Tugas 7 - 15511018 - Ivan Pranata

22
Tugas 7 KL 4111 – BANGUNAN PANTAI Dosen : Andojo Wurjanto, Ph.D Ivan Pranata 15511018 PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014

description

bangunan pantai desain serie 7

Transcript of Tugas 7 - 15511018 - Ivan Pranata

  • Tugas 7

    KL 4111 BANGUNAN PANTAI

    Dosen : Andojo Wurjanto, Ph.D

    Ivan Pranata 15511018

    PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN

    FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    2014

  • Tugas Bangunan Pelindung Pantai Sea Level Rise dan Subsidence

    Sea Level Rise

    Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) adalah lembaga internasional yang didirikan oleh

    PBB yaitu United Nation Environment Program (UNEP) dan World Meteorological Organization

    (WMO) pada tahun 1988 untuk menyediakan pengetahuan yang jelas mengenai perubahan iklim

    dari sudut pandang ilmu pengetahuan serta dampaknya terhadap sosio-ekonomi.

    Ribuan ilmuwan dan ahli dari berbagai Negara di dunia berkontribusi untuk menganalisis perubahan

    iklim di bumi dan menyarankan untuk tindakan penanggulangan.

    Bahasan IPCC 1. Perubahan muka air di masa lalu

    Muka air laut di masa Paleo sekitar 3 juta tahun terakhir melampaui 5 m di atas muka air saat

    ini. Saat temperature lebih panas sekitar 5 oC dari masa pra-industri. Ada kepercayaan yang

    tinggi bahwa maksimum kenaikan muka air laut pada masa intergrasial berkisar 5 m dan tidak

    mmelampaui 10 m dari muka air saat ini.

    Data permukaan air laut permukaan air laut berperan menuntukan perubahan dari abad ke 19

    sampai abad 20 dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi. Data ini juga menunjukan bahwa

    permuakan muka air laut global senantiasa meningkat sejak awal abad ke 20. Dengan rentang

    antara 0.000 0.002 mm/tahun sebelum 1900, 1.5 1.9 mm/tahun pada tahun 1901 1920

    dan 1950 1993, dan 2.8 3.6 mm/ tahun pada tahun 1920 1950 dan 1993 2010.

    2. Pemahaman perubahan muka air laut

    Ekspansi termal laut dan mencairnya gletser telah menjadi kontributor dominan terhadap

    kenaikan permukaan laut global pada abad ke-20. Pengamatan sejak tahun 1971 menunjukan

    bahwa ekspansi termal dan gletser menjelaskan 75% dari kenaikan yang diamati.

    Proyeksi ekspansi termal dan keseimbanga massa eprmukaan Greenland memiliki tingkat

    kepercayaan yang tinggi. Tingkat kepercayaan menengah pada pemodelan proyeksi kehilangan

    massa gletser dan keseimbangan massa permukaan Atlantik.

    Perkiraan berdasarkan model mengenai termal ekspansi di laut dan kontribusi gletser

    menunjukan bahwa kenaikan muka air yang relative besar sejak tahun 1993 merupakan

    dampak dari efek radiative dan meningkatkan hilangnya es di gletser.

  • 3. Cadangan energi bumi

    Perkiraan Independen mengenai RF efektif dari sistem iklim, penyimpanan panas, dan

    pemanasan permukaan dikombinasikan untuk memberikan cadangan energi untuk bumi

    dengan perkiraan sensitivitas iklim. Peningkatan penyimpanan panas terbesar di sistem iklim

    selama beberapa dekade terakhir terjadi di lautan. Hal ini menjadi dasar yang kuat bagi

    pengamatan untuk mendeteksi iklim.

    4. Proyeksi kenaikan muka air laut global

    Terdapat kecenderungna bahwa besarnya kenaikan muka air laut global dapat melampaui

    besarnya kenaikan dari hasil observasi yang dilakukan antara tahun 1971 2010 berdasar

    semua scenario (RCP) akibat peningkatan suhu di laut dan berkurangnya massa es dari gletser

    dan lapisan es.

    Kenaikan muka air laut global rata-rata untuk periode 2081 - 2100 berada dalam kisaran 5

    sampai 95% dibandingkan dengan 1986 2005. Angkanya dapat mencapai 16mm/tahun.

    Hampir dipastikan bahwa kenaikan muka air laut akan terus terjadi sampai setlah tahun 2100.

    Besarnya kenaikan muka air laut bergantung pada emisi di masa depan. Berdasarkan proses

    model, kenaikan muka air pada tahun 2300 kurang dari 1 m dibandingkan dengan masa pre-

    industrial. Dan dengan scenario RCP 8.5, kenaikannya berkisar antara 1 m sampai 3 m. Jumlah

    ekspansi termal di laut semakin lama semakin meningkat, tetapi kontribusi gletser terhadap

    kenaikan muka air laut semakin berkurang karena jumlah gletser yang semakin sedikit.

    Bukti yang tersedia menunjukan bahwa global warming yang berkepanjangan dapat

    mengakibatkan lapisan es di Greenland hilang secara total dalam 1 milenium dan menyebabkan

    kenaikan muka air laut hingga 7 m.

    5. Proyeksi kenaikan muka air laut regional

    Pada abad ke-21 dan seterusnya dimungkinkan bahwa kenaikan muka air laut akan memiliki

    pola yang signifikan. Pada beberapa daerah local dan regional akan terlihat dampak perubahan

    muka air laut akibat kenaikan muka air laut secara global. Pada periode satu decade, perubahan

    muka air laut regional dapat berbeda 100% dari perubahan global. Pada akhir abad ke-21

    kenaikan muka air laut di dunia akan positif, hanya beberapa regional yang akan mengalami

    penurunan yaitu di lokasi dekat gletser.

    6. Proyeksi kenaikan muka air laut ekstrim dan permukaan gelombang pada abad 21

    Terdapat kecenderungan terjadinya perubahan muka air laut ekstrim pada beberapa daerah

    pada awal abad ke-21. Hal ini merupakan dampak dari kenaikan muka air laut global. Dan ada

    sedikit kemungkinan kejadian pada daerah badai dan storm surge.

    Data SLR di masa lalu yang digunakan IPCC Data SLR masa lalu yang digunakan IPCC merupakan rekaman data yang digunakan untuk melihat

    sensitivitas SLR terhadap perubahan iklim yang terjadi untuk memahami hubungan antar perubahan

    iklim dan kenaikan muka air laut.

    Terdapat 2 cara yang dilakukan untuk mendapat data muka air laut di masa lalu, yaitu:

  • 1. The Geological Record

    a. The Middle Pliocene

    Terdapat keyakinan bahwa pada masa pertengahan Pliocene, temperature rata-rata

    global lebih hangat 2-3.5oC dibandung temperature saat ini. Muka air laut tidak lebih

    dari 20 m jika disbanding dengan kondisi saat ini.

    b. Marine Isotope Stage 11

    Suhu pada saat tersebut dipercaya lebih tinggi berkisar antara 1.5 2.0 oC, dan

    perkiraan muka air global lebih tinggi antara 6 15 m disbanding saat sekarang.

    c. The last Interglacial Period

    Selama masa interglacial periode terakhir, rata-rata suhu bumi tahunan 1 oC

    dengan permukaan air laut lebih tinggi berkisar 6 m 8.8 m diatas permukaan laut.

    Diketahui bahwa perubahan muka air laut setelah abad ke-20 adalah 1.5 1.9

    mm/tahun.

    d. The Late Holocene

    Pada periode ini fluktuasi muka air laut tidak melebihi 0.25 m dalam rentang

    beberapa ratus tahun.

    2. The Instrumental Method

    Metode ini terutama terdiri dari pengukuran tide gauge selama 2-3 abad terakhir dan sejak

    awal 1990an pengukuran menggunakan radar altimeter berbasis satelit.

    a. The Tide Gauge Record (1700-2012)

    b. The Satellite Altimeter Record (19932012)

    Gambar a). Paleo sea level data for the last 3000 years from Northern and Southern Hemisphere

    sites. The effects of glacial isostatic adjustment (GIA) have been removed from these records. Light

    green = Iceland (Gehrels et al., 2006), purple = Nova Scotia (Gehrels et al., 2005), bright blue =

    Connecticut (Donnelly et al., 2004), blue = Nova Scotia (Gehrels et al., 2005), red = United Kingdom

    (Gehrels et al., 2011), green = North Carolina (Kemp et al., 2011), brown = New Zealand (Gehrels et

    al., 2008), grey = mid-Pacific Ocean (Woodroffe et al., 2012).

  • Gambar b). Paleo sea level data from salt marshes since 1700 from Northern and Southern

    Hemisphere sites compared to sea level reconstruction from tide gauges (blue time series with

    uncertainty) (Jevrejeva et al., 2008). The effects of GIA have been removed from these records by

    subtracting the long-term trend (Gehrels and Woodworth, 2013). Ordinate axis on the left

    corresponds to the paleo sea level data. Ordinate axis on the right corresponds to tide gauge data.

    Green and light green = North Carolina (Kemp et al., 2011), orange = Iceland (Gehrels et al., 2006),

    purple = New Zealand (Gehrels et al., 2008), dark green = Tasmania (Gehrels et al., 2012), brown =

    Nova Scotia (Gehrels et al., 2005).

  • Gambar c). Yearly average global mean sea level (GMSL) reconstructed from tide gauges by three

    different approaches. Orange from Church and White (2011),blue from Jevrejeva et al. (2008), green

    from Ray and Douglas (2011) (see Section 3.7).

    Gambar d). Altimetry data sets from five groups (University of Colorado (CU), National Oceanic and

    Atmospheric Administration (NOAA), Goddard Space Flight Centre (GSFC), Archiving, Validation and

    Interpretation of Satellite Oceanographic (AVISO), Commonwealth Scientific and Industrial Research

    Organisation (CSIRO)) with mean of the five shown as bright blue line (see Section 3.7).

  • Gamabr e). Comparison of the paleo data from salt marshes (purple symbols, from (b)), with tide

    gauge and altimetry data sets (same line colours as in (c) and (d)). All paleo data were shifted by

    mean of 17001850 derived from the Sand Point, North Carolina data. The Jevrejeva et al. (2008)

    tide gauge data were shifted by their mean for 17001850; other two tide gauge data sets were

    shifted by the same amount. The altimeter time series has been shifted vertically upwards so that

    their mean value over the 19932007 period aligns with the mean value of the average of all three

    tide gauge

    Skenario SLR di Masa Depan Menurut IPCC Terdapat empat scenario yang digunakan oleh IPCC dalam memprediksi SLR di masa depan. Empat

    tersebut antara lain RCP 2.6, RCP 4.5, RCP 6.0, RCP 8.5.

    Pada semua scenario, laju kenaikan pada awal proyeksi RCP (2007-2013) adalah sekitar 3,7

    mm/tahun, sedikit lebih besar dari kisaran 2.8 3.6 mm/ tahun. Pada semua scenario, ekspansi

    termal merupakan kontribusi berbesar yang diperhitungkan. Lalu gletser merupakan terbesar kedua.

    Pada akhir abad ke-21, mereka memiliki perkiraan kenaikan muka air laut sekitar 0,25 m, dengan

    RCP2.6 memberikan paling sedikit kenaikan (0,40 [0,26 untuk 0,55] m) dan RCP8.5 memberikan

    kemungkinan terbesar (0,63 [0,45-0,82] m). RCP4.5 dan RCP6.0 memiliki hasil yang mirip pada akhir

    abad (0.47 [0,32-0,63] m dan 0,48 [0,33-0,63]] m masing-masing), tapi RCP4.5 memiliki tingkat yang

    lebih besar dari kenaikan sebelumnya di abad daripada RCP6.0. Pada 2100, rentang kemungkinan

  • adalah 0,44 [0,28-0,61] m (RCP2.6), 0,53 [0,36-0,71] m (RCP4.5), 0,55 [0,38-0,73] m (RCP6.0), dan

    0,74 [0,52-0,98] m (RCP8.5).

    Dalam RCP 2.6 menjadi tiba-tiba konstan (proyeksi sental 4.5 mm/tahun. Sedangkan percepatan

    menggunakan RCP8.5 mencapai 8-16 mm/tahun.

    Penyebab SLR Menurut IPCC, terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab Sea Level Rise, antara lain:

    Perubahan temperature dan salinitas air laut

    Perubahan massa air dan es antara darat dan laut

    Perubahan medan gravitasi dan pergerakan vertical seabed yang dikaitkan dengan

    deformasi bumi visco-elastik

    Transfer massa permukaan dari darat ke laut

    Proses Anthropogenik yang mempengaruhi perubahan pada air permukaan dan air tanah

    Namun menurut IPCC yang paling mempengaruhi sea level rise adalah perubahan temperature di

    laut dan massa air dan es yang ada di laut dan di darat efek dari global warming di bumi.

  • Opsi Menghadapi Bencana Akibat Daya Rusak Laut

    Referensi tentang Opsi Fight Retreat Adapt Strategi menghadapi kenaikan muka air laut berupa fight, retreat dan adapt bermula dari tulisan

    berjudul Strategies for Adaption to Sea Level Rise dalam laporan IPCC pertama yang ditulis oleh J.

    Dronkers, J. T. E. Gilbert, L.W. Butler, J.J. Carey, J. Campbell, E. James , C. McKenzie, R. Misdorp, N.

    Quin, K.L. Ries, P.C. Schroder, J.R. Spradley, J.G. Titus, L. Vallianos, dan J. von Dadelszen pada tahun

    1990.

    http://papers.risi

    ngsea.net/federa

    l_reports/IPCC-

    1990-adaption-

    to-sea-level-

    rise.pdf

    Lalu selanjutnya dibahas dalam Coastal zones and small islands dalam Impacts, Adaptations and

    Mitigationof Climate Change: Scientific-Technical Analyses yang ditulis sebagai kontribusi untuk

    Working Group II Laporan Assesmen Kedua IPCC yang ditulis oleh Bijlsma, L., C.N. Ehler, R.J.T. Klein,

    S.M. Kulshrestha, R.F. McLean, N. Mimura, R.J. Nicholls, L.A. Nurse, H. Prez Nieto,E.Z. Stakhiv, R.K.

    Turner dan R.A. Warrick pada tahun 1996. Sumber ini banyak digunakan dalam pembahasan strategi

    menghadapi bencana pada beberapa artikel lain dan lebih dikenal dengan Bijlsma et al 1996.

    https://www.ipcc-wg2.gov/publications/SAR/SAR_Chapter%209.pdf

  • Selain itu juga terdapat karangan dalam bahasa Indonesia yang membahas tentang hal tersebut.

    Buku ini dibuat oleh Otto S.R. Ongkosongo yang berjudul Strategi Menghadapi Risiko Bencana di

    Wilayah Pesisir Akibat Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Global.

  • Dalam referensi-referensi di atas dibahas tiga strategi yang dapat diambil untuk menghadapi

    kenaikan muka air laut. Ketiga opsi tersebut yaitu retreat, accommodate dan protect.

  • 1. Retreat

    Retreat yang dimaksud dalam kasus ini adalah meninggalkan lahan dan struktur yang berada

    di daerah rawan dan memindahkan penduduk yang berada di lokasi tersebut. Hal yang perlu

    dilakukan dalam menjalankan opsi ini diantaranya:

    Mencegah pembangunan di daerah yang dekat dengan pantai

    Memungkinkan pengembangan berlangsung pada kondisi bahwa hal itu akan

    ditinggalkan jika perlu

    Tidak ada peran pemerintah secara langsung selain melalui penarikan subsidi dan

    rovision informasi tentang risiko yang terkait

    Contoh yang dapat dilakukan adalah transmigrasi.

    Before After

    2. Accommodate

    Yang dimaksud dengan accommodate dalam kasus ini adalah tetap menggunakan/menghuni

    daerah yang rawan. Untuk mengatasi kenaikan muka air laut yang terjadi, yang dapat

    dilaukan adalah dengan menambah elevasi dari bangunan untuk disesuaikan dengan elevasi

    air sehingga tidak tergenang. Tidak lupa dengan memperhitungkan pasang surut dan storm

    surge sehingga tetap dapat mengakomodir pada kondisi ekstrim. Contoh yang dapat

    dilakukan adalah dengan rumah panggung.

  • Before After

    Bangunan diatas ditinggikan untuk mengatasi kenaikan elevasi muka air laut. Hal tersebut

    merupakan salah satu contoh dari accommodate (adapt).

    3. Protect

    Protect berarti melakukan pertahanan pada daerah yang rentan akan dampak SLR terutama

    pada pusat penduduk, aktivitas ekonomi dan sumber daya alam. Opsi ini mellibatkan

    langkah defensive untuk melindungi kawasan terhadap genangan, banjir pasang, efek

    gelombang intrusi air laut dan hilangnya sumber daya alam. Langkah yang dapat dilakukan

    adalah dengan meambangun struktur baik struktur keras ataupun soft structure. Contoh dari

    opsi protect adalah pembangunan tanggul, polder, seawall, dan meningkatkan elevasi

    struktur pelindung yang sudah ada, pengisian material pantai.

  • Penerapan Opsi untuk Kasus Pesisir Jakarta Pada kawasan pesisir Jakarta, besarnya SLR mencapai 0,5 cm/tahun dan subsidence sebesar 7,5 cm/

    tahun. Dalam 50 tahun maka total SLR dan subsidence yang terjadi mencapai 400cm atau sebesar 4

    m. perubahan sebesar itu tentu akan mengakibatkan banyak pesisir Jakarta tergenang air laut. Hal

    ini perlu diatasi menggunakan cara yang tepat karena Jakarta merupakan ibu kota Negara dan juga

    memiliki kegiatan ekonomi dan social yang sangat tinggi.

    Terdapat tiga pilihan cara yang dapat diterapkan pada kasus SLR dan subsidence di Jakarta

    berdasarkan Bijlsma et al 1996 yaitu retreat, accommodate dan protect.

    1. Retreat

  • Untuk opsi retreat, yang perlu dilakukan pada kawasan pesisir Jakarta adalah mengosongkan

    kawasan yang rawan dan memindahkan orang ke tempat yang tidak terkena dampak SLR

    dan subsidence.

    Opsi ini sangat sulit untuk diaplikasikan di Jakarta sangat banyak wilayah di Jakarta

    khususnya Jakarta Utara yang perlu dikosongkan dan dipindahkan. Hal ini tentu

    membutuhkan biaya yang sangat tinggi, namun yang jadi masalah utamanya adalah orang

    tidak dapat dengan mudah dipindahkan, bahkan orang yang menghuni bantaran kali saja

    sulit untuk dipindahkan, apalagi dari kawasan yang relative sudah berkembang.

    2. Accommodate

    Untuk opsi akomodate, yang perlu dilakukan adalah menyesuaikan elevasi bangunan agar

    tidak tergenang air laut. Penyesuaian elevasi ini sulit untuk dilaksanakan di Jakarta apalagi

    dengan besarnya 4 m karena sebagian besar bangunan di Jakarta merupakan bangunan

    permanen seperti apartmen dan perkantoran yang tidak bisa dengan mudah diatur

    elevasinya. Opsi ini hanya dapat dilaksanakan pada kawasan pesisir yang masih tergolong

    sepi dan bangunan yang ada bukanlah merupakan bangunan permanen.

    3. Protect

    Opsi protect merupakan pilihan yang paling tepat untuk mengatasi dampak bencana SLR dan

    subsidence di kota besar dengan tingkat sosio-ekonomi yang tinggi. Sehingga nilai sosio-

    ekonomi wilayah tersebtut tidak menurun. Proteksi yang dapat diterapkan untuk kawasan

    pesisir Jakarta adalah dengan membuat sistem tanggul polder sehingga kawasan pesisir

    Jakarta tidak terkena dampak kenaikan permukaan air laut yang terjadi. Maka rencana

    pemerintah untuk membangun NCICD merupakan langkah yang tepat untuk menghadapi

    SLR dan subsidence yang terjadi di Jakarta.

  • Adaptasi Bangunan Pengaman Pantai Dengan mengambil angka moderat, gabungan SLR dan subsidence sebesar 5 cm per tahun, dalam

    waktu 20 tahun maka akan terjadi perbedaan sekitar 1 m. untuk mengatasi perbedaan elevasi

    sebesar 1 m, perlu dilakukan adaptasi terhadap bangunan pengaman pantai yang berupa pemecah

    gelombang, revetment dan groin.

    Pada struktur rubble mound, ukuran armor tidak terpengaruh dengan adanya perbedaan elevasi

    sebesar 1 m tersebut karena rumus Hudson yang digunakan untuk menghitung berat armor adalah

    sebagai berikut:

    ( )

    Dimana:

    W = berat dalam Newton atau pound untuk satu buah unit armor pada lapisan lindung

    wr = berat unit armor dalam N/m3 atau dalam lb/ft3, bisa juga menggunakan satuan massa jenis yaitu

    kg/m3 atau dalam slugs/ft3 untuk mendapatkan W dalam massa kg atau slugs

    H = Tinggi gelombang desain bias dalam m atau ft

    Sr = spesifik gravity dari armor unit relative terhadap air (Sr = wr / ww)

    ww = berat jenis dari air, untuk air tawar = 9800 N/m3(62.4 lb/m3) , air laut = 10047 N/m3(64 lb/m3)

    = sudut kemiringan struktur terhadap sumbu horizontal dalam derajat

    KD = Koifisien stabilitas bergantung pada bentuk armot, kekerasan, ketajaman sudut, dan derajat

    interlocking.

    Kondisi awal:

    Pantai dengan kemiringan 1:80

    Tinggi gelombang di laut dalam, H0 = 2 m

    Periode gelombang T0 = 6 detik

    Kedalaman lokasi breakwater, d = 4 m

    Berat Jenis armor, wr = 27.000 N/m3 = 2755 kg/m3

    Berat jenis air, ww = 10.047 N/m3

    Kemiringan breakwater , = 33,7o

    1. Menghitung tinggi breakwater

    Tinggi breakwater dihitung melalui perhitungan run up pada break water.

    Rumus perhitungan run up: dimana

    dan

    Dimana:

    Rmax = run up maksimum di breakwater

    = kemiringan pantai

    = irribaren number

    = tinggi gelombang di laut dalam

    = panjang gelombang di laut dalam

  • Sehingga

    (

    )

    (

    )

    Dengan Rmax = 0,57 m, maka puncak pemecah gelombang dibuat 1 m diatas permukaan

    laut.

    2. Menghitung Berat Unit Armor W

    ( )

    (

    )

    Untuk material batu alam, berdasar tabel maka KD diambil untuk batu alam dengan

    permukaan dan ujung kasar dan kondsi gelombang pecah yaitu 1,9 dan = 1,5, maka:

    ( )

    Dibutuhkan batu alam dengan massa 1610 kg

    Untuk lapisan under layer massa material yang digunakan =

    Untuk inti massa material yang digunakan =

    3. Menghitung lebar puncak

    (

    )

    N yang digunakan adalah 2

    berdasar tabel adalah 1,0

    (

    )

    Maka lebar puncak breakwater adalah 1,67 m

    4. Menghitung tebal lapisan

    (

    )

    Tebal lapisan lindung:

    (

    )

    Tebal lapisan kedua:

    (

    )

    Maka tebal untuk lapisan lindung adalah 1,67 m dan tebal untuk lapis kedua adalah 0,78 m.

  • Berdasar perhitungan di atas, maka didapat dimensi breakwater yang sesuai untuk kondisi pantai

    tersebut. Gambar potongan melintang breakwater berdasar perhitungan di atas adalah sebagai

    berikut:

    Adaptasi struktur rubble mound yang berlaku untuk ketiganya:

    Menyesuaikan elevasi puncak, ditambah 1 meter

    Lebar puncak struktur tetap

    Adaptasi bangunan pantai tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini:

    1. Pemecah Gelombang

    Adaptasi yang perlu dilakukan untuk menghadapi SLR dan subsidence yang besarnya

    mencapai 1 m pada pemecah gelombang adalah

    mengubah dimensi breakwater

    menyesuaikan elevasi puncak breakwater,

    lebar puncak tetap,

    menyesuaikan lebar bawah dengan kemiringan struktur.

    Gambar Potongan Breakwater

  • Gambar Potongan Detail Breakwater

    Gambar Denah Breakwater

    2. Revetment

    Pada revtmen yang perlu dilakukan adalah:

    Menyesuaikan lokasi dan dimensi revetment dengan garis pantai yang baru

    Menyesuaikan elevasi puncak revetmen

    Lebar puncak tetap

    Menyesuaikan lebar bawah dengan kemiringan struktur revetmen

  • Gambar Potongan Revetment

    Gambar Potongan Detail Rcevetment

    Gambar Denah Revetment

    3. Groin

    Pada groin yang perlu dilakukan adalah:

    Menyesuaikan elevasi puncak groin

    Lebar puncak groin tetap

    Menyesuaikan lebar bawah dengan kemiringan struktur groin

  • Menyesuaikan bagian groin yang menempel pada garis pantai dengan daris pantai

    yang baru

    Gambar Potongan Groin

    Gambar Potongan Detail Groin

    Gambar Denah Groin