Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

31
BAB I PENDAHULUAN Kornea merupakan salah satu media refraksi penglihatan dan berperan besar dalam pembiasan cahaya ke retina. Oleh karena itu, setiap kelainan pada kornea dapat menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan tersebut biasanya terjadi karena adanya kekeruhan pada kornea akibat adanya infiltrat pada lapisan kornea tersebut. Pada kondisi tertentu, dapat terjadi infeksi yang disebabkan oleh bakterii. Contohnya pada luka atau trauma pada mata yang dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Selain itu, mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Keratitis adalah infeksi pada kornea yang ditandai dengan timbulnya infiltrat pada lapisan kornea. Keratitis diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu: keratitis superfisialis dan keratitis profunda atau interstisialis. Pada keratitis superfisialis lapisan kornea yang terkena adalah lapisan epitel atau membrane bowman. Sedangkan pada keratitis profunda atau interstisialis lapisan korena yang terkena adalah pada lapisan bagian stroma.¹ Beberapa etiologi yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis antara lain: penggunaan 1

description

keratitis case mata

Transcript of Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

Page 1: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

BAB I

PENDAHULUAN

Kornea merupakan salah satu media refraksi penglihatan dan berperan

besar dalam pembiasan cahaya ke retina. Oleh karena itu, setiap kelainan pada

kornea dapat menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan. Gangguan

penglihatan tersebut biasanya terjadi karena adanya kekeruhan pada kornea akibat

adanya infiltrat pada lapisan kornea tersebut. Pada kondisi tertentu, dapat terjadi

infeksi yang disebabkan oleh bakterii. Contohnya pada luka atau trauma pada

mata yang dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Selain itu, mata yang sangat

kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea dan meningkatkan

resiko terjadinya infeksi.

Keratitis adalah infeksi pada kornea yang ditandai dengan timbulnya

infiltrat pada lapisan kornea. Keratitis diklasifikasikan menurut lapisan kornea

yang terkena, yaitu: keratitis superfisialis dan keratitis profunda atau interstisialis.

Pada keratitis superfisialis lapisan kornea yang terkena adalah lapisan epitel atau

membrane bowman. Sedangkan pada keratitis profunda atau interstisialis lapisan

korena yang terkena adalah pada lapisan bagian stroma.¹

Beberapa etiologi yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis

antara lain: penggunaan lensa kontak yang berlebihan, kebersihan lensa kontak

yang buruk, trauma, keracunan obat, infeksi jamur, bakteri, virus, alergi,

kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain. Gejala yang timbul pada

keratitis dapat berupa visus atau tajam penglihatan mata menurun, tanda radang

pada kelopak mata, rasa nyeri pada mata, mata merah, mata berair, fotofobia,

sensasi benda asing di dalam mata.²

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata

sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.

Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa

bakteri, jamur dan virus dan bila terlambat di diagnosis atau diterapi secara tidak

tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut

yang luas.

1

Page 2: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

Terapi secara farmakologi dapat digunakan tergantung dari organisme

penyebab. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila dari

hasil laboratorium sudah diketahui organisme penyebab, maka pengobatan dapat

diganti sesuai dengan etiologi. Pada beberapa kasus, dapat diperlukan lebih dari

satu macam pengobatan. Salah satunya adalah terapi bedah, yaitu dapat dilakukan

transplantasi kornea pada kasus tertentu yang tidak dapat membaik dengan terapi

medikamentosa.4 Pengobatan yang inadekuat atau salah dapat menyebabkan

perburukan gejala, misalnya kortikosteroid topikal dapat menyebabkan

perburukan kornea pada pasien dengan keratitis akibat virus herpes simplex.

Referat ini akan membahas secara menyeluruh mengenai keratitis

superfisial yang terdiri dari ulseratif dan non-ulseratif .

2

Page 3: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kornea

Gambar 1. Kornea

Kornea adalah selaput bening mata atau bagian selaput mata yang dapat

tembus cahaya.² Kornea berwarna transparan, bentuknya menyerupai lingkaran,

dengan diameter vertikal 10-11 mm dan horizontal 11-12 mm, tebal 0,6-1 mm.

Kornea memiliki indeks bias 1,375 dengan kekutan pembiasan 80%. Sifat kornea

yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform,

avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea, yang

dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar

epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah

dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada

cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel dapat menyebabkan sifat transparan

kornea hilang dan terjadinya edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya

menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang seiring dengan

regenerasi epitel.

3

Page 4: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensoris terutama saraf siliaris

longus, saraf nasosiliaris, saraf ke V saraf siliaris longus berjalan supra koroid ,

masuk kedalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan

selubung Schwan nya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kedua lapis terdepan

tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah

limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam

waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan

system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi

edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

Gambar 2. Lapisan Kornea

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan

terdiri atas lapis:²

1. Epitel

Bentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Bersifat fat soluble substance.

Ujung saraf kornea berakhir di epitel oleh karena itu kelaianan pada epitel

4

Page 5: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

akan menyebabkan gangguan sensibilatas korena dan rasa sakit dan

mengganjal. Daya regenerasi cukup besar, perbaikan dalam beberapa hari

tanpa membentuk jaringan parut. Tebalnya 50um, terdiri atas sel epitel tidak

bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel polygonal, dan

sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini

terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi

sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel

poligonal didepannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm

permukaan.2

2. Membrana Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma. Mempertahankan bentuk kornea Lapis ini tidak mempunyai daya

regenerasi. Kerusakan akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.2

3. Stroma

Merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea. Bersifat water soluble

substance. Stroma terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-

lamel, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer

serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air, kadar

air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel.

Gangguan dari susunan serat kornea terlihat keruh. Terbentuknya kembali

serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di

antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan

serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.2

4. Membran Descemet

Lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak berstruktur, dan bening.

Membran descemet terletak dibawah stroma sebagai pelindung atau barrier

5

Page 6: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

dari infeksi dan tempat masuknya pembuluh darah. Merupakan membran

selular dan merupakan batas belakang stroma kornea. Bersifat sangat elastis

dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40um.2

5. Endotel

Satu lapis sel terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea,

mengatur cairan didalam stroma kornea, tidak mempunyai daya regenerasi,

pada kerusakan bagian ini tidak akan normal lagi. Endotel dapat rusak atau

terganggu fungsinya akibat trauma bedah, dan penyakit intra okuler. Berasal

dari mesotalium, berlapis satu, berbentuk heksagonal dengan ukuran besar 20-

40um. Endotel melekat pada membran descemet melalui hemi desmosom dan

zonula okluden.2

6

Page 7: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.2 Keratitis

2.2.1 Patofisiologi

Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat

segera datang. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera

bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang

terdapat di limbus dan tampak sebagi injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi

infiltrat, yang tampak sebagi bercak bewarna kelabu, keruh, dan permukaan yang

licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat

menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada perdangan yang hebat, toksin dari

kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descemet

dan endotel kornea. Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan

timbullah kekeruhan di cairan COA, disusul dengan terbentuknya hipopion. Bila

peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descemet dapat

timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele.

Pada peradangan dipermukaan kornea, penyembuhan dapat berlangsung tanpa

pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang lebih dalam, penyembuhan

berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula,

atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang

dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, dan berakhir dengan ptisis

bulbi.

2.2.2 Gejala Umum

Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau, epiforia, nyeri,

kelilipan, dan penglihatan menjadi sedikit kabur. Jika penyebabnya adalah sinar

ultraviolet, maka gejala-gejala biasanya munculnya agak lambat dan berlangsung

selama 1-2 hari. Jika penyebabnya adalah virus, maka kelenjar getah bening di

depan telinga akan membengkak dan nyeri bila ditekan.Gejala lainnya yang

mungkin ditemukan adalah mata terasa perih, gatal dan mengeluarkan kotoran.

7

Page 8: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.2.3 Klasifikasi

2.3 Keratitis Superfisial Nonulseratif

2.3.1 Keratitis Pungtata Superfisial dari Fuchs

Merupakan suatu peradangan akut, yang mengenai satu, kadang-kadang

dua mata, dimulai dengan konjungitivitis, disertai dengan infeksi dari traktus

respiratorius bagian atas. Disusul dengan pembentukan infiltrat yang berupa

titik-titik pada kedua permukaan membran Bowman. Infiltrat tersebut dapat

besar atau kecil dan dapat timbul hingga berratus-ratus. Infiltrat ini di

dapatkan di bagian superfisial dari stroma, sedang epitel di atasnya tetap licin

sehingga tes fluoresin negatif (-) oleh karena letaknya di subepitelial.

Penyebabnya adalah infeksi virus, bakteri, parasit, neurotropik, dan nutrisial.

Gambar 3. Keratitis Pungtata Superfisial

8

KeratitisSuperfisial

NonUlseratif

Ulseratif

Keratitis Pungtata Superfisial dari Fuchs

Keratitis Numularis dari Dimmer

Keratitis Disiformis dari Westhoff

Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa

Keratokonjungtivitis Epidemika

Keratitis Herpetika

Keratitis Flikten

Keratitis Sika

Keratitis Rosasea

Page 9: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.3.2 Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer

Gambar 4. Keratitis Numularis

Keratitis numularis merupakan bentuk keratitis dengan ditemukannya

infiltrat yang bundar berkelompok dengan inti jernih dan warna putih

disekelilingnya berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo. Tes

fluoresen negatif (-). Bila sembuh akan menyebabkan sikatrik ringan.

9

Page 10: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.3.3 Keratitis Disiformis dari Westhoff

Gambar 5. Keratitis Disiformis

Disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan kornea

yang banyak di negeri persawahan basah. Penyebabnya adalah virus yang berasal

dari sayuran dan binatang. Pada anamnesa umumnya ada riwayat trauma dari

lumpur sawah. Pada mata, tanda radang tidak jelas, namun dapt terjadi injeksi

silier. Apabila disertai dengan infeksi sekunder, mungkin timbul tanda-tanda

konjungtivitis. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat-bulat, di tengahnya lebih

padat dari pada di tepi dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin (-).3 Terletak

terutama dibagian tengah kornea. Umumnya menyerang orang-orang berumur 15-

30 tahun.

10

Page 11: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.3.4 Keratokonjungtivitis Epidemika

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada

satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Kekeruhan subepitel bulat.

Sensasi kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema

palpebra, kemosis, dan hiperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan

perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk

pseudomembran dan diikuti parut datar atau pembentukan simbelfaron.2, 4

Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel

terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepi, dan menetap berbulan-bulan

namun tidak meninggalkan jaringan parut ketika sembuh. 4 Keratokonjungtivitis

epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata. Namun, pada anak-

anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit

tenggorokan, otitis media, dan diare.4 Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan

oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia).

Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes

netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuklear

primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 2

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui

jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau

pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anastetika topikal,

mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari

konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi

sumber penyebaran. 2,4

Kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan memakai penetes steril

pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara

teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang

menyentuh mata khususnya tonometer. Tonometer aplanasi harus dibersihkan

dengan alkohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan

dengan hati-hati. 4

11

Page 12: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.4 Keratitis Superfisial Ulseratif

2.4.1 Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa

Penyakit ini didahului oleh konjungtivitis kataral, akibat bakteri

stafilokokus ataupun bakteri pneumokokus. Tes fluoresin positif (+).4

2.4.2 Keratokonjungtivitis Flikten

Gambar 6. Keratokonjungtivitis Flikten

Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang

mungkin merupakan sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap

antigen. Pada mata terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna

putih keabuan yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas

permukaan kornea.2,5 Dapat ditemukannya infiltrat dan neovaskularisasi pada

kornea. Gambaran karakteristiknya adalah dengan terbentuknya papul dan pustula

pada kornea ataupun konjungtiva. Pada mata terdapat flikten pada kornea berupa

benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan, dengan atau tanpa

neovaskularisasi yang menuju kearah benjolan tersebut. Biasanya bersifat bilateral

yang dimulai dari daerah limbus.

Pada gambaran klinis akan terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia

konjungtiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas

disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang. Pada limbus di dapatkan

benjolan putih kemerahan dikelilingi daerah konjungtiva yang hyperemia. Bila

terjadi penyembuhan akan terjadi jaringan parut dengan noevaskularisasi pada

kornea.

12

Page 13: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

Pada anak-anak keratitis flikten disertai gizi buruk dapat berkembang

menjadi tukak kornea karena infeksi sekunder. Tukak flikten sering ditemukan

berbentuk sebagai benjolan abu-abu, yang pada kornea terlihat sebagai:

- Ulkus fasikular, berbentuk ulkus yang menjalar melintas kornea dengan

pembuluh darah jelas dibelakangnya.

- Flikten multipel di sekitar limbus

- Ulkus cincin, yang merupakan gabungan ulkus.

2.4.3 Keratitis Herpetika

Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh

infeksi virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Kelainan mata akibat infeksi

herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh

adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans,

bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kebanyakan kasus bersifat

unilateral, walaupun dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopi.

Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi

epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus

diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya

pada: herpes zoster oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan mata kering,

pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik

pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya fotofobia.

Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu paska infeksi

primer dengan mekanisme yang tidak jelas. Virus menjadi inaktif dalam neuron

sensorik atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior,

ganglion nervus trigeminus, dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan

virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan

sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks6.

13

Page 14: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.4.4 Keratitis Dendritik

Gambar 7. Keratitis Dendritik

Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan geografik.

Keratitis dendritika merupakan proses kelanjutan dari keratitis pungtata yang

diakibatkan oleh perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulkañ kematian

sel serta membentuk defek dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat

berkembang menjadi keratitis geografika, hal ini terjadi akibat bentukan ulkus

bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan demikian

gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki cabang mengelilingi

ulkus.

Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes

zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang

dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil.

Keratitis epitelial dapat berkembang menjadi ulkus metaherpetik, dalam

hal ini terjadi perobekan membrana basalis. Ulkus metaherpetik bersifat steril,

deepitelisasi meluas sampai stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong

dengan ukuran beberapa milimeter dan bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat

14

Page 15: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai lipatan membrana descemet.

Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya hipestesia. Reflek

lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relatif tidak cukup.

Ulkus metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan. Untuk penyembuhannya memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6

minggu.

Klasifikasi Diagnosis:

Hogan dkk. (1964) membuat klasifikasi diagnosis keratitis herpes simpleks

sebagai berikut:

1. Superfisial, dibedakan atas bentuk dendritika, dendritika dan stroma,

geografika.

2. Profunda, dibedakan atas stroma dan disciform, stroma dan penyembuhan,

stroma dan ulserasi.

3. Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini

keratouveitis dibedakan atas bentuk ulserasi dan non ulserasi.

Klasifikasi tersebut ternyata kurang sempurna, karena bentuk keratitis

pungtata yang merupakan awal keratitis dendnitik tidak dimasukkan. Selain itu,

pada beberapa kasus yang berat ternyata dijumpai glaukoma sekunder yang

diakibatkan oleh radang jaringan trabekulum.

Untuk membuat diagnosis, sekarang ini dianut kiasifikasi yang dibuat

oleh Pavan-Langston (1983) sebagai berikut:

1. Ulserasi epitelial, dibedakan atas bentuk pungtata, dendritika,

dendrogeografika, geografika.

2. Ulserasi trophik atau meta herpetika.

3. Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis disciform, keratitis

interstitialis.

4. Uveitis anterior dan trabekulitis.

Klasifikasi menurut Pavan-Langston inipun belum sempurna, mengingat

sangat jarang ditemukan kasus uveitis anterior maupun trabekulitis yang berdiri

sendiri tanpa melibatkan adanya keratitis.

15

Page 16: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.4.5 Keratokonjungtivitis Sika

Gambar 8. Keratokonjungtivitis Sika

Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea

dan konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan :

1. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya: blefaritis menahun,

distikiasis dan akibat pembedahan kelopak mata.

2. Defisiensi kelenjar air mata: sindrom Sjogren, sindrom Riley Day,

alakrimia congenital, aplasi congenital saraf trigeminus, sarkoidosis

limfoma kelenjar air mata, obat-obat diuretik kimia, atropin dan usia tua.

3. Defisiensi komponen musin: benign ocular pemphigoid, defisiensi vitamin

A, trauma kimia, sindrom Stevens Johnson, penyakit-penyakit yang

mengakibatkan cacatnya konjungtiva.

4. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neroparalitik,

hidup di gurun pasir, keratitis lagoftalmus.

5. Karena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovili kornea.

Pada keratokonjungtivitis sika terdapat rasa gatal pada mata. Pada mata

didapatkan sekresi mukus yang berlebihan. Sukar menggerakkan kelopak mata.

Mata kering karena dengan erosi kornea.

Pada pemeriksaan lampu celah didapatkan miniskus air mata pada tepi

kelopak mata bawah hilang, edema konjungtiva bulbi, filamen (benang-benang)

melekat di kornea.1

16

Page 17: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.4.6 Keratitis Rosasea

Gambar 9. Keratitis Rosasea

Didapat pada orang yang menderita akne rosasea, yaitu penyakit dengan

kemerahan dikulit, disertai akne diatasnya, yang merupakan komplikasi dari akne

rosasea dan lebih sering terjadi pada orang dengan kulit putih. Hiperemi yang

terjadi berlangsung beberapa lama dan diikuti dengan dilatasi pembuluh darah

kecil yang tetap, terutama di daerah hidung. Bagian dalam dari kulit menebal,

terutama di daerah hidung. Hipertrofi kulit hidung menimbulkan lipatan yang

disebut rinofima. Penyakit ini timbul pada dewasa muda dan hilang pada usia

lanjut. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, namun mungkin ada hubungan

dengan makanan, kelainan pencernaan, kebanyakan alkohol, dan gastric

achlorida.

Lebih dari 50% menunjukkan blefaritis, konjungtivitis, yang mungkin

disebabkan oleh infeksi sekunder, dengan stafilokok. Dapat terjadi kerusakan

kornea apabila akne mengenai kornea. Pada pemeriksaan mikroskopik, perifer

kornea dapat mengalami ulserasi dan vaskularisasi, dan keratitis memiliki dasar

yang sempit pada daerah limbus dan infiltrat yang luas pada bagian sentral.4

Penyakit rosasea adalah penyakit yang menahun dan sering menimbulkan

kekambuhan serta memberikan respon yang jelek terhadap pengobatan. Pada

setiap serangan penglihatan bertambah buruk.

17

Page 18: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

PENATALAKSANAAN

1. Keratitis Superfisial nonulseratif

1.1 Keratitis Pungtata Superfisial dari Fuchs

Pengobatan yang dapat diberikan pada keratitis pungtata superfisial dari

Fuchs adalah pengobatan lokal, yaitu salep antibiotik atau sulfa untuk mencegah

terjadinya infeksi sekunder, dan dapat dikombinasi dengan kortikosteroid.

1.2 Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer

Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap penyakit ini. Obat-obatan

hanya diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk terapi lokal diberikan

salep antibiotika yang dapat dikombinasi dengan kortikosteroid.

1.3 Keratitis Disiformis dari Westhoff

Untuk keratitis Disiformis dari Westhoff dapat diberikan salep mata

antibiotik yang dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada keratitis ini,

biasanya perjalanan penyakit lama hingga berbulan-bulan.3

1.4 Keratokonjungtivitis Epidemika

Pengobatan pada keadaan akut sebaiknya diberikan kompres dingin dan

pengobatan penunjang lainnya. Lebih baik diobati secara konservatif. Bila terjadi

kekeruhan pada kornea yang menyebabkan penurunan visus yang berat dapat

diberikan steroid tetes mata 3 kali sehari.2 Antibiotik sebaiknya diberikan apabila

terdapat superinfeksi bakteri.

2. Keratitis Superfisial Ulseratif

2.1 Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa

Salep antibiotika atau sulfa yang sesuai dengan kumannya yang

didapatkan atau memakai obat antibiotika yang berspektrum luas.

2.2 Keratokonjungtivitis Flikten

Pengobatan keratokonjungtivitis flikten adalah dengan memberi steroid

lokal maupun sistemik. Flikten kornea dapat menghilang tanpa bekas namun

apabila telah terjadi ulkus akibat infeksi sekunder dapat terjadi parut kornea.

Dalam keadaan yang berat dapat terjadi perforasi kornea.

18

Page 19: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.3 Keratitis Herpetika

Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh spontan

atau dapat sembuh dengan melakukan debridement. Dapat juga dengan

memberikan obat antivirus topikal dan antibiotika topikal. Antivirus seperti IDU

0.1% diberikan setiap 1 jam atau asiklovir.

Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement

sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan

spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga antiviral

lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial

"ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan

debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial sehingga reaksi

radang akan cepat berkurang.

2.4 Keratokonjungtivitis Sika

Pengobatan harus langsung bertujuan untuk mempertahankan lapisan air

mata dengan menggantinya dengan air mata buatan. Pada keratokonjungtivitis

yang berhubungan dengan Sjogren sindrom pemberian kortikosteroid dosis rendah

dan topikal siklosporin menunjukkan keefektifan.

Pengobatan juga tergantung dari penyebabnya:

a. Pemberian air mata tiruan bila yang kurang adalah komponen air mata

b. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang

c. Penutupan pungtum lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan

2.5 Rosasea Keratitis

Pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari makan makanan

pedas dan panas serta minuman beralkohol yang dapat menyebabkan dilatasi dari

pembuluh darah di wajah. Adanya infeksi stafilokokus harus diobati dengan oral

tetrasiklin atau doksisiklin. Dosis maintenen dapat diadministrasikan untuk

mengontrol penyakit ini.

19

Page 20: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

2.6 PrognosisPrognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor, termasuk

luas dan dalamnya lapisan kornea yang terlibat, ada atau tidaknya perluasan ke

jaringan orbita lain, status kesehatan pasien (contohnya immunocompromised),

virulensi patogen,ada atau tidaknya vaskularisasi dan deposit kolagen pada

jaringan tersebut, waktu penegakkan diagnosis klinis yang dapat dikonfirmasi

dengan pemeriksaan penunjang seperti kultur pathogen di laboratorium. Pasien

dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki

prognosis yang baik; bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas

didalam sklera atau struktur intraokular sangat sulit. Diagnosis awal dan terapi

tepat dapat membantu mengurangi kejadian hilangnya penglihatan. Imunitas

tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus ini karena diketahui reaksi

imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon terhadap virus ataupun

bakteri. Pada keratitis superfisialis pungtata penyembuhan biasanya berlangsung

baik meskipun tanpa pengobatan.

20

Page 21: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

BAB III

KESIMPULAN

Keratitis adalah peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya

infiltrat di lapisan kornea. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya,

yaitu superfisial, interstisial dan profunda. Keratitis superfisial adalah radang

kornea yang mengenai lapisan epitel dan membran bowman. Keratitis dapat

terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Keratitis dapat memberikan gejala mata

merah, rasa silau, epifora, nyeri, kelilipan, dan penglihatan menjadi sedikit kabur.

Keratitis superfisial dapat dibagi menjadi :

Keratitis superfisial nonulseratif, yang terdiri atas:

1. Keratitis pungtata superfisial dari Fuchs

2. Keratitis numularis dari Dimmer

3. Keratitis disiformis dari Westhoff

4. Keratokonjungtivitis epidemika

Keratitis superfisial ulseratif, yang terdiri atas :

1. Keratitis pungtata superfisial ulserativa

2. Keratitis flikten

3. Keratitis herpertika

4. Keratitis sika

5. Keratitis rosasea

Setiap etiologi menunjukan gejala yang berbeda – beda tergantung dari

jenis patogen dan lapisan kornea yang terkena. Diagnosis keratitis dapat

ditegakkan dengan tes fluoresin dan pemeriksaan lampu celah atau slit lamp.

Dengan pemeriksaan slit lamp, maka diagnosis dan penatalaksanaan keratitis

dapat dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan etiologi.

Prognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor, termasuk

luasnya dan kedalaman lapisan kornea yang terlibat, ada atau tidak nya perluasan

ke jaringan orbita lain, status kesehatan pasien (contohnya pada pasien

immunocompromised), virulensi dari patogen, ada atau tidaknya vaskularisasi dan

ada atau tidaknya deposit kolagen pada jaringan tersebut, serta pengobatan yang

diberikan.

21

Page 22: Referat Mata Keratitis Superfisialis Ivan

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta:

Widya Medika. Hal: 129 – 152

2. Ilyas, S (2009) Ilmu Penyakit Mata, 3rd edn., Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

3. Nungraheni K. (2010) Presus mata "keratitis", Available at:

file:///C:/Users/win7/Desktop/Refrat%20keratitis/index.php.htm

4. Vaughan & Asbury's (2008) General Ophthalmology, 17th edn.,

United States of America: McGraw-Hill.

5. Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA.

Evidence for herpes simplex viral latency in the human cornea, Bri

Ophthalmol 1991; 75: 195200

6. Suhardjo, Agni AN. Penggunaan asiklovir salep mata 3% untuk

pengobatan keratitis herpetika, Medika 1992; 11: 258

7. Suhardjo (1995) Diagnosis dan PenatalaksanaanKeratitis Herpes

Simpleks , Available at: file:///C:/Users/win7/Desktop/Refrat

%20keratitis/keratitis%20herpetik.html

22