Osteomielitis Adit

download Osteomielitis Adit

of 27

description

test123

Transcript of Osteomielitis Adit

REFERATOSTEOMYELITIS

Disusun oleh :Aditya Rachmat Febrianto 1102011007

Kepaniteraan Klinik Bedah RSUD Pasar Rebo

Pembimbing :Dr. Ricky E. Hutapea Sp.OT

SMF BEDAHRSUD PASAR REBO JAKARTAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

BAB 1PENDAHULUAN

Osteomielitis berasal dari kata osteon yang berarti tulang dan myelo yang berarti sum-sum, yang dikombinasikan dengan itis yang berarti inflamasi. Osteomielitis merupakan suatu proses peradangan tulang baik akut maupun kronik. Osteomielitis biasanya disebabkan oleh bakteri, tapi bisa juga karena jamur. Penyebab tersering osteomielitis pyogenik adalah Staphylococcus aureus.Osteomielitis dapat memberikan klinis pada tulang mana yang terinfeksi oleh mikroorganisme. Perjalanan infeksi dapat terjadi pada tulang melalui aliran darah atau penyebaran melalui jaringan tissue yang dekat. Osteomielitis dapat terjadi pada semua usia, kebanyakkan pada anak-anak dan usia lebih dari 50 tahun. Osteomielitis lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita.Insidensi dari osteomyelitis akut pada anak di Eropa barat tampak menurun pada beberapa tahun terakhir, mungkin diakibatkan peningkatan kondisi social masyarakat tersebut. Penelitian dari Glasgow, Skotlandia, pada periode 1990-99, mengemukakan bahwa kejadian ostemomyelitis kurang dari 3 kasus per 100.000 dalam setahun. Osteomyelitis masih menjadi masalah di negara berkembang, karena tingkat hygiene dan nutrisi yang masih rendah, fasilitas diagnostic yang belum memadai hingga pelayanan kesahatan primer, masih tingginya kejadian tuberculosis yang juga dapat menyerang sendi dan tulang, dan pengobatan osteomyelitis membutuhkan waktu yang lama

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi TulangTulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama, yaitu :1. Membentuk rangka badan1. Sebagai tempat melekat otot1. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru1. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam1. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit Sel-sel yang terdapat pada jaringan tulang: Osteoblas : Sel yang berperan dalam aktivitas sintesis komponen organik tulang, yang disebut sebagai prebone atau osteoid. Osteoblas terletak dalam suatu garis di sepanjang permukaan jaringan tulang. Saat aktif, osteoblas cenderung berbentuk kubus dan bersifat basofilik. Sedangkan saat kurang aktif, maka bentuknya akan menjadi lebih kempis dan kurang basofilik. Ketika aktivitas sintesis matriks berhenti dan osteoblas telah memasuki matriks tersebut maka osteoblas berubah namanya menjadi osteosit. Osteosit : Sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteosit berada di dalam suatu ruangan berbentuk oval bernama lakuna yang terletak di dalam matriks yang telah termineralisasi. Lakuna memiliki penjuluran halus yang disebut kanalikuli. Kanalikuli menghubungkan antar lacuna yang berdekatan sehingga osteosit mampu mencapai pembuluh darah untuk pertukaran nutrisi dan sisa metabolisme. Osteoklas : Sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblast dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

Lapisan-lapisan tulang: Periosteum : Bagian luar lebih banyak mengandung sabut sabut jaringan pengikat, pembuluh darah, dan saraf dengan sedikit sel. Lapisan ini dinamakan stratum fibrosum. Bagian dalam lebih banyak mengandung sel sel pipih yang mampu berdiferensiasi menjadi osteoblas, sabut sabut elastis, dan kolagen tersusun lebih longgar. Bagian ini disebut stratum germinativum. Endosteum : Mempunyai struktur dan komponen yang sama dengan periosteum tetapi lebih tipis dan tidak memperlihatkan 2 lapisan seperti pada periosteum. Ke arah luar bersifat osteogenik, ke arah dalam bersifat hemopoetik.

Bagian anatomi tulang panjang: 1. Diafisis atau batang: Bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan besar.1. Metafisis: Bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoietik. Bagian ini juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis.1. Lempeng epifisis: Daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa.1. Epifisis: Epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang panjang berhenti.Tulang dalam garis besarnya dibagi atas : Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, radius, ulna. Tulang panjang disusun untuk menyagga berat badan dan gerakan. Tulang panjang (os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis, dan metaphysis. Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang carpal Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

PERTUMBUHAN TULANGPerkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu osteogenesis desmalis dan osteogenesis enchondralis. Keduanya menyebabkan jaringan pendukung kolagen primitive diganti oleh tulang, atau jaringan kartilago yang selanjutnya akan diganti pula menjadi jaringan tulang. Hasil kedua proses osteogenesis tersebut adalah anyaman tulang yang selanjutnya akan mengalami remodeling oleh proses resorpsi dan aposisi untuk membentuk tulang dewasa yang tersusun dari lamella tulang. Kemudian, resorpsi dan deposisi tulang terjadi pada rasio yang jauh lebih kecil untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi karena fungsi dan untuk mempengaruhi homeostasis kalsium. Perkembangan tulang ini diatur oleh hormone pertumbuhan, hormone tyroid, dan hormone sex. Osteogenesis Desmalis / Osteogenesis intramembranosa, karena terjadinya dalam membrane jaringan. Tulang yang terbentuk selanjutnya dinamakan tulang desmal (tulang atap tengkorak). Tulang terbentuk melalui konversi langsung dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang atau dapat dikatakan pembentukan tulang dengan jalan transformasi jaringan pengikat fibrosa. Osteogenesis Endchondralis yakni pembentukan tulang dimana sel-sel mesenkim berdifernsiasi terlebih dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) kemudian berubah menjadi tulang. Pertumbuhan tulang secara endokondral terdapat pada tulang vertebra, costae, sternum dan ekstremitas. Proses penulang diawali dengan masuknya pembuluh darah membawa bahan tulang (ossein dan mineral) ke jaringan tulang rawan, hadirnya osteoblast di situ, disusul pula dengan hadirnya chondroblast yang meresap tulang rawan yang dirombak. Chondrosit menyusun diri menjadi jajaran lurus, disusul dengan masuknya bahan kapur dan mineral lain ke matriks. Tulang akan terdiri dari lapisan-lapisan (lamella) yang sebagian besar tersusun menurut lingkaran membentuk sistem Harvers.

PERTUMBUHAN MEMANJANG TULANG PIPASetelah berlangsung penulangan pada pusat penulangan sekunder di daerah epiphysis, maka terdapatlah sisa sisa sel khondrosit diantara epiphysis dan diaphysis. Sel sel tersebut tersusun berderet deret memanjang sejajar sumbu panjang tulang. Karena perubahan sel sel dalam setiap deret seirama, maka discus tersebut menunjukan gambaran yang dibedakan dalam daerah daerah perkembangan. Daerah daerah perkembangan:1. Zona Proliferasi : sel kartilago membelah diri menjadi deretan sel sel gepeng. 1. Zona Maturasi : sel kartilago tidak lagi membelah diri,tapi bertambah besar. 1. Zona Hypertrophy : sel sel membesar dan bervakuola. 1. Zona Kalsifikasi : matriks cartlago mengalami kalsifikasi. 1. Zona Degenerasi : sel sel cartlago berdegenerasi diikuti oleh terbukanya lacuna sehingga terbentuk trabekula. Karena masuknya pembuluh darah, maka pada permukaan trabekula di daerah ke arah diaphysis diletakan sel-sel yang akan berubah menjadi osteoblas yang selanjutnya akan melanjutkan penulangan. Dalam proses pertumbuhan discus epiphysealis akan semakin menipis, sehingga akhirnya pada orang yang telah berhenti pertumbuhan memanjangnya sudah tidak deketemukan lagi.

PEMBESARAN DIAMETER TULANG PIPA Pertumbuhan tulang pipa selain memanjang melalui discus epiphysealis juga mengalami pertambahan diameter dengan cara pertambahan jaringan tulang melalui penulangan oleh periosteum lapisan dalam yang dibarengi dengan pengikisan jaringan tulang dari permukaan dalamnya. Dengan adanya proses pengikisan jaringan tulang ini, walau pun diameter tulang bertambah namun ketebalannya tetap dipertahankan. Hal ini penting,karena tanpa pengikisan,berat tulang akan bertambah terus sehingga mengganggu fungsinya

Infeksi bakteri piogenik1. Osteomyelitis hematogen akutOsteomyelitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa

a. Etiologi dan pathogenesisOrganisme yang sering menjadi penyebab adalah biasanya Staphylococcus aureus (ditemukan pada hampir 70% kasus), Streptococcus pyogenes, dan S. pneumonia. Haemophilus influenza juga sering menjadi penyebab terjadinya osteomyelitis hematogen akut, tapi sejak ditemukannya vaksin terhadap bakteri tersebut 20 tahun yang lalu, maka angka kejadian semakin menurun. Bakteri gram negatif lain, seperti Eschericia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Proteus mirabilis juga terkadang menjadi penyebab penyakit iniPada anak-anak, infeksi biasanya dimulai pada daerah perdarahan metafisis dari tulang panjang, paling sering di daerah proksimal tibia, atau distal atau proksimal dari tulang femur. Predileksi dari tempat terjadinya infeksi ini adalah dikarenakan oleh susunan pembuluh darah yang aneh di area tersebut. Pada infant, yang mana masih terdapat anastomosis antara penbuluh darah metafisis dan epifisis, infeksi juga dapat menyerang epifisis.Pada orang dewasa, infeksi hematogen hanya terjadi sekitar 20% dari seluruh kejadian penyakit ini. Penyebab yang tersering adalah Staphylococcus aureus.

b. PatologiOsteomyelitis hematogen akut menunjukan progresifitas yang ditandai dengan inflamasi, supurasi, nekrosis dari tulang, pembentukan tulang baru yang reaktif, dan akhirnya, resolusi dan penyembuhan, kalau tidak, kronisitas yang tidak dapat dilacak. Osteomyelitis akut pada anak. Gambaran klasik muncul pada usia 2 sampai 6 tahun. Perubahan paling dini yang terjadi pada metafisis adalah reaksi akut inflamasi dengan pembesaran vascular. eksudasi cairan dan infiltasi oleh leukosit polimorfnuklear. Tekanan dalam tulang meningkat cepat, menyebabkan rasa sakit yang intens, obstruksi aliran darah, dan thrombosis intravascular. Bahkan pada fase awal, jaringan tulang sudah terancam oleh iskemik yang akan datang dan resopsi akibat kombinasi dari aktivitas fagosit dan akumulasi lokal dari sitokin, growth factors, prostaglandin, dan enzim bacterial. Pada hari kedua atau ketiga, pus terbentuk dalam tulang dan menekan sepanjang kanal Volkmann dan akan membentuk abses subperiosteal. Hal ini lebih sering ditemukan pada anak anak karena perlekatan periosteum yang relatif lebih longgar, dibanding orang dewasa. Dari abses subperiosteal pus dapat menyebar ke seluruh batang atau menyebar ke jaringan lunak disekitarnya.

Terjadinya peningkatan tekanan dalam tulang, vascular stasis, terbentuknya thrombosis akan menyebabkan timbulnya kematian jaringan tulang bila dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada akhir minggu atau hari ketujuh. Toksin dari bakteri dan enzim leukosit juga memiliki peran dalam terjadinya destruksi jaringan. Dengan pertumbuhan yang bertahap, batas antara jaringan yang hidup dan jaringan nekrosis semakin jelas. Potongan dari tulang yang mati dapat memisahkan diri sebagai sequestra dan sangat bervariasi ukurannya dari yang sebatas spikula sampai segmen nekrotik yang besar.Makrofag dan limfosit datang sehingga meningkatkan jumlahnya dan debris perlahan dihilangkan oleh kombinasi dari fagositosis dan resopsi osteoklastik.Hal lain yang perlu diperhatikan pada terjadinya osteomyelitis akut adalah pembentukan tulang baru. Mulanya, area disekitar zona yang terinfeksi adalah porotik (mungkin dikarenakan hyperemia dan aktivitas osteoklastik) tapi jika pus tidak dilepaskan, entah secara spontan atau akibat dari operasi, tulang baru mulai tumbuh pada permukaan yang mampu ditumbuhi. Hal ini tipikal untuk infeksi piogenik dan corakan halus tulang baru subperiosteal biasanya mulai tampak pada x-ray pada akhir minggu kedua. Pada saat ini, tulang yang baru mulai menebal untuk membentuk involucrum, yang menutup sequestrum dan jaringan yang telah terinfeksi. Bila infeksi menetap, pus dan sequestra berbentuk spikula akan keluar melalui perforasi (cloacae) pada involucrum dan berjalan menuju permukaan kulit. Bila infeksi dapat terkontrol dan tekanan dalam tulang diturunkan pada fase awal, proses yang buruk dapat dihentikan. Tulang disekitar zona yang terinfeksi akan memadat; hal ini, bersama dengan reaksi periosteal, menghasilkan penebalan tulang. Pada beberapa kasus, bentuk anatomi normal dapat tercapai, pada sebagian yang lain, terdapat deformitas pada tulang tersebut. Jika tidak terjadi proses penyembuhan, nidus infeksi mungkin masih terdapat dalam tulang, menyebabkan pus dan kadangkala debris tulang dikeluarkan melalui sinus. Pada fase ini sudah masuk kedalam chronic osteomyelitis, yang dapat bertahan selama beberapa tahun. Osteomyelitis akut pada infant. Tampilan yang muncul pada tahap awal penyakit ini pada infant kurang lebih sama dengan yang terjadi pada anak. Terdapat perbedaan yang signifikan, selama tahun pertama dalam kehidupan, adalah terjadinya penyebaran infeksi dari metafisis menuju epifisis, dan dari sana menyebar menuju sendi terdekat. Osteomyelitis akut pada dewasa. Infeksi tulang pada orang dewasa biasanya dikarenakan adanya cedera terbuka, operasi, atau penyebaran dari infeksi dilokasi lain. Osteomyelitis hematogenosa itu sendiri jarang terjadi dan apabila terjadi seringnya mengenai vertebra.

c. Manifestasi klinisPasien biasanya anak berusia lebih dari 4 tahun, memiliki gejala sakit yang berat, lemah, dan demam. Orang tua pasien akan menyadari bahwa pasien menolak atau malas menggunakan salah satu dari anggota tubuh badan. Belakangan ini mungkin memiliki riwayat infeksi, panas, sakit tenggorokan, atau cairan keluar dari telinga. Pasien tampak sakit dan demam, seringkali denyut nadi lebih dari 100 kali per menit. Anggota gerak tubuh didiamkan tidak bergerak. Bahkan dengan sentuhan lembut sekalipun akan terasa sangat sakit dan pergerakan sendi terbatas (pseudoparalisis). Kemerahan lokal, bengkak, hangat, dan udema merupakan tanda dan gejala yang muncul belakangan dan merupakan tanda bahwa pus telah keluar dari bagian dalam tulang.

d. Pencitraan Foto polos x-raySelama minggu pertama setelah gejala muncul x-ray tidak menunjukan kelainan tulang. Kesalahan letak dari fat planes menandakan adanya pembengkakan jaringan lunak, tapi hal ini juga mungkin karena hematoma atau akibat infeksi jaringan lunak. Saat minggu kedua, mungkin terdapat garis extrakortikal yang tipis akibat pembentukan tulang baru periosteal; hal ini merupakan tanda klasik x-ray dari osteomyelitis akut tahap awal, tetapi tatalaksana jangan ditunda selagi menunggu gejala nya bermunculan. Gejala tahap akhir yang penting adalah merupakan kombinasi dari osteoporosis regional dan peningkatan densitas segmen lokal.

UltrasonographyUltrasonografi dapat mendeteksi kumpulan cairan di subperiosteal pada fase awal osteomyelitis, tapi tidak dapat membedakan antara hematom dan pus Radionuclide scanningRadioscintigrafi 99mTc-HDP menunjukan peningkatan aktivitas pada fase perfusi dan pada fase tulang. Pemeriksaan ini merupakan investigasi yang sangat sensitif, bahkan pada fase awal, tapi pemeriksaan ini kurang spesifik Magnetic resonance imagingMRI dapat sangat membantu dalam kasus yang membingungkan. MRI metode yang paling baik untuk menunjukan adanya inflamasi sumsum tulang. Sangat sendsitif, bahkan untuk fase awal infeksi tulang, oleh karena itu, MRI dapat membantu menyingkirkan diagnosis antara infeksi jaringan lunak atau osteomyelitis.

e. Pemeriksaan laboratoriumCara yang paling tepat untuk memastikan diagnosis adalah dengan aspirasi pus atau cairan dari abses subperiosteal metafisis, jaringan lunak sekitar tulang yang berkaitan, atau sendi yang terdekat. Hal ini dilakukan dengan menggunakan 16 atau 18-gauge trocar needle. Walaupun tidak ditemukan pus, noda bekas aspirasi di periksa secepatnya untuk mengetahui ada atau tidaknya sell dan organisme; pewarnaan gram juga sangat membantu dalam menentukan bakteri penyebab infeksi dan dalam pemilihan antibiotic yang tepat. Nilai C-reactive protein (CRP) biasanya meningkat dalam 12 sampai 24 jam pertama dan erythrocyte sedimentation rate (ESR) meningkat dalam 24 sampai 48 jam pertama setelah timbulnya gejala. Hitung sel darah putih biasanya meningkat dan konsentrasi hemoglobin menurun.Titer antibody antistafilokokus meningkat. Tes ini sangat bermakna dalam kasus yang membingungkan.

f. Diagnosis bandingCellulitis. Penyakit ini sangat sering salah dinilai sebagai osteomyelitis. Terdapat kemerahan superfisial yang menyebar dan limfangitis. Sumber infeksi seringkali tidak jelas dan harus dicari. Jika tetap ragu mengenai diagnosis pastinya, penggunaan MRI dapat memperjelas perbedaan antara infeksi tulang dengan infeksi jaringan lunak sekitar. Organisme penyebab biasanya stafilokokus atau streptokokus. Artritis supuratif akut. Nyeri tekan menyebar, dan gerakan sendi biasanya berkurang sampai sama sekali sedikit dikarenakan oleh spasme otot. CRP meningkat secara progresif dalam waktu 24-48 jam bisa menandakan arthritis septik yang terjadi bersamaan.Streptococcal necrotizing myositis. Streptokokus beta hemolitik grup A (organisme yang sama menyebabkan sakit tenggorokan) biasanya menginvasi otot dan mengakibatkan myositis akut yang pada tahap awalnya mungkin dikira selulitis atau osteomyelitis. Meskipun kondisi ini jarang, harus didiagnosis secara cepat karena penyebarannya cepat dan menyebabkan kematian otot, septicemia, dan kematian. Nyeri hebat dan bengkak yang kerasa pada pasien dengan demam adalah tanda emergensi. Tatalaksana antibiotik intravena secara cepat diperlukan. Debridement jaringan nekrosis dan kadang amputasi diperlukan untuk menyelamatkan nyawa.Rematik akut Nyerinya lebih sedikit dan biasanya dirasakan antara satu sendi ke sendi lain. Bisa ditemukan juga gejala karditis, nodul rematik atau eritema marginatum.Gauchers disease Pseudo-osteitis dapat terjadi dengan gejala yang mirip dengan osteomyelitis. Diagnosisnya dibuat dengan menemukan tanda lain terutama pembesaran limpa dan hati.

g. TatalaksanaJika osteomyelitis dicurigai berdasarkan kelainan klinis, sampel darah dan cairan harus diambil untuk diagnosis laboraturium dan kemudian tatalaksananya dimulai secara cepat sambil menunggu konfirmasi diagnosis. Ada empat aspek untuk manajemen pasien : Pengobatan suportif untuk nyeri dan dehidrasi Splintage pada bagian yang terkena Terapi antimikroba yang tepat Drainase

TERAPI SUPORTIFAnak yang sakit harus diobati nyerinya. Analgesik harus diberikan pada interval berulang tanpa harus menunggu pasien meminta. Septikemia dan demam dapat menyebabkan dehidrasi berat dan harus diberikan cairan.SPLINTAGEBeberapa jenis splintage biasanya diperlukan, sebagian untuk kenyamanan dan untuk mencegah kontraktur sendi.ANTIBIOTIKDarah dan materi aspirasi dikirim segera untuk pemeriksaan dan kultur, tetapi pemberian antibiotik tidak boleh menunggu hasilnya. Pemilihan antibiotik berdasarkan dari temuan pada pemeriksaan langsung pus dan pengalaman klinisi akan kondisinya, dan dengan kata lain biasanya pasti pathogen. S. aureus adalah yang paling sering pada semua usia, tetapi tatalaksananya harus juga bisa untuk bakteri lain yang biasanya sesuai dengan usia pasien. Pemilihan obat yang baik dan mempunyai penetrasi yang baik ke tulang dapat diganti jika organisme yang menginfeksi sudah diidentifikasi dan sensitivitasnya terhadap antibiotik sudah diketahui. Faktor-faktor seperti umur pasien, ketahanan tubuh, fungsi ginjal, derajat toksemia dan riwayat alergi harus diketahui berikut rekomendasi sebagai pedoman. Neonatus dan bayi sampai usia 6 bulan antibiotik haruslah efektif melawan S. aureus yang resisten terhadap penisilin, streptokokus grup B dan organisme gram negatif. Obat yang dipilih adalah flucloxacilin + sephalosforin generasi III seperti cefotaxim. Sebagai alternatif, terapi empiris yang efektif dapat didapatkan dengan kombinasi flucloxacilin (untuk staphylococcus penisilin resisten), benzilpenisilin (untuk streptokokus grup B) dan (gentamisin untuk organisme gram negatif) Anak 6 bulan 6 tahun terapi empiris pada grup usia ini harus bisa melawan H. influenza, kecuali diketahui anak tersebut sudah mendapatkan vaksin. Terapi ini bisa didapatkan dengan kombinasi flucoxacilin dan cefotaxim atau sefuroksim intrevena. Anak yang lebih besar dan dewasa mayoritas grup ini biasanya disebabkan oleh infeksi staphylokokus dan dapat memulai terapi flucoxacilin dan asam fusidat intravena. Asam fusidat lebih dipilih dibandingkan benzilpenisilin karena tingginya prevalensi stafilokokus yang resisten terhadap penisilin dan karena asam fusidat terkonsentrasi baik dalam tulang. Tetapi, untuk infeksi streptokokus benzilpenisilin lebih baik. Pasien yang alergi terhadap penisilin harus diterapi dengan sefalosporin generasi II atau III. Orang tua dan pasien yang sebelumnya sering sakit pada grup ini ada resiko yang lebih besar terhadap infeksi gram negatif dikarenakan gangguan respirasi, gastrointestinal, saluran kemih dan pasien yang membutuhkan prosedur invasif. Antibiotik yang dipilih adalah kombinasi dari flucoxacilin dan seflosporin generasi II atau III. Pasien dengan penyakit sel sabit pasien ini rentan terhadap osteomyelitis yang kebanyakan disebabkan oleh infeksi stafilokokus tetapi pada banyak kasus dikarenakan oleh salmonella dan/atau organisme gram negatif lain. Kloramfenikol, yang efektif terhadap organisme gram positif dan gram negatif dulu dipilih sebagai antibiotik, karena ada komplikasi anemia aplastik sekarang antibiotik pilihannya adalah sefalosporin generasi III atau florokuinolon seperti ciprofloxacin. Pengguna heroin dan pasien imunokompromais infeksinya tidak biasa (pseudomonas, proteus atau bacteroides spesies anaerob). Anak dengan HIV juga bisa terkena organisme ini. Semua pasien dengan latar belakang seperti ini diterapi dengan antibiotik spectrum luas seperti sefalosporin generasi III atau florokuinolon, atau tergantung hasil sensitifitas. Pasien dengan resiko MRSA pada pasien yang mempunyai riwayat infeksi MRSA, atau pasien dengan infeksi tulang yang dibawa kerumah sakit dimana MRSA endemic, harus diobati dengan vankomisin bersamaan dengan sefalosporin generasi III. DRAINASEJika antibiotik diberikan dalam 48 jam setelah onset gejala, drainase kadang tidak diperlukan. Tetapi, jika gejala klinis tidak membaik dalam 36 jam setelah pengobatan dimulai, atau pada tahap awal sudah ada pus, edema dan bengkak, pus harus di aspirasi dan absesnya harus di drainase dengan operasi terbuka dan anastesi umum. Jika pus ditemukan dan dibebaskan, harus dicari lagi sampai ke bagian medulla. Jika tidak ada abses yang terlihat, diperbolehkan untuk membuat beberapa lubang kedalam tulang dengan arah yang berbeda. Tidak ada bukti bahwa drilling menyebabkan infeksi memburuk. Jika ada abses intrameduller, drainase dapat dilakukan lebih baik dengan cara memotong celah kecil di koteks. Lukanya ditutup tanpa drain dan splint (atau traksi) digunakan. Jika tanda infeksi sudah berkurang, gerakan diperbolehkan dan anak boleh berjalan dengan bantuan tongkat. Berjalan seperti normal diperbolehkan 3-4 minggu.

h. Komplikasi Kerusakan epifisis dan kelainan pertumbuhan tulang. Pada neonatus dan bayi yang epifisisnya masih berupa kartilago, pembuluh darah metafisis memasuki fisis dan membawa infeksi ke dalam epifisis. Jika ini terjadi, lempeng fiseal dapat rusak dan epifisis dapat rusak pula, menyebabakan terhentinya pertumbuhan dan pemendekan tulang.Infeksi yang bermetastasis. Kadang didapatkan pada bayi dan dapat melibatkan tulang lain, sendi, organ berongga, otak dan paru-paru. Fraktur patologis. Fraktur bukanlah hal yang biasa tapi dapat terjadi jika pengobatannya tertunda, dan tulangnya melemah karena erosi pada lokasi infeksi atau debridement yang berlebihan.Osteomyelitis kronik. Kadang meskipun telah di diagnosis dan di terapi, osteomyelitis akut tidak membaik. Berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah onset dari infeksi akut, sequestrum terlihat pada foto polos dan pasien mengalami infeksi kronik ini bisa jadi karena pengobatan yang tidak adekuat dan pertahanan tubuh yang tidak baik.

2. Osteomyelitis hematogen subakutKondisi ini tidak lagi jarang dan pada beberapa negara angka insidensi nya sama dengan osteomyelitis akut. Keringanannya yang relatif mungkin akibat organisme yang cenderung kurang virulen atau pasien yang sudah resisten (atau keduanya). Lokasi tersering adalah bagian distal dari femur dan bagian proksimal dan distal dari tibia.

a. Patology Biasanya terdapat kavitas pada tulang kanselosa, biasanya di bagian metafisis tulang tibia, dan mengandung cairan seropurulen (jarang berupa pus). Rongganya dikelilingi oleh jaringan granulasi berisi gabungan antara sel inflamasi akut dan kronik. Trabekula disekeliling kadang menebal. Lesinya kadang sampai ke korteks. Biasanya terjadi pada epifisis dan, pada dewasa, di tulang vertebrae.

b. Gambaran klinisPasien biasanya anak atau dewasa muda yang merasakan nyeri dekat sendi besar selama beberapa minggu bahkan bulan. Mungkin didapatkan cara jalan yang pincang dan sering ada sedikit bengkak, dan nyeri tekan. Hitung sel darah putih dan kultur darah biasanya tidak menunjukan adanya kelainan tetapi ESR terkadang meningkat.

c. PencitraanLesi biasanya bulat atau oval, cavitas radiolusen berukuran 1-2 cm, paling sering dilihat pada metafisis tibia atau femur, tapi dapat terjadi pada epifisis tulang kuboid (kalkaneus). Kadang kavitasnya dikelilingi oleh halo sklerosis (Brodies abscess). Biasanya mencapai diafisis.

Lesi metafisis menyebabkan sedikit atau sama sekali tanpa reaksi periosteal; lesi diafisis dapat diasosiasikan dengan pembentukan periosteal tulang baru dan penebalan korteks. Jika korteksnya terkikis lesinya dapat diduga sebagai tumor maligna.

d. Diagnosis Gejala klinis dan tampilan X-Ray dapat mirip sistik tuberkulosis, granuloma eosinofilik atau osteoma; biasanya mirip seperti tumor maligna seperti Ewings sarcoma. Lesi epifiseal sering di salah artikan sebagai kondroblastoma. Diagnosis kadang meragukan sampai biopsy dilakukan.Jika cairan diambil, harus dikirim untuk kultur bakteriologik; hasilnya positif disetengah kasus dan organismenya hampir selalu stafilokokus aureus.

e. TatalaksanaTatalaksana dapat berupa konservaatif jika diagnosisnya tidak meragukan. Immobilisasi dan antibiotik flucloxcacilin dan asam fusidat secara intravena untuk 4-5 hari kemudian secara oral untuk 6 minggu biasanya menunjukkan penyembuhan, meski kadang diperlukan 12 bulan. Jika diagnosisnya meragukan, biopsy terbuka diperlukan dan lesinya dapat dikuretase pada waktu yang sama. Kuretase juga di indikasikan jika X-Ray tidak menunjukkan adanya proses penyembuhan setelah pengobatan konservatif.

3. Post-traumatik osteomyelitisFraktur terbuka sering terkontaminasi dan rentan infeksi. Kombinasi dari cedera jaringan, kerusakan pembuluh darah, edema, hematoma, fragmen tulang yang mati, dan jalur terbuka ke atmosfir dapat mengundang bakteri meskipun lukanya tidak terkontaminasi kotoran tertentu. Ini adalah penyebab paling umum osteomyelitis pada dewasa.S. aureus adalah pathogen yang tersering tetapi organisme lain seperti E. coli, Proteus, dan Pseudomonas kadang terlibat juga. Biasanya, organisme anaerob (clostridium, streptococci anaerob, atau Bacteroides) mengkontaminasi luka.

a. Gejala KlinisPasien tampak lemah dan nyeri dan bengkak pada lokasi fraktur. Peradangan di sekitar luka biasanya menimbulkan discharge yang seroprulen. Pada pemeriksaan darah, didapatkan peningkatan CRP, leukositosis, dan peningkatan LED. Marker inflamasi ini tidak spesifik dan bisa disebabkan oleh trauma jaringan.Tampilan x-ray sulit diinterpretasi dikarenakan adanya fragmentasi tulang. MRI bisa berguna untuk membedakan infeksi tulang dengan infeksi jaringan lunak, tetapi tidak bisa diandalkan untuk membedakan infeksi yang lama dengan destruksi tulang karena trauma.

b. Temuan MikrobiologisSwab pada luka harus diperiksa dan dikultur untuk organisme yang akan diperiksa untuk sensitivitas terhadap antibiotik.

c. TatalaksanaInti dari terapinya adalah profilaksis, pembersihan dan debridement yang menyeluruh pada fraktur terbuka, ketentuan drainase dengan membiarkan luka terbuka, imobilisasi fraktur dan antibiotik. Pada kebanyakan kasus, flucloxacillin dan benzilpenisilin atau asam fusidat diberikan setiap 6 jam selama 48 jam akan efektif. Jika lukanya dengan jelas terkontaminasi, boleh diberikan Metronidazol selama 4-5 hari untuk mengontrol organisme aerobic dan anaerobic. Direkomendasikan implant yang stabil dan harus didiamkan sampai frakturnya menyatu kembali

4. Osteomyelitis kronikTatalaksana yang tidak adekuat dari fase akut osteomyelitis menjadikan proses patologis menjadi kronik atau relative menjadi diam tidak bergerak untuk beberapa waktu. Baik bentuk persistent ataupun bentuk kronik sangat sulit untuk dibasmi.

a. Faktor PredisposisiOsteomyelitis hematogen akut jika tidak diobati akan mengarah kepada infeksi tulang yang kronik.

b. PatofisiologiLesi patologis yang sangat signifikan pada fase kronis dari osteomyelitis adalah adanya tulang yang mati. Tidak seperti segmen tulang mati yang steril, yang mengalami revaskularisasi, reabsorbsi, dan diganti dengan tulag baru yng hidup, tulang mati yang terinfeksi selalu terpisah dari tulang yang hidup dan menjadi sequestrum. Bakteri mampu bertahan dan terus berkembangbiak dalam kanal haversian atau kanalikuli pada bagian tulang yang sudah menjadi avascular. Pus yang mengelilingi nya mencegah revaskularisasi dari sequestrum oleh karena itu melindungi bakteri yang hidup disitu bukan hanya dari leukosit hidup yang merupakan mekanisme inflamasi tapi juga dari kerja antibakteri sistemik. Lebih lanjut, tidak adanya revaskularisasi, proses resorpsi dari osteoklastik yang menghilangkan tulang yang mati tidak dapat mencapai sequestrum. Sebagai hasilnya, sequestrum bertahan sebagai tempat berlindung bakteri dan menjadi sumber bagi infeksi yang persisten atau rekuren. Oleh karena itu, infeksi tidak bisa dihilangkan samoai semua sequestrum dihilangkan baik dengan proses natural dengan cara keluar melalui kloaka ataupun dengan cara operatif. Daerah dengan infeksi persisten dalam tulang spongiosa pada akhinya akan memiliki dinding oleh jaringan fibrosa dan membentuk abses kronis (Brodies Abscess).

c. Gejala Klinis dan diagnosisGejala yang dialami pasien biasanya nyeri, demam, kemerahan, dan nyeri tekan. Pada kasus yang lama, jaringan akan menebal dan terkadang melipat ke dalam dimana luka akan menempel pada tulang di bawahnya. Discharge seropurulen dan ekskoriasi ditemukan di sekeliling kulit. Pada post traumatic osteomyelitis, tulangnya mungkin menjadi cacat atau non united.

d. PencitraanXray akan menunjukkan resorpsi tulang (patchy) dengan penebalan dan sclerosis di sekeliling tulang. Tetapi, ada variasi juga berupa : kemungkinan tidak ada area osteoporosis atau kehilangan trabekulasi, atau penebalan periosteal. Sequestrum tampak seperti fragmen padat disekeliling tulang yang osteopenik disekitarnya, kadang tampak gambaran tulang yang menebal, tidak berbentuk, mirip tumor.

e. Pemeriksaan labOrganisme yang dikultur harus dites untuk sensitivitas antibiotik, seiring waktu, organisme-organisme dapat merubah karateristik mereka dan menjadi resisten terhadap terapi. Swab pada permukaan bisa jadi tidak menunjukkan infeksi persisten yang terjadi di jaringan yang lebih dalam. Pengambilan sampel dari jaringan yang lebih dalam sangat penting. Antibiotik yang paling efektif dapat digunakan hanya ketika organisme pathogen sudah diidentifikasi dan diperiksa untuk sensitivitas. Sekarang ini, tekhnik molecular sudah dikembangkan berdasarkan dari amplifikasi DNA atau RNA bakteri (PCR) dengan elektroforesis. Meskipun, metode ini bisa mendeteksi kelainan secara signifikan, teknik ini tidak digunakan untuk tes rutin.

f. Staging Ostemyelitis Kronik pada Tulang PanjangStaging menentukan stage dari kondisi membantu menentukan tindakan dan hasil dari pengobatan. Sistem staging didasarkan pada pemeriksaan PA dan latar belakang host. Contohnya, stage 1 atau 2, tipe A adalah infeksi terlokalisir dan bebas dari gangguan lain. Tipe B memiliki kondisi yang terganggu oleh beberapa faktor lokal atau sistemik tetapi infeksinya terlokalisir dan tulang masih stabil dan kontinuitas tidak terputus. Tipe C memliki banyak sekali gangguan sehingga prognosisnya dianggap buruk. Jika lesinya diklasifikasikan sebagai stage 4 (infeksi yang menyebar pada fraktur yang tidak menyatu, operasi mungkin dikontraindikasikan dan pilihan terbaik adalah pengobatan paliatif jangka panjang.

g. TatalaksanaANTIBIOTIKInfeksi kronik eradikasi oleh antibiotik saja. Tapi obat bakterisid penting (a) untuk menekan infeksi dan mencegah penyebaran ke tulang yang sehat, (b) untuk mengontrol flare. Pemilihan antibiotik tergantung kepada pemeriksaan mikrobiologi, tetapi antibiotik harus memiliki kemampuan penetrasi ke tulang dan tidak toksik kepada pemakaian jangka panjang. Asam fusidat, klindamisin, dan sefalosporin merupakan contoh yang baik. Vankomisin dan teikoplanin efektif untuk beberapa kasus MRSA.Antibiotik diberikan untuk 4-6 minggu (dimulai dari awal treatment hingga debridement terakhir) sebelum mempertimbangkan tindakan operasi. Selama periode ini, konsentrasi serum antibiotik harus diukur dalam interval regular untuk memastikan konsentrasi bakterisid.

TERAPI LOKALLuka terbuka bisa jadi tidak nyeri dan membutuhkan dressing untuk melindungi dari pakaian. Salep colostomy bisa dipakai untuk menghentikan ekskoriasi kulit. Abses akut dapat memerlukan insisi dan drainase.

OPERASIPada kasus kegagalan antibiotik, ditemukannya sequestrum atau tulang yang mati, infeksi post traumatic, atau fraktur yang tidak menyatu, merupakan indikasi untuk tindakan operasi. Diperlukan fiksasi internal (plat, screw, dan intermedullary nails) untuk stabilitas.Debridement Pada tindakan operasi, jaringan lunak yang terinfeksi, tulang yang mati, implant yang terinfeksi harus dibuang. Setelah tiga atau empat hari lukanya harus dicek untuk dilihat apa ada tanda kematian jaringan, jika ada, debridement harus diulang beberapa kali jika perlu. Antibiotik harus diberikan minimal 4 minggu setelah terakhir debridementDead space Ada beberapa cara untuk mengatasi dead space. Antibiotik beads dapat diletakkan di antara rongga dan dibiarkan selama 2-3 minggu dan kemudian digantikan dengan bone grafts. Jika memungkinkan, area tersebut ditutup dengan otot yang berdekatan dan luka di kulit dijahit tanpa tekanan.Soft tissue cover Tulang haruslah ditutupi dengan kulit. Untuk defek yang kecil, graft kulit mungkin diperlukan, untuk luka yang sangat besar, musculocutaneus flap diperlukan.Aftercare Pemantauan berkala sangatlah diperlukan. Trauma lokal harus dihindari dan setiap gejala yang berulang meskipun sedikit harus dianggap serius.

5. Osteomyelitis skeloris GarresGarre, tahun 1893, menemukan bentuk yang langka dari osteomyelitis non supuratif yang dikarakteristikan dengan adanya sclerosis dan penebalan kortikal. Tidak terdapat abses, hanya pembesaran difus pada daerah tulang yang terkena, biasanya daerah diafisis dari tulang panjang. Pasien biasanya anak muda dengan riwayat sakit dan pembengkakan pada tulang. Terkadang ada serangan akut dengan rasa sakit yang lebih disertai dengan malaise dan demam ringan.x-ray menunjukan peningkatan densitas tulang dan penebalan kortikal. Tidak terdapat kavitas yang berisi abses.Menegakan diagnosis cukup sulit. Jika hanya menlibatkan segmen kecil dari suatu tulang, diagnosis dapat dibingungkan dengan osteoid osteoma. Tatalaksana yang diperlukan adalah operatif: area yang abnormal dipotong, dan daerah yang terekspos ke permukaan dikuret.

Infeksi bakteri granulomatosa1. Osteomyelitis tuberculosisOsteomyelitis tuberculosis atau tuberculosis tulang, selalu sekunder terhadap terjadinya tuberculosis didalam tubuh manusia. Layaknya osteomyelitis pyogenic hematogenosa, ini juga merupakan penyakit yang dibawa oleh darah dan biasanya menyerang anak-anak. Osteomyelitis tuberculosis lebih sering berkembang pada tulang vertebra atau sering disebut tuberculosis spondylitis atau potts disease. Penyakit ini juga dapat berkembang pada bagian epifisis tulang panjang dan dapat menyebar ke persendian dan menimbulkan artritis tuberculosis. Kadang-kadang, khususnya pada anak kecil, osteomyelitis tuberculosis ini mengenai diafisis dari tulang falang atau sering disebut tuberculosis daktilitisLokasi tersering terjadinya tuberculosis spondylitis adalah bagian bahaw torakal atau bagian atas lumbal

3. Pathogenesis dan patologiInfeksi tuberculosis dikarakteristikan dengan penghancuran tulang dengan progresifitasnya yang lambat (local osteolisis) di bagian anterior dari vertebra dan disertai dengan osteoporosis regional. Penyebaran kaseasi mencegah pertumbuhan tulang baru yang reaktif dan pada saat yang bersamaan membuat segmen tulang menjadi avascular, sehingga terbentuklah sequestra tuberculosis.Sedikit demi sedikit, jaringan granulasi tuberculosis masuk ke dalam korteks tipis dari tulang vertebra dan membentuk abses paravertebral dan menjangkau beberapa vertebra. Sebagai tambahan, infeksi menyebar naik dan turun spinal dibawah ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Proses penghancuran yang progresif dari tulang bagian depan dan menghasilkan kolaps bagian depan dari vertebra mengakibatkan terjadinya kifosis (posterior angulation) dari tulang belakang.

3. Gejala klinis dan diagnosisPasien yang biasanya anak-anak akan mengalami sakit pada tulang belakang dan enggan melakukan sit up, berdiri. Terlihat timbulnya spasem otot. Terdapat riwayat pernah mengalami tuberculosis pada saluran nafas ataupun saluran kemih. Penilaian radiografik dari tulang belakang pada tahap awal menunjukan adanya lesi osteolitik pada bagian depan dari tulang vertebral, regional osteoporosis, dan penyempitan dari diskus intravertebral yang berdekatan. Pada tahap yang lebih lanjut, terlihat adanya destruksi dari bagian anterior yang parah, keterlibatan tulang vertebra yang lain, dan adanya paravertebral abses. Diagnosis dapat ditegakkan dengan aspirasi pus paravertebral, dan diteliti dengan menggunakan mikroskop untuk mencari bakteri tuberkulus.

3. Tatalaksana Perawatan pasien dengan osteomyelitis tuberculosis adalah dengan pemberian obat antituberkulosis, istirahat, dan diet yang bergizi. Sedangkan tatalaksana untuk kelainan pada vertebra nya adalah dengan istirahat dengan menggunakan turning frame atau plaster bed. Setelah 1 bulan penggunaan OAT dan istirahat, lesi di spinal paling efektif dihilangkan dengan operasi untuk mengevakuasi atau mengeluarkan pus tuberculosis, mengeluarkan sequestra tuberculosis, dan untuk menggabungkan segmen tulang belakang yang terlibat, lebih baik dengan anterior interbody fusion menggunakan autogenous bone graft.Di negara dengan kekurangan fasilitas untuk operasi, alternative yang paling baik adalah dengan obat antituberkulosis jangka panjang disertai dengan spinal brace.

1. Komplikasi dari tuberculosis spondylitisKomplikasi yang paling serius yang dapat terjadi pada tuberculosis spinal adalah paraplegia, yang dapat muncul baik pada fase awal ataupun akhir dalam proses perjalanan penyakit. Paraplegia saat penyakit tersebut aktif berkembang cenderung pada fase awal penyakit; hal ini dapat terjadi akibat adanya tekanan ekstradural (pus tuberculosis, sequestra) atau akibat keterlibatan langsung medulla spinalis oleh jaringan granulosa tuberculosis. Prognosis nya terbilang cukup buruk. Paraplegia saat penyakit tersebut sudah sembuh selalu timbul saat fase akhir. Mycloraphy dan MRI sangat membantu dalam membedakan tipe tekanan penyebab paraplegia. Timbulnya paraplegia merupakan suatu kegawatan yang harus ditatalaksana segera dengan operasi dekompresi dari medulla spinalis.Komplikasi yang lebih jarang adalah rupturnya abses paravertebral kedalam pleura dan menyebabkan tuberculosis empyema. Pada daerah lumbal, pus dapat masuk ke otot ilipsoas dan menyebar ke distal sebagai psoas abses, yang merupakan cold abses.