UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS FAMILY CAREGIVER DI YAYASAN
ALZHEIMER INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
s
Oleh:
M. DZAKY HADIPUTRA
NIM :1113054100053
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
i
ABSTRAK
Muhammad Dzaky Hadiputra
1113054100053
Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver di Yayasan Alzheimer
Indonesia
Di dalam keluarga, individu yang memiliki anggota keluarganya baik itu pasangan
hidupnya atau orangtuanya yang telah lanjut usia, khususnya lansia penderita
Alzheimer/Demensia membuat individu harus menjalani perannya sebagai family caregiver.
Namun dalam proses pelayanan perawatan kepada lansia demensia, seringkali menyebabkan
penurunan kesejahteraan psikologis yang membuat individu tidak bisa menjalankan
keberfungsian sosialnya. Dalam hal ini Yayasan Alzheimer Indonesia berupaya untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis family caregiver dalam merawat lansia dengan demensia.
Penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu bagaimana upaya meningkatkan kesejahteraan
psikologis family caregiver di Yayasan Alzheimer Indonesia. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan serangkaian wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya Alzheimer Indonesia dalam
meningkatkan kesejahteraan psikologis family caregiver yang merawat lansia dengan demensia.
Pada dasarnya, kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian penuh dari potensi psikologis
seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa
adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi
pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal.
Sedangkan family caregiver lansia penderita demensia adalah pasangan, anak dewasa, kenalan
pasangan atau teman yang memiliki hubungan pribadi dengan lansia demensia, dan memberikan
berbagai bantuan yang tidak dibayar untuk lansia penderita demensia.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa adanya upaya yang dilakukan
Alzheimer Indonesia yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis family caregiver yaitu
menyelenggarakan kegiatan Caregivers Meeting. Dalam kegiatan ini, family caregiver bisa
saling berbagi pengalaman dengan sesama family caregiver lainnya, mendapatkan berbagai
terapi guna mengurangi stress yang dialami selama merawat lansia dengan demensia, dapat
memperdalam pengetahuan dan keterampilannya dengan cara berkonsultasi langsung dengan
para ahli yang beragam di setiap pertemuannya. Dengan adanya interaksi sosial dengan orang
lain terutama dengan sesama family caregiver, tentu akan adanya dukungan sosial yang diterima.
Kemudian dengan adanya terapi dan juga ilmu pengetahuan yang didapat maka hal ini akan
mempengaruhi kesejahteraan psikologis yang mana family caregiver dapat menerima dirinya,
memiliki hubungan positif dengan orang lain, memiliki kemandirian diri, memiliki kemampuan
dalam penguasaan lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidupnya serta mampu
mengembangkan potensi dirinya selama merawat lansia dengan demensia.
Key words : Kesejahteraan Psikologis, Family Caregiver, Lansia Demensia
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah
SWT senantiasa memberikan rahmat karunia-Nya dan selalu menuntun ke arah yang lebih baik,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya, sebagai
persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana strata I. Shalawat dan salam tetap tercurah kepada
baginda Nabi besar Muhammad SAW beserta para sahabat dan umatnya. Penulis menyadari
dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak kekurangan yang
terjadi baik dari penulisan maupun materi dalam skripsi. Masukan dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan guna penyempurnaan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dari mulai proses persiapan, penyusunan sampai dengan skripsi ini selesai. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak Suparto, M. Ed,
Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Ibu Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil
Dekan Bidang Administrasi Umum. Dan juga Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil
Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial.
terimakasih atas bimbingannya dan nasehatnya. Juga kepada Ibu Hj. Nunung Khairiyah
selaku sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial.
3. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku dosen pembimbing yang telah membantu
mengarahkan, membimbing, memotivasi dan telah bersedia meluangkan waktunya
sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.
iii
4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah
Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
banyak memberikan ilmunya kepada peneliti.
5. Yayasan Alzheimer Indonesia yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
Peneliti berharap semoga Yayasan Alzheimer Indonesia semakin berkembang
mengkampanyekan isu penyakit Alzheimer/Demensia di seluruh Indonesia.
6. Ibu dr. Tara Puspitarini Sani selaku Wakil Ketua Yayasan Alzheimer Indonesia Bidang
Riset dan Ibu Tuty Sunardi selaku Komite Sosial yang telah membimbing dan
memberikan arahan kepada peneliti selama penelitian di Yayasan Alzheimer Indonesia.
7. Kepada para informan yang telah bersedia meluangkan waktunya kepada peneliti,
terimakasih telah berbagi cerita dan pengalaman Bapak Ibu sehingga membuat peneliti
dapat lebih memahami mengenai penelitian ini.
8. Kedua orangtua tercinta, terimakasih banyak atas apa yang telah diberikan kepada penulis
selama ini. Yang selalu senantiasa memberikan dukungan, doa, kasih sayang, dan
pengorbanannya yang tulus dan tidak kenal lelah yang selalu diberikan kepada penulis
selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.
9. Annisa dan Ralenta (Tim The Reiss) Yang selalu memberikan dukungan dan doanya
kepada penulis, serta memberikan keringanan kepada penulis untuk fokus dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga The Reiss semakin laris dan sukses untuk
kedepannya. #CintaiProdukLokal #YouWillDoAwesome
10. Rakha, Herdin, Karin, Lay, Lila, Mutia, Annisa, Ralenta, Nurul, Tasya, Andreas, Ika,
Indri (Suduut) yang selalu memberikan motivasi, canda tawa, dan senang maupun sedih
sudah dilewati bersama. Semoga semakin langgeng dan awet sampai tua nanti.
iv
11. Arief, Faiz, Ridwan, Sidiq, Agus, Alfa, Putra, Bahir (Kuwuk) yang sudah memberikan
cerita di kampus dari ketawa bareng sampai panik pun juga bareng. Semoga kita tetap
kompak, semakin solid lagi kedepannya dan tetep jalan-jalan terus. See you on top guys!
12. Aya Aisyah, Indah Juanita, Ayu Retnodewi, Oktaviani, Prawita Hartati, Ratu Putri,
Fatma Rakhmatullah, Risha Desiana, Syifa Fauziah, Dini Lisnawati (Bidadari) yang
sudah melengkapi Kuwuk di kampus.
13. Putra Persada, Prawita Hartati, Ratu Putri (Rubik) yang telah memberikan cerita dari
berangkat kuliah, pulang kuliah, dan sampai pulang ke rumah. Yang selalu ada disaat
susah maupun senang.
14. Agus, Bahir, Putri yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi selama
pengerjaan skripsi. Kalian sangat luar biasa! See you on top guys!
15. Teman-teman seperjuangan Kessos angkatan 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Terimakasih
kepada berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Jakarta, Desember 2017
M. Dzaky Hadiputra
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah .................................................................................................... 11
C. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 11
D. Tujuan dan Manfaat ..................................................................................................... 12
E. Metodelogi Penelitian .................................................................................................. 13
F. Penelitian Terdahulu .................................................................................................... 18
G. Sistematika Penelitian .................................................................................................. 21
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................ 23
A. Demensia Pada Penyakit Alzheimer ............................................................................ 23
1. Pengertian Alzheimer....................................................................................... 23
2. Penyebab Alzheimer ........................................................................................ 24
3. Gejala Alzheimer ............................................................................................. 24
B. Caregiver ..................................................................................................................... 25
1. Pengertian Caregiver ....................................................................................... 25
2. Jenis Caregiver ................................................................................................ 26
3. Tugas Family Caregiver .................................................................................. 27
C. Kesejahteraan Psikologis ............................................................................................. 28
1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ............................................................... 28
vi
2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis ................................................................... 32
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ................................... 36
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ....................................................................... 39
A. Profil Yayasan Alzheimer Indonesia ........................................................................... 39
1. Sejarah Berdirinya Yayasan Alzheimer Indonesia .......................................... 40
2. Tujuan .............................................................................................................. 41
3. Visi dan Misi .................................................................................................... 41
4. Program ............................................................................................................ 42
5. Sumber Dana .................................................................................................... 43
6. Kerjasama Dengan Lembaga Lain ................................................................... 44
B. Struktur Lembaga......................................................................................................... 45
C. Kegiatan Yang Pernah Dilaksanakan........................................................................... 48
BAB IV TEMUAN DATA DAN HASIL ANALISIS .......................................................... 52
A. Upaya Alzheimer Indonesia Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis
Family Caregiver ......................................................................................................... 59
B. Analisis Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver.................................................. 65
C. Hasil Analisis Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver ........................................ 96
BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 99
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 99
B. Saran ............................................................................................................................ 100
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 101
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Pemilihan Informan ............................................................................................. 15
2. Tabel 2 Profil Informan .................................................................................................... 52
3. Tabel 3 Gambaran Kesejahteraan Psikologis Sebelumnya Pada Family Caregiver ........ 54
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Struktur Organisasi Yayasan Alzheimer Indonesia .......................................................... 45
2. Family Caregiver dan Lansia Dengan Demensia ............................................................. 68
3. Family Caregiver dan Suami ............................................................................................ 73
4. Family Caregiver .............................................................................................................. 77
5. Family Caregiver .............................................................................................................. 87
6. Family Caregiver dan Lansia Dengan Demensia ............................................................. 92
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 – Pedoman Wawacara
Lampiran 2 – Transkip Wawancara
Lampiran 3 – Hasil Observasi Informan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penuaan atau menjadi tua adalah suatu proses yang natural dan kadang-kadang
tidak tampak mencolok. Proses ini terjadi secara alami dan disertai dengan adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang akan saling berinteraksi satu
sama lain. Berdasarkan UU No. 13 tahun 1998, yang dimaksud lanjut usia (lansia)
adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas.1 Usia lanjut sendiri merupakan
kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan bertahap yang
berkaitan dengan penurunan daya tahan tubuh serta penurunan daya kemampuan
untuk hidup. Penurunan kondisi fisik yang dialami oleh lansia mempengaruhi mereka
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Saat ini di seluruh dunia jumlah lansia diperkirakan mencapai 500 juta dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Indonesia sendiri pada
tahun 2000, jumlah lansia meningkat mencapai 9,99% dari seluruh penduduk
Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup usia 65-70 tahun dan pada
tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 30 juta orang dengan umur harapan hidup
70-75 tahun.2 Meningkatnya populasi lansia di Indonesia membuat berbagai masalah
kesehatan dan penyakit yang khas terdapat pada usia lanjut ikut meningkat. Salah satu
1 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta: Rineka Cipta, 2007),
h. 275. 2 Andhie S. Mustari dkk., “Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014,” artikel diakses pada 24
Februari 2017 dari http://www.bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_
Kebudayaan/Statistik%20Penduduk%20Lanjut%20Usia%20Indonesia%202014.pdf
2
masalah yang akan banyak dihadapi adalah gangguan kognitif yang bermanifestasi
secara akut berupa konfusio dan kronis berupa demensia.3
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif
yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional. Demensia juga merupakan
penyebab kematian ke-4 setelah penyakit jantung, kanker dan stroke. Sampai saat ini
diperkirakan ada 30 juta penduduk dunia yang mengalami demensia dengan berbagai
sebab seperti karena penyakit, trauma, obat-obatan, dan depresi. Sedangkan di
Indonesia sendiri diperkirakan sekitar satu juta orang menderita
Demensia/Alzheimer.4 Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang
terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan
dengan orang disekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk
memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan
kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi.5
Pada lansia demensia yang mana kondisinya sudah tidak dapat berfungsi
normal diperlukan adanya seorang caregiver. Caregiver merupakan seseorang yang
memberikan bantuan kepada mereka yang mengalami ketidakmampuan dan
memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya.6 Menurut Putri dalam
jurnalnya, mayoritas lansia di Indonesia dirawat di rumah oleh keluarga, dalam hal ini
3 Hadi Martono dan Kris Pranarka, Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut (Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2010), h. 218 4 Alzheimer’s Disease International (ADI), “Dementia Statistics,” artikel diakses pada 20
September 2017 dari https://www.alz.co.uk/research/statistics 5 Putri Widita Muharyani, “Demensia dan Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (Aks)
Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Inderalaya,” Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Vol. 1 No.1, (2010): h. 20-27 6 Natalingrum Sukmarini, “Optimalisasi Peran Caregiver Dalam Penatalaksanaan
Skizofrenia,” Majalah Psikiatri XLII: Indonesian Psychiatric Quarterly, Vol. 1, (2009): h. 58-61
3
pasangannya atau anak dari orangtua lansia dengan demensia tersebut. Masih
terbatasnya layanan yang tersedia bagi lansia dengan demensia, serta tanggung jawab
sosial budaya di Indonesia yang membuat kebanyakan dari para lansia tersebut
dirawat oleh pasangannya sendiri atau anak-anaknya.7
Dalam pandangan Islam, muslim diperintahkan untuk menghormati,
memuliakan, dan juga merawat orangtua hingga akhir hayatnya. Allah berfirman
dengan tegas bahwa kedudukan orangtua sangat mulia, bahkan karena begitu
mulianya, Allah langsung memandu umat islam jangan sampai salah bergaul untuk
memuliakan orangtua, lebih - lebih di usia mereka yang sudah lanjut. berkata “Ah”
saja kepada orang tua, Allah sangat melarangnya.8
ا يبلغ د ۞ وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إيااه وبالوالدين إحسانا إما نا
هرهما وقل لهما قول كريالكبر أ ماحدهما أو كلهما فل تقل لهما أف ول ت
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
7 Yossie Susanti Eka Putri, “Prediktor Beban Merawat dan Tingkat Depresi Caregiver Dalam
Merawat Lanjut Usia Dengan Demensia di Masyarakat,” Jurnal Ners, Vol. 8 No. 1, (1 April 2013): h.
88-97 8 Imam Nawawi, “Muliakanlah Orang Tua dan Rawatlah Ia Hingga Akhir Hayat”, artikel
diakses pada 25 Februari 2017 dari https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-
muslim/read/2013/03/25/4624/muliakan-orangtua-dan-rawatlah-ia-hingga-akhir-hayat
4
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al- Isra’ [17]: 23).9
Dari ayat Al-Quran tersebut Allah sangat menegaskan untuk selalu berbakti
kepada orangtua sampai akhir hayatnya. ini sangat penting dan utama untuk
diperhatikan dan diamalkan oleh seluruh umat Islam agar benar-benar bersemangat
dalam memuliakan orangtua. Apalagi, perintah ini Allah tegaskan setelah perintah
untuk ikhlas beribadah dengan tidak mempersekutukan-Nya. Dengan kata lain,
siapapun dari umat Islam yang tidak memuliakan orangtuanya berarti dia tidak berhak
atas kemuliaan. Sungguh kerugian besar bila ada seorang muslim yang memiliki
orangtuanya yang sudah lanjut usia tetapi tidak merawatnya dengan tangannya
sendiri, lebih mementingkan dirinya sendiri, mengkhawatirkan masa depannya
sendiri, dan malah justru menitipkannya ke panti jompo. Padahal, dirinya tumbuh
dewasa dan pintar karena pengorbanan tanpa pamrih dari orangtua. Dengan perantara
orangtualah kita ini lahir di dunia, kemudian tumbuh menjadi manusia dewasa,
berpengetahuan, berpenghasilan bahkan menjadi orang terpandang. Istilahnya, tanpa
pengorbanan orangtua, tak akan ada anak jadi dewasa.
Oleh karena itu, di ayat yang lain Allah memerintahkan umat Islam untuk
bersyukur kepada kedua orangtua setelah bersyukur kepada-Nya.
نسان بوالديه حم ۞ يا ال لى وهن وفصاله ف ووصا ه وها ي لته أم
امين أن اشكر لي ولوالديك إليا المصير
9 Al Quran, 71:32.
5
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman [31]: 14).10
Memuliakan orangtua dan merawatnya adalah perkara utama, bahkan setara
dengan jihad (perang) di jalan Allah. Dengan begitu, seorang muslim yang tidak
menghormati orangtuanya, tidak memuliakannya, apalagi tidak mau merawatnya,
jelas hidupnya akan jauh dari keberkahan, dan di akhirat ia tidak berhak atas surga
Allah. Oleh karena itu, di Indonesia yang mayoritas adalah umat muslim memiliki
budaya yang mana seorang anak seharusnya memberikan perhatian kepada orangtua
yang sudah lanjut usia dengan cara merawat di dalam satu rumah keluarga. Dengan
cara ini diharapkan keluarga yang berperan sebagai family caregiver dapat lebih
mudah untuk mengawasi sekaligus membantu lansia dalam menjalankan kebutuhan
hidup agar kesehatannya tetap terjaga.
Individu yang memberikan perawatan yang dilakukan di rumah dan biasa
diberikan oleh pasangan penderita, anak dari penderita atau anggota keluarga lainnya
dengan tidak melakukan pembayaran dan tidak secara tenaga professional disebut
sebagai family caregiver.11
Family caregiver memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan
perawatan lansia demensia yang tinggal dirumah karena dalam perawatan lansia
demensia membutuhkan perhatian lebih agar lansia dengan demensia dapat terjaga
10 Al Quran, 27:71. 11 Georgia M. Barrow, Aging, The Individual, and society 6th Ed. (Amerika: West Publishing
Company, 1996), h. 54
6
kesehatan dan aktivitasnya terhindar dari bahaya. Seperti halnya kasus yang dialami
Ibu Sylvia seorang family caregiver ibunya yang penderita demensia. Ia kehilangan
ibunya selama 23 hari karena ibunya yang mengalami demensia sehingga lupa arah
jalan pulang.12 Contoh kasus lain juga dialami oleh kakek yang bernama Nanges
Sembiring 74 tahun yang ditemukan di Jalan Bintaro Permai, Pesanggrahan, Jakarta
Selatan oleh Dinas Sosial Jakarta Selatan. Pada saat diselamatkan, kakek tersebut
mengaku lupa akan namanya sendiri. Dia hanya ingat alamat rumahnya berada di
kawasan Tanah Kusir namun tidak ingat alamat rumahnya secara detail.13 Dari
fenomena tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya perhatian lebih yang dilakukan
family caregiver agar lansia dengan demensia terhindar dari bahaya dan mendapatkan
kenyamanan serta terjaga kesehatannya.
Dalam proses perawatan kepada lansia dengan demensia, mengharuskan family
caregiver memberikan perhatian lebih dan membantu aktivitas keseharian lansia
demensia. Hal ini tentu akan menyita waktu yang membuat seorang family caregiver
mengalami stress yang berpengaruh terhadap psikologis. Putri dalam jurnalnya
mengatakan bahwa caregiver yang merawat lansia demensia akan mengalami
kelelahan fisik, kurangnya bersosialisasi dengan lingkungan, mengalami kejenuhan,
depresi selama merawat lansia dan memikirkan biaya hidup serta kesehatan agar
lansia tetap sehat maka hal ini akan berdampak pada kesejahteraan psikologis
12 Wawancara dengan informan DSP, sebagai family caregiver ibu penderita demensia.
Jakarta, 12 Desember 2017. 13 Kanavino Ahmad Rizqo, “Dinsos Jaksel Selamatkan Lansia yang Sempat Hilang di
Bintaro,” artikel diakses pada 7 Oktober 2017 dari https://m.detik.com/news/berita/d-3465043/dinsos-
jaksel-selamatkan-lansia-yang-sempat-hilang-di-bintaro
7
keluarga lansia sebagai family caregiver.14 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan
McKenry dan Price, diketahui bahwa caregiver memiliki tingkat stress yang lebih
tinggi dibandingkan non caregivers karena kegiatan rutin bersama lansia dapat
mengakibatkan kelelahan, dan jika kelelahan meningkat maka dapat mengakibatkan
stress bagi family caregiver.15
Rintangan seperti itu tentu sudah pasti terjadi di dalam hidup seorang family
caregiver dan kehidupan tersebut tentu memiliki pengalaman dan rintangan yang
berbeda, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Hal ini
tergantung dari masing – masing individu dalam menyikapi kehidupannya. Dengan
sikap individu yang dapat menerima keadaan atau kondisi dihidupnya tanpa
menjadikan itu sebuah beban atau tekanan dan menyadari bahwa hidupnya bermakna
dan memiliki tujuan, serta tidak mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan yang mana
individu dapat mengendalikannya dengan mempunyai hubungan yang positif dengan
orang lain dan diri sendiri. Dengan begitu keadaan psikologisnya akan sejahtera.16
Kesejahteraan Psikologis sendiri menurut Ryff yaitu keadaan dimana individu
dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri sebagaimana adanya dalam kondisi
tersulitpun ketika mendampingi pasien kronis/akut sebagai family caregiver, tetap
memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan perilakunya
sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu
14 Yossie Susanti Eka Putri, “Prediktor Beban Merawat dan Tingkat Depresi Caregiver Dalam
Merawat Lanjut Usia Dengan Demensia di Masyarakat,” Jurnal Ners, Vol. 8 No. 1, (1 April 2013): h.
88-97 15 Patrick C. McKenry dan Sharon J. Price, Families and Change: Coping With Stressful
Events and Transition, 3rd ed. (Amerika: Sage Publications, 2005), h. 61 16 Carol D. Ryff dan Corey Lee M. Keyes, “The Structure Of Psychological Well-Being
Revisited,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69 No.4, (1995): h. 719-727
8
menguasai lingkungan, serta memiliki tujuan dalam hidupnya. kesejahteraan
psikologis juga didefinisikan sebagai konsep dinamis yang mencakup dimensi
subjektif, sosial dan psikologis serta perilaku yang berhubungan dengan
kesejahteraan. Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya
kebahagiaan, kepuasan hidup, dan tidak adanya tanda – tanda depresi.17 Berdasarkan
pernyataan tersebut maka seseorang yang tidak bisa mengendalikan dirinya dan selalu
merasa memiliki tekanan atau beban dalam hidupnya tentu akan mengalami stress
yang berpengaruh pada kesejahteraan psikologis yang menurun. Maka kesejahteraan
psikologis seorang family caregiver merupakan salah satu hal yang penting karena
dalam pelayanan lansia secara keseluruhan sangat bergantung pada kondisi caregiver-
nya.
Dalam hal ini Yayasan Alzheimer Indonesia turut membantu dalam mengatasi
permasalahan lansia Alzheimer/Demensia yang ada di beberapa kota besar di
Indonesia, terutuma di kota Jakarta. Selain membantu mengatasi permasalahan
tentang lansia Alzheimer/Demensia, lembaga ini juga membantu mengatasi
permasalahan yang dialami oleh family caregiver sebagai perawat atau pengasuh
lansia demensia. Salah satu bentuk program yang ditujukan kepada family caregiver
yaitu pertemuan caregiver (caregivers meeting). Caregivers Meeting adalah salah
satu upaya Alzheimer Indonesia (Alzi) mencapai visi dan misi organisasi melalui
peningkatan kapasitas para family caregiver. Program ini diadakan untuk membantu
para family caregiver dalam mengatasi permasalahan dan cara merawat seorang
17 Carol D. Ryff dan Corey Lee M. Keyes, “The Structure Of Psychological Well – Being
Revisited,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69 No.4, (1995): h. 719-727
9
lansia penderita Alzheimer/Demensia. Program Caregivers Meeting dihadiri oleh
berbagai kalangan, mulai dari pasangan suami/istri hingga anak yang merawat
penderita demensia dengan berbagai masalah yang berbeda-beda juga setiap
individunya. Masalah yang beragam tentu akan memicu tingkat stress yang berbeda
dalam merawat orangtua atau pasangan mereka yang sudah lansia penderita
demensia. Penelitian yang dilakukan Widyastuti, dkk. dalam jurnalnya juga
menyebutkan bahwa permasalahan yang dialami family caregiver dalam merawat
lansia dengan demensia sangat beragam dan mengakibatkan respon yang berbeda dari
setiap individunya, sehingga perlu dicermati oleh seorang family caregiver dalam
merawat lansia dengan demensia.18 Jika seorang family caregiver tidak dapat
mengendalikan stressnya maka akan berdampak buruk pada kesejahteraan psikologis
family caregiver.
Bagi seorang perawat lansia perlu untuk menjaga kesejahteraan psikologisnya
agar tidak mengganggu dalam merawat lansia dan kegiatan sehari – hari. Hal ini perlu
dilakukan karena sebagai family caregiver tidak hanya bertanggung jawab dalam
merawat lansia saja, tetapi juga bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan juga
mengurusi seluruh anggota keluarganya. Seperti halnya yang dialami oleh keluarga di
daerah Bukit Duri, Jakarta Selatan. Keluarga (family caregiver) yang menelantarkan
lansia di jalanan karena stress yang dialaminya. Family caregiver tersebut harus
mengasuh lansia dan juga seorang anak yang masih kecil. Melihat kasus penelantaran
ini, petugas Dinas Sosial membawa lansia yang kurang sehat tersebut ke rumah sakit
18 Rita Hadi Widyastuti, dkk., “Gambaran Beban Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan
Demensia di Kelurahan Pancoranmas, Depok, Jawa Barat: Studi Fenomenologi,” Jurnal Ners
Indonesia, Vol. 1 No. 2, (2011): h. 49-57.
10
lalu membawanya ke panti milik Dinas Sosial DKI atas perizinan dari pihak keluarga
sebelumnya.19 Dari fenomena tersebut orangtua yang sudah lanjut usia menghadirkan
tantangan mengenai ketergantungan hidup mereka yang mempengaruhi waktu dan
tenaga seorang family caregiver. Disisi lain, penelantaran lansia akibat stress yang
dialami oleh family caregiver juga berpengaruh pada permasalahan sosial yang terjadi
di Jakarta. Menurut Miftahul Huda selaku Kasi Data dan Informasi Dinas Sosial DKI
Jakarta tercatat bahwa di Jakarta jumlah lansia terlantar yang dirawat di Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) milik dinas sosial DKI Jakarta yaitu sebanyak 1.111 orang.20
Diantaranya ada yang terlantar karena tidak mempunyai keluarga dan juga ada
keluarganya yang sengaja menelantarkan lansia tersebut.
Dalam fenomena ini masih banyak keluarga atau family caregiver di Indonesia
yang merasa depresi dalam merawat dan memberikan pelayanan kepada lansia akibat
dari kesejahteraan psikologisnya yang menurun. Untuk menghindari dampak yang
disebabkan oleh masalah psikologis pada family caregiver, perlu adanya upaya dalam
mengatasi permasalahan terkait dengan kesejahteraan psikologis family caregiver.
Sehingga dalam proses perawatan kepada lansia dengan demensia akan menjadi
optimal dan diharapkan dapat mengurangi permasalahan sosial yang timbul akibat
kesejahteraan psikologis yang menurun. Berdasarkan dari paparan masalah tersebut
maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian yaitu :
19 PT. Cakrawala Media Pratama, “Lansia Terlantar, Dibawa ke Panti Jompo,” artikel diakses
pada 29 April 2017 dari http://www.cakrawalamedia.co.id/lansia-terlantar-dibawa-ke-panti-jompo/ 20 Budi Supriyantoro, “Jumlah Lansia Terlantar di DKI Jakarta Capai 1.111 orang,” artikel
diakses pada 29 April 2017 dari http://skalanews.com/detail/nasional/megapolitan/283378-Jumlah-
Lansia-Terlantar-di-DKI-Jakarta-Capai-1111-Orang
11
UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS FAMILY
CAREGIVER DI YAYASAN ALZHEIMER INDONESIA.
B. Pembatasan Masalah
Melihat banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan pengasuhan kepada
lansia atau yang disebut sebagai caregiver dan dengan adanya keterbatasan waktu
serta kemampuan yang dimiliki peneliti, untuk itu perlu adanya pembatasan masalah
terkait dengan penelitian ini agar pengkajian masalah tidak terlampau jauh sehingga
menjadi lebih terfokus dan efektif terhadap apa yang akan disimpulkan. Maka
penelitian ini terfokus pada upaya yang dilakukan Yayasan Alzheimer Indonesia
dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis seorang family caregiver dalam
mengasuh seorang lansia penderita Alzheimer/Dimensia.
C. Rumusan Masalah
Proses menjadi seorang caregiver yang merawat anggota keluarga yang telah
lanjut usia dan ditambah lagi mempunyai penyakit demensia tentu akan
mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Hal itu kemudian mempengaruhi
Yayasan Alzheimer Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis family
caregiver agar dalam proses merawat lansia tidak terganggu sehingga perawatan
dapat berjalan optimal. Dengan demikian hal ini mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian tentang “Bagaimana upaya meningkatkan kesejahteraan
psikologis family caregiver di Yayasan Alzheimer Indonesia selama merawat lansia
dengan demensia?”
12
D. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini
bertujuan untuk dapat mengetahui upaya meningkatkan kesejahteraan psikologis
family caregiver dalam merawat lansia penderita Alzheimer atau Dimensia.
Adapun manfaat penelitian yang dihasilkan dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan mampu
menambah keilmuan bagi mahasiswa terutama Kesejahteraan Sosial
dan menjadi bahan dasar tinjauan pustaka penelitian yang berkaitan
tentang Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Family
Caregiver Di Yayasan Alzheimer Indonesia yang diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan referensi atau bahan kepustakaan bagi
pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan dijadikan
bahan untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan bagi
seorang family caregiver untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis
dalam merawat orangtua atau anggota keluarga yang sudah lansia
terutama penderita Demensia. Dengan begitu diharapkan dapat
memberikan wawasan kepada masyarakat terutama mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya mahasiswa jurusan
13
Kesejahteraan Sosial tentang cara dalam meningkatkan kesejahteraan
psikologis.
E. Metodelogi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu suatu penelitian yang berupa
menghimpun data, mengelola data dan menganalisa data secara kualitatif dan
menafsirkannya secara kualitatif. Metode penelitian kualitatif tidak hanya
menuntun untuk mengumpulkan data dari hasil orang – orang yang diamati,
melainkan juga menuntun terhadap bagaimana data hendak dianalisis. Dengan
metode penelitian kualitatif diharapkan dapat memperoleh pemahaman
mendalam dan gambaran yang jelas tentang upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis seorang family caregiver dalam merawat
orangtua maupun anggota keluarga lain yang telah lansia Alzheimer atau
Demensia. Maka dari itu peneliti mengeksplorasi atau menjelaskan topik
penelitian dengan wawancara mendalam yang disertai observasi dan
dokumentasi.
2. Tempat dan Waktu
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Alzheimer Indonesia Plaza 3 Pondok
Indah E/2, Jl. TB Simatupang, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
14
b. Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada bulan Agustus 2017 sampai dengan bulan
Desember 2017.
3. Teknik Pemilihan Informan
Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini adalah purposive
(bertujuan) sampling yang memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam
menyeleksi informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pemilihan informan
yang dilakukan dengan menggunakan purposive sampling ini melakukan
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Peneliti
mempertimbangkan informan mana yang dirasa paling tahu tentang apa yang
peneliti harapkan sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi
sosial yang diteliti.
Unit analisa dalam penelitian ini adalah individu. Dengan memilih
informan dengan karakteristik primary family caregiver, informan masih
merawat lansia dengan demensia dan bukan sebagai seorang mantan family
caregiver, memiliki umur dewasa awal sampai dewasa akhir, dan melakukan
perawatan di rumah serta aktif dalam kegiatan Yayasan Alzheimer Indonesia.
Informan sebagai subyek penelitian berjumlah 5 orang yaitu terdiri dari 3 orang
sebagai anak yang merawat lansia Alzheimer/Demensia dan 2 orang sebagai
pasangan suami/istri yang merawat suami/istri penderita Alzheimer/Demensia.
Pemilihan informan yang didasari pada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui
bagaimana upaya meningkatkan kesejahteraan psikologis family caregiver dalam
15
merawat orangtua atau pasangannya yang penderita Alzheimer/Demensia.
Berikut tabel pemilihan informan :
Tabel I
Pemilihan Informan
No. Informan Data Informan
1. Informan DSP Anak dari lansia demensia
Dewasa Madya (62 tahun)
Ibu Rumah Tangga
Primary Family Caregiver
Merawat di rumah
2. Informan SC Anak dari lansia demensia
Dewasa Madya (49 tahun)
Karyawan Swasta
Primary Family Caregiver
Merawat di rumah
3. Informan EH Anak dari lansia demensia
Dewasa Awal (27 tahun)
Karyawan Swasta
Primary Family Caregiver
Merawat di rumah
4. Informan AW Pasangan/Suami dari lansia
16
demensia
Dewasa Akhir (77 tahun)
Pensiunan
Primary Family Caregiver
Merawat di rumah
5. Informan EHP Pasangan/Istri dari lansia
demensia
Dewasa Akhir (78 tahun)
Ibu Rumah Tangga
Primary Family Caregiver
Merawat di rumah
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh langsung dari
subyek yang diteliti (Informan) yaitu pihak Alzheimer Indonesia dan seorang
family caregiver. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari keterangan-
keterangan dari buku, artikel, dan sejenisnya yang berhubungan dengan obyek
yang diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Tujuan utama dari analisa data ialah untuk meringkas data dalam bentuk
yang mudah dipahami dan mudah ditafsirkan, sehingga hubungan antar problem
17
penelitian dapat dipelajari dan diuji.21 Dalam penelitian ini, peneliti mengikuti
langkah - langkah seperti yang dianjurkan oleh Miles dan Huberman
(Sugiono,2008: 21) yaitu :
a. Reduksi Data
Merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu.
b. Display Data (Penyajian Data)
Display data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk :
Uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya.
Namun yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif dengan teks yang bersifat naratif, display data juga dapat
berupa grafik, matriks, network (jejaring kerja).
c. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari suatu kegiatan
konfigurasi yang utuh (Miles dan Huberman, 2007: 18). Kesimpulan-
kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Kesimpulan
ditarik semenjak peneliti menyusun pencatatan, pola-pola, pernyataan-
pernyataan, konfigurasi, arahan sebab akibat, dan berbagai proposisi
(Harsono, 2008: 169).
21 Moh. Kasiram, Metodologi Penelititian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan
Penguasaan Metodologi Penelitian, (Malang: UIN-Malang Press, 2008)
18
6. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data adalah data yang diperoleh yang mana data yang
didapat tersebut terlah teruji dan valid. Dalam hal ini peneliti melakukan
keabsahan data diujikan lewat diskusi atau sharing terhadap teman sejawat,
referensi teori, dan melihat realitas sosial serta tentang isu-isu yang sedang
berkembang, oleh karena itu peneliti melakukan perbaikan-perbaikan untuk
mendapatkan data-data yang relevan. Dan teknik keabsahan data dengan
triangulasi sumber, berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-
beda dengan teknik yang sama. Sebagai gambaran atas data yang telah
dikumpulkan dari sumber yang berbeda sebagai gambaran atas data yang didapat
dari observasi dan wawancara. Penulisan melakukan wawancara dari informan
yang satu ke informan yang lain, dan melakukan wawancara terhadap hasil
observasi.22
F. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap
beberapa skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Adapun beberapa skripsi tersebut antara lain:
Pertama, Guido Veronese dari University of Milano-Bicocca Italy,
Francesca Fiore dari Studi Cognitivi Milan Italy, Marco Castiglioni dari
University of Milano-Bicocca Italy dan Miras Natour dari University of Milano-
Bicocca Italy. Dalam Journal of Social Work yang berjudul “Family Quality of
22 Lexy j. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010)
cet, 28, h.83
19
Life and Child Psychological Well-Being in Palestine: A Pilot Case Study”.
Dalam jurnal tersebut menunjukkan bahwa meskipun anak-anak Palestina ini
memiliki tingkat traumatisasi yang tinggi, namun tetap menunjukkan potensi diri
dan keberfungsian yang cukup besar dalam hal kepuasan terhadap keluarga,
sekolah dan lingkungan mereka. Namun, 'penderitaan sosial' pada keluarga, yang
berdampak pada aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya kesehatan dan
kesejahteraan, dapat merusak potensi diri yang dapat dikembangkan oleh anak-
anak tersebut. Oleh karenanya intervensi pekerja sosial dan klinis harus
ditargetkan untuk memperkuat aspek keberfungsian diri yang positif. Begitupun
sama halnya dengan peneliti yang melihat bahwa kesejahteraan psikologis
individu merupakan salah satu peran penting untuk meningkatkan keberfungsian
sosial pada individu. Untuk itu peneliti ingin meneliti tentang bagaimana upaya
yang dilakukan dalam menjaga kesejahteraan psikologis agar keberfungsian
sosial bagi seorang family caregiver tetap optimal selama merawat lansia
Demensia/Alzheimer pada Yayasan Alzheimer Indonesia.
Kedua, Nafisatul Wakhidah jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang dalam skripsinya yang berjudul “Psychological
Well-Being pada Caregiver Penyakit Terminal di Kota Malang”. Dalam skripsi
tersebut membahas tentang kesejahteraan psikologis para caregiver penyakit
terminal di kota Malang. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan
kesejahteraan psikologis para caregiver yang merawat pasien penyakit terminal.
Dalam skripsi ini terlihat bahwa caregiver mengalami beberapa penurunan
kesejahteraan psikologis dalam merawat anggota keluarga mereka. Begitupun
20
sama halnya dengan peneliti yang akan membahas tentang merawat anggota
keluarga yaitu lansia penderita Demensia atau Alzheimer. Tingkat kesulitan tentu
akan berbeda dengan orang yang hanya sakit karena lansia merupakan masa
dimana seseorang kembali seperti anak – anak dan ditambah lagi dengan
penyakit yang diderita oleh lansia yaitu Alzheimer dan Dimensia yang mana
lansia lupa akan ruang dan waktu. Dengan begitu peneliti ingin melakukan
pengembangan terkait dengan menurunnya kesejahteraan psikologis yang
dialami oleh family caregiver dalam merawat anggota keluarga mereka dengan
memfokuskan pada upaya yang dilakukan dalam menjaga kesejahteraan
psikologis selama merawat orangtua lansia penderita Alzheimer dan Dimensia.
Ketiga, Erythrina Julianti jurusan Ilmu Keperawatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam skripsinya yang berjudul “Pengalaman
Caregiver Dalam Merawat Pasien Pasca Stroke Di Rumah Pada Wilayah Kerja
Puskesmas Benda Baru Kota Tangerang Selatan”. Dalam skripsinya membahas
tentang pengalaman – pengalaman caregiver yang dialami selama merawat
pasien pasca stroke di rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengalaman caregiver dalam merawat pasien pasca stroke di rumah dan
bagaimana caregiver memaknai pengalaman tersebut. Dalam skripsi ini
membahas pengalaman yang terjadi pada caregiver dalam merawat pasien pasca
stroke dirumah. Dalam melakukan perawatan di rumah, caregiver mengalami
beberapa pengalaman baik itu pengalaman positif maupun pengalaman negatif.
Pengalaman negatif dalam merawat pasien yaitu seperti perubahan emosional
dan perilaku pada pasien. Pengalaman perawatan tersebut menimbulkan
21
perubahan pada caregiver berupa perubahan psikologis, fisik, sosial, dan spiritual
pada caregiver keluarga dan berdampak pada kemampuan caregiver dalam
merawat pasien. Hal ini merupakan fenomena yang akan diteliti guna untuk
mengurangi hal tersebut terjadi dan diharapkan seorang caregiver bisa
mempertahankan kesejahteraan psikologisnya agar tidak berdampak pada
kemampuan caregiver dalam merawat pasien.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penulisan ini, maka penulis membagi
sistematika penulisan ke dalam lima bab yang mana rinciannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka,
sistematika penulisan, serta daftar pustaka.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini akan membahas mengenai kerangka teori yang
berkaitan dengan fokus penelitian yaitu Teori Demensia,
Family Caregiver, dan Kesejahteraan Psikologis.
22
BAB III : GAMBARAN UMUM LEMBAGA
Bab ini berisi tentang gambaran umum lembaga terkait dengan
sejarah lembaga, visi, misi dan struktur organisasi serta
program yang dijalankan lembaga.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Bab ini berisi tahapan penelitian, hasil temuan penelitian yang
berisi tentang pembahasan atau diskusi mengenai hasil
penelitian yang diperoleh. Bagaimana keterkaitan penelitian
dengan teori yang sudah ada serta bagaimana peneliti
menjelaskan hasil temuannya berdasarkan sudut pandang
subjek penelitian yang disandingkan dengan sudut pandang
teoritis dan analisis upaya meningkatkan kesejahteraan
psikologis family caregiver selama merawat lansia dengan
demensia.
BAB V : PENUTUP
Penutupan adalah hasil penelitian atau kesimpulan dan saran.
Menyajikan inti dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan
mengungkapkan saran-saran tentang beberapa rekomendasi
untuk dilakukan pada penelitian selanjutnya.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Demensia Pada Penyakit Alzheimer
1. Pengertian Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degenerative otak. Hal ini
ditandai dengan penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah, dan
keterampilan kognitif lainnya yang mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Penurunan ini terjadi karena sel-sel
saraf di bagian otak yang terlibat dalam fungsi kognitif telah rusak dan tidak
lagi berfungsi normal. Pada penyakit Alzheimer, kerusakan saraf akhirnya
mempengaruhi bagian otak yang memungkinkan seseorang untuk
melaksanakan fungsi tubuh dasar seperti berjalan dan menelan. Pada akhirnya
penderita dapat mengalami kematian setelah beberapa tahun karena
kemampuan motoriknya sudah tidak berfungsi.
Penyakit Alzheimer adalah bentuk demensia yang paling umum,
terhitung 60% sampai 80% dari semua kasus. Demensia adalah istilah yang
luas untuk kondisi neurologis yang melibatkan beberapa bentuk gangguan
mental yang serius, seperti kehilangan ingatan, kebingungan, dan/atau
perubahan kepribadian. Sekitar 20% demensia dapat disembuhkan atau
setidaknya dapat diobati, namun banyak demensia yang menjadi semakin
24
buruk dari waktu ke waktu tidak dapat disembuhkan, seperti yang terjadi pada
penderita Alzheimer.23
2. Penyebab Alzheimer
Ada beberapa faktor penyebab Alzheimer antara lain peningkatan usia
seseorang diatas 65 tahun, genetik, trauma, kurangnya pendidikan, lingkungan
(keracunan alumunium), tekanan darah tinggi dan penyakit-penyakit tertentu
(hipertensi, down sindrom, stroke serta gangguan imunitas).24
3. Gejala Alzheimer
Gejala penyakit Alzheimer bervariasi disetiap individu. Gejala awal
yang paling umum adalah kemampuan mengingat informasi baru secara
bertahap memburuk. Berikut ini adalah gejala umum dari Alzheimer25 :
a. Hilangnya ingatan dalam kehidupan sehari-hari
b. Sulit dalam memecahkan masalah sederhana
c. Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang akrab di rumah, di tempat
kerja atau di waktu luang
d. Kebingungan dengan waktu dan tempat
e. Masalah pemahaman gambar visual dan hubungan spasial
f. Bermasalah dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis
23 Alzheimer’s Association, “Alzheimer’s Disease Facts and Figures: Includes a Special
Report on Disclosing a Diagnosis of Alzheimer’s Disease,” artikel diakses pada 3 November 2017 dari
https://www.alz.org/facts/downloads/facts_figures_2015.pdf 24 Alzheimer’s Association, “Alzheimer’s Disease Facts and Figures: Includes a Special
Report on Disclosing a Diagnosis of Alzheimer’s Disease,” artikel diakses pada 3 November 2017 dari
https://www.alz.org/facts/downloads/facts_figures_2015.pdf 25 Ibid.
25
g. Lupa dengan peristiwa baru terjadi dan nama orang
h. Penurunan atau penilaian buruk
i. Menarik diri dari pekerjaan atau kegiatan sosial
j. Perubahan suasana hati dan kepribadian, termasuk apatis dan depresi.
B. Caregiver
1. Pengertian Caregiver
Caregiver merupakan seseorang yang memberikan bantuan medis,
sosial, ekonomi, atau sumber daya lingkungan kepada seseorang individu
yang mengalami ketergantungan baik sebagian atau sepenuhnya karena
kondisi sakit yang dihadapi individu tersebut. Menurut Mifflin, caregiver
sebagai seseorang dalam keluarga, baik itu orangtua angkat, atau anggota
keluarga lain yang membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang mengalami
ketergantungan.26 Sarwendah dalam tugas kesarjanaannya menyimpulkan
bahwa caregiver lansia adalah seseorang baik itu berasal dari keluarga, teman,
tetangga, ataupun tenaga professional yang memberikan perawatan,
memberikan perhatian, menyediakan kebutuhan fisik, memberi bantuan dan
kenyamanan, serta perlindungan dan pengasuhan kepada lansia karena
ketidakmampuan, keterbatasan atau dalam keadaan sakit.27
26 Winda Yuniarsih, “Pengalaman Caregiver Keluarga Dalam Konteks Asuhan Keperawatan
Pasien Stroke Tahap Paska Akut di RSUP Fatmawati,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia, 2009), h. 35 27 Endah Sarwendah, “Hubungan Beban Kerja Dengan Tingkat Stress Kerja Pada Pekerja
Sosial Sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta,” (Skripsi S1
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013),
h. 9
26
2. Jenis Caregiver
Menurut Georgia, caregiver terbagi menjadi dua jenis yaitu Caregiver
Formal dan Caregiver Informal. Caregiver Formal adalah individu yang
memberikan perawatan dengan melakukan pembayaran yang disediakan oleh
rumah sakit, psikiater, pusat perawatan atau tenaga professional lainnya.
Sementara Caregiver Informal atau family caregiver adalah individu yang
memberikan perawatan dengan tidak melakukan pembayaran dan tidak secara
tenaga professional. Perawatan ini dapat dilakukan dirumah dan biasa
diberikan oleh pasangan penderita, anak dari penderita atau anggota keluarga
lainnya.28 Begitupun dengan Timonen menyebutkan terdapat dua jenis
caregiver, yaitu formal dan informal. Caregiver formal atau disebut juga
penyedia layanan kesehatan adalah anggota suatu institusi/organisasi yang
dibayar dan dapat menjelaskan norma praktik, professional, perawat atau
relawan. Sementara informal caregiver bukanlah anggota institusi/organisasi,
tidak memiliki pelatihan formal dan tidak bertanggung jawab terhadap standar
praktik, dapat berupa anggota keluarga ataupun teman.29
Dengan demikian caregiver keluarga (family caregiver) merupakan
bagian dari informal caregiver. Family caregiver menurut Wenberg adalah
pasangan, anak dewasa, kenalan pasangan atau teman yang memiliki
hubungan pribadi dengan pasien, dan memberikan berbagai bantuan yang
28 Georgia M. Barrow, Aging, The Individual, and society 6th Ed. (Amerika: West Publishing
Company, 1996), h. 54 29 Virpi Timonen, “Toward an Integrative Theory of Care: Formal and Informal
Intersections,” In J. Mancini dan K. A. Roberto, ed., Pathways of Human Development: Explorations
of Change (Plymouth: Lexington Books, 2009), h. 307-308
27
tidak dibayar untuk orang dewasa yang lebih tua dengan kondisi kronis atau
lemah.30
3. Tugas Family Caregiver
Fungsi dari caregiver adalah menyediakan makanan, membawa pasien
ke dokter, dan memberikan dukungan emosional, kasih sayang dan perhatian.
Caregiver juga membantu pasien dalam mengambil keputusan, atau pada
stadium akhir penyakitnya justru caregiver ini yang membuat keputusan
untuk pasiennya. Keluarga sebagai caregiver merupakan penasihat yang
sangat penting dan diperlukan oleh pasien.31
Milligan dalam penelitiannya menarik perhatian terhadap fakta tugas
caregiver pada lansia. Tugas yang dilakukan caregiver tidak hanya terbatas
pada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke dalam 4 kategori sebagai
berikut:32
a. Physical Care (Perawatan Fisik), yaitu memberi makan, mengganti
pakaian, memotong kuku, membersihkan kamar, dan lain – lain.
b. Social Care (Kepedulian Sosial), yaitu mengunjungi tempat hiburan,
dan bertindak sebagai sumber informasi.
30 Nanda Masraini Daulay, “Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga Sebagai Caregiver
Dalam Merawat Pasien Stroke di Rumah,” (Tesis S2 Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera
Utara, 2014), h. 20 31 Siregar H. Tantono dan Hassan Z. Siregar, “Beban Caregiver Lanjut Usia Suatu Survey
Terhadap Caregiver Lanjut Usia di Beberapa Tempat Sekitar Kota Bandung,” Majalah Psikiatri:
Indonesian Psychiatric Quarterly, Vol. 4, (2006): h. 32-33 32 Christine Milligan, “Caring For Older People in New Zealand: Informal Carers’
Experiences of the Transition of Care from the Home to Residential Care,” Institute for Health
Research Lancaster University (2004): h. 75-84
28
c. Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih
sayang kepada pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun
dikatakan, namun ditunjukkan melalui tugas – tugas lain yang
dikerjakan.
d. Quality Care, yaitu memantau tingkat perawatan, standar pengobatan,
dan indikasi kesehatan, serta berurusan dengan masalah yang timbul.
C. Kesejahteraan Psikologis
1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis
Sebelum memahami tentang kesejahteraan psikologis, perlu diketahui
tentang pengertian dari kesejahteraan. Dalam istilah umum, kesejahteraan
menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia dimana individu dalam
keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai.
Sedangkan dalam ilmu kesejahteraan sosial, kesejahteraan adalah
upaya untuk mencapai kemakmuran dan ketentraman. terdapat empat cara
pandang kesejahteraan sosial menurut Isbandi Rukminto, yaitu:33
a. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi)
b. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu
c. Kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang kegiatan
d. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan
33 Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial Dasar-
Dasar pemikiran (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 63
29
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi (keadaan) dapat dilihat dari
rumusan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang
ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial pasal 2 ayat 1:
“kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi
setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi
diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-
hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila”.
Kesejahteraan psikologis ini merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kesehatan psikologis individu. Hal ini berkaitan dengan
perspektif kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi), yang mana
dilakukannya pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang
sebaik-baiknya bagi diri sendiri guna mencegah timbulnya permasalahan
sosial. Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya
kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya tanda-tanda depresi dan dapat
mengatasi permasalahan sosial secara mandiri. Menurut Ryff, Kesejahteraan
psikologis (psychological well-being) merupakan pencapaian penuh dari
potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat
menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,
mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang
30
mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara
personal.34
Menurut Ramos, kesejahteraan psikologis adalah kebaikan,
keharmonisan, menjalin hubungan baik dengan orang lain baik antar individu
maupun dalam kelompok.35 Hal ini berkaitan dengan pendapat Ryff dan
Singer yang menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi
menunjukkan individu memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan
disekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat membangun
hubungan personal yang baik dengan orang lain, dan menunjukkan bahwa
individu memiliki tujuan pribadi dan tujuan dalam pekerjaannya.36 Ryff
menyatakan bahwa agar seseorang dapat memunculkan potensi terbaiknya,
seseorang harus sejahtera secara psikologis. Ketika seseorang memiliki
kesejahteraan psikologis yang baik, diharapkan dapat mengaktualisasikan
potensinya dengan maksimal.37
Ryff dan Singer juga mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai
hasil evaluasi/penilaian individu terhadap dirinya yang merupakan evaluasi
atas pengalaman-pengalaman hidupnya. Evaluasi terhadap pengalaman akan
dapat menyebabkan individu menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat
34 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 35 Raddy L. Ramos, “In the eye of the beholder: Implicit theories of happiness among Filipino
adolescents,” Philippine Journal of Counseling Psychology, Vol. 9 No. 1, (2007): h. 96-127 36 Zulifatul Ghoniyah dan Siti Ina Savira, “Gambaran Psychological Well Being Pada
Perempuan yang Memiliki Anak Down Syndrome,” Volume, Vol. 3 No. 2, (2015): h. 1-8 37 Novia Ayuningputri dan Herdiyan Maulana, “Persepsi Akan Tekanan Terhadap
Kesejahteraan Psikologis Pada Pasangan Suami-Istri Dengan Stroke,” Jurnal Psikologi Integratif, Vol.
2 No. 2, (Desember 2014): h. 27-34
31
kesejahteraan psikologis menjadi rendah atau sebaliknya, berusaha
memperbaiki keadaan hidupnya yang akan membuat kesejahteraan
psikologisnya meningkat.38
Ryff mencoba merumuskan pengertian kesejahteraan psikologis bahwa
individu berusaha berpikir positif tentang dirinya meskipun sadar akan
keterbatasan-keterbatasan dirinya (penerimaan diri). Individu tersebut juga
mencoba mengembangkan dan menjaga kehangatan dan rasa percaya dalam
hubungan interpersonal (hubungan positif dengan orang lain) dan membentuk
lingkungan mereka, sehingga kebutuhan dan keinginannya dapat terpenuhi
(penguasaan lingkungan). Ketika mempertahankan individualitas dalam
konteks sosial makro, individu juga mengembangkan self-determination dan
kewibawaan (otonomi). Upaya yang paling penting adalah menemukan makna
dari tantangan yang telah dilalui dari upaya-upaya yang dilakukan dalam
menghadapinya (tujuan hidup). Terakhir, mengembangkan bakat dan
kemampuan secara optimal (pertumbuhan pribadi) merupakan paling utama
dalam kesejahteraan psikologis.39
38 Carol D. Ryff dan Burton Singer, “From Social Structure to Biology: Integrative Science in
Pursuit of Human Health and Well-Being,” In C. R. Synder dan S. J. Lopez, ed., Handbook of Positive
Psychology (Oxford: Oxford University Press, 2002), h. 541-555 39 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081
32
2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis
Untuk mengukur sejauh mana tingkatan kesejahteraan psikologis
seseorang maka perlu untuk mengenal dimensi-dimensinya. Ryff menjelaskan
bahwa kesejahteraan psikologis mempunyai enam dimensi, yaitu: 40
a. Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Merupakan dimensi yang menekankan pada penerimaan terhadap
diri sendiri dan masa lalu. Individu yang memiliki sikap positif terhadap
dirinya memperlihatkan fungsi psikologis yang positif. Dimensi ini
merupakan ciri-ciri utama kesehatan mental dan juga karakteristik utama
dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan.
Penerimaan diri yang baik dapat ditandai dengan kemampuan
menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan
seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang
dijalaninya. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik ditandai
dengan bersikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima
berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik positif maupun negatif, dan
memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian sebaliknya,
seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik akan
memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa
dengan pengalaman masa lalu, dan mempunyai pengharapan untuk tidak
menjadi dirinya saat ini.
40 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081
33
b. Berhubungan Positif Dengan Orang Lain (Positive Relation With Others)
Merupakan dimensi yang menekankan pada pentingnya kehangatan,
hubungan saling percaya, dan bersahabat dengan orang lain. Dimensi ini
berulang kali ditekankan sebagai dimensi yang penting dalam konsep
kesejahteraan psikologis karena pentingnya menjalin hubungan saling
percaya dan hangat dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan
pada kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang memiliki
nilai yang tinggi pada dimensi ini ditandai dengan hubungan yang hangat,
memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai
rasa empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai yang
rendah pada dimensi ini mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain
dan sulit untuk bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan
dengan orang lain.
c. Otonomi (Autonomy)
Merupakan dimensi yang menekankan pada kemandirian,
kemampuan untuk mengatur diri sendiri, melakukan evaluasi dari dalam
diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Seseorang yang memiliki nilai
yang tinggi pada dimensi ini mampu menolak tekanan sosial untuk
berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat
mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal. Sebaliknya, individu
yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini akan memperhatikan harapan
dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian
orang lain dan cenderung konformis.
34
d. Penguasaan Lingkungan (Enviromental Mastery)
Merupakan kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan
lingkungan yang sesuai dengan diri sendiri dan mampu untuk
mengembangkan diri sendiri. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi
dalam dimensi ini mempunyai kemampuan dalam menghadapi kejadian
di luar dirinya. Hal yang dimaksud dalam dimensi ini yaitu mampu untuk
memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai
pribadi yang dianut dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri secara
kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental. Sebaliknya seseorang yang
memiliki nilai rendah dalam dimensi ini akan menampakkan
ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari dan kurang
kontrol terhadap lingkungan di luar dirinya.
e. Tujuan Hidup (Purpose In Life)
Merupakan keyakinan bahwa individu memiliki tujuan hidup dan
makna dalam hidupnya. Adanya tujuan yang ingin dicapai serta
mengetahui arah yang ingin dituju juga merupakan ciri-ciri dari tujuan
hidup. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini
mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, memiliki perasaan bahwa
kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian, memegang
kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan memiliki target yang
ingin dicapai dalam hidup. Sebaliknya, seseorang yang memiliki nilai
rendah dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan
yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam
35
masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai kepercayaan yang dapat
membuat hidup lebih berarti.
f. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Merupakan kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dan
terus berkembang secara positif sehingga menjadi individu yang
berfungsi secara penuh. Dimensi ini dibutuhkan oleh seseorang agar dapat
berfungsi optimal secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi
ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya
dengan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Seseorang yang memiliki
nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus
berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh,
menyadari potensi yang terdapat dalam dirinya, dan mampu melihat
peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya,
seseorang yang memiliki nilai yang rendah dalam dimensi ini akan
menampilkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah
laku baru dan mempunyai perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang
stagnan dan tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalaninya.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis
(psychological well-being) pada diri seseorang, yaitu:
36
a. Dukungan Sosial
Merupakan gambaran berbagai ungkapan perilaku suportif
(mendukung) kepada seorang individu yang diterima oleh individu
yang bersangkutan dari orang-orang yang cukup bermakna dalam
hidupnya. Menurut Taylor, Dukungan sosial sendiri diartikan sebagai
rasa nyaman, perhatian, penghargaan, atau pertolongan yang
dipersepsikan oleh seorang individu yang didapat dari orang lain atau
kelompok. Dukungan ini berasal dari berbagai sumber diantaranya
pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter, maupun organisasi
sosial.41 Turner menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan hal
utama yang paling berdampak positif terhadap individu yang
mengalami stres.42
b. Status Sosial dan Ekonomi
Ryff menyatakan bahwa faktor status sosial ekonomi menjadi
sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan psikologis, bahwa
tingkat keberhasilan dalam pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik,
menunjukkan tingkat kesejahteraan psikologis juga lebih baik.43 Sama
halnya dengan Pinquart dan Sorenson yang berpendapat bahwa status
sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang.
41 Shelley E. Taylor, dkk., Psikologi Sosial, 12th ed. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009), h. 273 42 R. Jay Turner, “Social Support as Contingency in Psychological Well Being,” Journal of
Health and Social Behavior, Vol. 22 No. 4, (1981): h. 357-367 43 Carol D. Ryff, dkk., “Forging Macro-Micro Linkages in the Study of Psychological Well-
Being,” In Carol D. Ryff dan V. W. Marshall, ed., The Self and Society in Aging Processes (New
York: Springer Publishing Company, 1999), h. 247-278
37
Seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan
pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat.44
Papalia berpendapat bahwa kesejahteraan psikologis yang tinggi
juga ditemukan pada mereka yang memiliki status pekerjaan yang
tinggi. Adanya pendidikan dan status pekerjaan yang baik memberikan
ketahanan dalam menghadapi stres, tantangan dan kesulitan hidup.
Sebaliknya, dengan kurangnya pendidikan dan pekerjaan yang baik
menimbulkan kerentanan terhadap timbulnya gangguan kesejahteraan
psikologis.45
c. Jaringan Sosial
Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu
seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan
kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial
dilakukan.46 Jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas hubungan
sosial dengan lingkungan akan mengurangi munculnya konflik dan
meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam hidup.47
44 Martin Pinquart dan Silvia Sorenson, “Influences of Socioeconomic Status, Social Network
and Competence on Subjective Well-Being in Later Life: A Meta-Analysis,” Journal Psychology and
Aging, Vol. 15 No. 2, (2000): h. 187-224 45 Faiqotul Himmah, “Hubungan Religiusitas Dengan Kesejahteraan Psikologis,” (Skripsi S1
Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2015), h. 15 46 Martin Pinquart dan Silvia Sorenson, “Influences of Socioeconomic Status, Social Network
and Competence on Subjective Well-Being in Later Life: A Meta-Analysis,” Journal Psychology and
Aging, Vol. 15 No. 2, (2000): h. 187-224 47 Xiaoyun Wang dan Rabindra N. Kanungo, “Nationality, Social Network and Psychological
Well-Being: Expatriates in China,” International Journal of Human Resource Management, Vol. 15
No. 4, (2004): h. 775-793
38
d. Religiusitas
Agama dan spiritualitas sangat penting bagi kesejahteraan
psikologis individu. Hal ini berkaitan dengan transendensi segala
persoalan hidup manusia kepada Tuhan. Individu yang memiliki
tingkat religiusitas yang tinggi lebih mampu memaknai kejadian
hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna.48
e. Kepribadian
Warr berpendapat apabila individu memiliki kepribadian yang
mengarah pada sifat – sifat negatif seperti mudah marah, mudah stress,
mudah terpengaruh dan cenderung labil akan menyebabkan
terbentuknya keadaan kesejahteraan psikologis (psychological well-
being) yang rendah. Sebaliknya, apabila individu memiliki
kepribadian yang baik, maka individu akan lebih bahagia dan sejahtera
karena mampu melewati tantangan dalam kehidupannya.49
48 Bastaman Hanna Djumhana, Logoterapi. Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan
Meraih Hidup Bermakna (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 184 49 Peter Warr, “Job and Jobs Holders: Two Sources of Happiness an Unhappiness,” Institute
of Work Psychology University of Sheffield, Vol. 34 No. 2, (2011): h. 1-13
39
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Profil Yayasan Alzheimer Indonesia
Alzheimer Indonesia (Alzi) adalah organisasi non profit yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup Orang Dengan Demensia (ODD) atau
Alzheimer, keluarga dan caregiver-nya di Indonesia melalui berbagai program
yang mencakup aspek advokasi, peningkatan kesadaran, pembangunan kapasitas,
pengembangan penelitian dan organisasi internal. Alzheimer Indonesia didukung
oleh masyarakat dan relawan dari berbagai usia dan professional, seperti ahli
saraf, psikiater, geriatricians, pengacara, spesialis komunikasi kesehatan,
psikolog, dokter umum, mahasiswa dan lain – lain.ada sekitar lebih dari 500
relawan di 17 provinsi di Indonesia dan 3 perwakilan dari Alzheimer Indonesia
di 3 negara termasuk Belanda, Swiss, dan Australia.
Alzheimer Indonesia juga telah menerima dukungan dan telah membina
kerjasama dan kemitraan dengan DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah dan
Pemerintah Provinsi Bandung, Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan
untuk melanjutkan mendeklarasikan Kota Ramah Lansia dan Demensia di setiap
provinsi. Alzheimer Indonesia berkomitmen dalam kemitraan dan bersedia untuk
terus berupaya untuk mendorong pemerintah, korporasi, lembaga, organisasi
nirbala lainnya, dan media untuk memberikan kedua layanan dalam hal
perawatan kesehatan, penyebaran informasi dan upaya lain untuk realisasi
40
layanan berkualitas tinggi kepada orang – orang yang hidup dengan demensia,
serta penyediaan layanan sosial bagi keluarga dan masyarakat.50
1. Sejarah Berdirinya Alzheimer Indonesia
ALZI bermula dari Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAZI) pada 22 juli
2000 dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan Prof. Dr. Ahmad Sujudi Sp.B.
Pada waktu itu terdiri atas dokter – dokter, yaitu dokter saraf, dokter psikiatri,
dan dokter geriantri. Kegiatan yang dilakukan lebih banyak pada kegiatan
konferensi serta berbagai seminar – seminar, tetapi tidak seaktif sekarang ini.
Pada 3 Agustus 2013, DY Suharya mendirikan Yayasan Alzheimer
Indonesia. Pada saat itu DY yang baru pulang dari Australia mendapati ibunya
menderita Alzheimer. Sehingga DY mendirikan Alzheimer Indonesia dan
mulai mengkampanyekan isu Alzheimer dan Demensia agar masyarakat lebih
peduli kepada lansia. ALZI dimulai dari hanya 10-12 orang hingga saat ini
dapat mencapai 60 orang yang didukung dengan berbagai pihak. Saat itu
ALZI belum dilembaga hukumkan, jadi hanya merupakan perkumpulan saja.
ALZI harus mempunyai badan hukum sendiri agar bisa mencari dana, karena
organisasi membutuhkan dana untuk melakukan kegiatan – kegiatan di
dalamnya. Pada tahun 2013, barulah ALZI mengurus segala sesuatunya ke
notaris, dan jadilah Yayasan Alzheimer Indonesia melalui Akta Pendirian
Nomer 1, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor.
50 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia
41
AHU - 5128.AH.01.04 - 11 September 2013 dan Tanda Daftar Yayasan
Nomor 014.31.74.10.1002.26 dari Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
Di dunia internasional terdapat organisasi besar Alzheimer Disease
International (ADI), yang menaungi semua lembaga – lembaga Alzheimer
diseluruh dunia. Sayangnya di dalam satu Negara hanya ada satu organisasi
yang bergabung di ADI, jadi harus memilih apakah ALZI atau AAZI. Yang
lebih aktif pada saat itu adalah ALZI, jadi ADI meminta ALZI untuk menjadi
member dari ADI, sedangkan AAZI diminta untuk menjadi pembina-
pembinanya.51
2. Tujuan
Tujuan utama dari Alzheimer Indonesia adalah membantu dan
meningkatkan kualitas hidup Orang Dengan Demensia (ODD) atau
Alzheimer, berserta keluarga dan caregivers-nya di Indonesia.52
3. Visi dan Misi
Visi Yayasan Alzheimer Indonesia adalah meningkatkan kualitas hidup
Orang Dengan Demensia, serta pengasuh mereka di Indonesia. Adapun misi
dari Yayasan Alzheimer Indonesia adalah sebagai berikut:53
a. Meningkatkan pemahaman publik mengenai isu penyakit Alzheimer dan
Demensia.
51 Wawancara pribadi dengan Dian Purnomo selaku Direktur Eksekutif Yayasan Alzheimer
Indonesia, Jakarta, 7 Oktober 2017. 52 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia 53 www.alzi.or.id
42
b. Melakukan kegiatan advokasi mengenai Demensia dan Alzheimer
terhadap stakeholder di Indonesia.
c. Mempromosikan pola hidup sehat kepada masyarakat yang berusia 40
tahun keatas sebagai pencegahan.
d. Mendukung program peningkatan kapasitas perawat, dokter, dan
pengasuh, serta meningkatkan penyebaran informasi mengenai
Alzheimer di Indonesia.
4. Program
Sama seperti organisasi pada umumnya Yayasan Alzheimer Indonesia
juga memiliki suatu program kegiatan. Program Alzheimer Indonesia
berfokus pada:54
a. Meningkatkan Kepedulian dan Pemahaman (raising awareness)
Dengan adanya program ini diupayakan semua orang memiliki
pengetahuan, kepedulian kepada lansia dan juga isu Alzheimer dan
Demensia.
b. Peningkatan Kapasitas
Program ini bertujuan sebagai sarana pertukaran ilmu pengetahuan,
informasi, keterampilan dan pelatihan mengenai Alzheimer/Demensia
dan penanganannya yang dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan
internal dan eksternal diantaranya, family caregivers, dokter, perawat,
mahasiswa, peneliti, relawan, dan lainnya.
54 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia
43
c. Advokasi
Selain meningkatkan kesadaran dan meningkatkan kapasitas
pengasuh, Alzheimer Indonesia telah melakukan upaya advokasi dan
telah berhasil mengusulkan Kementerian Kesehatan membuat National
Dementia Plan di Indonesia yang merupakan pertama di Asia Tenggara
dan 24 di dunia di Jakarta, 10 Maret 2016. Selain itu hasil kegiatan yang
dilakukan ALZI dengan pihak pemerintah ini adalah Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, membuat komitmen Jakarta Ramah
Lansia dan Demensia sebagai bentuk dukungannya kepada isu lansia
dan demensia. Kemudian Walikota Bogor, Bima Arya, yang
berkomitmen untuk memberikan taman yang ada di Kota Bogor untuk
melakukan kegiatan – kegiatan di sana.
d. Penelitian
Alzheimer Indonesia juga terus melakukan penelitian terkait
perkembangan tentang penyakit Alzheimer.
e. Penguatan Organisasi Internal.
5. Sumber Dana
Sumber dana Yayasan Alzheimer Indonesia didapat dari donasi pada
saat kegiatan-kegiatan pertemuan, seperti pada kegiatan rutin Caregiver
Meeting, dan lain sebagainya. ALZI pernah mendapatkan CSR dari beberapa
bank. ALZI juga pernah mendapatkan donor dari pemerintah Kanada pada
44
tahun 2014-2015 untuk program Raising Awareness. Tetapi sebagian besar
adalah donasi baik dari individu, donasi gereja, maupun komunitas.55
6. Kerjasama Dengan Lembaga Lain
Alzheimer Indonesia membangun kerjasama dengan berbagai pihak baik
pemerintah, maupun dengan organisasi lain yang mengerjakan isu yang sama
yakni lansia. Sejak kegiatan Bulan Alzheimer Sedunia pada September 2013
dan berlanjut pada bulan September 2014 dan 2015, ALZI secara aktif
melakukan kampanye, advokasi, peningkatan kapasitas, dan peningkatan
kesadaran untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang
Alzheimer dan Demensia. ALZI telah menerima dukungan dari semua pihak
termasuk media, komunitas peduli lansia, lembaga, yayasan, LSM, sektor
swasta, donor internasional dan pemerintah.56
ALZI telah membina kerjasama dan kemitraan dengan beberapa pihak,
yaitu:
a. Pihak pemerintah, seperti Kementerian Sosial dan Kementerian
Kesehatan RI, dalam mendorong terciptanya Kota Ramah Lansia dan
Demensia, serta aktif mendorong Kementerian Kesehatan dalam
penyusunan deklarasi strategi dan rencana nasional penanggulangan
demensia (National Dementia Plan). Juga dengan empat pemimpin
provinsi di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Bandung, yang telah
55 Wawancara pribadi dengan Dian Purnomo selaku Direktur Eksekutif Yayasan Alzheimer
Indonesia, Jakarta, 7 Oktober 2017. 56 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia
45
melakukan kegiatan – kegiatan untuk mengkampanyekan Alzheimer
dengan melakukan jalan pagi, deteksi dini, dan latihan gym otak yang
melibatkan sekitar lebih dari 10.000 peserta dan ratusan masyarakat.
b. Sejak 2013 ALZI bermitra dengan Juara Agency dan On Track Media
Indonesia (OTMI) dalam memproduksi berbagai materi komunikasi
mengenai 10 gejala Alzheimer dalam bentuk brosur, banner,
videotron/LED, kipas dan berbagai materi lainnya.
c. Mitra Perusahaan yang mendukung kampanye peduli Alzheimer adalah
CIMB Niaga, Nestle, Prodia Lab, BCA, Eisai dan sebagainya.
d. Pihak rumah sakit seperti OMNI, RSCM, Hasan Sadikin, dan
sebagainya.
B. Struktur Lembaga
Gambar 1.1: Struktur Organisasi Yayasan Alzheimer Indonesia
BOARD OF TRUSTEE
SUPERVISORY BOARD
EXECUTIVE BOARDHONORARY
BOARD
46
EXECUTIVE DIRECTOR
SUSTAINATILY SCIENCE
SCIENTIFIC COMMITTEE
SOCIAL AND ADVOCACY
SOCIAL COMMITTEE
TREASURY SECRETARY
Eva Sabdono
Yaya Suharya
Dr. dr. Yuda Taruna, Sp.S
Budhita Kismadi
Diana Arsiyanti
BOARD OF TRUSTEE
dr. Yustiani Dikot, Sp.S(K)
Dr. dr. C.H. Soejono, SpPD.Kger
dr. M. Nasrun, SpKO
Dani Munggoro
SUPERVISORY BOARD
DY Suharya
HONORARY BOARD
Sakurayuki
Putu Ayu Novita
dr. Tara Puspitarini Sani
Shinta Priwit
Imelda Theresia
Aishayuta
EXECUTIVE BOARD
47
Sumber: www.alzi.or.id
Prof. Drg. Indang Trihandini, MPH Prof. Toening
Dr. dr. Anam Ong, Sp.S dr. Samino, Sp.S(K)
Prof. dr. Sasanto Wibisono, Sp.KJ Dr. dr. Martina Wiwie, Sp.KJ(K)
dr. Vera, Sp.PD, KGer Dr. dr. Ria Maria Theresa, Sp.KJ
dr. Andi Kurniawan, SpKO dr. Yuniar Sunarko, Sp.KJ
dr. Judiastuty Februhartanty dr. Astuti Sp.S(K)
dr. Rina Dr. Drg. Marzella Mega Lestari
dr. Sophia Hage, SpKO Prof. Siti Setiati, Sp.PD, KGer
Prof. Drg. Tri Budi Wr. MPH dr. Natalia Widiasih, Sp.KJ(K)
SCIENTIFIC COMMITTEE
Amalia Fonk
Tuty Sunardi
Lelly Milawati
Shinta Priwit
Dipa Mulya
Dian Purnomo
Fitri Suryo
Almaida
Gerry Puraatmadja
SOCIAL COMMITTEE
48
C. Kegiatan Yang Pernah Dilaksanakan
Beberapa kegiatan yang diberikan oleh Yayasan Alzheimer Indonesia
untuk mendukung OOD, keluarga dan caregiver-nya dapat terlihat dari
adanya program – program diantaranya:
1. Peningkatan kesadaran (raising awareness). Kegiatan raising awareness
ini dilakukan dengan penyebaran informasi kepada berbagai kalangan
untuk meningkatkan kepedulian terhadap isu Alzheimer dan Demensia.
Empat pemimpin provinsi di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan
Bandung yang telah melakukan kegiatan – kegiatan untuk
mengkampanyekan Alzheimer dengan melakukan jalan sehat, deteksi
dini, dan senam cegah pikun yang melibatkan sekitar lebih dari 10.000
peserta dan ratusan masyarakat. Kampanye ini dilakukan juga melalui
media – media, seperti media online, cetak dan elektronik seperti pada
acara Kick Andy di MetroTV.57 Kampanye ini juga dilakukan pada
kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang dilakukan
di beberapa sekolah yang ada di Jakarta untuk mengenalkan bahaya
penyakit Alzheimer sejak dini.
2. Menyelenggarakan kegiatan Caregiver Meeting. Caregiver Meeting
adalah sebagai salah satu bentuk support group yang dilakukan secara
rutin setiap bulan pada hari Sabtu di minggu pertama yang bertempatan
di Golfhills Terrace Apartement Pondok Indah. Kegiatan ini merupakan
salah satu kegiatan untuk mendukung ODD dan keluarganya sebagai
57 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia
49
family caregiver. kegiatan caregiver meeting ini merupakan ajang
silaturahmi untuk sharing antar keluarga, caregiver, serta para relawan
ALZI dengan mengundang berbagai narasumber seperti dokter,
psikolog, terapis, dan lain – lain, terkait dengan tema yang diangkat
pada pertemuan tersebut, tema yang diangkat berbagai macam terkait
dengan permasalahan yang dihadapi ODD/Alzheimer, keluarga, dan
caregiver-nya.
3. Kegiatan kunjungan (home visit). Kegiatan yang mendukung ODD dan
keluarga lainnya adalah home visit yang dilakukan di setiap bulannya.
Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2015, namun sempat terhenti
dan sudah dimulai kembali pada Juli 2016 lalu. Tujuannya adalah untuk
melihat perkembangan ODD serta sebagai bentuk dukungan bagi ODD
maupun keluarga atau caregiver-nya. Dalam kegiatan ini ALZI berusaha
memberikan dukungan dengan melihat lingkungan sekitar rumah ODD.
Di dalam tim home visit ini terdapat dokter, psikolog, dan relawan yang
siap membantu dalam kegiatan ini.58
4. Kegiatan advokasi. Advokasi ini dilakukan ke pemerintah. Salah satu
hasil kegiatan yang dilakukan ALZI dengan pihak pemerintah ini adalah
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, membuat komitmen
Jakarta Ramah Lansia dan Demensia sebagai bentuk dukungannya
kepada isu lansia dan demensia. Kemudian Walikota Bogor, Bima Arya,
58 Wawancara pribadi dengan Dian Purnomo selaku Direktur Eksekutif Yayasan Alzheimer
Indonesia, Jakarta, 7 Oktober 2017.
50
beliau berkomitmen untuk memberikan taman yang ada di Kota Bogor
untuk melakukan kegiatan – kegiatan disana.
5. Progam twinning antara Alzheimer Indonesia dan Alzheimer Nederland
yang mendukung komponen capacity building bekerjasama dengan
Prodia Laboratorium terlaksana di bulan Maret 2014 di Jakarta dan
Yogyakarta. Program ini bertujuan sebagai sarana pertukaran ilmu
pengetahuan, informasi, keterampilan dan pelatihan mengenai
Alzheimer/Demensia dan penanganannya yang dihadiri oleh peserta dari
berbagai kalangan internal dan eksternal diantaranya, caregivers, dokter,
perawat, mahasiswa, peneliti, relawan, dan lainnya.59
6. Memberdayakan para keluarga dan caregiver untuk meningkatkan
kualitas hidupnya agar selalu memiliki semangat yang tinggi dalam
merawat ODD dengan penuh kasih sayang dan kepedulian dengan
melalui berbagai macam media.
7. Mengadakan talkshow dan seminar – seminar kesehatan.
8. Memperingati Bulan Alzheimer Sedunia atau World Alzheimer Month
(WAM). WAM adalah salah satu bentuk dukungan dan kepedulian pada
penyakit Alzheimer. Sejak kegiatan WAM pada September 2013 dan
berlanjut pada bulan September 2014 dan 2015, Alzheimer Indonesia
telah secara aktif melakukan kampanye, advokasi, peningkatan kapasitas
dan peningkatan kesadaran untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang Alzheimer dan Demensia didukung oleh semua pihak termasuk
59 Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia
51
media, komunitas peduli lansia, lembaga, yayasan, LSM, sektor swasta,
donor internasional Belanda, Kanada, Duta Meksiko dan pemerintah.
52
BAB IV
TEMUAN DATA DAN HASIL ANALISIS
Bab ini berisi data hasil temuan dan analisis berdasarkan pengolahan data
yang dilakukan oleh peneliti. Analisis data yang dilakukan bertujuan sesuai dengan
rumusan atau pertanyaan penelitian ini. Dengan kata lain, bab ini mendeskripsikan
Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver di Yayasan
Alzheimer Indonesia dan melihat hasil dari upaya tersebut.
Tabel II
Profil Informan
No Informan
1. Nama : DSP
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 62 Tahun (Dewasa Madya)
Domisili : Jakarta Selatan
Hubungan Dengan ODD : Anak ke 3 dari 3 bersaudara
2. Nama : SC
Usia : 49 Tahun (Dewasa Madya)
Jenis Kelamin : Perempuan
Domisili : Tangerang Selatan
53
Hubungan Dengan ODD : Anak ke 1 dari 6 bersaudara
3. Nama : EH
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 27 Tahun (Dewasa Awal)
Domisili : Tangerang Selatan
Hubungan Dengan ODD : Anak ke 3 dari 3 bersaudara
4. Nama : AW
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 77 Tahun (Dewasa Akhir)
Domisili : Jakarta Selatan
Hubungan Dengan ODD : Suami dari Istri penderita demensia
5. Nama : EHP
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 78 Tahun (Dewasa Akhir)
Domisili : Salatiga
Hubungan Dengan ODD : Istri dari Suami penderita demensia
54
Tabel III
Gambaran Kesejahteraan Psikologis Sebelumnya Pada Family Caregiver
No Dimensi Informan
Informan DSP Informan SC Informan EH
1. Penerimaan
Diri
Informan sering emosi
terhadap mamanya
karena adanya
perasaan sedih dan
kecewa terhadap apa
yang dialami oleh
dirinya dan juga
mamanya yang
terdiagnosis
Alzheimer atau
menderita demensia.
Informan memiliki
pribadi yang sabar
dalam menghadapi
suatu masalah
begitupun saat
menghadapi adanya
perubahan tingkah
laku mamanya saat
terkena Alzheimer.
Walaupun kaget
melihat perubahan
tingkah laku
mamanya, namun ia
mampu menerima
kondisi tersebut.
Informan tidak bisa
menerima keadaan
yang dialaminya saat
usianya yang masih
menjadi mahasiswa
akhir di salah satu
universitas Jakarta.
Informan merasa
masih belum siap jika
harus menjadi family
caregiver lansia
demensia sedangkan
ia harus
menyelesaikan
skripsinya.
2.
Hubungan
Positif
Dengan
Orang Lain
Informan memiliki
pribadi yang supel dan
pandai bergaul pada
lingkungan tertentu
seperti contohnya
hubungan informan
dengan tetangga di
rumahnya yang
kurang kenal satu
sama lain namun lain
halnya hubungan yang
baik dengan teman-
teman di Alzi dan
adanya kepedulian
satu sama lain.
Informan juga merasa
kurang adanya
kepedulian kakak-
kakaknya terhadap
dirinya yang harus
merawat mamanya.
Informan memiliki
hubungan yang baik
dengan tetangga di
sekitar rumahnya
tetapi tidak begitu erat
karena banyaknya
kesibukan pekerjaan
dan urusan keluarga.
Namun informan
memiliki hubungan
baik dengan saudara-
saudara maupun
dengan keluarga inti.
Begitupun dengan
teman-teman
organisasinya di
Alzheimer Indonesia.
Informan memiliki
hubungan yang baik
dengan lingkungan
sekitar rumahnya,
teman-teman kampus,
dan mampu menjalin
hubungan dengan
seorang lelaki.
Begitupun hubungan
informan dengan
saudara atau
keluarganya yang
terjalin baik walaupun
kedua kakaknya sudah
membina rumah
tangga dan tidak satu
rumah lagi dengan
kedua orangtuanya.
55
3. Otonomi
Memang dari
sebelumnya informan
adalah seseorang yang
mandiri dan mampu
memilih mana yang
baik dan buruk dalam
menentukan
keputusan untuk
keluarganya seperti
pendidikan anak-
anaknya. Hal ini
didukung pada saat
wawancara informan
menceritakan adanya
keputusan yang ia
buat pada saat
anaknya ingin
melanjutkan study-
nya.
Dalam menentukan
suatu keputusan,
informan kurang
mampu dalam
memilih dan membuat
keputusan dengan
baik. Dengan
banyaknya tugas dan
pekerjaan yang harus
diurus, terlebih lagi
informan harus
mewarat ibunya yang
mengalami demensia,
informan menjadi sulit
untuk memutuskan
mana yang terbaik.
Oleh karena itu
informan selalu
meminta bantuan
saran dan solusi
kepada teman atau
kepada suami.
Dengan informan
yang masih kuliah,
informan terkadang
masih butuh bantuan
masukan orang lain
seperti teman-teman
dan juga orangtuanya
dalam memutuskan
suatu keputusan,
namun informan
sudah bisa hidup
mandiri yang
terkadang informan
mencari pekerjaan
sambilan untuk
menambah uang saku
sewaktu masa
kuliahnya dulu.
4. Penguasaan
Lingkungan
Dengan pribadi
informan yang supel
terhadap oranglain,
maka informan
dengan mudah
menciptakan
lingkungannya sesuai
dengan nilai yang
dianut. Hal ini
didukung pada saat
wawancara, informan
bercerita tentang
kehidupannya sewaktu
informan kuliah, ia
mampu menghadapi
masalah dan
menciptakan
lingkungannya.
Informan mampu
memilih
lingkungannya sesuai
dengan kebutuhannya.
Hal ini didukung oleh
hasil wawancara yang
mana informan
memilih Alzi sebagai
suatu organisasi yang
menunjang
kebutuhannya dalam
proses perawatan
kepada mamahnya
yang mengalami
demensia. Dengan
begitu informan
menjadi tahu apa itu
Alzheimer atau
demensia.
Informan kurang
mampu menguasai
lingkungan yang
dihadapinya, terutama
disaat pertama kali
ibunya didiagnosis
terkena Alzheimer.
Informan masih
kurang mampu
mengontrol waktu,
tugas, dan
emosionalnya.
Terutama pada saat ia
harus menyelesaikan
tugas skripsinya dan
juga harus merawat
ibunya yang terkena
penyakit Alzheimer.
5. Tujuan Hidup Hidup informan selalu
memiliki tujuan yang
Dengan berusaha
untuk memberikan
Informan memiliki
cita-cita dan ingin
56
ingin ia capai, yaitu
membahagiakan
anggota keluarganya
dengan memberikan
yang terbaik. Dalam
hal ini informan selalu
memberikan motivasi
dan dukungan serta
saran kepada anak-
anaknya dan juga
anggota keluarga
lainnya. Hal ini
didukung oleh cerita
informan pada saat
wawancara
berlangsung, informan
bercerita tentang
bagaimana ia
memberikan yang
terbaik dalam
menyekolahkan anak-
anaknya sampai ke
luar negeri. Begitupun
kepada ibunya,
informan selalu
menyempatkan
waktunya pada saat
liburan untuk datang
bersama suami dan
anak-anaknya
kerumah ibunya dulu
sebelum ibunya
menderita demensia.
yang terbaik kepada
anggota keluarganya,
informan selalu
meluangkan waktunya
untuk berkumpul dan
bahkan mengajak
keluarganya pergi
jalan-jalan. Hal ini ia
lakukan agar
keluarganya terutama
mamahnya merasa
nyaman dengan
perawatan yang
diberikan oleh
informan. Hal ini
didukung oleh hasil
wawancara dan
observasi yang
melihat bahwa
informan selalu
mengajak mamahnya
berpergian walaupun
mamahnya sudah
tidak bisa berjalan dan
memakai kursi roda.
Dan juga informan
selalu menunjukkan
keceriaannya saat
mengajak mamahnya
berbincang. Hal
menunjukkan bahwa
aspek tujuan hidup
yang dimiliki
informan sudah
terpenuhi.
meraih cita-citanya
tersebut. Selain itu,
informan pernah
mendapatkan
pekerjaan yang sesuai
dengan passion-nya
namun dengan kondisi
ibunya yang
mengalami demensia,
informan menjadi
tidak bisa terus berada
di pekerjaan tersebut
karena ibunya tidak
bisa ditinggal lama
dan akhirnya informan
harus berhenti dan
harus mencari
pekerjaan lain yang
menerima pekerjaan
part time. Dalam hal
ini menunjukkan
bahwa informan tidak
bisa menjalankan
tujuan atau cita-
citanya karena harus
menjadi seorang
family caregiver.
6. Pertumbuhan
Pribadi
Dalam menghadapi
suatu
masalah/kejadian yang
menimpanya,
informan merasa lelah
dan mengeluh
sehingga informan
jadi tidak bisa
mengontrol
Informan yang
memiliki banyak
kesibukan dan juga
tugasnya yang harus
merawat mamahnya
yang mengalami
demensia membuat
informan sulit untuk
menentukan atau
Dengan menjadi
seorang family
caregiver, informan
merasa dirinya tidak
bisa bergerak dengan
bebas untuk
menjalankan aktivitas
sesuai keinginannya.
Hal ini membuat
57
emosionalnya dalam
menghadapi ibunya
yang mengalami
demensia. Dalam hal
ini informan akan
terus dalam keadaan
yang tidak bisa
mengembangkan
potensi yang ada di
dalam dirinya.
membuat keputusan
dalam suatu masalah.
Hal ini menunjukkan
bahwa kesibukkannya
membuat dirinya tidak
bisa mengembangkan
kemampuan dirinya
dalam membuat suatu
keputusan tanpa
adanya suatu keraguan
dalam dirinya.
informan merasa jadi
tidak bisa
mengembangkan
potensi atau
kemampuan yang ada
didalam dirinya
karena waktu dan
tenaga diberikan
untuk ibunya yang
mengalami demensia.
No Dimensi Informan
Informan AW Informan EHP
1. Penerimaan
Diri
Informan memiliki pribadi yang
keras dan tidak mampu
mengendalikan emosinya.
Informan juga tidak bisa
menerima keadaan yang
dialaminya saat istrinya sakit
Alzheimer yang mana beliau
ingin pergi ke mekkah untuk
menunaikan ibadah haji bersama
istri tetapi tidak bisa dikarenakan
istrinya sudah mengalami
demensia. Hal ini informan akui
pada saat wawancara.
Dengan melakukan pendekatan
spiritual, informan memiliki tingkat
religiusitas yang cukup kuat
sehingga informan selalu berserah
diri kepada Tuhan apapun yang
menimpa dirinya, termasuk
menjadikan informan harus menjadi
family caregiver untuk suaminya
yang mengalami demensia pada usia
senja. Namun walaupun informan
mampu menerima keadaan sang
suami, informan merasa jengkel dan
terbebani dalam menghadapi
keadaan suaminya yang sudah lupa
dan mengalami perubahan tingkah
laku.
2.
Hubungan
Positif
Dengan
Orang Lain
Informan merupakan seseorang
yang giat dan aktif dalam
berorganisasi. Hal ini membuat
informan memiliki hubungan
positif dengan lingkungan
sekitarnya, sehingga informan
banyak dikenal oleh orang-orang
di lingkungannya. Informan juga
sering mendapatkan bantuan jika
dalam masalah. Bantuan ini
diberikan dari orang-orang
karena informan mampu
menjalin hubungan yang positif
Informan adalah seorang wanita
yang baik hati dan ramah, pendapat
ini didukung oleh hasil observasi dan
wawancara yang melihat bahwa
informan memiliki banyak teman
dan hubungan yang positif terhadap
lingkungan sosialnya. Informan juga
merupakan sosok orang yang
dipercaya di gerejanya. Pendapat ini
didukung pada saat wawancara,
informan masih aktif dan
bertanggung jawab didalam
kepanitiaan acara natal di gerejanya
58
dengan lingkungan sosial,
begitupun dengan keluarganya
dan anak-anaknya. Bahkan pada
saat istrinya menderita
demensia, hubungannya tidak
terputus dengan teman kerja,
teman di organisasinya dan
bahkan dengan saudara-
saudaranya.
walaupun usianya sudah tidak muda.
Informan juga memiliki hubungan
yang erat kepada anak-anaknya dan
juga keluarga besarnya. Hal ini juga
disampaikannya pada saat
wawancara informan bercerita mau
pergi ke solo untuk acara keluarga
disana.
3. Otonomi
Informan dilatarbelakangi oleh
pendidikan yang keras. Pendapat
ini didukung oleh pengakuan
informan sewaktu informan
bercerita saat masa mudanya,
sehingga dalam hal kemandirian
dan pemecahan masalah dapat
teratasi dengan pemikiran yang
matang dan mandiri tanpa
meminta bantuan dari orang lain.
Informan mampu membuat
keputusan dalam bertindak atau
memecahkan suatu masalah, namun
karena usia informan yang sudah tua,
informan kurang mampu melakukan
kegiatannya secara mandiri. Dalam
melakukan tugas pekerjaan rumah
tangga, informan dibantu oleh
pembantu rumah tangga untuk
melakukan tugas seperti
membersihkan rumah. Tetapi untuk
urusan perawatan kepada suami yang
mengalami demensia, informan
melakukannya sendiri karena
informan adalah satu-satunya orang
yang mampu memahami suaminya.
4. Penguasaan
Lingkungan
Informan memang sudah bisa
menciptakan lingkungannya
sehingga ia dapat mengambil
keuntungan atau hal positif dari
lingkungannya untuk kebaikan
dirinya. Namun dalam keadaan
yang dialaminya seperti istrinya
menderita demensia pertama kali
informan tidak mampu
membiasakan diri dengan
keadaannya sehingga informan
tidak mampu menjalani dan
mencapai apa yang dituju. Hal
ini menunjukkan informan tidak
mampu mengendalikan
lingkungan atau keadaan yang
menimpa dirinya.
Informan merupakan orang yang
mampu memilih lingkungannya
sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan, seperti memilih ikut
kegiatan gereja dan Alzi, menurutnya
hal ini sangat bermanfaat untuk
dirinya dan juga untuk proses
perawatan kepada suami yang
mengalami demensia. Akan tetapi
pada saat awal informan menghadapi
masalah seperti perubahan tingkah
laku pada suami, informan merasa
ada yang aneh dan tidak mampu
menghadapinya dengan baik karena
sebelumnya memang ia belum tahu
apa yang sedang menimpa pada
suaminya. Dalam hal ini informan
belum bisa menguasai lingkungan
59
yang terjadi padanya dan
memerlukan pemahaman lebih dan
perlu adaptasi yang cukup lama.
5. Tujuan Hidup
Informan dalam menjalani hidup
ingin mendapatkan pahala dan
keberkahan Allah SWT seperti
ingin melaksanakan salah satu
syarat islam yang belum
terpenuhi yaitu mempunyai
impian untuk pergi haji ke
Mekkah bersama istrinya,
namun karena istrinya menderita
demensia, ia tak bisa mencapai
impian tersebut.
Karena usia yang sudah tua,
informan hanya berharap bisa
menjalankan kehidupannya dengan
terus menyebarkan kebaikan kepada
semua orang, terutama kepada suami
tercinta. Hal ini ia ungkapkan pada
saat wawancara informan hanya
berharap ingin memberikan
pelayanan dan perawatan yang
terbaik selama ia masih bisa berada
disamping suaminya.
6. Pertumbuhan
Pribadi
Informan tidak mampu
mengembangkan potensinya
karena keharusannya merawat
istrinya penderita demensia.
Oleh karena itu informan merasa
terbebani dan merasa menjadi
seseorang yang tidak bisa
menjalankan aktivitasnya seperti
biasa. Contohnya, tidak bisa
aktif dalam organisasi atau
komunitas yang ia ikuti.
Informan menyadari bahwa dirinya
sudah tua dan tidak bisa berbuat
banyak seperti layaknya anak muda,
namun informan memiliki keinginan
untuk terus tetap berkembang dan
bisa mengikuti jaman. Ungkapannya
ini didukung oleh hasil wawancara
dan observasi yang melihat bahwa
informan mau untuk belajar
teknologi seperti mengirim pesan via
email. Hal ini menunjukkan bahwa
informan mampu mengembangkan
dirinya dari waktu ke waktu.
A. Upaya Alzheimer Indonesia Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Family
Caregiver
Yayasan Alzheimer Indonesia merupakan organisasi non profit yang betujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup tidak hanya Orang Dengan Demensia (ODD)
saja, tetapi juga melakukan pembangunan kapasitas kepada keluarga atau family
caregiver-nya. Sama seperti organisasi pada umumnya Alzheimer Indonesia memiliki
60
suatu program yang berfokus pada pembangunan kapasitas guna meningkatkan
kesejahteraan psikologis family caregiver yaitu :
1. Caregivers Meeting
Menyelenggarakan kegiatan Caregivers Meeting merupakan salah satu
upaya Alzheimer Indonesia mencapai visi dan misi organisasi melalui
peningkatan kapasitas para caregivers. Kegiatan ini diadakan setiap hari sabtu
di minggu pertama pada setiap bulannya. Kegiatan Caregivers Meeting ini
bertujuan untuk menjadi wadah bagi para caregivers berbagi cerita, saling
belajar satu sama lain hingga mendiskusikan hal-hal terkait dengan
pengalaman mereka menjadi caregiver untuk Orang Dengan Demensia
(ODD). Acara caregivers meeting ini bertempat di Function Room, Golfhill
Terrace Apartement Pondok Indah. Yayasan Alzheimer Indonesia ingin
mengajak semua masyarakat Indonesia, kaum muda maupun orang tua untuk
lebih concern terhadap penyakit ini.
Berikut wawancara dengan Ibu Tuti selaku koordinator program
caregivers meeting sebagai berikut :
“caregivers meeting ini bertujuan untuk membuat suatu wadah bagi
para caregiver yang mana disini mereka dapat menemukan informasi
dan juga bisa saling sharing terkait perawatan yang baik untuk lansia
dengan penyakit demensia.”60
60 Wawancara pribadi dengan ibu Tuty, selaku komite sosial Alzheimer Indonesia. 7 Oktober
2017.
61
Berdasarkan penuturan dari wawancara diatas, program ini sangat
penting dilakukan sebagai ajang sharing pengalaman dalam merawat pasien
Alzheimer/Demensia. Beliau juga menambahkan bahwa :
“acara ini dihadiri oleh sekitar 30-an orang yang termasuk di
dalamnya pengasuh (caregiver) dan keluarga pasien alzhaimer,
sampai para professional di bidangnya seperti neurology, psikiatri,
ahli komunikasi kesehatan, serta LSM seperti Asosiasi Alzheimer
Indonesia (AAZI)”61
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan ibu Tuti, kegiatan
caregivers meeting ini diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas hidup
ODD dan juga untuk caregivers yang merawat lansia tersebut. Meningkatkan
kualitas hidup orang dengan demensia di Indonesia dengan kegiatan
awareness, advokasi dan traning juga merupakan tujuan dari caregivers
meeting ini.
Ibu dr. Tara selaku direktur eksekutif Alzheimer Indonesia disini
menjelaskan bahwa :
“Kegiatan Caregivers Meeting ini biasanya diisi dengan satu sesi dari
pembicara ahli, yang akan membahas topik sesuai dengan
keahliannya, kemudian diikuti sesi tanya jawab, dan waktu bebas
untuk para caregivers saling sharing.”62
Menurut pendapatnya, kegiatan ini diisi dengan berbagai topik
pembahasan yang dibawakan oleh para pembicara ahli sehingga mereka para
61 Wawancara pribadi dengan ibu Tuty, selaku komite sosial Alzheimer Indonesia. 7 Oktober
2017. 62 Wawancara pribadi dengan ibu dr. Tara, selaku direktur eksekutif Alzheimer Indonesia. 18
Januari 2018.
62
family caregiver bisa langsung berkonsultasi pada saat sesi tanya jawab. Ibu
dr. Tara juga menjelaskan bahwa :
“Dalam pertemuan kegiatan caregivers meeting, topik yang
dibawakan pembicara tidak selalu berbau medis. Kami pernah juga
mengadakan terapi-terapi untuk para family caregiver dalam kegiatan
caregivers meeting guna menghilangkan stress selama merawat
ODD.”63
Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh ibu dr. Tara, Kegiatan
Caregivers Meeting juga memiliki berbagai tema dan pembicara yang
beragam di setiap pertemuannya. Tidak hanya dokter saja yang diundang,
tetapi juga beberapa orang yang memiliki keahlian tertentu serta mampu untuk
bersama-sama berbagi cerita bersama para family caregiver seperti sharing
dan melakukan terapi guna mengurangi stress yang dialami para family
caregiver. Hal ini bertujuan untuk memberikan refleksi, informasi dan juga
semangat bagi para family caregiver agar semakin mampu merawat dan
mendampingi ODD dengan baik.
Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk support group yang mana
family caregiver mendapatkan dukungan, motivasi dan pengetahuan serta
refleksi guna menghilangkan stress yang dialami selama merawat lansia
dengan demensia. Hal ini tentu akan berpengaruh pada kesejahteraan
psikologis family caregiver yang mana Turner menyatakan bahwa dukungan
sosial merupakan hal utama yang paling berdampak positif terhadap individu
63 Wawancara pribadi dengan ibu dr. Tara, selaku direktur eksekutif Alzheimer Indonesia. 18
Januari 2018.
63
yang mengalami stres.64 Serta jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas
hubungan sosial dengan lingkungan akan memicu timbulnya dukungan sosial
dan mengurangi munculnya konflik sehingga meningkatkan kesejahteraan
psikologis dalam hidup.65 Berdasarkan dari pernyataan tersebut dapat kita
lihat bahwa program caregivers meeting ini sangat berpengaruh terhadap
psikologis dari para caregiver karena di dalam pertemuan tersebut setiap
caregiver bisa saling berkumpul dan melakukan diskusi terkait perawatan dari
ODD. Sehingga para caregiver ini mampu menghadapi masalahnya dan tidak
merasa sendiri dalam menghadapi masalahnya.
Dari kegiatan caregivers meeting ini mempengaruhi kesejahteraan
psikologis family caregiver, seperti yang dirasakan oleh informan DSP yaitu :
“Di Alzi, dengan kita sharing membuat kita jadi banyak temen apalagi
banyak temen seperjuangan, dan juga nambah pengetahuan kita.
Banyak sih dampak positifnya di Alzi tuh. ”66
Begitupun dengan informan EHP yang mengungkapkan bahwa :
“Ibu juga belajar dari pengalaman temen-temen di Alzi supaya ibu
bisa memberikan perawatan yang terbaik buat bapak.. dengan kita
melihat dan tau kasus-kasus yang udah pernah kita temuin dan juga
kasus-kasus yang orang lain alami, dengan itu ibu bisa tau celah-
celah dan jalan terbaik untuk perawatan kepada bapak. ”67
64 R. Jay Turner, “Social Support as Contingency in Psychological Well Being,” Journal of
Health and Social Behavior, Vol. 22 No. 4, (1981): h. 357-367 65 Xiaoyun Wang dan Rabindra N. Kanungo, “Nationality, Social Network and Psychological
Well-Being: Expatriates in China,” International Journal of Human Resource Management, Vol. 15
No. 4, (2004): h. 775-793 66 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita
demensia. Jakarta, 21 November 2017. 67 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita
demensia. 11 Desember 2017.
64
Sama halnya dengan informan SC :
“Ya aku ikut Alzi juga karena aku pengen tau lebih dalam tentang
demensia.. aku banyak tanya ini itu di Alzi, itu aku dikasih tau
obatnya, ngatur waktu, pola hidup, terapinya.. banyak sih jadi ya
sangat ngebantu aku untuk merawat mama aku”68
Senada dengan informan EH dalam wawancaranya sebagai berikut :
“…Ya makanya aku cuma ikut Alzi aja karena ya tadi dari segi
knowledge tadi.. ya sama itu sih sama sharing itu ya di Alzi.. dengan
cerita, ngobrol, even cuma whatsappan doang aku seneng banget
karena kaya aku tuh butuh sharing.. entah itu sharing feeling atau
sharing info kaya cara ngerawatnya jadi aku bisa lebih tau
sekarang”69
Dan yang terakhir wawancara dengan informan AW sebagai berikut :
“...Alzi juga saya ikuti karena ngebantu saya untuk tau cara yang
tepat nanganin orang dengan demensia.. pola hidup, mencegah
terjadinya demensia, terapi yang cocok untuk demensia.. ya begitulah..
saya tau cara menguranginya ya dari Alzi.. kaya terapi atau senam
yang bisa mengurangi.. tapi tidak bisa menyembuhkannya ya.. hanya
menunda agar tidak terlalu parah karena demensia itu tidak bisa
sembuh.”70
Berdasarkan penuturan dari para informan tersebut menunjukkan
bahwa dengan adanya kegiatan caregivers meeting ini, informan dapat
menjumpai orang-orang yang memiliki tantangan yang sama. Hal ini
membuat para family caregiver dapat saling berbagi keluh-kesah dan saling
mendukung satu sama lain sehingga adanya dukungan sosial yang diterima
68 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Tangerang Selatan, 3 Desember 2017. 69 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Jakarta, 15 Desember 2017. 70 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita
demensia. Jakarta, 28 November 2017.
65
oleh family caregiver. Jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas
hubungan sosial dengan lingkungan akan memicu timbulnya dukungan sosial
dan mengurangi munculnya konflik sehingga meningkatkan kesejahteraan
psikologis dalam hidup.71 Selain itu, karena adanya informasi yang
didapatkan, informan dapat menambah dan memperdalam pengetahuannya
dalam merawat lansia dengan demensia. Family caregiver yang dapat
menyelesaikan masalahnya tentu hal ini akan berpengaruh pada kesejahteraan
psikologisnya yang mana stress yang dialami informan akan berkurang.
B. Analisis Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver
Untuk mengetahui gambaran kesejahteraan psikologis pada family caregiver
setelah mengikuti perkumpulan Yayasan Alzheimer Indonesia, peneliti menggunakan
6 indikator sebagai tolak ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu indikator
untuk mencapai kesejahteraan psikologis yang dikemukakan oleh Ryff yaitu72 :
Penerimaan Diri (Self Acceptance), Berhubungan Positif Dengan Orang Lain
(Positive Relation With Others), Otonomi (Autonomy), Penguasaan Lingkungan
(Enviromental Mastery), Tujuan Hidup (Purpose In Life), dan Pertumbuhan Pribadi
(Personal Growth).
71 Xiaoyun Wang dan Rabindra N. Kanungo, “Nationality, Social Network and Psychological
Well-Being: Expatriates in China,” International Journal of Human Resource Management, Vol. 15
No. 4, (2004): h. 775-793 72 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081
66
1. Penerimaan Diri
Kriteria yang paling sering diulang-ulang sebagai bukti dari well-being
adalah perasaan individu akan penerimaan dirinya. Hal ini didefinisikan
sebagai ciri utama dari kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik dari
aktualisasi diri, berfungsi secara optimal, dan kedewasaan atau kematangan.
Individu yang memiliki sikap positif terhadap dirinya memperlihatkan fungsi
sosial dan psikologis yang positif. Penerimaan diri yang baik dapat ditandai
dengan kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut
memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri,
lingkungan sosial, dan kehidupan yang dijalaninya.73
Walaupun seorang family caregiver memiliki beban yang berat, family
caregiver harus mampu bersikap positif terhadap dirinya dan lingkungan
sosialnya serta tetap menjalani kehidupannya dengan mengatasi segala
tantangan dan berupaya untuk tetap bersyukur, mampu mamaknai hidupnya
secara positif dan tidak menjadikan lansia penderita demensia sebagai beban
hidup. Hal ini ditunjukkan oleh informan EHP yang merawat suaminya
sebagai berikut :
“Kunci nya cuma satu, ikhlas.. ibu harus bisa menerima dengan ikhlas
kondisi yang seperti ini dan ibu juga bersyukur masih diberi
kesempatan oleh Tuhan untuk merawat suami tercinta yang menderita
demensia.”74
73 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 74 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita
demensia. 11 Desember 2017.
67
Dari pernyataan singkat informan EHP menunjukkan bahwa informan
sudah memiliki kemampuan penerimaan diri yang baik. Hal ini karena
informan mampu bersikap positif terhadap diri sendiri dan juga kehidupan
yang harus merawat suaminya. Walaupun suaminya menderita demensia,
informan dapat menerima kenyataan dengan ikhlas dan tetap semangat untuk
menjalani kehidupannya bersama sang suami yang demensia. Bersyukur
kepada tuhan juga menunjukkan adanya faktor religiusitas yang kuat
sehingga membuat informan dapat lebih memaknai hidup yang dijalaninya.
Hal yang serupa juga ditunjukkan oleh informan AW yang merawat istrinya
penderita demensia, dalam wawancaranya Ia mengungkapkan bahwa :
“Saya sih nikmatin hidup ini.. Allah berikan tantangan seperti saya
harus menerima kenyataan istri saya terkena demensia, ya saya pikir
emang ini cobaan buat saya atas dosa-dosa saya.. dengan begini saya
bisa jadi lebih sabar kan, lebih ikhlas lagi, terima secara tawakal dan
semoga bisa ngapus dosa-dosa saya juga.”75
Dari hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa informan memiliki
kemampuan dalam bersikap positif terhadap diri sendiri dengan menerima
keadaan, kelebihan dan kekurangannya serta mampu memaknai hidup yang
dialami dan bersikap positif terhadap masa lalunya. Pada informan ini
menunjukkan juga adanya pengaruh dari faktor religiusitas yang mana
informan berserah diri kepada tuhan dan tetap menjalani hidupnya dengan
75 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita
demensia. Jakarta, 28 November 2017.
68
tawakal serta mampu melihat kesalahannya untuk dijadikan pelajaran agar
tidak mengulanginya.
Individu yang mau belajar menerima kesalahan dan tidak menilai diri
berdasarkan kesalahan atau kegagalan yang dialaminya merupakan hal
penting dalam sikap penerimaan diri yang positif.76 Senada dengan informan
AW, informan SC yang merupakan caregiver ibunya yang telah lansia
penderita demensia mengungkapkan bahwa :
“Awalnya aku gatau nih.. ngerasa aneh aja tiba-tiba mama begitu..
marah-marah.. cuma pas aku bawa ke dokter dan tau kalo itu
demensia ya aku jadi ngertii.. jadi harus sabar juga ngadepinnya..
cuma kalo sekarang aku udah terbiasa ngeliat kelakuan mama kaya
gitu. Ya aku jadi lebih sabar yaa.. tapi aku sih nikmatin aja gitu
hahaha aku juga bawa enjoy ngejalaninnya.. ngerawat mama aku
dirumah, aku malah seneng karena mama aku tinggal disini
jadinya.”77
Dari penuturan informan SC menunjukan bahwa informan mampu
memandang positif dengan mengerti kekurangan dan kelebihan dirinya.
Informan juga memiliki sikap positif dalam memaknai kehidupan yang
dijalaninya dengan menerima keadaan dirinya dan juga ibunya. Hal tersebut
juga didukung oleh hasil observasi disaat peneliti melakukan wawancara,
terlihat bahwa adanya ekspresi informan yang menunjukkan kalau Ia
menikmati hidupnya tanpa merasa terbebani dengan merawat ibunya yang
seorang lansia penderita demensia. Hal ini menunjukkan bahwa Informan
76 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 77 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.
69
mampu menerima segala kekurangan yang dimilikinya dengan rasa percaya
diri dan bahagia dalam menjalani kehidupannya.
Gambar 1.2: Family Caregiver dan Lansia Dengan Demensia
Informan SC seseorang yang memiliki tanggung jawab sebagai pekerja
karyawan swasta namun tetap semangat dan bahagia dalam merawat
ibunya penderita demensia.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Individu yang mampu menerima diri sendiri menunjukkan perilaku
yang percaya diri, gembira, antusias, dapat berkomunikasi dengan baik,
menyesuaikan diri dan mampu melakukan interaksi sosial dengan orang
lain.78 Begitupun yang ditunjukkan oleh informan DSP yang merawat
Ibunya yang sudah lansia penderita Demensia sebagai berikut :
“Pada saat saya belum tahu, saya menganggap dia orang tua yang
sangat keras kepala. Intinya kita selalu saja bertengkar. Nah setelah
saya tahu ibu saya kena penyakit ini barulah saya mengerti. Tapi
untuk menerima itupun tidak mudah, ibu saya tinggal di rumah saya,
pada saat saya tidak terima dengan keadaan ibu saya yang seperti itu,
78 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081
70
suami saya selalu menenangkan saya untuk selalu tetap sabar dengan
keadaan ibu saya yang seperti itu. Pada saat awal awal saya benar-
benar tempramen sekali kepada ibu saya, yaa namanya juga
beradaptasi lah yaa jadi masih sering konflik. Tapi lama-lama
semakin kesini saya sudah semakin bisa menerima dan berfikir kalau
sikap saya ini salah dan yaudah mulai sekarang saya harus nyenengin
dia pokoknya bikin suasana untuk bikin dia seneng dan tidak terbebani
dengan macem-macem.”79
Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan mengerti
dan menerima kesalahan dan mau menjadi lebih baik dalam merawat ibunya
dimana ia merasa harus membuat ibunya senang dan nyaman. Hal ini
merupakan penerimaan diri yang baik karena informan memiliki sikap
positif dalam menyikapi perbuatannya, melihat ia mempunyai kekurangan
dan kelebihan serta menerima keadaannya yang sedang berhadapan dengan
lansia demensia.
Individu sadar akan karakteristik kepribadiannya, adanya kemauan
untuk hidup dengan keadaan tersebut menunjukkan kemampuannya dalam
penerimaan diri yang positif.80 Hal ini sejalan dengan para informan yang
mampu melakukan penerimaan diri secara positif sehingga para informan
mampu menyesuaikan diri dan antusias dalam menjalani kehidupannya serta
dengan adanya faktor religiusitas dan memiliki kepribadian yang baik maka
informan mampu memaknai kehidupannya secara positif. Dengan demikian
79 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita
demensia. Jakarta, 21 November 2017. 80 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081
71
upaya yang dilakukan informan dalam aspek penerimaan diri sudah bisa
dikatakan baik dalam proses merawat lansia demensia serta kehidupan yang
dijalaninya.
2. Berhubungan Positif Dengan Orang Lain
Berhubungan positif dengan orang lain (Positive Relation With Others)
merupakan dimensi yang menekankan pentingnya kehangatan, hubungan
saling percaya, bersahabat dengan orang lain, dan mencintai orang lain.
Individu yang memiliki nilai yang tinggi pada dimensi ini ditandai dengan
hubungan sosial yang baik seperti memiliki hubungan yang hangat,
memuaskan dan saling percaya dengan orang lain serta mempunyai rasa
empati yang kuat.81
Dalam mengurus lansia dengan demensia seringkali membuat
hubungan antar saudara atau anggota keluarga menjadi berantakan. Hal ini
biasanya terjadi karena tidak ada yang mau untuk merawat orangtuanya yang
sudah lansia khususnya lansia penderita demensia. Pernyataan tersebut juga
dialami oleh informan EH, namun ia mampu mengupayakan agar hubungan
tetap terjalin dengan baik selama merawat ibunya. Dalam wawancaranya,
beliau mengungkapkan bahwa :
“Pasti ada konflik sih ya, ya aku sama kakakku. Dan kakak-kakakku
ini cowo semua, udah nikah, udah gadirumah.. aku juga dari awal-
awal sakit sampe sekarang aku terus yang rawat mama.. mulai dari
mandi segala macem.. dari jaman mba belum ada yang klik, ya aku
81 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081
72
sama papa gitu kan.. timing, schedule harus jagain karena yang
disaranin sama caregiver lain pas aku ngobrol ya dua masalahnya
itu.. ya emang lo harus gantian, gabisa lo 24 jam jagain sebulan
gaada rehab.. burnout kan pasti.. jadi scheduling itu.. sama duit juga
sih.. karena duit jadi konflik lagi hahaha ya karena bayar mba aja
mahal banget udh kaya bayar freshgraduate kan hahaha karena aku
saat itu baru lulus terus kerja yang harus resign karena kan gabisa
ditinggalin mamah ya.. tapi kalo sekarang sih ya kita bagi-bagi tugas
aja.. walaupun sepenuhnya tetep aku yang handle tapi udah biasa aja
sih sekarang, aku udah biasa nanganinnya”82
Dari hasil wawancara dengan informan EH menunjukkan bahwa
merawat lansia dengan demensia mempengaruhi hubungan antar orang lain
menjadi renggang, seperti halnya dengan saudara atau anggota keluarga
informan. Namun informan mampu menyikapinya secara positif dengan
memutuskan untuk membagi adil tugasnya, disini terlihat bahwa hubungan
antar saudara informan menjadi baik setelah adanya pembagian tugas.
Individu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu
menjalin hubungan yang hangat, memuaskan, dan terlibat dengan hubungan
timbal balik.83 Memang perlu adanya hubungan yang erat serta memuaskan
satu sama lain sehingga walaupun informan tetap melakukan proses
caregiving, Ia tetap memiliki hubungan yang hangat dengan saudaranya.
Tidak hanya itu, dalam hasil observasi peneliti melihat pada saat wawancara,
informan baru pulang kerja dan ditemani oleh sang suami.
82 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Jakarta, 15 Desember 2017. 83 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081
73
Gambar 1.3: Family Caregiver dan Suami
Informan EH yang mampu menjalin hubungan harmonis dengan suami
walaupun disibukkan dengan merawat ibunya yang mengalami
demensia.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Hal ini menunjukkan walaupun informan harus menjadi caregiver
untuk Ibunya, tetapi ia juga tetap menjalankan aktivitas kerja dan menjalin
hubungan yang baik dengan pasangannya. Dengan begitu, informan sudah
dapat dikatakan memiliki hubungan positif dengan orang lain. Begitupun
dengan informan AW yang menunjukkan bahwa :
“Saya tuh orangnya gabisa diem.. petakilan hahaha.. jadi saya dulu
suka ikut komunitas non profit, terus Alzi juga, kepengurusan masjid
komplek.. sampe sekarangpun masih terus kontek-kontekan.. Saya juga
masih punya kontak-kontak temen-temen SD, SMP, SMA, temen kerja..
banyak group di whatsapp hp saya.. wa pensiunan, keluarga di
Bandung, Alzi juga ada.. hp saya sampe jebol karena kebanyakan
group hahaha.. ya menurut saya sih menjalin hubungan tali
silaturahmi itu bagus dan memperpanjang umur ya hahaha.”84
84 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita
demensia. Jakarta, 28 November 2017.
74
Dari hasil wawancara dengan informan AW menunjukkan bahwa
terdapatnya hubungan yang baik dengan orang lain. Selain memiliki
hubungan yang baik, informan juga mampu menjaga hubungan tali
silaturahmi dengan orang lain agar tidak adanya konflik atau kerenggangan
antar sesama. Individu yang mampu menunjukkan keintiman atau hubungan
yang hangat terhadap orangtua, saudara, anak, teman dan partner kerja,
mereka akan memiliki rasa empati dengan kesejahteraan orang lain, dan
toleran terhadap kesalahan dan kekurangan orang lain.85 Hal ini sejalan
dengan informan EHP yang mampu menjaga hubungan baik dengan orang
lain :
“Semuanya selama proses perawatan berjalan dengan baik dan
tentram.. ibu dengan anak-anak dan cucu-cucu juga.. karena mereka
juga bisa menerima kondisi ayah dan kakek mereka yaa.. dan mereka
juga tau betul ibu merawat bapak dengan kasih.. Ke teman satu
gereja.. dan tetangga juga ibu akrab sama tetangga-tetangga disini..
mereka juga suka bantu ibu kalo kesusahan atau butuh bantuan tanpa
ibu minta.. Kita hidup kan harus saling melayani dan membantu
sesama.. jadi kalo ada yang butuh bantuan ibu, ibu dengan senang
hati akan melayani.. ya ibu melakukannya dengan tenggang rasa dan
didasari kasih..”86
Dari hasil wawancara dengan informan EHP, dapat dilihat bahwa
informan memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya
maupun dengan keluarganya sendiri serta memiliki tenggang rasa dan
85 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 86 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita
demensia. 11 Desember 2017.
75
ketulusan dalam berhubungan dengan orang lain sehingga informan
memiliki rasa empati yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya. Individu
yang memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu untuk mengelola
hubungan interpersonal secara emosional dan adanya kepercayaan satu sama
lain sehingga merasa nyaman.87 Hal ini selaras dengan informan SC, Beliau
mengaku bahwa :
“Kalau saya kebetulan engga ada masalah soal itu.. saya kan anak
paling tua.. kebetulan ade-ade saya semuanya berlomba-lomba untuk
merawat mama saya.. makanya kita bagi-bagi tugas sih.. ya mereka
sih paling bantu-bantu buat beli ini beli itu beli obat terus dianterin
kesini.”88
Ungkapan yang diberikan dari informan SC menunjukkan bahwa
informan sudah memiliki hubungan yang erat dengan saudara-saudaranya,
bahkan dalam proses perawatan lansia demensia pun masih tetap terjalin
dengan baik karena adanya rasa saling percaya satu sama lain sehingga
terciptanya dukungan sosial antar saudara dalam merawat lansia demensia.
Informan juga mampu menunjukkan rasa empati terhadap orang lain sebagai
berikut :
“Aku tuh suka sosialisasiin di komplek ini kalo demensia itu bukan
penyakit yang biasa.. aku juga pernah pasang spanduk gitu didepan
rumah ciri-ciri gejala demensia.. tapi sekarang spanduknya udah aku
87 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 88 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.
76
copot sih karena pudar kena panas ujan juga kan.. ya tetangga sini sih
nge-appreciate dan juga tau kalo mama ku kena demensia..”89
Dari hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa selain
memiliki hubungan yang positif dengan anggota keluarganya, informan juga
memiliki rasa peduli dengan orang lain yang ditunjukkannya dengan
memasang spanduk ciri-ciri demensia sehingga orang lain pun dapat
mengetahui ciri-cirinya dan informan berharap orang lain dapat
mencegahnya sebelum semakin parah. Hal ini menunjukkan bentuk
kepedulian informan terhadap orang lain atau lingkungan sosialnya yang
berarti informan memiliki rasa empati yang tinggi terhadap kesejahteraan
orang lain. Dengan begitu para informan sudah bisa dikatakan mampu
dengan cara masing-masing dalam menjaga hubungan yang hangat dan erat
serta memiliki rasa empati yang tinggi terhadap lingkungan keluarga
maupun lingkungan sosialnya.
3. Otonomi
Otonomi (Autonomy) merupakan dimensi yang menunjukan
kemandirian individu, kemampuan untuk mengatur diri sendiri, melakukan
evaluasi dari dalam diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Seseorang
yang memiliki nilai tinggi pada dimensi ini ditandai dengan kemampuan
kemandirian, mampu menolak tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah
89 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.
77
laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan
standar personal.90
Dalam proses caregiving, seorang family caregiver harus mempunyai
kemandirian dalam membuat keputusan dalam bertindak, seperti contohnya
selain mengurus lansia demensia, family caregiver juga harus mengatur
urusan rumah tangga, membuat keputusan untuk menentukan pelayanan
seperti apa yang diberikan kepada lansia dengan demensia dan mampu
memilih mana yang baik dan buruk serta mampu mengevaluasi diri terkait
perawatan lansia dengan demensia. Dalam hal ini informan AW
menunjukkan bahwa :
“Kalau untuk perawatan ke istri, saya nerapin dirumah ini sarapan
harus bareng.. walaupun istri saya susah makan, tapi untuk
kebaikannya tetep.. dengan perlahan saya harus bisa bujuk dia supaya
makan bareng di meja makan.. karena di Alzi itu kan ngasih tau pola
hidup untuk demensia.. jadi sarapan pagi bareng kaya gitu juga
termasuk terapi untuk demensia.”91
Berdasarkan ungkapan informan diatas menunjukkan informasi yang
didapatkan oleh informan diterapkan jika itu memang baik untuk proses
perawatan. Hal ini membuktikan bahwa informan memiliki kemampuan
dalam membuat keputusan untuk memberikan perawatan terbaik namun
tetap didasari dengan evaluasi diri yang mana ia sadar kalau dirinya kurang
mampu untuk membuat istrinya makan. Di sisi lain, dalam pendapat yang
90 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 91 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita
demensia. Jakarta, 28 November 2017.
78
disampaikan informan menunjukkan bahwa adanya program yang diadakan
Yayasan Alzheimer Indonesia (Alzi) mempengaruhi diri informan dalam
memberikan perawatan kepada lansia dengan demensia. Dengan begitu
informan dapat berproses secara mandiri dalam menentukan keputusannya
untuk memberikan perawatan yang terbaik. Informan juga memiliki
kemandirian tanpa bergantung dengan orang lain. Dalam wawancaranya,
informan AW juga menambahkan :
“Jadi ya kegiatan saya emang cuma fokus ngerawat istri.. kalo istri
tidur itu baru waktunya saya buat leha-leha kaya nonton TV, baca Al-
Quran.. atau ga, baca koran.. kadang bahkan saya juga ikut tidur..
yang ngurus sih saya aja. Pembantu ya paling cuma bantu kerjaan
dirumah dan anak-anak juga udah menikah semua. Gasering dateng
kesini.”92
Dari hasil wawancara dengan informan maka terlihat bahwa selain
informan dapat membuat keputusan secara mandiri dan mampu
mengevaluasi diri, informan juga memiliki kemampuan untuk mengatur diri
sendiri selama proses merawat istri dengan demensia serta tidak bergantung
pada orang lain yang mana anak-anaknya tidak sering datang kerumahnya
karena semuanya sudah menikah. Dan melihat umur informan AW yang
sudah tua, informan AW mampu melakukan perawatan untuk istrinya tanpa
bergantung dengan mengharapkan anak-anaknya.
92 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita
demensia. Jakarta, 28 November 2017.
79
Gambar 1.4: Family Caregiver
Informan AW yang berusia 77 tahun tetapi masih mampu dalam
menjalani perannya sebagai family caregiver.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Begitupun dengan informan DSP :
“Sempat waktu mama saya hilang sempat tinggal di rumah kaka saya
di tanjung barat selama dua bulan. Tapi kan kaka saya kerja jadi saya
juga yang mengurus mama ke rumah kaka saya dari jam 8 pagi
sampai malam, itu benar-benar capek sekali. Dan saya memutuskan
untuk membawa mama tinggal sama saya karena kan saya tidak
bekerja, dan rumah saya juga lebih luas ada halaman kan mama saya
senang berkebun orangnya.”93
Dari hasil wawancara dengan informan DSP menunjukkan bahwa
informan mampu memutuskan secara mandiri hal yang baik untuk dirinya
dan juga ibunya. Dengan membuat keputusan untuk lansia tinggal
dirumahnya yang juga merupakan hasil dari evaluasi diri yang mana
informan merasa kurang optimal jika ibunya tinggal dirumah kakaknya,
93 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita
demensia. Jakarta, 21 November 2017.
80
informan akan merasa optimal jika ibunya tinggal dirumahnya karena Ia
tidak harus mondar-mandir kerumah kakaknya, dan merasa rumahnya cocok
untuk Ibunya yang suka berkebun. Disisi lain, informan hanya sebagai ibu
rumah tangga berbeda dengan kakaknya yang memiliki tanggung jawab
untuk bekerja. Hal ini dapat dikatakan bahwa informan mampu memiliki
aspek otonomi karena selain mampu dalam membuat keputusan, informan
juga mampu menunjukkan kemandiriannya dalam bertindak dan tidak
bergantung pada orang lain. Hal ini juga senada dengan informan EHP yang
mengungkapkan :
“Kalo untuk perawatan ke bapak, ibu biasanya gapernah berdiskusi
dengan anak-anak karena kan anak-anak jauh, ibu di rumah hanya
berdua dengan suami tanpa pembantu rumah tangga juga.. jadi
perawatan semua keputusan ibu yang mutusin.”94
Dari hasil wawancara diatas, informan mampu hidup mandiri dengan
merawat suami penderita demensia tanpa bergantung dengan anak-anaknya.
Hal ini menunjukkan informan mampu mengatur kegiatannya secara
mandiri, tidak bergantung pada orang lain perihal keputusan yang ia buat.
Dengan rumah anak-anaknya yang jauh dari rumah informan maka hal ini
menuntut informan untuk membuat keputusannya secara mandiri dalam
proses perawatan yang diberikan kepada suami. Informan juga mampu
menolak tekanan sosial terkait proses perawatan demensia, ia
mengungkapkan bahwa :
94 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita
demensia. 11 Desember 2017.
81
“Kalaupun ada yang berpandangan negatif terhadap ibu ketika proses
perawatan ke bapak, ya mereka kan hanya melihat dari luarnya aja..
mereka gatau apa yang ada didalamnya.. jadi ya biarin aja kalo ada
yang seperti itu.”95
Berdasarkan ungkapan informan tersebut terlihat bahwa informan
mampu mengabaikan tekanan sosial untuk melakukan perawatan demensia.
hal ini menunjukkan bahwa informan memiliki aspek otonomi yang baik
dalam kegiatannya melakukan perawatan kepada suami penderita demensia.
Begitupun dengan informan EH yang harus merawat ibunya yang lansia
penderita demensia secara mandiri. Dalam wawancaranya Ia
mengungkapkan bahwa :
“Ya biasanya aku sih. Kalo untuk harus ke dokternya kapan.. perlu ga
nih dikasih obat penenang.. ya kalo aku sih engga karena menurut aku
pas bangun malah semakin parah arogannya.. walaupun temen-temen
di Alzi juga nyuruh tetep dikasih itu obat, tapi menurut aku sih gausah
juga gapapa.. karena aku juga saat itu kan nganalisa juga ya.. trial
trial.. ngeliat bedanya dikasih obat itu sama engga.. dan ternyata
waktu itu mendingan gadikasih obat.. jadinya aku gakasih obatnya..
tapi berdampaknya sekarang, karena aku gakasih obatnya mama ku
jadi cepet ke tingkat yang lebih parah.. salah aku juga sih tapi yaudah
mau gimana lagi.. ya aku jadi tau sih. Tapi biasanya tuh aku diskusi
juga sama papa cuma kalo papa juga biasanya nyerahinnya ke aku..
kalo kaka kaka aku ya paling cuma transfer ajalah duitnya
hahahaha”96
Dari hasil wawancara diatas informan dapat menunjukkan
kemandiriannya, dan kemampuan untuk mengatur diri sendiri serta
95 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita
demensia. 11 Desember 2017. 96 Wawancara pribadi dengan Informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Jakarta, 15 Desember 2017.
82
melakukan evaluasi dari dalam diri. Hal ini ditunjukkan pada saat informan
mampu menolak tekanan sosial dari lingkungannya untuk membuat
keputusan dalam merawat lansia tanpa bergantung dengan saran orang lain.
Walaupun terjadinya kesalahan dalam perawatan lansia namun informan
mampu mengintrospeksi diri atas apa yang telah diperbuatnya. Dengan kata
lain informan mampu melakukan evaluasi diri dengan standar dirinya.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa para informan sudah memiliki
aspek otonomi yang baik dengan upayanya dalam berpegang teguh pada
pendiriannya, mampu mengevaluasi dirinya berdasarkan standar personal
dan mampu menolak tekanan sosial dari lingkungannya serta tidak
bergantung dengan pendapat orang lain selama melakukan pelayanan
perawatan terhadap lansia dengan demensia.
4. Penguasaan Lingkungan
Penguasaan Lingkungan (Enviromental Mastery) merupakan
kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang
sesuai dengan diri sendiri dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri.
Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai
kemampuan dalam menghadapi kejadian di luar dirinya seperti mampu
untuk mengendalikan keadaan sehingga sesuai dengan kepribadian atau nilai
83
pribadi yang dianut dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri secara
kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental.97
Family caregiver yang ikut dalam Yayasan Alzheimer Indonesia ini
atau organisasi lain merupakan salah satu keadaan dimana family caregiver
harus mampu mengendalikan keadaan lingkungan agar sesuai dengan
kepribadiannya dan nilai pribadi yang dianut agar tetap mampu
mengembangkan diri sendiri secara kreatif melalui aktifitas baik fisik
maupun mental. Upaya untuk mengendalikan lingkungan terpapar dalam
wawancara dengan informan SC yang mengungkapkan bahwa :
“Cuma Alzi aja komunitas yang aku ikutin.. ya aku ikut Alzi juga
karena aku pengen tau lebih dalam tentang demensia.. Kalau di Alzi
aku banyak tanya aja.. ini itu aku tanyain.. dan jadinya aku dikasih tau
obatnya, ngatur waktu, pola hidup, terapinya.. banyak sih jadi ya
sangat ngebantu aku untuk merawat mama aku.. dan aku juga jadi tau
lebih dalam tentang penyakit dimensia, supaya nantinya berguna buat
aku terapin ke mama.”98
Dari penuturan informan SC menunjukkan bahwa dengan memilih ikut
komunitas Alzi saja yang berarti Ia mampu memilih lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhannya dan mampu mengembangkan diri dalam mempelajari
penyakit demensia yang berguna untuk penerapannya kepada ibunya
penderita demensia. Penguasaan lingkungan yang baik dapat dilihat dari
sejauh mana individu dapat mengambil keuntungan dari peluang-peluang
97 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 98 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.
84
yang ada di lingkungannya.99 Sama hal nya dengan informan EH sebagai
berikut :
“Ya aku biasanya kalo ikut-ikut perkumpulan gitu ya yang menurut
aku penting buat aku, karena kan aku juga gapunya banyak waktu free
kalo buat ikut yang gaterlalu penting.. aku harus kerja dan juga
ngerawat mama ku. Ya makanya aku cuma ikut Alzi aja karena ya tadi
dari segi knowledge tadi.. ya sama itu sih sama sharing itu ya di Alzi..
dengan cerita, ngobrol, even cuma whatsappan doang aku seneng
banget karena kaya aku tuh butuh sharing.. entah itu sharing feeling
atau sharing info kaya cara ngerawatnya jadi aku bisa lebih tau
sekarang”100
Dari hasil wawancara dengan informan EH diatas, informan ini
menunjukkan penguasaan lingkungan dengan cara memilih lingkungannya
yang menurutnya berguna dan baik untuk dirinya sendiri atau nilai pribadi
yang dianut. Selain itu juga berguna untuk perkembangan diri dalam
mendalami pengetahuannya mengenai penyakit demensia. Hal ini juga
menunjukkan bahwa informan mampu mengambil keuntungan dari peluang-
peluang yang ada didalam lingkungannya. Selain itu, terlihat bahwa adanya
dukungan sosial yang dirasakan oleh informan dalam keikutsertaannya di
Yayasan Alzheimer Indonesia. Individu yang baik dalam aspek ini dapat
mengenali kebutuhan personalnya dan juga merasa mampu untuk berperan
99 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Jakarta, 15 Desember 2017. 100 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita
demensia. Jakarta, 15 Desember 2017.
85
aktif dalam mendapatkan apa yang diinginkan dari lingkungannya.101 Senada
dengan pernyataan tersebut informan EHP juga mengungkapkan bahwa :
“Kebetulan di gereja ibu dipercaya jadi pengurus acara natal tahun
ini.. karena kan emang ibu orangnya mau buat ngebantu ya jadi ibu
masih aktif di acara acara gereja ibu.. makanya sekarang sampe tahun
baru nih ibu banyak tugas dari gereja.. menurut ibu kita sebagai
manusia itu harus berkegiatan walaupun ibu udah tua, puji tuhan ibu
masih bisa dan ibu senang melakukannya karena masih bisa
beraktifitas dan menyumbangkan tenaga ibu untuk gereja.. dengan ibu
berkontribusi ini semoga di berkati Tuhan.”102
Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa dengan informan
aktif berkontribusi dan mau membantu lingkungan gerejanya, informan
mampu mengembangkan diri dan mampu mengendalikan keadaan di
lingkungannya sehingga lingkungannya merasa percaya kepada informan.
Dengan informan berharap mendapatkan pahala dari tuhan hal ini
menunjukkan bahwa informan mampu bersikap dan mampu berperan aktif
dalam mengambil peluang atau keuntungan dari kegiatannya tersebut.
Begitupun dengan informan DSP yang mengungkapkan bahwa :
“Aku tuh orangnya seneng bergaul hahaha kaya misalnya di Alzi ya..
aku masih aktif si Alzi.. dengan kita sharing kita jadi banyak temen,
banyak kawan seperjuangan, nambah pengetahuan.. banyak sih
dampak positifnya di Alzi tuh.. Pernah waktu itu orang-orang Alzi
dateng rame-rame ke rumah pas mama ulang tahun. Ya itu yang bisa
kita lakukan, mama kalo dibawa keluar gitu udah gakuat.”103
101 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 102 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita
demensia. 11 Desember 2017. 103 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita
demensia. Jakarta, 21 November 2017.
86
Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan mampu
menguasai lingkungannya sesuai dengan kepribadiannya. Hal ini juga
didukung dari hasil observasi peneliti saat datang ke acara caregivers
meeting di Alzi, peneliti melihat adanya keaktifan informan dalam bergaul
dengan semua orang dan partisipasinya dalam menyumbangkan makan siang
untuk para peserta. Hal ini membuktikan bahwa informan mampu berperan
aktif menciptakan konteks yang sesuai dengan nilai pribadi. Kemudian
informan juga mampu mendapatkan apa yang diinginkan atau dibutuhkan
yang mana informan bisa mendapatkan banyak pengetahuan dan dampak
positif dari lingkungannya.
Gambar 1.5: Family Caregiver
Informan DSP merupakan family caregiver yang berusia 62 tahun
namun masih aktif dalam mengembangkan kemampuannya dalam
merawat ibunya yang mengalami demensia.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
87
Sesuai dengan pernyataan Ryff yang mengungkapkan bahwa
penguasaan lingkungan merupakan keterikatan yang aktif terhadap
lingkungan agar seseorang mencapai apa yang diinginkan atau
dibutuhkan.104 Dengan demikian berdasarkan penuturan para informan
tersebut dapat dikatakan bahwa dalam aspek penguasaan lingkungan ini
mereka berupaya untuk dapat mengendalikan lingkungannya agar sesuai
dengan kepribadian atau kebutuhannya yang mana mereka juga mampu
menyikapi dalam mengambil keuntungan dari kegiatannya tersebut. Selain
itu adanya dukungan sosial yang dirasakan oleh para informan dalam
keikutsertaannya di Yayasan Alzheimer Indonesia.
5. Tujuan Hidup
Tujuan Hidup (Purpose In Life) merupakan keyakinan bahwa individu
memiliki tujuan hidup dan makna dalam hidupnya. Adanya tujuan yang
ingin dicapai serta mengetahui arah yang ingin dituju juga merupakan ciri-
ciri dari tujuan hidup. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam
dimensi ini mempunyai arah hidup dan memiliki target yang ingin dicapai,
memegang kepercayaan yang memberikan tujuan untuk hidup.105 Selaras
dengan ciri-ciri diatas, dengan merawat lansia penderita demensia
104 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 105 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081
88
memberikan family caregiver mempunyai tujuan yang ingin diraih seperti
halnya informan DSP :
“Saya ingin anak-anak saya jadi orang sukses semua dan mama juga
sehat baik-baik ajaa.. ngerasa nyaman selama aku yang urus.
Makanya saya usahakan untuk memberikan yang terbaik buat mereka,
saya juga harus bisa ngasih semangat buat anak-anak dan juga ngasih
kebahagiaan buat mereka termasuk mama ya..”106
Dari hasil wawancara dengan informan DSP, terlihat bahwa informan
ini memiliki harapan atau tujuan yang ingin ia capai. Dengan harapannya
yang ingin ia capai maka membuatnya berupaya untuk bisa memberikan
yang terbaik kepada anggota keluarganya termasuk ibunya yang demensia.
Hal ini juga selaras dengan informan SC yang mengungkapkan bahwa :
“Kalo harapan aku.. aku pengen ngasih yang terbaik jangan sampe
mama aku kenapa-napa.. makanya aku selalu cek kondisinya dia ke
dokter..dan aku tetep usahain untuk didepan mama aku selalu kasih
mood happy supaya keadaan emosinya juga kebawa happy.. jadi ajak
ketawa aja.. dan kalo aku berhadapan sama mama ya aku harus
pasang muka ceria.. kaya “Hallooo mamaa” jadi walaupun aku lagi
stress atau apa ya sebisa mungkin aku harus ceria di depannya.. jadi
mood yang kita bawa, dia bakal ikut kebawa happy..”107
Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan memiliki
tujuan hidup dalam merawat ibunya yang demensia. Dengan informan yang
ingin menjaga kesehatan fisik dan mental ibunya, informan berusaha untuk
memberikan perawatan terbaik dengan terus membawa ke dokter untuk
mengecek kondisinya dan juga memberikan keceriaan kepada ibunya agar
106 Wawancara pribadi dengan informan DSP, sebagai family caregiver Ibu penderita
demensia. Jakarta, 21 November 2017. 107 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.
89
kesehatan mental tetap terjaga. Hal ini juga didukung dari hasil observasi
yang melihat bahwa pada saat wawancara, informan juga mengajak ibunya
berada disampingnya untuk ikut berbincang dengan peneliti. Dan selama
wawancara berlangsung, informan selalu memberikan selingan waktu untuk
mengajak ibunya ngobrol dan tertawa.
“Jadi kalo saya ke mama tuh, saya suka ajak ngobrol.. dan kalo
ngajak ngobrol tuh gitu.. sambil ketawa. Ya walaupun dia kadang
gangerti “Ini apasih yang lagi dibicarain” tapi dibikin ketawa aja
hahaha”108
Hal ini merupakan bukti bahwa dalam hidupnya, informan mempunyai
tujuan dalam kehidupan sehari-harinya yang mana informan ingin selalu
berusaha untuk dapat memberikan perawatan yang terbaik tidak hanya
kesehatan fisik tetapi kesehatan mental ibunya juga tetap terjaga. Individu
yang mampu memandang kehidupan sehari-harinya sebagai pemenuhan
suatu tujuan, maka mereka akan memandang pribadinya sebagai sesuatu
yang berarti.109 Sama halnya dengan ungkapan informan AW dalam
wawancaranya :
“Pokoknya saya ingin istri saya itu sehat.. saya sangat tidak mau
kalau sampai istri saya masuk rumah sakit. jadi tujuan saya cuma
saya ingin saya bisa sehat supaya saya bisa ngurus istri saya.
Makanya saya juga harus sehat bahkan saya tidak mau kalau sampai
108 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Tangerang Selatan, 3 Desember 2017. 109 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081
90
saya meninggal duluan.. karena saya takut istri saya tidak ada yang
bisa ngurus..”110
Dari hasil wawancara tersebut maka dapat dikatakan bahwa informan
memiliki tujuan hidup yang mana informan memiliki kepercayaan yang
memberikan tujuan dalam kehidupannya yaitu seperti menjaga kesehatannya
agar ia bisa bersama dan tetap merawat istrinya karena informan percaya
bahwa hanya dialah yang mampu mengurus istrinya yang demensia. Dalam
aspek ini individu yang memiliki perasaan bahwa hidupnya berarti adalah
individu yang mempunyai target, cita-cita, atau saran yang jelas dan merasa
bahwa baik kehidupannya dimasa lalu maupun sekarang adalah kehidupan
yang berarti.111 Hal ini juga selaras dengan yang diungkapkan oleh informan
EH dalam wawancaranya sebagai berikut :
“Pengen berusaha yang terbaik aja sih maksudnya kaya gimana gue
bisa ngasih kualitas perawatan yang baik.. sebisa mungkin.. tp gue
tetep ngelanjutin masa depan gue juga karena gue sempet di level
yang “gila gue gatau lagi harus ngapain.. gue ngurusin mama aja deh
gue gakerja..” tapi ternyata ya finansial itu tadi.. jadi ya gue kerja
untuk masa depan dan disamping itu gaji gue selain buat kehidupan
sehari-hari tapi juga buat perawatan ke mama ku. Jadi ya tetep easy
going tapi tetep harus punya masa depan tapi jangan jadi anak
durhaka juga hahaha.”112
110 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita
demensia. Jakarta, 28 November 2017. 111 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 112 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita
demensia. Jakarta, 15 Desember 2017.
91
Berdasarkan dari wawancara dengan informan diatas menunjukkan
bahwa informan juga memiliki tujuan yang ingin dicapai. Dengan informan
memiliki tujuan dalam meraih kesuksesan dan juga memberikan perawatan
yang terbaik kepada ibunya, membuat informan berusaha banting tulang
dalam menafkahi keluarga termasuk biaya perawatan ibunya yang menderita
penyakit demensia. Hal ini juga menunjukkan adanya status sosial ekonomi
yang dapat mempengaruhi informan dalam kesejahteraan psikologisnya
selama merawat lansia penderita demensia. Dengan demikian dalam aspek
ini para informan memiliki kebermaknaan dalam hidup yang dijalaninya,
memiliki tujuan yang ingin dicapai dan mengetahui arah yang ingin dituju
disertai usahanya dalam mencapai tujuan tersebut.
6. Pertumbuhan Pribadi
Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth) merupakan kemampuan
untuk mengembangkan potensi diri dan terus berkembang secara positif
sehingga menjadi individu yang berfungsi secara penuh baik sosial maupun
psikologis. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini
mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai
sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat dalam dirinya,
dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke
waktu. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan
untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap
92
pengalaman atau hal-hal baru. Dimensi ini dibutuhkan oleh seseorang agar
dapat berfungsi optimal secara sosial dan psikologis.113
Begitupun dengan family caregiver yang merawat lansia penderita
demensia. Jika individu memiliki rasa keterbukaan dengan pengalaman baru
maka proses caregiving ini dapat melatih kemampuan family caregiver
dalam mengembangkan potensi diri secara positif sehingga menjadikan
family caregiver memiliki keberfungsian sosial dan psikologis. Hal ini
ditunjukkan oleh informan AW sebagai berikut :
“Saya bisa tau cara-cara menghadapi atau merawat lansia demensia
itu dari Alzi.. saya ngurus istri saya begini ya saya pikir ini latihan
saya buat lebih melatih kesabaran, lebih tawakal, dan ikhlas juga
jadinya.. karena kan kelemahan saya itu emosian.. jadi saya suka
gabisa tahan emosi kalau istri saya bertingkah aneh tapi udah jarang
sih.. lebih sering saya masih bisa tahan kalau sekarang-sekarang.”114
Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan mengalami
perubahan positif dalam dirinya selama merawat istrinya penderita
demensia. Perubahan positif tersebut membuatnya lebih ke arah yang lebih
baik lagi dalam mengontrol emosionalnya dibandingkan dengan yang
sebelumnya serta. Dengan begitu informan dapat dikatakan mampu
merasakan adanya perubahan positif yang terus berkembang pada dirinya
dengan membandingkan perilakunya dimasa lalu.
113 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 114 Wawancara pribadi dengan informan AW, sebagai family caregiver istri penderita
demensia. Jakarta, 28 November 2017.
93
Gambar 1.5: Family Caregiver dan Lansia Dengan Demensia
Informan AW yang menghadapi dengan sabar dalam merawat istrinya
penderita demensia.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Begitupun dengan informan EHP yang mengungkapkan bahwa :
“Ibu belajar memahami suami dan berusaha ikhlas dan sabar dalam
menjalani melihat kondisi bapak yang terkena demensia.. ibu juga
belajar dari pengalaman orang lain teman-teman di Alzi.. supaya ibu
bisa memberikan perawatan yang terbaik buat bapak.. dengan kita
melihat dan tau kasus-kasus yang udah pernah kita temuin dan juga
kasus-kasus yang orang lain alami, dengan itu ibu bisa tau celah-
celah dan jalan terbaik untuk perawatan kepada bapak.”115
Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan mau untuk
belajar menjadi lebih baik lagi untuk perawatan kedepannya. Dengan kata
lain informan mempunyai sifat keterbukaan akan hal-hal baru yang
membuatnya terus berkembang dari waktu ke waktu. Adanya keberlanjutan
115 Wawancara pribadi dengan informan EHP, sebagai family caregiver suami penderita
demensia. 11 Desember 2017.
94
dalam mengembangkan dan menghadapi berbagai tantangan dan tugas baru
dalam kehidupannya merupakan karakteristik dari pertumbuhan pribadi.116
Hal ini juga selaras dengan ungkapan yang dilontarkan dari informan SC
sebagai berikut:
“Aku awalnya gatau kalo demensia begitu.. cuma pas aku tau cara
ngadepinnya gimana ya aku jadi tau sendiri hal apa yang harus aku
lakukan buat mamaku.. aku eksplor aja hal yang belum aku tau..
jadinya aku jadi harus sabar.. nurutin apa yang dia mau walaupun itu
aneh ya aku biarin aja nantinya juga lama-lama dia lupa lagi.. dan
disaat dia udah lupa sama keinginannya dia, aku ajak ngobrol aku
tawarin hal lain supaya dia gabahas lagi yang tadi.. ya jadi lebih
ngerti juga karena saling sharing sesama caregiver.. samasama punya
orangtua dengan demensia.. ya aku sekarang udah enjoy enjoy aja
sih.”117
Dari penuturan informan SC terlihat bahwa informan ini dapat
mengembangkan potensi diri yang positif selama merawat ibunya seorang
penderita demensia. Hal ini menunjukkan bahwa informan mampu berusaha
mengembangkan pertumbuhan pribadinya dari sebelum informan
mengetahui cara yang tepat untuk perawatannya, sampai akhirnya ia benar-
benar tahu dan dapat menguasainya. Dalam hal ini informan mampu terus
mengembangkan keterampilannya dalam proses perawatan lansia demensia.
Sama halnya dengan informan EH :
“Aku sih lebih ke yang cari tau cara merawat, pola hidup yang baik ya
googling googling gitu.. terus nambah tau dari Alzi juga.. dari yang
116 Carol D. Ryff, “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 53 No. 6, (1989): h.
1069-1081 117 Wawancara pribadi dengan informan SC, sebagai family caregiver Ibu penderita demensia.
Tangerang Selatan, 3 Desember 2017.
95
sebelumnya kita gatau kita jadi tau.. yang taunya cuma itu, jadi makin
lebih tau lagi.. kaya “ohh ternyata Alzheimer itu beneran ada ya”
“ohh pikun itu ternyata gaboleh diremehin..” gitu hahaha terus
dengan ngurus Alzheimer kan kita jadi lebih sabar, lebih mau
mencoba apapun buat cari jalan keluarnya.. manage waktu manage
stress.. bayangin aja gue baru kelar kuliah tiba-tiba mama di diagnosa
Alzheimer hahaha”118
Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa informan ini
memiliki keinginan untuk mau terus mengembangkan keterampilannya atau
potensi dirinya yang mana informan melakukannya dengan cara
mengeksplor informasi-informasi terkait perawatan untuk demensia. Selain
itu informan juga memiliki keinginan dalam mencoba tantangan dalam
mencari tahu jalan keluar dari permasalahannya tersebut. Dengan begitu para
informan ini sudah bisa dikatakan memiliki aspek dalam pertumbuhan
pribadi yang mana informan mampu mengembangkan potensi dirinya dan
sadar akan perubahan positifnya dari waktu ke waktu serta memiliki
keterbukaan terhadap pengalaman atau hal-hal baru dalam kehidupannya.
Dalam hal ini juga ditunjukkan dengan adanya kepribadian yang baik
sehingga dalam proses pengembangan potensi diri dilakukan dengan
antusias selama merawat lansia penderita demensia.
118 Wawancara pribadi dengan informan EH, sebagai family caregiver Ibu penderita
demensia. Jakarta, 15 Desember 2017.
96
C. Hasil Analisis Kesejahteraan Psikologis Family Caregiver
Dari analisis hasil wawancara, yang didukung dengan hasil observasi dan
studi dokumentasi yang telah dipaparkan diatas, menunjukkan bahwa family
caregiver yang merawat pasangan atau orangtuanya yang telah lansia penderita
demensia memiliki gambaran kesejahteraan psikologis yang berbeda-beda dalam
merawat lansia penderita demensia. Adapun upaya yang dilakukan oleh Yayasan
Alzheimer Indonesia yaitu mengadakan kegiatan Caregivers Meeting setiap bulannya
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup orang dengan demensia dan juga keluarga
sebagai perawat (family caregiver) orang dengan demensia di Indonesia. Dalam
kegiatan Caregivers Meeting, informan diberikan dukungan dan informasi berbagai
topik tentang bagaimana cara merawat dan menghadapi lansia penderita demensia.
Informan juga mendapatkan terapi guna mengendalikan dan mengurangi stres yang
dialaminya selama merawat lansia dengan demensia.
Dalam setiap aspek kesejahteraan psikologis, informan mampu
menyeimbangkannya dengan kehidupan yang sedang dijalaninya, terutama perannya
sebagai family caregiver lansia dengan demensia. Pada informan SC yang
menunjukkan adanya penerimaan diri yang mampu menerima keadaan dirinya yang
harus merawat ibunya penderita demensia dan mampu berfikir positif dalam
memaknai kehidupan yang ia jalani sebagai ibu rumah tangga, pekerja karyawan
swasta dan juga sebagai family caregiver. Informan AW yang aktif dalam kegiatan
lingkungan sosial dan mampu dalam menjaga hubungan tali silaturahmi
menunjukkan adanya hubungan positif dengan orang lain. Informan EHP yang
97
menunjukkan adanya aspek otonomi yang mana ia mampu mengatur kegiatan sehari-
harinya secara mandiri serta tidak bergantung pada orang lain dan mampu menolak
tekanan sosial perihal keputusan yang ia buat dalam proses merawat suaminya yang
mengalami demensia. Informan DSP yang mampu berperan aktif dalam menciptakan
lingkungannya sesuai dengan kepribadiannya dan mampu mengambil keuntungan
dalam mengembangkan diri terkait perawatan kepada lansia demensia menunjukkan
adanya penguasaan lingkungan. Informan EH yang mau berusaha banting tulang
dalam meraih kesuksesan dan juga menafkahi keluarga termasuk biaya perawatan
ibunya yang menderita penyakit demensia menunjukkan adanya tujuan hidup.
Kemudian para informan menunjukkan adanya aspek pertumbuhan pribadi yaitu
dalam upayanya mengembangkan potensi diri ke arah yang lebih positif dengan
adanya kemauan dalam mencoba pengalaman atau hal-hal baru untuk mengeksplor
potensi dirinya lebih dalam, serta sadar adanya perubahan positif dalam dirinya dari
waktu ke waktu selama merawat lansia dengan demensia.
Hal ini juga didukung dengan adanya pendekatan spiritual yang dilakukan
family caregiver yang mana spiritualitas merupakan salah satu faktor dari
kesejahteraan psikologis sehingga individu dapat memaknai hidupnya dengan bijak.
Selain itu, adanya aktivitas sosial seperti aktif dalam pertemuan di Yayasan
Alzheimer Indonesia sehingga adanya pemahaman informasi tentang cara perawatan
yang baik dalam menghadapi lansia dengan demensia yang diberikan oleh Alzheimer
Indonesia dalam kegiatannya yakni Caregivers Meeting serta adanya dukungan sosial
yang dirasakan oleh para informan. Melihat pada pernyataan diatas, hal ini
98
menunjukkan family caregiver di Yayasan Alzheimer Indonesia mempunyai upaya
yang dilakukan dalam menjaga kesejahteraan psikologis selama merawat lansia
dengan demensia.
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya meningkatkan kesejahteraan
psikologis family caregiver di Yayasan Alzheimer Indonesia (Alzi) dapat
disimpulkan bahwa adanya upaya yang dilakukan Yayasan Alzheimer Indonesia yang
mempengaruhi kesejahteraan psikologis family caregiver selama proses perawatan
lansia dengan demensia yaitu menyelenggarakan program kegiatan Caregivers
Meeting setiap satu bulan sekali. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan
kapasitas family caregiver yang merawat ODD.
Dalam kegiatan caregivers meeting, family caregivers bisa saling berbagi
pengalaman dengan sesama family caregiver lainnya sehingga adanya hubungan
sosial yang terjalin dengan baik dan dukungan sosial yang diterima satu sama lain.
Selain itu, di dalam kegiatan caregivers meeting ini tidak hanya materi saja yang
diberikan tetapi juga memberikan berbagai terapi guna mengurangi stress yang
dialami family caregiver selama merawat lansia penderita demensia. Dari kegiatan
caregivers meeting ini family caregiver dapat memperdalam pengetahuan dan
keterampilannya dalam merawat lansia dengan demensia dengan cara berkonsultasi
langsung dengan para ahli yang beragam di setiap waktunya sehingga family
caregivers mengetahui bagaimana cara merawat dan menghadapi lansia penderita
demensia dengan baik tanpa merasa stres ketika berhadapan dengan anggota keluarga
100
yang mengalami Alzheimer atau Demensia. Dengan melakukan interaksi sosial
dengan orang lain, terutama dengan sesama family caregiver, kemudian dengan
adanya terapi dan juga ilmu pengetahuan yang didapat maka hal ini akan
mempengaruhi kesejahteraan psikologis yang mana family caregiver dapat menerima
dirinya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, memiliki kemandirian diri,
memiliki kemampuan dalam penguasaan lingkungan, dan memiliki tujuan dalam
hidupnya serta mampu mengembangkan potensi dirinya selama merawat lansia
dengan demensia.
B. Saran
Dari hasil analisis dan pengamatan peneliti tentang upaya meningkatkan
kesejahteraan psikologis family caregiver di Alzheimer Indonesia, peneliti
memberikan saran sebagai berikut:
a. Saran Akademis
1. Memberikan kontribusi terhadap family caregiver dalam bidang
kehidupan bermasyarakat.
2. Memperkaya penelitian kesejahteraan sosial tentang pengasuh yang
merawat lansia dengan demensia.
b. Saran Praktis
1. Memperluas jangkauan informasi tentang kesejahteraan psikologis family
caregiver
2. Mendukung program-program Alzi terkait dengan kesejahteraan
psikologis family caregiver dan lansia penderita Alzheimer/Demensia.
101
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Jurnal, Skripsi :
Adi, Isbandi Rukminto. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Dasar-Dasar Pemikiran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Ayuningputri, Novia dan Maulana, Herdiyan. “Persepsi Akan Tekanan Terhadap
Kesejahteraan Psikologis Pada Pasangan Suami-Istri Dengan Stroke.” Jurnal
Psikologi Integratif, Vol. 2 No. 2 (Desember 2014): h. 27-34.
Barrow, Georgia M. Aging, The Individual and Society, 6th ed. Amerika: West
Publishing Company, 1996.
Brosur Profil Yayasan Alzheimer Indonesia
Clark, Michele C. dan Diamond, Pamela M. “Depression in Family Caregivers of
Elders: A Theoretical Model of Caregiver Burden, Sociotropy and Autonomy.”
Research in Nursing and Health, Vol. 33 (2010): h. 20-34.
Daulay, Nanda Masraini. “Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga Sebagai
Caregiver Dalam Merawat Pasien Stroke di Rumah.” Tesis S2 Fakultas
Keperawatan, Universitas Sumatera Utara, 2014.
Dhewi, Rossy R.K. “Kebutuhan Caregiver Dalam Merawat Lansia Dengan Demensia
di Panti Werdha Kota Semarang.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran, Universitas
Diponegoro, 2017.
Djumhana, Bastaman Hanna. Logoterapi. Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup
dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Ghoniyah, Zulifatul dan Savira, Siti Ina. “Gambaran Psychological Well-Being Pada
Perempuan Yang Memiliki Anak Down Syndrome,” Jurnal Penelitian
Psikologi, Vol. 3 No. 2 (2015): h. 1-8.
Himmah, Faiqotul. “Hubungan Religiusitas Dengan Kesejahteraan Psikologis.”
Skripsi S1 Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, 2015.
102
Kasiram, Moh. Metodologi Penelititian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan
Penguasaan Metodologi Penelitian. Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Maleong, Lexy. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2002.
Martono, Hadi dan Pranarka, Kris. Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2010.
McKenry, Patrick C. dan Price, Sharon J. Families and Change: Coping With
Stressful Events and Transition, 3rd ed. Amerika: Sage Publications, 2005.
Milligan, Christine. “Caring For Older People in New Zealand: Informal Carers’
Experiences of the Transition of Care from the Home to Residential Care.”
Institute for Health Research Lancaster University (2004): h. 75-84.
Muharyani, Putri W. “Demensia dan Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
(Aks) Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Inderalaya.” Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Vol. 1 No.1, (2010): h. 20-27.
Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta,
2007.
Pinquart, Martin dan Sorenson, Silvia. “Influences of Socioeconomic Status, Social
Network and Competence on Subjective Well-Being in Later Life: A Meta-
Analysis.” Journal Psychology and Aging, Vol. 15 No. 2 (2000): h. 187-224.
Putri, Yossie S.E. “Prediktor Beban Merawat dan Tingkat Depresi Caregiver Dalam
Merawat Lanjut Usia Dengan Demensia di Masyarakat.” Jurnal Ners, Vol. 8
No. 1 (April 2013): h. 88-97.
Ramos, Raddy L. “In The Eye of The Beholder: Implicit Theories of Happiness
Among Filipino Adolescents.” Philippine Journal of Counseling Psychology,
Vol. 9 No. 1 (2007): h. 96-127.
Ryff, Carol D. “Happiness Is Eveything, or Is It? Explorations On The Meaning of
Psychological Well-Being.” Journal of Personality and Social Psychology, Vol.
53 No. 6 (1989): h. 1069-1081.
Ryff, Carol D. dan Keyes, Corey L.M. “The Structure Of Psychological Well-Being
Revisited.” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69 No.4 (1995):
h. 719-727.
103
Ryff, Carol D. dan Singer, Burton. “From Social Structure to Biology: Integrative
Science in Pursuit of Human Health and Well-Being.” Dalam C. R. Synder dan
S. J. Lopez, ed. Handbook of Positive Psychology. Oxford: Oxford University
Press, 2002: h. 541-555.
Ryff, Carol D. dkk. “Forging Macro-Micro Linkages in The Study of Psychological
Well-Being.” Dalam Carol D. Ryff dan V.W. Marshall, ed. The Self and Society
in Aging Processes. New York: Springer Publishing Company, 1999: h. 247-
278.
Sarwendah, Endah. “Hubungan Beban Kerja Dengan Tingkat Stress Kerja Pada
Pekerja Sosial Sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
DKI Jakarta.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Sukmarini, Natalingrum. “Optimalisasi Peran Caregiver Dalam Penatalaksanaan
Skizofrenia.” Majalah Psikiatri XLII: Indonesian Psychiatric Quarterly, Vol. 1
(2009): h. 58-61.
Tantono, Siregar H. dan Siregar, Hassan Z. “Beban Caregiver Lanjut Usia Suatu
Survey Terhadap Caregiver Lanjut Usia di Beberapa Tempat Sekitar Kota
Bandung,” Majalah Psikiatri: Indonesian Psychiatric Quarterly, Vol. 4 (2006):
h. 32-33.
Taylor, Shelley E. dkk. Psikologi Sosial, 12th ed. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009.
Timonen, Virpi. “Toward an Integrative Theory of Care: Formal and Informal
Intersections.” Dalam J. Mancini dan K. A. Roberto, ed. Pathways of Human
Development: Explorations of Change. Plymouth: Lexington Books, 2009: h.
307-308.
Turner, R. Jay. “Social Support as Contingency in Psychological Well-Being.”
Journal of Health and Social Behavior, Vol. 22 No. 4 (1981): h. 357-367.
Wang, Xiaoyun dan Kanungo, Rabindra N. “Nationality, Social Network and
Psychological Well-Being: Expatriates in China.” International Journal of
Human Resource Management, Vol. 15 No. 4 (2004): h. 775-793.
Warr, Peter. “Job and Jobs Holders: Two Sources of Happiness an Unhappiness,”
Institute of Work Psychology University of Sheffield, Vol. 34 No. 2 (2011): h. 1-
13.
104
Widyastuti, Rita Hadi. dkk. “Gambaran Beban Keluarga Dalam Merawat Lansia
Dengan Demensia di Kelurahan Pancoranmas, Depok, Jawa Barat: Studi
Fenomenologi.” Jurnal Ners Indonesia, Vol. 1 No. 2 (2011): h. 49-57.
Yuniarsih, Winda. “Pengalaman Caregiver Keluarga Dalam Konteks Asuhan
Keperawatan Pasien Stroke Tahap Paska Akut di RSUP Fatmawati.” Tesis S2
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, 2009.
Media Online:
Alzheimer’s Association, “Alzheimer’s Disease Facts and Figures: Includes a Special
Report on Disclosing a Diagnosis of Alzheimer’s Disease.” Artikel diakses
pada 3 November 2017 dari
https://www.alz.org/facts/downloads/facts_figures_2015.pdf
Alzheimer’s Disease International (ADI). “Dementia Statistics.” Artikel diakses pada
20 September 2017 dari https://www.alz.co.uk/research/statistics
Mustari, Andhie. dkk. “Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014.” Artikel diakses pada
24 Februari 2017 dari
http://www.bappenas.go.id/files/data/SumberDayaManusiadanKebudayaan
/Statistik%20Penduduk%20Lanjut%20Usia%20Indonesia%202014.pdf
PT. Cakrawala Media Pratama. “Lansia Terlantar, Dibawa ke Panti Jompo,” artikel
diakses pada 29 April 2017 dari http://www.cakrawalamedia.co.id/lansia-
terlantar-dibawa-ke-panti-jompo/
Rizqo, Kanavino Ahmad. “Dinsos Jaksel Selamatkan Lansia yang Sempat Hilang di
Bintaro.” Artikel diakses pada 7 Oktober 2017 dari
https://m.detik.com/news/berita/d-3465043/dinsos-jaksel-selamatkan-lansia-
yang-sempat-hilang-di-bintaro
Supriyantoro, Budi. “Jumlah Lansia Terlantar di DKI Jakarta Capai 1.111 orang.”
artikel diakses pada 29 April 2017 dari
http://skalanews.com/detail/nasional/megapolitan/283378-Jumlah-Lansia-
Terlantar-di-DKI-Jakarta-Capai-1111-Orang
105
Wawancara :
Wawancara dengan ibu Tuty, Jakarta 7 Oktober 2017
Wawancara dengan informan DSP, Jakarta 21 November 2017
Wawancara dengan informan AW, Jakarta 28 November 2017
Wawancara dengan informan SC, Tangerang Selatan 3 Desember 2017
Wawancara dengan informan EHP, 11 Desember 2017
Wawancara dengan informan EH, Jakarta 15 Desember 2017
Wawancara dengan ibu dr. Tara, Jakarta 18 Januari 2018
WAWANCARA
IDENTITAS INFORMAN
Nama :
Jenis Kelamin :
Tempat tanggal lahir :
Usia :
Domisili :
Alamat :
Agama :
Pekerjaan :
Waktu dan Tempat :
DAFTAR PERTANYAAN
Caregiver
1. Apa hubungan anda dengan ODD?
2. Sudah berapa lama anda menjadi seorang caregiver?
3. Adakah hambatan dan tantangan yang anda alami selama merawat ODD?
4. Apakah ada anggota keluarga yang lain yang mengurus ODD selain anda?
5. Adakah perubahan emosional pada diri anda setelah menjadi caregiver
lansia demensia?
6. Bagaimana anda mengatasi perubahan emosional pada diri anda?
Kesejahteraan Psikologis
A. Penerimaan diri
1. Bagaimana perasaan anda ketika mengetahui anggota keluarga anda
menderita penyakit Demensia?
2. Bagaimana perasaan anda ketika anda harus merawat ODD?
3. Apakah anda menikmati peran anda sebagai seorang caregiver?
4. Bagaimana upaya anda dalam beradaptasi dengan keadaan baru ketika
mengetahui bahwa anggota keluarga anda menderita penyakit tersebut?
B. Hubungan Positif Dengan Orang Lain
1. Bagaimana hubungan anda dengan keluarga anda?
2. Pernahkah anda memiliki konflik internal dengan anggota keluarga
anda sendiri terkait dalam mengurus ODD?
3. Bagaimana hubungan anda dengan lingkungan sosial sekitar, misalkan
dengan tetangga?
4. Bagaimana cara anda dalam menjaga hubungan dengan keluarga
maupun dengan orang lain?
C. Otonomi
1. Bagaimana sikap anda dalam mengambil keputusan terkait dalam
merawat ODD?
2. Bagaimana upaya anda dalam mengatur tugas-tugas atau kegiatan
sehari-hari selama merawat ODD?
D. Penguasaan Lingkungan
1. Adakah komunitas/organisasi yang anda ikuti?
2. Adakah pengaruh dari organisasi yang anda ikuti tersebut terkait dalam
proses perawatan lansia?
3. Pernahkah anda mendapatkan kritikan/pandangan negatif dari orang
lain terkait cara anda dalam merawat ODD? Lalu bagaimana sikap anda
dalam menanggapi hal tersebut?
E. Tujuan Hidup
1. Adakah rencana kedepan untuk diri anda sebagai seorang caregiver?
2. Bagaimana upaya anda dalam mencapai tujuan tersebut?
F. Pertumbuhan Pribadi
1. Adakah kesalahan yang pernah anda lakukan dalam proses perawatan
ODD?
2. Bagaimana pandangan anda dalam menanggapi kesalahan tersebut?
3. Bagaimana upaya anda dalam mengembangkan keterampilan mengurus
lansia?
WAWANCARA
IDENTITAS INFORMAN
Nama : DSP
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 12 Desember 1955
Usia : 62 Tahun
Domisili : Jakarta Selatan
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Waktu dan Tempat : Kediaman Rumah Informan DSP, 21 November 2017
No. Pertanyaan Jawaban
1
Hubungan Ibu sama ODD
apa? Sebagai anak dari
ODD?
Iya saya anak, mamaku ODD..
2
Kira-kira ibu udah berapa
lama jadi seorang caregiver
bu?
Sejak September 2011. Jadi kan dia pernah hilang
selama 23 hari dari tanggal 6 september 2011. Kita
menemukan dia karena dia kena razia satpol pp
kemudian di salurkan oleh satpol pp di rumah
persinggahan lansia di jelambar, dan pihak jelambarnya
menghubungi kita karna kita memang menyebarkan info
orang hilang dll akhirnya kita ditelfon dan di jemputlah
di panti itu. Pada saat ketemu kita, dia benar2 tidak ingat
siapa saya. Dia tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi
dengan diri dia. Setelah tiga hari saya cek dia
keseluruhan medical maupun syaraf, dan dokter maula
tersebut memberi tahu bahwa ibu saya menderita
cognitive impairment dalam artian ingatannya sudah
mulai hilang. Sejak saat itu saya konsultasikan bersama
dengan seorang dokter Martina dialzaimer indonesia.
Dan dokter tersebut menjelaskan bahwa ibu saya
menderita dimensia. Nah dari situ saya tahu. Pantas saja
dulu kalo kita ngomong tuh sering berbantahan jadi
karna itu penyebabnya.
3
Ada ga sih hambatan atau
tantangan selama merawat
ODD?
Hambatannya pasti banyak ya, terutama sikap mama,
mungkin karena di dis-oriented ya. Dia gaktau siang
sama malem, dia suka nanya sama saya kalo lg duduk
gtu “ini pagi apa sore?” biarpun malam dia juga nanya
“ini pagi apa sore?” jadi mama saya itu gatau lagi ruang
dan waktu. Hambatanya yang lain juga dia cenderung
suka ngatur tapi ya kita ikutin aja maunya dia, yang
penting dia tenang nyaman. Cuma itu yang pada
dasarnya kita perlu mengerti dia. Hambatan yang lain
juga dia tidak bisa dipaksa, terutama soal mandi, dia
sangat sulit sekali disuruh mandi, dia selalu bilang
bahwa dia sudah mandi, atau dia gaenak badan, atau
juga badannya keringetan, pokoknya dia gamau mandi,
pernah sampai 2 minggu dia gamandi. Akhirnya saya
elap aja badannya dia. Tapi begitu dia mau mandi, dia
justru lama banget gamau berenti mandi, ga kelar kelar
mandinya. Selain itu, dalam hal komunikasi juga kita
harus punya kesabaran ekstra karena dia selalu nanya
berulang berpuluh puluh kali. Dan juga pernah suatu
saat saya kewalahan karena kan saya yang lebih banyak
mengurus ibu saya padahal saya punya 2 kaka
perempuan dan ada ponakan-ponakan saya juga banyak,
karena mungkin saya juga tidak bekerja berbeda dengan
kaka saya. Kaka saya selalu punya alasan untuk gamau
ngurusin mama dan gamau jaga mama. Gasemua orang
bisa sabar dengan keadaan seperti itu. Dan saya pikir
kaka2 saya itu tidak paham dengan keadaan mama karna
tidak tinggal dengan mama.
4 Selain ibu, ada lagi ga yang
ngurus mama?
Sempat waktu mama saya hilang sempat tinggal di
rumah kaka saya di tanjung barat selama dua bulan. Tapi
kan kaka saya kerja jadi saya juga yang mengurus mama
ke rumah kaka saya dari jam 8 pagi sampai malam, itu
benar-benar capek sekali. Dan saya memutuskan untuk
membawa mama tinggal sama saya karena kan saya
tidak bekerja, dan rumah saya juga lebih luas ada
halaman kan mama saya senang berkebun orangnya.
5
Pas ibu tau kalo mamanya
ibu sakit demensia, perasaan
Ibu gimana?
Pada awalnya merasa sedih dan kecewa, karena saya
tahu ibu saya itu mandiri, bisa segala macem, dan tiba-
tiba dia kaya invalid dan butuh pertolongan orang. Tapi
dilain sisi saya pikir memang sudah waktunya, ibu saya
juga sudah tua sudah 91 tahun. Apalagi dia selama 15
tahun tinggal sendiri dan ditemenin sama anjing dan
gapernah cocok sama pembantu. Dia terlalu keras hati,
keras kepala bahwa dia memang bisa melakukan
segalanya tanpa bantuan orang lain.
6 Jadi ibu menikmati peran
ibu nih sebagai caregiver?
Kalo saya pribadi pengennya terus sama mama, doa saya
adalah semoga saya gak meninggal duluan dari dia
supaya saya bisa ngurus mama terus. Karena mungkin
itu berasal dari rasa ketidakpercayaan saya pada saudara-
saudara saya.
7
Ada ga bu upaya ibu dalam
beradaptasi ketika ibu jadi
caregiver?
Pada saat saya belum tahu, saya menganggap dia orang
tua yang sangat keras kepala. Intinya kita selalu saja
bertengkar. Nah setelah saya tahu ibu saya kena penyakit
ini barulah saya mengerti. Tapi untuk menerima itupun
tidak mudah, ibu saya tinggal di rumah saya, pada saat
saya tidak terima dengan keadaan ibu saya yang seperti
itu, suami saya selalu menenangkan saya untuk selalu
tetap sabar dengan keadaan ibu saya yang seperti itu.
Pada saat awal awal saya benar-benar tempramen sekali
kepada ibu saya, yaa namanya juga beradaptasi lah yaa
jadi masih sering konflik. Tapi lama-lama semakin
kesini saya sudah semakin bisa menerima dan berfikir
kalau sikap saya ini salah dan yaudah mulai sekarang
saya harus nyenengin dia pokoknya bikin suasana untuk
bikin dia seneng dan tidak terbebani dengan macem-
macem.
8
Tapi maaf bu, kalo
hubungan ibu dengan
keluarga ibu, sodara-sodara
ibu gimana bu? Masih
terjalin baik?
Masih terjalin dengan baik pasti, saya peduli sekali
dengan saudara-saudara saya. Saya selalu memberikan
pengarahan kepada saudara saya meskipun mama tidak
ingat mereka (saudara), tapi mereka selalu ingat dengan
mama
9
Kalo hubungan sama
tetangga-tetangga disini
gimana bu?
Ya biasa-biasa aja sih, tapi aku kenal akrab sama
security disini karena kan aku suka minta bantuan sama
dia kalo misalnya mama kabur dari rumah atau gimana-
gimana kan ya. Tapi kalo tetangga gaterlalu deket karena
kan saya juga tidak terlalu bergaul kalau disini, lagian
rumah saya juga ke tutup, pager tinggi jadi dia juga gak
bisa keluar. Rumah saya halamannya luas jadi mama
cukup main-main di halaman aja atau main-main di teras
rumah. gapernah keluar rumah.
10
Ada ga bu tips nya atau cara
ibu sendiri dalam menjaga
hubungan dengan keluarga
dan lingkungan?
Ya aku mahamin kondisi sodara-sodara aku, saling
ngertiin dan saling percaya aja satu sama lain.. ke
lingkungan akupun juga begitu.. kita saling percaya satu
sama lain, saling bantu satu sama lain jadi hubungan kita
tetep terjalin baik.
11
Kalo pas ngurus ODD, yang
nentuin-nentuin dalam
perawatannya ibu atau ibu
berunding dulu sama
Kalo merawat mamaku biasanya aku yang urus
semuanya dari perawatan ke dokter sampe ngurus dia
sehari-hari karena kalo pake pembantu juga gaakan ada
yang tahan sama kelakuan mamaku.. jadi aku rasa
mamaku harus ke dokter ya aku bawa kedokter, kalo aku
sodara? rasa mama harus minum obatnya, aku kasih.. terus
mandi juga. Semuanya deh..
12
Selama ini ibu kesulitan ga
sih kalo harus ngurus lansia
terus juga harus ngurus
rumah gitu?
Puji Tuhan bisa. Saya sangat percaya kalau kita
melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, semuanya
pasti beres, saya sangat percaya akan hal itu.
13
Ada ga sih bu pengaruh dari
organisasi yang ibu ikutin
kaya Alzi terkait dalam
proses perawatan mama?
Aku tuh orangnya seneng bergaul hahaha kaya misalnya
di Alzi ya.. dengan kita sharing kita jadi banyak temen,
banyak kawan seperjuangan, nambah pengetahuan..
banyak sih dampak positifnya di Alzi tuh.. pernah orang-
orang alzi dateng rame-rame ke rumah pas mama ulang
tahun. Ya itu yang bisa kita lakukan, mama kalo dibawa
keluar gitu udah gakuat, walaupun pikirannya seneng
tapi fisiknya udah gakuat, gak menunjang lagi. Jadi kita
gapernah bawa-bawa mama untuk keluar lagi.
14
Ada ga bu harapan ibu
kedepan dalam diri ibu?
Dan ada ga tahapan-tahapan
yang ibu lakukan buat
mencapai tujuan itu?
Saya sih ingin anak-anak saya jadi orang sukses semua
dan mama juga sehat baik-baik ajaa.. ngerasa nyaman
selama aku yang urus. Makanya saya usahakan untuk
memberikan yang terbaik buat mereka, saya juga harus
bisa ngasih semangat buat anak-anak dan juga ngasih
kebahagiaan buat mereka termasuk mama ya..
15
Gimana sih bu menurut ibu
cara supaya kita bisa
mengembangkan
keterampilan kita ngurus
lansia demensia?
Nanya nanya ke dokter terus kan di Alzi juga kita
dikasih tau cara-caranya.. tinggal kita terapinnya aja
gimana ke ODD.. kalo aku sih yang tadinya aku kan
termasuk anak yang bandel ya.. pas kuliah aku juga
pernah ngerjain dosen aku yang nyebelin banget.. aku
kerjain aja dia, mobilnya aku lecetin.. aku kempesin juga
sampe aku terkenal bandelnya sama temen-temen aku..
tapi ya sekarang sih udah engga ya hahaha kan udah jadi
ibu-ibu juga.. dan sekarang juga harus ngerawat mamaku
yang demensia.. jadi otomatis aku harus bisa lebih sabar
kalo mamaku nyebelin.. terus aku juga harus pinter-
pinter cari cara buat nyari jalan keluar kalo ada masalah
dikeluarga aku.. terutama pas aku lagi ngurus mama ya..
ya begitulah sekarang hahaha
WAWANCARA
IDENTITAS INFORMAN
Nama : AW
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 19 Desember 1940
Usia : 77 Tahun
Domisili : Jakarta Selatan
Alamat : Komplek BATAN No. H-3 RT 04/07 Pasar Minggu
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan Badan Tenaga Nuklir Nasional
Waktu dan Tempat : Kediaman Rumah Informan AW, 28 November 2017
No. Pertanyaan Jawaban
1
Bapak udah berapa lama
kira-kira bapak jadi seorang
caregiver?
Istri saya punya Demensia itu tahun 2012, saat itu saya
udah mulai mengurus istri saya
2 Ada gasih pak tantangan
merawat ODD?
Awalnya saya suka ajak istri buat sholat ke masjid tapi
sejak sakit demensia, saya jadi engga pernah lagi karna
dia udah gabisa kusyu, suka ganggu jamaah lain yang
lagi sholat dan bahkan suka pengen kabur, istri saya tuh
pengen banget untuk keluar rumah tapi kalo saya biarin
takut gabisa pulang, makanya pager saya selalu gembok.
Pernah waktu itu saya engga sadar kalo istri saya keluar
rumah. Itu 6 jam hilang. Waktu itu saya panik dan
akhirnya ada taksi yang nganter pulang sampe rumah
karena waktu itu saya sempet buat selembaran ya.. kaya
selembaran orang hilang.. jadi si supir taksi katanya lagi
mangkal dan liat selembarannya, mungkin kebetulan
ketemu istri saya pas saat itu lagi duduk di pinggir jalan..
dan akhirnya bawa istri saya pulang. Pokonya sering dia
kabur dari rumah tapi untungnya lingkungan komplek
ini udah tau makanya kalo liat istri saya pasti langsung
diajak pulang kerumah.
Dan kedua itu makan.. makan juga susah, cuma sesuap
dan itu juga biasanya dilepeh di westafel hahaha
Dia juga udah susah buat diajak pergi kaya kerumah
saudara di Bandung itu udah gabisa karena kita
berangkat nanti di tengah jalan dia minta pulang.. susah
deh diajak pergi-pergi gitu karena kan semaunya dia aja
gitu kalo demensia..
3
Ada ga pak yang gantiin
bapak untuk ngurus istri
bapak?
Yang ngurus sih saya aja. Pembantu ya paling cuma
bantu kecil-kecil aja dan anak-anak juga udah menikah
semua. Gasering dateng kesini
4
Bapak pernah ngerasa ada
perubahan emosional ga di
diri bapak?
Ada, saya kadang emosi.. Tingkah lakunya tuh kaya
anak kecil kan.. dia udah gangerti apa-apa.. kadang suka
salah pake baju, celananya.. maaf ya.. dalemannya suka
dipake di kepala, atau buang air besarnya dimana-mana..
5 Terus bapak gimana
ngantasinnya?
Ya kalo saya kan emang orangnya keras ya.. jadi emang
kadang suka gak kekontrol emosi saya.. tapi biasanya
kalo saya lagi marah kadang saya suka mikir “oiya ya
istri saya sakit demensia, saya gaboleh begini” jadi saya
suka nyadarin diri saya supaya tetep sabar ngadepin istri
saya.. terus saya juga tetep suka baca Al Quran supaya
hati saya tetep adem..
6
Perasaan bapak waktu itu
pas tau istri demensia
gimana pak?
Saya pas tau sih masih biasa aja karena awal-awal masih
belom terlalu parah, jadi saya engga ngerasa shock atau
kaget gitu, engga…
7 Jadi bapak nikmatin peran
bapak sebagai caregiver?
Saya sih nikmatin hidup ini.. Allah berikan tantangan
seperti ini ya saya pikir emang ini cobaan buat saya atas
dosa-dosa saya.. dengan begini saya bisa jadi lebih
sabar, lebih ikhlas lagi, dan semoga bisa ngapus dosa-
dosa saya..
8
Gimana sih pak upaya
bapak dalam beradaptasi
saat bapak harus jadi
caregiver untuk istri?
Ya dalam hidup pasti kan ada masalah, gamungkin
hidup ini datar-datar aja.. kita sebagai manusia harus
siap dengan apa yang akan datang.. ya menurut saya ini
ujian juga buat saya, bisa dibilang kalau hidup dengan
orang yang demensia akan terjadinya unmatch need..
kaya saya yang tadinya kepengen banget ke mekkah
bareng istri saya tapi karena istri saya sakit Alzheimer ya
jadi yaudah mungkin emang belum bisa kesana..
9
Anak-anak bapak atau
anggota keluaga lain suka
kesini pak?
Anak-anak saya jarang sih dateng kesini karena sudah
berkeluarga ya jadi kalau bisa dateng ya dateng.. kalau
gabisa ya gadateng.. paling yang sering dateng kesini itu
cucu saya karena sekolahnya deket sini…
10
kalo hubungan bapak
dengan lingkungan sekitar
gimana pak?
Saya tuh orangnya gabisa diem.. petakilan hahaha.. jadi
saya dulu suka ikut komunitas non profit, terus Alzi
juga, kepengurusan masjid komplek.. sampe
sekarangpun masih terus kontek-kontekan..
11
Menurut bapak ada gasih
cara untuk tetap menjalin
hubungan dengan
lingkungan bapak?
Saya juga masih punya kontak-kontak temen-temen SD,
SMP, SMA, temen kerja.. banyak group di whatsapp hp
saya.. wa pensiunan, keluarga di Bandung, Alzi juga
ada.. hp saya sampe jebol karena kebanyakan group
hahaha.. ya menurut saya sih menjalin hubungan tali
silaturahmi itu bagus dan memperpanjang umur ya
hahaha
12
Gimana sih kalo bapak buat
nentuin keputusan terkait
merawat lansia demensia?
Saya nerapin dirumah ini sarapan harus bareng.. ya
walaupun istri saya susah makan tapi tetep.. harus
bareng di meja makan.. karena di Alzi itu kan ngasih tau
pola hidup untuk demensia jadi sarapan bareng ini juga
termasuk terapi untuk demensia..
13
Bapak ngatur pekerjaan
rumah gimana pak? Kan
bapak juga harus ngerawat
istri tuh kan.. gimana pak?
Disini kebetulan saya punya pembantu.. jadi ya kegiatan
saya emang cuma ngerawat istri.. kalo istri tidur itu
waktunya saya buat leha-leha kaya nonton tv, atau baca
Al-Quran.. atau bahkan saya juga tidur.. atau ga, baca
koran gitu sih..
14 Ada organisasi yang bapak
ikuti ga sih pak?
Banyak, apalagi dulu.. saya ikut organisasi.. ya
organisasi kan tanpa ada gaji ya jadi kalo ada biaya-
biaya gitu ya sumbangan seikhlasnya.. atau ada donator..
saya suka ikut yang gitu-gitu.. terus kepengurusan
masjid di komplek ini.. bahkan udah punya pesantren
juga.. terus ada Alzi juga. Karena saya petakilan jadinya
apa aja saya ikutin..
15
Ada ga sih pak menurut
bapak pengaruhnya dari
organisasi tersebut buat diri
bapak?
Dengan saya ikut berbagai perkumpulan ya jadinya saya
banyak teman-teman yang baik.. ada aja gitu yang mau
membantu.. kaya misalnya istri saya hilang.. banyak
yang bantuin nyari dan bawa balik kesini.. Alzi juga
saya ikuti karena ngebantu saya untuk tau cara yang
tepat nanganin orang dengan demensia.. pola hidup,
mencegah terjadinya demensia, terapi yang cocok untuk
demensia.. ya begitulah.. saya tau cara menguranginya
ya dari Alzi.. kaya terapi atau senam yang bisa
mengurangi.. tapi tidak bisa menyembuhkannya ya..
hanya menunda agar tidak terlalu parah karena demensia
itu tidak bisa sembuh..
16
Ada harapan kedepan ga
pak terkait perawatan buat
istri?
Pokoknya saya ingin istri saya itu sehat.. saya sangat
tidak mau kalau sampai istri saya masuk rumah sakit.
jadi tujuan saya cuma saya ingin saya bisa sehat supaya
saya bisa ngurus istri saya. Makanya saya juga harus
sehat bahkan saya tidak mau kalau sampai saya
meninggal duluan.. karena saya takut istri saya tidak ada
yang bisa ngurus..
18
Pernah ga pak kesalahan
yang pernah bapak lakukan
dalam proses perawatan
ODD?
Kelemahan saya itu emosian.. jadi saya suka gabisa
tahan emosi kalau istri saya bertingkah aneh tapi jarang
sih.. lebih sering saya masih bisa tahan kalau sekarang
sekarang..
19
Bagaimana upaya bapak
dalam mengembangkan
keterampilan bapak dalam
mengurus lansia?
Saya bisa tau cara-cara menghadapi atau merawat lansia
demensia itu dari Alzi.. saya juga ngurus istri saya
begini ya saya pikir ini latihan saya buat lebih melatih
kesabaran, lebih tawakal, dan ikhlas juga jadinya..
WAWANCARA
IDENTITAS INFORMAN
Nama : SC
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 5 Mei 1968
Usia : 49 Tahun
Domisili : Tangerang Selatan
Alamat : Jl Lithium No. 2 Perumahan Ciputat Baru, Ciputat.
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Waktu dan Tempat : Kediaman Rumah Informan SC, 3 Desember 2017
No. Pertanyaan Jawaban
1 Ibu itu anak kandung dari
ODD ya bu? Iyaa.. aku anak kandungnya mama..
2 Ada ga sih bu tantangan
selama merawat ODD?
Banyak faktor dimana orang punya orangtua demensia
terus malah hubungan antar sodaranya jadi berantakan..
seperti lempar-lemparan siapa yang ngasuh.. kalo aku
sendiri sih engga ya di keluarga aku.. justru
tantangannya itu di awal-awal aku heran karena
tingkahnya aneh.. salah masuk kamar karena udah
gainget kamarnya dimana.. jadi dia tiba-tiba marah-
marah padahal kan kamarnya bukan itu.. gitu.. terus
susah makan jugaa.. ya gitu deh aku sempet kualahan
karena dia tiba-tiba marah lah.. begitu.. tapi aku
sekarang udah engga sih udah biasa aja..
3 Ada gab u yang ngurus
ODD selain ibu?
Aku sendiri sih karena ade-adeku itu gabisa.. gabisa
untuk ya.. gatau cara untuk nanganinnya.. ya mereka sih
paling bantu-bantu buat beli ini beli itu beli obat terus
dianterin kesini..
4
Ibu pernah ga sih ngerasa
ada yang berubah di diri ibu
setelah jadi caregiver? kaya
emosionalnya mungkin?
Ya aku jadi lebih sabar yaa.. ya aku sih nikmatin aja gitu
hahaha aku sih enjoy ngejalaninnya ngerawat mama aku
dirumah aku malah seneng karena mama aku tinggal
disini
5
Perasaan ibu pas tau kalo
mama kena demensia
gimana bu?
Awalnya aku gatau nih.. ngerasa aneh aja tiba-tiba
mama begitu.. marah-marah.. cuma pas aku bawa ke
dokter dan tau kalo itu demensia ya aku jadi ngertii.. jadi
harus sabar juga ngadepinnya.. cuma kalo sekarang aku
udah terbiasa ngeliat kelakuan mama kaya gitu..
6
Nah ada gasih bu upaya ibu
untuk beradaptasi disaat jadi
caregiver?
Ya pas aku tau kalo mama kena demensia aku jadi ikutin
aja apa yang dia mau.. kaya dia pernah ngomong “aku
mau meninggal” ya aku sih ladenin aja karena demensia
kan.. aku bilang aja “okee nanti mama masuk surga ya..
mama mau ga masuk surga?” gituu.. aku juga suka ajak
ngobrol.. kalo dia udah mulai lupa aku suka pancing
supaya gak lupa.. yang masih diinget ya diingetin lagi..
Dan kalo aku berhadapan sama mama ya aku harus
pasang muka ceria.. “Hallooo mamaa” jadi walaupun
aku lagi stress atau apa ya sebisa mungkin aku harus
ceria di depannya.. jadi mood yang kita bawa, dia bakal
ikut kebawa happy..
7
Oiya bu, maaf kalo
hubungan ibu dengan
keluarga gimana bu? Pernah
gasih ada konflik internal
dengan anggota keluarga
terkait dalam mengurus
Kalau saya kebetulan engga ada masalah soal itu.. saya
kan anak paling tua.. kebetulan ade-ade saya semuanya
berlomba-lomba untuk merawat mama saya.. makanya
kita bagi-bagi tugas sih..
mama?
8
Kalo hubungan ibu dengan
lingkungan sosial sekitar,
misalnya sama tetangga?
Dan bagaimana sih menurut
ibu cara dalam menjaga
hubungan dengan keluarga
maupun dengan orang lain?
Aku tuh suka sosialisasiin kalo demensia itu bukan
penyakit yang biasa di komplek ini.. aku juga pernah
pasang spanduk gitu didepan rumah ciri-ciri gejala
demensia.. tapi sekarang spanduknya udah aku copot
karena pudar kena panas ujan juga kan.. ya tetangga sini
sih nge appreciate sih dan juga tau kalo mama ku kena
demensia..
9
Sikap ibu dalam mengambil
keputusan selama merawat
ODD gimana bu?
Karena mama kan tinggal sama aku jadi ya aku yang
sepenuhnya tanggung jawab atas seluruh perawatannya
ya.. mulai dari bawa ke dokter, bawa ke dokter ahli
syaraf, terapi yang aku kasih ke mama itu semua aku
yang putusin.. tapi aku tetep sih sebelumnya berunding
atau sesudahnya ngasih tau kalo mama aku kasih terapi
ini supaya ginii.. gituu
10
Ada gasih upaya ibu ngatur
tugas-tugas atau kegiatan
sehari-hari selama merawat
ODD?
Karena mama saya tinggal disini ya saya yang bagian
untuk bawa ke dokter dan seluruh kebutuhan lainnya..
tapi kalau ade-ade juga suka bantu kaya beliin makanan
buat mama, beliin baju..gitu sih kalau saya sih banyak
ajak ngobrol mama saya tapi kalau ade-ade saya
biasanya gabisa..
11
Ada ga bu
komunitas/organisasi yang
ibu ikutin?
Cuma Alzi aja yang aku ikutin.. karena kan aku juga
sibuk dan harus ada terus di samping mama
12
Terus ada ga bu
pengaruhnya buat ibu dari
Alzi selama merawat
demensia?
Ya aku ikut Alzi juga karena aku pengen tau lebih dalam
tentang demensia.. aku banyak tanya ini itu di Alzi, itu
aku dikasih tau obatnya, ngatur waktu, pola hidup,
terapinya.. banyak sih jadi ya sangat ngebantu aku untuk
merawat mama aku..
13 Ibu punya rencana kedepan
ga buat ibu sendiri yang
Kalo harapan aku.. aku pengen ngasih yang terbaik
jangan sampe mama aku kenapa-napa.. makanya aku
sebagai seorang caregiver?
terus gimana upaya ibu
dalam mencapai tujuan
tersebut?
selalu cek kondisinya dia ke dokter..dan aku tetep
usahain untuk didepan mama aku selalu kasih mood
happy supaya keadaan emosinya juga kebawa happy..
jadi ajak ketawa aja..
14
Pernah ga ibu buat
kesalahan dalam proses
perawatan ODD? Dan
Bagaimana sikap ibu dalam
menanggapi kesalahan
tersebut?
Aku gatau sih.. ya ada sih kayanya.. cuma aku ngerasa
aku tuh emang cocok untuk ngerawat mama karena aku
pikir-pikir lagi dulu aku sering diajak orangtua aku dan
aku ikut kemana mereka ajak aku.. dan sekarang jadi ada
gunanya juga.. kaya misalnya mama bukan manggil
nama suaminya tapi nama kasih tak sampainya.. jadi
awalnya aku pikir “nama ini siapa ya? Ko tiba-tiba
muncul berhari-hari” ternyata nama pacarnya.. jadi aku
tau kalo dia lagi dimana SMA.. jadi kalo kita lagi
ngobrol, kita mesti cari tau kira-kira lagi di periode
mana nih ya?.. jadi kita harus inget gimana kehidupan
dimasa lalunya.. ya kadang-kadang kita harus cari tau
sendiri, lagi diumur berapa ya dia?.. gitu jadi aku tau
karna dulu pas mama masih muda aku suka diajak jalan..
ketemu temen-temennya.. gitu
15
Ada ga perubahan diri ibu
yang awalnya ibu rumah
tangga terus sekarang juga
harus jadi caregiver?
Aku awalnya gatau kalo demensia begitu.. cuma pas aku
tau cara ngadepinnya gimana ya aku jadi tau sendiri hal
apa yang harus aku lakukan buat mamaku.. aku eksplor
aja hal yang belum aku tau.. jadinya aku jadi harus
sabar.. nurutin apa yang dia mau walaupun itu aneh ya
aku biarin aja nantinya juga lama-lama dia lupa lagi..
dan disaat dia udah lupa sama keinginannya dia, aku
ajak ngobrol aku tawarin hal lain supaya dia gabahas
lagi yang tadi.. ya jadi lebih ngerti juga karena saling
sharing sesama caregiver.. samasama punya orangtua
dengan demensia.. ya aku sekarang udah enjoy enjoy aja
sih…
WAWANCARA
IDENTITAS INFORMAN
Nama : EH
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 15 September 1990
Usia : 27 Tahun
Domisili : Tangerang Selatan
Alamat : Cluster Sukamulya Blok H, Serua Indah, Ciputat.
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Waktu dan Tempat : Gandaria City Mall. Jumat, 15 Desember 2017
No. Pertanyaan Jawaban
1 Kalo hubungan kaka sama
ODD itu apa ka? Aku sebagai anaknya, dan ODD nya itu mama ku
2 Udah berapa tuh kaka jadi
caregiver?
Udah lama banget.. Dari aku SMA udah ada gejalanya
cuman ya kita pikir lupa lupa biasa.. maklum.. cuma
ternyata semakin parah. Tapi kalo gasalah aku umur 25
deh pas mama aku di diagnosa kena Alzheimer.
3 Ada ga sih tantangan
merawat ODD?
Pasti sih lebih ke stress management ya, sama
finansialnya juga lumayan, karena untuk paid caregiver
sendiri berkalikali lipat lebih susah nyarinya kalo untuk
pekerjaan sehariharinya.. nyarinya lebih susah ya apalagi
untuk yang harus bersihin pupnya.. segala macem.. kalo
pup sembarangan, tiap BAB maaf ya BAB sama pipis
sembarangan dan belum bisa pake pempers.. jadi aku
termasuk yang agak berat case-nya karna mba aku tuh
pasti bersihin pup tiap malem.. tiap bangun.. itu sih yang
berat.. aku juga harus ngeback up juga kadang kadang..
jadi kadang kalo mba ku udh gakuat ngehandle ya harus
aku juga turun tangan.. jadi yang membedakan kita nih
caregiver Alzheimer sama penyakit lain ya aku.. aku
gabilang penyakit lain gaberat sih cuman kalo kaya struk
aja atau penyakit tua lainnya yang umum ya.. paling at
least penolakannya gabegitu besar kalo ODD tuh karena
dia gabisa ngontrol memorinya.. gabisa inget dia
sebenernya lagi berhadapan sama anaknya, apa lagi
sama pembantu, apa lagi sama suami.. ya aku jadi
kadang kalo aku lagi ngerawat mereka, kita coba bantu
merekanya malah nolak.. maksudnya dianya tuh kaya
“gue mau diapain sih” lebih sering kaya gitu.. itu yang
terberat itu.. jadi kalo mereka cuma geletak aja gitu ya
aku gajijik deh tiap hari bersihin okelah, tp jangan
dorong mukul.. aduh aku stress banget..
4 Ada ga ka yang ngurus
ODD selain kaka?
Masih ada papa ku, sama sekarang ada paid caregiver
sih, ada mba ya…
5
Ada gasih kaka ngerasa ada
perubahan emosional saat
kaka jadi caregiver?
Ya ada sih pasti kalo sekarang sih aku udah biasa aja
ngadepin mama.. udah sabar.. ganyolot lagi hahaha sama
jadi sabar karena tau keadaannya kaya gitu..
6
Gimana sih cara kaka
ngatasin perubahan
emosional di diri kaka
waktu itu?
Jadi ya memahami penyakitnya aja sih karena beda
banget sama sebelum aku belum tau penyakitnya tuuh
aku denial gitu kaya “ih apaansih” tapi pas setelah tau oh
okee ternyata harus beginii.. harus inii.. harus diajak
ngomong walapun dia orangnya ngeyel atau
ganyambung.. karena dengan kita tau kita paham sama
penyakitnya kita jadi lebih ngerti dan sabar aja buat
ngadepinnya..
7 Pas kaka tau mama sakit
demensia, perasaan kaka
Jadi aku masih kuliah.. stress banget skripsi segala
macem.. terus udah mulai aneh-anehnya itu ya pas aku
gimana? kuliah itu.. yang awal awal gatau gitu “nih kenapa sih
emak gue” kaya “aneh banget sakitnya” soalnya aneh
tapi ternyata pas di bawa ke dokter syaraf dan di
diagnosa Alzheimer.. oh yaudah emang penyakitnya
kaya gitu..
8
Ada ga ka cara kaka dalam
beradaptasi pas kaka harus
jadi caregiver?
Ya karena aku tau kalo penyakitnya seperti itu jadi aku
coba untuk lebih mahamin lagi.. aku cari tau tuh gimana
cara-cara untuk ngerawat ngadepin Alzheimer.. lebih
sabar lagi.. terus aku harus cari kerja supaya bisa bayar
biaya biaya kebutuhan.. tapi aku juga harus ngebagi
waktu juga antara kerja dan ngerawat mama aku.. ya
karna kebetulan aku ada paid caregiver sih sekarang jadi
aku lebih kebantu..
9
Pernah ga sih ada konflik
internal antara sodara-
sodara kaka?
Pasti ada konflik, ya aku sama kaka ku ini cowo semua,
udah nikah, udah gadirumah.. aku juga dari awal-awal
sakit sampe sekarang aku terus yang rawat mama.. mulai
dari mandi segala macem.. dari jaman mba belum ada
yang klik, ya aku sama papa gitu kan.. timing, schedule
harus jagain karena yang disaranin sama caregiver lain
pas aku ngobrol ya dua masalahnya itu.. ya emang lo
harus gantian, gabisa lo 24 jam jagain sebulan gaada
rehab.. burnout kan pasti.. jadi scheduling itu.. sama duit
juga sih.. karena duit jadi konflik lagi hahaha ya karena
bayar mba aja mahal banget udh kaya bayar
freshgraduate kan hahaha karena aku saat itu baru lulus
terus kerja yang harus resign karena kan gabisa
ditinggalin mamah ya..
10
Kalo lingkungan rumah
kaya tetangga pada tau kalo
mama sakit demensia?
Alhamdulillah sih kalo itu.. kalo yang sekarang aku baru
pindah ke serua kan tadinya aku di gama bukit.. situ
komplek gama.. yaa!! tadinya aku disitu.. tapi tetangga
sih so far semenjak kejadian mama ku sempet ilang..
baru keluar bentar langsung kaya “EH nih mamanya
mau keluar”.. jadi tetangga tetangga gitu suka pada
bantu.. baik-baik sih orang-orang disekeliling aku
Alhamdulillah..
11
Biasanya siapa ka yang
nentuin keputusan dalam
proses perawatan ke ODD?
Ya biasanya aku sih kalo untuk harus ke dokternya
kapan.. perlu ganih dikasih obat penenang.. ya kalo aku
sih engga karena menurut aku pas bangun malah
semakin parah arogannya.. walaupun temen-temen di
alzi juga nyuruh tetep dikasih itu obat tapi menurut aku
sih gausah juga gapapa.. tapi biasanya aku juga diskusi
sih sama papa cuma kalo papa juga biasanya
nyerahinnya ke aku.. kalo kaka kaka aku ya paling cuma
transfer ajalah duitnya hahahaha
12
Bagaimana upaya anda
dalam mengatur tugas-tugas
atau kegiatan sehari-hari
selama merawat ODD?
Kalo aku sendiri sih ya gimana ya.. kan namanya juga
masih kuliah belom kerja dulu.. jadi banyak yang harus
aku kerjain gitu.. makanya aku butuh paid caregiver..
supaya bantu-bantu aku.. jadi kita bisa bagi-bagi tugas..
jadi disaat mba aku gabisa handle ya aku yang nanganin
mama aku.. karena kalo gaada mba, aku ke warung aja
gabisa.. stress banget deh.. di umur 22 aku harus
ngerjain skripsi segala macem haduh hahaha
13
Ada ga ka
komunitas/organisasi yang
kaka ikutin?
Cuma Alzi doang sih sekarang..
14
Ada ga pengaruh dari
organisasi tersebut terkait
dalam proses perawatan
lansia?
Ya aku biasanya kalo ikut-ikut perkumpulan gitu ya
yang menurut aku penting buat aku, karena kan aku juga
gapunya banyak waktu free kalo buat ikut yang gaterlalu
penting.. aku harus kerja dan juga ngerawat mama ku.
Ya makanya aku cuma ikut Alzi aja karena ya tadi dari
segi knowledge tadi.. ya sama itu sih sama sharing itu ya
di Alzi.. dengan cerita, ngobrol, even cuma whatsappan
doang aku seneng banget karena kaya aku tuh butuh
sharing.. entah itu sharing feeling atau sharing info kaya
cara ngerawatnya jadi aku bisa lebih tau sekarang
15
Pernahkah ga kaka dapet
kritikan/pandangan negatif
dari orang lain terkait cara
kaka ngerawat ODD? Terus
gimana sikap kaka?
Apa ya.. ya tadi contohnya kaya pas aku berentiin mama
minum obat.. kaya obat penenang gitu ya.. terus temen-
temen yang di Alzi tuh nyuruh aku tetep kasih itu obat..
cuma kan aku saat itu kan nganalisa juga ya.. trial trial..
ngeliat bedanya dikasih obat itu sama engga.. ya
menurutku lebih baik engga dikasih karena disaat
bangun dari tidur.. kalo diminumin obat ya.. itu lebih
arogan.. ya kalo aku sih nerapin gausah diminumin obat
itu yaa.. tergantung sih dari masing-masing keluarga
gimana..
16
Punya rencana kedepan ga
ka buat diri kaka sebagai
seorang caregiver? dan
gimana kaka mencapai
tujuan tersebut?
Pengen berusaha yang terbaik aja sih maksudnya kaya
gimana gue bisa ngasih kualitas perawatan yang baik..
sebisa mungkin.. tp gue tetep ngelanjutin masa depan
gue juga karena gue sempet di level yang “gila gue gatau
lagi harus ngapain.. gue ngurusin mama aja deh gue
gakerja..” tapi ternyata ya finansial itu tadi.. jadi ya gue
tetep easy going tapi tetep harus punya masa depan tapi
jangan jadi anak durhaka juga hahaha
17
Ada ga sih upaya kaka
dalam mengembangkan
keterampilan kaka dalam
merawat lansia ODD?
Aku sih lebih ke yang cari tau cara merawat, pola hidup
yang baik ya googling googling gitu.. dari Alzi juga..
dari yang sebelumnya kita gatau kita jadi tau.. kaya “ohh
ternyata Alzheimer itu beneran ada ya” “ohh pikun itu
ternyata gaboleh diremehin..” gitu hahaha terus dengan
ngurus Alzheimer kan kita jadi lebih sabar, lebih mau
mencoba apapun buat cari jalan keluarnya.. manage
waktu manage stress.. bayangin aja gue baru kelar kuliah
tiba-tiba mama di diagnosa Alzheimer hahaha
WAWANCARA
IDENTITAS INFORMAN
Nama : EHP
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Surakarta, 12 April 1939
Usia : 78 Tahun
Domisili : Salatiga
Alamat : Perumsat Karangpete No. 10 RT 13/06
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Waktu Wawancara : Senin, 11 Desember 2017
No. Pertanyaan Jawaban
1 Apa hubungan anda dengan
ODD? Odd nya itu suami ibu
2 Sudah berapa lama anda
menjadi caregiver?
Ibu mulai dari awal suami kena demensia kalo gasalah
udah sekitar 9 tahun yang lalu..
2
Adakah hambatan dan
tantangan yang anda alami
selama merawat ODD?
Ya banyak sih tantangannya cuman ya ibu harus bisa
menyesuaikan diri aja dengan perubahan perilaku
bapak.. ya kadang suka lupa sama ibu, kadang inget.. ke
anak-anak dan cucu-cucu juga udah gainget lagi.. tapi
sebenernya bapak itu orangnya manis ga kaya ODD
yang ibu baca di group whatsapp Alzi.. memang ketika
masih normal bapak orangnya baik, sabar, tidak banyak
omong, tidak banyak menuntut, setelah jadi ODD ya
perilakunya berubah, tapi ya masih bisa ibu atasi dengan
baik..
3
Apakah ada anggota
keluarga yang lain yang
mengurus ODD selain
anda?
Gaada sih.. gaada lagi selain ibu.. ibu juga tinggal cuma
berdua sama bapak.. anak-anak sudah menikah semua
dan jauh rumahnya.. ya ibu jadi primary caregiver.
4
Adakah perubahan
emosional pada diri anda
setelah menjadi caregiver
lansia demensia?
Tahap awal ada… ada perubahan emosional kaya
jengkel dengan perilakunya.. tapi itu karena ibu gatau
kalo ternyata bapak kena penyakit demensia.. tapi
setelah sadar suami berubah perilakunya karena
demensia, ibu jadi bisa nahan emosi karena tau demensia
memang seperti itu..
5
Bagaimana anda mengatasi
perubahan emosional pada
diri anda?
Ya karena ibu tau demensia memang seperti itu jadi ibu
menerimanya dengan ikhlas kondisi suami.. sabar juga
untuk ngadepin suami yang kena demensia..
6
Bagaimana perasaan anda
ketika mengetahui anggota
keluarga anda menderita
penyakit Demensia?
Ibu kasihan melihat suami menderita demensia.. karena
udah ga seperti dulu lagi yang normal.. berubah
perilakunya dan jadi kadang suka lupa sama orang yang
dia hadepin.. yang diajak bicara.. karena memorinya
sudah terganggu
7
Bagaimana perasaan anda
ketika anda harus merawat
ODD?
Ibu menerima dengan ikhlas dan bersyukur diberi
kesempatan oleh Tuhan untuk merawat suami tercinta
yang menderita alzheimer.
9
Bagaimana upaya anda
dalam beradaptasi dengan
keadaan baru ketika
mengetahui bahwa anggota
keluarga anda menderita
penyakit tersebut?
Awalnya memang masih ngerasa ada yang aneh ya
karena perubahan perilaku suami gakaya biasanya.. dan
saat ibu tau kalo bapak terkena demensia, ibu jadi paham
dan berusaha beradaptasi dengan kondisi suami yang
berubah perilakunya.. karena ibu sangat sayang dengan
suami ibu ya ibu akan ngelakuin apa aja buat suami
karena mengerti penyakit bapak seperti apa.. dan juga
ibu mengutamakan bapak.. fokus untuk memberikan
yang terbaik..
11
Pernahkah anda memiliki
konflik internal dengan
anggota keluarga anda
sendiri terkait dalam
mengurus ODD?
Gapernah sih.. semuanya selama proses perawatan
berjalan dengan baik dan tentram.. ibu dengan anak-anak
dan cucu-cucu juga.. karena mereka juga bisa menerima
kondisi ayah dan kakek mereka yaa.. dan mereka juga
tau betul ibu merawat bapak dengan kasih..
12
Bagaimana hubungan anda
dengan lingkungan sosial
sekitar, misalkan dengan
tetangga?
Ke tetangga juga ibu akrab sama tetangga-tetangga
disini.. mereka juga suka bantu kalo ibu kesusahan atau
butuh bantuan tanpa ibu minta..
13
Bagaimana cara anda dalam
menjaga hubungan dengan
keluarga maupun dengan
orang lain?
Kita hidup kan harus saling melayani dan membantu
sesama.. jadi kalo ada yang butuh bantuan ibu, ibu
dengan senang hati akan melayani.. dan ibu
melakukannya dengan tenggang rasa dan didasari kasih..
14
Bagaimana sikap anda
dalam mengambil
keputusan terkait dalam
merawat ODD?
Apapun akan ibu lakukan untuk suami tercinta.. kalo itu
baik untuk bapak pasti akan ibu berikan.. ya pokonya
ibu akan memberikan perawatan yang terbaik..
Apakah anda pernah
berdiskusi bersama anggota
keluarga terkait dengan
perawatan yang akan
diberikan?
Kalo untuk perawatan ke bapak, ibu biasanya gapernah
berdiskusi dengan anak-anak karena kan anak-anak jauh,
ibu di rumah hanya berdua dengan suami tanpa
pembantu rumah tangga juga.. jadi perawatan semua
keputusan ibu yang mutusin..
15
Bagaimana upaya anda
dalam mengatur tugas-tugas
atau kegiatan sehari-hari
selama merawat ODD?
Kalo pekerjaan rumah sehari-harinya ibu yang urus.. tapi
ibu lebih mengutamakan mengurus suami supaya suami
ngerasa nyaman.. urusan yang lainnya pasti ibu
kesampingkan dulu.. palingan kalo suami lagi diem aja
atau lagi tidur baru deh ibu ngurusin pekerjaan rumah..
melelahkan sih tapi mau gimana lagi.. ibu terima dengan
ikhlas kondisinya seperti ini..
16
Adakah
komunitas/organisasi yang
anda ikuti?
Ibu ikut komunitas di Alzi aja dulu.. cuman karena
sekarang kan aku udah tinggal disini.. ibu udah gapernah
ikut kegiatan caregivers meeting di Alzi.. tapi ibu tetep
kontekan dengan orang-orang temen-temen ibu di Alzi..
ada group whatsappnya..
17
Adakah pengaruh dari
organisasi yang anda ikuti
tersebut terkait dalam proses
perawatan lansia?
Komunitas caregiver Alzi menurut ibu sangat menolong
caregiver seperti ibu yaa.. karena mereka memberikan
cara dan solusi jalan keluar untuk merawat maupun
menghadapi kesulitan mendampingi ODD
18
Pernahkah anda
mendapatkan
kritikan/pandangan negatif
dari orang lain terkait cara
anda dalam merawat ODD?
Lalu bagaimana sikap anda
dalam menanggapi hal
tersebut?
Gapenah sih.. ibu gapernah dapet atau denger omongan
negatif dari keluarga maupun orang lain karena
merekapun tau gimana cara ibu merawat dan
memperlakukan bapak seperti apa.. kalaupun ada, ya
mereka kan hanya melihat dari luarnya aja.. mereka
gatau apa yang ada didalamnya.. jadi ya biarin aja kalo
ada yang seperti itu..
19
Adakah rencana kedepan
untuk diri anda sebagai
seorang caregiver? dan
bagaimana upaya untuk
mencapai tujuan tersebut?
Ibu mau melakukan dan memberikan yang terbaik untuk
suami.. fokus merawat bapak.. apapun.. jika itu memang
terbaik untuk suami ya ibu lakukan.. hal lain ibu
kesampingkan dan mengutamakan kesehatan dan
kenyamanan untuk suami..
21
Adakah kesalahan yang
pernah anda lakukan dalam
proses perawatan ODD?
Dan bagaimana pandangan
anda menanggapi kesalahan
tersebut?
Manusia tidak luput dari kesalahan.. pasti ada kesalahan
yang kecil atau tidak sengaja kita lakukan.. ya kalo ibu
melakukan kesalahan dalam merawat bapak.. ibu berdoa
mohon pengampunan dari tuhan dan berharap bisa
terhindar dari itu semua..
23
Bagaimana upaya anda
dalam mengembangkan
keterampilan mengurus
Ibu belajar memahami suami dan berusaha ikhlas dan
sabar dalam menjalani melihat kondisi bapak yang
terkena demensia.. ibu juga belajar dari pengalaman
lansia? orang lain teman-teman di Alzi.. supaya ibu bisa
memberikan perawatan yang terbaik buat bapak.. dengan
kita melihat dan tau kasus-kasus yang udah pernah kita
temuin dan juga kasus-kasus yang orang lain alami,
dengan itu ibu bisa tau celah-celah dan jalan terbaik
untuk perawatan kepada bapak..
HASIL OBSERVASI INFORMAN
Hasil Observasi Informan DSP
Waktu Observasi : Minggu, 21 November 2017. Pukul 13.00 WIB
Tempat Observasi : Kediaman Rumah Informan DSP
Orang Yang Terlihat : Informan DSP
Peneliti membuat janji untuk bertemu di kediaman rumah informan pada
siang hari pada tanggal 21 November 2017 tepatnya ba’da shalat dzuhur dan peneliti
sampai kerumahnya sekitar jam 1 siang setelah sebelumnya mencari alamat rumah
informan yang berada di perumahan daerah pejaten timur. Sesampainya di rumah
informan, peneliti disambut informan dengan hangat didepan pintu pagar yang cukup
tinggi sehingga menutupi tampilan rumah dari luar. Kemudian peneliti dipersilahkan
masuk untuk parkir motor di halaman rumahnya yang cukup luas dengan dihiasi
tanaman hias yang tertata dengan rapih. Setelah memarkirkan motor kami pun
berbincang ringan sambil digiringnya peneliti ke dalam rumah. Ternyata tidak hanya
tanaman yang menghiasi halaman, tetapi terdapat juga beberapa kandang kucing yang
berisi dua hingga tiga kucing didalamnya. Kemudian peneliti dipersilahkan duduk di
meja ruang tengah rumahnya, disana pun juga masih banyak kucing yang berkeliaran
bahkan ada juga anjing yang dipeliharanya berada dihalaman belakang. Ia pun
mengaku memiliki kecintaannya terhadap hewan, terutama kucing dan anjing.
Informan juga menceritakan kehidupan kesehariannya yang merawat hewan dan juga
diiringi dengan tugasnya menjadi family caregiver ibunya yang telah lansia dan
penderita demensia. Disini terlihat bahwa informan dapat mengatur waktunya secara
baik walaupun harus merawat lansia penderita demensia. Peneliti pun mulai
mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan dan disini informan terlihat bahwa
adanya raut muka kebahagiaan yang menunjukkan kalau informan ini menikmati
perannya sebagai family caregiver ibunya penderita demensia. Walaupun Ia mengaku
awalnya belum terbiasa menghadapi lansia demensia yang disertai dengan emosi
dalam merawat namun karena informan sudah memahami penyakit Alzheimer secara
mendalam maka informan dapat mengendalikan emosinya. Informan juga merupakan
karakter orang yang mudah bergaul karena peneliti juga melakukan observasi pada
saat informan berperan aktif di setiap acara yang diselenggarakan Yayasan Alzheimer
Indonesia. Kecakapannya dalam berbicara dan senangnya bercerita membuat orang
lain merasa adanya keseruan saat berbicara dengannya.
HASIL OBSERVASI INFORMAN
Hasil Observasi Informan AW
Waktu Observasi : Minggu, 28 November 2017. Pukul 10.00 WIB
Tempat Observasi : Kediaman Rumah Informan AW
Orang Yang Terlihat : Informan AW dan Istrinya penderita demensia
Seperti biasa, peneliti membuat janji terlebih dahulu kepada informan untuk
bertemu dan kamipun sepakat untuk melakukan wawancara ini di rumah informan.
Peneliti sampai di rumah informan sekitar jam 10 pagi. Rumah informan yang berada
di komplek BATAN, Pasar Minggu Jakarta Selatan ini sulit ditemui karena komplek
yang sangat luas dan banyak jalan bercabang sehingga informan sedikit kesulitan
dalam mencari alamat rumah informan. Lokasi rumah informan berada di ujung gang
buntu yang dikelilingi pohon yang lebat namun tetap terlihat asri dan membuat sejuk
walau sinar matahari sangat terik saat itu. Sesampainya peneliti di kediaman rumah
informan, peneliti disambut hangat oleh informan dan kami pun berkenalan. Informan
yang berusia 77 tahun ini terlihat fisiknya masih sehat dan bugar walau umurnya
terbilang sudah tua dan tugasnya yang harus merawat istrinya penderita demensia.
Disaat peneliti mengobrol dan diselingi dengan pertanyaan wawancara, adanya
kesulitan peneliti dalam memahami ucapan informan karena suara informan kurang
jelas dalam berbicara sehingga peneliti sering menanyakan kembali apa yang
diucapkan informan sebelumnya. Informan juga terlihat bahwa dirinya suka untuk
bercerita karena hal ini dirasakan oleh peneliti yang mendengarkan informan
bercerita mulai dari masa mudanya hingga sekarang yang harus merawat istrinya
penderita demensia. Dengan begitu, peneliti dapat melihat bahwa informan
merupakan orang yang tangguh, gigih, dan setia dalam menghadapi keadaannya
sebagai family caregiver. Hal ini juga didukung oleh hasil observasi peneliti pada saat
itu yang melihat kesabarannya dalam menghadapi istrinya yang mengganggu pada
saat beliau sedang berbicara dengan informan.
HASIL OBSERVASI INFORMAN
Hasil Observasi Informan SC
Waktu Observasi : Minggu, 3 Desember 2017. Pukul 10.30 WIB
Tempat Observasi : Kediaman Rumah Informan SC
Orang Yang Terlihat : Informan SC dan Ibunya penderita demensia
Peneliti mendatangi kediaman rumah informan SC yang berada di perumahan
Ciputat Baru Tangerang Selatan pada pukul 10.30 pagi. Di hari minggu itu rumah
informan sedang ramai karena hari libur weekend. Informan dan peneliti melakukan
wawancara di ruang tamu rumah informan dan pada saat itu orangtua informan yang
menderita demensia yaitu Ibunya juga ikut disamping informan. Pada saat wawancara
berlangsung informan selalu menselingi untuk mengajak ngobrol ibunya. Peneliti
melihat bahwa adanya hubungan yang erat antar keluarga yang mana disini informan
sangat menyayangi ibunya walaupun ibunya mengalami kepikunan/demensia.
Peneliti juga melihat adanya raut muka yang murah senyum dan ramah terhadap
ibunya dan juga peneliti. Melihat interaksi yang dilakukan informan terhadap ibunya
yang mengalami demensia, menunjukkan bahwa informan mampu dengan mahir
dalam melakukan perawatan kepada ibunya dan adanya sikap menerima kondisinya
sebagai pengasuh seorang lansia penderita demensia. Beliau juga mengaku bahwa ia
sangat menyayangi ibunya sehingga ia selalu menunjukkan ekspresi ceria saat
didepan ibunya. Peneliti juga melihat bahwa walaupun informan mempunyai
tanggung jawab dalam merawat ibunya penderita demensia namun informan juga
tetap memiliki waktu berlibur.
HASIL OBSERVASI INFORMAN
Hasil Observasi Informan EH
Waktu Observasi : Minggu, 15 Desember 2017. Pukul 19.00 WIB
Tempat Observasi : Jco Gandaria City Mall
Orang Yang Terlihat : Informan EH dan Suami
Kami janjian untuk bertemu di Jco Gandaria City Mall yang pada saat itu
peneliti sudah datang terlebih dahulu. Di saat itu tempatnya tidak terlalu ramai dan
kami duduk tidak didekat lalu lalang orang berjalan sehingga peneliti pun dapat
melakukan wawancara secara fokus dengan informan. Setelah berkenalan dan
berbincang ringan dengan informan, peneliti pun melakukan wawancara dengan
menanyakan beberapa pertanyaan mengenai kehidupan informan mulai dari awal
informan menjadi family caregiver. Informan pada saat itu menunjukkan bahwa
adanya kepuasan dirinya yang telah merawat ibunya penderita demensia. Hal ini
terlihat dari raut wajahnya disaat informan menceritakan cara informan mengasuh
ibunya. Informan juga mengaku bahwa suaminya selalu mendukung informan dalam
menghadapi ibunya penderita demensia, hal ini juga didukung saat peneliti melihat
suaminya yang menemani informan saat bertemu dengan peneliti dalam melakukan
wawancara ini. Peneliti juga melihat adanya stress yang dirasakan pada saat informan
menceritakan masa lalunya disaat informan masih kuliah sedang menyelesaikan
skripsinya namun informan harus juga mengurus ibunya penderita demensia. Hal ini
menunjukkan bahwa informan mempunyai masa kelam tetapi telah berhasil ia lalui
dengan baik.