Tinjauan Pustaka Down Syndrome

45
BAB II PEMBAHASAN DEFINISI Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh. 1 Sindrom Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Sindrom Down dapat disebut juga penyakit Mongoloid. Yaitu berupa kelainan pada kromosom nomor 15 dan 21, yang biasanya kedua kromosom ini berdekatan. Karena salah satu penyebab yang tidak seharusnya, terjadilah pemecahan yang disebut dispuntum. Karena suatu penyebab, dapat juga keadaan ini disebut translokasi yang sifatnya sama karena jumlahnya, tetapi pada pembentukan gamet berlainan. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Sindroma Down merupakan kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Kelainan sindroma Down terjadi 1

description

Sindrom Down

Transcript of Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Page 1: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena

individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka

mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan

kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan

karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh.1

Sindrom Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan

fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.

Sindrom Down dapat disebut juga penyakit Mongoloid. Yaitu berupa kelainan pada

kromosom nomor 15 dan 21, yang biasanya kedua kromosom ini berdekatan. Karena salah

satu penyebab yang tidak seharusnya, terjadilah pemecahan yang disebut dispuntum. Karena

suatu penyebab, dapat juga keadaan ini disebut translokasi yang sifatnya sama karena

jumlahnya, tetapi pada pembentukan gamet berlainan. Kromosom ini terbentuk akibat

kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.

Sindroma Down merupakan kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Kelainan

sindroma Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom nomor 21, yang

seharusnya dua menjadi tiga, yang menyebabkan jumlah seluruh kromosom mencapai 47

buah, sehingga disebut trisomi 21. Pada manusia normal jumlah kromosom sel mengandung

23 pasangan kromosom. Akibat proses tersebut, terjadi gangguan sistem metabolisme di

dalam sel. Kelainan kromosom itu bukan merupakan faktor keturunan.2

Anak dengan sindroma Down akan mengalami keterbatasan kemampuan mental dan

intelektual, retardasi mental ringan sampai sedang, atau pertumbuhan mental yang lambat.

Selain itu, penderita seringkali mengalami perkembangan tubuh yang abnormal, pertahanan

tubuh yang relatif lemah, penyakit jantung bawaan, Alzheimer, leukemia, dan berbagai

masalah kesehatan lain.3

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

EPIDEMIOLOGI

Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi

pada manusia. Kejadian sindroma Down diperkirakan satu per 800 sampai satu per 1000

kelahiran. Pada tahun 2006, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit memperkirakan

tingkat kejadiannya sebagai satu per 733 kelahiran hidup di Amerika Serikat (5429 kasus

baru per tahun). Sekitar 95% dari kasus ini adalah trisomi 21. Sindroma Down terjadi pada

semua kelompok etnis dan di antara semua golongan tingkat ekonomi. Kebanyakan anak

dengan Sindrom Down dilahirkan oleh wanita yang berusia di atas 35 tahun. Sindrom Down

dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi

dari orang hitam. Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran,

terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan

oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda.4

ETIOLOGI

Penyebab kelainan kromosom adalah terjadinya pemecahan kromosom dan pecahnya

hilang/melekat pada kromosom lain. Kejadian ini disebut translokasi. Pengaturan kembali

yang dilakukan sel dapat menghasilkan keseimbangan normal tetapi dapat juga menjadi tidak

seimbang. Jika terjadi keseimbangan normal, total materi genetik didalam sel dengan

kromosom menjadi normal. Pengaturan semacam ini biasanya tidak akan menimbulkan

sindrom klinis. Apabila terjadi ketidakseimbangan maka terjadi kelebihan atau kekurangan

materi genetik dalam barisan sel-sel tersebut. Pengaturan semacam ini biasanya menimbulkan

perubahan dalam fenotif klinis.

Dijumpai penderita Sindrom Down yang hanya memiliki 46 kromosom. Individu ini

ialah penderita Sindrom Down translokasi 46.t (14q21q). Setelah kromosom dari orang

tuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya hanya memiliki 45

kromosom, termasuk satu autosom 21, 1 autosom 14 dan 1 autosom translokasi 14q21q.

Jelaslah bahwa bahwa ibu merupakan “carrier” yang walaupun memiliki 45 kromosom

45.XX.t (14q21q) ia adalah normal. Sebaliknya, laki-laki “carrier” Sindrom Down translokasi

tidak dikenal dan apa sebabnya , sampai sekarang belum diketahui.1

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

KLASIFIKASI

Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik.

Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga

kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down adalah dari tipe

ini.

Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi

dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom

yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Tipe ini

merupakan 4% dari total kasus.

Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang

mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan

biasanya kondisi si penderita lebih ringan.

PATOFISIOLOGI

Pada sel-sel yang tidak membelah, DNA ditemukan hampir diseluruh bagian dalam

nukleus. Walaupun dengan mikroskop, molekul DNA tidak dapat lolos sebagai struktur

tersendiri, tetapi hanya sebagai bagian dari bahan dalam nukleus yang diwarnai dengan jelas.

Sewaktu sel mulai membelah, bahan tersebut mulai mengatur dirinya untuk membentuk

untaian kromosom. Kromosom ini mengandung banyak molekul DNA yang tersusun dalam

urutan tertentu.

Sel-sel tubuh manusia pada umumnya terdiri dari 46 kromosom/23 pasang,

merupakan susunan diploid. Dari ke 23 pasang disebut sebagai otosom, dan 1 pasang

kromosom seks. Wanita memiliki 2 kromosom X, dan pria memiliki 1 kromosom X dan 1

kromosom Y dalam setiap sel. Dalam terminologi standar, seorang wanita normal ditandai

dengan 46 XX, seorang pria normal ditandai dengan 46 XY. Kromosom yang terbentuk pada

setiap individu berasal dari kedua orangtua dalam porsi yang sama. Ovum dan sperma normal

masing-masing mengandung 23 kromosom, merupakan susunan haploid, sehingga

pembuahan menghasilkan zigot yang tersusun diploid dari 23 pasang yang homolog.

Akan tetapi, kadang-kadang dijumpai penderita Sindrom Down yang hanya memiliki

46 kromosom. Individu ini ialah penderita Sindrom Down translokasi 46. t(14q 21q). Setelah

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

kromosom orang tuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya hanya

memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, 1 autosom 14 dan satu autosom

translokasi 14q 21q. jelaslah bahwa ibu itu merupakan “carrier” yang walaupun memiliki 45

kromosom 45.xx.t (14q21q) ia adalah normal. Sebaliknya laki-laki “carrier” Sindrom Down

translokasi tidak dikenal dan apa sebabnya demikian, sampai sekarang belum diketahui.1

Pada sindrom Down trisomi 21, dapat terjadi tidak hanya pada meiosis pada waktu

pembentukan gamet, tetapi juga pada mitosis awal dalam perkembangan zigot, walaupun

kejadian yang lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama. Oosit primer yang terhenti

perkembangannya saat profase pada meiosis I stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi

ovulasi, yang jaraknya dapat mencapai hingga 40 sampai 45 tahun. Diantara waktu tersebut,

oosit mungkin mengalami disposisi. non-disjunction. Pada kasus sindrom Down, dalam

meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom 21, dan apabila dibuahi

oleh spermatozoa normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. 

Beberapa sebab dapat terjadinya non-disjunction ini adalah :

a. Infeksi virus atau radiasi dimana makin mudah berpengaruh pada wanita usia tua

b. Kandungan antibody tiroid yang tinggi

c. Mundurnya sel telur di tuba falopii setelah 1 jam tidak dibuahi. Oleh karena itu

para ibu yang berusia agak lanjut (>35 tahun) biasanya mempunyai risiko yang

lebih besar untuk mendapat anak sindrom Down Trisomi 21.

Non-disjunction hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak pernah

ada non-disjunction dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis terjadi setiap hari dan

tidak ada waktu penundaan spermatogenesis seperti halnya pada oogenesis. Akibat dari

adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita sindrom Down jenis ini mempunyai 47

kromosom (47,XX,+21 atau 47,XY,+21).

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Gambar (1). Kariotipe Trisomi 21.

Sumber:http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/genetics/diseases/

downs_syndrome.htm

Jika pada trisomi 21 terjadi non-disjunction yang mempengaruhi seluruh sel tubuh,

pada kasus sindrom Down mosaik (46,XX/47,XX,+21),  terdapat sejumlah sel yang normal

dan yang lainnya mempunyai mengalami trisomi 21. Kejadian ini dapat terjadi dengan dua

cara: non-disjunction pada perkembangan sel awal pada embryo yang normal menyebabkan

pemisahan sel dengan trisomi 21, atau embryo dengan sindrom Down mengalami non-

disjunction dan beberapa sel embryo kembali kepada pengaturan kromosom normal.

Penderita sindrom Down translokasi mempunyai 46 kromosom t(14q21q). Setelah

kromosom orang tua diselidiki, ternyata ayah normal, tetapi ibu hanya mempunyai 45

kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom translokasi

14q21q. Ibu merupakan karier, sehingga normal walaupun kariotipenya 45,XX,t(14q21q).

Perkawinan laki-laki normal (46,XY) dengan perempuan karier sindrom Down secara teoritis

menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip 2 normal : 1 sindrom Down.1 Pada

sindrom Down translokasi, susunan kromosom tidak sesuai dengan susunan kromosom

normal. Jumlah kromosom tetap 46, tetapi karena terdapat bagian tambahan dari kromosom

ke-21, anak akan memiliki fitur Down syndrome.6

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan

menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi

yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom

Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan

postnatal. Anak – anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik,

maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.

Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang

tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas, dan

penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3

pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada

penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi

pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi

penyebab utama retardasi mental dan defek jantung.7

Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme tiroid dan

malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun

yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi autoimun, termasuk hipothiroidism

dan juga penyakit Hashimoto. Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita

hipersensitivitas terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap

pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak – anak dengan sindrom

Down yang menderita leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer

proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya

resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada

penderita Sindrom Down.

Anak – anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti

Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir

keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat

mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak – anak

dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi

ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum diketahui pasti.

MANIFESTASI KLINIS

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Anak dengan sindroma Down pada umumya memiliki berat badan lahir yang kurang

dari normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir 2500 gram atau kurang.7

Secara fenotip karakteristik yang terdapat pada bayi dengan sindroma Down yaitu: 1,8,9

• Sutura sagitalis yang terpisah

• Fisura palpebralis yang oblique

• Jarak yang lebar antara jari kaki I dan II

• “plantar crease” jari kaki I dan II

• Hiperfleksibilitas

• Peningkatan jaringan sekitar leher

• Bentuk palatum yang abnormal

• Tulang Hidung hipoplasia

• Kelemahan otot

• Hipotonia

• Bercak Brushfield pada mata

• Mulut terbuka

• Lidah terjulur

• Lekukan epikantus

• “single palmar crease” pada tangan kiri

• “single palmar crease” pada tangan kanan

• “Brachyclinodactily” tangan kiri

• “Brachyclinodactily” tangan kanan

• Jarak pupil yang lebar

Tangan yang pendek dan lebar

• Oksiput yang datar

• Ukuran telinga yang abnormal

• Kaki yang pendek dan lebar

• Bentuk atau struktur telinga abnormal

• Letak telinga yang abnormal (lebih rendah)

• Kelainan tangan lainnya

• Kelainan mata lainnya

• Sindaktili

• Kelainan kaki lainnya

• Kelainan mulut lainnya

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Karakteristik dari sindroma tersebut ada yang berubah dengan bertambahnya umur

anak, misalnya lekukan epikantus atau jaringan tebal di sekitar leher akan berkurang dengan

bertambahnya umur anak. Berdasarkan atas ditemukannya karakteristik dengan frekuensi

yang tinggi pada sindroma Down, maka gejala–gejala tersebut dianggap sebagai “cardinal

sign” dan petunjuk diagnostik dalam mengidentifikasi sindroma Down secara klinis. Tetapi

yang perlu diketahui adalah tidak adanya kelainan fisik yang terdapat secara konsisten dan

patognomonik pada sindroma Down. Bentuk muka anak dengan sindroma Down pada

umumnya mirip dengan ras Mongoloid.8

Gambar (3). Neonatus dengan Sindroma Down.

Gambar 4. Penampakan klinis tangan anak dengan Sindroma Down.

Selain beberapa tampilan dari anak dengan sindroma Down terdapat juga kelainan

klinis antara lain: 9,11,12

Cacat jantung bawaan, cacat jantung kongenital yang umum (40-50%) jantung

bawaan yang paling sering endocardial cushion defect (43%), ventricular septal

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

defect (32%), secundum atrial septal defect (10%), tetralogy Fallot cacat septum

atrium (6%), dan isolated patent ductus arteriosus (4%), lesions pada patent ductus

arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua endocardial

cushion defects terkait dengan sindroma Down.

Vision disorders

Hearing disorders

Obstructive sleep apnoea syndrome, terjadi ketika aliran udara inspirasi dari saluran

udara bagian atas ke paru-paru yang terhambat untuk 10 detik atau lebih sehingga

sering mengakibatkan hypoxemia or hypercarbia.

Wheezing airway disorders

Congenital defek pada gastrointestinal tract

Celiac disease

Obesity dan bertubuh pendek selama remaja

Transient myeloproliferative disorder

Thyroid disorders, yaitu hipotiroidism

Atlanto-axial instability,

Anomali saluran kemih

Masalah kulit seperti Atopik eksim, Seborrhoeic eczema, Alopecia areata, Vitiligo

Syringomas, Perforans elastosis serpiginosa, Onychomycosis, Tinea corporis,

Anetoderma, Folliculitis, Chelitis, Keratosis pilaris, Psoriasis , Cutis marmorata⁄ivedo

reticularis, Xerosis, hyperkeratosis Palmar atau hiperkeratosis plantar

Behaviour problems, spontanitas alami, kehangatan, ceria, kelembutan dan kesabaran

sebagai karakteristik toleransi. Beberapa pasien menunjukkan kecemasan dan keras

kepala.

Psychiatric disorder, Prevalensi dari 17.6% gangguan kejiwaan di kalangan anak-

anak dan di antara orang dewasa adalah 27,1%. Anak-anak dan remaja berada pada

risiko tinggi untuk autisme, attention deficit hyperactivity disorder dan conduct

disorder. Obsessive-compulsive disorder, Tourette syndrome, gangguan depresi, dan

dapat terjadi selama transisi dari remaja sampai dewasa.

Gangguan Kejang 5-10 %, yaitu umumnya kejang infantil pada bayi, sedangkan-

kejang tonik klonik umumnya diamati pada pasien yang lebih tua.

9

Page 10: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Gambar (5). Tanda & gejala sindrom Down

Efek Pada Fisik Dan Sistem Tubuh

Temuan Fisik5, 7, 9, 10

Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek. Mereka

sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh penderita sindrom

Down mempunyai ciri–ciri yang khas. Tangan mereka pendek dan melebar, adanya kondisi

clinodactyly pada jari kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi

jari yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang terlalu jauh, dan

dislokasi tulang pinggul (6%).

Bagi penderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka didapatkan xerosis, lesi

hiperkeratosis yang terlokalisir, garis–garis transversal pada telapak tangan, hanya satu

lipatan pada jari kelima, elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan

infeksi pada kulit yang rekuren.

Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka

sering berada antara 20–85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan meningkat

apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi.

10

Page 11: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap ramah,

ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan menunjukkan perlakuan yang

nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi.

Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak–anak sindrom

Down sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit

yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang

pendengaran, hal yang berhubungan dengan hipotiroidisme yang disebabkan faktor usia yang

meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif, ketidakmampuan dalam

melakukan sesuatu, pikun, dementia dan Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita

sindrom Down. Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orang–orang lanjut usia.

Penderita sindrom Down sering menderita microcephaly, dahi yang rata, occipital

yang agak lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat,

sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia pada sinus

maksilaris.

Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena

fissure palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik–titik Brushfield,

kesalahan refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (33%),

conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma

nutans dan keratoconus.

Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi tulang

hidung dan jembatan hidung yang rata.

Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan

mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur, bibir bawah yang

merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan sempurna,

pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi

serta kerusakan periodontal yang jelas.

Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis

media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira – kira 60–80% anak

penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 – 20 dB pada satu telinga.

Hematologi

11

Page 12: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Anak penderita sindrom Down mempunyai risiko tinggi mendapat Leukemia,

termasuklah Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Myeloid. Diperkirakan 10% bayi

yang lahir dengan sindrom Down akan mendapat klon preleukemic, yang berasal dari

progenitor myeloid pada hati yang mempunyai karekter mutasi pada GATA1, yang

terlokalisir pada kromosom X. Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk sebagai Transient

Leukemia, Transient Myeloproliferative Disease (TMD), atau Transient Abnormal

Myelopoiesis (TAM).

Penyakit Jantung Kongenital

Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down dengan

prevelensi 40-50%. Walaubagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada penderita yang

dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering adalah aneuploidy dalam dua

tahun pertama kehidupan.

Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects

(AVD) atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal

Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan

Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah Patent

Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis(9%). Kira - kira 70% dari endocardial

cushion defects adalah terkait dengan sindrom Down. Dari keseluruhan penderita yang

dirawat, kira – kira 30% mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka.

Atrioventricular septal defects (AVD)

Atrioventricular septal defects (AVD) adalah kondisi dimana terjadinya kelainan

anatomis akibat perkembangan endocardial cushions yang tidak sempurna sewaktu tahap

embrio. Kelainan yang sering dihubungkan dengan AVD adalah patent ductus arteriosus,

coarctation of the aorta, atrial septal defects, absent atrial septum, dan anomalous pulmonary

venous return. Kelainan pada katup mitral juga sering terjadi. Penderita AVD selalunya

berada dalam kondisi asimtomatik pada dekade pertama kehidupan, dan masalah akan mula

timbul pada dekade kedua dan ketiga kehidupan. Pasien akan mula mengalami pengurangan

pulmonary venous return, yang akhirnya akan menjadi left-to-right shunt pada atrium dan

ventrikel. Akhirnya nanti akan terjadi gagal jantung kongestif yang ditandai dengan antara

lain takipneu dan penurunan berat badan.

12

Page 13: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

AVD juga boleh melibatkan septum atrial, septum ventrikel, dan ada salah satu, atau kedua

dua katup atrioventikuler. Pada penderita dengan penyakit ini, jaringan jantung pada bagian

superior dan inferior tidak menutup dengan sempurna. Akibatnya, terjadi komunikasi

intratrial melalui septum atrial. Kondisi ini kita kenal sebagai defek ostium primum. Akan

terjadi letak katup atrioventikuler yang abnormal, yaitu lebih rendah dari letak katup aorta.

Perfusi jaringan endokardial yang tidak sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur

pada leaflet katup mitral.

Pada penderita sering terjadi predominant left-to-right shunting. Apabila penderita

mengalami kelainan yang parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium primum pada

septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat terjadi defek pada septum

ventrikel dan juga insufisiensi valvular. Kemudian akan terjadi volume overloading pada

ventrikel kiri dan kanan yang akhirnya diikuti dengan gagal jantung pada awal usia.

Sekiranya terjadi overload pulmonari, dapat terjadi penyakit vaskuler pulmonari yang diikuti

dengan gagal jantung kongestif.

Ventricular Septal defect (VSD)

Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada kondisi dimana

adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh terjadi sebagai anomali

primer, dengan atau tanpa defek kardiak yang lain. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan

seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV) canal defects, transposition

of great arteries, dan corrected transpositions.

Secundum Atrial Septal Defect (ASD)

Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau jalur yang

menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri, atau sebaliknya, melalui

septum interatrial. Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial dan darah venous

akan bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan sebarang gejala klinis. Percampuran

darah ini juga disebut sebagai ‘shunt’. Secara medis, right-to-left-shunt adalah lebih

berbahaya.

Tetralogy of Fallot (TOF)

Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung kongenital pada anak yang

sering ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darah yang kaya oksigen dengan darah

13

Page 14: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

yang kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang sering terkait dengan Tetralogy of

fallot. Pertama adalah hipertrofi ventrikel kanan. Terjadinya pengecilan atau tahanan pada

katup pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan katup terbuka kearah luar dari ventrikel

kanan. Ini akan menimbulkan restriksi pada aliran darah akan memaksa ventrikel untuk

bekerja lebih kuat yang akhirnya akan menimbulkan hipertrofi pada ventrikel. Kedua adalah

ventricular septal defect. Pada kondisi ini, adanya lubang pada dinding yang memisahkan dua

ventrikel, akan menyebabkan darah yang kaya oksigen dan darah yang kurang oksigen

bercampur. Akibatnya akan berkurang jumlah oksigen yang dihantar ke seluruh tubuh dan

menimbulkan gejala klinis berupa sianosis. Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal.

Keempat adalah pulmonary valve stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis yang

minimal terjadi karena darah masih lagi bisa sampai ke paru. Tetapi jika stenosisnya sedang

atau berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih sedikit maka sianosis akan menjadi lebih

berat.

Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus arteriosus si anak gagal menutup

dengan sempurna setelah si anak lahir. Akibatnya terjadi bising jantung. Simptom yang

terjadi antara lain adalah nafas yang pendek dan aritmia jantung. Apabila dibiarkan dapat

terjadi gagal jantung kongestif. Semakin besar PDA, semakin buruk status kesehatan

penderita.

Immunodefisiensi

Penderita sindrom Down mempunyai risiko 12 kali lebih tinggi dibandingkan orang

normal untuk mendapat infeksi karena mereka mempunyai respons sistem imun yang rendah.

Contohnya mereka sangat rentan mendapat pneumonia.

Sistem Gastrointestinal

Kelainan pada sistem gastrointestinal pada penderita sindrom Down yang dapat

ditemukan adalah atresia atau stenosis, Hirschsprung disease (<1%), TE fistula, Meckel

divertikulum, anus imperforata dan juga omphalocele. Selain itu, hasil penelitian di Eropa

dan Amerika didapatkan prevalensi mendapat Celiac disease pada pasien sindrom Down

adalah sekitar 5-15%. Penyakit ini terjadi karena defek genetik, yaitu spesifik pada human

14

Page 15: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

leukocyte antigen (HLA) heterodimers DQ2 dan juga DQ8. Dilaporkan juga terdapat kaitan

yang kuat antara hipersensitivitas dan spesifikasi yang jelek.

Sistem Endokrin

Tiroiditis Hashimoto yang mengakibatkan hipothyroidism adalah gangguan pada

sistem endokrin yang paling sering ditemukan. Onsetnya sering pada usia awal sekolah,

sekitar 8 hingga 10 tahun. Insidens ditemukannya Graves disease juga dilaporkan meningkat.

Prevelensi mendapat penyakit tiroid seperti hipothirodis kongenital, hipertiroid primer,

autoimun tiroiditis, dan compensated hypothyroidism atau hyperthyrotropenemia adalah

sekitar 3-54% pada penderita sindrom Down, dengan persentase yang semakin meningkat

seiring dengan bertambahnya umur.

Gangguan Psikologis

Kebanyakan anak penderita sindrom Down tidak memiliki gangguan psikiatri atau

prilaku. Diperkirakan sekitar 18-38% anak mempunyai risiko mendapat gangguan psikis.

Beberapa kelainan yang bisa didapat adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder

(ADHD), Oppositional Defiant Disorder, gangguan disruptif yang tidak spesifik dan

gangguan spektrum Autisme.

Trisomi 21 mosaik

Trisomi 21 mosaik biasanya hanya menampilkan gejala–gejala sindrom Down yang

sangat minimal. Kondisi ini sering menjadi kriteria diagnosis awal bagi penyakit Alzheimer.

Fenotip individu yang mendapat trisomi 21 mosaik menggambarkan persentase sel–sel

trisomik yang terdapat dalam jaringan yang berbeda di dalam tubuh.

FAKTOR RISIKO

Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat dengan

bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35

tahun. Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas terhadap risiko

mendapat bayi dengan sindrom Down.

15

Page 16: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down adalah lebih

tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan sindrom Down, atau jika adanya

anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama. Walau

bagaimanapun kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan bapanya normal.

Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan umur ibu

yang hamil:

- 20 tahun: 1 per 1,500

- 25 tahun: 1 per 1,300

- 30 tahun: 1 per 900

- 35 tahun: 1 per 350

- 40 tahun: 1 per 100

- 45 tahun: 1 per 30

DIAGNOSIS

Tidak ada kritera diagnosis khusus untuk sindroma Down. Namun, retardasi mental

merupakan gambaran yang menumpang tindih dengan sindroma Down. Sebagian besar orang

dengan sindroma ini mengalami retardasi mental sedang atau berat, hanya sebagian kecil

yang memiliki IQ diatas 50. Perkembangan mental tampak normal dari lahir hingga usia 6

bulan dan nilai IQ secara bertahap menurun dari hampir normal pada usia 1 tahun hingga

sekitar 30 pada usia yang lebih tua. Penurunan intelegensi dapat nyata atau jelas: uji infantil

mungkin tidak mengungkapkan tingkat defek sepenuhnya, yang mungkin tertungkap ketika

uji yang lebih canggih digunakan pada masa kanak-kanak awal.1 Derajat atau tingkat

retardasi mental diekspresikan dalam berbagai istilah. Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) memberikan empat tipe

retardasi mental, yang mencerminkan tingkat gangguan intelektual antara lain: retardasi

mental ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Adapun kriteria diagnostik untuk retardasi

mental menurut DSM-IV antara lain : 13

16

Page 17: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

a. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-rata: IQ kira-kira 70 atau

kurang pada tes IQ yang dilakukan secara individual (untuk bayi, pertimbangan klinis adanya

fungsi intelektual yang jelas di bawah rata-rata)

b. Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif sekarang (yaitu,

efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar-standar yang dituntut menurut usianya

dalam kelompok kulturalnya) pada sekurangnya dua bidang keterampilan berikut:

komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana

masyarakat, mengarahkan diri sendiri, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan,

kesehatan, dan keamanan.

c. Onset sebelum usia 18 tahun

Penulisan didasarkan pada derajat keparahan yang mencerminkan tingkat gangguan

intelektual:

a. Retardasi mental ringan : tingkat IQ 50-55 sampai 70

b. Retardasi mental sedang : tingkat IQ 35-40 sampai 50-55

c. Retardasi mental berat : tingkat IQ 20-25 sampai 35-40

d. Retardasi mental sangat berat : tingkat IQ dibawah 20 atau 25

e. Retardasi mental, keparahan tidak ditentukan : jika terdapat kecurigaan kuat adanya

retardasi mental tetapi inteligensi pasien tidak dapat diuji oleh tes inteligensi baku.

Untuk gangguan kromosom dan metabolik, seperti sindroma Down, sindroma X

rapuh, dan fenilketonuria (PKU) merupakan gangguan yang sering dan biasanya

menyebabkan sekurangnya retardasi mental sedang.13

Diagnosis Sindrom Down dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan

intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak

sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapkan. Suatu riwayat penyakit

dan wawancara psikiatrik sangat berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal

perkembangan dan fungsi anak, sedangkan pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium dapat

digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.

Pada anamnesis riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau

pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, kelahiran, riwayat

keluarga retardasi mental, dan gangguan herediter. Selain itu, sebagai bagian riwayat

penyakit, klinisi sebaiknya menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di

rumah, dan fungsi intelektual pasien.

17

Page 18: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Pada pemeriksaan fisik berbagai bagian tubuh mungkin memiliki karakteristik

tertentu yang sering ditemukan pada orang dengan retardasi mental seperti sindroma Down

ini dan kemungkinan memiliki penyebab pranatal. Pemeriksaan fisik pasien dengan sindroma

Down dapat dilihat dari gambaran klinis fisik pasien yang telah dijelaskan sebelumnya.13

Pemeriksaan Penunjang7

a. Pemeriksaan Skrining

Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom Down.

Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau sonogram. Uji kedua

adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah bayi yang dikandung menderita

sindrom Down atau tidak.

Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal Translucency (NT

test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11 – 14 kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah

cairan di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh daripada sepuluh bayi dengan sindrom

Down dapat dikenal pasti dengan tehnik.

Hasil uji sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu hamil yang

disuspek bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah plasma protein-A dan hormon

human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi indikasi bahwa

mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung.

b. Amniocentesis

Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudiannya

diuji untuk menganalisa kromosom janin. Amniosentesis merupakan pemeriksaan yang

berguna untuk diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi terutama sindroma Down, di

mana dengan mengambil sejumlah kecil cairan amniotik dari ruang amnion secara

transabdominal antara usia kehamilan 14-16 minggu. Amniosentesis dianjurkan untuk semua

wanita hamil di atas usia 35 tahun. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.

c. Chorionic villus sampling (CVS)

CVS dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan

diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan minggu

kesembilan hingga empat belas. Resiko keguguran adalah 1 per 100 kehamilan.

18

Page 19: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

d. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS)

PUBS adalah tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat

kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan

sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah

lebih tinggi.

e. Pemeriksaan sitogenik

Diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan studi sitogenetika. Karyotyping sangat

penting untuk menentukan risiko kekambuhan. Dalam translokasi sindrom Down,

karyotyping dari orang tua dan kerabat lainnya diperlukan untuk konseling genetik yang

tepat. 10

Gambar (6). Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 (47,XY,+21)10

Gambar (7). Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 dari lengan isochromosome arm

21q tipe [46,XY,i(21)(q10)]10

f. Interphase fluorescence in situ hybridization (FISH)

19

Page 20: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

FISH dapat digunakan untuk diagnosis cepat. Hal ini dapat berhasil di kedua

diagnosis prenatal dan diagnosis pada periode neonatal. Mosaicism yang tersembunyi untuk

trisomi 21 sebagian dapat menerangkan hubungan yang telah dijelaskan antara sejarah

keluarga sindroma Down dan risiko penyakit Alzheimer. Skrining untuk mosaicism dengan

FISH diindikasikan pada pasien tertentu dengan gangguan perkembangan ringan dan mereka

dengan Alzheimer onset dini.

g. Echokardiografi

Tes ini harus dilakukan pada semua bayi dengan sindroma Down untuk

mengidentifikasi penyakit jantung bawaan, terlepas dari temuan pada pemeriksaan fisik. 10

h. Skeletal Radiografi

Kelainan kraniofasial termasuk brachycephalic microcephaly, hypoplastic facial bones dan

sinuses. Tes ini diperlukan untuk mengukur jarak atlantodens dan untuk menyingkirkan

atlantoaxial instabilitas pada umur 3 tahun. Radiografi juga digunakan sebelum anesthesia

diberikan jika terdapat tanda-tanda spinal cord compression. Penurunan sudut iliac dan

acetabular juga dapat ditemukan pada bayi baru lahir.10

Diagnosis Banding Sindroma Down

Adapun diagnosis banding dari sindroma Down adalah : 14

a. Hipotiroidisme

Terkadang gejala klinis sindroma Down sulit dibedakan dengan hipotiroidisme. Secara kasar

dapat dilihat dari aktivitasnya karena anak-anak dengan hipotiroidisme sangat lambat dan

malas, sedangkan anak dengan sindroma Down sangat aktif.

b.Akondroplasia

c. Rakitis

d.Sindrom Turner

e. Penyakit Trisomi

Penyakit Angka

Kejadian

Kelainan Keterangan Prognosis

Trisomi 21 1 dari 700 bayi Kelebihan Perkembangan Biasanya bertahan

20

Page 21: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

(Sindroma

Down)

baru

Lahir

kromosom

21

fisik & mental

terganggu,

ditemukan

berbagai

kelainan fisik

sampai usia 30-40

tahun

Trisomi 18

(Sindroma

Edwards)

1 dari

3.000 bayi

baru lahir

Kelebihan

kromosom

18

Kepala kecil,

telinga terletak

lebih rendah,

celah bibir/celah

langit-langit,

tidak memiliki

ibu jari tangan,

clubfeet, diantara

jari tangan

terdapat selaput,

kelainan jantung

& kelainan

saluran

kemihkelamin

Jarang bertahan

sampai lebih dari

beberapa bulan;

keterbelakangan

mental yg terjadi

sangat berat

Trisomi 13

(Sindroma

Patau)

1 dari

5.000 bayi

baru lahir

Kelebihan

kromosom

13

Kelainan otak &

mata yg berat,

celah bibir/celah

langit-langit,

kelainan jantung,

kelainan saluran

kemih-kelamin

& kelainan

bentuk telinga

Yang bertahan

hidup

sampai lebih dari

1

tahun, kurang dari

20%;

keterbelakangan

mental yg terjadi

sangat berat

PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk

mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Sindrom Down juga dapat

21

Page 22: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

mengalami kemunduran dari sistim tubuhnya. Dengan demikian penderita harus

mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan

sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik

maupun mentalnya.

MEDIKAMENTOSA

Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada

jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya

kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita

semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta

pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.

NON MEDIKAMENTOSA

1. Fisio Terapi.

Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar

untuk mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap

perkembangan yang berkelanjutan.

Fisioterapi pada Sindrom Down adalah membantu anak belajar untuk

menggerakkan tubuhnya seperti duduk dan berjalan dengan cara/gerakan

yang tepat (appropriate ways). Misalkan saja hypotonia pada anak dengan

Down Syndrome dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah

yang dapat mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi.

Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome

menyesuaikan gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang

dimilikinya, sehingga selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur.

Dapat dilakukan seminggu sekali

2. Terapi Bicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami

keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata.

3. Terapi Okupasi. Melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan

sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak DS tergantung

pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak

memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan

koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.

22

Page 23: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

4. Terapi Remedial. Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan

kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran

dari sekolah biasa.

5. Terapi Sensori Integrasi. Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah

rangsangan / sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami

gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik

halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga

kemampuan otak akan meningkat.

6. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy). Mengajarkan anak DS yang sudah berusia

lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan

norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

7. Terapi alternatif. Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya penanganan

medis tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja terapi jenis ini masih

belum pasti manfaatnya secara akurat karena belum banyak penelitian yang

membuktikan manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim dapat menyembuhkan DS.

Terapi alternatif tersebut di antaranya adalah :

Terapi Akupuntur. Dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh

tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang

anak.

Terapi Musik. Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat

senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka

dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan

mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik

Terapi Lumba-Lumba. Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang

sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak DS. Sel-sel saraf otak

yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.

Terapi Craniosacral. Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan

pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak DS diperbaiki metabolisme tubuhnya

sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.

Terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang berupa vitamin, supplemen maupun

dengan pemijatan pada bagian tubuh tertentu.

23

Page 24: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama

dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi,

kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarga, tetapi terdapat beberapa

keadaan di mana anak dengan sindroma Down memerlukan perhatian khusus antara lain: 8

a. Pemeriksaan mata dan telinga serta pendeteksian fungsi tiroid pada bayi baru lahir

dan rutin pada anak sindroma Down

b. Penyakit jantung bawaan, intervensi dini dengan pemeriksaan kardiologi pada bayi

baru lahir

c. Status Nutrisi, perlu perhatian meliputi kesulitan menyusu pada bayi sindroma Down

dan pencegahan obesitas pada usia anak dan remaja

d. Kelainan tulang

e. Pendidikan, sebagai intervensi dini terhadap kelainan perkembangan terutama

menyangkut kemampuan kognitif dan perkembangan social

f. Monitoring pertumbuhan dan perkembangan dengan kurva spesial untuk sindroma

Down dan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak sindroma Down

g. Perawatan mulut dan gigi

h. Atlanto-axial instability screening pada usia tiga tahun

i. Konseling genetik.

PROGNOSIS

Survival rate penderita sindroma Down umumnya hingga usia 50 tahun. Selain

perkembangan fisik dan mental terganggu, juga ditemukan berbagai kelainan fisik.

Kemampuan berpikir penderita dapat digolongkan idiot dan biasanya ditemukan kelainan

jantung bawaan, seperti defek septum ventrikel yang memperburuk prognosis.15 Sebesar 44%

penderita sindroma Down hidup sampai 50 tahun dan hanya 14% hidup sampai 68 tahun.

Meningkatnya risiko terkena leukemia pada sindroma Down adalah 15 kali dari populasi

normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44

tahun.14

Beberapa penderita sindroma Down mengalami hal-hal berikut:

a. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa.

b. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea.

24

Page 25: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

c. Pada usia 30 tahun menderita dementia (berupa hilang ingatan, penurunan kecerdasan

dan kepribadian).

d. Gangguan tiroid.

Bisa terjadi kematian dini pada penderita sindroma Down meskipun banyak juga

penderita yang berumur panjang. Kematian biasanya disebabkan kelainan jantung bawaan.

Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan

80% kematian. Anak-anak dengan sindroma Down memiliki risiko tinggi untuk menderita

kelainan jantung dan leukemia. Jika terdapat kedua penyakit tersebut maka angka harapan

hidupnya berkurang dan jika kedua penyakit tersebut tidak ditemukan maka anak bisa

bertahan sampai dewasa.

Mortalitas/Morbiditas

Diperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan bertahan. Sekitar

85% bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup sehingga berusia lebih

dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital sering menjadi faktor yang menentukan usia

penderita sindrom Down. Selain itu, penyakit seperti Atresia Esofagus dengan atau tanpa

fistula transesofageal, Hirschsprung disease, atresia duodenal dan leukemia akan

meningkatkan mortalitas.

Selain itu, penderita sindrom Down mempunyai tingkat morbiditas yang tinggi karena

mempunyai respons sistem imun yang lemah. Kondisi seperti tonsil yang membesar dan

adenoids, lingual tonsils, choanal stenosis, atau glossoptosis dapat menimbulkan obstruksi

pada saluran nafas atas. Obstruksi saluran nafas dapat menyebabkan Serous Otitis Media,

Alveolar Hypoventilation, Arterial Hypoxemia, Cerebral Hypoxia, dan Hipertensi Arteri

Pulmonal yang disertai dengan cor pulmonale dan gagal jantung.

Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipital yang tidak stabil

dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf spinal yang irreversibel. Gangguan pendengaran,

visus, retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan keterbatasan kepada anak–

anak dengan sindrom Down dalam meneruskan kelangsungan hidup. Mereka juga akan

menghadapi masalah dalam pembelajaran, proses membangunkan upaya berbahasa, dan

kemampuan interpersonal.

25

Page 26: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

KOMPLIKASI

Anak-anak dengan sindrom Down bisa mempunyai berbagai komplikasi, ada yang

menjadi lebih menonjol sesuai dengan umur yang semakin meningkat, antara komplikasi

yang timbul termasuk:

Komplikasi Pada Jantung dan Sistem Vaskular

Walapupun lahir secara normal, asimptomatik dan tidak dijumpai murmur, anak

penderita sindrom Down tetap mempunyai risiko mendapat defek pada jantung. Apabila

resistensi pada vaskular pulmonari dapat dideteksi, kemungkinan terjadinya shunt dari kiri ke

kanan dapat dikurangi, sehingga dapat mencegah terjadinya gagal jantung awal. Apabila

tidak dapat dideteksi, keadaan ini akan menyebabkan hipertensi pulmonal yang persisten

dengan perubahan pada vaskular yang ireversibel.

Umumnya tatalaksana operatif untuk memperbaiki defek pada jantung dilakukan

setelah anak cukup besar dan kemampuan bertahan terhadap operasi yang dilakukan lebih

baik. Biasanya tindakan operasi dilakukan apabila anak sudah berusia 6-9 bulan. Saat ini,

hasil operasi sudah lebih baik dan anak yang dioperasi mampu hidup lebih lama.

Bagi penderita sindrom Down yang menderita defek septal atrioventrikuler, symptom

biasanya timbul sewaktu usia kecil, ditandai dengan shunting sistemik-pulmonari, aliran

darah pulmonari yang tinggi, disertai dengan peningkatan risiko terjadinya hipertensi arteri

pulmonal. Resistensi pulmonal yang meningkat dapat memicu terjadinya kebalikan dari

shunting sistemik-pulmonal yang diikuti dengan sianosis.

Penderita sindrom Down mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita

hipertensi arteri pulmonal dibandingkan dengan orang normal. Hal ini disebabkan

berkurangnya jumlah alveolus, dinding arteriol pulmonal yang lebih tipis dan fungsi

endotelial yang terganggu.

Tindakan operatif perbaikan jantung pada usia awal dapat mencegah terjadinya

kerusakan vaskuler pulmonal yang permanen pada paru-paru. Apalagi dengan pengobatan

yang terkini (prostacyclin, endothelin, antagonis reseptor dan phosphodiesterase-5-inhibitor)

didapatkan mampu memperbaiki status klinis dan jangka hidup bagi penderita hipertensi

arteri pulmonal.

26

Page 27: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

Meskipun demikian penyakit jantung koroner didapatkan rendah pada penderita

sindrom Down. Hal ini dibuktikan melalui pemeriksaan patologi dimana didapatkan

rendahnya kemungkinan terjadi aterosklerosis pada penderita sindrom Down.

Leukemia. Anak-anak dengan sindrom Down lebih cenderung menderita leukemia.

Hal ini berdasarkan pengamatan bahawa leukemia tertentu dapat berhubungan dengan

defek pada kromosom 21.

Penyakit menular. Disebabkan sistem imun yang terganggu, penderita sindrom Down

lebih mudah terkena serangan penyakit menular seperti radang paru-paru.

Demensia. Resiko untuk terkena demensia di waktu tua, tanda dan gejala demensia

sering muncul sebelum berumur 40 tahun. Mereka yang menderita demensia juga

mempunyai kecenderungan yang tinggi menderita kejang.

Apnea tidur. Disebabkan oleh perubahan pada sel jaringan dan tulang yang

menyebabkan penyempitan pada jalan pernafasan, risiko untuk terjadinya sleep apneu

tinggi.

Obesitas. Penderita sindrom Down mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk

menjadi obes daripada penduduk umum.

Lain-lain. Sindrom Down juga bisa dikaitkan dengan keadaan kesehatan yang lain,

termasuk masalah gastrointestinal, masalah tiroid, menopause awal, kehilangan

pendengaran, penuaan dini, masalah tulang dan masalah penglihatan.

Sekitar 20% janin sindrom Down mengalami abortus spontan antara masa kehamilan

10-16 minggu. Banyak janin tidak berimplantasi pada endometrium atau ibu mengalami

keguguran sebelum usia kehamilan 6-8 minggu.

PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui

amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi

ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom Down atau mereka yang hamil di

atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka

memiliki resiko melahirkan anak dengan sindrom Down lebih tinggi. sindrom Down tidak

bisa dicegah, karena sindrom Down merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan

jumlah kromosom. Deteksi dini sindrom Down dilakukan pada usia janin mulai 11 minggu

(2,5 bulan) sampai 14minggu. Dengan demikian, orangtua akan diberi kesempatan

27

Page 28: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

memutuskan segala hal terhadap janinnya. Jika memang kehamilan ingin

diteruskan, orangtua setidaknya sudah siap secara mental.

Amniocentesis - Merupakan prosedur invasif di mana jarum melewati perut ibu

bagian bawah ke dalam rongga ketuban dalam rahim. Cairan ketuban yang cukup akan

dicapai mulai sekitar 14 minggu kehamilan. Untuk diagnosis prenatal, kebanyakan

amniocenteses dilakukan antara 14 dan 20 minggu kehamilan.

Chorionic villus sampling (CVS) – dilakukan antara minggu 11-12 kehamilan. Dalam

prosedur ini, sebuah kateter dimasukkan melalui vagina melalui leher rahim dan masuk ke

dalam rahim ke berkembang ke plasenta di bawah bimbingan USG. Pendekatan alternatifnya

adalah transvaginal dan transabdominal. Penggunaan kateter memungkinkan sampel sel dari

chorionic vili plasenta. Sel-sel ini kemudian akan dilakukan analisis kromosom untuk

menentukan kariotipe janin.

Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena dapat menurunkan

angka kejadian sindrom down. Dengan biologi molekular misalnya Gene targeting atau

Homologous recombination gene dapat dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat gen 21 yang

bertanggung jawab terhadap munculnya fenotip sindrom down dapat di non aktifkan.8,9,10

28

Page 29: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

BAB III

KESIMPULAN

Sindroma Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan

fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.

Kelainan sindroma Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom nomor

21 sehingga kelainan ini disebut trisomi 21. Anak yang menyandang sindroma Down ini akan

mengalami keterbatasan kemampuan mental dan intelektual, retardasi mental ringan sampai

sedang, atau pertumbuhan mental yang lambat. Selain itu, penderita seringkali mengalami

perkembangan tubuh yang abnormal, pertahanan tubuh yang relatif lemah, penyakit jantung

bawaan, alzheimer, leukemia, dan berbagai masalah kesehatan lain. Diagnosis sindroma

Down dapat ditegakkan melalui penelusuran riwayat penyakit dan wawancara psikiatrik,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (pemeriksaan sitogenik, amniosentesis, interphase

fluorescence in situ hybridization (FISH), ekokardiografi, dan skeletal radiografi). Penderita

sindroma Down ini biasanya bertahan sampai usia 30-40 tahun. Pada penderita sindroma

Down biasanya ditemukan adanya kelainan jantung bawaan, seperti defek septum ventrikel

dan meningkatnya resiko terkena leukemia. Jika terdapat kedua penyakit tersebut, maka

angka harapan hidupnya berkurang, tetapi jika kedua penyakit tersebut tidak ditemukan maka

anak bisa bertahan sampai dewasa.

29

Page 30: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryo. Abnormalitas akibat kelainan kromosom dalam Genetika manusia, Universitas

Gadjah Mada press, cetakan ke 6 tahun 2001. Hal 259-270

2. Adkinson R.L, Brown M.D. Disorders of gender differentiation and sexual

development in Elsevier’s Integrated Genetics 2007. p 17-20

3. Reed E.P. medical genetics. Current medical diagnosis and treatment, McGraw-Hill

Companies. 44th ed. 2005. p 1670

4. N Heyn, Sietske. 2011. Available at: Down

Syndrome.http://www.medicinenet.com/down_syndrome/article.htm. [Accessed on

June 8th 2013.

5. Sherman SL, Allen EG, Bean LH, Freeman SB. Epidemiology of Down Syndrome.

Mental Retardation And Developmental Disabilities Research Reviews. 2007; 13: 221

– 227.

6. Chen H. genetics of Down syndrome. eMedicine. Feb 4, 2011. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/943216-overview#a0104. Accessed on June 6th

2013.

7. Mayo C.S Down syndrome. Available at http://www.mayoclinic.com/health/down-

syndrome/DS00182. Accessed on June 2rd 2013.

8. Sietske N.H. Down syndrome 10 July 2011. Available at

http://www.medicinenet.com/down_syndrome/article.html. Accessed on June 3rd

2013.

9. Down syndrome. Genetics Home Reference. 30 Aug 2010. Available at

http://www.ghr.nlm.nih.gov/condition/down-syndrome. Accessed on June 3rd 2013.

10. Care C. masalah sindrom Down. 2009. Available at http://www.childcare-

center.com/masalah/sindrom-down.html. Accessed on June 3rd 2013.

11. Saharso D. Sindroma Down. 2006. Available at http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-

irky208.htm. Accessed on June 6th 2013.

30

Page 31: Tinjauan Pustaka Down Syndrome

12. Lyle R. Down syndrome. 2004. Available at

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15510164. Accessed on June 6th 2013.

13. Sadock, Benjamin J., Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri

Klinis. Ed. 2. Jakarta: EGC, 2010:563.

14. Shin, M., Besser, Lilah M., Kucik, James E., Lu, C., Siffel, C., Correa, A. et al. 2009.

15. Prevalence of Down Syndrome Among Children and Adolescents in 10 Regions of the

United States. Official Journal of the American Academic of Pediatrics. 124:1565-

1571.

16. Sindrom Down. Available at :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31669/4/Chapter%20II.pdf. Accessed

on June 8th 2013.

31