Imun Pasca Tonsilektomi- Referat Ecytatik
-
Upload
tatik-handayani -
Category
Documents
-
view
197 -
download
5
description
Transcript of Imun Pasca Tonsilektomi- Referat Ecytatik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tonsil dan adenoid merupakan salah satu organ pertahanan tubuh utama yang
terdapat pada saluran napas atas. Sistem pertahanan tubuh ini akan berfungsi
sebagai imunitas lokal untuk menghasilkan anti bodi yang akan melawan infeksi
yang terjadi baik akut atau kronik, terbentuknya antigen disebabkan rangsangan
bakteri, virus, infeksi serta iritasi lingkungan terhadap tonsil dan adenoid.1
Berbagai banyak kasus, saat alergi dikendalikan maka daya tahan tubuh
membaik sehingga resiko terjadinya infeksi saluran napas atas baik berupa batuk,
pilek, demam, infeksi tenggorokan, tonsilitis dan sebagainyaakan semakin
berkurang. Sebaliknya bila alergi sulit dikendalikan maka infeksi berulang akan
sering terjadi mengakibatkan salah satu tonsil membesar (amandel). Tonsil
palatina dikalangan masyarakat awam menyebut dengan istilah penyakit
amandel.Tonsilitis adalah infeksi atau radang tonsil yang pada umumnya
disebabkan oleh mikro-organisme seperti bakteri dan virus.Tonsilitis yang
disebabkan oleh virus atau bakteri dapat menghasilkan berbagai antigen yang
dapat memacu imunitas seluler maupun imunitas humoral. Imunitas seluler dan
humoral tersebut dapat membentuk kompleks imun terhadap antigen.Pengaruh
rangsangan bakteri yang terus menerus terhadap tonsil pada tonsilitis kronik
menyebabkan sistem imunitas lokal tertekan karena menurunnya respon
imunologis limfosit tonsil dan perubahan epitel akan mengurangi reseptor
antigen. Hal ini menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tonsil sebagai
gatekeeper dan respon imunologi tonsil terhadap antigen.2
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan dimana tonsil palatina
di angkat secara keseluruhan guna mencegah terjadinya tonsilitis rekuren.
Tonsilektomi termasuk tindakan operasi yang paling sering dilakukan dalam
sejarah operasi.
1
Imunitas adalah daya ketahanan tubuh yang dimaknai dari beberapa
komponen imunitas.Sampai sekarang masih banyak masyarakat
mempertanyakantentang perlunya tindakan operasi tonsil dan adenoid,
mengingatbahwa tonsil dan adenoid merupakan bagian dari sistem pertahanan
tubuh.3
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah:
1. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan tinjauan kepustakaan mengenai
sistem imun post tonsilektomi
2. Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung dan Tenggorok.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatine atau sering disebut dengan amandel dan tonsil
faringeal (adenoid). Tonsil yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral
laring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller,
di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.
Massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut
orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior
(otot palatofaringeus).Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-3- kriptus yang meluas ke dalam jaringan
tonsil.Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong di
atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.Tonsil terletak di lateral orofaring.4
Gambar 1. Cincin Waldeyer4
3
Batas-batas tonsil palatina adalah:
a. Lateral– m. konstriktor faring superior
b. Anterior – m. palatoglosus
c. Posterior – m. palatofaringeus
d. Superior – palatum mole
e. Inferior – tonsillingual
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel
germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan
limfoid).
Gambar 2. Anatomi Tonsil4
4
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu bata
anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada
rongga mulut,mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar
posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole,tuba eustachius
dan dasartengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esophagus,
sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar
anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah
terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. 4
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membrane jaringan ikat,
yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini,
tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi
4/5 bagian tonsil.4
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika
triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa
embrio.Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil
dengan jerat.Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau
terpotongnya pangkal lidah.
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu :
a. A. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris danA. Palatina
asenden.
b. A. Maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden.
c. A. Lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal.
d. A. Faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan
bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi
oleh A.tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A.
palatinadesenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan
pleksusdari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena
lidah dan pleksus faringeal.
5
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah
M.Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen sedangkan
pembuluh getah bening aferen tidak ada.
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V (Nerve
Trigeminus). Melalui ganglion sfeno palatina dan bagian bawah dari saraf
glosofaringeus. 1
2.2. Imunobiologi
2.2.1 Kripte dan Epitel Tonsil
Susunan kripte tubuler pada bagian dalam menjadi salah satu karakteristik
tonsila palatina.Tonsila palatina memiliki 10 – 30 kripte dan luas permukaan 300
cm2.Masing-masing kripte tidak hanya bercabang tapi juga saling
anastomosis.Bersama dengan variasi bentuk dan ukuran folikel limfoid menyebabkan
keragaman dalam bentuk tonsil.Kripte berisi degenerasi sel dan debris selular.Epitel
kripte adalah suatu modifikasi epitel squamosa berstratifikasi yang menutupi bagian
luar tonsil dan orofaring.Derajat retikulasi (jumlah limfosit intraepitel) dari epitel
sangat bervariasi.Retikulasi epitel kripte memainkan peran penting dalam inisiasi
imun respon pada tonsila palatina. Pada kripte antigen lumen diambil oleh sel khusus
dari retikulasi epitel skuamosa yang menyerupai membran sel intestinal payer’s
patches, atau yang dikenal sel M.5
Sel M melakukan endositosis antigen, mentranspor antigen ke dalam vesikel
di basolateral membran dan eksositosis ke rongga intra dan subepitel dimana akan
terjadi kontak dengan jaringan limfoid. Sel M tonsil terdiri dari sedikit sel epitel
kripte dan memiliki mikrovilli khusus pada bagian apeks.Fungsi transpor sel M tidak
hanya menyediakan sampling antigen tapi juga sebagai gateway bagi infeksi mukosa
atau immunisasi. Sel M memiliki relevansi klinis karena beragam antigen
menggunakan sel M sebagai pintu masuk untuk menginvasi host.5
6
Sel T dan sel B dapat ditemukan di semua bagian epitel tanpa mempunyai
pola distribusi tertentu. Sebagian makrofag dan dendritic cells juga berkontribusi
terhadap populasi sel non epitel. Sel plasma dominan terdapat pada sekitar kapiler
intraepitel.Banyak sel immunokompeten dalam epitel kripte menunjukkan bahwa
menjadi satu mikrokompartemen limfoid tersendiri dalam tonsila palatina.Distribusi
sel imunokompeten pada kompartemen tonsil tampak pada gambar 2.
Gambar 3. Diagram skematis tonsil palatine dan komposisi sel2
2.2.2 Folikel Limfoid
Folikel limfoid primer tampak pada tonsil dari minggu ke 16 kehamilan, dan
sentrum germinativum dibentuk segera setelah lahir.Folikel limfoid pada tonsila
palatina berbentuk bulat atau elips, terletak dibawah epitel dan pada sisi dimana
terdapat intensitas maturasi dan diferensiasi sel B sebaik aktivasi sel T (gambar 4).
Folikel limfoid sekunder berisi sentrum germinativum terdiri dari zona gelap,
dengan sejumlah besar dari proliferasi B blast atau sentroblast, zona terang (bagian
basal dan apek) terisi sebagian besar oleh sentrosit dan sebuah mantle zone berisi
7
naïve B cells. Penggunaan antibodi monoklonal, lima kelas sel B (Bm 1= naïve B
cells sampai Bm 5= memory B cells) telah diidentifikasi pada tonsil manusia.
Gambar 4. Foto mikrografi tonsila palatina menunjukkan distribusi kelas-kelas sel T
(CD 3+), sel B ( CD 20+), sel T helper (CD4+) dan sel T sitotoksik (CD 8+).
Catatan: CD 4 Dan CD 8 tidak hanya terdapat pada sel T helper dan sel T sitotoksik,
tapi juga beberapa sel non limfoid.5
Folikel limfoid tonsil berisi jaringan follicular dendritic cells (FDC) dan
sebuah kelas khusus sel dendritic sentrum germinativum yang mengaktivasi sel T di
sentrum germinativum. FDC mampu menahan sejumlah besar komplek imun pada
membran plasma jangka lama dan dengan cara beraksi sebagai antigen presenting
cells yang memberikan lingkungan yang sesuai untuk proliferasi dan diferensiasi sel
B di sentrum germinativum. Selanjutnya FDC berperan dalam modulasi kerentanan
terhadap apoptosis sel B di folikel limfoid.Secara ultrastruktur yang teridentifikasi 7
populasi FDC berbeda namun belum jelas apakah mereka memiliki fungsi yang
8
berbeda. Seperti sel B, FDC sebagian besar terletak dalam dark zone, sedangkan
proliferasinya terbanyak terletak pada light zone.5
2.2.3. Daerah Extrafolikuler
Daerah ekstrafolikular berisi sel T (terutama fenotip helper, CD 4),
interdigitating dendritic cells (IDC), makrofag, dan venula khusus yang dikenal high
endothelial venules (HEV).HEV diperlukan sebagai pintu masuk sel T dan B dari
darah kedalam tonsil. Dalam zona ekstrafolikuler, terdapat sel penghasil sitokin
spesifik (IL - 1α dan TNFα dari makrofag sebaik IDC, IL-2 dan IFN-γ dari sel T) dan
produksi antibodi.5
Lokasi tonsil sangat memungkinkan terjadinya paparan benda asing atau
pathogen, yang selanjutnya ditranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar
dari tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif
sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil. Selain itu
juga terjadi pada sejumlah IDC dan FDC yang merupakan age-dependent tonsilar
involution.5
Gambaran struktur imunologis tonsil menunjukkan seluruh elemen yang
dibutuhkan untuk sistem imunologi mukosa. Bakteri, virus, atau antigen makanan
akan diabsorpsi secara selektif oleh makrofag, sel HLA (+) dan sel M dari tipe tonsil.
Selanjutnya, antigen ditransport dan dipresentasikan ke sel T pada area ekstra
folikuler dan ke sel B pada sentrum germinativum oleh FDCs.5
Interaksi antara sel T dengan antigen yang dipresentasikan oleh APC akan
mengakibatkan terjadinya peristiwa biokimiawi dalam sel T yang merupakan
sebagian signal untuk mengaktifkan sel T, yaitu peningkatan kadar ion Ca ++ dalam
sitoplasma dan mengaktifkan enzim kinase protein C. Dua faktor tersebut belum
cukup untuk mengaktifkan sel T karena ada faktor ketiga yaitu IL-1 yang disekresi
oleh APC. Peranan sitokin dalam aktivasi sel T terlihat seperti gambar 4.
9
Sel T yang telah aktif ditandai dengan sekresi IL-2 dan ekspresi reseptor IL-2,
sehingga akan 1) meningkatkan jumlah klon sel T sendiri, 2) meningkatkan
perbanyakan limfosit lain yang telah diaktifkan oleh antigen yang sama atau mirip,
namun tidak dapat menghasilkan IL-2 (sel CD8+), 3) meningkatkan jumlah sel
limfosit yang telah dirangsang sebelumnya tetapi memiliki reseptor IL-2 (sel memori
yang tidak spesifik terhadap antigen yang merangsangnya), dan 4) meningkatkan
pertumbuhan sel-sel bukan limfosit T tetapi memiliki reseptor IL-2 (limfosit B dan
natural killer cell – NK). Hubungan antara ekspresi resptor IL-2 dengan kadar ion Ca
++ intraseluler dibuktikan oleh Komada dkk (1987) yang mendapatkan ekspresi
maksimum reseptor IL-2 sesuai dengan kadar maksimum ion Ca ++ intrasel.7
Gambar 5. Peranan sitokin dalam aktivasi sel T6
10
Aktifasi limfosit B oleh antigen menjadi sel yang mampu menghasilkan
antibodi memerlukan bantuan sel Th. Terhadap sel B selain IL-2 yang bertindak
sebagai aktifator dan promotor pembelahan, sitokin lain yang berpengaruh adalah IL-
4 sebagai aktifator limfosit B istirahat, IL-5 sebagai faktor pertumbuhan limfosit B
aktif dan IL-6 sebagai faktor diferensiasi akhir yang mampu menjadikan sel B
melepaskan immunoglobulin (gambar 5).
Gambar 6 . Peran sitokin pada aktivasi sel B6
Plasma sel didistribusikan pada zona ekstrafolikuler dan epitel kripte yang
selanjutnya imunoglobulin disekresikan kedalam kripte.Maka dari itu, tonsil berperan
penting dalam memelihara flora normal dalam kripte orang sehat. Selain itu tonsil
juga akan mensekresikan IgA ke dalam lumen kripte dan juga bertindak sebagai
11
sumber sel B IgA dengan rantai J positif dimer untuk area lain pada sistim respirasi
atas seperti kelenjar parotis, lakrimalis, mukosa hidung dan mukosa telinga tengah.6
Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu
1) respon imun tahap I, 2) respon imun tahap II, dan 3) migrasi limfosit. Pada respon
imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang
merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis.Sel M tidak hanya
berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten
mikro intraepitel yangspesifik bersama dalam konsentrasi tinggi material asing,
limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik.Bagaimanapun interaksi sel M
dengan sel yang berbeda dalam sistem imun di mikrokompartemen selama inisiasi
respon imun selular atau humoral sangat tidak dimengerti.
Sel limfoid ditemukan dalam ruang epitel kripte tonsila palatina terutama
tersusun atas limfosit B dan sel T helper (CD4+).Respon imun membutuhkan bantuan
sitokin berbeda. Sitokin adalah peptida yang terlibat dalam regulasi proses imun dan
dihasilkan secara dominan stimulasi antigen lokal oleh limfosit intraepitel, sel limfoid
lain atau sel non limfoid. Sel T intraepitel menghasilkan berbagai sitokin antara lain
IL –2, IL-4, IL-6, TNF-α, TNF-β / LT-α, INF γ, dan TGF-β.
Diperkirakan 50-90% limfosit intraepitel adalah sel B, sel B berupa mature
memory cells B dengan potensial APC yang memungkinkan terjadinya kontak antara
antigen presenting B cells dan T cells, menyebabkan respon antibodi yang
cepat.Beragam isotipe Ig dihasilkan dalam tonsila palatina, 82 % dari sentrum
germinativum menghasilkan Ig D, 55% Ig M, 36% IgG dan 29 % IgA.
IgA merupakan komponen substansial sistem imun humoral tonsila
palatina.Produksi J-chain oleh penghasil Ig sebagai faktor krusial dalam transpor
epitel polimer Ig melalui komponen sekretoris transmembran.Distribusi J-chain itu
sendiri tergantung dari lokasi sel (29% IgA dihasilkan di sentrum germinativum dan
59% IgA dihasilkan di regio ekstrafolikular).Ig terbentuk secara pasif ditranspot ke
dalam kripte.
12
Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel
kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Pada daerah
ekstrafolikular, IDC dan makrofag memproses antigen dan menampakkan atigen
terhadap CD4+ limfosit T. Sel TFH kemudian menstimuli limfosit B folikel sehingga
berproliferasi dan bermigrasi dari dark zone ke light zone, mengembangkan suatu
antibodi melalui sel memori B dan antibodi melalui sel plasma. Sel plasma tonsil juga
menghasilkan lima kelas Ig (IgG 65%, IgA 20%, sisanya Ig M, IgD, IgE) yang
membantu melawan dan mencegah infeksi. Lebih lanjut, kontak antigen dengan sel B
memori dalam folikel limfoid berperan penting untuk menghasilkan respon imun
sekunder.Meskipun jumlah sel T terbatas namun mampu menghasilkan beberapa
sitokin (misal IL-4) yang menghambat apoptosis sel B.
Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit.Perjalanan limfosit
dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah
ke tonsil melaui HEVdan kembali ke sirkulasi melaui limfe.Tonsil berperan tidak
hanya sebagai pintu masuk tapi juga keluar limfosit, beberapa molekul adesi (ICAM-
1 dan L-selectin), kemokin, dan sitokin. Kemokin yang dihasilkan kripte akan
menarik sel B untuk berperan didalam kripte.5
2.3 Tonsilektomi
Tonsilektomi dilaporkan pertama kali dilakukan oleh Celsus pada tahun 30
AD. Paul de Aegina kemudian mempublikasikan teknik tonsilektomi lebih detail
tahun 625 AD. Sedangkan Wilhelm Meyer dari Denmark tahun 1867 melakukan
adenoidektomi pertama kali pada pasien dengan gejala penurunan pendengaran dan
sumbatan hidung. Samuel J. Crowe dari Johns Hopkins tahun 1900 pertama kali
memakai mouth gag dalam operasi tonsilektomi, yang sekarang dikenal Crowe-Davis
gag.8
Tonsilektomi merupakan tindakan operasi tersering pada bidang THT.
Indikasi bagi tonsilektomi yang diterima luas pada saat ini adalah tonsilitis kronik
13
dengan insidensi 7 atau lebih episode sakit tenggorok dikarenakan tonsilitis dalam 1
tahun atau 5 episode dalam dua tahun dan 3 episode dalam 3 tahun. Indikasi lain yang
dijadikan landasan untuk melakukan tonsilektomi adalah riwayat peritonsilar abses,
karier SBHGA, dan gangguan fungsi normal.
Pada tonsilitis kronik telah terjadi penurunan fungsi imunitas dari tonsil.
Penurunan fungsi tonsil ditunjukkan melalui peningkatan deposit antigen persisten
pada jaringan tonsil sehingga terjadi peningkatan regulasi sel-sel imunokompeten
berakibat peningkatan insiden sel yang mengekspresikan IL-1β, TNF-α, IL-6, IL-8,
IL-2, INF-γ, IL-10, dan IL-4. 7
Tonsilektomi dapat dikerjakan dengan indikasi yang tepat sehingga
didapatkan keuntungan nyata, mengingat peranan tonsil sebagai bagian system
pertahanan tubuh.Berdasar penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
tonsilektomi pada tonsilitis rekuren atau kronik, tonsilektomi menurunkan angka
kejadian sakit tenggorok, meningkatkan QOL, menurunkan pemakaian fasilitas
kesehatan dan meminimalkan beban secara ekonomi pada penderita tonsilitis. Pada
anak-anak hendaknya dikerjakan pada tonsilitis kronik yang telah mengganggu fungsi
normal seperti obstructive sleeps disorders dan gangguan fungsi digesti. Sedang pada
kasus Ig A nefropati, palmaris pustulosa, demam rematik tonsilektomi dikerjakan
untuk menghilangkan fokal infeksi.7
2.4 Sistem Imun Pasca Tonsilektomi
Penelitian kohort yang dilakukan oleh Liaw pada tahun 1997, mendapatkan
bahwa terjadi peningkatan angka penderita penyakit hodkins setelah dilakukannya
tonsilektomi. Hal ini disebabkan terjadinya gangguan fungsi imunitas pada daerah
faring, selain itu disebabkan karena paparan yang berulang oleh virus epstein barr.
Penelitian yang dilakukan oleh Kaiser pada tahun 1927 dan cunningham tahun 1931
dikutip oleh Arnold JW, menyimpulkan bahwa tindakan adenotonsilektomi dapat
menurunkan insiden terjadinya penyakit demam rematik, chorea, dan penyakit
jantung.9
14
Penelitian yang dilakukan oleh Ogra pada tahun 1971 dikutip oleh Wood,
menyimpulkan bahwa terjadi penurunan antibodi IgA yang signifikan pada pasien
pasca tonsilektomi dan didapatkan peningkatan kejadian poliomeilitis setelah
dilakukan imunisasi. Hal tersebut juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Ballester, dkk pada tahun 2006 yang menyimpulkan bahwa terdapat penurunan
jumlah level serum IgA pada pasien yang menjalani tonsilektomi. Namun penurunan
IgA yang lebih signifikan terjadi bila dilakukan tindakan tonsilektomi dan
apendektomi sekaligus.Donovan melalui penelitiannya pada tahun 1973 mendapatkan
peningkatan terjadinya resiko infeksi oleh kuman Haemophilus influenzae akibat
penurunan serum IgA setelah operasi tonsilektomi.
IgA merupakan antibodi yang dihasilkan oleh jaringan mukosa
limfoid.Transpor aktifnya melalui epitel. IgA merupakan pertahanan pertama pada
daerah mukosa dengan cara menghambat perkembangan antigen lokal, dan telah
dibuktikan dapat menghambat virus menembus mukosa. Terjadinya penurunan level
serum IgA yang dikenal dengan istilah defisiensi serum IgA akan menyebabkan
berkurangnya pertahanan pada mukosa. Produksi IgA bukan hanya dihasilkan oleh
tonsil.Salah satu organ yang menghasilkan jumlah IgA yang cukup besar adalah usus
halus dibagian lamina propria.
Penelitian yang dilakukan oleh Xie pada tahun 2002, membandingkan manfaat
dilakukannya tonsilektomi pada pasien dengan penyakit IgA nefropati. Ternyata efek
jangka panjang tindakan tonsilektomi sangat bermanfaat dalam mengurangi serum
level IgA sehingga mengurangi deposit pada ginjal yang akhirnya mencegah
terjadinya glomerulonefritis.
Penelitian yang dilakukan oleh Faramarzi, dkk pada tahun 2006
menyimpulkan terjadinya penurunan jumlah limfosit T, namun akan kembali normal
sekitar 8 minggu paska tonsilektomi. Tidak terdapat perubahan yang bermakna pada
level serum IgG, IgM dan jumlah limfosit B sebelum dan sesudah tonsilektomi.
Terjadi peningkatan level serum IgA ketika 2 minggu setelah dilakukannya
tonsilektomi, namun pengukuran IgA yang dilakukan 8 minggu setelah tindakan
tonsilektomi didapatkan penurunan level serum.10
15
Tabel 1. Level serum IgM, IgG, IgA sebelum (Tes pertama) dan sesudah (Tes kedua
dan ketiga) menjalani tonsilektomi
AntibodiTes pertama
(mg/ml)
Tes kedua
(mg/ml)
Tes ketiga
(mg/ml)
Normal
(mg/ml)
IgM 2.65±1.4 2.73±1.4 2.93±1.4 1.5
IgG 8.28±1.6 8.04±1.7 8.14±2.6 13.5
IgA 2.92±1.5 3.61±1.6 2.69±1.6 3.5
Penelitian yang dilakukan Cantani pada tahun 1986, dikutip oleh Faramarzi,
juga menyimpulkan hal yang sama. Penurunan serum IgA dapat terjadi setelah
dilakukannya tonsilektomi. Namun pada minggu kedua akan terjadi peningkatan yang
signifikan pada pengukuran serum tersebut dan 8 minggu setelah dilakukan
tonsilektomi level serum IgA akan mengalami penurunan kembali, sama seperti pada
penelitian yang dilakukan oleh Faramarzi, dkk.10
Penelitian yang dilakukan oleh Kaygusuz pada tahun 2003, menyimpulkan
bahwa terjadi penurunan yang tidak signifikan pada level serum CD3+, CD8+, dan
CD19+. Terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada level serum CD4+ dan
penurunan signifikan level serum CD25+ setelah tindakan tonsilektomi. Terdapat
penurunan pada level serum IgA, IgG, IgM serta komplemen C3 dan C4 dan bahkan
pengukuran yang dilakukan 1 bulan setelah tonsilektomi terjadi penurunan yang
cukup signifikan pada level serum tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh saintz, dkk pada tahun 1992 dikutip oleh
Kaygusuz menyimpulkan bahwa penurunan yang signifikan pada level serum IgA,
IgG, dan IgM bahkan terjadi hingga 2 bulan setelah dilakukannya tonsilektomi.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Jurkiewicz pada tahun 2002 juga menemukan
penurunan pada imunoglobulin tersebut. Namun tidak ada perbedaan yang signifikan
pada level serum komplemen C3 dan C4 sebelum dan sesudah tonsilektomi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan tonsilektomi menyebabkan terjadinya
defisit imunitas humoral, dalam hal ini produksi imunoglobulin.
16
Pengukuran level serum imunoglobulin sebelum dilakukan tonsilektomi
didapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan grup kontrol. Peningkatan
kadar imunoglobulin ini disebabkan oleh stimulasi antigen yang konstan pada proses
infeksi di tonsil. Selanjutnya setelah dilakukannya tindakan tonsilektomi terjadi
penurunan pada level serum imunoglobulin. Hal ini dapat disebabkan karena
terjadinya proses perbaikan pada jaringan tonsil yang terinfeksi dan juga akibat
hilangnya antigen yang melakukan stimulasi tersebut.
Pengamatan yang dilakukan oleh Baradaranfar melalui penelitiannya di Turki
pada tahun 2007, dimana level serum limfosit T dan B, IgG dan IgM menurun setelah
operasi tonsilektomi namun peningkatan yang signifikan akan terjadi 6 bulan paska
tonsilektomi.11
Tabel 2. Perbandingan parameter imunitas seluler dan humoral sebelum dan 6 bulan
sesudah tonsilektomi
Parameter Sebelum operasi Sesudah operasi P value
CD3 60.1±10.3 55.36±9 0.04
CD4 36.73±7.43 34.39±6.25 0.13
CD8 24.63±4.41 22.47±3.85 0.03
CD4/CD8 1.51±0.29 1.56±0.33 0.45
CD20 19.19±5.09 16.04±5.40 0.03
IgG (mg/ml) 943.33±77.38 1110±172.90 0.00
IgM (mg/ml) 87.00±17.59 82.16±20.11 0.17
Penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh Kaygusuz pada tahun 2009.
Membandingkan level serum IgG, IgA, IgM, C3 dan C4 pada pasien 1 bulan dan 54
bulan setelah adenotonsilektomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Sehingga penelitian ini menyimpulkan bahwa dilakukannya tindakan
adenotonsilektomi tidak akan menyebabkan penurunan imunitas seluler dan humoral.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhardjo pada tahun 2007, memberikan hasil
bahwa tindakan adenotonsilektomi yang dilakukan pada penderita adenotonsilits
17
kronis dengan keluhan kelainan Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS), akan
berdampak pada perbaikan sistem imunitas seluler dan humoral. Perbaikan kondisi
hipoksia akan meningkatkan aktifitas interferon γ (IFN γ), mendorong peningkatan
aktifitas makrofag dan monosit sehingga memulihkan aktifitas respon imunitas alami.
Perubahan perfusi yang mendadak dari kondisi hipoksia (efek withdrawl)
menyebabkan Th2 mensekresi IL-10 dan IL-4. Peningkatan sekresi IL-4 dapat
memodulasi sekresi IgG, sedangkan sekresi IL-10 dapat digunakan untuk regulasi
aktivitas Th1 dan monosit.6
Perbaikan sistem imunitas seluler dan humoral bukan hanya terjadi pada
pasien dengan OSAS, hal ini terlihat melalui penelitian yang dilakukan oleh
Baradaranfar. Pengukuran yang dilakukan terhadap level serum limfosit T dan B, IgG
dan IgM pasien adenotonsilitis kronis sebelum tonsilektomi cukup rendah, dan pada 6
bulan berikutnya terjadi peningkatan atau perbaikan pada sistem imunitas seluler dan
humoral penderita tonsilitis kronis.11
18
BAB III
RINGKASAN
Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu
1) respon imun tahap I, 2) respon imun tahap II, dan 3) migrasi limfosit. Tonsil
berperan tidak hanya sebagai pintu masuk tapi juga pintu keluar limfosit, seperti
beberapa molekul adesi (ICAM-1 dan L-selectin), kemokin, dan sitokin.
Tonsilektomi dapat dikerjakan dengan indikasi yang tepat sehingga
didapatkan keuntungan nyata, mengingat peranan tonsil sebagai bagian system
pertahanan tubuh.Tonsilektomi menurunkan angka kejadian sakit tenggorok,
meningkatkan QOL, menurunkan pemakaian fasilitas kesehatan dan meminimalkan
beban secara ekonomi pada penderita tonsilitis. Efek jangka panjang tindakan
tonsilektomi sangat bermanfaat dalam mengurangi serum level IgA, juga berdampak
pada perbaikan sistem imunitas seluler dan humoral.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Brodsky L, Poje C, 2006. Tonsilitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In:
Bailey JB, Johnson JT editors, Head and Neck Surgery Otolaryngology,
Lippincott Williams and Wilkins, Philadelpia, p.1183-98.
2. Dr.Widodo, Sp.A. 2012. Fenomena Tonsilitis. Diunduh 20 Januari 2013 From
http://www.dr.Widodo, Sp.A Wordpress.com/2012/tonsillitis//
3. Muhardjo. Pengaruh Adenotonsilektomi Pada Anak Enotonsilitis Kronis
Obstruktif Terhadap Imunitas. 2007.
4. Guyton, A. C., Buju Ajar Fisiologi Kedokteran 2, Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1983.
5. Nave H, Gebert A, Pabst. 2001. Morphology and immunology of the human
palatine tonsil. Anat Embryol 204: 367-373.
6. Bernstein JM, Yamanaka N, Nadal D. 1994. Imunobiology of the tonsil and
adenoid. In Handbook of mucosal immunology. Academic Press Inc.: 625-
640.
20
7. Amarudin T, Christanto A. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Departemen THT
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. RS Dr Sardjito Yogyakarta.
2005
8. Novialdi, Al Hafiz.Pengaruh Tonsilektomi Terhadap Kadar Interferon-γ dan
Tumor Necrosis Factor-α pada Pasien Tonsilitis Kronis .Bagian Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas - RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2006
9. Liaw KL, Adami J, Gridley G, Nyren O, Linet MS. Risk of Hodgkin's Disease
Subsequent to Tonsillectomy : A Population-Based Cohort Study in Sweden.
International Journal of Cancer. Volume 72. Issue 5. 1997. p. 711–713.
10. Faramarzi A, Shamsdin A, Ghaderi A. IgM, IgG, IgA Serum Levels and
Lymphocytes Count Before and After Adenotonsillectomy. Department of
Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Shiraz University of Medical
Sciences. Iran. J. Immunol. Vol. 3. No. 4 .2006. p.187-191.
11. Baradaranfar MH, Dodangeh F, Taghipour S, Atar M. Humoral and Cellular
Immunity Parameters In Children Before and After Adenotonsillectomy.
Department of Otolaryngology and Head and Neck Surgery. School of
Medicine. Yazd University of Medical Sciences. Yazd. Iran. Acta Medica
Iranica. Vol. 45. No. 5. 2007. p. 345-350.
21