klinik done_1.docx
-
Upload
yosina-margareth-huliselan -
Category
Documents
-
view
23 -
download
0
description
Transcript of klinik done_1.docx
MAKALAH FARMASI KLINIK
KEGIATAN PELAYANAN FARMASI KLINIK
oleh :
KELOMPOK IV
1) KEZIA BAHARUTAN 11101502) YOSINA M. HULISELAN 1110150543) JEFTA SANI 11101504) APRILIA JAYADI 1110150055) CHRISTIAN RONDONUWU 11101506) LISA CITRA 11101507) YULIANTI SINEN 1110150
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang
“ Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik ” .
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan
dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu
bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
kita sekalian.
Manado, 11 September 2013
2
Kelompok IV
3
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Informasi Obat……………………………………………………………………………………..3
2.2 Pelayanan Informasi Obat……………………………………………………………………9
2.3 Pemantauan ROM………………………………………………………………………………15
2.4 Evaluasi Penggunaan Obat………………………………………………………………….18
2.5 Edukasi dan Konseling
Pasien……………………………………………………………...19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada jaman sekarang ini kurangnya pengetahuan akan segala kegiatan
pelayanan farmasi klinik akan sangat merugikan terutama pada masyarakat
awam yang notabene adalah pemakai atau konsumen dari obat obat yang
beredar.
Namun pada kenyataan sekarang ini masih banyak masyarakat yang
tidak tau dan mengerti seperti apa kegiatan pelayanan farmasi klinik
tersebut yang sebenarnya dapat membantu mereka untuk lebih mengerti
tentang apa obat yang mereka pakai, gejala apa yang akan ditimbulkan atas
pemakaian obat ini dan masih banyak hal lainnya. Karena itu penulis
membahas seperti apa kegiatan farmasi klinik itu yang meliputi pelayanan
informasi obat, pemantauan reaksi obat merugikan, evaluasi tentang
penggunaan obat, edukasi dan konseling pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini antara lain :
a. Apakah pengertian dari informasi obat ?
b. Jelaskan tentang Pelayanan Informasi Obat !
c. Jelaskan tentang pemantauan ROM !
d. Jelaskan tentang evaluasi penggunaan obat !
e. Jelaskan tentang edukasi dan konseling pasien !
6
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah agar mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami lebih dalam lagi tentang kegiatan pelayanan
farmasi klinik .
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Informasi Obat
Jenis-Jenis Informasi Obat
Dilihat dari sifat dan sumbernya, informasi obat dapat dibedakan
menjadi 2, yakni informasi non-komersial dan informasi komersial, dengan
berbagai bentuk. Jenis-jenisnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel. Jenis-jenis informasi obat menurut sumber dan bentuknya
Kelebihan Dan Kekurangan Masing-Masing Jenis Informasi Obat
1) Informasi non-komersiil
a) Textbook dan handbook:
Textbook/handbook merupakan sumber informasi utama apabila
diperlukan informasi yang mendalam. Banyak sekali buku-buku tersedia,
namun yang penting adalah memilih buku yang tepat sesuai kebutuhan.
Dalam hal informasi obat, dapat dipilih 2 kelompok buku, yakni:
I. Buku tentang obat. Buku ini mengupas sifat-sifat farmakologi,
farmakokinetik dan efek samping obat.
8
II. Buku tentang pengobatan/terapetik, yang informasinya berangkat
dari masalah klinik (penyakit). Yang perlu diperhatikan adalah
seberapa sering buku tersebut direvisi. Makin sering direvisi, makin
baik sebagai bahan informasi mutakhir. Bila waktu yang tersedia
untuk membaca terbatas, gunakan handbook.
b) Buku referensi:
Beberapa buku referensi dapat dijadikan pegangan. Yang paling
utama adalah buku-buku pedoman yang telah disepakati. misalnya
Pedoman Pengobatan, Pedoman Penggunaan Antibiotika, dsb., baik yang
berskala local (misalnya Rumah Sakit), nasional maupun internasional.
c) Buletin obat dan pengobatan:
Buletin biasanya bersifat periodik dan berisi promosi terhadap
pemakaian obat dan pengobatan secara rasional. Informasinya objektif,
penilaian terhadap manfaat/keamanan obat tidak "biased" dan
rekomendasi-rekomendasinya praktis untuk diterapkan dalam praktek
sehari-hari. Umumnya disediakan secara cuma-cuma oleh badan-badan
yang berkecimpung di kegiatan tersebut, dan sangat dihargai
keberadaannya karena objektivitas informasi tersebut. Beberapa contoh
buletin yang diakui misalnya Australian Prescriber (Australia), Drug and
Therapeutic Bulletin (U.K.), Prescrire (Perancis), Drug Information
Newsletter (Singapore), Lembaran Obat dan Pengobatan (Indonesia).
d) Majalah kedokteran:
Dapat dibedakan dua jenis, yakni majalah kedokteran umum
(misalnya Lancet, British Medical Journal) dan khusus untuk bidang
spesialisasi tertentu (misalnya Tubercule, American Journal of Respiratory
Diseases). Umumnya memuat artikel-artikel dalam bidang terapetik dan
informasi klinik. Majalah khusus umumnya juga memuat infomasi lebih
9
rinci untuk penyakit-penyakit tertentu. Hati-hati membaca majalah,
karena seringkali terdapat kontroversi antara satu penelitian dengan
penelitian yang lain, yang seringkali justru membingungkan untuk
diterapkan di klinik.
e) Bentuk verbal dan bentuk-bentuk lain dengan cara membaca, yang
notabene cukup menyita waktu, tenaga maupun biaya, informasi dapat
pula diperoleh dari sejawat lain, pusat pelayanan informasi, atau dengan
mengikuti pendidikan berkelanjutan. Salah satu contoh misalnya di pusat-
pusat pelayanan kesehatan yang besar, misalnya di rumah sakit, banyak
dibentuk Komisi Farmasi dan Terapi (KFT) yang berfungsi untuk
membantu para praktisi medik dalam menjalankan tugas pelayanan.
Komisi terdiri dari berbagai ahli klinis dan farmasis. Secara berkala,
Komisi ini bertemu untuk membicarakan hal-hal baru dalam hal terapetik,
atau kalau perlu merevisi kesepakatan-kesepakatan pedoman pengobatan
sebelumnya. Informasi obat dalam bentuk disket juga sudah mulai banyak
dijumpai, begitu pula jaringan-jaringan international yang melayani
informasi secara cepat melalui Medline, Popline, E-mail, Cosy, dsb.
Semuanya dapat dimanfaatkan, namun sayangnya biaya masih relatif
mahal sehingga tidak begitu populer di kalangan praktisi medis.
2) Informasi komersial
Informasi yang bersifat komersial jelas datang dari industri farmasi,
dan tersebar sangat luas di seluruh dunia. Bentuk informasi sangat beragam,
mulai dalam bentuk tulisan, verbal maupun dengan disket, CD-ROM atau pita
video. Informasinya sangat jelas dan mudah dicerna, namun juga dapat bias.
Segi positif terlalu ditekankan, sedangkan segi negatifnya seringkali
dilupakan atau disinggung secara ringan. Hal ini dapat dimengerti, karena
tujuannya memang untuk meningkatkan penjualan. Kegiatan komersiil ini
juga melibatkan antara lain penyelenggaraan-penyelenggaraan simposia,
10
seminar atau penulisan artikel di majalah, dengan sponsor industry farmasi.
Informasi ini tetap bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan berlangsung, namun harus hati-hati dalam menelaah kualitas
informasinya. Kesulitan yang sering dihadapi adalah dalam hal mencek
kebenarannya, karena informasi ini sangat cepat berkembang dan beredar,
jauh lebih cepat dari majalah dan buku-buku acuan/standard. Bentuk-bentuk
informasi yang dapat ditemui meliputi:
a) Iklan/advertensi di majalah kedokteran: Tidak dapat dipungkiri, bahwa
iklan obat menyediakan informasi obat yang paling cepat dapat
mencapai praktisi medik. Sayangnya, sangat banyak iklan yang
mengabaikan komponen-komponen informasi seperti yang telah
digariskan oleh WHO (WHO, 1988), yang antara lain harus mencakup:
o Nama senyawa aktif dalam International Non-proprietary Names
(INN) atau nama generiknya, dan nama dagang.
o Bentuk sediaan dan kandungan senyawa aktif tiap sediaan.
o Dosis dan aturan pemakaian yang dianjurkan.
o Indikasi terapetik
o Efek samping dan efek yang tidak dikehendaki
o Perhatian khusus, peringatan dan kontraindikas
o Interaksi penting
o Sumber referensi yang berkaitan
o Nama/alamat pabrik
Secara lebih ringkas, pedoman WHO tersebut menggariskan bahwa
harus ada 4 komponen utama informasi dalam setiap iklan, yaitu:
o Informasi tentang nama generik obat, sifat farmakologik dan
farmakokinetika.
o Informasi tentang indikasi dan bukti manfaat klinik.
o Informasi tentang kekuatan sediaan sediaan, aturan pakai dan
cara pemberian.
11
o Informasi tentang keamanan, meliputi efek samping maupun
peringatan, pembatasan/kontraindikasi.
Dengan selalu mempertimbangkan ada-tidaknya 4 komponen di
atas, ditambah dengan penelaahan secara kritis terhadap pesan umum
yang ditonjolkan dalam iklan, praktisi medik dapat dengan mudah
melakukan penilaian secara objektif, dan memanfaatkan informasi
tersebut.
b) Lembaran informasi produk: Lembaran informasi produk umumnya
disertakan dalam kemasan obat, atau dicetak dalam bungkusnya,
ditujukan untuk para pemakai obat. Sebenarnya jenis informasi ini relatif
paling layak dipercaya, karena untuk saat ini merupakan satu-satunya
jenis informasi dari industri farmasi yang penyiapannya dikontrol oleh
Departemen Kesehatan RI. Bentuknya sederhana dan mencakup semua
komponen informasi tentang obat yang digunakan, tanpa ditambah
pesan-pesan komersiil. Sayangnya justru jenis informasi ini seringkali
tidak sampai ke tangan pasien karena kesalahan teknis penyerahan obat
ke pasien. Informasi yang harus dicakup dalam lembaran informasi
produk meliputi (WHO, 1988):
INN atau nama generik senyawa aktif
Informasi farmakologik (efek farmakologik, mekanisme kerja dan
sifat farmakokinetik)
Informasi klinik meliputi indikasi, regimen dosis, kontraindikasi,
peringatan, efek samping, interaksi obat dan overdosis
Informasi farmasetik misalnya bentuk sediaan, kekuatan, zat
pengisi, kondisi penyimpanan dan masa kadaluwarsa, kelompok
obat (narkotik/obat keras/obat luar), nama pabrik dsb.
12
c) Bentuk-bentuk lain. Sangat banyak bentuk-bentuk informasi yang lain,
yang seringkali sulit dibedakan apakah dari industri farmasi atau bukan,
misalnya simposium, seminar, handbook, majalah kedokteran, atau buku
terbitan resmi hasil penelitian uji klinik suatu obat. Untuk menelaah jenis-
jenis informasi seperti ini, diperlukan penguasaan berbagai masalah,
misalnya untuk menilai apakah data hasil pengujian manfaat suatu obat
terhadap indikasi tertentu dapat dipercaya, diperlukan pengetahuan
tentang metodologi baku yang seharusnya digunakan. Buku-buku seperti
IIMS, ISO dan sejenisnya juga cukup membantu praktisi medik untuk
mencari kandungan bahan aktif suatu sediaan, dan informasi-informasi
lain yang relevan, misalnya pilihan bentuk dan kekuatan sediaan, harga,
dsb. Tetapi jangan digunakan untuk mencari indikasi, efek samping dll,
karena biasanya informasi tentang hal ini sangat terbatas dan tidak
netral.
Pemilihan Jenis Informasi
Walaupun sumber informasi cukup lengkap/terpenuhi, tidak
jarang dijumpai keraguan untuk memilih sumber informasi yang paling
tepat untuk memenuhi kebutuhan pada suatu waktu. Untuk
mempermudah penelusuran pustaka, pedoman di bawah dapat
digunakan.
1. Informasi mengenai obat:
a. Sifat-sifat farmakologik (dinamika dan kinetika obat), gunakan
textbook/handbook farmakologi, misalnya: Gilman AG, Rall TW,
Nies AS, Taylor P (1990) Goodman Gilman's the Pharmacological
Basis of Therapeutics, 7th edition, Macmillan Publishing Co., New
York.
b. Efek samping dan keamanan, gunakan textbook/handbook
farmakologi atau yang khusus membahas efek samping, misalnya:
American Medical Association, Division of Drugs (edisi terbaru)
13
AMA Drug Evaluations, American Medical Association/WB
Saunders Co., Philadelphia.
c. Untuk kandungan suatu sediaan paten, kekuatan, bentuk sediaan,
harga, dll., gunakan IIMS, ISO, atau terbitan
d. yang sejenis.
2. Informasi mengenai pengobatan:
a. Obat pilihan dan alternatifnya untuk suatu penyakit beserta
anjuran pengaturan dosis, gunakan texbook/handbook diagnosis &
penanganan penyakit, misalnya: Current Medical Diagnosis &
Treatment. Lange Medical Publication, Los Altos, edisi terakhir.
referensi (misalnya Buku Pedoman Pengobatan yang dipakai
setempat).
b. Pemakaian obat pada kelompok-kelompok khusus (bayi,
kehamilan, gangguan fungsi hepar/ginjal, malnutrisi, dsb) dan
monitoring kadar terapi, gunakan textbook/handbook farmakologi
klinik seperti: Speight TM (1987) Avery Drug Treatment.
Principles and Practice of Clinical Pharmacology and Therapeutics,
3rd edition, ADIS Press.
2.2 Pelayanan Informasi Obat
Definisi
Menurut keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 PIO
merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
14
Tujuan
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan rumah sakit.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi.
c. Meningkatkan profesionalisme apoteker.
d. Menunjang terapi obat yang rasional.
Sasaran Informasi Obat
a. Pasien atau keluarga pasien
b. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten
apoteker, dan lain-lain
c. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain (Anonim,
2006)
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
a. Sumber informasi obat
b. Tempat
c. Tenaga
d. Perlengkapan
Kegiatan PIO
Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang
bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan
informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu
pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya
penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan
bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan
informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima.
15
Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan
kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat
disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat
melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat
bervariasi dari yang sederhana sampai yang bersifat urgen dan kompleks
yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluai secara seksama .
Langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO
a. Penerimaan permintaan Informasi Obat : mencatat data permintaan
informasi dan mengkategorikan permasalahan : aspek farmasetik
(identifikasi obat, perhitungan farmasi, stabilitas dan toksisitas obat),
ketersediaan obat, harga obat,efek samping obat, dosis obat, interaksi
obat, farmakokinetik, farmakodinamik, aspek farmakoterapi,
keracunan, perundang-undangan
b. Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan :
menanyakan lebih dalam tentang karakteristik pasien dan
menanyakan apakah sudah diusahakan mencari informasi
sebelumnya
c. Penelusuran sumber data : rujukan umum, rujukan sekunder dan bila
perlu rujukan primer.
d. Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan : jawaban jelas,
lengkap dan benar, jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal
dan tidak bolehmemasukkan pendapat pribadi.
e. Pemantauan dan Tindak Lanjut : menanyakan kembali kepada
penanya manfaat informasi yang telah diberikan baik lisan maupun
tertulis .
16
Prosedur penanganan pertanyaan
a. Menerima pertanyaan
b. Identifikasi penanya
c. Identifikasi masalah
d. Menerima permintaan informasi
e. Informasi latar belakang penanya
f. Tujuan permintaan informasi
g. Penelusuran pustaka dan memformulasikan jawaban
h. Menyampaikan informasi kepada pihak lain
i. Manfaatkan informasi
j. Publikasi
k. Mendukung Panitia Komite Farmasi dan Terapi (Anonim, 2006).
Sumber informasi obat
1) Sumber daya, meliputi :
a) Tenaga kesehatan : Dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga
kesehatan lain
b) Pustaka : majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan
Farmakope.
c) Sarana : Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan
perpustakaan.
d) Prasarana Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat,
Pendidikan tinggi farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan
lain-lain).
2) Pustaka sebagai sumber informasi obat, digolongkan dalam 3 (tiga)
kategori :
a) Pustaka primer
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang
terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam
jurnal ilmiah.
17
Contoh pustaka primer :
(1). Laporan hasil penelitian
(2). Laporan kasus
(3). Studi evaluatif
(4). Laporan deskriptif
b) Pustaka sekunder
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari
berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat
membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam
sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai
data base, contoh : medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi
obat, International Pharmaceutikal Abstract yang berisi abstrak
penelitian kefarmasian.
c) Pustaka tersier
Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan
pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi
yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami
(Anonim,2006). Menurut undang-undang No.23 tahun 1992 tentang
kesehatan, pasal 53 ayat 2 menyatakan bahwa Standar profesi adalah
pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan
dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam melaksanakan
tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak
pasien antara lain ialah hak informasi, hak untuk memberikan
persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat
kedua.
18
Dokumentasi
Setelah terjadi interaksi antara penanya dan pemberi jawaban,
maka kegiatan tersebut harus didokumentasikan Manfaat dokumentasi
adalah :
1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang
diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.
2) Sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa
3) Catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
4) Media pelatihan tenaga farmasi
5) Basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan layanan.
6) Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan
informasi obat (Anonim,2006).
Evaluasi kegiatan
Evaluasi ini digunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan
pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan
tingkatkeberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan
informasi obat (Anonim, 2006).
Untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan
informasi obat, indikator yang dapat digunakan antara lain :
1) Meningkatkan jumlah pertanyaan yang diajukan.
2) Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
3) Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
4) Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin, ceramah).
5) Meningkatnya pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat
kesulitan.
6) Menurunnya keluhan atas pelayanan (Anonim, 2006).
19
2.3 Pemantauan ROM
Pengertian ROM
Setiap respon terhadap suatu obat yang berbahaya & tidak
dimaksudkan, terjadi pada dosis biasa yang digunakan pada manusia
untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit atau untuk
memodifikasi fungsi fisiologik. Tidak termasuk kegagalan terapi,
overdosis, penyalahgunaan obat, ketidakpatuhan dan kesalahan obat.
Reaksi Obat Merugikan (ROM) merupakan respon terhadap obat yaitu
respon terhadap obat yang sering berbahaya dan tidak diharapkan
dan muncul pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
profilaksis, diagnosis, terapi penyaki, atau modifikasi fungsi fisiologi
(WHO-UMC, 2010); (Nebeker, Barach, & Samore, 2004).
Epidemiologi ROM
1. Berkontribusi pada angka morbiditas & mortalitas
2. Urutan 4-6 penyebab kematian pasien rawat tinggal
3. 0,3-7% pasien masuk RS karena ROM
4. 30-60% dapat dicegah
Program surveilan ROM
1. Pelaporan sukarela
2. Pengkajian kartu pengobatan pasien retrospektif
3. Surveilan prospektif dengan audit
4. Surveilan prospektif unit pasien
5. Manfaat program pemantauan & pelaporan ROM
6. RS memenuhi standar akreditasi RS (menurunnya tuntutan hukum,
menyempurnakan mutu pelayanan -> standar pelayanan pasien
akan meningkat, ekonomi)
7. Peningkatan baseline surveilan pasca pemasaran
20
Peranan apoteker dalam ROM:
1. Tanggung jawab memberikan pelayanan profesional -> seleksi
dan pemberian obat
2. Evaluasi obat -> obat2 formularium
3. Edukasi masyarakat -> brosur, leaflet, penyuluhan
4. Kepemimpinan -> program pemantauan & pelaporan, ada
pengesahan formal
Program surveilan ROM:
1. Pengkajian kartu pengobatan pasien (retrospektif)
2. Pelaporan sukarela (konkuren)
3. Surveilan prospektif audit
4. Surveilan prospektif unit pasien
5. Surveilan prospektif :
Mengidentifikasi ROM serius, merupakan sistem yang berhasil
Dengan memantau adanya “order siaga/sinyal “
Pengurangan dosis tiba-tiba
Penghentian tiba-tiba
Permintaan uji laboratorium
Order segera dg zat telusur/tracer Atropin, kortikosteroid,
diazepam, difenhidramin, epinefrin, glukagon,hidroksizin,
lidokain, nalokson, fitonadion, protamin, Na-polistiren Sulfonat
Program pemantauan ROM
1. Penetapan tanggung jawab (PFT atau Komite ROM atau yang
lainnya, ditetapkan oleh RS)
2. Penetapan definisi ROM agar tidak terjadi kebingungan, keraguan
dalam pelaporan lalu disetujui PFT. Setiap efek yang tidak
21
dimaksudkan atau tidak diinginkan dari obat…dst…selanjutnya
dipersempit dengan penambahan qualifiers seperti:
Mengakibatkan penghentian obat
Memerlukan pengobatan tambahan
Memperpanjang hospitalisasi
Mengakibatkan kematian atau cacat, dll
3. Peningkatan kesadaran kepada dokter & perawat melalui buletin
yang bersifat edukasi
4. Penetapan mekanisme
Identifikasi secara retrospektif (kerjasama dengan bag ian
rekam medik -> lembar tambahan pada kartu pengobatan
pasien
Identifikasi konkuren (3 komponen :pelaporan
sukarela/spontan, order siaga dengan zat telusur,skrining
pasien/obat dg risiko
5. Penetapan prosedur untuk evaluasi ROM. Algoritme ROM untuk
menetapkan klasifikasi probabilitas ROM. Evaluasi pragmatis dengan
pertanyaan sbb :
Apakah ada suatu hubungan sementara dari permulaan terapi
obat dan ROM?
Apakah terjadi suatu dechallenge -> apakah tanda/gejala hilang
jika obat dihentikan?
Dapatkah tanda/gejala ROM diterangkan oleh status penyakit?
Apakah ada uji lab yang mendukung?
Apa pengalaman umum terdahulu dari obat?
Evaluasi keparahan ROM -> skala Hartwig & Siegel
6. Pengkajian ROM rutin -> dikaji berkala jika terdapat pola &
kecenderungan terjadi kembali
22
7. Pengembangan intervensi pencegahan -> skrining interaksi obat,
alergi obat, dosis, duplikasi atau kontraindikasi
Pelaporan ROM
1. Badan POM -> informasi kepada masyarakat
2. Manufaktur obat -> sabagai rekaman untuk disebarkan kepada
profesi kesehatan
3. Publikasi -> meningkatkan indeks kecurigaan
4. Pelaporan internal -> ROM yang diramalkan.
Peran apoteker dalam Pharmacovigilence
1. Peran aktif /partisipasi dalam pemantauan & pelaporan terjadinya
ROM/ADRs
Pantau status klinik pasien secara berkesinambungan
Kenali ADRs secara tepat bukan ES saja
Cari informasi lebih dalam
Bantu dokter dalam mengisi form
Pelihara informasi data pasien, terutama yg berkaitan dengan
obat
2. Tanggung jawab dalam seleksi dan pemberian obat
3. Evaluasi obat -> obat2 formularium
4. Informasi obat -> dokter, perawat
5. Edukasi masyarakat -> brosur, leaflet, penyuluhan
2.4 Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan Obat adalah program rumah sakit
menyeluruh, yang merupakan proses jaminan mutu yang dilaksanakan
23
secara terus menerus dan terstruktur, secara organisasi diakui,
ditujukan untuk menjamin penggunaan obat yang tepat, aman dan
efektif. Oleh karena itu, EPO merupakan kegiatan resmi yang ditetapkan
oleh rumah sakit. Evaluasi penggunaan obat juga merupakan salah satu
teknik pengelolaan system formularium di rumah sakit. Program
evaluasi penggunaan obat terdiri atas evaluasi secara kuantitatif dan
kualitatif.
Tujuan program evaluasi penggunan obat adalah unuk mengetahui
pola penggunaan obat di rumah sakit dan menilai ketepatan atau
ketidaktepatan penggunaan obat tertentu. Tanggung jawab apoteker
dalam program evaluasi penggunaan obat adalah mengadakan
koordinasi program EPO dan menyiapkan kriteria/standar penggunaan
obat bekerja sama dengan staf medik dan personel lainnya; pengkajian
order obat terhadap kriteria penggunaaan obat dan mengonsultasikan
dengan dokter jika dibutuhkan; memperoleh data kuantitatif
penggunaan obat; dan interpretasi data.
2.5 Edukasi dan Konseling Pasien
Edukasi Pasien
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan
untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi
dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), aktif memberikan
informasi-informasi atau ide baru (Craven dan Hirnle, 1996 dalam
Suliha, 2002). Edukasi merupakan serangkaian upaya yang ditujukan
untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga
dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat.
Definisi di atas menunjukkan bahwa edukasi adalah suatu proses
perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau
24
masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup
sehat. Edukasi merupakan proses belajar dari tidak tahu tentang nilai
kesehatan menjadi tahu dan dari tidak mampu mengatasi kesehatan
sendiri menjadi mandiri .
Lepas dari aman atau tidaknya setiap obat maka harus disadari
setiap obat dapat menjadi racun yang amat berbahaya bilamana
pemakaiannya tidak didukung oleh cara pemakaian yang benar. Oleh
sebab itu bagi orang awam perlu diberikan infor masi tentang hal apa
saja yang diperlukannya dalam usaha untuk memperoleh pe ngobatan
secara optimal.
Lima pertanyaan yang perlu ditanyakan kepada apoteker
Dalam kehidupan sehari-hari, hampir semua orang pernah menggunakan
obat untuk menjaga kesehatan, tapi tidak semua orang mengetahui
betapa pentingnya pengeta huan tentang obat itu bagi mereka .
Bagaimana, kapan dan mengapa obat itu digunakan. Mereka berpendapat
bahwa dokter telah memilih dan menentukan obat bagi mereka, karena
itu mereka tidak perlu bertanya lagi. Namun sebenarnya, tanggung jawab
penuh dalam menggunakan obat terletak pada orang yang
menggunakannya . Untuk mencapai pengobatan yang baik, maka setiap
pasien yang membeli/mengambil obat di apotik dll., dianjurkan
mengajukan pertanyaan 5 hal pokok kepada apoteker, dan apoteker
menjawabnya harus mempergunakan bahasa yang dapat dipahami oleh
orang awam.
1. Obat harus berapa kali diminum/berapa lama obat tersebut diminum?
2. Apa gerangan obat yang diberikan serta apa kegunaannya?
3. Hal-hal apa yang perlu kita hindari?
4. Apakah ada efek samping yang timbul?
5. Apakah ada informasi tertulis?
25
1. APA GERANGAN OBAT YANG DIBERIKAN SERTA APA KEGUNAANNYA
Misalnya :
amoksisilina adalah antibiotik yang berguna untuk mengobati infeksi
asetaminopen adalah obat untuk mengurangi rasa sakit dan
menurunkan panas
Bagaimana aturan pakai dan cara pemakaian obat
Aturan pakai/cara pemakaian obat bermacam-macam hal ini sangat
penting untuk di laksanakan dan kepada pasien harus dijelaskan.
Obat adalah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh dan akan
mengetahui aktivitas ki mia yang ada dalam tubuh. Pemberian obat yang
paling lazim adalah secara oral/ melalui mulut. Bila obat itu ditelan, maka
obat tersebut akan diserap oleh darah dan masuk ke bagian tubuh yang
membutuhkannya. Zat kimia tersebut diserap oleh pembuluh darah
melalui usus, tapi ada beberapa obat diserap oleh lambung sebe lum ke
pembuluh darah. Contoh : alkohol diserap sebagian oleh lambung
sebelum masuk keperedaran darah. Oleh karena itu, ada obat yang
dianjurkan diminum dalam keadaan perut kosong, berarti obat itu
diminum 1 (satu) jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan tapi ada
obat yang dianjurkan jangan diminum dalam keadaan perut kosong, kare
na meimbulkan rasa mual.
26
Ada obat yang diminum sebelum ada makanan (‘no food’) dan ada
yang diminum sete lah ada makanan (‘with food’). Hal ini disebabkan,
interaksi antara obat dan makanan, dapat mengurangi daya serap obat
dalam tubuh.
Selanjutnya setelah sebagian obat diserap oleh pembuluh darah, maka
sebagian lagi akan didistribusikan ke:
hati untuk mengurangi aktivitas obat tersebut
bagian tubuh/organ lainnya untuk kebutuhan selanjutnya atau
dikeluarkan oleh tubuh. Jumlah obat yang tertinggal dalam darah
tidak boleh terlalu banyak dan tidak boleh terlalu sedikit.
Bagaimana bentuk sediaan obat
Setiap macam bentuk sediaan obat mempunyai tujuan dalam
penggunaannya
Sediaan injeksi / suntikan
Bila insulin digunakan secara oral, maka insulin tersebut akan terurai
oleh asam lambung. Oleh karena itu insulin dibuat dalam sediaan injeksi
agar dapat langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Sediaan obat yang digunakan setempat / lokal
Semprot hidung, adalah obat yang disemprotkan ke hidung untuk
pengobatan hidung yang tersumbat.
Salep kulit, obat yang dioleskan ke kulit untuk mengobati kulit
gatal-gatal atau digigit serangga.
2. BERAPA KALI / LAMA OBAT HARUS DIMINUM
27
Cara pemakaian obat sangatlah penting, karena hal ini
berhubungan dengan dosis seseorang. Bagi anak dan usia lanjut atau
orang dewasa, dosisnya berbeda karena dipengaruhi berat badan dan
umur
Cara pemakaian obat harus tepat karena bila kurang tepat obat akan
kurang ber khasiat tapi bila berlebihan akan menjadi racun bagi tubuh itu
sendiri. Gejala penyakit yang sama bagi seseorang belum tentu
merupakan pengobatan yang baik bagi orang lain walaupun diberikan
obat yang sama, karena tiap orang mempunyai dosis yang berbeda. Maka
konsultasikan ke apoteker anda.
Jangka waktu pemberian obat Beberapa obat diminum sampai
gejala penyakit hilang namun bagi orang lain, misal nya antibiotika harus
diminum sampai habis, walaupun gejala penyakit sudah hilang Pada
beberapa obat tertentu, digunakan dalam jangka panjang, misalnya :
digoxin. Untuk penggunaan obat bebas sebaiknya digunakan sesuai pada
label/brosur
3. HAL-HAL APA YANG PERLU DIHINDARI
Pemakaian lebih dari satu macam obat pada waktu yang
bersamaan, dapat menimbul kan kemungkinan interaksi. Efek obat dapat
semakin kuat atau semakin lemah, atau timbul efek lain yang tidak
dikehendaki. Oleh sebab itu kita harus berhati-hati dalam menggunakan
kombinasi obat apalagi tanpa sepengetahuan dokter/apoteker. Interaksi
obat dipengaruhi oleh makanan dan minuman yang masuk kedalam
tubuh kita, contoh : Untuk mengurangi sakit kepala/pusing diberikan
suatu antihistamin dan sedativa, ta pi bila ditambah alkohol maka gejala
penyakit akan bertambah. Wanita hamil sebaiknya tidak makan obat-
obatan terutama pada kehamilan 3 bulan pertama karena dapat berakibat
fatal pada janin.
28
4. APAKAH ADA EFEK SAMPING YANG TIMBUL
Pada beberapa kasus, efek samping dari obat dapat diabaikan tapi
ada beberapa efek samping obat yang harus diperhatikan. Efek samping
yang timbul akan berbe da bagi setiap individu, karena setiap orang
mempunyai reaksi yang berbeda terha dap obat.Efek samping ini dapat
pula ditimbulkan oleh obat otc (obat tanpa resep dokter/ obat bebas) bila
obat digunakan tidak sesuai aturan pakai, walaupun obat bebas ini hanya
mengobati penyakit ringan.
5. APAKAH ADA INFORMASI TERTULIS
Brosur dari obat yang digunakan perlu dibaca atau bila perlu
pasien diberikan brosur agar tidak lupa terhadap cara pemakaian
obatnya.
Hal ini untuk menghindari kesalahan yang mungkin timbul, karena kita
tidak mungkin mengingat semua keterangan mengenai obat tersebut.
Konseling Pasien
Konseling kefarmasian yang merupakan usaha dari apoteker di dalam
membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan yang
umumnya terkait dengan sediaan farmasi agar masyarakat mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan kemampuan dan
kondisi masyarakat itu sendiri. Konseling kefarmasian bukan sekedar
PIO atau konsultasi tapi lebih jauh dari itu. Dan untuk mendapatkan
konseling yang efektif, para apoteker praktisi harus selalu melatih
menggunakan teknik-teknik koseling yang dibutuhkan pada praktek
komunitas.
Adapun Tujuan dari konseling pasien adalah
29
mengoptimalkan hasil terapi obat dan tujuan medis dari terapi obat
dapat tercapai
Membina hubungan dengan pasien dan nimbulkan kepercayaan
pasien
menunjukan perhatian dan care kita pada pasien
membantu pasien dalam menangani obat-obat yang digunakan
membantu pasien dalam mengatasi kesulitan yang berkaitan dengan
penyakitnya
mencegah dan mengurangi efek samping obat, toksistas, resistensi
antibiotika ,dan ketidakpatuhan pasien
Sebelum memberikan konseling ada beberapa hal yang harus
diketahui oleh seorang apoteker agar tujuan konseling tercapai. Hal yang
Perlu diperhatikan adalah latar belakang pasien ( data base pasien ) seperti
biodata, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, alergi, riwayat keluarga ,
sosial dan ekonomi.
Hal kedua yang pelu diperhatikan adalah membuat daftar masalah
yang dihadapi pasien ( terutama masalah yang berkaitan dengan obat ).
Setelah kedua hal tersebut dilakukan baru dapat memberikan konseling
berdasarkan masalah yang sudah di susun kemudian dapat dilihat dari
perubahan sikap pasien apakah konseling yang telah diberikan sudah tepat
atau belum.
Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions) yang dapat
digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling untuk pertama
kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar
tidak terjadi pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu);
30
mencegah pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang
telah disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat
yang diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter
atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan
tipe open ended question).
Tiga pertanyaan utama tersebut dapat dikembangkan dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut sesuai dengan situasi dan kondisi pasien:
1. Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan
anda?
Persoalan apa yang harus dibantuh?
Apa yang harus dilakukan?
Persoalan apa yang menyebabkan anda ke dokter?
2. Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?
Berapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?
Berapa banyak anda harus menggunakannya?
Berapa lama anda terus menggunakannya?
Apa yang dikatakan dokter bila anda kelewatan satu dosis?
Bagaimana anda harus menyimpan obatnya?
Apa artinya ‘tiga kali sehari’ bagi anda?
3. Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan anda?
Pengaruh apa yang anda harapkan tampak?
Bagaimana anda tahu bahwa obatnya bekerja?
Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokter kepada anda untuk
diwaspadai?
Perhatian apa yang harus anda berikan selama dalam pengobatan ini?
Apa yang dikatakan dokter apabila anda merasa makin parah/buruk?
Bagaimana anda bisa tahu bila obatnya tidak bekerja?
Pada akhir konseling perlu dilakukan verifikasi akhir (tunjukkan dan
katakan) untuk lebih memastikan bahwa hal-hal yang dikonselingkan
31
dipahami oleh pasien terutama dalam hal penggunaan obatnya dapat
dilakukan dengan menyampaikan pernyataan sebagai berikut:
‘sekedar untuk meyakinkan saya supaya tidak ada yang kelupaan, silakan
diulangi bagaimana anda menggunakan obat anda’.
Dalam proses konseling harus melibatkan evidence based practice.
Pada evidence based medicine, pengobatan didasarkan pada bukti ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan sedangkan evidence based practice bukti tidak
dapat hanya dikaitkan dengan bukti-bukti ilmiah tetapi juga harus dikaitkan
dengan bukti/data yang ada pada saat praktek profesi dilakukan. Dengan
demikian, perbedaan waktu, situasi, kondisi, tempat dll mungkin akan
mempengaruhi tindakan profesi, keputusan profesi dan hasil. Agar tetap
menghasilkan praktek profesi yang optimal, setiap apoteker atau calon
apoteker harus terlatih dalam penguasaan dan penerapan skill dan
knowledge dalam praktek profesi sesuai kebutuhan.
Salah satu ciri khas konseling adalah lebih dari satu kali pertemuan.
Pertemuan-pertemuan selanjutnya dalam konseling dapat dimanfaatkan
apoteker dalam memonitoring kondisi pasien. Pemantauan terhadap kondisi
pasien dapat dilakukan Apoteker pada saat pertemuan konsultasi rutin atau
pada saat pasien menebus obat, atau dengan melakukan komunikasi melalui
telepon atau internet. Pemantauan kondisi pasien sangat diperlukan untuk
menyesuaikan jenis dan dosis terapi obat yang digunakan. Apoteker harus
mendorong pasien untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan
yang dirasakannya sesegera mungkin.
Berbagai kendala dalam memberikan konseling dapat terjadi pada
proses pengobatan dan pemberian konseling. Kendala yang berasal dari
pasien antara lain adalah perasaan marah, malu, sedih, takut, ragu-ragu. Hal
ini dapat diatasi dengan bersikap empathy, mencari sumber timbulnya
masalah tersebut, tetap bersikap terbuka dan siap membantu.
32
Untuk kendala yang berasal dari Latarbelakang pendidikan, budaya
dan bqhasa Kendala dapat diatasi dengan Menggunakan istilah sederhana
dan dapat dipahami, Berhati-hati dalam menyampaikan hal yang sensitif ,
atau Menggunakan penterjemah.
Untuk kendala yang berasal dari fisik dan mental dapat diatsai dengan
upaya menggunakan alat bantu yang sesuai atau Melibatkan orang yang
merawatnya.
Sedangkan Kendala yang berasal dari tenaga farmasi dapat berupa m
endominasi percakapan, Menunjukkan sikap yang tidak memberikan
perhatian dan tidak mendengarkan apa yang pasien sampaikan, cara
berbicara yang tidak sesuai (terlalu keras , sering rnengulang suatu kata ),
Menggunakan istilah yang terlalu teknis yang tidak dipahami pasien, sikap
dan gerakan badan yang tidak sesuai yang dapat mengganggu konsentrasi
pasien, sedikit atau terlalu banyak melakukan kontak mata dengan pasien.
Bila ini terjadi pada upaya mengatasinya adalah dengan Memberikan
pasien kesempatan untuk menyampaikan masalahnya dengan bebas,
menunjukan kepada pasien bahwa apa yang disampaikannya didengarkan
dan diperhatikan melalui sesekali anggukan kepala, kata ya dan sikap badan
yang cenderung ke arah pasien, Menyesuaikan volume suara dan mengurangi
kebiasaan mengeluarkan kata-kata yang mengesankan gugup dan tidak siap,
menghindari pemakaian istilah yang tidak dipahami oleh pasien, tidak
menyilangkan kedua tangan dan menghindari gerakan berufang yang tidakk
pada tempatnya dan Menjaga kontak mata dengan pasien
Selain kendala - kendala tersebut diatas terdapat kendala lain yang
kadang kurang diperhatikan oleh tenaga farmasi . kendala tersebut adalah
lingkungan pada saat konseling dilakukan. Tempat yang terbuka, suasana
yang bising, sering adanya interupsi, adanya partisi (kaca kounter ) dapat
mempengaruhi pasien dalam menerima konseling. Hal ini harus diperhatikan
oleh tenaga farmasi dalam memberikan konseling. Adanya tempat khusus
33
ataupun tidak menerima telepon atau tamu lain dapat memberikan rasa
privasi dan nyaman kepada pasien .
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah
sebagai berikut :
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan
pasien. Informasi obat meliputi 2 jenis yaitu informasi obat komersial
dan informasi obat non komersial.
Pemantauan Reaksi Obat Merugikan (ROM) merupakan respon terhadap
obat yaitu respon terhadap obat yang sering berbahaya dan tidak
diharapkan dan muncul pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk profilaksis, diagnosis, terapi penyaki, atau modifikasi
fungsi fisiologi (WHO-UMC, 2010)
Evaluasi Penggunaan Obat adalah program rumah sakit menyeluruh,
yang merupakan proses jaminan mutu yang dilaksanakan secara terus
menerus dan terstruktur, secara organisasi diakui, ditujukan untuk
menjamin penggunaan obat yang tepat, aman dan efektif.
Edukasi dan Konseling pasien adalah dimana pasien diberi atau
ditambah lagi wawasan tentang obat dan penggunaannya.
35
DAFTAR PUSTAKA
Grahame-Smith DG & Aronson JK 1985 Oxford textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy. OxfordUniversity Press, Oxford.
World Health Organization 1988 Ethical Criteria for Medical Drug Promotion. World Health Organization, Geneva.
World Health Organization 1988 Guidelines for Developing National Drug Policies. World Health Organization,Geneva.
36