Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

28
LAPORAN PENELITIAN PENGGUNAAN KUESIONER STRONG KIDS SEBAGAI UJI TAPIS MALNUTRISI RUMAH SAKIT PADA ANAK Disusun oleh: Ivan Riyanto Widjaja (20110106) Cut Nurul Hafifah (20110704) Pembimbing: DR. Dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K) Dr. Yoga Devaera, SpA Dr. Klara Yuliarti, SpA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA 0

description

labor

Transcript of Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

Page 1: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

LAPORAN PENELITIAN

PENGGUNAAN KUESIONER STRONG KIDS SEBAGAI UJI TAPIS MALNUTRISI RUMAH SAKIT PADA ANAK

Disusun oleh:

Ivan Riyanto Widjaja (20110106)

Cut Nurul Hafifah (20110704)

Pembimbing:

DR. Dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K)

Dr. Yoga Devaera, SpA

Dr. Klara Yuliarti, SpA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA2012

0

Page 2: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangAnak-anak memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi dan cadangan energi

yang lebih rendah. Energi tersebut juga dibutuhkan anak untuk tumbuh dan

berkembang. Selain asuhan medis dan keperawatan, asuhan nutrisi pada pasien

anak juga sangat penting bagi kesembuhan dan tumbuh kembang anak. Pada

saat masuk, sekitar 6-40% anak telah mengalami malnutrisi dan selama

perawatan di rumah sakit status nutrisi pasien anak dapat terus menurun.1-3

Malnutrisi rumah sakit (MRS) adalah malnutrisi yang terjadi selama

perawatan di rumah sakit. Pasien anak di rumah sakit merupakan salah satu

kelompok yang berisiko mengalami malnutrisi. Di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM) selama tahun 2011, sekitar 15,2% pasien anak di ruang

rawat anak mengalami MRS.4 Sementara itu, terdapat 3,9% pasien di ruang

rawat bedah anak yang mengalami penurunan berat badan selama perawatan di

rumah sakit.

Malnutrisi telah dibuktikan berkaitan dengan peningkatan morbiditas dan

mortalitas pada anak, termasuk peningkatan risiko infeksi karena kekebalan

tubuh yang menurun, penyembuhan luka yang lama, penurunan fungsi saluran

cerna, ketergantungan terhadap ventilasi mekanik, dan waktu rawat inap yang

lebih lama.5,6

Sejak tahun 2009, Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) RSCM telah

menjalankan program asuhan nutrisi untuk semua pasien anak yang dirawat

inap. Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan nutrisi pasien anak

selama rawat inap. Selama ini program ini telah dijalankan di ruang rawat inap

Departemen IKA RSCM sementara terdapat beberapa ruang rawat inap lain yang

merawat pasien anak yang belum dapat dijangkau karena keterbatasan sumber

daya manusia. Pada ruang rawat inap tersebut belum dijalankan asuhan nutrisi

menyeluruh dan berkala yang melibatkan dokter, perawat, dietisien, dan ahli

farmasi. Padahal pengukuran status gizi sewaktu hanya dapat mengidentifikasi

pasien yang sudah dalam keadaan malnutrisi, tetapi tidak bisa menilai pasien-

pasien yang berisiko mengalami malnutrisi ke depannya selama perawatan.

Untuk mencegah MRS dan komplikasinya, risiko penurunan berat badan dan

defisiensi zat gizi perlu dikenali saat pasien masuk RS sehingga asuhan nutrisi

yang menyeluruh dapat dimulai sejak awal.7 Oleh karena itu uji tapis malnutrisi

1

Page 3: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

perlu dilakukan dalam rangka mengenali pasien anak yang berisiko mengalami

MRS sehingga dapat dilakukan intervensi sejak dini.

Saat ini, telah terdapat berbagai macam kuesioner uji tapis MRS pada

anak, seperti Screening Tool Risk on Nutritional Status and Growth (STRONG

kids), Paediatric Yorkhill Malnutrition Score, Screening Tool for the Assesment of

Malnutrion in Paediatrics (STAMP). Meski belum ada satu macam alat uji tapis

yang direkomendasikan untuk anak, tetapi alat uji tapis ini dapat membantu

dalam menilai risiko MRS pada pasien anak.8 Salah satu uji tapis yang telah

digunakan secara luas adalah STRONG kids. Hulst, dkk.9 meneliti penggunaan

STRONG kids di 44 rumah sakit di Belanda dan hasilnya menunjukkan bahwa alat

uji tapis ini dapat dipergunakan untuk menilai risiko malnutrisi pada anak. Meski

demikian, belum diketahui apakah uji tapis ini dapat dipergunakan di RSCM dan

nilai cut off score yang paling sesuai untuk menentukan pasien anak yang

memerlukan asuhan nutrisi menyeluruh dan berkala. Oleh karena itu, penelitian

ini dilakukan untuk menilai penerapan uji tapis STRONG kids.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi:

1. Apakah uji tapis STRONG kids dapat menilai pasien anak yang berisiko

mengalami MRS?

2. Berapakah nilai cut off score yang paling sesuai untuk pasien anak dengan risiko MRS di RSCM ?

1.3. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang ditetapkan pada penelitian ini adalah:

1. Uji tapis STRONG kids dapat diterapkan untuk menilai pasien anak dengan

risiko MRS

2. Nilai cut off score yang paling sesuai untuk pasien anak dengan risiko MRS

adalah 3

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum

Menilai risiko MRS dengan penerapan uji tapis STRONG kids pada pasien anak

1.4..2 Tujuan khusus

a. Mengetahui prevalens pasien anak dengan MRS.

b. Menentukan cut off score yang paling sesuai dengan risiko MRS.

2

Page 4: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bidang penelitian

Menambah data dasar mengenai MRS pada pasien anak

1.5.2 Bidang pelayanan

a. Menambah perhatian tentang MRS

b. Menerapkan alat uji tapis MRS yang dapat digunakan oleh staf non medis

untuk menilai risiko MRS

1.5.3 Bidang pendidikan

Mendapatkan pengetahuan mengenai pneumonia MRS dan uji tapis MRS

3

Page 5: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Istilah MRS atau hospital acquired malnutrition digunakan untuk keadaan

malnutrisi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Besar kecilnya

angka prevalens MRS menunjukkan kualitas pelayanan RS tersebut.10

2.1. Definisi

Penilaian adanya MRS dinilai berdasarkan persentase penurunan berat badan

(BB) dalam jangka waktu tertentu. Sermet-Gaudelus, dkk.7 menggunakan kriteria

penurunan BB >2% dalam jangka waktu seminggu sebagai kriteria dalam

menilai adanya MRS. Kriteria ini digunakan karena penurunan BB yang signifikan

dalam jangka waktu yang relatif singkat berkaitan dengan risiko terjadinya

malnutrisi. Kriteria ini diperkirakan berdasarkan hasil temuan Merrit, dkk.11 yaitu

penurunan BB 5% dalam jangka waktu satu bulan merupakan ambang kritis

timbulnya luaran klinis yang buruk. Sebuah studi pada orang dewasa

menunjukkan bahwa penurunan BB >10% dalam jangka waktu 3 bulan sebelum

operasi (yaitu sekitar 0,8% dalam jangka waktu 1 minggu) berkaitan dengan

morbiditas pascaoperasi.12 Sementara itu, Walker, dkk.13 menyatakan kriteria

penurunan BB yang signifikan adalah 1-2% dalam jangka waktu 1 minggu dan

penurunan BB yang berat sebesar >2%.

Tabel 1. Penilaian penurunan BB berdasarkan jangka waktu tertentu12

Jangka waktu Signifikan (%) Berat (%)

1 minggu 1-2 >2

1 bulan 5 >5

6 bulan 10 >10

Penurunan BB ini dihitung sebagai berikut.

BB sebelumnya – BB saat ini % penurunan BB = BB sebelumnya

4

Page 6: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

2.2. Prevalens

Angka prevalens MRS pada pasien anak yang dirawat inap masih tinggi. Pada

saat masuk, sekitar 6-40% anak telah mengalami malnutrisi dan selama

perawatan di rumah sakit status nutrisi pasien anak dapat terus menurun.1-3,14-21

Pawellek, dkk.14 melaporkan bahwa malnutrisi berdasarkan kriteria

Waterlow, yaitu BB menurut tinggi badan (BB/TB), pada 475 anak yang dirawat

inap di sebuah rumah sakit di Munich, Jerman adalah sebesar 6,1%. Kelompok

umur yang paling berisiko adalah pasien bayi (7,1%) dan anak berusia 2-5 tahun

(4,3%). Angka prevalens yang serupa yaitu 7,1% dan 8% juga dilaporkan oleh

Hendricks, dkk.15 dan Hendrikse, dkk.16 pada pasien anak yang dirawat di Boston,

Amerika Serikat dan Glasgow, Inggris. Sementara itu, Moy, dkk17 dan Dogan,

dkk.18 menemukan angka malnutrisi sebesar 14% dan 27%. Hasil prevalens yang

cukup tinggi juga ditemukan oleh Ozturk, dkk.19 yaitu sebesar 31,8%. Sementara

itu, Hankard, dkk.20 meneliti 58 anak yang berusia di atas 6 bulan dan telah

dirawat inap selama lebih dari 24 jam dengan hasil 12% anak mengalami

malnutrisi berdasarkan kriteria indeks massa tubuh (IMT) kurang dari -2 standar

deviasi (SD). Martaletti, dkk.21 menemukan prevalens malnutrisi sebesar 11%.

Berdasarkan sejumlah penelitian tersebut, dapat terlihat bahwa prevalens

malnutrisi tidak banyak berubah dalam 10 tahun terakhir.

Tabel 2. Prevalens malnutrisi akut pada anak yang dirawat inap dengan berbagai

diagnosis

Studi Negara Umur n Prevalens

(%)

Definisi

Pawellek, dkk.14 Jerman Semua umur 475 6,1 BB/TB< 80%

Rocha, dkk.3 Brazil < 5 tahun 186 6,9 BB/TB <-2SD

Marteletti, dkk21. Peranci

s

2 bulan – 16

tahun

280 11 BB/TB <-2SD

Dogan, dkk.18 Turki 1 bulan – 23

tahun

528 27,7 BB/TB <-2SD

Ozturk, dkk.19 Turki 2 – 6 tahun 170 31,8 BB/TB <80%

Hankard, dkk.20 Peranci

s

> 6 bulan 58 21 IMT <-2SD

Hendricks, dkk.15 Amerika 0 – 18 tahun 268 7,1 BB/TB < 80%

Hendrikse, dkk 16 Inggris 7 bulan – 16

tahun

226 8,0 BB/TB < 80%

Moy, dkk.17 Inggris 3 bulan – 18 255 14 BB/TB <-2SD

5

Page 7: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

tahun

Berdasarkan hasil penelitian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah

Sakit Cipto Mangunkusumo (IKA RSCM), malnutrisi pada pasien anak meningkat

setelah perawatan selama 14 hari. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)

selama tahun 2011, sekitar 15,2% pasien anak di ruang rawat anak mengalami

MRS.4

2.3. Etiologi dan Patofisiologi

Malnutrisi selama perawatan di RS dapat terjadi karena berbagai sebab, yaitu

kondisi penyakit yang diderita pasien, asupan makanan yang tidak adekuat,

adanya stress akibat manifestasi klinis yang timbul, deprivasi dan ketakutan

pasoen akan tindakan medis yang dilakukan, atau ketika berhadapan dengan

dokter dan paramedik.10

Beberapa penyakit seperti penyakit jantung, keganasan, penyakit ginjal

kronis, dan kelainan neurologis berisiko menimbulkan MRS. Pada pasien dengan

penyakit jantung kronis, dapat ditemukan prevalens gizi kurang yang tinggi

(BB/TB rendah). Pasien-pasien ini seringkali sudah dalam kondisi malnutrisi saat

masuk RS. Sementara itu pasien anak dengan keganasan juga berisiko

mengalami MRS. Hal ini dapat terjadi iatrogenik karena kemoterapi yang

diberikan, maupun oleh adanya infeksi oportunistik yang muncul saat pasien

anak tersebut sedang dalam kondisi imunokompromais sehingga dapat

mengganggu asupan makan, kemampuan absorpsi zat gizi di saluran cerna, dan

anoreksia. Bebeapa jenis keganasan lebih berisiko mengalami MRS, yaitu tumor

padat, meduloblastoma, leukemia nonlimfositik akut, dan leukemia relaps.

Prevalens gizi kurang pada pasien anak dengan keganasan saat masuk RS

sebesar 9,1%. Sementara itu, Reilly, dkk.22 melaporkan malnutrisi pada pasien

leukemia limfoblastik akut sebesar 7% dan Broeder, dkk23 melaporkan malnutrisi

pada pasien dengan tumor padat sebesar 28%.

Selain penyakit yang dialami oleh pasien anak, penggunaan prosedur

invasive pada mulut, seperti suction, pemasangan selang nasogastrik, dan

endotracheal tube dapat menyebabkan toleransi anak menurun di daerah mulut

karena merasa proses makan adalah kondisi yang mengancam. Kewaspadaan

adanya MRS juga perlu disadari oleh dokter dan petugas paramedik lainnya.

Kemampuan, pengetahuan dan pemahaman tentang tanda-tanda MRS penting

dimiliki oleh seluruh dokter dan petugas paramedik.

6

Page 8: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

2.4. Diagnosis

Diagnosis dan penilaian status nutrisi pasien rawat inap seringkali masih sulit

untuk dilakukan karena mahal, sulit dilakukan, harus sensitif, dan dapat

dipercaya. Penilaian status nutrisi yang menyeluruh meliputi penilaian diet,

laboratorium, antropometri, dan klinis, tetapi seringkali sulit dilakukan sehingga

sebagian besar didasarkan atas penilaian klinis dan antropometri.

Untuk mendeteksi dini adanya MRS pada pasien anak dikembangkan

berbagai metode uji tapis, seperti simple pediatric nutritional risk score,7

subjective global nutritional assessment (SGNA),24 Screening Tool Risk on

Nutritional Status and Growth (STRONG kids),9 Paediatric Yorkhill Malnutrition

Score, Screening Tool for the Assesment of Malnutrion in Paediatrics (STAMP).25

Sermet-Gaudelus, dkk7 mengembangkan sistem scoring untuk

mengidentifikasi pasien anak yang berisiko mengalami MRS berdasarkan tiga

komponen, yaitu asupan makanan <50%, rasa nyeri, dan keadaan patologis

yang dibagi menjadi derajat ringan, sedanh, dan berat. Kombinasi ketiga

komponen tersebut menghasilan skor 0 (risiko rendah), 1-2 (risiko sedang), dan

3-5 (risiko tinggi).

Tabel 3. Simple pediatric nutritional risk score dan rekomendasi intervensi nutrisi7

Patologi Rasa nyeri (skor 1)

Asupan makanan

<50% (skor 1)

Skor Risiko

MRS

Intervensi nutrisi

Ringan (derajat 1)

[0]

Tidak ada 0 Rendah Belum perlu

Ringan (derajat 1)

[0]

Salah satu 1 Sedang Penilaian asupan

makanan dan BB tiap

hari

Ringan (derajat 1)

[0]

Keduanya 2 Sedang Rujuk ke dietisien

Sedang (derajat 2)

[1]

Tidak ada 1 Sedang Oral nutrition support

Sedang (derajat 2)

[1]

Salah satu 2 Sedang Oral nutrition support

Sedang (derajat 2)

[1]

Keduanya 3 Tinggi Asupan makanan diukur

secara cermat

Berat (derajat 3) [3] Tidak ada 3 Tinggi Rujuk ke tim asuhan

7

Page 9: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

nutrisi

Berat (derajat 3) [3] Salah satu 4 Tinggi Pertimbangkan nutrisi

enteral/parenteral

Berat (derajat 3) [3] Keduanya 5 Tinggi

Selain simple pediatric nutritional risk score, sistem skoring SGNA juga

merupakan salah satu alat untuk menilai status nutrisi. Alat ini merupakan suatu

kuesioner yang bertujuan mendapat data tentang BB dan TB anak dan orangtua,

asupan makanan, masalah makan, gangguan pencernaan, kapasitas fungsional,

serta perubahan yang terjadi, seperti kesadaran, aktivitas, dan lain-lain.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisis terutama yang terkait defisiensi energi

dan zat gizi, kemudian dilakukan ditentukan apakah status anak baik, kurang,

atau buruk. Penelitian Secker, dkk.24,membandingkan SGNA dengan penilaian

status nutrisi secara obyektif (antropometri dan laboratorium). Hasilnya SGNA

mampu mengidentifikasi adanya malnutrisi, komplikasi terkait nutrisi, dan lama

perawatan pada anak di RS.

McCarthy, dkk25 mengembangkan sistem skoring STAMP untuk menilai

prediktor terjadi malnutrisi pada anak. Persentil BB/U yang rendah, penurunan

BB, dan ketidaksesuai antara persentil BB dan TB, dan perubahan nafsu makan

digunakan sebagai prediktor adanya risiko malnutrisi. Prediktor ini beserta

diagnosis klinis digunakan sebagai suatu alat skrining. Hasil evaluasi STAMP

menunjukkan alat ini cukup dapat dipercaya dengan sensitivitas 70% dan

spesifisitas 91%.

Salah satu sistem skoring lain adalah STRONG kids, yaitu suatu alat uji

tapis MRS pada anak yang terdiri dari empat hal: penilaian klinis status gizi,

penyakit dengan risiko tinggi, asupan makanan, dan perubahan berat badan.

Hulst, dkk.9 menerapkan alat uji tapis ini pada 44 rumah sakit di Belanda.

Hasilnya alat ini dapat digunakan pada 98% anak dan terdapat hubungan yang

signifikan antara pasien “risiko tinggi”, nilai BB/TB yang rendah dan perawatan

rumah sakit yang melanjut. Moeeni, dkk26 di Iran juga telah meneliti penggunaan

alat ini. Hasilnya juga menunjukkan bahwa STRONG kids memiliki korelasi yang

baik dengan status antropometri dibandingkan alat lain. Selain itu, perawatan

yang lama juga berkaitan dengan “risiko tinggi”.

Tabel 4. Skrining Risiko Malnutrisi pada anak usia 1 bulan-18 tahun dengan STRONG kids

Pertanyaan Skor

Apakah pasien memiliki status nutrisi kurang/buruk berdasarkan Tidak (0)

8

Page 10: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

antropometri?

Ya (1)

Apakah terdapat penurunan berat badan ATAU untuk bayi <1 tahun, BB

tidak naik selama 3 bulan terakhir?

Tidak (0)

Ya (1)

Apakah terdapat salah satu dari keadaan/penyakit berikut:

- Diare profuse (5x /hari) dan/atau muntah (3x/hari)

- Asupan makanan berkurang selama beberapa hari terakhir

- Asupan nutrisi tidak cukup karena nyeri

Tidak (0)

Ya (1)

Apakah terdapat penyakit dasar yang mengakibatkan pasien berisiko

mengalami malnutrisi ATAU pasien akan menjalani operasi mayor?

Tidak (0)

Ya (2)

Penyakit dasar yang dapat menimbulkan risiko MRS berdasarkan uji tapis

STRONG kids adalah diare persisten (lebih dari 2 minggu), prematuritas,

penyakit jantung bawaan, infeksi Human Immunodeficieny Virus (HIV), kanker,

penyakit hati kronis, penyakit ginjal kronis, terpasang stoma, trauma, penyakit

metabolik, dan luka bakar.

Tabel 5. Risiko malnutrisi berdasarkan STRONG kids dan kebutuhan intervensi

Skor Risiko MRS Intervensi nutrisi

4-5 Tinggi Rujuk ke tim asuhan nutrisi

Bila pasien dirawat, timbang pasien tiap

hari

0-3 Rendah Evaluasi faktor risiko nutrisi saat

kunjungan berikutnya

Bila pasien dirawat lakukan uji tapis

setiap hari dan bila terjadi perubahan

risiko rujuk ke tim asuhan nutrisi

Obesitas Berapapun skor Rujuk ke tim asuhan nutrisi

Berdasarkan kajian Health Technology Assessment oleh Nassar, dkk.10,

penilaian status nutrisi saat masuk dan keluar RS yang direkomendasikan adalah

BB, TB atau PB, dan lingkar lengan atas (LILA). Bila anak menderita gizi buruk

atau kurang maka pemeriksaan ditambah albumin serum, hemoglobin (Hb) dan

hematokrit (Ht), dan jumlah limfosit absolut. Pemantauan status nutrisi berkala

di RS meliputi BB tiap hari, LILA 1 kali per minggu, tinggi badan 1 kali per bulan.

Sementara pada anak gizi kurang atau buruk albumin serum tiap 10-14 hari, Hb

dan Ht tiap minggu, dan jumlah limfosit absolut tiap minggu.

9

Page 11: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

2.5. Tata laksanaPada setiap anak yang dirawat sebaiknya dicari adanya faktor risiko terjadinya

MRS dan dilakukan penilaian status gizi saat awal masuk RS. Hal ini dinilai

menggunakan alat uji tapis MRS, seperti SGNA, STRONG kids, dan lain-lain.

Setiap anak harus mendapat asuhan nutrisi yang sesuai. Asuhan nutrisi

merupakan suatu cara untuk mengatasi MRS karena dilakukan

berkesinambungan dan setiap saat dapat diubah sesuai kondisi dan respon

pasien.

Asuhan nutrisi pada anak terdiri dari membuat diagnosis masalah nutrisi,

menentukan kebutuhan nutrisi, menentukan cara pemberian, menentukan jenis

makanan, dan melakukan evaluasi. Diagnosis masalah nutrisi adalah penilaian

status nutrisi pasien dan status zat gizi tertentu. Masalah ini dapat berkaitan

dengan gangguan proses pencernaan, metabolisme, dan ekskresi zat gizi pada

berbagai penyakit.

Status nutrisi dinilai berdasarkan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan

antropometri BB dan TB yang diplot pada kurva weight for length/height CDC-

NCHS 2000 untuk anak berusia > 5 tahun dan kurva weight for length/height

WHO 2006 untuk anak berusia 0-5 tahun dan selanjutnya diklasifikasikan

menurut Waterlow 1972, serta kurva indeks massa tubuh menurut usia CDC-

NCHS 2000 untuk anak berusia >2 tahun dan kurva indeks massa tubuh

menurut usia WHO 2006.

o Gizi cukup jika persentase BB pasien terhadap BB ideal berdasarkan TB

(BB/TB) mencapai 90-110% atau berada pada z score -2 sampai 2 kurva WHO

2006

o Gizi kurang jika persentase BB/TB 70-90% atau berada pada z score -2

sampai -3 kurva WHO 2006

o Gizi buruk jika persentase BB/TB kurang dari 70% pada kurva CDC-NCHS

2000 atau berada di bawah z score -3 kurva WHO 2006, disertai tanda-tanda

klinis gizi buruk seperti wajah orangtua susah, iga gambang, wasting, dan

baggy pants.

o Gizi lebih jika indeks massa tubuh (IMT) antara P85-P95 pada kurva CDC-

NCHS 2000 atau berada pada z score +2 sampai +3 kurva WHO 2006.

o Obesitas jika IMT > P95 pada kurva CDC-NCHS 2000 atau berada di atas z

score +3 kurva WHO 2006.

Setelah menentukan masalah nutrisi, selanjutnya dinilai kebutuhan nutrisi.

Kebutuhan kalori idealnya menggunakan kalorimetri indirek, tetapi alat tersebut

10

Page 12: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

mahal dan tidak praktis. Untuk kemudahan praktik klinis, kebutuhan kalori

ditentukan berdasarkan kondisi sakit menggunakan rest energy expenditure

(REE) x faktor aktivitas x faktor stress, sedangkan pada kondisi tidak sakit kritis

berdasarkan BB ideal dikalikan recommended dietary allowance (RDA)

berdasarkan usia tinggi (height age).

Penentuan cara pemberikan makanan dapat berupa oral, enteral, atau

parenteral. Pemberian nutrisi melalui oral dan enteral adalah pilihan utama. Bila

terdapat kontra indikasi pemberian makan melalui saluran cerna, seperti

obstruksi saluran cerna, perdarahan saluran cerna, atau tidak berfungsinya

saluran cerna, maka diberikan melalui parenteral.

Penentuan jenis makanan melalui oral disesuaikan dengan usia dan

kemampuan oromotor pasien, misalnya usia 0-6 bulan dengan air susu ibu (ASI),

usia 6 bulan-1 tahun dengan ASI dan makanan pendmaping, usia 1-2 tahun

dengan makanan keluarga ditambah ASI atau susu sapi segar, dan di atas 2

tahun makanan keluarga. Sementara itu, jenis makanan untuk jalur enteral

disesuaikan dengan fungsi saluran cerna dan dapat berupa polimerik, oligomerik,

dan modular. Pada pemberian parenteral, jenis preparat disesuaikan dengan

usia, kebutuhan, dan akses vena.

Langkah akhir asuhan nutrisi pediatri adalah pemantauan dan evaluasi.

Pemantauan meliputi akseptabilitas dan toleransi. Reaksi simpang yang dapat

terjadi pada pemberian enteral adalah mual, muntah, konstipasi, dan diare.

Sementara pada pemberian parenteral dapat terjadi reaksi infeksi, metabolik,

dan mekanis. Selain itu perlu dilakukan pemantauan efektivitas berupa

pertumbuhan.27

11

Page 13: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

KERANGKA KONSEP

Keterangan:

----------------------- Ruang lingkup penelitian

12

Pasien anak yang dirawat di RS

Penyakit yang diderita pasien

Asupan makanan yang tidak adekuat

Ketakutan akan tindakan/petugas medis

Stres akibat manifestasi klinis yang timbul

Diagnosis

Malnutrisi rumah sakit

Skrining

SGNA STAMP

Simple pediatric nutritional risk score

STRONG kids

Page 14: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi kohort. Desain ini dipilih karena merupakan metode yang paling baik untuk tujuan penelitian ini.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di ruang rawat bedah anak (BCH) di RSCM. Waktu penelitian adalah 27 Agustus 2012 hingga 24 September 2012.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi target adalah pasien anak yang dirawat di rumah sakit.

Populasi terjangkau adalah pasien anak yang dirawat di ruang rawat BCH di RSCM selama 27 Agustus 2012 hingga 24 September 2012.

3.4. Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria i nklusi Anak usia 0-18 tahun Sedang di rawat di tempat penelitian berlangsung

Kriteria e ksklusi

Tidak dapat dilakukan pengukuran berat badan.

Kriteria d rop o ut Pasien dirawat kurang dari 1 minggu Dilakukan operasi yang bersifat membuang massa tumor atau bagian

tubuh sehngga terjadi pengurangan berat badan dalam jumlah yang cukup banyak.

3.5. Estimasi besar sampel dan pengambilan sampel

Penghitungan jumlah sampel proporsi

n=Z2× p×qd2

a = Tingkat kemaknaan = 0,05

Za = 1,960

p = Proporsi area under the curve yang diharapkan= 0,7

q = 1- p = 0,3

13

Page 15: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

d = kesalahan yang masih dapat diterima yaitu 20%

Dari rumus di atas ditetapkan besar sampel yang dibutuhkan ialah 20,23 ≈ 21

orang

3.6. Alur Penelitian

1. Semua pasien yang masuk ke BCH selama periode 27 Agustus 2012

hingga 17 September 2012 dilakukan pengukuran antropometrinya.

2. Dilakukan penghitungan skor STRONG kids.

3. Pada hari ke 7 dilakukan pengukuran antropometri ulang.

4. Ditentukan status malnutrisi rumah sakit pasien.

5. Data tersebut dimasukkan ke dalam tabulasi.

6. Dibuat kurva ROC dan dilakukan penentuan nilai batas (cut-off) dengan

mempertimbangkan sensitifitas dan spesifisitas.

3.6. Identifikasi variabel

Identifikasi variabel untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

Dalam penelitian ini adalah malnutrisi rumah sakit.

2. Variabel bebas adalah variabel yang secara langsung berhubungan dengan

hipotesis, yang dinilai pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Dalam

penelitian ini adalah skor STRONG kids

3.7. Definisi Operasional

Usia

Pada penelitian ini usia didefinisikan sebagai selisih antara tanggal

pengisian data dengan tanggal lahir dalam bulan, di mana akan dilakukan

pembulatan ke bawah bila terdapat kelebihan kurang dari 2 minggu dan

pembulatan ke atas bila terdapat kelebihan lebih dari 2 minggu.

Malnutrisi rumah sakit

Berkurangnya berat badan lebih dari atau sama dengan 2% dari berat

badan semula dalam periode perawatan 1 minggu.

Berat badan

Berat seorang anak yang diukur dengan menggunakan timbangan digital

bila anak tersebut belum dapat berdiri dan berat badannya dibawah 20 kg

dengan cara ditidurkan atau didudukkan di dalam timbangan. Mereka

yang berusia di atas 1 tahun, berat badan diatas 20 kg atau tidak seluruh

14

Page 16: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

bagian tubuh dapat dimasukkan ke dalam timbangan maka ditimbang

menggunakan timbangan mekanik.

Tinggi badan

Tinggi badan diukur dengan menggunakan panjang badan pada mereka

yang memiliki panjang badan di bawah 65 cm serta tidak dapat berdiri

menggunakan meteran. Untuk mereka yang memiliki panjang badan di

atas 65 cm dan dapat berdiri dilakukan pengukuran tinggi badan.

3.8. Manajemen dan analisis data

Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir laporan penelitian yang telah

disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam data base komputer menggunakan

program SPSS versi 15.0. Data deskriptif disajikan secara tekstular dan tabular.

Metode statistik yang digunakan pada penelitian adalah pembuatan kurva area

under the curve (AUC).

15

Page 17: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada periode penelitian ini terdapat 67 pasien yang dirawat di ruang perawatan

BCH. Dari 67 pasien tersebut, 1 orang tidak diikut sertakan dalam penelitian

karena tidak dapat dilakukan pengukuran berat badan secara tepat, 40 orang

dikeluarkan dari penelitian karena dirawat kurang dari 7 hari. Pada akhirnya

terdapat 26 pasien di akhir penelitian yang dapat diikut sertakan dalam analisis

dengan median usia 22 bulan dan sebagian besar dengan status nutrisi gizi

kurang (tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik (n=26)

Usia

Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

Status nutrisi

Kurang

Cukup

Lebih

Skor STRONG kids

22 bulan (1-157 bulan)

14

12

15

8

3

2,23 (±1,30)

Setelah diamati selama 1 minggu, didapatkan 5 dari 26 pasien mengalami MRS

walaupun sudah dilakukan intervensi diet oleh ahli gizi. Berdasarkan hasil

tersebut, kami melakukan pengolahan data berupa pembuatan kurva receiver

operating characteristic (ROC) untuk menentukan nilai potong (cut-off) skor

STRONG kids yang akan berhubungan dengan kejadian MRS.

16

Page 18: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

Berdasarkan data yang kami dapatkan, dihasilkan kurva ROC yang cukup baik

dengan area under the curve (AUC) 0,781 (95% CI: 0,50-1,00). Berdasarkan data

detil dari koordinat kurva kami simpulkan, nilai potong yang paling baik adalah

3.5 dengan nilai sensitifitas 60% dan spesifistas 95,2%. Walapun demikian,

mengingat nilai STRONG kids adalah bilangan bulat, nilai 3,5 sebagai nilai potong

tidaklah tepat sehingga kami mencoba membuat perbandingan sensitifitas dan

spesifisitas bila menggunakan nilai potong 3 dan 4.

Tabel 2. Sensitivitas dan spesitivitas nilai potong 3 dan 4

Nilai potong Sensitivita

s

Spesifisitas

3

4

60%

60%

62%

91%

Pada akhirnya, kami menetapkan nilai potong STRONG kids adalah lebih

besar sama dengan 4 dengan nilai sensitivitas 60% dan spesifisitas 91%. Bila

seorang anak masuk rumah sakit dengan nilai STRONG KIDS 4 atau lebih maka

anak tersebut akan berisiko untuk mengalami MRS sehingga memerlukan

asuhan nutrisi yang intensif oleh tim asuhan nutrisi.

17

Koordinat kurva

Positif bila lebih

besar sama

dengan Sensitivity 1 - Specificity

-1.0000 1.000 1.000

.5000 1.000 .857

1.5000 1.000 .667

2.5000 .600 .381

3.5000 .600 .048Gambar 1. Kurva ROC

Page 19: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

BAB V

DISKUSI

5.1. Status nutrisi saat masuk RS

Pada penelitian ini didapatkan bahwa status nutrisi pasien anak yang dirawat di

BCH saat awal masuk RS sebagian besar adalah gizi kurang (15 dari 26 pasien).

Hal ini sesuai beberapa penelitian terdahulu. Pawellek, dkk.14 melaporkan bahwa

malnutrisi berdasarkan kriteria Waterlow, yaitu BB menurut tinggi badan

(BB/TB), pada 475 anak yang dirawat inap di sebuah rumah sakit di Munich,

Jerman adalah sebesar 6,1%. Angka prevalens yang serupa yaitu 7,1% dan 8%

juga dilaporkan oleh Hendricks, dkk.15 dan Hendrikse, dkk.16 pada pasien anak

yang dirawat di Boston, Amerika Serikat dan Glasgow, Inggris. Sementara itu,

Moy, dkk17 dan Dogan, dkk.18 menemukan angka malnutrisi sebesar 14% dan

27%. Hasil prevalens yang cukup tinggi juga ditemukan oleh Ozturk, dkk.19 yaitu

sebesar 31,8%. Sementara itu, Hankard, dkk.20 meneliti 58 anak yang berusia di

atas 6 bulan dan telah dirawat inap selama lebih dari 24 jam dengan hasil 12%

anak mengalami malnutrisi berdasarkan kriteria indeks massa tubuh (IMT)

kurang dari -2 standar deviasi (SD). Martaletti, dkk.21 menemukan prevalens

malnutrisi sebesar 11%. Berdasarkan sejumlah penelitian tersebut, dapat terlihat

bahwa prevalens malnutrisi tidak banyak berubah dalam 10 tahun terakhir.

5.2. Nilai cut off STRONG kids

Alat uji tapis STRONG kids digunakan sebagai alat skrining MRS pada

anak. Pada uji tapis ini terdapat empat hal yang dinilai yaitu penilaian klinis

status gizi, penyakit dengan risiko tinggi, asupan makanan, dan perubahan berat

badan. Hulst, dkk.9 menerapkan alat uji tapis ini pada 44 rumah sakit di Belanda.

Hasilnya alat ini dapat digunakan pada 98% anak dan terdapat hubungan yang

signifikan antara pasien “risiko tinggi”, nilai BB/TB yang rendah dan perawatan

rumah sakit yang melanjut. Moeeni, dkk26 di Iran juga telah meneliti penggunaan

alat ini. Hasilnya juga menunjukkan bahwa STRONG kids memiliki korelasi yang

baik dengan status antropometri dibandingkan alat lain. Selain itu, perawatan

yang lama juga berkaitan dengan “risiko tinggi”.

Berdasarkan uji tapis ini terdapat dua golongan risiko MRS, yaitu risiko

rendah dan risiko tinggi. Risiko rendah adalah bila berdasarkan hasil jawaban

dari pertanyaan skrining didapatkan nilai 0-3, sedangkan risiko tinggi bila

didapatkan nilai 4-5. Pertanyaan nomor 4 mencoba menilai risiko MRS

18

Page 20: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

berdasarkan penyakit yang dialami oleh pasien. Beberapa penyakit yang

dimasukkan ke dalam skoring adalah keganasan, infeksi HIV, terpasang stoma,

dan akan menjalani operasi mayor. Penyakit-penyakit ini merupakan penyakit

yang cukup sering ditemukan di RSCM sebagai RS pusat rujukan nasional karena

kasus-kasus berat yang tidak dapat ditangani dirujuk ke RSCM dan kemungkinan

telah memiliki nilai skor skrining 4. Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa

rata-rata nilai skor adalah sebesar 2,23. Dengan demikian rata-rata pasien anak

di ruang rawat BCH memiliki risiko rendah mengalami MRS.

Meski demikian, pada penelitian ini 5 dari 26 pasien mengalami MRS. Hasil

penelitian ini juga menemukan prevalens malnutrisi yang hampir serupa dengan

hasil penelitian Honoris, dkk.4 pada tahun 2011 yaitu sekitar 15,2% pasien anak

di ruang rawat anak mengalami MRS.

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan kurva ROC yang cukup baik

dengan AUC 0,781. Nilai potong STRONG kids yang memiliki sensitivitas dan

spesifisitas paling tinggi adalah adalah lebih besar sama dengan 4. Nilai

sensitivitas dan spesifisitas skor 4 adalah sebesar 60% dan spesifisitas 91%. Bila

seorang anak masuk rumah sakit dengan nilai STRONG kids 4 atau lebih maka

anak tersebut akan berisiko untuk mengalami MRS sehingga memerlukan

asuhan nutrisi yang intensif oleh tim asuhan nutrisi. Hasil nilai cut off 4 ini sesuai

dengan panduan penggunaan STRONG kids yang menggunakan skor 4-5 sebagai

risiko tinggi terjadinya MRS.

19

Page 21: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

1. Prevalens MRS pada pasien anak di ruang rawat BCH adalah 5 dari 26 pasien

2. Nilai cut off yang paling baik dalam menilai risiko MRS adalah skor 4

3. Sensitivitas dan spesifisitas skor 4 adalah sebesar 60% dan spesifisitas 91%.

6.2. Saran

1. STRONG kids dapat digunakan sebagai alat uji tapis MRS pada setiap pasien anak di RSCM

20

Page 22: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

DAFTAR PUSTAKA

1. Marino LV, Goddard E, Workman L. Determining the prevalence of malnutrition in hospitalized paediatric patients. S Afr Med J. 2006;96:993-5

2. Jooesten KFM, Hulst JM. Prevalence of malnutrition in pediatric hospital patients. Curr Opin Pediatr. 2008;20:590–6.

3. Rocha GA, Rocha EJM, Martins CV. The effect of hospitalization on the nutritional status of children. J Pediatr (Rio J). 2006;82(1):70-4.

4. Honoris E, Sjarif DR. Prevalens malnutrisi rumah sakit di bangsal perawatan anak rumah sakit cipto mangunkusumo tahun 2011.

5. Kac G, Camacho-Dias P, Coutinho DS, Silveira-Lopes R, Vilas-Boas V, Pinheiro ABV. Length of stay is associated with incidence of in hospital malnutrition in a group of low income brazilian children. Salud Pública Méx. 2000;42:407-12.

6. Barker LA, Cout BS, Crowe TC. Hospital malnutrition: prevalence, identification, and impact on patients and the healthcare system. Int J Environ Res Public Health.2011; 8: 514-27.

7. Sermet-Gaudelus I, Poisson-Salomon AS, Colomb V, Brusset MC, Mosser F, Berrier F, dkk. Simple pediatric nutrition score to identify children at risk of malnutrition. Am J Clin Nutr. 2000;72:64–70.

8. Kondrup J, Allison SP, Elia M, Vellas B, Plauth M. ESPEN guidelines for nutrition screening 2002. Clin Nutr. 2003;22:415-21.

9. Hulst JM, Zwart H, Hop WC, Joosten KF. Dutch national survey to test the STRONGkids nutritional risk screening tool in hospitalized children. Clin Nutr. 2010; 29:106-11.

10. Nasar SS, Susanto JC, Lestari ED, Djais J, Prawitasari P. Manutrisi di rumah sakit. Dalam: Sjarif DR. Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku ajar nutrisi dan penyakit metabolik. Jilid ke-1. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2011. h. 165-76.

11. Merritt RJ, Blackburn GL. Nutritional assessment and metabolic response to illness of the hospitalized child. Dalam: Suskind RM, penyunting. Textbook of pediatric nutrition. New York: Raven Press; 1981. h. 285–307.

12. Windsor JA, Hill GL. Weight loss with physiological impairment. A basic indicator of surgical risk. Ann Surg. 1988;207:290–6.

13. Walker WA, Hendrics KM. Manual of pediatric nutrition. Philadelphia: WB Saunders Company; 1985.

14. Pawellek I, Dokoupil K, Koletzko B. Prevalence of malnutrition in paediatric hospital patients. Clin Nutr 2008;27:72–76.

15. Hendricks KM, Duggan C, Gallagher L, et al. Malnutrition in hospitalized pediatric patients. Current prevalence. Arch Pediatr Adolesc Med 1995; 149:1118–1122.

16. Hendrikse W, Reilly J, Weaver L.Malnutrition in a children’s hospital. Clin Nutr 1997; 16:13–18.

17. Moy R, Smallman S, Booth I. Malnutrition in a UK children’s hospital. J Hum Nutr Diet 1990; 3:93–100.

18. Dogan Y, Erkan T, Yalvac S, et al. Nutritional status of patients hospitalized in pediatric clinic. Turk J Gastroenterol 2005; 16:212–216.

19. Ozturk Y, Buyukgebiz B, Arslan N, Ellidokuz H. Effects of hospital stay on nutritional anthropometric data in Turkish children. J Trop Pediatr 2003; 49:189–190.

20. Hankard R, Block J, Martin P, et al. Nutritional status and risk in hospitalized children. Arch Pediatr 2001; 8:1203–1208.

21

Page 23: Lap Penelitian Gizi Cut-ivan

21. Marteletti O, Caldari D, Guimber D, et al. Malnutrition screening in hospitalized children: influence of the hospital unit on its management. Arch Pediatr 2005; 12:1226–1231.

22. Reilly JJ, Weir J, McColl JH, Gibson BE. Prevalence of protein-energy malnutrition at diagnosis in children with acute lymphoblastic leukemia. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1999; 29:194–197.

23. den Broeder E, Lippens RJJ, van ’t Hof MA, et al. Association between the change in nutritional status in response to tube feeding and the occurrence of infections in children with a solid tumor. Pediatr Hematol Oncol 2000; 17:567–575.

24. Secker DJ, Jeejeebhoy KN. Subjective global nutritional assessment for children. Am J Clin Nutr. 2007;85:1083-9.

25. McCarthy H, Dixon M, Crabtree I, Eaton-Evans MJ, McNulty H. The development and evaluation of the screening tool for the assessment of malnutrition in paediatrics (STAMP(©) ) for use by healthcare staff. Br J Nurs. 1999;8:1483-90.

26. Moeeni V, Walls T, Day AS. Assessment of nutritional status and nutritional risk in hospitalized Iranian children. Acta Paediatrica. 2012.

27. Sjarif DR, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung C. Rekomendasi ikatan dokter anak Indonesia: asuhan nutrisi pediatri. (pediatric nutrition care). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.

22