Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

47
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat – Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Anestesi Umum pada Ekstirpasi Fiboadenoma Mamae”. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada : 1. dr. Dublianus, Sp.An, dr. Evita, Sp.An dan dr Tati, Sp.An yang telah membimbing dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun laporan kasus ini. 2. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di Kamar Operasi RSU Kota Cilegon, terutama kepada seluruh penata anestesi yang telah membantu kami selama menjalankan kepaniteraan. 3. Semua pihak yang telah membantu penulisan laporan kasus ini. Kami menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman, walaupun demikian kami telah berusaha sebaik mungkin. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaannya. Cilegon, Januari 2013 Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 1

Transcript of Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

Page 1: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat – Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang

berjudul “Anestesi Umum pada Ekstirpasi Fiboadenoma Mamae”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Dublianus, Sp.An, dr. Evita, Sp.An dan dr Tati, Sp.An yang telah membimbing

dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun laporan

kasus ini.

2. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di Kamar Operasi RSU Kota Cilegon,

terutama kepada seluruh penata anestesi yang telah membantu kami selama

menjalankan kepaniteraan.

3. Semua pihak yang telah membantu penulisan laporan kasus ini.

Kami menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena

keterbatasan kemampuan serta pengalaman, walaupun demikian kami telah berusaha sebaik

mungkin. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna

kesempurnaannya.

Cilegon, Januari 2013

Penyusun

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 1

Page 2: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................................................

Kata Pengantar ...........................................................................................................................i

Daftar Isi ...................................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................1

BAB II. LAPORAN KASUS ...................................................................................................2

BAB III. LAPORAN ANESTESI .............................................................................................6

BAB IV. ANALISA KASUS ..................................................................................................11

BAB V. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................14

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................38

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 2

Page 3: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan

meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,

pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan

penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang

meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.

Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu tindakan

menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu

keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya

sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesi

umum, lainnya dengan anestesi lokal/regional.

Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa

tahap pesiapan yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi

dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.

Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan keberhasilan

suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi

riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik,

obat-obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan kemungkinan-

kemungkinan yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi yang

mungkin timbul pada pasca anestesi.

Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang

dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan

pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan

sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi.

BAB II

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 3

Page 4: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. AD

Usia : 16 tahun

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum menikah

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Perumnas Blok B1 No.4 Cibeber

Tanggal Masuk RS : 08 Januari 2013

II. Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh terasa adanya benjolan

ditenggorokannya sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengeluh benjolan

ditenggorokannya terasa makin lama makin membesar. Pasien juga merasa sulit

menelan dan mendengkur di malam hari ketika tidur.

Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat asma, alergi terhadap makanan,

maupun alergi terhadap obat-obatan. Pasien juga tidak memiliki penyakit hipertensi,

diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit gastritis, dan juga

riwayat batuk yang lama. Namun pasien mengatakan bahwa ibunya memiliki penyakit

kencing manis dan ayahnya memiliki penyakit darah tinggi. Pasien juga mangaku

tidak punya gigi palsu dan tidak ada gigi yang goyang. Pasien tidak memiliki riwayat

operasi sebelumnya.

Pasien juga tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol,

mengkonsumsi obat-obatan. Pasien mengaku gemar mengkonsumsi bakso, mie ayam,

minuman soda, dan minuman kaleng.

Sebelum operasi pasien sudah menjalani puasa selama 9 jam. Selama itu

selang infus telah terpasang pada tangan kanan pasien.

1. Pemeriksaan Fisik

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 4

Page 5: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Berat badan : 40 kg

Tinggi badan : 150cm

BMI : 30,2 (overweight)

Tanda tanda vital

Tekanan darah: 120/80 mmhg

Nadi : 96 x/menit

Suhu : 36,8 C

Pernafasan : 20 x/menit

Status Generalis

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,

refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)

Hidung : Simetris, liang hidung lapang, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : Simetris, liang telinga lapang, MT intak +/+, sekret -/-

Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), bau pernafasan (-),

gerak sendi temporo mandibula baik

Gigi geligi : Gigi palsu (-), gigi goyag (-), gigi depan menonjol (-)

Rongga mulut : Terlihat palatum mole dan durum, terlihat tonsil dan uvula

(Mallampati I), oral hygiene baik.

Leher : Leher pendek (-), gerak vertebra servikal baik, KGB tidak teraba

membesar, JVP 5+1cm H2O

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 5

Page 6: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

Thorax : Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris

Cor : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Vocal fremitus simetris, sonor +/+ Suara nafas vesikuler normal,

Ronki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : datar, simetris, teraba supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.

Ekstremitas : Akral hangat (+) Edema (–)

2. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

o Hb : 12,4 gr/dl

o Ht : 38,1 %

o Leukosit : 7830 /uL

o Trombosit : 293000 /uL

o LED : 45 mm/jam

o Gula sewaktu : 98 mg/dl

o SGOT : 17 u/L

o SGPT : 16 u/L

o Ureum : 14 mg/dl

o Kreatinin : 0,7

o HBsAg : Non reaktif

o Anti HIV : Non reaktif

3. PS ASA 1

RESUMESeorang anak perempuan umur 16 tahun, datang dengan keluhan benjolan di tenggorokannya yang sudah sekitar 2 tahun. Karena sering kambuh, dokter menganjurkan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Pemeriksaan fisik didapatkan

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 6

Page 7: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi dan pernapasan dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan.

DIAGNOSA KERJA

Tonsilitis Kronis

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan:

Diagnosa perioperatif:

Status operatif : ASA I

Jenis operasi: Tonsilektomi

Jenis anestesi: General Anestesi

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 7

Page 8: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

BAB III

LAPORAN ANESTESI

A. Pre Operatif

Informed Consent (+)

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 100 x/menit

RR : 20 x/menit

Terpasang infus di tangan kanan RL 500cc

B. Monitoring Tindakan Operasi :

Jam Tindakan Tekanan

Darah

(mmHg)

Nadi

(x/menit)

Saturasi

O2 (%)

08.45 - Pasien masuk ke kamar operasi,

dan dipindahkan ke meja operasi

Pemasangan monitoring tekanan

darah, nadi, saturasi O2

Infus RL terpasang pada tangan

kanan

Pemberian premedikasi:

Ondansentron 4mg iv bolus

131/80 102 100

08.55 Obat induksi dimasukkan secara

iv:

o Propofol 100mg

o Fentanyl 100µg

Dalam beberapa saat pasien

teranestesi penuh

Dilakukan tindakan face mask

dengan sungkup no.3, dan

116/74 108 100

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 8

Page 9: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

diberikan:

o O2 : 2L/menit

o N2O : 2L/menit

o Isoflurane : 1,5 vol%

Pernafasan spontan (08.58)

09.00 Dilakukan tindakan pemasangan

Nasal tube no 26

Kedua mata pasien diberikan

ophtalmic ointment kemudian

ditutup dengan menggunakan

kasa

Dan ditutup dengan menggunakan

kassa.

107/61 83 99

09.05 Operasi dimulai

Kondisi terkontrol

104/58 78 100

09.10 Kondisi terkontrol

Dilakukan skin test antibiotik

ceftriaxone pada lengan bawah

kanan

127/71 92 100

09.15 Hasil skin test (-), diberikan

ceftriaxone 1gr iv bolus

125/70 90 100

09.20-

09.35

Kondisi terkontrol 120/75 89 95

09.40 Kondisi terkontrol

Diberikan ketorolac 30mg iv

bolus

121/67 88 100

09.45 Kondisi terkontrol

Penggantian cairan infus RL

500cc

Diberikan tramadol 100mg iv drip

110/64 72 99

09.55 Operasi selesai

Gas N2O distop, gas O2

116/64 77 99

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 9

Page 10: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

dinaikkan menjadi 5 vol % dan

isoflurane dimatikan

Pemberian pronalges supp 100mg

10.00 Pelepasan nasal tube

Pemasangan face mask, kondisi

stabil, pelepasan face mask

Gas 02 distop

Pelepasan alat monitoring

Pasien dapat dibangunkan

113/63 80 100

10.05 Pasien dipindahkan ke ruang

Recovery room

Dilakukan pemasangan alat

monitoring

129/94 98 99

INTRAOPERATIF (09 Januari 2012)

Tindakan Operasi : Tonsilektomi

Tindakan Anestesi: Anestesi umum

Lama Operasi : 50 menit (09.05-09.55)

Lama Anestesi : 60 menit (08.55 – 10.05)

Jenis Anestesi : General anestesi dengan teknik “Semi Close Circuit System

dengan NTT no 26” menggunakan O2 2L/mnt, N2O 2L/mnt,

dan Isoflurane 1,5 Vol %

Posisi : Supine

Pernafasan : Spontan

Infus : Ringer laktat pada tangan kanan 500cc

Premedikasi : Ondansentron 4mg i.v

Induksi : - Propofol 100mg i.v

Rumatan : - O2 2L/menit

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 10

Page 11: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

- N2O 2L/menit

- Isoflurane 1,5 Vol %

Medikasi : - Fentanyl 100µg i.v

- Ceftrixone 1gr i.v

- Ketorolac 30mg i.v

- Tramadol 100mg i.v

- Noveron 15mg i.v

Intubasi : -Laringoskop grade 1

- Nasal Tube no 26 cuff (+)

Cairan : Cairan Masuk : RL 1000cc, cairan keluar tidak dapat

dimonitoring karena tidak dilakukan pemasangan kateter

IV. POST OPERATIF

- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke kamar Aster

- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal

Kesadaran: compos mentis

TD: 120/80 mmHg

Nadi: 80x/min

- RL 500 mL/ 8 jam

Penilaian pemulihan kesadaran

Tabel . Variabel Skor Lockharte/Aldrete

Variabel Tem SkorSkor

Pasien

Aktivitas Gerak ke-4 anggota gerak atas perintah

Gerak ke-2 anggota gerak atas perintah

2

1

2

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 11

Page 12: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

Tidak respon 0

Respirasi

Dapat bernapas dalam dan batuk

Dispnea, hipoventilasi

Apnea

2

1

0

2

Sirkulasi

Perubahan ,< 20 % TD sistol preoperasi

Perubahan 20-50 % TD sistol preoperasi

Perubahan .> 50 % TD sistol preoperasi

2

1

0

2

Kesadaran

Sadar penuh

Dapat dibangunkan

Tidak respon

2

1

0

1

Warna kulit

Merah

Pucat

Sianotik

2

1

0

2

Skor Total  9

≥ 9 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi

≥ 8 : Dipindahkan ke ruang perawatan bangsal

≥ 5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)

Pada pasien ini didapatkan nilai aldrete score 9, pasien dipindahkan ke ruang

perawatan bangsal untuk dilakukan observasi lebih lanjut.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 12

Page 13: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang pasien

didiagnosis Tonsilitis kronis dengan ASA I, yakni pasien sehat organik, fisiologik , psikiatrik

dan biokimia. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi tonsilektomi. Menjelang operasi

pasien tampak sakit ringan, tenang, kesandarn compos mentis. Pasien sudah dipuasakan

selama lebih dari 8 jam. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi general dengan teknik

Semi Close Circuit System dengan Nasal Tube no 26.

Pada pasien diberikan premedikasi ondancentron 4mg. Ondansentron merupakan

antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diberikan sebagai pencegahan dan

pengobatan mual dan muntah selama dan pasca bedah. Ondansentron diberikan pada pasien

untuk mencegah mual muntah yang bisa menyebabkan aspirasi.. Pelepasan 5HT3 ke dalam

usus merangsang refleks muntah dan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya.

Dilakukan induksi dengan propofol 100mg (dosis induksi 2-2,5mg/kgBB), propofol

dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi yang bekerja

cepat efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik. Dan diberikan Fentanyl 100µg (dosis 1-

3µg/kgbb) Fentanyl memiliki kekuatan 100x morfin distributifnya secara kualitatif hampir

sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak di paru dimetabolis oleh hati dengan N-

dealkilasi dan hidroksilasi dan sisa metabolismenya dikeluarkan melalui urin efek depresi

napasnya lebih lama dibanding dengan efek analgesiknya (kurang lebih 30 menit) karena itu

hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca bedah. Lalu diberikan

Noveron 15mg (dosis 0,6-1 mg/kg) Noveron (recuronium bromide) merupakan obat

golongan pelemas otot nondepolarisasi, yang memiliki kecepatan induksi sama atau bahkan

lebih cepat dari succinylcholine, namun pada pemeberiad dosis besar pada saat intubasi dapat

menyebabkan efek penghalangan otot yang lebih panjang. Memiliki waktu efek obat mulai

bekerja setelah 60 detik. Obat golongan ini sangat cocok untuk intubasi.

Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan N20 2L, O2 2L, dan

isoflurane 1,5L vol% dengan cara inhalasi dengan mesin anesthesia. Isofluran merupakan

Isomer dan enfluran dengan efek samping yang minimal. Induksi dan masa pulih anestesia

dengan isoflurane cepat. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga

banyak digunakan. N20 bersifat anestetik lemah tetapi analgesik digunakan untuk mengurangi

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 13

Page 14: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

rasa nyeri. Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tiap 5 menit secara efisien dan

terus menerus, dan pemberian cairan intravena RL

Terapi cairah intra-operatif dijabarkan sebagai berikut :

Kebutuhan Cairan Basal (M) :

4x 10 kg = 40 cc

2x10 kg = 20 cc

1x 20 kg = 20 cc

Total : 80 cc

Kebutuhan cairan operasi (O) :

Operasi sedang x berat badan=

6 x 40 kg = 240 cc

Kebutuhan cairan puasa (P) ;

Lama jam puasa x kebutuhan cairan basal=

9 x 80 = 720 cc

Pemberian cairan jam pertama :

Kebutuhan cairan basal + Kebutuhan cairan operasi + 50% kebutuhan cairan puasa =

80cc + 240cc + 360cc = 680cc

Pada pasien diberikan antibiotik untuk pencegahan infeksi yaitu ceftriaxone

1gr. Ceftriaxone merupakan antibiotik sprektum luas, golongan sefalosporin generasi ketiga

yang mempunyai khasiat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida

pada dinding sel bakteri. Tramadol 100 mg sebagai analgetik kuat bekerja pada reseptor

opiat, bekerja secara steriospesifik pada reseptor di system syaraf pusat sehingga memblok

sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan

neurotransmitter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang sehingga impuls nyeri

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 14

Page 15: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

terhambat. Ketorolac 30 mg diberikan sebagai analgetik non Opioid digunakan sebagai

tambahan penggunaan opioid dosis rendah untuk menghindari efek samping opioid yang

berupa depresi pernapasan. Golongan analgetik nonopioid selain bersifat anti-inflamasi juga

merupakan analgetik, antipiretik dan anti pembekuan darah. Bekerja dengan menghambat

aktivitas siklo-oksigenase, sehingga terjadi penghambatan prostaglandin perifer.

Selama operasi keadaan pasien stabil. Observasi dilanjutkan pada pasien postoperatif

di Recovery Room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi tekanan darah, nadi,

respirasi dan saturasi oksigen.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 15

Page 16: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

BAB V

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendahuluan

Sejak dilakukannya tindakan bedah, sebenarnya kalangan medis telah berusaha untuk

melakukan tindakan anestesi yang bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri

atau rasa sakit. (Anonim, 1989) Pada prinsipnya, seorang penderita akan dibuat tidak

sadarkan diri dengan melakukan tindakan-tindakan yang sering dilakukan secara fisik seperti

memukul, mencekik dan lain sebagainya. Hal tersebut terpaksa dilakukan agar pasien tidak

merasa kesakitan dan akhirnya meloncat dari meja operasi yang mengakibatkan terganggunya

jalannya acara operasi. (Anonim, 1986).

Sejak diperkenalkannya penggunaan gas ether oleh William Thomas Greene Morton

pada tahun 1846 di Boston Amerika Serikat, maka berangsur-angsur cara-cara kekerasan fisik

yang sering dilakukan untuk mencapai keadaan anestesi mulai ditinggalkan. Penemuan

tersebut merupakan titik balik dalam sejarah ilmu bedah, karena membuka cakrawala

kemungkinan dilakukannya tindakan bedah yang lebih luas, mudah serta manusiawi.

(Anonim, 1986). Dalam suatu tindakan operasi, seorang dokter bedah tidak dapat bekerja

sendirian dalam membedah pasien sekaligus menciptakan keadaan anestesi. Dibutuhkan

keberadaan seorang dokter anestesi untuk mengusahakan, menangani dan memelihara

keadaan anestesi pasien. Tugas seorang dokter anestesi dalam suatu acara operasi antara lain :

1. Menghilangkan rasa nyeri dan stress emosi selama dilakukannya proses pembedahan atau

prosedur medik lain.

2. Melakukan pengelolaan tindakan medik umum kepada pasien yang dioperasi, menjaga

fungsi organ-organ tubuh berjalan dalam batas normal sehingga keselamatan pasien tetap

terjaga.

3. Menciptakan kondisi operasi dengan sebaik mungkin agar dokter bedah dapat melakukan

tugasnya dengan mudah dan efektif.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 16

Page 17: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter ahli anestesi adalah

menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal, tanpa pengaruh yang berarti

akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian yang

terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang

dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan napas berjalan dengan baik.

Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan melakukan

tindakan intubasi endotrakheal, yakni dengan memasukkan suatu pipa ke dalam saluran

pernapasan bagian atas. Karena syarat utama yang harus diperhatikan dalam anestesi umum

adalah menjaga agar jalan napas selalu bebas dan napas dapat berjalan dengan lancar serta

teratur. Bahkan, menurut Halliday (2002) penggunaan intubasi endotrakheal juga

direkomendasikan untuk neonatus dengan faktor penyulit yang dapat mengganggu jalan

napas. Tulisan ini akan menguraikan tentang intubasi endotrakheal, dan hanya akan dibatasi

pada permasalahan tersebut.

2.1 Anatomi - Fisiologi Saluran Napas Bagian Atas.

Dalam melakukan tindakan intubasi endotrakheal terlebih dahulu kita harus

memahami anatomi dan fisiologi jalan napas bagian atas dimana intubasi itu dipasang. Pada

pembahasan tentang anatomi dan fisiologi ini, penyusun akan menguraikan tentang beberapa

hal yang menyangkut fisiologi rongga orofaring, sebagian naso faring dan akan lebih

ditekankan lagi pada bagian laring. Sistem respirasi manusia mempunyai gambaran desain

umum yang dapat dihubungkan dengan sejumlah aktivitas penting. Secara esensial tentunya

sistem ini terdiri dari permukaan respirasi dan bercabang menjadi pasase konduksi yang

membentuk pohon pernafasan. Permukaan respirasi ini sangat luas kurang lebih 200 m2, dan

membentuk sesuatu yang sangat tipis, barier yang lembab untuk udara dan kapiler darah

mengelilingi berjuta-juta kantong yang disebut alveolus yang akhirnya membentuk suatu

massa paru-paru (William, 1995 : 1630).

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 17

Page 18: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

Anatomi Saluran Nafas Bagian Atas

2.2 Respirasi Internal dan Eksternal

Respirasi merupakan kombinasi dari proses fisiologi dimana oksigen dihisap dan

karbondioksida dikeluarkan oleh sel-sel dalam tubuh. Hal ini merupakan proses pertukaran

gas yang penting. Respirasi dibagi dalam dua fase. Fase pertama ekspirasi eksternal dalam

pengertian yang sama dengan bernafas. Ini merupakan kombinasi dari pergerakan otot dan

skelet, dimana udara untuk pertama kali didorong ke dalam paru dan selanjutnya dikeluarkan.

Peristiwa ini termasuk inspirasi dan ekspirasi. Fase yang lain adalah respirasi internal yang

meliputi perpindahan / pergerakan molekul-molekul dari gas-gas pernafasan (oksigen dan

karbondioksida) melalui membrana, perpindahan cairan, dan sel-sel dari dalam tubuh sesuai

keperluan.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 18

Page 19: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

2.3 Organ-organ pernafasan

Traktus respiratorius ini meliputi: (a) rongga hidung (b) laring (c) trakea (d) bronkhus

(e) paru-paru dan (f) pleura. Faring mempunyai dua fungsi yaitu untuk sistem pernafasan dan

sistem pencernaan. Beberapa otot berperan dalam proses pernafasan. Diafragma merupakan

otot pernafasan yang paling penting disamping muskulus intercostalis interna dan eksterna

beberapa otot yang lainnya.

Sistem Respirasi

2.4 Faring dan Laring

Hubungan faring dengan proses respirasi. Faring yang sering disebut-sebut adalah

bagian dari sistem pencernaan dan juga bagian dari sistem pernafasan. Hal ini merupakan

jalan dari udara dan makanan. Udara masuk ke dalam rongga mulut atau hidung melalui

faring dan masuk ke dalam laring. Nasofaring terletak di bagian posterior rongga hidung yang

menghubungkannya melalui nares posterior. Udara masuk ke bagian faring ini turun

melewati dasar dari faring dan selanjutnya memasuki laring.

Kontrol membukanya faring, dengan pengecualian dari esofagus dan membukanya

tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam faring dapat ditutup secara volunter.

Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan waktu makan, selama membukanya saluran

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 19

Page 20: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

nafas maka jalannya pencernaan harus ditutup sewaktu makan dan menelan atau makanan

akan masuk ke dalam laring dan rongga hidung posterior.

2.4.1 Laring

Organ ini (kadang-kadang disebut sebagai Adam’s Apple) terletak di antara akar lidah

dan trakhea. Laring terdiri dari 9 kartilago melingkari bersama dengan ligamentum dan

sejumlah otot yang mengontrol pergerakannya. Kartilago yang kaku pada dinding laring

membentuk suatu lubang berongga yang dapat menjaga agar tidak mengalami kolaps. Dalam

kaitan ini, maka laring membentuk trakea dan berbeda dari bangunan berlubang lainnya.

Laring masih terbuka kecuali bila pada saat tertentu seperti adduksi pita suara saat berbicara

atau menelan. Pita suara terletak di dalam laring, oleh karena itu ia sebagai organ pengeluaran

suara yang merupakan jalannya udara antara faring dan laring.

Bagian laring sebelah atas luas, sementara bagian bawah sempit dan berbentuk silinder.

Kartilago laring merupakan kartilago yang paling besar dan berbentuk V yaitu kartilago

tiroid. Kartilago ini terdiri dari dua kartilago yang cukup lebar, dimana pada bagian depan

membentuk suatu proyeksi subkutaneus yang dikenal sebagai Adam’s Apple atau penonjolan

laringeal. Kartilago ini menempel pada tulang lidah melalui membrana hyotiroidea, suatu

lembaran ligamentum yang luas dan terhadap kartilago krikoid oleh suatu “elastic cone”

suatu ligamentum yang sebagian besar terdiri dari jaringan elastik berwarna kuning.

Kartilago krikoid lebih kecil tapi lebih tebal terdiri dari cincin depan, tetapi meluas ke dalam

suatu struktur menyerupai plat untuk membentuk bagian bawah dan belakang laring.

Kartilago arytenoid berjumlah dua buah terletak pada batas atas dari bagian yang luas

sebelah posterior krikoid. Kartilago ini kecil dan berbentuk piramid.Epiglotis, kartilago yang

berbentuk daun terletak di pangkal lidah dan kartilago tiroid pada linea mediana anterior.

Kartilago ini melebar secara oblik ke belakang dan atas.

Rongga laring, rongga ini dimulai pada pertemuan antara faring dan laring serta ujung

dari bagian bawah kartilago krikoid dimana ruangan ini akan berlanjut dengan trakhea.

Bagian ini dibagi ke dalam dua bagian oleh vokal fold dan ventrikuler fold secara horizontal.

Vokal fold atau pita suara merupakan dua ligementum yang kuat dimana meluas dari sudut

antara bagian depan terhadap dua kartilago aritenoid pada bagian belakang. Ventrikuler fold

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 20

Page 21: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

sering disebut sebagai pita suara palsu yang terdiri dari lipatan membrana mukosa dan

terselip suatu pita jaringan ikat. Lipatan-lipatan berada di samping terhadap pita suara yang

asli. Ruangan di antara lipatan pita disebut sebagai glottis, bentuknya bervariasi sesuai

dengan ketegangan lipatan pita.

Fungsi laring, yaitu mengatur tingkat ketegangan dari pita suara yang selanjutnya

mengatur suara. Laring juga menerima udara dari faring diteruskan ke dalam trakhea dan

mencegah makanan dan air masuk ke dalam trakhea. Kedua fungsi ini sebagian besar

dikontrol oleh muskulus instrinsik laring. Otot-otot laring baik yang memisahkan vokal fold

atau yang membawanya bersama, pada kenyataannya mereka dapat menutup glotis kedap

udara, seperti halnya pada saat seseorang mengangkat beban berat atau terjadinya regangan

pada waktu defekasi dan juga pada waktu seseorang menahan nafas pada saat minum. Bila

otot-otot ini relaksasi, udara yang tertahan di dalam rongga dada akan dikeluarkan dengan

suatu tekanan yang membukanya dengan tiba-tiba yang menyebabkan timbulnya suara

ngorok.

Pengaliran udara pada trakhea, glotis hampir terbuka setiap saat dengan demikian

udara masuk dan keluar melalui laring. Namun akan menutup pada saat menelan. Epiglotis

yang berada di atas glottis berfungsi sebagai penutup laring. Ini akan dipaksa menutup glottis

bila makanan melewatinya pada saat menelan. Epiglotis juga sangat berperan pada waktu

memasang intubasi, karena dapat dijadikan patokan untuk melihat pita suara yang berwarna

putih yang mengelilingi lubang.

Intubasi Endotrakeal

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 21

Page 22: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

3.1 Pengertian Intubasi Endotrakheal.

Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa

melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada

intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam

trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan

(Anonim, 2002).

3.2 Tujuan Intubasi Endotrakhea.

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan

saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi,

serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya,

tujuan intubasi endotrakheal :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran

pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,

lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

3.3 Indikasi dan Kontraindikasi.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara

lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri

dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui

masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di

arteri.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 22

Page 23: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai

bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien

dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Dalam sumber lain (Anonim, 1986) disebutkan indikasi intubasi endotrakheal antara lain :

a. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.

b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada

kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa

mengganggu pekerjaan ahli bedah.

c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak

ada ketegangan.

d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah,

memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan intra

pulmonal.

e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.

f. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

g. Tracheostomi.

h. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.

Selain intubasi endotrakheal diindikasikan pada kasus-kasus di ruang bedah, ada beberapa

indikasi intubasi endotrakheal pada beberapa kasus nonsurgical, antara lain:

a. Asfiksia neonatorum yang berat.

b. Untuk melakukn resusitasi pada pasien yang tersumbat pernafasannya, depresi atau

abcent dan sering menimbulkan aspirasi.

c. Obstruksi laryngeal berat karena eksudat inflamatoir.

d. Pasien dengan atelektasis dan tanda eksudasi dalam paru-paru.

e. Pada pasien-pasien yang diperkirakan tidak sadar untuk waktu yang lebih lama dari

24 jam seharusnya diintubasi.

f. Pada post operative respiratory insufficiency.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi endotrakheal

antara lain :

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 23

Page 24: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk

dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada

beberapa kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,

sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

3.4 Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi.

Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan

kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air position. Kesalahan

yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.

Sumber : http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/Hi%20res/Laryngoscopy%201.jpg

3.5 Alat-alat Untuk Intubasi

Alat-alat yang dipergunakan dalam suatu tindakan intubasi endotrakheal (Anonim, 1989)

antara lain :

a. Laringoskop, yaitu alat yang dipergunakan untuk melihat laring. Ada dua jenis laringoskop

yaitu :

i. Blade lengkung (McIntosh). Biasa digunakan pada laringoskop dewasa.

ii.Blade lurus. Laringoskop dengan blade lurus (misalnya blade Magill) mempunyai teknik

yang berbeda. Biasanya digunakan pada pasien bayi dan anak-anak, karena mempunyai

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 24

Page 25: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

epiglotis yang relatif lebih panjang dan kaku. Trauma pada epiglotis dengan blade lurus lebih

sering terjadi.

b. Pipa endotrakheal. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang sekali pakai

dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakhea. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala

dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi.

Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon

(cuff) pada ujunga distalnya. Terdapat dua jenis balon yaitu balon dengan volume besar dan

kecil. Balon volume kecil cenderung bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa dan mengurangi

aliran darah kapiler, sehingga dapat menyebabkan ischemia. Balon volume besar melingkupi

daerah mukosa yang lebih luas dengan tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan

volume kecil. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit

jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon

karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan

diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm. Untuk

intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :

Panjang pipa yang masuk (mm) = Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan

pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat

diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 25

Page 26: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

c. Pipa orofaring atau nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas

karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.

d. Plester untuk memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.

e. Stilet atau forsep intubasi. Biasa digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa

endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi (McGill) digunakan untuk

memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 26

Page 27: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

f. Alat pengisap atau suction.

3.6 Tindakan Intubasi.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah

ditetapkan (Anonim, 1989) antara lain :

a. Persiapan.

Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan

menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus 1

gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam

satu garis lurus.

b. Oksigenasi.

Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan

pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit.

Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop.

Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan

kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Daun

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 27

Page 28: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan

terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan.

Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan

berbentuk huruf V.

d. Pemasangan pipa endotrakheal.

Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat

melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan

laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu,

stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa

balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop

dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa.

Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan

auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada

ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan

terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-

kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat.

Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru

sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster

akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar

cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut

pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.

f. Ventilasi.

Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.

3.7 Langkah-langkah pemasangan

1. Siapkan alat dan pasien

2. Cuci tangan

3. Pakai masker penutup hidung dan mulut dan sarung tangan

4. Atur posisi pasien,kepala ekstensi,leher fleksi

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 28

Page 29: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

5. Tangan kanan memegang kedua bibir lalu buka mulut pasien

Tangan kiri memegang laringoscope,masukkan blade dari sebelah kanan mulut sambil

membawa bagian lidah ke arah kiri sampai terlihat uvula dan epiglottis.

6. Dari arah luar tekan tulang rawan thyroid untuk membantu terbukanya epiglottis

7. Masukkan endotracheal tube dengan arah miring ke kanan dan setelah masuk putar ke

arah tengah

8. Isi balon endotracheal dengan spuit kosong

9. Sambungkan endotracheal dengan ventilator/bag

10. Dengarkan bunyi nafas dengan stetoskop masuk ke esophagus, terlalu kanan atau

terlalu kiri dari bronchus

11. Fiksasi menggunakan plester

Langkah-langkah intubasi

1 2

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 29

Page 30: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

3 4

5 6

3.8 Obat-Obatan yang Dipakai.

Berikut ini adalah obat-obat yang biasa dipakai dalam tindakan intubasi endotrakheal

(Anonim, 1986), antara lain :

a. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan obat yang

paling populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis bila dikombinasikan

dengan barbiturat I.V. dengan dosis 20 –100 mg, diberikan setelah pasien dianestesi,

bekerja kurang dari 1 menit dan efek berlangsung dalam beberapa menit. Barbiturat

Suxamethonium baik juga untuk blind nasal intubation, Suxamethonium bisa diberikan

I.M. bila I.V. sukar misalnya pada bayi

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 30

Page 31: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

b. Thiophentone non depolarizing relaxant : metode yang bagus untuk direct vision

intubation. Setelah pemberian nondepolarizing / thiophentone, kemudian pemberian O2

dengan tekanan positif (2-3 menit) setelah ini laringoskopi dapat dilakukan. Metode ini

tidak cocok bagi mereka yang belajar intubasi, dimana mungkin dihadapkan dengan

pasien yang apneu dengan vocal cord yang tidak tampak.

c. Cyclopropane : mendepresi pernafasan dan membuat blind vision intubation sukar.

d. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi. Iritabilitas

laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis besar dapat

mendepresi pernafasan.

e. N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.

penambahan triklor etilen mempermudah blind intubation, tetapi tidak memberikan

relaksasi yang diperlukan untuk laringoskopi.

f. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan laring dan

dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.

g. Analgesi lokal dapat dipakai cara-cara sebagai berikut :

- Menghisap lozenges anagesik.

- Spray mulut, faring, cord.

- Blokade bilateral syaraf-syaraf laringeal superior.

- Suntikan trans tracheal.

Cara-cara tersebut dapat dikombinasikan dengan valium I.V. supaya pasien dapat

lebih tenang. Dengan sendirinya pada keadaan-keadaan emergensi.

Intubasi dapat dilakukan tanpa anestesi. Juga pada necnatus dapat diintubai tanpa anestesi.

3.9 Komplikasi Intubasi Endotrakheal.

A. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)

a. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi laringeal

cuff.

b. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut,

cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.

c. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat, tekanan

intraocular meningkat dan spasme laring.

d. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 31

Page 32: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

B. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.

a. Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial dan

malposisi laringeal cuff.

b. Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit

hidung

c. Malfungsi tuba berupa obstruksi.

C. Komplikasi setelah ekstubasi.

a. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara sesak

atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.

b. Gangguan refleks berupa spasme laring.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 32

Page 33: Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib

1. Anonim, (1986), Kesimpulan Kuliah Anestesiologi, edisi pertama, Aksara Medisina,

Jakarta.

2. Anonim, (1989), Anestesiologi, edisi pertama, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

3. Anonim, (2002), Endotracheal Intubation, http://www.medicinet.com/script/main/art.asp?

li=mni&articlekey=7035

4. Gail Hendrickson, RN, BS., (2002), Intubation,

http://www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/1219.html

5. Gisele de Azevedo Prazeres, MD., (2002), Orotracheal Intubation,

http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html

6. Halliday HL., (2002), Endotracheal Intubation at Birth for Preventing Morbidity and

Mortality in Vigorous, Meconium-stained Infants Bord at Term, http://www.update-

software.com/ceweb/cochrane/revabstr/ab000500.html

7. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani W.I., Setiowulan W., (ed)., (2002), Kapita Selekta

Kedokteran, edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta.

8. Michael B. Dobson, (1994), Penuntun Praktis Anestesi, EGC-Penerbit Buku Kedokteran,

Jakarta.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 33