Tutorial Hipoglikemi

16
1. Bagaimana mekanisme semua gejala yang terjadipada Tn. D? Berkeringat Gejala ini merupakan gejala adrenergic yang timbul akibat penurunan kadar glukosa darah yang cepat. Pada saat Hipoglikemia, sel tidak mendapat glukosa yang cukup untuk kebutuhan energinya, maka dari itu sel akan memberikan rangsangan ke hipothalamus untuk menimbulkan rasa lapar, ketika muncul rasa lapar, maka otak akan merangsang produksi epinefrin yang lebih untuk meningkatkan glukosa darah. Epinefrin yang terlalubanyak dapat merangsang syaraf otonom (simpatis) yang dapat menyebabkan timbulnya gejala berkeringat pada Tn. D. Badan lemas Pada keadaan penurunan glukosa darah yang mendadak, produksi glukagon dan epinefrin ditingkatkan. Kedua hormone tersebut akan memacu glikogenolisis, glukoneogenesis, dan proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk glukoneogenesis, yaitu asam amino terutama alanin, asam laktat, piruvat, sedangkan hormon kontraregulator yang lain berpengaruh sinergistik terhadap glukagon dan adrenalin tetapi perannya sangat lambat. Secara singkat dapat dikatakan, dalam keadaan puasa (tidak ada asupan glukosa selama 5-6 jam) terjadi penurunan insulin dan kenaikan hormon kontraregulator. Keadaan

description

tutorial hipoglikemia

Transcript of Tutorial Hipoglikemi

Page 1: Tutorial Hipoglikemi

1. Bagaimana mekanisme semua gejala yang terjadipada Tn. D?

Berkeringat

Gejala ini merupakan gejala adrenergic yang timbul akibat penurunan kadar

glukosa darah yang cepat. Pada saat Hipoglikemia, sel tidak mendapat glukosa

yang cukup untuk kebutuhan energinya, maka dari itu sel akan memberikan

rangsangan ke hipothalamus untuk menimbulkan rasa lapar, ketika muncul rasa lapar,

maka otak akan merangsang produksi epinefrin yang lebih untuk meningkatkan

glukosa darah. Epinefrin yang terlalubanyak dapat merangsang syaraf otonom

(simpatis) yang dapat menyebabkan timbulnya gejala berkeringat pada Tn. D.

Badan lemas

Pada keadaan penurunan glukosa darah yang mendadak, produksi glukagon

dan epinefrin ditingkatkan. Kedua hormone tersebut akan memacu

glikogenolisis, glukoneogenesis, dan proteolisis di otot dan lipolisis di

jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk glukoneogenesis, yaitu

asam amino terutama alanin, asam laktat, piruvat, sedangkan hormon

kontraregulator yang lain berpengaruh sinergistik terhadap glukagon dan

adrenalin tetapi perannya sangat lambat. Secara singkat dapat dikatakan,

dalam keadaan puasa (tidak ada asupan glukosa selama 5-6 jam) terjadi

penurunan insulin dan kenaikan hormon kontraregulator. Keadaan tersebut

akan menyebabkan penggunaan glukosa hanya di jaringan insulin yang

sensitif dan dengan demikian glukosa yang jumlahnya terbatas hanya

disediakan untuk jaringan otak.

Dengan meningkatnya bahan untuk gluconeogenesis maka akan

meningkatkan asam laktat. Asam laktat berlebih inilah yang bertanggung

jawab atas terjadinya gejala badan lemas pada pasien.

2. Kadar glukosadarahsewaktu (GDS) dengan alat glucometer: 40 mg/dL.

a. Bagaimana patofisiologi koma hipoglikemik?

Kesadaran secara kompleks berhubungan dengan korteks serebral. RAS adalah kelompok

agregasi neuron yang terletak di atas batang otak dan thalamus media, mempertahankan

korteks serebral dalam keadaan sadar. Pada kasus ini, koma dapat terjadi akibat tertekannya

Page 2: Tutorial Hipoglikemi

fungsi retikulo serebral oleh obat-obatan, toksin, atau gangguan metabolik seperti anoksia,

azotemia, kegagalan hati, atau pada kasus ini yaitu hipoglikemia.

Neuron cerebral sangat tergantung pada aliran darah serebral dan berhubungan dengan

pengiriman oksigen dan glukosa. Otak membutuhkan glukosa sebagai sumber energi utama

dan hanya menyimpan glukosa dalam jumlah yang sangat sedikit. Ketika kondisi pengiriman

substrat memburuk, semua aktivitas elektrik otak berhenti.

Pada kasus ini, koma disebabkan oleh Hipoglikemia Iatrogenik (efek yang merugikan

akibat tindakan pengobatan atau diagnostik yang menyebabkan kelainan patologis di luar

keadaan sebab tindakan tersebut dilakukan). Tn D mengalami kondisi Neuroglikopenia, yaitu

kondisi dimana otak kekurangan glukosa akibat hipoglikemia. Glikopenia memberi efek pada

fungsi neuron, dan mengubah fungsi otak dan perilaku. Neuroglikopenia yang terjadi dalam

waktu lama atau berulang dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran, kerusakan otak, bahkan

kematian. Kebanyakan neuron memiliki kemampuan untuk menggunakan bahan selain

glukosa untuk energinya, yaitu asam laktat dan keton. Namun pada kasus ini, gejala

neuroglikopenia yang berujung pada koma terjadi dengan hipoglikemi akibat kelebihan

insulin dari konsumsi obat sulfonilurea (glibenklamid) karena insulin mengurangi kadar

bahan energi lain dengan menekan ketogenesis dan glukoneogenesis.

Pada individu normal yang sehat, keadaan hipoglikemia tidak terjadi karena mekanisme

homeostasis glukosa endogen berfungsi dengan efektif. Secara klinis masalah hipoglikemia

timbul karena pada diabetes dan akibat terapi mekanisme homeostasis endogen tersebut

terganggu.

Pada kasus ini, mekanisme kontra regulator tidak terjadi dengan baik karena sekresi

glukagon dihambat secara farmakologis oleh pemberian obat sulfonilurea, sehingga

pemulihan glukosa tidak terjadi saat hipoglikemi. Pada usia lanjut, respon otonomik juga

cenderung turun dan sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang, akibatnya Tn D mengalami

koma akibat hipoglikemi.

b. Mengapa hipoglikemia terjadi pada penderita DM tipe 2 ?

Pada pasien DM, faktor predisposisi terjadinya hypoglycemia antara lain faktor

usia, gangguan fungsi jantung, ginjal dan hati serta adanya sepsis dan gizi buruk.

Disamping itu, beberapa jenis obat dapat pula mengadakan interaksi dengan golongan

Page 3: Tutorial Hipoglikemi

sulfonilurea dan insulin, sehingga memperkuat efek hipoglikemik kedua jenis obat

ini. Pengaruh buruk hipoglikemia terutama akan menyebabkan gangguan fungsi

syaraf otak yang bila berlangsung lama akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Obat-obatan dapat menyebabkan hipoglikemi melalui beberapa mekanisme, yaitu

melalui:

1. Peningkatan sekresi insulin: Disopyramide, Quinine, Pentamidine, Ritodrine,

Isoniazide, Chloroquine.

2. Peningkatan ambilan dan utilisasi glukosa dijaringan perifer:Beta adrenergic

blocker, ACE inhibitor, Biguanid, PPAR γ agonist.

3. Penurunan produksi glukosa di hati: alkohol, mekanisme otoimun: hidralazine,

Procainamide, Interferon.

4. Obat2 yang mengandung gugus sulfhydryl (methimazole,

penicillamine, captopril.

5. Tidak jelas mekanismenya (diduga menurunkan klirens insulin) : Sulfonamide,

Salisilat, Antikoagulan (dicumarol, warfarin), Analgetik, antiinflamasi

(indomethazine, colchicin, parasetamol, fenilbutazon), Anti psikotik (haloperidol,

chlorpromazine), Ketoconazole, Anti Parkinson (Selegiline), Octreotide, Phenytoin.

Kelompok usia lanjut perlu mendapat perhatian khusus, karena mereka sering

tidak mengalami gejala-gejala dini hipoglikemi akibat gangguan fungsi syaraf

otonom (hypoglycemia unawareness), sehingga glukosa darah dapat turun mencapai

kadar yang sangat rendah (< 40 mg/dl) yang dapat menimbulkan kerusakan syaraf

otak yang irreversible.

Learning Issue:

Hypoglycemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar glukosa

darah dibawah rentang batas normal. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan

Page 4: Tutorial Hipoglikemi

berat ringannya ditentukan pula oleh lamanya terjadi penurunan kadar glukosa darah serta berat

ringan gejala yang timbul. Pada pasien DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian

obat-obat golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin. Pengaruh buruk hipoglikemia terutama

akan menyebabkan gangguan fungsi syaraf otak yang bila berlangsung lama akan meningkatkan

morbiditas dan mortalitas. Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam penatalaksanaan

DM, terutama pada pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah

yang akan meningkatkan risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat hiperglikemia.

Regulasi kadar glukosa darah (Homeostasis Glukosa)

Sistem syaraf pusat sangat tergantung dengan oksidasi glukosa sebagai sumber energi utamanya.

Gangguan suplai glukosa akan mengakibatkan gangguan fungsi otak (neuroglikopenia), dan bila

berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan syaraf otak yang irreversibel dan kematian.

Pada orang dewasa sehat dengan BB 70 kg, kebutuhan glukosa otak diperkirakan sebanyak 1

mg/kg/menit) atau sebanyak 100 g/hari. Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh 2 transporter

glukosa yaitu GLUT 1 dan GLUT3 yang tidak tergantung dengan insulin. Dalam keadaan

hipoglikemia, sistem transportasi glukosa ini mengalami gangguan. Sedangkan pada

hipoglikemia kronik akan terjadi up regulasi transporter glukosa, suatu fenomena penting yang

berperan dalam terjadinya hypoglycemia unawareness.

Dalam keadaan puasa, otak dapat menggunakan benda2 keton (β-hydroksi-butirat dan aseto

asetat) sebagai sumber energi alternatif. Ambilan benda2 keton oleh otak proporsional dengan

kadarnya didalam darah. Oksidasi benda2 keton dapat menjadi sumber energi hanya bila

kadarnya didalam sirkulasi mengalami peningkatan, seperti terjadi dalam keadaan puasa yang

lama.

Jadi bila kadar glukosa darah rendah, sedangkan kadar keton sangat tinggi, maka otak

sebagian terlindung dari efek buruk hipoglikemia. Namun bila kadar glukosa dan keton rendah,

seperti terjadi pada hipoglikemi akibat pemberian insulin dan gangguan oksidasi asam lemak,

otak akan sangat rentan terhadap gangguan metabolik. Kadar glukosa didalam sirkulasi

ditentukan oleh keseimbangan antara asupan glukosa (absorpsi + produksi) dan utilisasi/

Page 5: Tutorial Hipoglikemi

penggunaannya oleh berbagai jaringan. Dalam keadaan puasa, produksi glukosa tergantung pada

ketersediaan substrat2 yang diperlukan bagi proses glikogenolisis dan glukoneogenesis.

Sementara utilisasi glukosa ditentukan oleh ambilan glukosa dan ketersediaan sumber energi

alternatif terutama bagi jaringan otot. Mekanisme utama yang berperan dalam pencegahan

hipoglikemia ditunjukkan dalam gambar dibawah ini:

Dalam keadaan puasa (post absorptive state), kadar insulin menurun, sehingga

menurunkan ambilan glukosa oleh hepar, otot dan lemak. Glikogenolisis didalam hati merupakan

proses paling penting untuk memenuhi kebutuhan glukosa dalam keadaan puasa selama 12

sampai 24 jam.

Bila puasa berlangsung lebih lama, setelah simpanan glikogen hati berkurang, akan

terjadi lipolisis dan pemecahan protein untuk mempertahankan kadar asam lemak, gliserol dan

asam amino didalam aliran darah. Asam lemak akan digunakan oleh otot sebagai sumber energi

dan oleh hati untuk memproduksi benda2 keton yang akan digunakan sebagai sumber energi

alternatif bagi jaringan2 tubuh lain. Gliserol dan asam amino akan diambil oleh hati dan ginjal

yang akan digunakan sebagai bahan utama bagi proses glukoneogenesis. Penelitian terbaru

menunjukkan bahwa produksi glukosa pada laki-laki sehat sekitar 1,8 mg/kg/menit selama dalam

keadaan puasa sampai 40 jam. Kontribusi proses glukoneogenesis terhadap produksi glukosa

basal meningkat dari 41% setelah 12 jam sampai 92% setelah 40 jam puasa. Dalam keadaan

puasa yang lama, ginjal memproduksi 25% atau lebih dari total kebutuhan akan glukosa,

terutama melalui proses glukoneogenesis dari glutamine, laktat dan gliserol. Pada insufisiensi

ginjal kronik yang berat akan terjadi gangguan produksi glukosa renal sehingga akan

menimbulkan hipoglikemi puasa. Bila kadar glukosa plasma berada dibawah nilai ambang

hipoglikemi, akan terjadi pelepasan hormon2 kontra regulasi, sebagai usaha untuk meningkatkan

produksi glukosa. Nilai ambang ini diperkirakan pada kadar 67 mg/dl. Bagian ventromedial

hipothalamus merupakan organ utama yang berperan dalam respons kontra regulasi.

Hormon kontra regulasi terbagi dalam 2 kelompok, yaitu hormon kerja cepat yaitu

katekolamin dan glukagon dan hormon kerja lambat yaitu growth hormone dan kortisol.

Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) bekerja menghambat sekresi insulin dan secara

langsung merangsang proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal, menghambat utilisasi glukosa

di jaringan perifer dan merangsang proses lipolisis. Selanjutnya proses lipolisis akan

Page 6: Tutorial Hipoglikemi

menghasilkan substrat2 yang diperlukan untuk glikoneogenesis (yaitu gliserol) dan sumber

energi alternatif bagi otot (yaitu asam lemak dan benda2 keton). Glukagon terutama bekerja

merangsang produksi glukosa hati, namun sangat sedikit atau bahkan tidak mempunyai efek

terhadap utilisasi glukosa perifer atau stimulasi produksi glukosa ginjal. Walaupun glukagon

merangsang lipolisis dan ketogenesis, namun hanya mempunyai efek minimal terhadap

mobilisasi prekursor glukoneogenesis dari lemak. Efek kontra regulasi dari kortisol dan growth

hormone terjadi beberapa jam setelah hipoglikemi. Jadi kedua hormon ini hanya berperan

minimal dalam pencegahan hipoglikemi akut, namun penting dalam pencegahan hipoglikemi

akibat puasa yang lama. Kortisol merangsang glukoneogenesis hati dan lipolisis, sehingga

meningkatkan kadar asam lemak bebas dan gliserol. Growth hormone juga mempunyai efek

yang sama terhadap lipolisis dan glukoneogenesis, serta secara bersamaan menekan utilisasi

glukosa di jaringan perifer. Kedua hormon diatas dapat meningkatkan lipolisis untuk

menghasilkan substrat penting bagi proses glukoneogenesis, serta asam lemak bebas dan benda2

keton yang akan digunakan sebagai sumber energi alternatif.

Definisi hipoglikemi

Diagnosis hipoglikemi ditegakkan berdasarkan trias Whipple, yaitu:

1. adanya gejala2 dan tanda2 hipoglikemi

2. kadar glukosa plasma yang rendah

3. terjadi pemulihan gejala setelah kadar glukosa plasma kembali normal melalui

pemberian glukosa eksogen.

Namun, nilai cutoff dari kadar glukosa plasma untuk menetapkan hipoglikemi masih

simpang siur. Berbagai kepustakaan menggunakan rentang nilai antara 45 sampai 75 mg/dl (2,5

– 4,2 mmol/l). Dalam praktek sehari-hari, definisi hipoglikemi disesuaikan dengan keadaan

klinis. Walaupun tidak ada ketentuan pasti tentang seberapa rendah kadar glukosa darah sebagai

patokan mendefinisi-kan hipoglikemi, namun terdapat kesepakatan bahwa kadar glukosa plasma

vena antara 45 sampai 60 mg/dl (2,5 – 3,3 mmol/l) jelas mendukung diagnosis hipoglikemi, dan

bila dibawah 45 mg/dl (2,5 mmol/l) biasanya sudah menimbulkan gejala klinis yang berat. Bila

kadar glukosa darah yang rendah disertai dengan gejala2 neurologik, kecurigaan terhadap

Page 7: Tutorial Hipoglikemi

hipoglikemi lebih tinggi dan perlu segera dicari faktor penyebabnya. Pada pasien diabetes yang

diterapi dengan insulin, kadar glukosa darah hendaklah dipertahankan diatas 75 mg/dl (4,2

mmol/l) untuk mencegah kemungkinan terjadinya hipoglikemi simtomatis dan hypoglycemia

unawareness.

Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi

Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi dibagi dalam 2 kategori, yaitu otonomik dan

neuroglikopenik. Tanda-tanda dan gejala-gejala otonomik terjadi akibat aktivasi sistem syaraf

otonom melalui pelepasan epinefrin dari medulla adrenal kedalam sirkulasi dan norepinefrin dari

ujung-ujung syaraf simfatis postganglionik kedalam jaringan-jaringan target. Dalam keadaan

normal, ambang glikemik bagi pelepasan katekolamin lebih tinggi daripada ambangnya bagi

induksi gejala-gejala neuroglikopenik. Sehingga gejala-gejala otonomik mengawali timbulnya

gejala-gejala neuroglikopenik. Gejala-gejala dan tanda-tanda yang berhubungan dengan

pelepasan katekolamin dapat berupa tremor, muka pucat, palpitasi, takhikardia, tekanan nadi

yang melebar dan rasa cemas (ansietas). Berkeringat, rasa lapar dan parestesia juga umum

ditemukan, yang biasanya dimediasi oleh adanya pelepasan asetilkholin. Pada orang dewasa,

pengeluaran keringat lebih mencolok, hal ini diduga akibat stimulasi oleh syaraf2 simfatis

kolinergik post ganglionik.

Gejala2 neuroglikopenik terjadi akibat kekurangan glukosa didalam otak. Karena glukosa

merupakan sumber energi utama untuk metabolisme jaringan otak, maka penurunan kadar

glukosa darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi bagi otak.

Jadi, gejala-gejala neuroglikopenik tidak dapat dibedakan dengan gejala2 akibat

terjadinya hipoksia jaringan otak. Gejala2 tersebut antara lain berupa rasa lemas, kelelahan,

pusing, sakit kepala, perubahan perilaku dan bingung. Pasien dapat mengalami letargi, mudah

tersinggung dan bahkan dapat bersikap agresif. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kognitif,

gangguan berfikir dan berkonsentrasi, aphasia dan bicara kacau. Disamping itu, hipoglikemia

dapat menyebabkan pandangan kabur, kebutaan, paresthesia, hemiplegi, hipotermi, dan bahkan

koma, kejang dan berakhir dengan kematian.

Page 8: Tutorial Hipoglikemi

Episode hipoglikemi yang lama dan berat dapat menimbulkan kematian sel syaraf,

sehingga menyebabkan gangguan fungsi otak yang permanen. Dengan bertambahnya usia,

gejala2 hipoglikemi menjadi berkurang dan profil gejalapun mengalami perubahan.

Dalam suatu studi di Inggris yang membandingkan respons terhadap hipoglikemi pada 7

orang dewasa (5 orang laki-laki) non diabetes yang berumur 65 sampai 80 tahun dengan 6 orang

(3 orang laki-laki) usia 24 sampai 49 tahun, menunjukkan bahwa skor gejala berkurang secara

bermakna pada kelompok usia yang lebih tua. Pada pasien DM, faktor predisposisi terjadinya

hypoglycemia antara lain faktor usia, gangguan fungsi jantung, ginjal dan hati serta adanya

sepsis dan gizi buruk. Disamping itu, beberapa jenis obat dapat pula mengadakan interaksi

dengan golongan sulfonilurea dan insulin, sehingga memperkuat efek hipoglikemik kedua jenis

obat ini. Obat-obatan dapat menyebabkan hipoglikemi melalui beberapa mekanisme, yaitu

melalui:

- Peningkatan sekresi insulin: Disopyramide, Quinine, Pentamidine, Ritodrine, Isoniazide,

Chloroquine.

- Peningkatan ambilan dan utilisasi glukosa dijaringan perifer:Beta adrenergic blocker, ACE

inhibitor, Biguanid, PPAR γ agonist.

- Penurunan produksi glukosa di hati: alkohol, mekanisme otoimun: hidralazine, Procainamide,

Interferon.

-Obat2 yang mengandung gugus sulfhydryl (methimazole,

penicillamine, captopril.

- Tidak jelas mekanismenya (diduga menurunkan klirens insulin) : Sulfonamide, Salisilat,

Antikoagulan (dicumarol, warfarin), Analgetik, antiinflamasi (indomethazine, colchicin,

parasetamol, fenilbutazon), Anti psikotik (haloperidol, chlorpromazine), Ketoconazole, Anti

Parkinson (Selegiline), Octreotide, Phenytoin.

Page 9: Tutorial Hipoglikemi

Secara klinis hipoglikemi dibagi dalam 3 kategori, yaitu :

- Hipoglikemi ringan, yaitu bila gejala-gejala dan tanda-tanda hipoglikemi ringan dan dapat

diobati sendiri oleh pasien.

- Hipoglikemi sedang, yaitu bila gejala2 dan tanda2 hipoglikemi disertai dengan gangguan

kognitif ringan, namun pasien masih bisa menanggulanginya sendiri.

- Hipoglikemi berat, bila disertai dengan gangguan kognitif berat, bahkan sampai terjadi koma

dan kejang sehingga pasien tidak dapat menanggulanginya sendiri.

Penatalaksanaan Hipoglikemia

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai beberapa hal, antara lain: pekerjaan

pasien, riwayat keluarga yang menderita diabetes, riwayat pemakaian obat-obat golongan

sulfonylurea atau insulin, riwayat konsumsi alcohol, riwayat penyakit yang menjadi faktor

predisposisi dan obat-obat lain yang digunakan pasien. Juga perlu ditanyakan tentang frekuensi

dan lamanya episode gejala, ada tidaknya gejala-gejala otonomik dan atau neuroglikopenik,

apakah gejala berkurang dengan minum larutan gula, dan kapan gejala-gejala tersebut terjadi

(pada saat puasa atau sesudah makan)

Pasien yang mengalami hipoglikemi hanya pada periode postprandial mungkin menderita

idiopathic reactive hypoglycemia. Namun, penyebab hipoglikemi lain seperti insulinoma dapat

pula menimbulkan hipoglikemi postprandial.

Kelompok usia lanjut perlu mendapat perhatian khusus, karena mereka sering tidak

mengalami gejala-gejala dini hipoglikemi akibat gangguan fungsi syaraf otonom (hypoglycemia

unawareness), sehingga glukosa darah dapat turun mencapai kadar yang sangat rendah (< 40

mg/dl) yang dapat menimbulkan kerusakan syaraf otak yang irreversible. Penatalaksanaan

hipoglikemi di rumah sakit sebaiknya melibatkan kerjasama tim. Pemantauan kadar glukosa

darah yang ketat perlu dilakukan untuk menentukan penatalaksanaan yang efisien dan efektif.

Penilaian terhadap keadaan umum dan status gizi pasien perlu dilakukan agar dapat ditentukan

apakah pasien masih bisa diberikan terapi oral atau sudah memerlukan terapi parenteral. Setelah

Page 10: Tutorial Hipoglikemi

kejadian hipoglikemi teratasi, harus segera dicari faktor penyebabnya serta dilakukan

penyesuaian dosis OHO atau insulin, atau bila perlu diganti dengan obat-obat yang lebih aman

dalam mengendalikan kadar glukosa darah. Insulin basal yang dikombinasi dengan OHO aman

digunakan pada pasien-pasien DM tipe2. Dalam suatu review dari beberapa studi klinis acak

terkendali, yang membandingkan pemberian insulin monoterapi dan kombinasi dengan OHO, 13

dari 14 diantaranya tidak menunjukkan perbedaan bermakna dari angka kejadian hipoglikemi.

Penggunaan insulin analog terbukti mengurangi angka kejadian hipoglikemi. Dalam beberapa

studi menunjukkan bahwa angka kejadian hipoglikemi lebih rendah pada pemakaian insulin

glargine dan insulin detemir, dibandingkan dengan insulin NPH. Sebelum dipulangkan, pasien

dan keluarganya diberikan edukasi tentang cara-cara pengenalan dan penanggulangan

hipoglikemi, pengaturan makan dan dosis OHO atau insulin.

Simpulan :

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar glukosa darah

dibawah rentang batas normal. Bila kadar glukosa darah turun sampai dibawah 40 mg/dl, akan

memberikan gejala-gejala neurologik yang berat dan irreversibel. Pada pasien DM, hipoglikemia

terutama terjadi akibat pemberian obat-obat golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin.

Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam penatalaksanaan DM, terutama pada pasien

usia lanjut menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah yang akan meningkatkan

risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat hiperglikemia. Pada kelompok usia lanjut,

manifestasi gejala dan tanda2 hipoglikemia seringkali tidak jelas dikarenakan adanya neuropati

otonom (hypoglycemia unawareness) , sehingga terkadang pasien datang ke rumah sakit sudah

dalam keadaan hipoglikemia yang berat. Hipoglikemia dapat memprovokasi terjadinya gangguan

hemodinamik sehingga dapat meningkatkan angka kejadian stroke, infark miokard, dan aritmia

ventrikel serta sudden death.

Hipoglikemia dapat pula menimbulkan penurunan kesadaran dan kejang, yang pada usia

lanjut akan meningkatkan risiko jatuh dan fraktur karena adanya komorbiditas seperti

osteoporosis. Dalam pencegahan dan penatalaksanaan hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 usia

lanjut, edukasi terhadap keluarga memegang peranan yang sangat penting. Pemberian insulin

Page 11: Tutorial Hipoglikemi

analog yang bersifat lebih fisiologik dalam mengendalikan kadar glukosa darah, dapat

mengurangi frekuensi kejadian hipoglikemia.

Daftar Pustaka

Shahab, Alwi. Hipoglikemia pada pasien diabetes.

Dan beberapa dari gabungan Aqil