Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

32
Laporan Kasus Tonsilektomi Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani KepaniteraanKlinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Unsyiah –RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Disusun Oleh: NURIL ANNISSA NIM. 0807101010104 Pembimbing: dr. Novina R., Sp.THT-KL \

description

referat THT, preskas sebenarnya ini (Mei 2014)

Transcript of Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Page 1: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Laporan Kasus

Tonsilektomi

Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani KepaniteraanKlinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL

Fakultas Kedokteran Unsyiah –RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:

NURIL ANNISSA

NIM. 0807101010104

Pembimbing:

dr. Novina R., Sp.THT-KL

\

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAHKUALA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2014

Page 2: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tentang Tonsilektomi.

Salawat dan salam juga penulis haturkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah

membawa kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan.

Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada pembimbing, dr. Novina

R., Sp.THT-KL yang telah meluangkan waktunya sehingga referat ini dapat selesai disusun.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam

penyelesaian tinjauan kepustakaan ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tinjauan

kepustakaan ini masih jauh dari kesempurnaan dan penulis mengharapkan kritik beserta saran

untuk perbaikan tinjauan kepustakaan ini.Akhir kata penulis berharap tinjauan kepustakaan ini

dapat berguna bagi kita semua.

Banda Aceh, Mei 2014

Nuril Annissa

Page 3: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

BAB I LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Cut Nurul Faizah

Umur : 8 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Punge Blang Cut, Banda Aceh

No CM : 957589

Tgl lahir : 31 Juli 2005

BB : 16 kg

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Nyeri menelan

Keluhan Tambahan :

Mendengkur, sulit menelan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri saat menelan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul. Keluhan dirasakan saat cuaca dingin ataupun saat cuaca sedang panas. Rasa nyeri membuat pasien sulit untuk makan. Ibu pasien mengatakan amandel os makin lama makin membesar dan tenggorokan yang berwarna merah. Os juga mendengkur saat tidur sejak 3 bulan yang lalu. Terbangun karena sesak nafas (-). Os juga sering mengalami demam. Demam yang dirasakan hilang timbul.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Os didiagnosa menderita sakit jantung sejak usia 3 bulan oleh dokter spesialis jantung anak. Os di bawa ke dokter jantung anak karena sulit menghisap ASI

Saat berumur 2 tahun os pernah biru saat sedang menangis kuat

Page 4: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Os sering di rawat di RS karena mencret dan demam

Riwayat Pemakaian Obat :

Os rutin mengkonsumsi obat untuk jantung seperti lasix, furosemid, captopril dan digoksin

Dalam 1 bulan terakhir os rutin kontrol ke Poli THT dan diberikan Amoksisilin serta Paracetamol

Riwayat Kehamilan :

Selama hamil, ibu melakukan ANC sebanyak 2x ke bidan, riw. Trauma(-), demam (-). Ibu juga merasakan mual dan muntah yg berat serta merasa lemas. Hal ini berbeda pada kehamilan sebelumnya

Riwayat Kelahiran :

Os lahir secara normal dengan BBL 3000 gr. Os merupakan anak ke-2. Riwayat biru saat lahir (-). Os menangis kuat saat lahir

Riwayat Imunisasi :

imunisasi dasar lengkap

Riwayat Pemberian makanan:

ASI non eksklusif sejak bayi

III. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos mentis

- Heart Rate : 96 x/menit

- Suhu : 36,4oC

- Pernafasan : 26 x/menit

Kulit

Page 5: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Warna : kuning langsat

Turgor : Kembali cepat

Sianosis (perifer/sentral) : (-)

Oedema : (-)

Ikterus : (-)

Kepala

Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata,sukardicabut.

Wajah : Simetris, oedema (-), deformitas (-)

Mata : Conjunctiva palpebra inferior pucat (-/-), Sklera ikterik

(-/-), sekret (-

/-), mata cekung(-)

Telinga :

Preaurikuler : Auricular sign (-), tragus sign (-), pembesaran KGB (-)

Auricula Dextra Sinistra :

- CAE lapang, laserasi (-), hiperemis (-)

- Serumen minimal

- Sekret (-)

- Membrana timpani utuh, reflek cahaya (+), gambaran cairan di belakang MT (-),

hiperemis (-)

Hidung (rhinoskopi anterior) :

- NCH (-)

- Mukosa merah muda, hiperemis (-)

- Sekret (-), darah (-)

- Konka inferior hipertrofi (-), udem (-)

- Septum nasi deviasi (-)

- Pasase udara (+), obstruksi (-)

Mulut dan orofaring

Bibir : Bibir pucat (-), mukosa basah (+), sianosis (-)

Lidah : Tremor (-), hiperemis (-)

Palatum : mukosa merah muda, massa (-)

Tonsil : Hiperemis (+/+ ) T4 – T3 , Kripta melebar (+), Detritus (+) Sikatrik (-)

Dinding faring posterior : sulit dinilai

Page 6: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Laring

Laringoskopi indirek : sulit dinilai, pasien tidak kooperatif

Maksilofasial

Simetri (+), Parese N.Kranialis (-) Massa (-) Hematom (-) Kesan down syndrome (+)

Leher

Inspeksi : Simetris, retraksi ( - ) Pembesaran KGB (-)

Page 7: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Thorax

Inspeksi

Bentuk dan Gerak : kesan simetris

Tipe pernapasan : Thorako-abdominal

Retraksi : (-)

Palpasi

Stem Premitus Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Normal Normal

Lap. Paru tengah Normal Normal

Lap. Paru bawah Normal Normal

Perkusi

Perkusi Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Sonor Sonor

Lap. Paru tengah Sonor Sonor

Lap. Paru bawah Sonor Sonor

Auskultasi

Suara Pokok Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru Tengah Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler

Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Rh (-/-), Wh (-/-) Rh (-/-), Wh (-/-)

Lap. Paru Tengah Rh (-/-), Wh (-/-) Rh (-/-), Wh (-/-)

Lap. Paru bawah Rh (-/-), Wh (-/-) Rh (-/-), Wh (-/-)

Jantung

Page 8: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba

Perkusi : Batas-batas jantung sulit dinilai, pasien tidak kooperatif

Auskultasi : BJ I > BJ II , bising sistolik (+)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, distensi ( - ), vena kolateral ( - )

Palpasi : Nyeri Tekan ( - ), defans muscular ( - )

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : Ballotement tidak teraba

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Peristaltik (normal)

Genetalia & Anus : dalam batas normal

Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianosis - - - -

Oedema - - - -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG- Pemeriksaan Laboratorium Darah (30 April 2014) :

Page 9: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Hb: 15,1 Ht: 42% Leu: 8,6 Erit: 5,0 Trom: 17,6 LED: 25 CT/BT: 2’/7’ Diftell: 1/0/3/47/43/6 SGOT/SGPT: 31/16 Ur/Cr: 37/0,8 KGDS: 106

- Foto X-Ray Thorax

Kesimpulan : Cord an Pulmo dalam batas normal

- Konsul bagian Anak : Saat ini tidak dijumpai kelainan pulmonal. Dijumpai kelainan cardiac. Saran dari cardiolog agar dapat di pertimbangkan pemberian cairan durante operasi (untuk tonsilektomi).

- Konsul bagian Anestesi :

Page 10: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Pada prinsipnya kami akan membantu tindakan anestesi pasien ini dengan ASA 3. Mohon:

Konfirmasi dengan echocardiografi Inform consent Puasa Back up PICU

- Konsul bagian Jantung Anak :Mengenai os ini yang direncakana tonsilektomi dengan GA dari kami sarankan pertimbangkan pemberian cairan durante operasi Echocardiography (28 April 2014) :

VSD DCSA 6 mm ASD (-), BDA Kesimpulan: VSD DCSA, Pulmonal Hypertension (+)

V. DIAGNOSATonsilitis kronis.

VI. TATA LAKSANATonsilektomi menjadi pilihan terapi pada pasien ini. Berikut laporan operasinya :

- Pasien dalam posisi supine dalam anestesi general.

- Dilakukan tindakan a dan antiseptic pada daerah mulut dan sekitar.

- Tonsil kanan dan kiri dibebaskan dari fossa tonsilaris dengan menggunakan alat Starium.

- Kemudian dilakukan kuratase adenoid.

- Operasi selesai.

Instruksi pasca operasi :

- Awasi tanda vital dan perdarahan.

- Co-amoxyclav syrup 3 x cth II

- Proris syrup 3 x cth II

- Diet lunak bertahap. Tidak boleh hangat/panas.

- Hari 1 -2 : diet cair dingin.

- Hari 3-4 : diet lunak.

- Hari 5 dan seterusnya : diet biasa.

Page 11: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

VII. PROGNOSISQuo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad functionam : dubia ad bonamQuo ad sanactionam : dubia ad bonam

Page 12: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

BAB II

DISKUSI KASUS

Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil palatina baik unilateral maupun bilateral.

Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang

dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.2 Adapun pengertian lain yang menyebutkan bahwa

tonsilektomi adalah pembedahan eksisi tonsil palatina untuk mencegah tonsilitis yang berulang.

Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti

tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang

tinggi dari operator dalam pelaksanaannya.Di AS karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi

digolongkan pada operasi mayor.Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena

durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit.

Tonsilektomi pertama kali diperkenalkan 2000 tahun yang lalu oleh Celcus dengan cara

diseksi digital radikal.Menjerat dan menggunting tonsil (tonsilektomi) diperkenalkan sekitar abad 19,

begitu juga alat pengungkit tonsil (tonsil elevator). Pada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah

dilakukan 1 sampai 2 juta tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya setiap tahunnya di

Amerika Serikat.3 Pada saat itu tonsilektomi dilakukan dengan anestesi lokal dan pasien dalam

keadaan duduk. Namun dari waktu ke waktu angka ini mengalami penurunan, diperkirakan 278.000

anak-anak dibawah 15 tahun dilakukan tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi. Di Indonesia,

data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun,

data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 1999-2003 menunjukkan kecenderungan penurunan

jumlah operasi tonsilektomi.4 Sedangkan data dari rumah sakit Fatmawati dalam 2002-2004

menunjukkan kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi

tonsiloadenoidektomi.5

Anatomi dan Fisiologi Tonsil

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.Tonsil berbentuk oval

dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam

jaringan tonsil.Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring

yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal.Walaupun

tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring

sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang

Page 13: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

ditemukan.Arah perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering

menyebabkan sering terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas.

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri

maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2)

arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan

cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden.Kutub bawah tonsil bagian anterior

diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara

kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris.Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri

faringeal asenden dan arteri palatina desenden.Aliran balik melalui vena-vena tonsil membentuk

pleksus yang bergabung dengan pleksus faring disekitar kapsul tonsil dan vena lidah.

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda

(deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke

kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah

bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal)

dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

A. Tonsil Palatina

Tonsil palatina merupakan suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsilaris

diantara sudut orofaring antara arcus faring anterior dan arcus faring posterior. Tonsil palatina tidak

selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsilar.

Tonsil palatina terletak di lateral orofaring dibatasi oleh :

Lateral : muskulus konstriktor faring superior

Anterior : muskulus palatoglossus

Posterior : muskulus palatofaringeus

Superior : palatum molle

Inferior : tonsil lingual

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau

kripti tonsila.Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang

kriptus.Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik

difus.Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh

tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.Noduli sering saling menyatu dan umumnya

memperlihatkan pusat germinal.

Page 14: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

B. Tonsil Faringeal (adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama

dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen

terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya.Lobus ini tersusun mengelilingi

daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.Adenoid tidak

mempunyai kriptus.Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring.Jaringan adenoid di nasofaring

terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan

orifisium tuba eustachius.Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya

adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi dan

menghilang pada umur 14 tahun.

C. Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika.

Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang

terbentuk oleh papilla sirkumvalata.

Jenis Teknik Tonsilektomi

Ada beberapa teknik untuk melakukan tonsilektomi. Pada dasarnya, teknik-teknik ini memiliki

prinsip yang sama, hanya alat yang digunakan dan cara mengatasi komplikasi yang berbeda. Teknik-

teknik yang biasa digunakan untuk melakukan tonsilektomi, antara lain:

1. Cara Guillotine Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia,

sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara

maju cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini hanya digunakan pada anak-anak

dalam anestesi umum.

Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan pasien.

Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut. Lidah

ditekan dengan spatula.

Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri.

Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil

dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan

sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.

Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.

Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan bantuan jari,

tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar. Perdarahan ditangani.

Page 15: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

2. Cara diseksi Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909).  Cara ini digunakan pada

pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Teknik :

Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit ekstensi.

Posisi operator di proksimal pasien.

Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.

Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial

Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari fosanya secara

tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat.

Perdarahan ditangani.

3. Cryogenic tonsillectomy   Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan cara cryosurgery

yaitu proses pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai

adalah freon dan cairan nitrogen.

4. Electrosterilization of tonsil Merupakan suatu pembedahan dengan cara koagulasi listrik pada

jaringan tonsil (bedah listrik). Alat yang biasanya digunakan adalah monopolar blade, monopolar

suction, dan monopolar/bipolar diathermy. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi

elektromagnetik (energi radiofrekuensi) untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio

yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0.1 hingga 4 MHz. Penggunaan

gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. Pada

teknik ini elektroda tidak menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk karena adanya aliran baru

yang dibuat dari teknik ini. Teknik ini menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam

jalur listrik (electrical pathway). Tenaga listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W untuk

memotong, menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik yang

dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase dalam satu prosedur. Dapat pula digunakan

sebagai tambahan pada prosedur operasi lain.

Indikasi Tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif

dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi

tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan

hipertrofi tonsil.3 Indikasi tonsilektomi dibagi atas 2 kategori berdasarkan America Academy of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS), indikasi absolut dan indikasi relatif.

Page 16: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Indikasi absolut

a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan

komplikasi kardiopulmoner.

b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase.

c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.

d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi.

Indikasi relatif

a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat.

b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis.

c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian

antibiotik β-laktamase resisten.

d) Perbesaran tonsil unilateral yang diduga keganasan

Pada keadaan tertentu seperti pada keadaan abses peritonsil (quincy), tonsilektomi dapat dilakukan

bersamaan dengan insisi abses.

Kontraindikasi

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi atau keadaan dimana operasi

tonsilektomi sulit untuk dilakukan pada pasien tersebut, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi

dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut

adalah:

Gangguan perdarahan

Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

Anemia

Infeksi akut yang berat

Pada pasien ini, meski dengan penyakit jantung bawaan yang membuat teknik anestesi menjadi rumit

dengan pulmonal hypertensionnya, kondisi sang pasien sudah memenuhi kriteria absolut; di mana ia

mulai menunjukkan pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia, serta

gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner. Dengan kondisi tanpa tonsillitis saja, pasien sudah

Page 17: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

bermasalah dengan perfusi Oksigennya dikarenakan kondisi Ventricle Septal Defect-nya, apalagi jika

dengan obstruksi jalan nafas yang akan membuat asupan Oksigen menjadi lebih sedikit.

Persiapan Praoperasi

Keputusan untuk melakukan operasi tonsilektomi pada seorang pasien terletak di tangan dokter

ahli di bidang ini, yaitu dokter spesialis telinga, hidung dan tenggorok (THT).Mengingat tonsilektomi

umumnya dilakukan di bawah anestesi umum, maka kondisi kesehatan pasien terlebih dahulu harus

dievaluasi untuk menyatakan kelayakannya menjalani operasi tersebut. Karena sebagian besar pasien

yang menjalani tonsilektomi adalah anak-anak dan sisanya orang dewasa, diperlukan keterlibatan dan

kerjasama dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam untuk memberikan penilaian

preoperasi terhadap pasien.6 Konsultasi ini dapat dilakukan baik oleh dokter spesialis THT maupun

spesialis anestesi. Penilaian preoperasi secara umum terdiri dari penilaian klinis yang diperoleh dari

anamsesis, rekam medik dan pemeriksaan fisik.Penilaian laboratoris dan radiologik kadang

dibutuhkan.Sampai saat ini masih terdapat perbedaan baik di kalangan klinisi maupun institusi pelayanan

kesehatan dalam memilih pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan secara rutin atau atas indikasi

tertentu.Hal ini memiliki dampak pada keselamatan pasien selain meningkatnya biaya kesehatan yang

harus dikeluarkan pasien, pemerintah atau pihak ketiga.

Pada pasien ini, dengan segala pertimbangan yang sudah disebutkan, operasi tetap dijalankan

dengan persiapan maintenance cairan ketat durante operasi oleh tim anestesi, terutama dengan kondisi

pulmonal hypertensionnya.

Page 18: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome
Page 19: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

Informed consent perlu diberikan pada pasien sehubung dengan tindakan, komplikasi, dan risiko

yang potensial dialami oleh pasien.Selain itu puasa harus dilakukan sebelum operasi.Lamanya puasa

tergantung pada umur pasien.

Perawatan Postoperasi

Antibiotika postoperasi diberikan oleh kebanyakan dokter bedah. Sebuah studi randomized oleh

Grandis dkk. Menyatakan terdapat hubungan antara berkurangnya nyeri dan bau mulut pada pasien yang

diberikan antibiotika postoperasi.Antibiotika yang dipilih haruslah antibiotika yang aktif terhadap flora

rongga mulut, biasanya penisilin yang diberikan per oral.Pasien yang menjalani tonsilektomi untuk

infeksi akut atau abses peritonsil atau memiliki riwayat faringitis berulang akibat streptokokus harus

diterapi dengan antibiotika.Penggunaan antibiotika profilaksis perioperatif harus dilakukan secara rutin

pada pasien dengan kelainan jantung.

Pemberian obat antinyeri berdasarkan keperluan, bagaimanapun juga, analgesia yang berlebihan

bisa menyebabkan berkurangnya intake oral karena letargi.Selain itu juga bisa menyebabkan

bertambahnya pembengkakan di faring.Sebelum operasi, pasien harus dimotivasi untuk minum

secepatnya setelah operasi selesai untuk mengurangi keluhan pembengkakan faring dan pada akhinya rasa

nyeri.

Dalam hal ini terjadi kontroversi mengenai diet. Belum ada bukti ilmiah yang secara jelas

menyatakan bahwa memberikan pasien diet biasa akan menyebabkan perdarahan postoperatif.

Bagaimanapun juga, pemberian cairan secara rutin saat pasien bangun dan secara bertahap pindah ke

makanan lunak merupakan standar perawatan.

Pada pasien ini, diet lunak diberikan secara bertahap. Makanan hangat dan panas dihindari sebab

khawatir perdarahan muncul kembali dikarenakan vasodilatasi terangsang untuk terjadi dan lebih rentan

Page 20: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

untuk rupture/ perdarahan kembali. Diet dingin cair diberikan justru untuk tujuan sebaliknya;

vasokontriksi sehingga perdarahan semakin tidak terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian diet

lunak untuk tahapan menuju diet biasa 5 hari pasca operasi. Seharusnya, dengan obstruksi tidak ada lagi,

sulit menelan atau disfagia sudah tidak akan ditemui lagi, seperti pada pasien ini. Bahkan dalam kasus

pasien ini, pasca operasi, meski sempat dipantau 1x24 jam di Perinatal Intensive Care Unit, pasien

menunjukkan kondisi yang baik dan langsung diperbolehkan pulang dengan catatan perkara diet dijaga

seperti yang sudah ditentukan.

Komplikasi

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi umum maupun lokal,

sehingga komplikasi yang ditimbulkannya merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi.

Sekitar 1:15.000 pasien yang menjalani tonsilektomi meninggal baik akibat perdarahan maupun

komplikasi anestesi dalam 5-7 hari setelah operasi.7

1) Komplikasi anestesi

Komplikasi terkait anestesi terjadi pada 1:10.000 pasien yang menjalani tonsilektomi dan

adenoidektomi (brookwood ent associates).Komplikasi ini terkait dengan keadaan status kesehatan

pasien. Adapun komplikasi yang dapat ditemukan berupa:8,9

o Laringospasme

o Gelisah pasca operasi

o Mual muntah

o Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

o Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hippotensi dan henti jantung

o Hipersensitif terhadap obat anestesi

2) Komplikasi bedah10

Perdarahan Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1% dari jumlah kasus).11Perdarahan dapat

terjadi selama operasi, segera sesudah operasi atau di rumah. Kematian akibat perdarahan terjadi

pada 1:35.000 pasien. Sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena masalah perdarahan dan

dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah. Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam

pertama dikenal sebagai early bleeding, perdarahan primer atau “reactionary haemorrage”

dengan kemungkinan penyebabnya adalah hemostasis yang tidak adekuat selama operasi.

Umumnya terjadi dalam 8 jam pertama. Perdarahan primer ini sangat berbahaya, karena terjadi

Page 21: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

sewaktu pasien masih dalam pengaruh anestesi dan refleks batuk belum sempurna. Darah dapat

menyumbat jalan napas sehingga terjadi asfiksia. Perdarahan dapat menyebabkan keadaan

hipovolemik bahkan syok. Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam disebut dengan late/delayed

bleeding atau perdarahan sekunder. Umumnya terjadi pada hari ke 5-10 pascabedah. Perdarahan

sekunder ini jarang terjadi, hanya sekitar 1%. Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti,

bisa karena infeksi sekunder pada fosa tonsilar yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah

dan perdarahan dan trauma makanan yang keras.

Nyeri Nyeri pascaoperasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus

atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri

berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi. Nyeri

tenggorok muncul pada hampir semua pasien pascatonsilektomi. Penggunaan elektrokauter

menimbulkan nyeri lebih berat dibandingkan teknik “cold” diseksi dan teknik jerat. Nyeri

pascabedah bisa dikontrol dengan pemberian analgesik. Jika pasien mengalami nyeri saat

menelan, maka akan terdapat kesulitan dalam asupan oral yang meningkatkan risiko terjadinya

dehidrasi. Bila hal ini tidak dapat ditangani di rumah, perawatan di rumah sakit untuk pemberian

cairan intravena dibutuhkan.

3) Komplikasi lain

Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000), aspirasi, otalgia,

pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi di bibir, lidah, gigi dan

pneumonia.

Pada pasien ini, komplikasi yang terjadi kebanyakan hanya komplikasi anestesi berupa mual

muntah dan gelisah pasca operasi. Namun dengan kondisi bawaan berupa VSD dan PH, meskipun

pasien tidak begitu sesak atau menunjukkan tanda-tanda corpulmonal memburuk, pasien tetap

dipantau selama 1 x24 jam setelah operasi.

Page 22: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

BAB III

KESIMPULAN

Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil palatina baik unilateral maupun bilateral.

Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang

dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.2 Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering

dilakukan dalam sejarah operasi.

Dari pembahasan yang telah dilakukan mengenai tonsilektomi, telah dikatakan banyak sekali

kontroversi yang dilaporkan mengenai tonsilektomi.Hal ini dikarenakan pelaksanaan tonsilektomi dalam

jumlah yang tidak tepat (seharusnya) pada anak-anak pada tahun-tahun yang lalu.Besarnya jumlah ini

karena keyakinan para dokter dan orangtua tentang keuntungan tonsilektomi dan bukan berdasarkan bukti

ilmiah atau studi klinis.Sering kali pembesaran tonsil jarang merupakan indikasi untuk pengangkatan

tonsil. Kebanyakan anak-anak mempunyai tonsil yang besar, yang ukurannya akan menurun sejalan

dengan pertumbuhan usia.Saat ini walau jumlah operasi tonsilektomi telah mengalami penurunan

bermakna, namun masih menjadi operasi yang paling sering dilakukan. Sehingga American Academy of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery telah mengeluarkan rekomendasi resmi mengenai tindakan

tonsilektomi yang merupakan kesepakatan para ahli.Berdasarkan indikasi dan kontraindikasi serta

mempertimbangkan komplikasi yang dapat terjadi, diharapkan dokter spesialis THT yang melakukan

tonsilektomi dapat lebih selektif dalam memilih pasien.

Page 23: Tonsilektomi pada VSD + PH + Down Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Eibling DE. Tonsillectomy. In: Myers EN, editor. Operative Otolaryngology Head and Neck

Surgery. Philadelphia: WB Saunders Company 1997.p.186-97

2. Bailey BJ. Tonsillectomy. In: Bailey BJ, Calhour KH, Friedman NR, Newlands SD, Vrabec JT,

editors. Atlas of Head and Neck Surgery- Otolaryngology. Philadelphia:Lippincott Williams &

Wilkins 2001.2nd edition.p.327-2- 327-6

3. Younis RT, Lazar RH. History and current practice of tonsillectomy. Laryngoscope 2002;112:3-5

4. Data operasi Tonsiloadenoidektomi tahun 1999-2003 Bagian THT FKUI-RSUPNCM.

5. Data operasi Tonsiloadenoidektomi tahun 2002-2004 RS Fatmawati.

6. Rahardjo E, Sunatrio H, Mustafa I, Umbas R, Thayeb U, Windiastuti E, dkk. Persiapan rutin

prabedah elektif. HTA Indonesia 2003

7. Frey RJ. Gale Encyclopedia of Medicine. Published December, 2002 by the Gale Group

8. Ferrari LR, Vassalo SA. Anesthesia for otolaryngology procedures. In: Cote CJ, Todres ID, Ryan JF,

Goudsouzian NG, editors. A Practice of anesthesia for infants and children. Philadelphia: WB

Saunders Company 2001. 3rd ed.p.461-67.

9. Joseph MM. Anesthesia for ear, nose, and throat surgery. In: Longnecker DE, Tinker JH, Morgan

GE,editors. Principles and practice of anesthesiology. London: Mosby 1998.2nd ed.p.2208-10.

10. Adams GL,Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Adams GL,Boies buku ajar penyakit

THT,Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC edisi 6, 2008 : 337-40

11. Randal DA, Hoffer ME. Complication of tonsillectomy and adenoidectomy. Otolaryngol Head Neck

Surg 1998;118:61-8