Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

51
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik Tumbuh Kembang Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman SINDROM DOWN DENGAN HERNIA SCROTALIS RAPONIBEL PADA ANAK Disusun oleh: Lili Widianto M. Irwan Aziz Alif Via Saltika Putri Pembimbing: dr. Diane M. Supit, Sp. A

description

djhfjhfhfhhfkhfkkj ohlhlkcbs,b,cbmnbSNBCMNahdvHMSVDMHVmdvmhADHVAhvdhaDadADadaDAAD

Transcript of Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Page 1: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik Tumbuh KembangFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

SINDROM DOWN DENGAN HERNIA SCROTALIS RAPONIBEL PADA ANAK

Disusun oleh:Lili WidiantoM. Irwan Aziz

Alif Via Saltika Putri

Pembimbing:dr. Diane M. Supit, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA

Maret 2015

Page 2: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Tutorial Klinik

SINDROM DOWN DENGAN HERNIA SCROTALIS RAPONIBEL PADA ANAK

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase AnakLILI WIDIANTOM. IRWAN AZIZ

ALIF VIA SALTIKA PUTRI

Menyetujui,

dr. Diane M. Supit, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA

Maret 2015

2

Page 3: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

yang berjudul “Sindrom Down Dengan Hernia Scrotalis Raponibel Pada

Anak”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas

dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. dr. Diane M. Supit, Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik selama stase anak.

2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga

pendidikan saat ini.

3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2014 yang telah bersedia memberikan

saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.

4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis

membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna

memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Samarinda, Maret 2015

Penulis

3

Page 4: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

BAB 1

RESUME

Pasien MRS pada tanggal 20 Maret 2015 melalui Poliklinik Anak RSU

A.W. Sjahranie Samarinda. Dirawat inap di Ruang Melati.

1. Identitas Pasien:

Nama : An. RY

Umur : 11 tahun 8 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Kemakmuran RT 20, Kelurahan Sungai Pinang Dalam

Tanggal masuk : 20 Maret 2015

No. RM : 2015 822964

2. Identitas Ayah Pasien:

Nama : Bpk. S

Umur : 40 tahun

Pekerjaan : Petani

Pendidikan terakhir : SMA

Alamat : Jl. Kemakmuran RT 20, Kelurahan Sungai Pinang Dalam

3. Identitas Ibu Pasien:

Nama : Ibu. N

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan terakhir : SMA

Alamat : Jl. Kemakmuran RT 20, Kelurahan Sungai Pinang Dalam

4. Anamnesis:

a. Keluhan Utama

Benjolan yang nyeri pada kantung zakar

4

Page 5: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan nyeri pada benjolan di kantung zakar sejak tiga bulan

yang lalu dan semakin bertambah nyeri sebulan terakhir ini. Benjolan bertambah

nyeri dan semakin membesar saat pasien teriak atau menangis. Benjolan mulai

dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, awal mulanya benjolan dapat mengecil sendiri

terutama ketika pasien sedang berbaring. Beberapa bulan terakhir benjolan baru

dapat mengecil dengan cara ibu pasien mendorongnya ke dalam dengan jari

tangan.

Menurut pengakuan ibu pasien, selama setahun terakhir pasien sering

mengalami demam, namun tidak diperiksakan ke dokter dan hanya diobati sendiri

di rumah menggunakan parasetamol. Selain keluhan nyeri pada benjolan tersebut,

pasien juga mengeluhkan lemas dan nafsu makan berkurang selama beberapa hari

terakhir SMRS. Muntah disangkal, buang air besar dan buang air kecil dalam

batas normal.

Pada tanggal 20 Maret 2015 pasien dirujuk dari Puskesmas ke Poliklinik

Bedah Anak lalu dari Poliklinik Bedah Anak ke Poliklinik Anak RSUD AW

Sjahranie Samarinda. Pasien dirawat inap di ruangan Melati untuk perbaikan

keadaan umum, dimana didapatkan anemia dari hasil pemeriksaan darah.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Pasien pernah mengalami ikterik pada umur 1 bulan namun hilang setelah

dijemur dibawah sinar matahari.

2. Pasien pernah dirawat inap di RS pada usia 9 bulan karena diare.

3. Ibu pasien mengaku bahwa pada usia 1 tahun pasien diperiksakan ke dokter

karena mengalami keterlambatan perkembangan dan didiagnosis oleh dokter

dengan Sindrom Down.

4. Pasien pernah menjalani pemeriksaan IQ (dengan hasil <50) dan terapi untuk

gangguan perkembangannya di RSJ X Samarinda.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa pada anggota keluarga disangkal.

5

Page 6: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

e. Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal di daerah yang cukup padat penduduknya. Pasien tinggal

dengan kedua orang tua dan kedua adik kandungnya. Daerah endemik kekurangan

yodium disangkal.

f. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Post Persalinan

Ibu rutin melakukan pemeriksaan ANC ke bidan terdekat. Ibu pasien

hamil pada umur 30 tahun. Selama hamil ibu tidak mengalami permasalahan,

demam tidak ada, hipertensi tidak ada, diabetes tidak ada, trauma tidak ada,

mengkonsumsi jamu tidak ada, mengkonsumsi alkohol dan rokok tidak pernah.

Ibu pasien rutin mengonsumsi sumplemen penambah darah yang rutin diberikan

oleh bidan. Ibu pasien mengaku selama hamil trimester 1 mengalami hiperemesis

gravidarum sehingga intake makanan berkurang, hanya memakan lauk pauk dan

buah.

Pasien anak pertama dari tiga bersaudara, lahir spontan ditolong oleh

bidan. Pasien lahir aterm dengan BB 2400 gram, langsung menangis kuat, biru

atau kuning disangkal. Ibu pasien mengaku bahwa sebulan pertama kelahiran,

pasien sering sakit-sakitan, seperti demam, batuk, dan pilek. Pada usia 1 bulan,

pasien diantar berobat ke dokter spesialis anak oleh orangtuanya dan saat itu

dokter menyampaikan bahwa pasien dalam keadaan kuning.

Pasien memiliki riwayat pertumbuhan yang lebih lambat dibanding kedua

saudaranya. Saat lahir juga diakui ubun-ubun pasien lebih besar sehingga

penutupannya lebih lama.

g. Riwayat Makanan & Minuman

ASI eksklusif dari lahir sampai umur 3 bulan. MPASI mulai umur 6 bulan

berupa susu formula dan bubur. Riwayat makan dan minum yang aneh (pika)

disangkal.

h. Riwayat Imunisasi

Imunisasi wajib lengkap

6

Page 7: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

1. Hepatitis B : 3 kali

2. BCG : 1 kali

3. Polio : 4 kali

4. DPT : 3 kali

5. Campak : 1 kali

i. Pertumbuhan dan perkembangan anak

BB Lahir : 2400 gram

PB Lahir : 50 cm

BB sekarang : 19,5 kg

TB sekarang : 107 cm

Gigi keluar : 9 bulan Berdiri : 24 bulan

Tersenyum : 3 bulan Berjalan : 32 bulan

Miring : 3 bulan Berbicara 2 suku kata : 26 bulan

Tengkurap : 4 bulan Masuk TK : -

Duduk : 12 bulan Masuk SD : 7 tahun (SLB)

Merangkak : 14 bulan Sekarang kelas : 5 SD (SLB)

5. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis

Tanda-tanda vital

1. Tekanan darah : 100/60 mmHg

2. Frekuensi nadi : 88x/menit

3. Frekuensi nafas : 20x/menit

4. Suhu : 36,3oC

Status Gizi

Berat Badan :19,5 kg

Tinggi Badan :107 cm7

Page 8: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

TB/U : < percentile 5 (Pendek)

BB/U : Persentile 50-75 (Gizi Baik)

BB/TB : BB ideal untuk anak dengan sindrom down usia 11 tahun

8 bulan adalah 20 kg. Sedangkan BB pasien adalah 19,5

kg.

19,5 kg x 100% = 97,5 % -> interpretasi gizi baik.

20 kg

Lingkar kepala : 44 cm < -2 SD (mikrosepali)

LiLa : 15 cm

8

Page 9: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

9

Sindrom Down : Laki - Laki

Page 10: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Status generalisata

Kepala

Bentuk : Brakhichepali, Microchepali, Mongolian face

10

Page 11: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Rambut : Hitam, tipis, tidak mudah dicabut

Mata : Lipatan Epikantus bilateral, konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya (+/+)

Hidung : Tulang hidung hipoplastik, jembatan hidung datar, nafas

cuping hidung -|- , sekret (-)

Telinga : Ukuran telinga kecil dan letak rendah, Tidak nampak

lekukan pada daun telinga, overfolded helix

Mulut : makroglosia, scrotal tongue, ukuran gigi kecil, mukosa

basah, tidak pucat, faring tidak hiperemis,, tonsil dalam

batas normal

Leher

KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thorax

Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri

Perkusi : sonor di semua lapangan paru, batas jantung normal

Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), Ronchi (-/-), bunyi

jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : bentuk normal, simetris, distended (+) (diastasis recti),

scar (-), protruding mass / hernia umbilikalis (-)

Palpasi : soefl, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus normal

Ekstremitas

Superior : Simian crease (+), Jari pendek (+), clinodactili (+), akral

hangat, CRT <2 detik, tidak edema

Inferior : Jarak antara jari 1 dan 2 jauh, akral hangat, CRT <2 detik,

tidak edema, jarak antara digiti I dan II melebar

11

Page 12: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Perawakan pendek

Genitalia

Massa (+) pada scortum, konsistesnsi kenyal, nyeri (+), transiluminasi

(-),BU (+).

Ukuran penis kecil, testis kecil, meatus uretra (+) letak normal

Kelainan Kongenital pada penis (-)

Kulit

Xerosis (+)

6. Diagnosa Kerja Sementara:

Hernia Skrotalis Reponibel + Sindrom Down

7. Pemeriksaan Penunjang:

1. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen

Hasil foto polos dalam batas normal. Perforasi (-), lumen terisi oleh feses

dan gas.

2. Pemeriksaan EKG

12

Page 13: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Tidak ditemukan kelainan pada hasil EKG pasien.

3. Pemeriksaan laboratorium

Lab Value

20/3/2015 23/3/2015 Normal

Haemoglobin 9,2 13,7 11-16,5 g/dl

Leukosit 10.600 17.900 4000-10000/µ

Trombosit 355.000 271.000 150000-450000/µ

Hematokrit 29,3 41 37,0-54,0 %

GDS 166 50-150 mg/dl

Ur 25,1 10-40 mg.dl

Cr 0,5 0,5-1,5 mg.dl

Na 122 143 135-155 mmol/L

K 4,7 4,2 3,6-5,5 mmol/L

Cl 114 104 95-108 mmol/L

13

Page 14: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

14

20 Maret 2015 (Hari I) 23 Maret 2015 (Hari IV)

S Lemas (+), benjolan di kantung

zakar (+)

Lemas (-), benjolan di kantung zakar

(+), nyeri perut (+)

O Composmentis

HR: 90x/menit

RR: 20x/menit

T: 36,20C

BB: 20 kg

Kepala: ane (+/+), ikt (-), sianosis

(-), napas cuping hidung (-) tonsil

dan faring dbn

Thorax: retraksi (-), whe (-), rho (-),

s1s2 tunggal reguler

Abdomen:nyeri tekan (-), BU (+)N

Ekstremitas: akral hangat, CRT <2

detik

Composmentis

HR: 100x/menit

RR: 28x/menit

T: 36,50C

Kepala: ane (+/+), ikt (-), sianosis

(-), napas cuping hidung (-) tonsil

dan faring dbn

Thorax: retraksi (-), whe (-), rho (-),

s1s2 tunggal reguler

Abdomen:nyeri tekan (+) diseluruh

kuadran, BU (+)N

Ekstremitas: akral hangat, CRT <2

detik

A Sindrom Down + Hernia Skrotalis +

Anemia

Sindrom Down + Hernia Skrotalis

Reponibel

P 1. IVFD D5 ½ NS 8 tpm

2. Transfusi PRC 200 cc

1. IVFD D5 ½ NS 8 tpm

2. Konsul bedah anak

3. Foto polos abdomen

4. Cek lab post transfusi dan

elektrolit

Page 15: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

8. Penatalaksanaan:

1. IVFD D5 ½ NS 8 tpm

2. Paracetamol Syr 3 x 1 ½ cth

3. Inj. Ceftriaxone 2 x 800 mg

9. Prognosa

Dubia ad bonam

BAB 215

24 Maret 2015 (Hari V) 25 Maret 2015 (Hari VI)

S Demam tadi malam, pilek (+),

benjolan di kantung zakar (+)

Pilek (-), demam tadi subuh, benjolan

di kantung zakar (+)

O Composmentis

HR: 112x/menit

RR: 20x/menit

T: 36,60C

Kepala: ane (+/+), ikt (-), sianosis (-),

napas cuping hidung (-) tonsil dan

faring dbn

Thorax: retraksi (-), whe (-), rho (-),

s1s2 tunggal reguler

Abdomen:nyeri tekan (-), BU (+)N

Ekstremitas: akral hangat, CRT <2

detik

Composmentis

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

T: 37,50C

Kepala: ane (-/-), ikt (-), sianosis (-),

napas cuping hidung (-) tonsil dan faring

dbn

Thorax: retraksi (-), whe (-), rho (-),

s1s2 tunggal reguler

Abdomen:nyeri tekan (-), BU (+)N

Ekstremitas: akral hangat, CRT <2 detik

A Sindrom Down + Hernia Skrotalis

Reponibel

Sindrom Down + Hernia Skrotalis

Reponibel

P 1. IVFD D5 ½ NS 8 tpm

2. Paracetamol 3 x 1 ½ cth

3. Inj. Ceftriaxone 2 x 800 mg

4. ACC operasi

1. IVFD D5 ½ NS 8 tpm

2. Paracetamol 3 x 1 ½ cth

3. Inj. Ceftriaxone 2 x 800 mg

Page 16: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SINDROM DOWN

2.1.1 Definisi

Sindrom Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan

perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas

perkembangan kromoson kelainan sindrom down karena kelebihan jumlah

kromosom pada kromosom nomor 21, yang seharusnya dua menjadi tiga, yang

menyebabkan jumlah seluruh kromoson menjadi 47 buah, sehingga disebut

trisomi 21 (Adkinson & Brown, 2007).

2.1.2 Epidemiologi

Sindrom down merupakan kelainan autosomal yang paling banyak terjadi

pada manusia. Kejadian sindrom down diperkirakan 1 per 800 sampai 1000

kelahiran. Lebih jarang terjadi pada kehamilan wanita usia yang lebih muda dan

lebih sering terjadi pada wanita diatas usia 35 tahun (Meadow & Newell, 2005).

Gambar Grafik Peningkatan Risiko Terjadinya Sindrom Down Pada

Peningkatan Umur Ibu Saat Hamil (David, 2000)

Usia ibu pada saat hamil merupakan faktor risiko yang penting untuk

menentukan kemungkinan bayi lahir dengan sindrom down, yaitu:

16

Page 17: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Usia ibu 35 tahun: 1/385

Usia ibu 40 tahun: 1/106

Usia ibu 45 tahun: 1/30

Walaupun banyak pendapat menyatakan bahwa peningkatan usia ibu saat

hamil berbanding lurus dengan peningkatan risiko terjadinya sindrom down pada

bayi yang dikandung, 80% anak dengan sindrom down sebaliknya dilahirkan oleh

ibu yang berusia lebih muda dari 35 tahun (Christopher, 2014).

2.1.3 Etiopatogenesis

Sindroma Down disebabkan oleh trisomi 21, autosomal trisomi yang

paling sering pada bayi baru lahir. Tiga tipe abnormalitas sitogenik pada fenotipe

Sindroma Down adalah: trisomi 21 (47, +21), di mana terdapat sebuah salinan

tambahan pada kromosom 21, diperkirakan 94%. Translokasi Robertsonian pada

kromosom 21, sekitar 3-4%. Translokasi Robertsonian adalah penyusunan seluruh

lengan pada kromosom akosentrik (kromosom manusia 13-15, 21, dan 22) dan

juga bisa berupa sebuah translokasi antara kromosom 21 (atau ujung 21q saja) dan

sebuah kromosom nonakrosentrik. Trisomi 21 mosaikisme (47, +21/46), terjadi

pada 2-3% kasus. Pada bentuk ini, terdapat dua kelompok sel: sebuah sel normal

dengan 46 kromosom dan kelompok lain dengan trisomi 21 (Christopher, 2014).

Salinan tambahan pada kromosom 21 biasanya disebabkan oleh

nondisjunction, sebuah kesalahan selama meosis. Nondisjunction adalah

kegagalan kromosom homolog untuk pemisahan selama meosis I atau meosis II.

Oleh karena itu, satu anak sel menurunkan tiga kromosom pada kromosom yang

terkena dan menjadi trisomi, sedangkan anak sel lainnya menurunkan satu

kromosom yang menyebabkan monosomi. Kesalahan dalam meosis yang

menyebabkan nondisjunction sebagian besar diturunkan dari ibu; hanya sekitar

5% terjadi selama spermatogenesis. Kesalahan pada meosis meningkat seiring

dengan pertambahan usia ibu. Kesalahan yang diturunkan dari ibu paling sering

terjadi pada meosis I (76-80%) dan terjadi pada 67-73% pada kasus trisomi 21.

Kesalahan yang diturunkan dari ibu lainnya terjadi pada meosis II dan mungkin

diakibatkan oleh kegagalan pemisahan pasangan kromatid. Mereka terjadi pada

17

Page 18: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

18-20% kasus trisomi 21. Nondisjunction yang diturunkan dari ayah biasanya

terjadi pada meosis II (Harold, 2014).

Gambar Mekanisme Non-Disjunction (NDDS, nd)

Gambar Mekanisme Mosaik (NDDS, nd)

2.1.4 Manifestasi Klinis

Walaupun tidak memiliki ciri-ciri sindrom down yang patognomonik, dan

dapat timbul pada anak normal, gabungan dari beberapa ciri seringkali

memastikan diagnosis klinis. Pengenalan bayi preterm yang sangat kecil lebih

sulit. Ciri-cirinya antara lain:

18

Page 19: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Tegkorak brakisefalik; wajah dan oksiput datar. Saat kelahiran dapat

timbul ubun-ubun ketiga, terletak tepat di depan ubun-ubun belakang.

Hipotonisitas dan hiperekstensibilitas. Semua neonatus dengan sindrom

down terkulai.

Fisura palpebral sedikit miring dengan lipatan epikantus yang menonjol

(sering disebut mongol). Bintik-bintik pucat kecil (bintik Brushfield)

terlihat pada iris seriring dengan semakin terpigmentasi, membentuk

cincin konsentris di sekitar pupil. Bulu mata jarang/tipis. Juling, katarak,

dan nistagmus sering terjadi.

Mulut kecil dan kendor. Setelah masa bayi, lidah menjadi besar dan

berlajur dan seringkali menjulur keluar. Pinna mungkin memiliki bentuk

abnormal.

Leher pendek dan lebar dengan kelebihan kulit di bagian posterior.

Tangan dan jari-jari pendek. Sering terdapat sebuah lipatan transversa

pada telapak tangan (simian crease), juga jari yang kecil dan pendek yang

tidak melengkung (klinodaktili). Sering memiliki jarak yang lebar antara

jari kaki pertama dan kedua, dengan lipatan plantar longitudinal, menjalar

dari antara kedua kaki tersebut.

Perawakan pendek

Perkembangan terlambat pada segala aspek

Sering terdapat kelainan kongenital lain yang berhubungan, khususnya

penyakit jantung kongenital (seperti VSD) (Meadow & Newell, 2005).

19

Page 20: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Gambar Anak dengan Sindrom Down (kanan), dan garis tangan ‘Simian crease’

khas pada penderita Sindrom Down (kiri) (Meadow & Newell, 2005; Suryo, 2010).

2.1.5 Diagnosis

Anamnesis:

Pengakuan dari keluarga mengenai keterlambatan pertumbuhan, gangguan

pendengaran, penglihatan, dan bicara.

Riwayat sering menderita ISPA.

Muntah sekunder karena atresia duodenal dan gangguan buang air besar

karena Hirschprung’s Disease.

Riwayat kelainan jantung kongenital seperti sianosis, pucat, berdebar.

Kejang (5-10%).

Pemeriksaan Fisik:

1. Pertumbuhan: tumbuh pendek dan obesitas terjadi selama masa remaja

2. Sistem saraf pusat: retardasi mental sedang sampai berat, dengan IQ 20-85

(ratarata 50). Hipotonia meningkat sejalan dengan umur. Gangguan artikulasi.

Sleep apnea terjadi ketika aliran udara inspirasi dari saluran napas atas ke paru

20

Page 21: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

mengalami hambatan selama 10 detik atau lebih. Hal itu sering mengakibatkan

hipoksemia atau hiperkarbia.

3. Tingkah laku: spontanitas alami, sikap yang hangat, menyenangkan, lemah

lembut, sabar, dan toleransi. Hanya sedikit pasien yang mengalami kecemasan dan

keras kepala.

4. Gangguan kejang: spasme infantil sering terjadi pada masa bayi, sedangkan

kejang tonik-klonik sering pada pasien yang lebih tua.

5. Penuaan dini: berkurangnya tonus kulit, kerontokan atau pemutihan rambut

lebih awal, hipogonadisme, katarak, kehilangan pendengaran, hipotiroidisme yang

berkaitan dengan umur, kejang, keganasan, penyakit vaskular degeneratif,

hilangnya kemampuan adaptasi, dan meningkatnya demensia tipe Alzheimer.

6. Tulang tengkorak: brachycephaly, microcephaly, kening melandai, oksiput

datar, fontanela besar dengan penutupan yang lambat, patent metopic suture, tidak

adanya sinus frontalis dan sfenoidalis, dan hipolplasia sinus maksilaris.

7. Mata: fisura palpebra yang condong ke depan, lipatan epikantus bialteral,

brushfield spots (iris yang berbintik), gangguan refrakter (50%), strabismus

(44%), nistagmus (20%), blepharitis (31%), konjungtivitis, kongenital katarak

(3%), pseudopapiledema, kekeruhan lensa yang didapat (30-60%), dan

keratokonus pada orang dewasa.

8. Hidung: tulang hidung hipoplastik dan jembatan hidung yang datar.

9. Mulut dan gigi: mulut terbuka dengan penonjolan lidah, lidah yang bercelah,

pernapasan mulut dengan pengeluaran air liur, bibir bawah yang merekah, angular

cheilitis, anodonsia parsial (50%), agenesis gigi, malformasi gigi, erupsi gigi yang

terlambat, mikroodonsia (35-50%) pada pertumbuhan gigi primer dan sekunder,

hipoplastik dan hipokalsifikasi gigi, dan maloklusi.

10. Telinga: telinga kecil dengan lipatan heliks yang berlebihan. Otitis media

kronis dan hilang pendengaran sering terjadi.

21

Page 22: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

11. Leher: atlantoaksial tidak stabil (14%) dapat menyebabkan kelemahan

ligamen transversal yang menyangga proses odontoid dekat dengan atlas yang

melengkung. Kelemahan itu dapat menyebabkan proses odontoid berpindah ke

belakang, mengakibatkan kompresi medula spinalis.

12. Penyakit jantung bawaan: penyakit jantung bawaan sering terjadi (40-50%);

hal itu biasanya diobservasi pada pasien dengan Sindroma Down yang berada di

rumah sakit (62%) dan penyebab kematian yang sering terjadi pada kasus ini pada

2 tahun pertama kehidupan. Penyakit jantung bawaan yang sering terjadi adalah

endocardial cushion defect (43%), ventricular septal defect (32%), secundum

atrial septal defect (10%), tetralogy of Fallot (6%), dan isolated patent ductus

arteriosus (4%). Sekitar 30% pasien mengalami cacat jantung yang berat. Lesi

yang paling sering adalah patent ductus arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis

(9%). Sekitar 70% dari semua endocardial cushion defects berhubungan dengan

Sindroma Down.

13. Abdomen: rektum diastasis dan hernia umbilikalis dapat terjadi.

14. Sistem saluran cerna (12%): atresia atau stenosis duodenum. Penyakit

Hirschprung (<1%), fistula trakeoesofagus, divertikulum Meckel, anus

imperforata, dan omfalokel juga dapat terjadi.

15. Saluran urin dan kelamin: malformasi ginjal, hipospadia, mikropenis, dan

kriptorkoidisme.

16. Skeletal: tangan pendek dan lebar, klinodaktil pada jari ke lima dengan lipatan

fleksi tunggal (20%), sendi jari hiperekstensi, meningkatnya jarak antara dua jari

kaki pertama dan dislokasi panggul yang didapat.

17. Sistem endokrin: tiroiditis Hashimoto yang menyebabkan hipotiroidisme

adalah gangguan tiroid yang paling sering didapat pada pasien Sindroma Down.

Diabetes dan menurunnya kesuburan juga dapat terjadi.

18. Sistem hematologi: anak dengan Sindroma Down memiliki risiko untuk

mengalami leukemia, termasuk leukemia limfoblastik akut dan leukemia mieloid.

22

Page 23: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Risiko relatif leukemia akut pada umur 5 tahun 56 kali lebih besar daripada anak

tanpa Sindroma Down. Transient Myeloproliferative Disease (TMD) adalah

abnormalitas hematologi yang sering mengenai bayi Sindroma Down yang baru

lahir. TMD dikarakteristikkan dengan proliferasi mieoblas yang berlebihan di

darah dan sumsum tulang. Diperkirakan 10% bayi dengan Sindroma Down

mengalami TMD.

19. Imunodefisiensi: pasien Sindroma Down memiliki risiko 12 kali untuk terkena

penyakit infeksi, terutama pneumonia, karena kerusakan imunitas seluler.

20. Kulit: xerosis, lesi hiperkeratotik terlokalisasi, serpiginosa elastosis, alopesia

areata, vitiligo, dan infeksi kulit berulang (Tarek, 2005).

Gambar Upslanted Fisura Palpebra (Harold, 2014)

Gambar hidung yang datar, makroglosia, lipatan epicantus, overload helix

(Harold, 2014)

23

Page 24: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Gambar Simian Crease (Harold, 2014)

Gambar Hipodontia (Harold, 2014)

Gambar Overfolded Helix (Harold, 2014)

Gambar Hernia Umbilikalis (Harold, 2014)

24

Page 25: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Gambar Jarak Melebar Pada Digiti I dan II (Harold, 2014)

2.1.6 Diagnosis Banding

1. Hipotiroid Kongenital

Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental

yang dapat dicegah bila ditemukan dan diobati sebelum usia 1 bulan. Sekilas

Nampak seperti sindrom down, tetapi pada sindrom down bayi lebih aktif.

Hipotiroid kongenital lebih sering terjadi pada bayi dengan berat badan lahir

kurang dari 2000 g atau lebih dari 4000 g (Rudolph, 2006; IDAI, 2009).

Dari anamnesa kita dapat menanyakan mengenai riwayat berasal dari

daerah endemik, riwayat struma pada keluarga. Pada bayi yang baru lahir sampai

usia 8 minggu keluhan tidak spesifik. Retardasi perkembanan, gagal tumbuh,

letargi, kurang aktif, konstipasi, malas menetek, suara menangis serak. Selain itu

bayi dilahirkan didaerah yang kurang yodium dan kadang umurnya lebih bulan.

Riwayat gangguan titoid dalam keluarga, juga perlu ditanyakan. Penyakit ibu saat

hamil, obat antitiroid yang sedang diminum, atau terapi sinar.

Penampilan fisik keduanya mirip, namun anak dengan sindrom down akan

lebih aktif. Untuk memastikan diagnosis, maka perlu dilakukan pemeriksaan

fungsi tiroid T4 dan TSH. Apabila ditemukan kadar TSH > 50∪U/ml dianggap

25

Page 26: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

abnormal. Diagnosis ditegakkan apabila TSH meningkat dan T4 turun. Skrining

hipotiroid kongenital dapat dilakukan dengan:

1. Mengambilsampel darah kapiler dari permukaan lateral kaki bayi atau bagian

medial tumit, pada hari ke 2 sampai 4 setelah lahir.

2. Darah kapiler diteteskan ke kertas saring khusus.

3. Kertas saring tersebut dikirim ke laboratoriumyang memiliki fasilitas

pemeriksaan Thyroid-Stimulating Hormone (TSH).

Bayi dengan hasil uji skrining positif segera dipanggil kembali untuk

pemeriksaan TSH dan T4 serum. Bila hasil TSH tinggi dan FT4 rendah atau hasil

FT4 rendah dan berapapun TSH, segera berikan tiroksin. Bila memungkinkan,

lakukan pemeriksaan skintigrafi/sidik tiroid dan ultrasonografi (USG) tiroid. Bila

memungkinkan untuk melakukan kedua pemeriksaan tersebut tetapi secara teknis

sulit dikerjakan pada neonatus, berikan tiroksin dahulu sampai usia 3 tahun.Bila

tidak memungkinkan karena lokasi bayi terlalu jauh dari RS rujukan, tiroksin

diberikan dahulu sampai usia 3 tahun kemudian dilakukanretesting off

treatment (obat dihentikan kemudian dilakukan pemeriksaan skintigrafi/sidik

tiroid dan USG tiroid) (DEPKES RI, 2012).

Selain itu dapat juga digunakan skoring apgar pada hipotiroid kongenital.

Apabila didapatkan skoring >5 maka ada kemungkinan hipotiroid kongenital.

Namun diagnostic definitive yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan TSH dan T4.

26

Page 27: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Tabel Skor Apgar Hipotiroid Kongenital

2. Trisomi 18

2.1.7 Pemeriksaan

Pemeriksaan untuk menentukan diagnosis sindrom down dibagi menjadi

pemeriksaan sebelum lahir dan saat lahir. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

selama masa kehamilan yaitu berupa : pemeriksaan serum maternal ditandai

dengan menunrunnya alfa fetoprotein dan estriol yang tidak terkonjugasi

(Rebecca, 1999; Meadow & Newell, 2005). Sedangkan kadar beta human

koriogenik gonadotropin akan lebih tinggi dari normal. Pemeriksaan ini dapat

dilakukan pada kehamilan trimester kedua. Pemeriksaan ini sering disebut “triple

screen” (Graves, 2002). Selain itu, penggunaan ultrasonografi juga dapat

mendeteksi kelainan jantung bawaan, atresia duodenal, femur yang pendek,

translusi nuchal. Meskipun tidak secara langsung menunjukkan diagnosis sindrom

down, namun dengan USG dapat diketahui anomaly kongenital yang terjadi.

sedangkan pada wanita diatas 35 tahun yang memiliki risiko memiliki bayi

27

Page 28: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

dengan kelainan genetic dapat menggunakan pemeriksaan sample vili chorionic

pada masa gestasi minggu ke 9 sampai dengan minggu ke 11, atau amniosintesis

pada masa gestasi minggu ke 16 sampai 18 (Rebecca, 1999).

Gambar Hasil Pemeriksaan Sitogenik Pasien Sindrom Down (Harold, 2014)

Pemeriksaan pada saat setelah kelahiran yaitu berupa pemeriksaan fisik

dengan mencari kelainan kongenital yang tampak dan dikorfirmasi menggunakan

karyotyping genetic. Selain untuk konfirmas, pemeriksaan ini dapat mengetahui

seberapa besar risiko untuk mendapatkan keturunan dengan kelainan yang sama

(Rebecca, 1999).

2.1. 8 Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif

untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down

syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran

maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan

demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup

serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan

28

Page 29: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Walaupun

secara jumlah meningkat, namun penderita down syndrome lebih banyak yang

berprestasi dan hidup lebih lama dibanding orang dengan kehidupan yang lebih

berkecukupan. Dengan kata lain, harapan hidup dan mutu kehidupan para

penderitadown syndrome jauh meningkat beberapa tahun terakini. Perbaikan

kualitas hidup pengidap down sindrom dapat terjadi berkat perawatan kesehatan,

pendekatan pengajaran, serta penanganan yang efektif. Tatalaksana dilakukan

secara komprensif, dapat dibagi menjadi stimulasi dini, tata laksana bedah untuk

koreksi kelainan kongenital, fisioterapi, serta perawatan medis.

2.1.9 Prognosis

Dalam beberapa dekade terakhir terlihat peningkatan angka kehidupan dan

kualitas pasien dengan sindrom down dikarenakan kemajuan teknologi. Five year

survival rate pasien dengan sindrom down mencapai lebih dari 90% dengan angka

perkiraan usia hidup mencapai lebih dari usia 60 tahun. Sebagian anak dapat

berpartisipasi penuh disekolah luar biasa serta ikut dalam kegiatan komunitas

(Christopher, 2014).

2.2 HERNIA

Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah

dari dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas

hernia bawaan atau kongenital dan hernia dapat atau akuisita. Berdasarkan

letaknya, hernia diberi nama sesuai dengan lokasi anatominya, seperti hernia

diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis, dll. Sekitar 75% hernia terjadi di

sekitar lipat paha, beruap hernia inguinal direk, inderik, serta hernia femoralis.

Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia (Sjamsihidajat & Jong, 2010).

Menurut sifatnya, hernia disebut reponibel bila isi hernia dapat keluar

masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring

atau bila didorong masuk perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan

nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke

29

Page 30: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

dalam rongga perut, hernia disebut ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh

perlekatan isi kantong kepada peritoneum kantong hernia, disebut juga hernia

akreta. Masih tidak ada keluhan nyeri, tidak juga tanda sumbatan usus. Hernia

disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit oleh cincin

hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam

rongga perut (Sjamsihidajat & Jong, 2010).

2.2.1 Hernia Skrotalis

Hernia skrotalis disebut juga dengan hernia inguinalis lateralis, menonjol

dari perut di lateral pembuluh epigastrika inferior, dan disebut juga indirek karena

keluar melalui dua pintu dan saluran annulus dan kanalis inguinalis. Pada bayi dan

anak, hernia ini disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya

prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses turunnya testis ke skrotum.

Hernia tergelincir dapat terjadi di sebelah kanan atau kiri. Hernia yang di kanan

biasanya berisi sekum dan sebagian kolon asendens, sedangkan di kiri berisi

sebagian kolon desendens. Pada bayi dan anak, adanya benjolan yang hilang

timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orangtua. Benjolan dapat timbul pada

waktu mengedan, mengangis, ataupun batuk. Penatalaksanaannya harus selalu

dilakukan operasi kecuali ada kontraindikasi (keadaan pasien terlalu lemah untuk

operasi atau risiko operasi terlalu tinggi) (Sjamsihidajat & Jong, 2010).

30

Page 31: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

BAB 3

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien An. RY usia 11

tahun 8 bulan datang bersama orang tuanya ke Poliklinik Anak RSU AWS

Samarinda pada 20 Maret 2015 dengan keluhan utama benjolan yang nyeri pada

skrotum. Diagnosis masuk dan diagnosis kerja pasien ini adalah Sindrom Down

dengan Hernia Skrotalis. Diagnosa diruangan adalah Hernia Skrotalis Reponibel

pada Sindrom Down. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

TEORI KASUS

ANAMNESIS

Menurut sifatnya, hernia

disebut reponibel bila isi hernia

dapat keluar masuk. Usus

keluar ketika berdiri atau

mengedan, dan masuk lagi

ketika berbaring atau bila

didorong masuk perut. Selama

hernia masih reponibel, tidak

ada keluhan nyeri atau gejala

obstruksi usus. Bila isi kantong

tidak dapat direposisi kembali

ke dalam rongga perut, hernia

disebut ireponibel. Masih tidak

ada keluhan nyeri, tidak juga

tanda sumbatan usus. Hernia

disebut hernia inkarserata atau

hernia strangulata bila isinya

terjepit oleh cincin hernia

sehingga isi kantong

Terdapat massa yang awalnya

hilang timbul dan saat ini menetap

Nyeri pada benjolan di kantung

zakar

Massa masih dapat dimasukkan

dengan dorongan

BAB dan BAK dalam batas

normal

Lemas

Demam

Pilek

31

Page 32: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

terperangkap dan tidak dapat

kembali ke dalam rongga perut

(Sjamsihidajat & Jong, 2010).

Mengalami retardasi mental.

Pertumbuhan lambat.

Terkait dengan hamil pada usia

tua.

Riwayat infeksi berulang

Terdapat kelainan kongenital

lainnya

Pasien sekolah di SLB

dengan IQ dibawah 50

Pasien tumbuh lebih lambat

dibandingkan kedua saudara

kandungnya.

Sejak kecil pasien sering

demam, batuk, dan pilek

Ukuran ubun-ubun besar dan

menutup dengan lambat

PEMERIKSAAN FISIK

o (sesuai dengan manifestasi klinis

yang telah dibahas pada bab 2)

oPerawakan pendek, mongolian

face

oBranchichepali, mikrochephali

oEpikantus bilateral, upslanted

fisura palpebral,

oUkuran telinga kecil, letak

rendah, overfolded heliks dan

hipoplasi

oHidung datar

oMakroglosis, scrotal tongue,

ukuran gigi kecil, hipodontia.

oSimian crease, ukuran jari

pendek dan melebar,

klinodaktili. Digiti I dan II pada

kaki jaraknya melebar.

32

Page 33: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

oDistasia rekti

oXerosis

oMikropenis, ukuran testis kecil.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

oPemeriksaan T4 dan TSH untuk

membedakan dengan anak hipotiroid

kongenital

oPemeriksaan darah lengkap

oPemeriksan foto polos abdomen

oPemeriksaan penunjang lain sesuai

kelainan kongenital

o Laboratorium: leukositosis

o Interpretasi dari darah lengkap

terjadi penurunan Hb 9,2 (tanggal

20 Maret 2015) dan setelah

mendapat transfusi PRC Hb

menjadi 13,7 (23 Maret 2015);

peningkatan leukosit.

o Foto polos abdomen.

o Hasil EKG dalam batas normal

DIAGNOSIS

Hernia Skrotalis Reponibel

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pencitraan

Sindrom Down

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Penunjang

Massa yang masih dapat kembali

dengan dorongan

Bising usus (+), transiluminasi

(-)

Foto polos abdomen masih

dalam batas normal, belum

terjadi perforasi

Riwayat SLB, keterlambatan

tumbuh kembang.

Riwayat terapi

Pemeriksaan fisik yang khas

33

Page 34: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

pada pasien syndrome down

Belum dilakukan pemeriksaan

T4 dan TSH

Belum dilakukan pemeriksaan

genetik

PENATALAKSANAAN

Tatalaksana dilakukan secara

komprensif, dapat dibagi menjadi

stimulasi dini, tata laksana bedah untuk

koreksi kelainan kongenital,

fisioterapi, serta perawatan medis.

Pemberian cairan dan nutrisi yang

adekuat.

Tatalaksana hernia skrotalis dengan

pembedahan.

1. IVFD D5 ½ NS 8 tpm

2. Paracetamol Syr 3 x 1 ½ cth

3. Inj. Ceftriaxone 2 x 800 mg

4. Koreksi kelainan kongential

dengan tindakan bedah yaitu

ligasi dilakukan oleh TS Sp. BA

DAFTAR PUSTAKA

34

Page 35: Tutorial Anak Hernia - Down Syndrome 2015

Adkinson R.L & Brown M.D. (2007). Disorders of gender differentiation and

sexual development in Elsevier’s ntegrated Genetics, p 17-20.

Chirstopher, W. (2014). Role of the Family hysician in the Care of Children with

Down Syndrome. Am Fam Physician, 90 (12), 821-858.

David, S. (2000). Down Syndrome: Prenatal Risk Assesment and Diagnosis. Am

Fam Physician, 62(4), 825-832.

Graves, J. C. (2002). Maternal Serum Triple Analyte Screening in Pregnancy. Am

Fam Physician, 65(9), 915-921.

Harold, C. (2014). Down Syndromes. Di akses tanggal 26/5/2015 dari

http://emedicine.medscape.com/article/943216-overview.

IDAI. (2009). Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:

IDAI.

Kementerian Kesehatan RI Indonesia. (2012). Pedoman Skrining Hipotiroid

Kongenital.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Standar Antropometri Penilaian Status Gizi

Anak. Keputusan Menteri Kesehatan RI, 5-20.

Meadow, R. & Newell, S. (2005). Sindrom Down. Lecture Notes Pediatrika.

Jakarta: EMS.

NDDS. (nd). What is Down Syndrome ? Diakses tanggal 26/3/2015 dari

http://www.ndss.org/Down-Syndrome/What-Is-Down-Syndrome/.

Rebecca, B. (1999). Primary Care of Infants and Young Children with Down

Syndrome. Am Fam Physician, 59 (2), 381-390.

Saharso, Darto. (2008). Sindrom Down. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu

Kesehatan Anak. Surabaya: Universitas Airlangga.

Sjamsihidajat, R & Jong, D. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Hernia Inguinalis.

Jakarta: EGC.

Suryo. (2010). Abnormalitas Akibat Kelainan Kromosom. Genetika Manusia.

Gadjah Mada University Press, 253-265

35