Tinjauan Pustaka Osteomielitis
-
Upload
muflih-mahsyar -
Category
Documents
-
view
240 -
download
1
description
Transcript of Tinjauan Pustaka Osteomielitis
TINJAUAN PUSTAKA OSTEOMIELITIS
Pendahuluan
Infeksi bisa mencapai tulang dan sendi melalui aliran darah atau invasi langsung melalui
tusukan jarum, operasi atau patah tulang terbuka, tergantung dari organisme penyebab,
lokasi infeksi dan reaksi host, hingga dapat berupa pyogenic osteomyelitis atau arthritis,
reaksi granulomatosa kronik ( klasik pada TBC ) atau respon indolen terhadap jamur.1
Definisi
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan struktur
struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. 2
Embriologi Tulang
Menurut bahan pembentuknya, tulang dapat dibedakan menjadi tulang rawan (kartilago)
dan tulang keras (tulang/osteon). Pembentukan tulang dimulai dari perkembangan
jaringan penyambung seperti tulang rawan yang berkembang menjadi tulang keras.
Jaringan yang berkembang akan disisipi dengan pembuluh darah. Pembuluh darah ini
akan membawa mineral seperti kalsium dan menyimpannya pada jaringan tersebut.
Osifikasi atau yang disebut dengan proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur
embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Osifikasi dimulai dari sel-sel
mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak mengandung
pembuluh darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung pembuluh darah
akan membentuk kondroblas. Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk
tulang rawan (kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian
tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi
osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium
berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang
rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan
membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat
kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan
dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi
degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler
(termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini,
sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh
darah akan memasuki daerah epiphise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder,
terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua
ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di
antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise. Selama pertumbuhan, sel-
sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan
tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram
epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter
(lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga
rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum
membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan. Jadi pembentukan tulang
keras berawal dari kartilago (berasal dari mesenkim). Kartilago memiliki rongga yang
akan terisi oleh osteoblas (sel-sel pembentuk tulang). Osteoblas membentuk osteosit (sel-
sel tulang). Setiap satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh darah dan serabut
saraf membentuk sistem havers. Matriks akan mengeluarkan kapur dan fosfor yang
menyebabkan tulang menjadi keras.4,6
Anatomi
Tulang radius dan ulna tidak saja sebagai penghubung lengan atas dan tangan tapi
mempunyai fungsi pronasi dan supinasi dengan gerakan radius dan ulna. Kedua tulang
lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulna yang diperkuat oleh ligamentum anulare
yang melingkar kapitubulum radius dan di distal oleh sendi radioulna yang diperluat oleh
ligamentum radioulna yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membran interosea
memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat.
Selain itu radius ulna dihubungkan otot antar tulang yaitu musculuc supinator, musculus
pronator teres, musculus pronatus kuadratus yang membuat gerakan pronasi dan supinasi.
Antebrachii terdiri atas dua buah tulang pararel yang berbeda panjang bentuknya ; os
radius dan os ulna. Di sebelah proksimal membentuk tiga persendian sedangkan sebelah
distal dua persendian. Tulang radius lebih pendek daripada ulna, bentuk lebih
melengkung dan bersendi dengan os ulna pada bagian proksimal dan distal “ radioulnar-
joint” yang bersifat rotator. Antara kedua tulang ini juga dihubungkan oleh membran
interroseus, suatu jaringan yang fibrous yang berjalan oblique dari ulna ke radius.
Membran ini berfungsi merotasikan tulang radius terhadap os ulna, yang menghasilkan
gerakan pada lengan bawah.
Muskuli antebrachii dapat dikelompokan, muskuli kompartemen anterior dan posterior.
Kompartemen anterior di isi oleh muskuli fleksor sedangkan kompartemen posterior di
isi oleh muskuli ekstensor. Beberapa muskuli ada yang berperan dominan dalam
mempertahankan posisi dan gerakan sendi lengan bawah dan tangan, muskulus tersebut
adalah :
Fleksor elbow : m. Brachialis, m. Biceps, m. Brachioradialis
Ekstensor elbow : m. Triceps, m. Anconeus
Supinator elow : m. Supinator, m. Biceps
Pronator elbow : m. Pronator teres, m pronator quadratus
Fleksor pergelangan tangan : m. Fleksor carpi radialis, m. Fleksor carpi ulnaris
Ekstensor pergelangan tangan : m. Ekstensor carpi radialis longus dan brevis, m.
Ekstensor carpi ulnari.
Insidens
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada
bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi
yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan
fibula. Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89-
90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan
Eschericia coli (1-2%).3
Patogenesis
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara. Kuman
dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran
hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama
pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya. Osteomielitis
hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang biasanya timbul antara usia 5 dan 15
tahun.Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat predileksi untuk osteomielitis
hematogen. Diperkirakan bahwa end-artery dari pembuluh darah yang menutrisinya
bermuara pada vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga
menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat ini.
Kondisi ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada endotel dan
melekat pada matriks tulang. Selain itu, rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga
akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel darah putih.
Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran darah yang lamban
tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada orang dewasa merupakan suatu
kejadian yang jarang terjadi. 1,2
Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh darah lokal
yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian
berkembang menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan lokal akan
menyebarkan pus hingga ke korteks melalui sistem Havers dan kanal Volkmann hingga
terkumpul dibawah periosteum menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi.
Abses subperiosteal kemudian akan menstimulasi pembentukan involukrum periosteal
(fase kronis). Apabila pus keluar dari korteks, pus tersebut akan dapat menembus soft
tissues disekitarnya hingga ke permukaan kulit, membentuk suatu sinus drainase.
Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis osteomielitis termasuk
diabetes mellitus, immunosupresan, penyakit imundefisiensi, malnutrisi, gangguan fungsi
hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan usia tua. Sedangkan faktor-faktor lokal adalah
penyakit vaskular perifer, penyakit stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan
penggunaan rokok.
Klasifikasi Osteomielitis
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis. Sistem
tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala : akut, subakut,
dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7- 14
hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun,
pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah
pemasangan prosthesa dan sebagainya. Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14
hari sampai 3 bulan. Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang
perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya
nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus involukrum.
Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan
infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran
kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi
hematogen dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan
dengan adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya
seperti ulkus diabetikum. Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk
osteomielitis yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan
status fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks superfisial,
stadium 3 – medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 – medular dan kortikal
difus.
Presentasi Klinis
Osteomielitis hematogenik akut
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri biasanya
terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya. Sebagai
contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus
dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari menggunakan
bagian tubuh yang terkena infeksi. 1
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan nyeri tekan lokal dan pergerakan sendi yang
terbatas, namun oedem dan kemerahan jarang ditemukan. Dapat pula disertai gejala
sistemik seperti demam, menggigil, letargi, dan nafsu makan menurun pada anak. 5
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan dramatis dari CRP, LED, dan
leukosit. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan organisme penyebab infeksi.
Pada pemeriksaan foto polos pada awal gejala didapatkan hasil yang negatif. Seminggu
setelah itu dapat ditemukan adanya lesi radiolusen dan elevasi periosteal. Sklerosis reaktif
tidak ditemukan karena hanya terjadi pada infeksi kronis. Presentasi radiologi dari
Osteomielitis hematogen akut mirip dengan gambaran neoplasma seperti Leukimia
limfositik akut, Ewing’s sarkoma, dan histiositosis Langerhans’. Karena itu, dibutuhkan
biopsi untuk menentukan diagnosis pasti.
Osteomielitis Subakut
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya
disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala.
Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari
gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis
dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona
sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis
tulang panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans’ atau
Ewing’s Sarcoma. 3
Osteomielitis Kronik
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak
diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma
tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang
digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan
bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini,
pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi
lebih jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya
drainase pus atau fistel, malaise, dan fatigue. 3
Pemeriksaan Penunjang1,2,3
a. Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemerikSosaan radiograf. Setelah
7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi cancellous
bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan area destruksi
pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya
detruksi tulang yang masif dan adanya involukrum, yang membungkus fokus sklerotik
dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum.
Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila terdapat
oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan udara
yang menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’. Udara pada jaringan lumak ini dapat
dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.
b. Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk mengevaluasi
pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
c. Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat sensitive
namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak bisa
dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi jaringan lunak,
dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi
sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.
d. CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk menidentifikasi sequestra
pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense dibanding involukrum
disekelilingnya.
Terapi
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika
intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan
kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum
antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau
aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat, diberikan antipiretik bila demam.
Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak
ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. 2,3
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis.
LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau
keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa
akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat
ditatalaksana secara komplit. Kondisi dapat terjadi pada pasien dengan retensi alat
ortopedi, debridemen jaringan nekrotik yang inkomplit, immunocompromised, atau
resistensi terhadap antibiotik. Idealnya, eksplorasi bedah harus dilakukan pada pasien ini
untuk menentukan apakah dibutuhkan terapi tambahan. 2
Keberhasilan terapi pada infeksi muskuloskeletal membutuhkan intervensi bedah untuk
menghilangkan jaringan mati dan benda asing. Jaringan nekrotik melindungi kuman dari
leukosit dan anitibiotik. Pada fraktur terbuka, semua soft tissues yang mati dan semua
fragmen tulang bebas harus dibersihkan dari luka. Pada osteomielitis kronik, sequestrum
harus dibuang seluruhnya dengan meninggalkan involukrum tetap ditempatnya. Kulit,
lemak subkutan, dan otot harus didebridemen secara tajam hingga berdarah. Untuk
mendeteksi viabilitas dari cancellous bone, ditandai dengan adanya perdarahan dari
permukaan trabekula. 3
Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan
terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan,
maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat
dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat
hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. Saat yang terbaik
untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat;
mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :
a. Pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab
b. Dosis yang tidak adekuat
c. Lama pemberian tidak cukup
d. Timbulnya resistensi
e. Kesalahan hasil biakan
f. Antibiotika antagonis
g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
h. Kesalahan diagnostik
Komplikasi
Komplikasi dari osteomielitis antara lain :
a. Abses tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur
DAFTAR PUSTAKA
.
1. Apley, A. Graham. Apley’s system of Ortopaedics and Fractures. __7Rev.ed.
Butterworth-Heinemann International Edition.
2. King, RW. Osteomyelitis. Updated: Jul 15, 2010 (diakses 02 Agustus , 2010).
Available at http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview.
3. Siregar, Paruhum UT. Kumpulan Kuliah Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2008
4. Brunicardi, Charles F. Et all. Schwartz. Manual of Surgery Ed.8. New York:
McGraw-Hill Publishing Company. 2007.
5. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics. New Hampshire :
Appleton & Lange ; 2003
6. http://www.netterimages.com/image .