendiri dan ditemenin sama anjing dan

gapernah cocok sama pembantu. Dia terlalu keras hati,

keras kepala bahwa dia memang bisa melakukan

segalanya tanpa bantuan orang lain.

6 Jadi ibu menikmati peran

ibu nih sebagai caregiver?

Kalo saya pribadi pengennya terus sama mama, doa saya

adalah semoga saya gak meninggal duluan dari dia

supaya saya bisa ngurus mama terus. Karena mungkin

itu berasal dari rasa ketidakpercayaan saya pada saudara-

saudara saya.

7

Ada ga bu upaya ibu dalam

beradaptasi ketika ibu jadi

caregiver?

Pada saat saya belum tahu, saya menganggap dia orang

tua yang sangat keras kepala. Intinya kita selalu saja

bertengkar. Nah setelah saya tahu ibu saya kena penyakit

ini barulah saya mengerti. Tapi untuk menerima itupun

tidak mudah, ibu saya tinggal di rumah saya, pada saat

saya tidak terima dengan keadaan ibu saya yang seperti

itu, suami saya selalu menenangkan saya untuk selalu

tetap sabar dengan keadaan ibu saya yang seperti itu.

 

Pada saat awal awal saya benar-benar tempramen sekali

kepada ibu saya, yaa namanya juga beradaptasi lah yaa

jadi masih sering konflik. Tapi lama-lama semakin

kesini saya sudah semakin bisa menerima dan berfikir

kalau sikap saya ini salah dan yaudah mulai sekarang

saya harus nyenengin dia pokoknya bikin suasana untuk

bikin dia seneng dan tidak terbebani dengan macem-

macem.

8

Tapi maaf bu, kalo

hubungan ibu dengan

keluarga ibu, sodara-sodara

ibu gimana bu? Masih

terjalin baik?

Masih terjalin dengan baik pasti, saya peduli sekali

dengan saudara-saudara saya. Saya selalu memberikan

pengarahan kepada saudara saya meskipun mama tidak

ingat mereka (saudara), tapi mereka selalu ingat dengan

mama

9

Kalo hubungan sama

tetangga-tetangga disini

gimana bu?

Ya biasa-biasa aja sih, tapi aku kenal akrab sama

security disini karena kan aku suka minta bantuan sama

dia kalo misalnya mama kabur dari rumah atau gimana-

gimana kan ya. Tapi kalo tetangga gaterlalu deket karena

kan saya juga tidak terlalu bergaul kalau disini, lagian

rumah saya juga ke tutup, pager tinggi jadi dia juga gak

bisa keluar. Rumah saya halamannya luas jadi mama

cukup main-main di halaman aja atau main-main di teras

rumah. gapernah keluar rumah.

10

Ada ga bu tips nya atau cara

ibu sendiri dalam menjaga

hubungan dengan keluarga

dan lingkungan?

Ya aku mahamin kondisi sodara-sodara aku, saling

ngertiin dan saling percaya aja satu sama lain.. ke

lingkungan akupun juga begitu.. kita saling percaya satu

sama lain, saling bantu satu sama lain jadi hubungan kita

tetep terjalin baik.

11

Kalo pas ngurus ODD, yang

nentuin-nentuin dalam

perawatannya ibu atau ibu

berunding dulu sama

Kalo merawat mamaku biasanya aku yang urus

semuanya dari perawatan ke dokter sampe ngurus dia

sehari-hari karena kalo pake pembantu juga gaakan ada

yang tahan sama kelakuan mamaku.. jadi aku rasa

mamaku harus ke dokter ya aku bawa kedokter, kalo aku

 

sodara? rasa mama harus minum obatnya, aku kasih.. terus

mandi juga. Semuanya deh..

12

Selama ini ibu kesulitan ga

sih kalo harus ngurus lansia

terus juga harus ngurus

rumah gitu?

Puji Tuhan bisa. Saya sangat percaya kalau kita

melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, semuanya

pasti beres, saya sangat percaya akan hal itu.

13

Ada ga sih bu pengaruh dari

organisasi yang ibu ikutin

kaya Alzi terkait dalam

proses perawatan mama?

Aku tuh orangnya seneng bergaul hahaha kaya misalnya

di Alzi ya.. dengan kita sharing kita jadi banyak temen,

banyak kawan seperjuangan, nambah pengetahuan..

banyak sih dampak positifnya di Alzi tuh.. pernah orang-

orang alzi dateng rame-rame ke rumah pas mama ulang

tahun. Ya itu yang bisa kita lakukan, mama kalo dibawa

keluar gitu udah gakuat, walaupun pikirannya seneng

tapi fisiknya udah gakuat, gak menunjang lagi. Jadi kita

gapernah bawa-bawa mama untuk keluar lagi.

14

Ada ga bu harapan ibu

kedepan dalam diri ibu?

Dan ada ga tahapan-tahapan

yang ibu lakukan buat

mencapai tujuan itu?

Saya sih ingin anak-anak saya jadi orang sukses semua

dan mama juga sehat baik-baik ajaa.. ngerasa nyaman

selama aku yang urus. Makanya saya usahakan untuk

memberikan yang terbaik buat mereka, saya juga harus

bisa ngasih semangat buat anak-anak dan juga ngasih

kebahagiaan buat mereka termasuk mama ya..

15

Gimana sih bu menurut ibu

cara supaya kita bisa

mengembangkan

keterampilan kita ngurus

lansia demensia?

Nanya nanya ke dokter terus kan di Alzi juga kita

dikasih tau cara-caranya.. tinggal kita terapinnya aja

gimana ke ODD.. kalo aku sih yang tadinya aku kan

termasuk anak yang bandel ya.. pas kuliah aku juga

pernah ngerjain dosen aku yang nyebelin banget.. aku

kerjain aja dia, mobilnya aku lecetin.. aku kempesin juga

sampe aku terkenal bandelnya sama temen-temen aku..

tapi ya sekarang sih udah engga ya hahaha kan udah jadi

ibu-ibu juga.. dan sekarang juga harus ngerawat mamaku

yang demensia.. jadi otomatis aku harus bisa lebih sabar

kalo mamaku nyebelin.. terus aku juga harus pinter-

 

pinter cari cara buat nyari jalan keluar kalo ada masalah

dikeluarga aku.. terutama pas aku lagi ngurus mama ya..

ya begitulah sekarang hahaha

 

WAWANCARA

IDENTITAS INFORMAN

Nama : AW

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 19 Desember 1940

Usia : 77 Tahun

Domisili : Jakarta Selatan

Alamat : Komplek BATAN No. H-3 RT 04/07 Pasar Minggu

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Waktu dan Tempat : Kediaman Rumah Informan AW, 28 November 2017

No. Pertanyaan Jawaban

1

Bapak udah berapa lama

kira-kira bapak jadi seorang

caregiver?

Istri saya punya Demensia itu tahun 2012, saat itu saya

udah mulai mengurus istri saya

2 Ada gasih pak tantangan

merawat ODD?

Awalnya saya suka ajak istri buat sholat ke masjid tapi

sejak sakit demensia, saya jadi engga pernah lagi karna

dia udah gabisa kusyu, suka ganggu jamaah lain yang

lagi sholat dan bahkan suka pengen kabur, istri saya tuh

pengen banget untuk keluar rumah tapi kalo saya biarin

takut gabisa pulang, makanya pager saya selalu gembok.

Pernah waktu itu saya engga sadar kalo istri saya keluar

rumah. Itu 6 jam hilang. Waktu itu saya panik dan

akhirnya ada taksi yang nganter pulang sampe rumah

karena waktu itu saya sempet buat selembaran ya.. kaya

selembaran orang hilang.. jadi si supir taksi katanya lagi

 

mangkal dan liat selembarannya, mungkin kebetulan

ketemu istri saya pas saat itu lagi duduk di pinggir jalan..

dan akhirnya bawa istri saya pulang. Pokonya sering dia

kabur dari rumah tapi untungnya lingkungan komplek

ini udah tau makanya kalo liat istri saya pasti langsung

diajak pulang kerumah.

Dan kedua itu makan.. makan juga susah, cuma sesuap

dan itu juga biasanya dilepeh di westafel hahaha

Dia juga udah susah buat diajak pergi kaya kerumah

saudara di Bandung itu udah gabisa karena kita

berangkat nanti di tengah jalan dia minta pulang.. susah

deh diajak pergi-pergi gitu karena kan semaunya dia aja

gitu kalo demensia..

3

Ada ga pak yang gantiin

bapak untuk ngurus istri

bapak?

Yang ngurus sih saya aja. Pembantu ya paling cuma

bantu kecil-kecil aja dan anak-anak juga udah menikah

semua. Gasering dateng kesini

4

Bapak pernah ngerasa ada

perubahan emosional ga di

diri bapak?

Ada, saya kadang emosi.. Tingkah lakunya tuh kaya

anak kecil kan.. dia udah gangerti apa-apa.. kadang suka

salah pake baju, celananya.. maaf ya.. dalemannya suka

dipake di kepala, atau buang air besarnya dimana-mana..

5 Terus bapak gimana

ngantasinnya?

Ya kalo saya kan emang orangnya keras ya.. jadi emang

kadang suka gak kekontrol emosi saya.. tapi biasanya

kalo saya lagi marah kadang saya suka mikir “oiya ya

istri saya sakit demensia, saya gaboleh begini” jadi saya

suka nyadarin diri saya supaya tetep sabar ngadepin istri

saya.. terus saya juga tetep suka baca Al Quran supaya

hati saya tetep adem..

6

Perasaan bapak waktu itu

pas tau istri demensia

gimana pak?

Saya pas tau sih masih biasa aja karena awal-awal masih

belom terlalu parah, jadi saya engga ngerasa shock atau

kaget gitu, engga…

 

7 Jadi bapak nikmatin peran

bapak sebagai caregiver?

Saya sih nikmatin hidup ini.. Allah berikan tantangan

seperti ini ya saya pikir emang ini cobaan buat saya atas

dosa-dosa saya.. dengan begini saya bisa jadi lebih

sabar, lebih ikhlas lagi, dan semoga bisa ngapus dosa-

dosa saya..

8

Gimana sih pak upaya

bapak dalam beradaptasi

saat bapak harus jadi

caregiver untuk istri?

Ya dalam hidup pasti kan ada masalah, gamungkin

hidup ini datar-datar aja.. kita sebagai manusia harus

siap dengan apa yang akan datang.. ya menurut saya ini

ujian juga buat saya, bisa dibilang kalau hidup dengan

orang yang demensia akan terjadinya unmatch need..

kaya saya yang tadinya kepengen banget ke mekkah

bareng istri saya tapi karena istri saya sakit Alzheimer ya

jadi yaudah mungkin emang belum bisa kesana..

9

Anak-anak bapak atau

anggota keluaga lain suka

kesini pak?

Anak-anak saya jarang sih dateng kesini karena sudah

berkeluarga ya jadi kalau bisa dateng ya dateng.. kalau

gabisa ya gadateng.. paling yang sering dateng kesini itu

cucu saya karena sekolahnya deket sini…

10

kalo hubungan bapak

dengan lingkungan sekitar

gimana pak?

Saya tuh orangnya gabisa diem.. petakilan hahaha.. jadi

saya dulu suka ikut komunitas non profit, terus Alzi

juga, kepengurusan masjid komplek.. sampe

sekarangpun masih terus kontek-kontekan..

11

Menurut bapak ada gasih

cara untuk tetap menjalin

hubungan dengan

lingkungan bapak?

Saya juga masih punya kontak-kontak temen-temen SD,

SMP, SMA, temen kerja.. banyak group di whatsapp hp

saya.. wa pensiunan, keluarga di Bandung, Alzi juga

ada.. hp saya sampe jebol karena kebanyakan group

hahaha.. ya menurut saya sih menjalin hubungan tali

silaturahmi itu bagus dan memperpanjang umur ya

hahaha

12

Gimana sih kalo bapak buat

nentuin keputusan terkait

merawat lansia demensia?

Saya nerapin dirumah ini sarapan harus bareng.. ya

walaupun istri saya susah makan tapi tetep.. harus

bareng di meja makan.. karena di Alzi itu kan ngasih tau

 

pola hidup untuk demensia jadi sarapan bareng ini juga

termasuk terapi untuk demensia..

13

Bapak ngatur pekerjaan

rumah gimana pak? Kan

bapak juga harus ngerawat

istri tuh kan.. gimana pak?

Disini kebetulan saya punya pembantu.. jadi ya kegiatan

saya emang cuma ngerawat istri.. kalo istri tidur itu

waktunya saya buat leha-leha kaya nonton tv, atau baca

Al-Quran.. atau bahkan saya juga tidur.. atau ga, baca

koran gitu sih..

14 Ada organisasi yang bapak

ikuti ga sih pak?

Banyak, apalagi dulu.. saya ikut organisasi.. ya

organisasi kan tanpa ada gaji ya jadi kalo ada biaya-

biaya gitu ya sumbangan seikhlasnya.. atau ada donator..

saya suka ikut yang gitu-gitu.. terus kepengurusan

masjid di komplek ini.. bahkan udah punya pesantren

juga.. terus ada Alzi juga. Karena saya petakilan jadinya

apa aja saya ikutin..

15

Ada ga sih pak menurut

bapak pengaruhnya dari

organisasi tersebut buat diri

bapak?

Dengan saya ikut berbagai perkumpulan ya jadinya saya

banyak teman-teman yang baik.. ada aja gitu yang mau

membantu.. kaya misalnya istri saya hilang.. banyak

yang bantuin nyari dan bawa balik kesini.. Alzi juga

saya ikuti karena ngebantu saya untuk tau cara yang

tepat nanganin orang dengan demensia.. pola hidup,

mencegah terjadinya demensia, terapi yang cocok untuk

demensia.. ya begitulah.. saya tau cara menguranginya

ya dari Alzi.. kaya terapi atau senam yang bisa

mengurangi.. tapi tidak bisa menyembuhkannya ya..

hanya menunda agar tidak terlalu parah karena demensia

itu tidak bisa sembuh..

16

Ada harapan kedepan ga

pak terkait perawatan buat

istri?

Pokoknya saya ingin istri saya itu sehat.. saya sangat

tidak mau kalau sampai istri saya masuk rumah sakit.

jadi tujuan saya cuma saya ingin saya bisa sehat supaya

saya bisa ngurus istri saya. Makanya saya juga harus

sehat bahkan saya tidak mau kalau sampai saya

meninggal duluan.. karena saya takut istri saya tidak ada

 

yang bisa ngurus..

18

Pernah ga pak kesalahan

yang pernah bapak lakukan

dalam proses perawatan

ODD?

Kelemahan saya itu emosian.. jadi saya suka gabisa

tahan emosi kalau istri saya bertingkah aneh tapi jarang

sih.. lebih sering saya masih bisa tahan kalau sekarang

sekarang..

19

Bagaimana upaya bapak

dalam mengembangkan

keterampilan bapak dalam

mengurus lansia?

Saya bisa tau cara-cara menghadapi atau merawat lansia

demensia itu dari Alzi.. saya juga ngurus istri saya

begini ya saya pikir ini latihan saya buat lebih melatih

kesabaran, lebih tawakal, dan ikhlas juga jadinya..

 

WAWANCARA

IDENTITAS INFORMAN

Nama : SC

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 5 Mei 1968

Usia : 49 Tahun

Domisili : Tangerang Selatan

Alamat : Jl Lithium No. 2 Perumahan Ciputat Baru, Ciputat.

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Waktu dan Tempat : Kediaman Rumah Informan SC, 3 Desember 2017

No. Pertanyaan Jawaban

1 Ibu itu anak kandung dari

ODD ya bu? Iyaa.. aku anak kandungnya mama..

2 Ada ga sih bu tantangan

selama merawat ODD?

Banyak faktor dimana orang punya orangtua demensia

terus malah hubungan antar sodaranya jadi berantakan..

seperti lempar-lemparan siapa yang ngasuh.. kalo aku

sendiri sih engga ya di keluarga aku.. justru

tantangannya itu di awal-awal aku heran karena

tingkahnya aneh.. salah masuk kamar karena udah

gainget kamarnya dimana.. jadi dia tiba-tiba marah-

marah padahal kan kamarnya bukan itu.. gitu.. terus

susah makan jugaa.. ya gitu deh aku sempet kualahan

karena dia tiba-tiba marah lah.. begitu.. tapi aku

sekarang udah engga sih udah biasa aja..

 

3 Ada gab u yang ngurus

ODD selain ibu?

Aku sendiri sih karena ade-adeku itu gabisa.. gabisa

untuk ya.. gatau cara untuk nanganinnya.. ya mereka sih

paling bantu-bantu buat beli ini beli itu beli obat terus

dianterin kesini..

4

Ibu pernah ga sih ngerasa

ada yang berubah di diri ibu

setelah jadi caregiver? kaya

emosionalnya mungkin?

Ya aku jadi lebih sabar yaa.. ya aku sih nikmatin aja gitu

hahaha aku sih enjoy ngejalaninnya ngerawat mama aku

dirumah aku malah seneng karena mama aku tinggal

disini

5

Perasaan ibu pas tau kalo

mama kena demensia

gimana bu?

Awalnya aku gatau nih.. ngerasa aneh aja tiba-tiba

mama begitu.. marah-marah.. cuma pas aku bawa ke

dokter dan tau kalo itu demensia ya aku jadi ngertii.. jadi

harus sabar juga ngadepinnya.. cuma kalo sekarang aku

udah terbiasa ngeliat kelakuan mama kaya gitu..

6

Nah ada gasih bu upaya ibu

untuk beradaptasi disaat jadi

caregiver?

Ya pas aku tau kalo mama kena demensia aku jadi ikutin

aja apa yang dia mau.. kaya dia pernah ngomong “aku

mau meninggal” ya aku sih ladenin aja karena demensia

kan.. aku bilang aja “okee nanti mama masuk surga ya..

mama mau ga masuk surga?” gituu.. aku juga suka ajak

ngobrol.. kalo dia udah mulai lupa aku suka pancing

supaya gak lupa.. yang masih diinget ya diingetin lagi..

Dan kalo aku berhadapan sama mama ya aku harus

pasang muka ceria.. “Hallooo mamaa” jadi walaupun

aku lagi stress atau apa ya sebisa mungkin aku harus

ceria di depannya.. jadi mood yang kita bawa, dia bakal

ikut kebawa happy..

7

Oiya bu, maaf kalo

hubungan ibu dengan

keluarga gimana bu? Pernah

gasih ada konflik internal

dengan anggota keluarga

terkait dalam mengurus

Kalau saya kebetulan engga ada masalah soal itu.. saya

kan anak paling tua.. kebetulan ade-ade saya semuanya

berlomba-lomba untuk merawat mama saya.. makanya

kita bagi-bagi tugas sih..

 

mama?

8

Kalo hubungan ibu dengan

lingkungan sosial sekitar,

misalnya sama tetangga?

Dan bagaimana sih menurut

ibu cara dalam menjaga

hubungan dengan keluarga

maupun dengan orang lain?

Aku tuh suka sosialisasiin kalo demensia itu bukan

penyakit yang biasa di komplek ini.. aku juga pernah

pasang spanduk gitu didepan rumah ciri-ciri gejala

demensia.. tapi sekarang spanduknya udah aku copot

karena pudar kena panas ujan juga kan.. ya tetangga sini

sih nge appreciate sih dan juga tau kalo mama ku kena

demensia..

9

Sikap ibu dalam mengambil

keputusan selama merawat

ODD gimana bu?

Karena mama kan tinggal sama aku jadi ya aku yang

sepenuhnya tanggung jawab atas seluruh perawatannya

ya.. mulai dari bawa ke dokter, bawa ke dokter ahli

syaraf, terapi yang aku kasih ke mama itu semua aku

yang putusin.. tapi aku tetep sih sebelumnya berunding

atau sesudahnya ngasih tau kalo mama aku kasih terapi

ini supaya ginii.. gituu

10

Ada gasih upaya ibu ngatur

tugas-tugas atau kegiatan

sehari-hari selama merawat

ODD?

Karena mama saya tinggal disini ya saya yang bagian

untuk bawa ke dokter dan seluruh kebutuhan lainnya..

tapi kalau ade-ade juga suka bantu kaya beliin makanan

buat mama, beliin baju..gitu sih kalau saya sih banyak

ajak ngobrol mama saya tapi kalau ade-ade saya

biasanya gabisa..

11

Ada ga bu

komunitas/organisasi yang

ibu ikutin?

Cuma Alzi aja yang aku ikutin.. karena kan aku juga

sibuk dan harus ada terus di samping mama

12

Terus ada ga bu

pengaruhnya buat ibu dari

Alzi selama merawat

demensia?

Ya aku ikut Alzi juga karena aku pengen tau lebih dalam

tentang demensia.. aku banyak tanya ini itu di Alzi, itu

aku dikasih tau obatnya, ngatur waktu, pola hidup,

terapinya.. banyak sih jadi ya sangat ngebantu aku untuk

merawat mama aku..

13 Ibu punya rencana kedepan

ga buat ibu sendiri yang

Kalo harapan aku.. aku pengen ngasih yang terbaik

jangan sampe mama aku kenapa-napa.. makanya aku

 

sebagai seorang caregiver?

terus gimana upaya ibu

dalam mencapai tujuan

tersebut?

selalu cek kondisinya dia ke dokter..dan aku tetep

usahain untuk didepan mama aku selalu kasih mood

happy supaya keadaan emosinya juga kebawa happy..

jadi ajak ketawa aja..

14

Pernah ga ibu buat

kesalahan dalam proses

perawatan ODD? Dan

Bagaimana sikap ibu dalam

menanggapi kesalahan

tersebut?

Aku gatau sih.. ya ada sih kayanya.. cuma aku ngerasa

aku tuh emang cocok untuk ngerawat mama karena aku

pikir-pikir lagi dulu aku sering diajak orangtua aku dan

aku ikut kemana mereka ajak aku.. dan sekarang jadi ada

gunanya juga.. kaya misalnya mama bukan manggil

nama suaminya tapi nama kasih tak sampainya.. jadi

awalnya aku pikir “nama ini siapa ya? Ko tiba-tiba

muncul berhari-hari” ternyata nama pacarnya.. jadi aku

tau kalo dia lagi dimana SMA.. jadi kalo kita lagi

ngobrol, kita mesti cari tau kira-kira lagi di periode

mana nih ya?.. jadi kita harus inget gimana kehidupan

dimasa lalunya.. ya kadang-kadang kita harus cari tau

sendiri, lagi diumur berapa ya dia?.. gitu jadi aku tau

karna dulu pas mama masih muda aku suka diajak jalan..

ketemu temen-temennya.. gitu

15

Ada ga perubahan diri ibu

yang awalnya ibu rumah

tangga terus sekarang juga

harus jadi caregiver?

Aku awalnya gatau kalo demensia begitu.. cuma pas aku

tau cara ngadepinnya gimana ya aku jadi tau sendiri hal

apa yang harus aku lakukan buat mamaku.. aku eksplor

aja hal yang belum aku tau.. jadinya aku jadi harus

sabar.. nurutin apa yang dia mau walaupun itu aneh ya

aku biarin aja nantinya juga lama-lama dia lupa lagi..

dan disaat dia udah lupa sama keinginannya dia, aku

ajak ngobrol aku tawarin hal lain supaya dia gabahas

lagi yang tadi.. ya jadi lebih ngerti juga karena saling

sharing sesama caregiver.. samasama punya orangtua

dengan demensia.. ya aku sekarang udah enjoy enjoy aja

sih…

 

WAWANCARA

IDENTITAS INFORMAN

Nama : EH

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 15 September 1990

Usia : 27 Tahun

Domisili : Tangerang Selatan

Alamat : Cluster Sukamulya Blok H, Serua Indah, Ciputat.

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Waktu dan Tempat : Gandaria City Mall. Jumat, 15 Desember 2017

No. Pertanyaan Jawaban

1 Kalo hubungan kaka sama

ODD itu apa ka? Aku sebagai anaknya, dan ODD nya itu mama ku

2 Udah berapa tuh kaka jadi

caregiver?

Udah lama banget.. Dari aku SMA udah ada gejalanya

cuman ya kita pikir lupa lupa biasa.. maklum.. cuma

ternyata semakin parah. Tapi kalo gasalah aku umur 25

deh pas mama aku di diagnosa kena Alzheimer.

3 Ada ga sih tantangan

merawat ODD?

Pasti sih lebih ke stress management ya, sama

finansialnya juga lumayan, karena untuk paid caregiver

sendiri berkalikali lipat lebih susah nyarinya kalo untuk

pekerjaan sehariharinya.. nyarinya lebih susah ya apalagi

untuk yang harus bersihin pupnya.. segala macem.. kalo

pup sembarangan, tiap BAB maaf ya BAB sama pipis

sembarangan dan belum bisa pake pempers.. jadi aku

termasuk yang agak berat case-nya karna mba aku tuh

 

pasti bersihin pup tiap malem.. tiap bangun.. itu sih yang

berat.. aku juga harus ngeback up juga kadang kadang..

jadi kadang kalo mba ku udh gakuat ngehandle ya harus

aku juga turun tangan.. jadi yang membedakan kita nih

caregiver Alzheimer sama penyakit lain ya aku.. aku

gabilang penyakit lain gaberat sih cuman kalo kaya struk

aja atau penyakit tua lainnya yang umum ya.. paling at

least penolakannya gabegitu besar kalo ODD tuh karena

dia gabisa ngontrol memorinya.. gabisa inget dia

sebenernya lagi berhadapan sama anaknya, apa lagi

sama pembantu, apa lagi sama suami.. ya aku jadi

kadang kalo aku lagi ngerawat mereka, kita coba bantu

merekanya malah nolak.. maksudnya dianya tuh kaya

“gue mau diapain sih” lebih sering kaya gitu.. itu yang

terberat itu.. jadi kalo mereka cuma geletak aja gitu ya

aku gajijik deh tiap hari bersihin okelah, tp jangan

dorong mukul.. aduh aku stress banget..

4 Ada ga ka yang ngurus

ODD selain kaka?

Masih ada papa ku, sama sekarang ada paid caregiver

sih, ada mba ya…

5

Ada gasih kaka ngerasa ada

perubahan emosional saat

kaka jadi caregiver?

Ya ada sih pasti kalo sekarang sih aku udah biasa aja

ngadepin mama.. udah sabar.. ganyolot lagi hahaha sama

jadi sabar karena tau keadaannya kaya gitu..

6

Gimana sih cara kaka

ngatasin perubahan

emosional di diri kaka

waktu itu?

Jadi ya memahami penyakitnya aja sih karena beda

banget sama sebelum aku belum tau penyakitnya tuuh

aku denial gitu kaya “ih apaansih” tapi pas setelah tau oh

okee ternyata harus beginii.. harus inii.. harus diajak

ngomong walapun dia orangnya ngeyel atau

ganyambung.. karena dengan kita tau kita paham sama

penyakitnya kita jadi lebih ngerti dan sabar aja buat

ngadepinnya..

7 Pas kaka tau mama sakit

demensia, perasaan kaka

Jadi aku masih kuliah.. stress banget skripsi segala

macem.. terus udah mulai aneh-anehnya itu ya pas aku

 

gimana? kuliah itu.. yang awal awal gatau gitu “nih kenapa sih

emak gue” kaya “aneh banget sakitnya” soalnya aneh

tapi ternyata pas di bawa ke dokter syaraf dan di

diagnosa Alzheimer.. oh yaudah emang penyakitnya

kaya gitu..

8

Ada ga ka cara kaka dalam

beradaptasi pas kaka harus

jadi caregiver?

Ya karena aku tau kalo penyakitnya seperti itu jadi aku

coba untuk lebih mahamin lagi.. aku cari tau tuh gimana

cara-cara untuk ngerawat ngadepin Alzheimer.. lebih

sabar lagi.. terus aku harus cari kerja supaya bisa bayar

biaya biaya kebutuhan.. tapi aku juga harus ngebagi

waktu juga antara kerja dan ngerawat mama aku.. ya

karna kebetulan aku ada paid caregiver sih sekarang jadi

aku lebih kebantu..

9

Pernah ga sih ada konflik

internal antara sodara-

sodara kaka?

Pasti ada konflik, ya aku sama kaka ku ini cowo semua,

udah nikah, udah gadirumah.. aku juga dari awal-awal

sakit sampe sekarang aku terus yang rawat mama.. mulai

dari mandi segala macem.. dari jaman mba belum ada

yang klik, ya aku sama papa gitu kan.. timing, schedule

harus jagain karena yang disaranin sama caregiver lain

pas aku ngobrol ya dua masalahnya itu.. ya emang lo

harus gantian, gabisa lo 24 jam jagain sebulan gaada

rehab.. burnout kan pasti.. jadi scheduling itu.. sama duit

juga sih.. karena duit jadi konflik lagi hahaha ya karena

bayar mba aja mahal banget udh kaya bayar

freshgraduate kan hahaha karena aku saat itu baru lulus

terus kerja yang harus resign karena kan gabisa

ditinggalin mamah ya..

10

Kalo lingkungan rumah

kaya tetangga pada tau kalo

mama sakit demensia?

Alhamdulillah sih kalo itu.. kalo yang sekarang aku baru

pindah ke serua kan tadinya aku di gama bukit.. situ

komplek gama.. yaa!! tadinya aku disitu.. tapi tetangga

sih so far semenjak kejadian mama ku sempet ilang..

baru keluar bentar langsung kaya “EH nih mamanya

 

mau keluar”.. jadi tetangga tetangga gitu suka pada

bantu.. baik-baik sih orang-orang disekeliling aku

Alhamdulillah..

11

Biasanya siapa ka yang

nentuin keputusan dalam

proses perawatan ke ODD?

Ya biasanya aku sih kalo untuk harus ke dokternya

kapan.. perlu ganih dikasih obat penenang.. ya kalo aku

sih engga karena menurut aku pas bangun malah

semakin parah arogannya.. walaupun temen-temen di

alzi juga nyuruh tetep dikasih itu obat tapi menurut aku

sih gausah juga gapapa.. tapi biasanya aku juga diskusi

sih sama papa cuma kalo papa juga biasanya

nyerahinnya ke aku.. kalo kaka kaka aku ya paling cuma

transfer ajalah duitnya hahahaha

12

Bagaimana upaya anda

dalam mengatur tugas-tugas

atau kegiatan sehari-hari

selama merawat ODD?

Kalo aku sendiri sih ya gimana ya.. kan namanya juga

masih kuliah belom kerja dulu.. jadi banyak yang harus

aku kerjain gitu.. makanya aku butuh paid caregiver..

supaya bantu-bantu aku.. jadi kita bisa bagi-bagi tugas..

jadi disaat mba aku gabisa handle ya aku yang nanganin

mama aku.. karena kalo gaada mba, aku ke warung aja

gabisa.. stress banget deh.. di umur 22 aku harus

ngerjain skripsi segala macem haduh hahaha

13

Ada ga ka

komunitas/organisasi yang

kaka ikutin?

Cuma Alzi doang sih sekarang..

14

Ada ga pengaruh dari

organisasi tersebut terkait

dalam proses perawatan

lansia?

Ya aku biasanya kalo ikut-ikut perkumpulan gitu ya

yang menurut aku penting buat aku, karena kan aku juga

gapunya banyak waktu free kalo buat ikut yang gaterlalu

penting.. aku harus kerja dan juga ngerawat mama ku.

Ya makanya aku cuma ikut Alzi aja karena ya tadi dari

segi knowledge tadi.. ya sama itu sih sama sharing itu ya

di Alzi.. dengan cerita, ngobrol, even cuma whatsappan

doang aku seneng banget karena kaya aku tuh butuh

sharing.. entah itu sharing feeling atau sharing info kaya

 

cara ngerawatnya jadi aku bisa lebih tau sekarang

15

Pernahkah ga kaka dapet

kritikan/pandangan negatif

dari orang lain terkait cara

kaka ngerawat ODD? Terus

gimana sikap kaka?

Apa ya.. ya tadi contohnya kaya pas aku berentiin mama

minum obat.. kaya obat penenang gitu ya.. terus temen-

temen yang di Alzi tuh nyuruh aku tetep kasih itu obat..

cuma kan aku saat itu kan nganalisa juga ya.. trial trial..

ngeliat bedanya dikasih obat itu sama engga.. ya

menurutku lebih baik engga dikasih karena disaat

bangun dari tidur.. kalo diminumin obat ya.. itu lebih

arogan.. ya kalo aku sih nerapin gausah diminumin obat

itu yaa.. tergantung sih dari masing-masing keluarga

gimana..

16

Punya rencana kedepan ga

ka buat diri kaka sebagai

seorang caregiver? dan

gimana kaka mencapai

tujuan tersebut?

Pengen berusaha yang terbaik aja sih maksudnya kaya

gimana gue bisa ngasih kualitas perawatan yang baik..

sebisa mungkin.. tp gue tetep ngelanjutin masa depan

gue juga karena gue sempet di level yang “gila gue gatau

lagi harus ngapain.. gue ngurusin mama aja deh gue

gakerja..” tapi ternyata ya finansial itu tadi.. jadi ya gue

tetep easy going tapi tetep harus punya masa depan tapi

jangan jadi anak durhaka juga hahaha

17

Ada ga sih upaya kaka

dalam mengembangkan

keterampilan kaka dalam

merawat lansia ODD?

Aku sih lebih ke yang cari tau cara merawat, pola hidup

yang baik ya googling googling gitu.. dari Alzi juga..

dari yang sebelumnya kita gatau kita jadi tau.. kaya “ohh

ternyata Alzheimer itu beneran ada ya” “ohh pikun itu

ternyata gaboleh diremehin..” gitu hahaha terus dengan

ngurus Alzheimer kan kita jadi lebih sabar, lebih mau

mencoba apapun buat cari jalan keluarnya.. manage

waktu manage stress.. bayangin aja gue baru kelar kuliah

tiba-tiba mama di diagnosa Alzheimer hahaha

 

WAWANCARA

IDENTITAS INFORMAN

Nama : EHP

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Surakarta, 12 April 1939

Usia : 78 Tahun

Domisili : Salatiga

Alamat : Perumsat Karangpete No. 10 RT 13/06

Agama : Kristen

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Waktu Wawancara : Senin, 11 Desember 2017

No. Pertanyaan Jawaban

1 Apa hubungan anda dengan

ODD? Odd nya itu suami ibu

2 Sudah berapa lama anda

menjadi caregiver?

Ibu mulai dari awal suami kena demensia kalo gasalah

udah sekitar 9 tahun yang lalu..

2

Adakah hambatan dan

tantangan yang anda alami

selama merawat ODD?

Ya banyak sih tantangannya cuman ya ibu harus bisa

menyesuaikan diri aja dengan perubahan perilaku

bapak.. ya kadang suka lupa sama ibu, kadang inget.. ke

anak-anak dan cucu-cucu juga udah gainget lagi.. tapi

sebenernya bapak itu orangnya manis ga kaya ODD

yang ibu baca di group whatsapp Alzi.. memang ketika

masih normal bapak orangnya baik, sabar, tidak banyak

omong, tidak banyak menuntut, setelah jadi ODD ya

perilakunya berubah, tapi ya masih bisa ibu atasi dengan

 

baik..

3

Apakah ada anggota

keluarga yang lain yang

mengurus ODD selain

anda?

Gaada sih.. gaada lagi selain ibu.. ibu juga tinggal cuma

berdua sama bapak.. anak-anak sudah menikah semua

dan jauh rumahnya.. ya ibu jadi primary caregiver.

4

Adakah perubahan

emosional pada diri anda

setelah menjadi caregiver

lansia demensia?

Tahap awal ada… ada perubahan emosional kaya

jengkel dengan perilakunya.. tapi itu karena ibu gatau

kalo ternyata bapak kena penyakit demensia.. tapi

setelah sadar suami berubah perilakunya karena

demensia, ibu jadi bisa nahan emosi karena tau demensia

memang seperti itu..

5

Bagaimana anda mengatasi

perubahan emosional pada

diri anda?

Ya karena ibu tau demensia memang seperti itu jadi ibu

menerimanya dengan ikhlas kondisi suami.. sabar juga

untuk ngadepin suami yang kena demensia..

6

Bagaimana perasaan anda

ketika mengetahui anggota

keluarga anda menderita

penyakit Demensia?

Ibu kasihan melihat suami menderita demensia.. karena

udah ga seperti dulu lagi yang normal.. berubah

perilakunya dan jadi kadang suka lupa sama orang yang

dia hadepin.. yang diajak bicara.. karena memorinya

sudah terganggu

7

Bagaimana perasaan anda

ketika anda harus merawat

ODD?

Ibu menerima dengan ikhlas dan bersyukur diberi

kesempatan oleh Tuhan untuk merawat suami tercinta

yang menderita alzheimer.

9

Bagaimana upaya anda

dalam beradaptasi dengan

keadaan baru ketika

mengetahui bahwa anggota

keluarga anda menderita

penyakit tersebut?

Awalnya memang masih ngerasa ada yang aneh ya

karena perubahan perilaku suami gakaya biasanya.. dan

saat ibu tau kalo bapak terkena demensia, ibu jadi paham

dan berusaha beradaptasi dengan kondisi suami yang

berubah perilakunya.. karena ibu sangat sayang dengan

suami ibu ya ibu akan ngelakuin apa aja buat suami

karena mengerti penyakit bapak seperti apa.. dan juga

ibu mengutamakan bapak.. fokus untuk memberikan

 

yang terbaik..

11

Pernahkah anda memiliki

konflik internal dengan

anggota keluarga anda

sendiri terkait dalam

mengurus ODD?

Gapernah sih.. semuanya selama proses perawatan

berjalan dengan baik dan tentram.. ibu dengan anak-anak

dan cucu-cucu juga.. karena mereka juga bisa menerima

kondisi ayah dan kakek mereka yaa.. dan mereka juga

tau betul ibu merawat bapak dengan kasih..

12

Bagaimana hubungan anda

dengan lingkungan sosial

sekitar, misalkan dengan

tetangga?

Ke tetangga juga ibu akrab sama tetangga-tetangga

disini.. mereka juga suka bantu kalo ibu kesusahan atau

butuh bantuan tanpa ibu minta..

13

Bagaimana cara anda dalam

menjaga hubungan dengan

keluarga maupun dengan

orang lain?

Kita hidup kan harus saling melayani dan membantu

sesama.. jadi kalo ada yang butuh bantuan ibu, ibu

dengan senang hati akan melayani.. dan ibu

melakukannya dengan tenggang rasa dan didasari kasih..

14

Bagaimana sikap anda

dalam mengambil

keputusan terkait dalam

merawat ODD?

Apapun akan ibu lakukan untuk suami tercinta.. kalo itu

baik untuk bapak pasti akan ibu berikan.. ya pokonya

ibu akan memberikan perawatan yang terbaik..

Apakah anda pernah

berdiskusi bersama anggota

keluarga terkait dengan

perawatan yang akan

diberikan?

Kalo untuk perawatan ke bapak, ibu biasanya gapernah

berdiskusi dengan anak-anak karena kan anak-anak jauh,

ibu di rumah hanya berdua dengan suami tanpa

pembantu rumah tangga juga.. jadi perawatan semua

keputusan ibu yang mutusin..

15

Bagaimana upaya anda

dalam mengatur tugas-tugas

atau kegiatan sehari-hari

selama merawat ODD?

Kalo pekerjaan rumah sehari-harinya ibu yang urus.. tapi

ibu lebih mengutamakan mengurus suami supaya suami

ngerasa nyaman.. urusan yang lainnya pasti ibu

kesampingkan dulu.. palingan kalo suami lagi diem aja

atau lagi tidur baru deh ibu ngurusin pekerjaan rumah..

melelahkan sih tapi mau gimana lagi.. ibu terima dengan

ikhlas kondisinya seperti ini..

 

16

Adakah

komunitas/organisasi yang

anda ikuti?

Ibu ikut komunitas di Alzi aja dulu.. cuman karena

sekarang kan aku udah tinggal disini.. ibu udah gapernah

ikut kegiatan caregivers meeting di Alzi.. tapi ibu tetep

kontekan dengan orang-orang temen-temen ibu di Alzi..

ada group whatsappnya..

17

Adakah pengaruh dari

organisasi yang anda ikuti

tersebut terkait dalam proses

perawatan lansia?

Komunitas caregiver Alzi menurut ibu sangat menolong

caregiver seperti ibu yaa.. karena mereka memberikan

cara dan solusi jalan keluar untuk merawat maupun

menghadapi kesulitan mendampingi ODD

18

Pernahkah anda

mendapatkan

kritikan/pandangan negatif

dari orang lain terkait cara

anda dalam merawat ODD?

Lalu bagaimana sikap anda

dalam menanggapi hal

tersebut?

Gapenah sih.. ibu gapernah dapet atau denger omongan

negatif dari keluarga maupun orang lain karena

merekapun tau gimana cara ibu merawat dan

memperlakukan bapak seperti apa.. kalaupun ada, ya

mereka kan hanya melihat dari luarnya aja.. mereka

gatau apa yang ada didalamnya.. jadi ya biarin aja kalo

ada yang seperti itu..

19

Adakah rencana kedepan

untuk diri anda sebagai

seorang caregiver? dan

bagaimana upaya untuk

mencapai tujuan tersebut?

Ibu mau melakukan dan memberikan yang terbaik untuk

suami.. fokus merawat bapak.. apapun.. jika itu memang

terbaik untuk suami ya ibu lakukan.. hal lain ibu

kesampingkan dan mengutamakan kesehatan dan

kenyamanan untuk suami..

21

Adakah kesalahan yang

pernah anda lakukan dalam

proses perawatan ODD?

Dan bagaimana pandangan

anda menanggapi kesalahan

tersebut?

Manusia tidak luput dari kesalahan.. pasti ada kesalahan

yang kecil atau tidak sengaja kita lakukan.. ya kalo ibu

melakukan kesalahan dalam merawat bapak.. ibu berdoa

mohon pengampunan dari tuhan dan berharap bisa

terhindar dari itu semua..

23

Bagaimana upaya anda

dalam mengembangkan

keterampilan mengurus

Ibu belajar memahami suami dan berusaha ikhlas dan

sabar dalam menjalani melihat kondisi bapak yang

terkena demensia.. ibu juga belajar dari pengalaman

 

lansia? orang lain teman-teman di Alzi.. supaya ibu bisa

memberikan perawatan yang terbaik buat bapak.. dengan

kita melihat dan tau kasus-kasus yang udah pernah kita

temuin dan juga kasus-kasus yang orang lain alami,

dengan itu ibu bisa tau celah-celah dan jalan terbaik

untuk perawatan kepada bapak..

 

HASIL OBSERVASI INFORMAN

Hasil Observasi Informan DSP

Waktu Observasi : Minggu, 21 November 2017. Pukul 13.00 WIB

Tempat Observasi : Kediaman Rumah Informan DSP

Orang Yang Terlihat : Informan DSP

Peneliti membuat janji untuk bertemu di kediaman rumah informan pada

siang hari pada tanggal 21 November 2017 tepatnya ba’da shalat dzuhur dan peneliti

sampai kerumahnya sekitar jam 1 siang setelah sebelumnya mencari alamat rumah

informan yang berada di perumahan daerah pejaten timur. Sesampainya di rumah

informan, peneliti disambut informan dengan hangat didepan pintu pagar yang cukup

tinggi sehingga menutupi tampilan rumah dari luar. Kemudian peneliti dipersilahkan

masuk untuk parkir motor di halaman rumahnya yang cukup luas dengan dihiasi

tanaman hias yang tertata dengan rapih. Setelah memarkirkan motor kami pun

berbincang ringan sambil digiringnya peneliti ke dalam rumah. Ternyata tidak hanya

tanaman yang menghiasi halaman, tetapi terdapat juga beberapa kandang kucing yang

berisi dua hingga tiga kucing didalamnya. Kemudian peneliti dipersilahkan duduk di

meja ruang tengah rumahnya, disana pun juga masih banyak kucing yang berkeliaran

bahkan ada juga anjing yang dipeliharanya berada dihalaman belakang. Ia pun

mengaku memiliki kecintaannya terhadap hewan, terutama kucing dan anjing.

Informan juga menceritakan kehidupan kesehariannya yang merawat hewan dan juga

diiringi dengan tugasnya menjadi family caregiver ibunya yang telah lansia dan

penderita demensia. Disini terlihat bahwa informan dapat mengatur waktunya secara

 

baik walaupun harus merawat lansia penderita demensia. Peneliti pun mulai

mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan dan disini informan terlihat bahwa

adanya raut muka kebahagiaan yang menunjukkan kalau informan ini menikmati

perannya sebagai family caregiver ibunya penderita demensia. Walaupun Ia mengaku

awalnya belum terbiasa menghadapi lansia demensia yang disertai dengan emosi

dalam merawat namun karena informan sudah memahami penyakit Alzheimer secara

mendalam maka informan dapat mengendalikan emosinya. Informan juga merupakan

karakter orang yang mudah bergaul karena peneliti juga melakukan observasi pada

saat informan berperan aktif di setiap acara yang diselenggarakan Yayasan Alzheimer

Indonesia. Kecakapannya dalam berbicara dan senangnya bercerita membuat orang

lain merasa adanya keseruan saat berbicara dengannya.

 

HASIL OBSERVASI INFORMAN

Hasil Observasi Informan AW

Waktu Observasi : Minggu, 28 November 2017. Pukul 10.00 WIB

Tempat Observasi : Kediaman Rumah Informan AW

Orang Yang Terlihat : Informan AW dan Istrinya penderita demensia

Seperti biasa, peneliti membuat janji terlebih dahulu kepada informan untuk

bertemu dan kamipun sepakat untuk melakukan wawancara ini di rumah informan.

Peneliti sampai di rumah informan sekitar jam 10 pagi. Rumah informan yang berada

di komplek BATAN, Pasar Minggu Jakarta Selatan ini sulit ditemui karena komplek

yang sangat luas dan banyak jalan bercabang sehingga informan sedikit kesulitan

dalam mencari alamat rumah informan. Lokasi rumah informan berada di ujung gang

buntu yang dikelilingi pohon yang lebat namun tetap terlihat asri dan membuat sejuk

walau sinar matahari sangat terik saat itu. Sesampainya peneliti di kediaman rumah

informan, peneliti disambut hangat oleh informan dan kami pun berkenalan. Informan

yang berusia 77 tahun ini terlihat fisiknya masih sehat dan bugar walau umurnya

terbilang sudah tua dan tugasnya yang harus merawat istrinya penderita demensia.

Disaat peneliti mengobrol dan diselingi dengan pertanyaan wawancara, adanya

kesulitan peneliti dalam memahami ucapan informan karena suara informan kurang

jelas dalam berbicara sehingga peneliti sering menanyakan kembali apa yang

diucapkan informan sebelumnya. Informan juga terlihat bahwa dirinya suka untuk

bercerita karena hal ini dirasakan oleh peneliti yang mendengarkan informan

bercerita mulai dari masa mudanya hingga sekarang yang harus merawat istrinya

 

penderita demensia. Dengan begitu, peneliti dapat melihat bahwa informan

merupakan orang yang tangguh, gigih, dan setia dalam menghadapi keadaannya

sebagai family caregiver. Hal ini juga didukung oleh hasil observasi peneliti pada saat

itu yang melihat kesabarannya dalam menghadapi istrinya yang mengganggu pada

saat beliau sedang berbicara dengan informan.

 

HASIL OBSERVASI INFORMAN

Hasil Observasi Informan SC

Waktu Observasi : Minggu, 3 Desember 2017. Pukul 10.30 WIB

Tempat Observasi : Kediaman Rumah Informan SC

Orang Yang Terlihat : Informan SC dan Ibunya penderita demensia

Peneliti mendatangi kediaman rumah informan SC yang berada di perumahan

Ciputat Baru Tangerang Selatan pada pukul 10.30 pagi. Di hari minggu itu rumah

informan sedang ramai karena hari libur weekend. Informan dan peneliti melakukan

wawancara di ruang tamu rumah informan dan pada saat itu orangtua informan yang

menderita demensia yaitu Ibunya juga ikut disamping informan. Pada saat wawancara

berlangsung informan selalu menselingi untuk mengajak ngobrol ibunya. Peneliti

melihat bahwa adanya hubungan yang erat antar keluarga yang mana disini informan

sangat menyayangi ibunya walaupun ibunya mengalami kepikunan/demensia.

Peneliti juga melihat adanya raut muka yang murah senyum dan ramah terhadap

ibunya dan juga peneliti. Melihat interaksi yang dilakukan informan terhadap ibunya

yang mengalami demensia, menunjukkan bahwa informan mampu dengan mahir

dalam melakukan perawatan kepada ibunya dan adanya sikap menerima kondisinya

sebagai pengasuh seorang lansia penderita demensia. Beliau juga mengaku bahwa ia

sangat menyayangi ibunya sehingga ia selalu menunjukkan ekspresi ceria saat

didepan ibunya. Peneliti juga melihat bahwa walaupun informan mempunyai

tanggung jawab dalam merawat ibunya penderita demensia namun informan juga

tetap memiliki waktu berlibur.

 

HASIL OBSERVASI INFORMAN

Hasil Observasi Informan EH

Waktu Observasi : Minggu, 15 Desember 2017. Pukul 19.00 WIB

Tempat Observasi : Jco Gandaria City Mall

Orang Yang Terlihat : Informan EH dan Suami

Kami janjian untuk bertemu di Jco Gandaria City Mall yang pada saat itu

peneliti sudah datang terlebih dahulu. Di saat itu tempatnya tidak terlalu ramai dan

kami duduk tidak didekat lalu lalang orang berjalan sehingga peneliti pun dapat

melakukan wawancara secara fokus dengan informan. Setelah berkenalan dan

berbincang ringan dengan informan, peneliti pun melakukan wawancara dengan

menanyakan beberapa pertanyaan mengenai kehidupan informan mulai dari awal

informan menjadi family caregiver. Informan pada saat itu menunjukkan bahwa

adanya kepuasan dirinya yang telah merawat ibunya penderita demensia. Hal ini

terlihat dari raut wajahnya disaat informan menceritakan cara informan mengasuh

ibunya. Informan juga mengaku bahwa suaminya selalu mendukung informan dalam

menghadapi ibunya penderita demensia, hal ini juga didukung saat peneliti melihat

suaminya yang menemani informan saat bertemu dengan peneliti dalam melakukan

wawancara ini. Peneliti juga melihat adanya stress yang dirasakan pada saat informan

menceritakan masa lalunya disaat informan masih kuliah sedang menyelesaikan

skripsinya namun informan harus juga mengurus ibunya penderita demensia. Hal ini

menunjukkan bahwa informan mempunyai masa kelam tetapi telah berhasil ia lalui

dengan baik.