torch2.docx
-
Upload
enigonirenprat -
Category
Documents
-
view
226 -
download
0
Transcript of torch2.docx
-
7/29/2019 torch2.docx
1/15
TOKSOPLASMA
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler yaitu
Toksoplasma gondii. Penyakit ini mempunyai gejala klinik dengan manifestasi yang sangat bervariasi
bahkan pada banyak pasien tidak menimbulkan gejala. Pada banyak pasien termasuk bayi dan pasien
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, toksoplasmosis dapat mengancam jiwa. Pada bagian obstetri
dan gynekologi, toksoplasmosis penting karena dapat menyebabkan penyakit pada ibu yang tidak
diketahui penyebabnya dan sangat potensial menyebabkan infeksi bayi dalam kandungan yang dapat
menyebabkan keguguran, kematian bayi dalam kandungan, dan kecacatan pada bayi.2,3,4,5,6
Siklus Hidup
Siklus hidup toksoplasma ada 5 tingkat :
fase proliferatif stadium kista fase schizogoni gametogoni fase ookista
Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium kista. Fase ini dapat terjadi dalam
bermacam-macam inang. Siklus seksual secara spesifik hanya terdapat pada kucing.7,8,9
Fase proliferatif, yang menghasilkan tropozoit, terjadi secara intraseluler dalam banyak jaringan saat
terjadi infeksi primer. Tropozoit menjadi berkurang jumlahnya pada saat imunitas inang terbentuk, dan
infeksi dapat masuk ke dalam stadium kronis. Apabila terjadi penurunan dan penekanan daya tahan tubuh,
tropozoit dapat kembali berproliferasi dan menjadi banyak. Fase proliferasi ini juga terjadi saat
pembelahan sel.6,7,8,10
Kista dapat terbentuk setelah terjadi beberapa siklus proliferasi dimana terbentuk tropozoit. Kista ini
dapat terbentuk selama infeksi kronis yang berhubungan dengan imunitas tubuh. Kista terbentuk intrasel
dan kemudian terdapat secara bebas di dalam jaringan sebagai stadium tidak aktif dan dapat
menetap dalam jaringan tanpa menimbulkan reaksi inflamasi. Pada saat ini antibodi dapat menurun
meskipun masih terdapat infeksi. Pada saat daya tahan tubuh menurun dan pada saat fase proliferasi, kista
tidak terbentuk. Kista pada binatang yang terinfeksi menjadi infeksius bila termakan oleh karnivora dan
toksoplasma masuk melalui usus.6
Siklus seksual Toksoplasma gondii hanya terdapat pada kucing. Kucing dapat terinfeksi saat makan kista,
pseudokista, atau ookista. Kemudian tropozoit masuk ke dalam epitel usus kucing dan membentuk
-
7/29/2019 torch2.docx
2/15
schizon dan kemudian membentuk makrogamet dan mikrogamet. Ookista kemudian terbentuk dan
dikeluarkan bersama feses kucing 3-5 hari setelah terinfeksi dan menetap didalamnya selama 1-2 minggu.
Ookista kemudian menjadi sangat infeksius saat terjadi sporulasi setelah 1-3 hari pada suhu 22 C.
Ookista dapat bertahan pada berbagai macam kondisi lingkungan dan pada udara bebas selama 1 tahun
atau lebih.
3,8
Infeksi pada manusia dapat terjadi saat makan daging yang kurang matang, sayur-sayuran yang tidak
dimasak, makanan yang terkontaminasi kotorasn kucing, melalui lalat atau serangga. Juga ada
kemungkinan terinfeksi saat menghirup udara yang terdapat ookista yang berterbangan.2,7,8,9
Cara penularan lain yang sangat penting adalah pada jalur maternofetal. Ibu yang mendapat infeksi akut
saat kehamilannya dapat menularkannya pada janin melalui plasenta.2,3,8,9 Risiko terjadinya infeksi janin
dalam rahim meningkat menuruit lamanya atau umur kehamilan. Pada ibu yang mendapat infeksi sebelum
terjadinya konsepsi sangat jarang menularkannnya pada janin. Meskipun resiko infeksi meningkat sesuai
umur kehamilan, tetapi > 90% dari infeksi yang didapat saat trimester III biasanya tidak memberikangejala saat bayi lahir.
11
Gejala Klinis
Pada toksoplasmosis kongenital berat dapat menyebabkan kematian janin, tetapi pada keadaan yang lain,
infeksi dapat tidak memberikan gejala dan bayi dapat lahir normal. Kelainan pada janin dengan
toksoplasmosis kongenital dapat berupa gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, hidrosefali,
anensefali, mikrosefali, korioretinitis. Pada bayi dapat juga lahir tanpa gejala tetapi kemudian timbul
gejala lambat seperti korioretinitis, katarak, ikterus, mikrosefali, pneumonia, dan diare.
Komplikasi jangka panjang yang serius adalah timbulnya kejang, retardasi mental dan gangguan
penglihatan. Kebanyakan bayi yang meninggal karena infeksi toksoplasma mengalami kerusakan yang
berat pada otak.2,3,5,7
Diagnosis
Pada pemeriksaan secara makroskopis, plasenta yang terinfeksi biasanya membesar dan memperlihatkan
lesi yang mirip dengan gambaran khas dari eritroblastosis fetalis. Villi akan membesar, oedematus dan
sering immatur pada umur kehamilan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran organisme
dalam sel. Organisme sulit ditemukan pada plasenta, tetapi bila ditemukan biasanya terdapat dalam
bentuk kista di korion atau jaringan subkorion. Identifikasi sering sulit, sebab sinsitium yang mengalami
degenerasi sering mirip dengan kista.5,12
Pemeriksaan yang baru dan saat ini sering digunakan adalah dengan enzyme-linnked immunosorbent
assay (ELISA). Pemeriksaan yang sering digunakan adalan dengan mengukur jumlah IgG, IgM atau
-
7/29/2019 torch2.docx
3/15
keduanya. IgM dapat terdeteksi lebih kurang 1 minggu setelah infeksi akut dan menetap selama beberapa
minggu atau bulan. IgG biasanya tidak muncul sampai beberapa minggu setelah peningkatan IgM tetapi
dalam titer rendah dapat menetap sampai beberapa tahun.3,4,5
Secara optimal, antibodi IgG terhadap toksoplasmosis dapat diperiksa sebelum konsepsi, dimana adanya
IgG yang spesifik untuk toksoplasma memberikan petunjuk adanya perlindungan terhadap infeksi yang
lampau. Pada wanita hamil yang belum diketahui status serologinya, adanya titer IgG toksoplasma yang
tinggi sebaiknya diperiksa titer IgM spesifik toksoplasma. Adanya IgM menunjukkan adanya infeksi yang
baru saja terjadi, terutama dalam keadaan titer yang tinggi. Tetapi harus diingat bahwa IgM dapat
terdeteksi selama lebih dari 4 bulan bila menggunakanfluorescent antibody test, dan dapat lebih dari 8
bulan bila menggunakanELISA.
Diagnosis prenatal dari toksoplasmosis kongenital dapat juga dilakukan dengan kordosintesis dan
amniosintesis dengan test serologi untuk IgG dan IgM pada darah fetus. Adanya IgM menunjukkan
adanya infeksi akrena IgM tidak dapat melewati barier plasenta sedangkan IgG dapat berasal dari ibu.Meskipun demikian antibodi IgM spesifik mungkin tidak dapat ditemukan karena kemungkinan
terbentuknya antibodi dapat terlambat pada janin dan bayi.3,5
Pedoman yang digunakan dalam menilai hasil serologi2
:
1. Infeksi primer akut dapat dicurigai bila41. terdapatnya serokonversi IgG atau peningkatan IgG 2-4 kali lipat dengan interval2-3 minggu.
2. Terdapatnya IgA dan IgM positif menunjukkan infeksi 1-3 minggu yang lalu.3. IgG avidity yang rendah4. Hasil Sabin-Feldman/ IFA >300 IU/ml atau 1:10005. IgM-IFA 1:80 atau IgM-ELISA 2.600 IU/ml
2. IgG yang rendah dan stabil tanpa disertai IgM diperkirakan merupakan infeksi lampau.3. Satu kali pemeriksaan dengan IgG dan IgM positif tidak dapat dipastikan sebagai infeksiakut dan harus dilakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan lain.
Penatalaksanaan
Infeksi toksoplasma pada ibu hamil dapat dicegah dengan cara menghindari tertelannya kista atau ookistaberbentuk spora dengan menjaga kebersihan diri. Perlu kebiasaan mencuci tangan sebelum makan atau
setelah kontak dengan kucing/ kotoran kucing, memasak makanan sampai matang benar (>66 C) dan
menggunakan sarung tangan sewaktu berkebun. Buah-buahan dan sayur mentah harus dicuci bersih dan
makanan dilindungi supaya tidak dihinggapi lalat, kecoa, dan serangga atau binatang lain yang mungkin
dapat membawa kontaminasi dari kotoran kucing.2,13,14
-
7/29/2019 torch2.docx
4/15
Pengobatan terhadap ibu hamil yang terinfeksi akut dengan tujuan mengurangi infeksi ke janin, dosis
yang dianjurkan WHO adalah :13,14,15
1. Kombinasi antara sulfa, pirimethamin, dan asam folat dengan dosis : Sulfonamide/ sulfadiazin 1000 mg per hari Pirimethamin (Daraprim) 25 mg per hari Asam folat 10 mg/ minggu (mencegah depresi sumsum tulang)
Dosis ini diberikan selama 4 minggu dan diulang lagi dengan interval 4 minggu dengan maksimum 3
siklus pemberian sampai terjadinya persalinan. Karena teratogenik maka kombinasi pirimethamin dan
sulfa baru dapat digunakan setelah kehamilan 20 minggu.
2. Pada kehamilan trimester I digunakan spiramisin, suatu antibiotika golongan makroliddengan dosis 3x1 gram selama 4 minggu (9 juta unit) dan diulang tiap 4 minggu.Pencegahan
Hindari kontak dengan kucing, tanah & daging mentah Cuci tangan dengan sabun setelah memegang daging mentah & sebelum makan Jangan memegang mulut & mata pd waktu mengolah daging mentah Cuci sayur/lalap & buah Hindari kontak dg bahan-bahan yang mungkin tercemar kotoran kucing Pakai sarung tangan saat berkebun16
RUBELLA
Rubella atau campak jerman adalah infeksi virus RNA dari golongan Togavirus yang ditandai dengan
ruam merah muda, demam, dan pembesaran kelenjar limfe. Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan
morbiditas dan mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat saat kehamilan,
dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan organ dan mengakibatkan kecacatan.2,3,4,14
Patogenesis
Infeksi terjadi melalui selaput lendir saluran pernafasan bagian atas. Setelah tujuh hari timbal viremia
yang berlangsung sampai timbulnya antibodi pada hari ke 12-14. Pembentukan antibodi bertepatan
dengan timbulnya ruam. Setelah timbulnya ruam, virus dapat ditemukan dalam nasopharing.17
-
7/29/2019 torch2.docx
5/15
Gejala klinis
Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trimestre I. Mula-mula replikasi
virus terjadi dalam jeringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan
janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain.
Infeksi ibu pada trimester II juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus
dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode
neonatal, seperti anemiahemolitika dengan hematopoesis extra meduler, hepatitis, nefritis interstitial,
encefalitis, pancreatitis interstitial, dan osteomielitis.
Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :
1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu:1. gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umurkehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.
2. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD, dan stenosis katup pulmonal.3. Gangguan mata : katarak dan glukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri4. Retardasi mental2. Extended- sindroma rubella kongenital. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental,keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus, dan gangguan imunologi
(hipogamaglobulin).
3. Delayed- sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian. 2,14
Diagnosis
Antibodi rubella biasanya lebih dahulu muncul saat timbul ruam. Diagnosis rubella ditegakkan bila titer
meningkat 4 kali saat fase akut, dan biasanya imunitas menetap lama. Apabila pasien diperiksa beberapa
hari setelah timbul ruam, diagnosis dapat ditegakkan dengan analisis antibodi IgM anti rubella dengan
menggunakan sistem ELISA. IgM spesifik rubella dapat terlihat 1-2 minggu setelah infeksi primer dan
menetap selama 1-3 bulan. Adanya antibodi IgM menunjukkan adanya infeksi primer, tetapi bila negatif
belum tentu tidak terinfeksi.
Diagnosis prenatal ditegakkan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin melalui CVS (chorionic
villus sampling) atau kordosintesis. Konfirmasi infeksi fetus pada trimester I dilakukan dengan
menemukan adanya antigen spesifik rubella dan RNA pada CVS. Metode ini adalah yang terbaik untuk
isolasi virus pada hasil konsepsi.
-
7/29/2019 torch2.docx
6/15
Berdasar gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital (CRS, Congenital Rubella
Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. CRS confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut : virus rubella yang dapat diisolasi adanya IgM spesifik rubella menetapnya IgG spesifik rubella
2. CRS compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidaklengkap.Didapatkan 2 defek dari item a atau satu dari item a dan b
1. katarak dan/ atau glaucoma kongenital. Penyakit jantung kongenital, tuli, retinopati2. purpura, splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo encefalitis,
penyakit tulang radiolusen.
3. CRS posible. Defek klinis yang tidak memenuhi kriteria untuk CRS compatible.4. CRI (Congenital Rubella Infection). Temuan serologi tanpa defek5. Stillbirth. Stillbirth yang disebabkan rubella maternal.6. Bukan CRS. Temuan hasil laboratorium tidak sesuai dengan CRS, yaitu tidak adanyaantibodi rubella pada anak umur
2
Penatalaksanaan
Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya dengan cara pemberianvaksinasi. Pemberian vaksinasi rubella secara subkutan dengan virus hidup rubella yang dilemahkan
dapat memberi kekebalan yang lama dan bahkan bisa seumur hidup.
Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak hamil. Vaksin rubella tidak
boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini
karena vaksin berupa virus rubella hidup yang dilemahkan dapat beresiko menyebabkan kecacatan
meskipun sangat jarang.
Tidak ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat mencegah viremia pada orang-orang yang tidak
kebal dan terpapar rubella. Bila didapatkan infeksi rubella dalam uterus, sebaiknya ibu diterangkan
tentang resiko dari infeksi rubella kongenital. Dengan adanya kemungkinan terjadi defek yang berat dari
infeksi pada trimester I, pasien dapat memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila diagnosis dibuat secara
tepat.18,19,20
-
7/29/2019 torch2.docx
7/15
SITOMEGALOVIRUS
Sitomegalovirus merupakan virus DNA dari golongan herpesviridae seperti : Herpes simplex virus tipe 1
dan 2, Varicella-Zoster, Eipstein Barr virus. Karakteristik virus dari golongan ini adalah kemampuannya
untuk beradaptasi di dalam tubuh manusia sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan masa latent atau
dormant. Virus ini merupakan penyebab utama infeksi kongenital, dan diperkirakan 0,2-2,2 % janin yang
terinfeksi intrauterin dapat fatal bagi janin dan bila bertahan hidup dapat terjadi retardasi mental, buta atau
tuli.2,3,7
Patofisologi
Infeksi CMV dimulai dengan interaksi antara virus dengan reseptor di permukaan sel, kemudian
diikuti dengan penetrasi dan maturasi. Interaksi dan penetrasi ini dapat terjadi pada sel yangmemungkinkan maupun yang tidak memungkinkan bagi CMV untuk tumbuh. Ha ini menunjukkan bahwa
reseptor untuk CMV ini terdapat pada berbagai sel, dengan demikian sel spesifik untuk CMV ini lebih
ditentukan oleh hal-hal setelah penetrasi.
Infeksi CMV menyebabkan pembesaran sel disertai inklusi intranuklear. Inti sel sering
menunjukkan gambaran kromatin yang terdesak ke tepi, serta inklusi yang dikelilingi oleh suatu hallo
yang jernih. Pada infeksi yang berat, semua sistem organ dapat terlibat. CMV secara khas menginfeksi
sel-sel epitel duktal, sedangkan permukaan serosa dan mukosa juga terinfeksi dengan derajad yang lebih
ringan.21
Meskipun bersifat sitopatik dan mampu merusak jaringan, CMV memiliki virulensi yang rendah.
Replikasi virus yang lambat mengakibatkan lebih banyak virion intraseluler daripada ekstraseluler serta
lebih banyak terdapat virion yang defektif. Disamping efek sitopatik, CMV juga merspon imun host dan
vaskulitis yang biasa menyertai infeksi yang menyebabkan infeksi organ yang terlibat.
Setelah lepas dari sel yang terinfeksi, CMV dapat berikatan dengan dan diselubungi oleh 2-
mikroglobulin sehingga virus dapat terlindungi dari antibodi penetral. CMV yang berasosiasi dengan sel
menginduksi sintesa protein yang terlokalisir pada permukaan sel dan dapat berperan sebagai reseptor Fc
immunoglobulin. Protein ini melindungi sel yang terinfeksi terhaadap efek sitotoksik sistem imun.
CMV bersifat imunosupresif. Respon proliferasi limfosit dihambat selama infeksi akut dan dan hal ini
lebih memudahkan terjadinya infeksi CMV yang persisten. Setelah menginfeksi, CMV masuk dalam
peredaran darah, dan menyebar diseluruh tubuh. Viruria dan viremia berlangsung beberapa minggu
sampai dengan beberapa bulan. Pada infeksi subklinik Ig M spesifik akan muncul pada awal infeksi dan
-
7/29/2019 torch2.docx
8/15
menghilang setelah 12-16 minggu. Ig G spesifik mencapai puncak dalam 2 bulan pertama setelah infeksi,
dan akan menetap seumur hidup.21
Gejala klinis
Hanya pada individu dengan penurunan daya tahan dan pada masa pertumbuhan janin sitomegalovirus
menampakkan virulensinya pada manusia.
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap saat dalam
kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis (trimester I) atau selama periode pertumbuhan
dan perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi kelainan yang serius.
Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus dapat menyebabkan prematur, mikrosefali, IUGR,
kalsifikasi intrakranial pada ventrikel lateral dan traktus olfaktorius, sebagian besar terdapat korioretinitis,
juga terdapat retardasi mental, hepatosplenomegali, ikterus, purpura trombositopeni, DIC.
Infeksi pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan
pertumbuhan somatik atau pembentukan psikomotor. Bayi cenderung normal tetapi tetap beresiko
terjadinya kurang pendengaran atau retardasi psikomotor.
Mortalitas infeksi kongenital cukup tinggi yaitu sebesar 20-30 % dan dari yang bertahan hidup 90% akan
menderita komplikasi lambat seperti retardasi mental, buta, defisit psikomotor, tuli dan lain-lain. Gejala
lambat juga timbul pada 5-15% dari mereka yang lahir asimtomatik seperti gangguan pendengaran tipe
sensorik sebelum tahun kedua.2,7
Diagnosis
Untuk dapat menegakkan diagnosis infeksi sitomegalovirus ibu dibutuhkan antara lain:14
1. peningkatan titer antibodi anti sitomegalovirus sebesar lebih dari 4 kali (konversiserologi)
2. adanya antibodi IgM ibu, atau3. isolasi virus
Pada bayi baru lahir, kultur CMV dapat diambil dari urine dan cairan amnion. TORCH screen antibodyassays, terutama mengukur IgG, memerlukan 2 contoh serum untuk diagnosis yang lebih tepat, yang
pertama diambil pada neonatus saat lahr, dan yang kedua pada umur 4-6 bulan. Penurunan titer antiboodi
CMV menunjukkan bahwa antibodi dari ibu ke janin, dialirkan melalui plasenta. Titer yang menetap atau
meninggi akan membantu diagnosis infeksi kongenital, perinatal atau paska natal.21
-
7/29/2019 torch2.docx
9/15
Bila ditemukan adanya IgM pada bayi baru lahir menujukkan suatu infeksi kongenital, sedangkan
IgG pada bayi dapat terjadi karena transfer pasif melalui plasenta ibu.
Pemeriksaan penunjang lainnya untuk mendiagnosis abnormalitas fetus dalam kandungan adalah
dengan pemeriksaan USG. Melalui USG, dapat diketahui adanya kalsifikasi intrakranial, IUGR,
hidrosefalus, ventrikulomegali, oligohidramnion, plasenta besar, asites, dan peritonitis mekoneum.22
Karakteristik yang penting dan perlu diperhatikan pada infeksi maternal, neonatal dan kongenital
adalah kemampuan penyebaran infeksi pada lingkungan sekitarnya. Bayi dengan infeksi sitomegalovirus
kongenital dapat mengeluarkan virus yang infeksius dari orofaring dan traktus urinarius. Untuk itu
diharapkan ibu hamil dengan seronegatif tidak melakukan kontak dengan bayi tersebut. Kemungkinan
peningkatan transmisi kongenital hanya bila :14
1. Didapatkan titer virus yang tinggi (menandakan adanya infeksi yang baru terjadi)2. Adanya peningkatan lebih dari 4 kali antibodi spesifik.3. Adanya antibodi IgM anti sitomegalovirus.
Penatalaksanaan
Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk mengatasi infeksi maternal, dan karena resiko
terjadinya morbiditas fetal adalah rendah pemeriksaan penyaring serologis selama kehamilan mempunyai
nilai yang terbatas. Berbeda dengan infeksi virus rubella, antibodi sitomegalovirus tidak dapat melindungi
kemungkinan infeksi kongenital pada kehamilan yang berikutnya, sehingga kegunaan vaksinasi untuk
sitomegalovirus diragukan.
Yang penting dan perlu diperhatikan bagi wanita hamil yang seronegatif harus mencegah agar tidakterlalu sering kontak dengan anak-anak usia 2-4 tahun terutama yang diketahui menderita infeksi infeksi
sitomegalovirus, dan selalu menjaga kebersihan diri dengan membiasakan selalu mencuci tangan setelah
kontak dengan produk cairan anak-anak seperti muntahan, popok, dan lain-lain.21
HERPES SIMPLEKS
Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain mempunyaikarakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentuk intranuclear inclusion
body. Intranuclear inclusion body yang matang perlu dibedakan dari sitomegalovirus. Karakteristik dari
lesi ini adalah adanya central intranuclearinclusion body eosinofilikyang ireguler yang dibatasi oleh
fragmen perifer darin kromatin pada tepi membran inti.
-
7/29/2019 torch2.docx
10/15
Berdasarkan perbedaan imunologis dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi dua tipe,
yaitu :
1. virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non genital,biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital.
Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah
didapat pada waktu umur 7 tahun.
2. virus herpes simples tipe 2 hampir secara ekslusif hanya ditemukan pada traktusgenitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.2,3,4,7
Penyebaran
Virus herpes simpleks menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan sebagian besar dengan kontak
seksual. Dalam keadaan tanpa adanya antibodi, kontak dengan partner seksual yang menderita lesi herpes
aktif, sebagian besar akan mengakibatkan panyakit yang bersifat klinis.
Penyebaran transplasenta sangat jarang terjadi dan masih belum jelas, tetapi diduga tidak jauh berbeda
dengna penularan virus herpes yang lain seperti sitomegalovirus, Eipstein-Barr virus dan lain-lain.
Penularan pada bayi dapat terjadi bila janin yang lahir kontak dengan virus pada ibu yang terinfeksi virus
aktif dari jalan lahirnya dan ini merupakan penularan pada neonatal yang paling sering terjadi. Meskipun
demikian kejadian herpes neonatal kecil sekali yaitu 1:25.000 kelahiran. Beberpaa keadaan yang
mempengaruhi terjadinya herpes neonatal adalah banyak sedikitnya virus, kulit ketuban masih utuh atau
tidak, ada atau tidaknya lesi herpes genital, dan ada atau tidaknya antibodi virus herpes simpleks. Pada
ibu hamil dengan infeksi primer dan belum terbentuk antibodi maka penularan dapat terjadi sampai 50%
sedangkan pada infeksi rekuren hanya 2,5-5%.
Gejala klinik
Secara umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat dibagi dalam 2 bentuk yaitu :2,7
1. Infeksi primer yang biasanya disertai gejala (simtomatik) meskipun dapat pula tanpagejala (asimtomatik). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya imunitas tertentu dari
antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe 1 saat anak-anak. Masa
inkubasi yang khas selama 3-6 hari yang diikuti dengan erupsi papuler dengan rasa gatal, atau
pegal-pegal yang kemudian menjadi nyeri dan pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan
perineum yang multipel dan dapat menyatu. Vesikel yang terbentuk pada perineum dan vulva
mudah terkena trauma dan dapat terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada vulva
cenderung menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang berat. Dalam
-
7/29/2019 torch2.docx
11/15
waktu 2-4 minggu, semua keluhan dan gejala infeksi akan menghilang tetapi dapat kambuh lagi
karena terjadinya reaktivasi virus dari ganglion saraf.
2. Infeksi rekuren. Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, partikel-partikel virus akanmenyerang sejumlah ganglion saraf yang berhubungan dan menimbulkan infeksi laten yang
berlangsung lama. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion sarafsecara berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi rekuren yang
mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara klinis (pelepasan virus) dengan atau tanpa lesi
yang simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak, tidak begitu nyeri serta melepaskan virus
untuk periode waktu yang lebih singkat (2-5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi
primer, dan secara khas akan timbul lagi pada lokasi yang sama. Walaupun sering terlihat pada
infeksi primer, infeksi serviks tidak begityu sering terjadi pada infeksi virus yang rekuren.
Infeksi primer pada ibu dapat menular pada janin melalui plasenta atau lewat koriopamnion yang utuh
dan dapat menyebabkan abortus spontan, prematuritas, ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip
infeksi pada sitomegalovirus seperti mikrosefali, korioretinitis, IUGR. Janin hampir selalu terinfeksi oleh
virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis bawah setelah ketuban pecah atau saat bayi
dilahirkan. Infeksi herpes pada bayi baru lahir mempunyai salah satu dari ketiga bentuk berikut ini :2,14
1. Diseminata (70%), menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru, hepar, adrenal,dan lain-lain dengan kematian lebih dari 50% yang disebabkan DIC atau pneumonitis, dan yang
berhasil hidup sering menderita kerusakan otak. Sebagian besar bayi yang terseranng bayi
prematur.
2. Lokalisata (15%) dengan gejala pada mata, kulit, dan otak dengan kematian lebih rendahdibanding dengan bentuk disseminata, tetapi bila tidak diobati 75% akan menyebar dan menjadi
bentuk diddeminata yang fatal. Bentuk ini sering berakhir dengan kebutaan dan 30% disertai
kelainan neurologis.
3. Asimtomatik hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes neonatal.Diagnosis
Ditemukannya virus dalam kultur jaringan. Sayangnya pemeriksaan ini cukup mahal dan membutuhkan
waktu lebih dari 48 jam. Cara yang lebih cepat adalah dengan memeriksa adanya antibodi secara ELISA,
dengan sensitivitas 97,5 % dan spesifitas 98% meskipun waktu yang dibutuhkan tetap lebih dari 24 jam.
Penatalaksanaan
Prinsip utama adalah jangan biarkan virus dan bayi bertemu. Wanita yang terkena infeksi virus herpes
genitalia dianjurkan untuk tidak hamil. Apabila ibu sudah terlanjur hamil hati-hati dengan ancaman partus
prematuria dan viremia pada ibu karena penurunan daya tahan tubuh. Ibu yang terkena virus herpes
-
7/29/2019 torch2.docx
12/15
genitalia dan bayi yang lahir dengan herpes neonatal dapat diobati dengan acyclovir atau vidarabine yang
aman terhadap kehamilan maupun pada bayinya.
Karena beratnya ancaman infeksi virus herpes pada neonatus, persalinan perabdominam dianjurkan pada
kasus-kasus dengan dugaan lesi herpes pada genitalia atau dengan kultur atau Pap smear terakhir yang
memperlihatkan hasil positif untuk virus herpes. Kultur hanya dilakukan pada ibu dengan lesi herpetik
yang mencurigakan. Bila tidak terdapat lesi, persalinan dapat dilakukan pervaginam.
Bayi yang lahir dengan ibu atau bapak yang sedang terserang herpes genital atau oral dapat dirawat
gabung dengan ibu, dan dapat diberikan ASI bila tidak ada lesi pada puting dan dihindari kontak langsung
dengan setiap lesi yang ada.
Sejak tahun 1980an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk infeksi herpes dengan acyclovir.
Acyclovir dapat digunakan dalam beberapa bentuk preparat antara lain krim untuk topikal, powder untuk
intravena, kapsul oral dan suspensi oral. Preparat tiopikal digunakan dengan dioleskan pada daerahterinfeksi setiap 3 jam, 6 kali perhari, selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus yang berat
dengan dosis 5 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari.
Kapsul oral acyclovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu : Pengobatan infeksi primer, pengobatan
infeksi ulang yang berat dan penekanan rekurensi yang serinng dan berat. Dosis pemberian acyclovir oral
adalah 200 mg, 5 kali perhari selama 10 hari.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksinasi yang efektif untuk infeksi virus herpes simpleks, meskipun
pada model binatang didapatkan vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi dan untuk mengurangi
pembentukan fase laten di ganglion saraf.2,7
KESIMPULAN
TORCH
1. Toxoplasmosis2. Others (Syphilis, GBS, Listeriosis, dsb)3. Rubella4. Cytomegalovirus (+ Chlamydia trachomatis)5. Herpes Simplex (+Virus Hepatitis B, HIV, HPV, Human Parvovirus B 19)
Cara infeksi fetal/neonatal
1. Intrauterin
-
7/29/2019 torch2.docx
13/15
- Transplasental
-Korioamnionitis
2. Intrapartum- Paparan maternal
- Kontaminasi eksternal
3. Neonatal- Transmisi dari orang lain
- Peralatan
Prevalensi dan Transmisi
Toxo Rubella CMV HSV
Prevalensi
seropositif
3-50% 10-15% 35-90% No data
Transplasental + + + +
Intrapartum - - + +
Postnatal + + + +
Test Diagnostik
1. Direk: deteksi antigen (kultur & teknik diagnostik molekuler)- Teknis sulit, makan waktu, mahal
2. Indirek: respon imunologik maternal
- Mengatasi kelemahan cara direk
- Meramalkan perjalanan penyakit
-
7/29/2019 torch2.docx
14/15
- Mengikuti perjalanan alamiah penyakit
- Monitoring respon terapi
Teknik menentukan saat terjadi infeksi maternal
1. Adanya serokonversi2. Aviditas IgG3. Pola hasil test negatif atau positif yang dilakukan secara pararel4. Model matematik berdasar hasil test yang dilakukan secara berpasangan (paired testing)
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedersen B.S,Infeksi TORCH pada kehamilan, Departemen of Obstetric andGynaecology, national Hospital, University of Oslo, Norway.
2. Nies BM, Lien JM, Grossman JH III. TORCH Virus-induced Fetal Disease, in. ReeceEA, Hobbins JC, Mahoney MJ. Medicine of the Fetus and Mother. Philadelpia : JB Lippincott
Co, 1992 ; 349-52.
3. Cunningham FG, Mac Donald PC, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap LC III. WilliamsObstetrics. 19th ed. Connecticut : Prentice-Hall International Inc, 1993 : 1281-97.
4. Sever JL. Viral-Induced teratogenesis, in. Reece EA, Hobbins JC, Mahoney MJ.Medicine of the Fetus & Mother. Philadelpia : JB Lippincott Co, 1992 ; 342-6.
5. Friedman EA, Acker DB, Sachs BP. Seri Skema Diagnosis dan PenatalaksanaanObstetri (terjemahan). Edisi kedua. Jakarta ; Binarupa Aksara, 1998, 150-60.
6. Naeye Rl. Disorder of the Placenta, Fetus and Neonate. 1992 ; 211-3.7. Sweet RL, Gibbs RS. Infection Diseases of The Female Genital Tract. 3rd ed. Baltimore:Williams & Wilikins, 1995; 35-308.
8. Ritchie AC. Boyds Textbook of Pathology. 9th ed. 1: 502-3.9. Marcial MA, Marcial RA, Rojas. Protozoal and Helminthic Diseases, in Kissane JM, ed,Andersons Pathology. 9th ed. Toronto : The Mosby Co, 1990: 1: 448-50.
10. Rahman MS, Rahman J. Toxoplasma in Pregnancy in Keith LG, Berger GS, EdelmanDA. Uncommon Infectious and Special Topics. 1985; 2: 45-55.11. Chandra G. Toxoplasma Gondii : Aspek Biologi, Epidemiologi, Diagnosis danPenatalaksanaannya. Medika. 2001, No 1; 297-304.
12. Saifuddin AB, ed. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta : JNPKKRPOGIYayasan Bina Pustaka-Sarwono Prawirohardjo, 2000; 221-9.
13. Hadijanto B. Toksoplasmosis dalam Kehamilan. Simposium Kemajuan Obstetri III.Semarang : POGI Cab. Semarang, 2001.
-
7/29/2019 torch2.docx
15/15
14. Monif GRG. TORCH syndrome. Omaha : IDI Publications, 1993.15. Gandahusada S, Sutanto I. Kumpulan Makalah Simposium Toxoplasmosis. Jakarta : FKUI, 1990.
16. Ibnu Pranoto, Pengaruh Toksoplasmosis pada Kehamilan, SMF Obstetri & Ginekologi,FK UGM, RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta, 2005.17. Jawetz F. Melnick J.L, Adelberg E.A, Famili Virus Paramyxo dan Virus Rubella, dalamReview of Medical Microbiology, 18th edition, 1990, Lange Medical Publication, California.
18. Hadono S.T, Penyakit Menular dalam Ilmu Kandungan, Edisi Kedua, 1999, YayasanBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
19. Rubella (German Measles) from The Centers for Disease Control and Prevention,Imunization Information-Riubella (German Measles) Overview. Date Last Rewd, March 9, 1995
20. Herman B., Perry S.K., The Twelve Month Pregnancy, by arrangement with RGAPublising. Inc.
21. Praseno, Iman. S., Loehoeri, S., Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Toksoplasmosisdan Citomegalovirus pada Anak dan Dewasa, dalam Siang Klinik, IDI cab. Sleman DIY, 2001.
22. Bodensteiner ,JB., Congenital infection of the nervous system, Semin Pediatr Neurol,1971.