Tugas Sepsis dan Dehidrasi.doc
description
Transcript of Tugas Sepsis dan Dehidrasi.doc
SEPSIS DAN SYOK SEPSIS
Pendahuluan
Sepsis adalah suatu sindroma yang menjadi penyebab penting meningkatnya
morbiditas dan mortalitas pada penderita gawat darurat.
Sindroma sepsis yang kita kenal sekarang memiliki arti yang lebih luas
danspesifik. Sepsis selalu dikaitkan dengan kejadian infeksi apapun penyebabnya,
apakah bakteri, virus, jamur atau parasit. Sepsis adalah respon infalmasi sistemik
terhadap infeksi.
Sistem pertahanan tubuh penjamu terhadap invasi bakteri merupakan suatu
proses yang rumit yang bertujuan untuk melokalisasi dan mengontrol infeksi dan
menginisiasi perbaikan jaringan yang rusak. Proses inflamasi yang normal diikuti
dengan aktifasi sel-sel fagositik dan pembetukan mediator pro dan anti-inflamasi.
Sepsis terjadi ketika respon terhadap ini terjadi secara menyeluruh dan meluas
sehingga mengakibatkan sel-sel normal lain yang terletak jauh dari lokasi awal jejas
atau infeksi mengalami kerusakan.
Sepsis adalah sebuah sindrom klinik yang sebagai penyulit infeksi berat dan
mewakili respon sistemik terhadap infeksi. Hal ini ini ditandai dengan inflamasi
sistemik dan kerusakan jaringan yang luas. Definisi ini membutuhkan bukti adanya
infeksi dan tanda respon inflamasi sitemik (systemic inflammatory response
syndrome/SIRS). SIRS adalah respons inflamasi yang luas terhdap berbagai gangguan
klinis yang berat. Sindroma ini ditandai dengan adanya dua atau lebih tanda-tanda
sebagai berikut :
Temperatur > 380 C atau < 360 C
Frekuensi nadi > 90 denyut/menit
Frekuensi nafas > 20 nafas/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
Leukosit > 12.000 sel/mm3, 4000 sel/mm3 atau > 10% bentuk batang muda
Singkat kata sepsis adalah SIRS dengan infeksi. Ada berbagai istilah lain seperti
sepsis berat yaitu sepsis yang disertai dengan satu atau lebih disfungsi organ akut,
hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oligouria dan penurunan
kesadaran. Sepsis dengan hipotensi adalah sepsis yang disertai dengan penurunan
tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >40 mmHg
dari biasanya dan tidak ditemukan penyebab hipotensi lainnya. Syok / renjatan sepsis
adalah sepsis dengan hipotensi, meskipun telah diberikan resusitasi cairan yang
adekuat tidak teratasi atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan
darah atau perfusi organ.
Keadaan sepsis ini sering sekali dihadapi di rumah sakit, tanpa adanya pengenalan
dini akan tanda-tanda sepsis dan penatalaksanaan yang terpat dan terpadu maka sepsis
menjadi salah satu penyebab kematian tersering di rumah sakit. Berbagai macam
infeksi dapat menyebabkan sepsis penyebab tersering adalah infeksi saluran nafas,
saluran cerna dan saluran kemih.
Patogenesis
Sepsis dipercaya sebagai suatu proses peradangan intravascular yang berat.
Hal ini dikatakan berat karena sifatnya tidak terkontrol dan berlangsung terus menerus
dengan sendirinya, dikatakan intravascular karena proses ini menggambarkan
penyebaran infeksi melalui pembuluh darah apa yang terjadi pada interaksi infeksi
dari sel ke sel yang terjadi di rongga interstitial. Dikatakan peradangan karena semua
tanda respon sepsis adalah perluasan dari peradangan biasa.
Ketika jaringan mengalami jejas atau terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan
mediator pro dan anti inflamasi. Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk
melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan.
Namun ketika keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas
menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial,
disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi dan
kerusakan organ akibat gengguan sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari kelebihan
respon antiinfalmasi adalah anergi dan immunosupressan. Kedua proses ini dapat
mengganggu satu sama lain sehingga menciptakan kondisi ketidakharmonisan
imunologi yang merusak. Sepsi juga dapat dikatakan sebagai proses otodestruktif
yang merupakan perluasan dari respons patofisologi normal terhadap infeksi yang
melibatkan jaringan normal. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan berbagai macam
organ dikenal dengan sebutan (multiple organ dysfunction syndrome/MODS).
Hasil dari terjadinya sepsis akibat infeksi yang berat memiliki berbagai
determinan. Yang penting adlah faktor penjamu, faktor lingkungan dan faktor
patogen. Patogen yang berbahaya adalah ketika Pseudomonas aeruginosa, spesies
kandida, ada berbagai patogen lain yang meningkat resiko kecacatan seperti
Kleibseila pneumonia, enterobacter, dan seratia marcecens berkaitan dengan
terjadinya syok.
Faktor resiko terjadinya sepsis :
Bateriemia
Usia tua > 65 tahun
Gangguan fungsi pertahanan tubuh
CAP
Derajat kesakitan sepsis ini dipengaruhi respon penjamu yang abnormal, seperti
kegagalan meningkatkan suhu tubuh (hipotermia) memiliki resiko kematian yang
lebih tinggi. Penyakit yang medasari, status gisi pasien, usia, lokasi infeksi, patogen
penyebab, serta infeksi nosokomial, dan pemberian antibiotika sebalumnya.
Proses peradangan pada sepsis
Peradangan normal meliputi pengaturan sel-sel polimofonuklear berguling, menempel
dan diapedesis, kemotaksis dan fagosistosis serta membunuh bakteri. Proses ini
dikendalikan oleh sitokin-sitokin pro dan antiinflamasi yang dilepasakan oleh
makrofag yang teraktivasi. Ketika sepsis terjadi, kejadian ini mengakibatkan
kerusakan jaringan meluas.
Sitokin-sitokin inflamasi
Sitkin tepenting adalah TNF alfa dan IL-1. TNFa kadarnya meningkat pada pasien
sepsis. Hal ini merupakan bagian dari penempelan endotoksin pada protein pengikat
LPS yang selanjutnya di pindakan ke CD14 pada makrofag kemudian mencetuskan
pelepasan TNFa. Bukti lain suatu studi dengan menyuntikan TNFa ternyata
menimbulkan gejala-gejala yang hampir mirip dengan syok sepsis. Beberapa sitokin
ang dikenal berefek sitokin antiinflamantasi menghambat juga pembentukan TNFa
dan IL-1 seperti IL 6 dan IL 10.
Faktor Bakteri
Efek langsung bakteri maupun pelepasan toksin dapat menyebabkan terjadinya sepsis.
Faktor yang utama adalah endoktoksin, dinding sel dan produk-produk seperti
enterotoxin streptokokus, exotoxin A pseudomonas, dan protein M pada streptokokus.
Ada beberapa bukti yang menunjukan bahwa endotoxin adalah mediator inflmasi
yang penting pada infeksi gram negatif. Endotoksin adalah lipopolisakrida yang
dijumpai dinding bakteri bakteri gram negatif. Koagulasi, system koplemen dan
fibrinolitik dapat diaktivasi oleh endotoksin. Selain itu dapat juga menikatkan
pelepasan zat-zat vasoaktif seperti brandikinin sehingga permebilitas endotel
terganggu. Aktivasi komplemen dan gangguan koagulasi normal dapat menyebabkan
trombosis intravaskular diseminata (DIC). Peningkatan kadar endotoksin berkatian
dengan syok dan gangguan fungsi organ multipel.
Kerusakan jaringan
Kerusakan jaringan pada sepsis belum sepenuhnya dimengerti, namun beberapa
mekanisme dapat menjelaskan antara lain: iskemia terjadi karena kekurangan oksigen
akibat gangguan mikrosirkulasi atau hemodinamik sistemik, cidera sitopatik yaitu
kerusakan langsung yang disebabkan oleh mediator proinflamasi dan atau produk
inflamasi lainnya, peningkatan laju apoptosis.
Keterlibatan organ khusus
Bukan suatu hal yang tak lazim bahwa temuan klinis pertama adalah
kegagalan organ. Tidak ada system organ satupun yang kebal terhadap dampak sepsis.
Sistem sirkulasi akan terganggu, keseimbangan antara hantaran oksigen ke
jaringan akan menurun akibat pelepasan berbagai mediator vasoaktif yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas. NO dan prostasiklin diproduksi oleh sel-sel
endothelial. NO diperkirakan sebagai pemain utama vasodilatasi yang dapat
menyebabkan syok sepsis. Selain itu mekanisme kompensasi tubuh seperti respon
vasopressin menurun kadarnya pada keadaan sepsis. Oleh karena itu beberapa studi
mencoba memperbaiki keadaan vaskuler ini dengan pemberian vasopressin dari luar
hasilnya ternyata terjadi perbaikan. Aktivasi panendotelial juga menyebabkan edema
jaringan yang kaya akan protein. Efek samping lain dari disfungsi endotel adalah
gangguan antikoagulan sehingga meningkatkan ekspresi molekul-molekul adesi pada
permukaan endotel. Hipotensi adalah ekspresi yang terberat dari kegagalan sirkulasi
pada sepsis. Hal ini diakibatatkan karena cairan intravaskular keluar dari pembuluh
sehingga tonus arterial menurun sehinga meningkatakn tekanan kapiler dan
meningkatnya permeabilitas kapiler, kejadian yang lain antara lain adalah dilatasi
vena. Ketika hipotensi ini terjadi maka perfusi ke jaringan akan semakin menurun
sehingga kerusakan akan semakin berat.
Di paru-paru terjadi kerusakan endotel pada pembuluh darah paru yang
mengacu pada gangguan aliran kapiler dan peningkan permeabilitas sehingga terjadi
edema aveolar dan interstitial, edema paru adalah konsekuensi klinisnya. Akan terjadi
ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan hipoksia arteri. Acute respiratory distress
syndrome adalah manifestasi klinis apa yang terjadi di paru-paru.
Sistem gastrointestinal adalah target sistem organ yang penting karena
gangguan dan kerusakan pada sistem ini dapat mengakibatkan umpan balik positif
terhadap kerusakan yang lebih berat selanjutnya. Biasanya pasien dengan sepsi
diintubasi dan tidak mampu makan, bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di
saluran cerna bagian atas kemudian teraspirasi ke paru-paru menyebabkan penumonia
nosokomial. Selanjutnya gangguan sirkulasi yang lanjut menyebabkan penurunan
pertahanan usus sehiinga dapat terjadi translokasi bakteria dan endotoksin dari
sirkulasi sistemik. Studi pada binatang menemukan bahwa peningkatan pembuluh
darah intestinal mendahului MODS.
Hati berperan sebagai pertahanan tubuh dan menjalankan fungsi sintesis.
Ganguan fungsi hati dapat terjadi pada tahap awal atau lanjut. Hati seharusnya dapat
menjadi organ pertahanan tubuh awal untuk dapat membersihkan bakteri dan produk-
produknya. Selanjutnya kegagalan hati dalam menawarkan produk produk bakteri
akan menimbulkan respon lokal dan memungkinkan produk-produk berbahaya ini
lolos dan menyebar secara sistemik
Sepsis sering diikuti dengan gagal ginjal akut akibat nekrosis tubular akut.
Bagaimana mekanisme sepsis dan endotoxicemia dapat menyebabkan gagal ginjal
belum sepenuhnya diketahui. Berbagai mekanisme seperti hipotensi sistemik,
vasokonstriksi ginjal secara langsung, pelepasan sitokin seperti TNF dan aktivasi
neutrofil oleh endotoksin dan oleh FMLP, asam amino tiga gugus (fMet-Leu-Phe)
yang merupakan peptida kemotaktik yang berasal dari dinding sel bakteri, mungkin
berperanan dalam menyebabkan kerusakan ginjal. Kemungkinan kematian meningkat
pada pasien yang terjadi gagal ginjal. Salah satu faktor yang berperan adalah
pelepasan mediator proinflamantori sebagai akibat dari interaksi lekosit dengan
membran dialisis saat dilakukan hemodialisis. Penggunaan membran biocompatibel
dapat mencegah inteaksi ini dan meningkatkan keberhasilan dan perbaikan fungsi
ginjal.
Secara klinis keterlibtan sistem saraf pusat dapat bermafestasi sebagai
gangguan kesadaran akibat ensefalopati dan neuropati perifer. Patogenesis
ensefalopati masih banyak yang belum diketahui, walaupun banyak dikatakan bahwa
terjadi microabses dan penyebaran lewat darah namun hal ini masih dipertanyakan
mengingat keragaman patologis sepsis. Belakangan ini diketahui bahwa pengaruh
sistem parasimatis sebagai mediator inflamasi sistemik. Dalam bentuk experimental,
stimulasi aferen nervus vagus meningkatkan pelepasan hormon ACTH dan kortisol
dan tertekan setelah dilakukan vagotomi. Tonus parasimpatis juga mempengaruhi
termoregulasi, dalam sebuah studi dilakukan pemotongan nervus vagus maka
menurunkan hipertermia yang dipicu oleh IL-1. Aktivitas parasimpatis diperantarai
oleh asetilkolin juga memiliki efek antiinflamasi terhadap profil sitokin. Sebih dari
pada studi binatang yang dilakukan vagotomi maka dapat mencegah terjadinya syok
sepsis, hal yng sama juga didaptkan pada penggunaan nikotin, asetilkolin agonis
reseptor untuk menghilangkan respon patologis terhadap sepsis.
Pendekatan Pasien Sepsis
Untuk meningkatkan keberhasilan penanggulangan sepsis dicetiskan suatu
kampanye sepsis sejak tahun 2001. Meliputi diteksi dan kewaspadaan dini terjadinya
sepsi dan penangan dini (early goal-directed therapy/EGDT). Kriteria masuknya
adalah kriteria SIRS kemudian carilah kemungkinan infeksi pada pasien ini, lakukan
kultur mikrobakteria dan periksa laktat jika terjadi asidosis laktat maka termasuk
sepsis berat, sedangkan kalau terjadi hipotensi (sistolik < 90) setelah dilakukan bolus
maka telah terjadi syok sepsis.
Setelah telah tegak sepsis maka lakukan pemasangan pemantau tekanan
sentral dengan pemasangan CVP. Hal yang penting adalah waktu pemberian
antibiotika jangan ditunda-tunda lagi. Pengawasan sirkulasi dengan pemantauan
tekanan vena sentral dan tekanan darah menjadi parameter utama dalam penilaian.
Tujuan utama adalah memastikan bahwa gangguan sirkulasi dapat teratasi, jika
dengan loading cairan masih tidak teratasi maka digunakalah obat-obat vasopressor
seperti norepinefrin, dopamin, fenilefinefrin, vasopresin atau epinefrin. Selain itu
dapat juga diberikan kortikosteroid untuk menekan respon inflamasi. Jika ditemukan
gangguan laju jantung maka dapat diberikan digoksin. Pastika asupan oksigen juga
telah adekuat pantau saturasi oksigen jika saturasi memburuk maka ini adalah indikasi
pemasangan ventilator. Kemudian pantau pula Hb jika Hb kurang dari 10 maka
berikanlah transfusi PRC. Hal yang penting yang perlu diingat adalah kemungkinan
terjadinya DIC pada penderita dengan sepsis oleh karena itu lakukan juga penapisan
DIC dengan memeriksakan PT, aPTT, D-Dimer dan kadar firbrinogen.
EGDT ditujukan untuk menatalaksanaan dalam 6 jam pertama kemudian 24
jam berikutnya dengan harpaan sepsis dapat teratasi dengan cepat.
Hal yang penting adalah pengendalian infeksinya. Begitu infeksi dapat
diketahui port d’entre-nya harus segera diatasi.
DEHIDRASI
Jika seseorang kehilangan cairan melebihi jumlah cairan yang masuk atau
asupan cairan kurang dari cairan yang keluar maka orang tersebut ada dalam keadaan
dehidrasi. Ada dua mekanisme utama untuk mempertahankan volume sirkulasi darah :
1. Variabel hemodinamik sistemik
2. Variabel keseimbangan air dan natrium eksternal
Patofisiologi
Manifestasi dari pengurangan volume ekstrasel berupa penurunan volume
plasma dan hipotensi. Hal ini akan merangsang baroresptor sehingga mengaktivasi
system saraf simpatik dan system renin-angiotensin yang akan meningkatkan tekanan
arteri rata-rata (mean arterial pressure), perfusi serebral dan koroner.
Sedangkan respon pada ginjal berupa penurunan GFR sehingga filtrasi
Natrium berkurang dan peningkatan resorbsi Natrium. Respon ini disebabkan oleh
peningkatan aldosteron dan sekresi AVP serta penekanan sekresi atrial natriuretic
peptide.
2.1.2.3 Gambaran Klinis
Gejala klinis dehidrasi diakibatkan oleh underfilling dari pembuluh arteri dan
respons berikutnya yang dilakukan oleh ginjal dan sistem hemodinamik. Pada
keadaan dehidrasi ringan atau moderat yang terkompensasi sebagian terutama jika
terjadi secara gradua, maka penderita tidak akan memperlihatkan tanda-tanda fisik
kekurangan cairan melainkan hanya ada keluhan lemah dan berkunang-kunang pada
perubahan duduk ke posisi berdiri. Dalam keadaan dehidrasi berat circulatory
collapse yang membahayakan jiwa dapat terjadi. Turgor kulit dan lidah yang kering
merupakan tanda dehidrasi pada anak-anak namun nilainya kurang dapat dipercaya
pada dewasa. Gejala dan tanda kehilangan cairan tubuh dipengaruhi oleh :
1. Besarnya volume cairan yang hilang
2. Kecepatan hilangnya cairan
3. Jenis cairan yang hilang
Anamnesa yang teliti akan membantu menentukan etiologi (muntah, diare,
poliuri, keringat). Sebagian besar merupakan gambaran gangguan keseimbangan
elektrolit dan hipoperfusi jaringan seperti fatigue, lemah, kramp otot, haus, pusing.
hipovolemi yang berat akan memberi gambaran iskemia organ berupa oliguria,
sianosis, nyeri abdomen dan nyeri dada serta gangguan kesadaran. Turgor kulit dan
membran mukosa mulut bukan pertanda yang baik adanya penurunan cairan
interstitial. Tanda penurunan volume intravaskular meliputi penurunan JVP, hipotensi
postural dan takikardia postural sering ditemukan. Kehilangan cairan yang berat akan
menyebabkan shock hipovolemia dengan tanda berupa hipotensi, takikardi,
vasokonstriksi perifer dan hipoperfusi (sianosis, ekstremitas dingin dan lembab,
oliguria) serta perubahan status mental.
Ketepatan tanda-tanda pemeriksaan fisik dalam mendiagnosis kehilangan
cairan :
- Mata cekung
- Mukosa mulut, bibir dan lidah yang kering
- Pulse increment >30 x/menit
- Hipotensi (SBP >20)
- Cappilary refill memanjang
- Gejala neurologi ( bingung, kelemahan ekstremitas, bicara tidak jelas )
- Turgor kulit menurun
- Akral dingin
2.1.2.4 Diagnosis
Anamnesa dan pemeriksaan fisik pada umumnya cukup untuk menentukan
etiologi hipovolemia. Data laboratorium digunakan untuk menunjang diagnosa klinis.
Kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin cendrung meningkat, menandakan
turunnya GFR. Ratio BUN dengan kreatinin umumnya lebih dari 20 : 1. Hal ini
terjadi juga pada keadaan hiperalimentasi (tinggi protein), therapi glukokortikoid dan
perdarahan gastrointestinal.
Kadar natrium bisa berkurang, normal atau berlebih tergantung tonisitas dari
cairan yang hilang, adanya rasa haus dan akses atau tersedianya air. Hipokalemia
sering terjadi oleh karena hilangnya kalium dari ginjal atau gastrointestinal.
Hiperkalemia timbul pada gagal ginjal, insufisiensi adrenal dan metabolic
asidosis. Metabolik alkalosis terjadi pada penggunaan diuretic dan pada muntah-
muntah atau suction nasogastrik. Hematokrit dan albumin plasma akan meningkat.
Respon akan adanya hipovolemia berupa peningkatan resorbsi natrium dan air
yang akan merubah komposisi urine. Konsentrasi natrium umumnya kurang dari 20
mmol/L kecuali pada kasus akut tubular nekrosis (ATN). Hal ini terjadi pula apabila
ada muntah yang berlebih dimana kadar Cl- akan rendah (<20 mmol/L). Osmolalitas
urine dan berat jenis umumnya lebih dari 450 mosmol/kg dan 1.015 menandakan
adanya peningkatan sekresi AVP. Namun pada diabetes insipidus osmolalitas dan
berat jenis urine tidak meningkat.
Pengobatan
Tujuan terapi adalah memberikan cairan yang sama dengan cairan yang hilang
dan menggantikan cairan yang hilang melalui kehilangan yang sedang berlangsung.
Gejala dan tanda termasuk berat badan dapat digunakan untuk memperkirakan
beratnya hipovolemia. Hipovolemia yang ringan dapat dikoreksi melalui jalur oral,
sedangkan yang berat memerlukan jalur intravena. Cairan isotonik atau nomal saline
digunakan pada keadaan normonatremia atau hiponatremia ringan. Hipertonik saline
digunakan pada hiponatremia berat. Hipernatremia memerlukan cairan setengah
saline atau dextrose 5 %. Transfusi darah atau cairan koloid diperlukan pada kasus
perdarahan. Kalium perlu ditambahkan karena biasanya disertai hipokalemia.