imun humolar

58
Pengetahuan Alam Jumat, 17 September 2010 MEKANISME PERTAHANAN TUBUH MEKANISME PERTAHANAN TUBUH A. Pengertian Pertahanan Tubuh (Sistem Imun) Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti bakteri,jamur dan virus. Kesehatan tubuh bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkankan serangan ini. Sistem immun berfungsi sebagai pertahanan tubuh, yaitu bekerja dengan cara mengenali dan menghancurkan para penyusup asing yang masuk sebelum menimbulkan kerusakan pada tubuh. Organisme penyebab penyakit seperti bakteri, virus, parasit dan jamur, dideteksi ketika masuk ke dalam tubuh lalu dibunuh oleh sel-sel sistem immun. Dengan demikian gangguan penyakit dapat ditangkal dan dilawan. Sel-sel darah putih (leukosit) merupakan bagian utama dari sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan adanya bintik-bintik atau granular, Leukosit terbagi atas : 1. Granular, memiliki bintik-bintik. Leukosit granular yaitu Basofil, Acidofil/Eosinofil dan Neutrofil. 2. Agranular, tidak memiliki bintik-bintik . Leukosit Agranular yaitu Monosit dan Limfosit.

description

imunologi

Transcript of imun humolar

Page 1: imun humolar

Pengetahuan Alam

Jumat, 17 September 2010

MEKANISME PERTAHANAN TUBUH

MEKANISME PERTAHANAN TUBUH

A. Pengertian Pertahanan Tubuh (Sistem Imun)

Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama dalam

mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti

bakteri,jamur dan virus. Kesehatan tubuh bergantung pada kemampuan sistem imun untuk

mengenali dan menghancurkankan serangan ini. Sistem immun berfungsi sebagai pertahanan

tubuh, yaitu bekerja dengan cara mengenali dan menghancurkan para penyusup asing yang

masuk sebelum menimbulkan kerusakan pada tubuh.

Organisme penyebab penyakit seperti bakteri, virus, parasit dan jamur, dideteksi ketika

masuk ke dalam tubuh lalu dibunuh oleh sel-sel sistem immun. Dengan demikian gangguan

penyakit dapat ditangkal dan dilawan. Sel-sel darah putih (leukosit) merupakan bagian utama

dari sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan adanya bintik-bintik atau granular, Leukosit terbagi

atas :

1.      Granular, memiliki bintik-bintik. Leukosit granular yaitu Basofil, Acidofil/Eosinofil dan

Neutrofil.

2.      Agranular, tidak memiliki bintik-bintik . Leukosit Agranular yaitu Monosit dan Limfosit.

Mekanisme pertahanan tubuh manusia berlapis mulai dari bagian luar sampai bagian

dalam tubuh. Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai:

         Penangkal “benda” asing yang masuk ke dalam tubuh

         Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan komponen tubuh yang telah

tua

         Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi atau ganas, serta menghancurkannya.

Page 2: imun humolar

Sistem imun menyediakan kekebalan terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas.

Respon imun adalah suatu cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap masuknya

patogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh.

B. Pembagian

Sistem kekebalan tubuh sebenarnya merupakan hasil kerja sama berbagai organ, jaringan

tubuh, sel, dan molekul yang secara keseluruhan melindungi tubuh dari serangan berbagai

"musuh". Berikut ini pengelompokkan dari mekanisme sistem imun :

Page 3: imun humolar

Kerja dari sistem imun sendiri cukup menarik, dan dapat dibagi menjadi:

1.      Innate immunity, atau sering disebut imunitas alamiah, merupakan sistem kekebalan tubuh lini

pertama yang akan terjadi saat infeksi berlangsung, terjadi secara cepat terhadap infeksi

mikrobia, dan terjadi antara jam ke-0 sampai jam ke-12 infeksi. 

Sebagai gambaran sederhana, sistem ini dapat diibaratkan sebagai barikade yang

berjuang mati-matian memproteksi tubuh. Barikade terdepan, yaitu sistem kekebalan lini

pertama, sudah dimiliki setiap manusia sejak lahir. Misalnya, kulit, asam lambung, sel berbulu

getar di permukaan saluran napas, selaput lendir di saluran napas dan saluran cerna, serta kuman-

kuman jenis tertentu yang hidup di kulit dan di dalam usus.

Begitu bibit penyakit (patogen) menyerang, barikade terdepan mulai mengadakan

pertahanan. Kulit, misalnya, akan mengeluarkan penghalang kimiawi, seperti keringat dan cairan

kelenjar minyak yang bersifat asam serta mengandung enzim penghancur. Patogen yang

menyusup melalui saluran napas, saluran cerna, atau saluran kemih akan dihadang oleh selaput

lendir yang kental dan lengket hingga akhirnya terperangkap.

Selanjutnya, patogen-patogen tersebut dihancurkan oleh berbagai zat kimia yang

dikerahkan sistem kekebalan tubuh. Contoh lainnya, patogen yang masuk ke saluran cerna

sebagian besar akan dihancurkan oleh asam lambung. Yang masih selamat kemudian akan

dihancurkan oleh basa dan enzim di usus halus. Di saluran napas, jasad renik yang merupakan

bibit penyakit akan dihadang bulu getar. Kalau ada yang berhasil masuk ke tenggorok, mereka

Page 4: imun humolar

akan ditelan atau dibatukkan keluar. Walau terlihat kuat, barrier pertama yang bersifat fisik ini

tetap bisa ditembus. Misalnya jika kulit terluka dan jumlah bibit penyakitnya sangat banyak.

Sistem kekebalan lini pertama juga bisa tak berdaya kalau sifat bibit penyakit ini sangat virulen

alias ganas. Jika sistem kekebalan primer mampu ditembus atau ada bibit penyakit yang berhasil

lolos dari hadangannya, maka giliran sistem kekebalan sekunderlah yang bekerja.

Jika disimpulkan, mekanisme tersebut melibatkan :

a.       Penghalang fisik dan kimiawi, seperti epitel dan senyawa antimikrobia yang dihasilkan oleh sel

epitel,

b.      Sel fagosit (neutrofil dan maktofag) dan sel natural killer,

c.       Protein darah, termasuk sistem komplemen dan mediator inflamasi lainnya.

d.      Protein sitokin yang mengatur sel-sel pada mekanisme ini. 

Innate immunity terjadi karena tubuh dapat mengenali struktur mikroba yang masuk,

bisa karena sebelumnya mikroba tersebut sudah pernah menginfeksi tubuh, atau karena struktur

mikroba tersebut mirip seperti struktur mikroba lain yang pernah menginfeksi tubuh. Kelemahan

dari mekanisme ini adalah tidak dapat mengenali struktur yang sama sekali baru menginfeksi

tubuh. Untuk infeksi tersebut, adaptive immunity yang berperan.

2.      Adaptive immunity (Imunitas Spesifik) atau bisa dikatakan dengan sistem kekebalan tubuh lini

kedua. Pertahanan lini kedua ini terdiri atas sel-sel khusus (sel-sel darah putih) yang

keberadaannya pun sudah dibawa sejak lahir. Bedanya, dia baru bekerja saat dibutuhkan."Oleh

karena itulah sistem kekebalan ini disebut juga sebagai sistem kekebalan adaptif. Ia melawan

patogen melalui pembentukan antibodi dan dengan menghancurkan sel yang berhasil disusupi

patogen, terjadi ketika innate immunity gagal menghalau infeksi karena benda asing yang masuk

memiliki struktur yang sama sekali baru bagi tubuh.  Mekanisme ini terjadi sekitar 1 hingga 5

hari setelah infeksi.

Secara singkat, makanisme ini akan mencoba membuat "ingatan" baru tentang struktur

benda asing yang masuk ke tubuh, kemudia bereaksi untuk menghalau benda asing tersebut. Sel

yang terlibat pada mekanisme ini adalah limfosit, baik sel T limfosit maupun sel B limfosit.

Adaptive immunity sendiri terbagi menjadi 2, yaitu:

a.      Imunitas humoral, yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah, yang disebut

antibodi.  Antibodi dihasilkan oleh sel B limfosit. Adapun karakteristik sel B yaitu :

•         Imunitas yang diperantarai antibodi

Page 5: imun humolar

•         Dihasilkan dan matur di bone marrow

•         Tinggal di limfe dan kelenjar limfe, beredar di darah dan limfe

•         Secara langsung mengenal antigen dan kemudian mengadakan seleksi klonal

•         Ekspansi klonal menghasilkan antibodi hasil sekresi sel plasma seperti sel B memori

Mekanisme imunitas ini ditujukan untuk benda asing yang berada di di luar sel (berada di

cairan atau jaringan tubuh). Limfosit adalah sel yang ada di dalam tubuh yang mampu mengenal

dan menghancurkan bebagai determinan antigenik yang memiliki dua sifat pada respons imun

khusus, yaitu spesifitas dan memori. Limfosit memiliki beberapa subset yang memiliki

perbedaan fungsi dan jenis protein yang diproduksi, namun morfologinya sulit dibedakan.

Limfosit berperan dalam respons imun spesifik karena setiap individu limfosit dewasa

memiliki sisi ikatan khusus sebagai varian dari prototipe reseptor antigen. Reseptor antigen pada

limfosit B adalah bagian membran yang berikatan dengan antibodi yang disekresikan setelah

limfosit B yang mengalami diferensiasi menjadi sel fungsional, yaitu sel plasma yang disebut

juga sebagai membran imunoglobulin. Reseptor antigen pada limfosit T bekerja mendeteksi

bagian protein asing atau patogen asing yang masuk sel inang B limfosit akan mengenali benda

asing tersebut, kemudian akan memproduksi antibodi. Antibodi merupakan molekul yang akan

menempel di suatu molekul spesifik (antigen) di permukaan benda asing tersebut. Kemudian

antibodi akan menggumpalkan benda asing tersebut sehingga menjadi tidak aktif, atau berperan

sebagai sinyal bagi sel-sel fagosit.

Antibodi :

1.      Ig G :

-   Komponen utama Ig serum (75%)

-   Dapat menembus Placenta

-   Terbentuk pada respons sekunder

-   Anti bakteri, anti virus, anti jamur

2.      Ig M :

-   Imunoglobulin terbesar

-   Respons imun primer

-   Mencegah gerakan mikroorganisme sekunder

-   Mengaktifkan komplemen

3.      Ig A :

Page 6: imun humolar

-   Terbentuknya pd rangsangan selaput lendir

-   Kekebalan infeksi saluran nafas, pencernaan, urogenitalis

-   Fiksasi komplemen, antitoxin, reaksi aglutinasi, anti virus

4.      Ig D :

-   Sangat rendah dalam sirkulasi

-   Fungsi belum jelas

5.      5. Ig E :

-   Sangat sedikit jumlahnya

-   Tinggi pada alergi, fiksasi komplemen, infeksi cacing, infeksi parasit

Adapun bentuk-bentuk dari antibodi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Klas Tempat Fungsi

Ig GBentuk antibodi utama di sirkulasi

Mengikat patogen, mengaktifkan komplemen, meningkatkan fagositosis

Ig MDi sirkulasi, antibodi terbesar

Aktifkan komplemen, menggumpalkan sel

Ig A Di saliva Mencegah patogen menyerang sel epitel traktus digestivus dan respiratori.

Ig DDi sirkulasi dan jumlahnya paling rendah Menandai kematuran sel B

Page 7: imun humolar

Ig E

Membran berikatan dengan reseptor basofil dan sel mast dalam jaringan

Bertanggung jawab dalam respon alergi dan melindungi dari serangan parasit cacing

b.      Imunitas selular, yaitu imunitas yang dimediasi oleh sel T limfosit. Fungsinya yaitu sebagai

pertahanan terhadap bakteri (intraselular), virus, jamur, dan parasit. Mekanisme ini ditujukan

untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa bakteri dan virus) sehingga tidak dapat

dilekati oleh antibodi. Sistem imun yang bekerja pada sel yang terinfeksi antigen, yang berperan

adalah sel T (Th, Tc, Ts). T limfosit kemudian akan menginduksi 2 hal: Fagositosis benda asing

tersebut oleh sel yang terinfeksi.

        Lisis sel yang terinfeksi sehingga benda asing tersebut terbebas ke luar sel dan dapat di dilekati

oleh antibodi.

Imunitas selular terdiri dari :

1.      Helper T-cell membantu sel B

2.      Suppressor T-cell :

-       Menghambat sel B

-       Menghambat sel T

3.      Cytotoxic T-cell : Menyerang antigen secara langsung

Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis

yaitu Limfosit B dan Limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara Limfosit T dan Limfosit B :

Limfosit B Limfosit T

1.    Dibuat di sumsum tulang yaitu sel batang

yang sifatnya pluripotensi (pluripotent

stem cells) dan dimatangkan di sumsum

tulang (Bone Marrow)

1.    Dibuat di sumsum tulang dari sel

batang yang pluripotensi (pluripotent

stem cells) dan dimatangkan di Timus

2.    Berperan dalam imunitas humoral 2.   Berperan dalam imunitas selular

3.    Menyerang antigen yang ada di cairan 3.   Menyerang antigen yang berada di

Page 8: imun humolar

antar sel dalam sel

Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu :

      Limfosit B plasma, memproduksi antibodi

      Limfosit B pembelah, menghasilkan

Limfosit B dalam jumlah banyak dan

cepat

      Limfosit B memori, menyimpan

mengingat antigen yang pernah masuk ke

dalam tubuh

Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu:

      Limfosit T pempantu (Helper T cells),

berfungsi mengantur sistem imun dan

mengontrol kualitas sistem imun

      Limfosit T pembunuh (Killer T cells)

atau Limfosit T Sitotoksik, menyerang

sel tubuh yang terinfeksi oleh patogen

      Limfosit T surpressor (Surpressor T

cells), berfungsi menurunkan dan

menghentikan respon imun jika infeksi

berhasil diatasi

Suhu tubuh kita diatur oleh sebuah “mesin khusus” pengatur suhu yang terletak di otak tepatnya

di bagian hipotalamus tepatnya dibagian pre optik anterior (pre = sebelum, anterior= depan)

Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari deinsephalon yang merupakan bagian dari otak

depan kita (prosencephalon).

Hipotalamus dapat dikatakan sebagai mesin pengatur suhu (termostat tubuh) karena disana

terdapat reseptor (penangkap, perantara) yang sangat peka terhadap suhu yang lebih dikenal

dengan nama termoreseptor (termo = suhu). Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh dapat

senatiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti tubuh. Suhu inti tubuh

merupakan pencerminan dari kandungan panas yang ada di dalam tubuh kita. Kandungan panas

didapatkan dari pemasukan panas yang berasal dari proses metabolisme makanan yang masuk ke

dalam tubuh. Pada umumnya suhu inti berada dalam batas 36,5-37,5°C.

Dalam berbagai aktivitas sehari-hari, tubuh kita juga akan mengelurakan panas misalnya saat

berolahraga. Bilamana terjadi pengeluraan panas yang lebih besar dibandingkan dengan

pemasukannya, atau sebaliknya maka termostat tubuh itu akan segera bekerja guna

menyeimbangkan suhu tubuh inti.

Bila pemasukan panas lebih besar daripada pengeluarannya, maka termostat ini akan

memerintahkan tubuh kita untuk melepaskan panas tubuh yang berlebih ke lingkungan luar

tubuh salah satunya dengan mekanisme berkeringat.

Page 9: imun humolar

Dan bila pengeluaran panas melebihi pemasukan panas, maka termostat ini akan berusaha

menyeimbakan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka kita untuk

berkontraksi(bergerak) guna menghasilkan panas tubuh. Kontraksi otot-otok rangka ini

merupakan mekanisme dari menggigil.

Contohnya, seperti saat kita berada di lingkungan pegunungan yang hawanya dingin, tanpa kita

sadari tangan dan kaki kita bergemetar (menggigil). Hal ini dimaksudkan agar tubuh kita tetap

hangat. Karena dengan menggigil itulah, tubuh kita akan memproduksi panas.

Hal diatas tersebut merupakan proses fisiologis (keadaan normal) yang terjadi dalam tubuh kita

manakala tubuh kita mengalamiperubahan suhu.

Lain halnya bila tubuh mengalami proses patologis (sakit). Proses perubahan suhu yang terjadi

saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh “zat toksis (racun)” yang masuk kedalam

tubuh.

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh.

Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh

terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh.

Proses peradangan diawali dengan masuknya “racun” kedalam tubuh kita. Contoh “racun”yang

paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit.

Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun

tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan

berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan “tentara pertahanan tubuh”

antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit  untuk memakannya (fagositosit).

Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan “senjata”

berupa  zat kimia yang dikenal sebagai pirogen  endogen (khususnya interleukin 1/ IL-1) yang

berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-

sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni

asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.

Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu

pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur

tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan

mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus.

Page 10: imun humolar

Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh

(di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut merasa

bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/

menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih

banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus

yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau

febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa

kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam)

o ►   Agustus (1)

Imunitas Humoral

Page 11: imun humolar

SEL LlMFOSIT B

Progenitor sel limfosit B adalah sel stem hematopoietik pluripoten. Dinamakan pluripoten karena sel ini juga merupakan progenitor sel hematopoietik lainnya, seperti sel polimorfonuklear, sel monosit dan sel makrofag.

Pada masa embrio sel ini ditemukan pada yolk sac, yang kemudian bermigrasi ke hati, limpa dan sumsum tulang. Setelah bayi lahir, sel asal (stem cell) hanya ditemukan pada sumsum tulang. Dinamakan limfosit B karena tempat perkembangan utamanya pada burung adalah bursa fabricius, sedangkan pada manusia tempat perkembangan utamanya adalah sumsum tulang.

Sel pertama yang dapat dikenal sebagai prekursor (pendahulu) sel limfosit B adalah sel yang sitoplasmanya mengandung rantai berat µ, terdiri atas bagian variabel V dan bagian konstan C tanpa rantai ringan L, dan tanpa imunoglobulin pada permukaannya. Sel ini dinamakan sel pro-limfosit B. Selain rantai µ, sel pro-limfosit B juga memperlihatkan molekul lain pada permukaannya, antara lain antigen HLA-DR, reseptor komplemen C3b dan reseptor virus Epstein-Barr (EBV). Pada manusia sel pro-limfosit B sudah dapat ditemukan di hati fetus pada masa gestasi minggu ke-7 dan ke-8.

Sel pro-limfosit B ini berkembang menjadi sel limfosit B imatur. Pada tahap ini sel limfosit B imatur telah dapat membentuk rantai ringan L imunoglobulin sehingga mempunyai petanda imunoglobulin pada permukaan membran sel yang berfungsi sebagai reseptor antigen. Bila sel limfosit B sudah memperlihatkan petanda rantai berat H dan rantai ringan L yang lengkap, maka sel ini tidak akan dapat memproduksi rantai berat H dan rantai ringan L lain yang mengandung bagian variabel (bagian yang berikatan dengan

Page 12: imun humolar

antigen) yang berbeda. Jadi setiap sel limfosit B hanya memproduksi satu macam bagian variabel dari imunoglobulin. lni berarti imunoglobulin yang dibentuk hanya ditujukan terhadap satu determinan antigenik saja. Sel B imatur mempunyai sifat yang unik. Jika sel ini terpajan dengan ligannya (pasangan kontra imunoglobulin yang ada pada permukaan membran sel), sel ini tidak akan terstimulasi, bahkan mengalami proses yang dinamakan apoptosis sehingga sel menjadi mati (programmed cell death). Jika ligannya itu adalah antigen diri (self antigen), maka sel yang bereaksi terhadap antigen diri akan mengalami apoptosis sehingga tubuh menjadi toleran terhadap antigen diri. Hal ini terjadi pada masa perkembangan di sumsum tulang. Oleh karena itu, sel limfosit B yang keluar dari sumsum tulang merupakan sel limfosit B yang hanya bereaksi terhadap antigen asing. Kemudian sel limfosit B imatur yang telah memperlihatkan imunoglobulin lengkap pada permukaannya akan keluar dari sumsum tulang dan masuk ke dalam sirkulasi perifer serta bermigrasi ke jaringan limfoid untuk terus berkembang menjadi sel matur (lihat Gambar 9-1). Sel B ini memperlihatkan petanda imunoglobulin IgM dan IgD dengan bagian variabel yang sama pada permukaan membran sel dan dinamakan sel B matur.

Perkembangan dari sel asal (stem cell) sampai menjadi sel B matur tidak memerlukan stimulasi antigen, tetapi terjadi di bawah pengaruh lingkungan mikro dan genetik. Tahap perkembangan ini dinamakan tahapan generasi keragaman klon (clone diversity), yaitu klon yang mempunyai imunoglobulin permukaan dengan daya ikat terhadap determinan antigen tertentu.

Tahap selanjutnya memerlukan stimulasi antigen, yang dinamakan tahapan respons imun. Setelah distimulasi oleh antigen, maka sel B matur akan menjadi aktif dan dinamakan sel B aktif. Sel B aktif kemudian akan berubah menjadi sel blast dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel plasma yang akan memproduksi imunoglobulin.

Beberapa progeni sel B aktif tersebut akan mulai mensekresi imunoglobulin kelas lain seperti IgG, IgA, dan IgE dengan bagian variabel yang sama yang dinamakan alih isotip atau alih kelas rantai berat (isotype switching).

Beberapa progeni sel B aktif lainnya ada yang tidak mensekresi imunoglobulin melainkan tetap sebagai sel B yang memperlihatkan petanda imunoglobulin pada permukaannya dan dinamakan sel B memori. Μ

Sel B memori ini mengandung imunoglobulin yang afinitasnya lebih tinggi. Maturasi afinitas ini diperoleh melalui mutasi somatik. Sel B matur yang tidak distimulasi, jadi yang tidak menemukan ligannya, akan mati dengan waktu paruh 3-4 hari. Sedangkan sel B memori akan bertahan hidup lebih lama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan tanpa stimulasi antigen. Sel B memori ini akan beresirkulasi secara aktif melalui pembuluh darah, pembuluh limfe, dan kelenjar limfe. Bila antigen dapat lama disimpan oleh sel dendrit di kelenjar limfe, maka sel dendrit ini pada suatu waktu akan mengekspresikan antigen tersebut pada permukaannya. Antigen yang diekspresikan oleh sel dendrit ini akan merangsang sel B memori menjadi aktif kembali, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Dalam hal ini, kadar antibodi terhadap suatu antigen tertentu dapat bertahan lama pada kadar protektif, sehingga kekebalan yang timbul dapat bertahan lama.

Page 13: imun humolar

 

 

 

Aktivasi dan fungsi sel B

Bila sel limfosit B matur distimulasi antigen ligannya, maka sel B akan berdiferensiasi menjadi aktif dan berproliferasi. Ikatan antara antigen dan imunoglobulin pada permukaan sel B, akan mengakibatkan terjadinya ikatan silang antara imunoglobulin permukaan sel B. Ikatan silang ini mengakibatkan aktivasi enzim kinase dan peningkatan ion Ca++ dalam sitoplasma. Terjadilah fosforilase protein yang meregulasi transkripsi gen antara lain protoonkogen (proto oncogene) yang produknya meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Aktivasi mitosis ini dapat terjadi dengan atau tanpa bantuan sel T, tergantung pada sifat antigen yang merangsangnya. Proliferasi akan mengakibatkan ekspansi klon diferensiasi dan selanjutnya sekresi antibodi. Fungsi fisiologis antibodi adalah untuk menetralkan dan mengeliminasi antigen yang menginduksi pembentukannya.

Dikenal 2 macam antigen yang dapat menstimulasi sel B, yaitu antigen yang tidak tergantung pada sel T (TI = T cell independent) dan antigen yang tergantung pada sel T (TD = T cell dependent). Antigen TI dapat merangsang sel B untuk berproliferasi dan mensekresi imunoglobulin tanpa bantuan sel T penolong (Th = T helper). Contohnya adalah antigen dengan susunan molekul karbohidrat, atau antigen yang mengekspresikan

Page 14: imun humolar

determinan antigen (epitop) identik yang multipel, sehingga dapat mengadakan ikatan silang antara imunoglobulin yang ada pada permukaan sel B. Ikatan silang ini mengakibatkan terjadinya aktivasi sel B, proliferasi, dan diferensiasi. Polisakarida pneumokok, polimer D-asam amino dan polivinil pirolidin mempunyai epitop identik yang multipel, sehingga dapat mengaktifkan sel B tanpa bantuan sel T. Demikian pula lipopolisakarida (LPS), yaitu komponen dinding sel beberapa bakteri Gram negatif dapat pula mengaktifkan sel B. Tetapi LPS pada konsentrasi tinggi dapat merupakan aktivator sel B yang bersifat poliklonal. Hal ini diperkirakan karena LPS tidak mengaktifkan sel B melalui reseptor antigen, tetapi melalui reseptor mitogen.

Antigen TD merupakan antigen protein yang membutuhkan bantuan sel Th melalui limfokin yang dihasilkannya, agar dapat merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi.

Terdapat  dua macam respons antibodi, yaitu respons antibodi primer dan sekunder. Respons antibodi primer adalah respons sel B terhadap pajanan antigen ligannya yang pertama kali, sedangkan respons antibodi sekunder adalah respons sel B pada pajanan berikutnya, jadi merupakan respons sel B memori. Kedua macam respons antibodi ini berbeda baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Perbedaan tersebut adalah pada respons antibodi sekunder terbentuknya antibodi lebih cepat dan jumlahnya pun lebih banyak.

Pada respons antibodi primer, kelas imunoglobulin yang disekresi terutama adalah IgM, karena sel B istirahat hanya memperlihatkan IgM dan IgD pada permukaannya (IgD jarang disekresi). Sedangkan pada respons antibodi sekunder, antibodi yang disekresi terutama adalah isotip lainnya seperti IgG, IgA, dan IgE sebagai hasil alih isotip. Afinitas antibodi yang dibentuk pada respons antibodi sekunder lebih tinggi dibanding dengan respons antibodi primer, dan dinamakan maturasi afinitas.

Respons sel B memori adalah khusus oleh stimulasi antigen TD, sedangkan stimulasi oleh antigen TI pada umumnya tidak memperlihatkan respons sel B memori dan imunoglobulin yang dibentuk umumnya adalah IgM. Hal ini menandakan bahwa respons antibodi sekunder memerlukan pengaruh sel Th atau limfokin yang disekresikannya.

  

STRUKTUR IMUNOGLOBULIN

Page 15: imun humolar

Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin termasuk dalam famili glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast.

Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap kelas mempunyai perbedaan sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen spesifik dan aktivitas biologik berlainan. Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (γ), rantai A (α), rantai M (μ), rantai E (ε) dan rantai D (δ). Setiap rantai mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain.

Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen, terikat pada permukaan sel makrofag, dan yang menempel pada sel mast dan basofil mengakibatkan degranulasi sel mast dan basofil, dan kemampuan menembus plasenta.

Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen.

Page 16: imun humolar

  

KLASIFIKASI IMUNOGLOBULIN

Klasifikasi imunoglobulin berdasarkan kelas rantai H. Tiap kelas mempunyai berat molekul, masa paruh, dan aktivitas biologik yang berbeda. Pada manusia dikenal 4 sub kelas IgG yang mempunyai rantai berat γl, γ2, γ3, dan γ4. Perbedaan antar subkelas lebih sedikit dari pada perbedaan antar kelas.

Imunoglobulin G IgG mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri dari 2 rantai berat H dan 2

rantai ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah imunoglobulin.

Imunoglobulin G terdiri dari 4 subkelas, masing-masing mempunyai perbedaan yang tidak banyak, dengan perbandingan jumlahnya sebagai berikut: IgG1 40-70%, IgG2 4-20%, IgG3 4-8%, dan IgG4 2-6%. Masa paruh IgG adalah 3 minggu, kecuali subkelas IgG3 yang hanya mempunyai masa paruh l minggu. Kemampuan mengikat komplemen setiap subkelas IgG juga tidak sama, seperti IgG3 > IgGl > IgG2 > IgG4. Sedangkan IgG4 tidak dapat mengikat komplemen dari jalur klasik (ikatan C1q) tetapi melalui jalur alternatif. Lokasi ikatan C1q pada molekul IgG adalah pada domain CH2. 

Sel makrofag mempunyai reseptor untuk IgG1 dan IgG3 pada fragmen Fc. Ikatan antibodi dan makrofag secara pasif akan memungkinkan makrofag memfagosit antigen yang telah dibungkus antibodi (opsonisasi). Ikatan ini terjadi pada subkelas IgG1 dan IgG3 pada lokasi domain CH3.

Bagian Fc dari IgG mempunyai bermacam proses biologik dimulai dengan kompleks imun yang hasil akhirnya pemusnahan antigen asing. Kompleks imun yang terdiri dari ikatan sel dan antibodi dengan reseptor Fc pada sel killer memulai respons sitolitik (antibody dependent cell-mediated cytotoxicity = ADCC) yang ditujukan pada antibodi yang diliputi sel. Kompleks imun yang berinteraksi dengan sel limfosit pada reseptor Fc pada trombosit akan menyebabkan reaksi dan agregasi trombosit. Reseptor Fc memegang peranan pada transport IgG melalui sel plasenta dari ibu ke sirkulasi janin.

Page 17: imun humolar

 

Imunoglobulin M Imunoglobulin M merupakan 10% dari seluruh jumlah imunoglobulin, dengan koefisien

sedimen 19 S dan berat molekul 850.000-l.000.000. Molekul ini mempunyai 12% dari beratnya adalah karbohidrat. Antibodi IgM adalah antibodi yang pertama kali timbul pada respon imun terhadap antigen dan antibodi yang utama pada golongan darah secara alami. Gabungan antigen dengan satu molekul IgM cukup untuk memulai reaksi kaskade komplemen.

IgM terdiri dari pentamer unit monomerik dengan rantai μ dan CH. Molekul monomer dihubungkan satu dengan lainnya dengan ikatan disulfida pada domain CH4 menyerupai gelang dan tiap monomer dihubungkan satu dengan lain pada ujung permulaan dan akhirnya oleh protein J yang berfungsi sebagai kunci.

Imunoglobulin A IgA terdiri dari 2 jenis, yakni IgA dalam serum dan IgA mukosa. IgA dalam serum

terdapat sebanyak 20% dari total imunoglobulin, yang 80% terdiri dari molekul monomer dengan berat molekul 160.000, dan sisanya 20% berupa polimer dapat berupa dua, tiga, empat atau lima monomer yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh jembatan disulfida dan rantai tunggal J (lihat Gambar 9-6). Polimer tersebut mempunyai koefisien sedimentasi 10,13,15 S. 

Page 18: imun humolar

 

Sekretori IgA Sekretori imunoglobulin A (sIgA) adalah imunoglobulin yang paling banyak terdapat

pada sekret mukosa saliva, trakeobronkial, kolostrum/ASI, dan urogenital. IgA yang berada dalam sekret internal seperti cairan sinovial, amnion, pleura, atau serebrospinal adalah tipe IgA serum.

SIgA terdiri dari 4 komponen yaitu dimer yang terdiri dari 2 molekul monomer, dan sebuah komponen sekretori serta sebuah rantai J. Komponen sekretori diproduksi oleh sel epitel dan dihubungkan pada bagian Fc imunoglobulin A oleh rantai J dimer yang memungkinkan melewati sel epitel mukosa (lihat Gambar 4-6). SIgA merupakan pertahanan pertama pada daerah mukosa dengan cara menghambat perkembangan antigen lokal, dan telah dibuktikan dapat menghambat virus menembus mukosa.

Page 19: imun humolar

 

Imunoglobulin D Konsentrasi IgD dalam serum sangat sedikit (0,03 mg/ml), sangat labil terhadap

pemanasan dan sensitif terhadap proteolisis. Berat molekulnya adalah 180.000. Rantai δ mempunyai berat molekul 60.000 – 70.000 dan l2% terdiri dari karbohidrat. Fungsi utama IgD belum diketahui tetapi merupakan imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan diduga berperan dalam diferensiasi sel ini.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK. Maturation of B lymphocytes and expression of immunoglobulin genes. Dalam: Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS, penyunting. Cellular and molecular immunology. Philadelphia: Saunders, 1991; 70-96.

Roitt IM. The basic of immunology. Specific acquired immunity. Dalam: Roitt IM, penyunting. Essential immunology; edisi ke-6. London: Blackwell. 1988; 15-30.

 

Provided by

DR WIDODO JUDARWANTO SpAchildren’s ALLERGY CLINIC

JL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA 10210

PHONE : (021) 70081995 – 5703646

email :  [email protected]\

htpp://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/

 

 

 

Copyright © 2009, Children Allergy Clinic Information Education Network. All rights reserved.

Page 20: imun humolar

About these ads

Share this:

Beranda Profil

duniahermantoRahasia di dunia ini hanyalah : percaya dan yakinStay updated via RSS

Hermanto Hertz

Create Your Badge

Kategori

Jelajah Sejarah serambi Ilmu Trik and Trik

Uncategorized

Twitter

Error: Twitter did not respond. Please wait a few minutes and refresh this page.

Page 21: imun humolar

Followers

Masukkan alamat Email Anda dan

Bergabunglah dengan 1.606 pengikut lainnya.

Author

o

Page 23: imun humolar

Sedang berkunjung

Mekanisme Pertahanan Tubuh

Posted: Januari 16, 2014 in serambi Ilmu 0

Sistem kekebalan tubuh yang sehat merupakan kekebalan yang dapat membedakan antara bagian tubuh dari sistem itu sendiri dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Secara garis besar, sistem imun menurut sel tubuh dibagi menjadi sistem imun humoral dan sistem imun seluler. Sistem imun humoral terdiri atas antibodi dan cairan yang disekresikan organ tubuh tubuh (saliva, air mata, serum, keringat, asam lambung, pepsin, dan lain-lain). Sedangkan sistem imun dalam bentuk seluler berupa makrofag, limfosit, dan neutrofil yang berada di dalam sel.

Tubuh manusia mempunyai banyak sekali mekanisme pertahanan yang terdiri dari berbagai macam sistem imun yaitu organ limfoid (thymus, lien, sumsum tulang) beserta sistem limfatiknya. Jantung, hati, ginjal, dan paru-paru juga termasuk dalam mekanisme pertahanan tubuh. Sistem limfatik baru akan dikatakan mengalami gangguan jika muncul tonjolan yang membesar dibandingkan keadaan biasanya. Hal ini dikarenakan kelenjar limfe sedang berpasangan melawan kuman yang masuk dalam tubuh. Organ limfoid seperti thymus sendiri mempunyai tanggungjawab dalam pembentukan sel T. Kelenjar thymus sangat penting bagi bayi yang baru lahir, karena bayi yang tidak memiliki kelenjar thymus akan mempunyai sistem imun yang buruk.

Leukosit (sel darah putih) dihasilkan oleh thymus, lien dan sumsum tulang belakang. Leukosit bersirkulasi di dalam tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah, sehingga sistem imun bekerja terkoordinasi baik memonitor tubuh dari kuman maupun substansi lain yang bisa menyebabkan permasalahan dalam tubuh. Leukosit pada umumnya memiliki dua tipe, yaitu fagosit yang bertugas memakan organisme yang masuk ke dalam tubuh dan limfosit yang bertugas mengingat dan mengenali yang masuk ke dalam tubuh serta membantu tubuh menghancurkan benda asing tersebut. Sel lainnya adalah netrofil, yang bertugas melawan bakteri. Kadar netrofil bisa dijadikan indikator adanya infeksi dari bakteri.

Limfosit terdiri dari dua tipe, yaitu limfosit B dan Limfosit T. Limfosit dihasilkan oleh sumsum tulang belakang. Limfosit yang berada di dalam sumsum tulang belakang jika matang menjadi limfosit sel B, atau jika meninggalkan sumsum tulang belakang menuju kelenjar thymus menjadi limfosit T.

Limfosit B dan T mempunyai fungsi yang berbeda dimana limfosit B berfungsi untuk mencari target dan mengirimkan “tentara” untuk mengunci keberadaan benda asing. Benda asing yang telah diidentifikasi oleh sel B kemudian akan dihancurkan oleh sel T. Jika terdapat antigen (benda asing yang masuk ke dalam tubuh) terdeteksi, maka beberapa tipe sel bekerjasama untuk mencari tahu sel yang akan memberikan respon. Sel-sel ini memicu limfosit B untuk

Page 24: imun humolar

memproduksi antibodi, suatu protein khusus yang mengarahkan kepada suatu antigen spesifik. Antibodi sendiri bisa menetralisir toksin yang diproduksi dari berbagai macam organisme, dan juga antibodi bisa mengaktivasi kelompok protein protein yang disebut komplemen yang merupakan bagian dari sistem imun dan membantu menghancurkan bakteri, virus, mikroorganisme patogen, ataupun sel yang terinfeksi.

Sistem Kekebalan Tubuh Pada Manusia

Mekanisme Imunitas terhadap Antigen yang Berbahaya

Beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya di lingkungannya yaitu:

1. Pertahanan fisik dan kimiawi: kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui kelenjar keringat dan sebasea (kelenjar berbentuk kantong kecil yang terletak di dermis), sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur, urin, asam lambung serta lisozim dalam air mata.

2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah invasi mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitel organ.

3. Innate immunity4. Imunitas spesifik yang didapat.

Respon Imune  Innate

Respon ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik yang mencegah masuk dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa komponen innate immunity, yaitu :

1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel poli-morfonuklear (PMN) dan makrofag.2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi.4. Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yang mengikat mikroorganisme, selanjutnya

terjadi aktivasi komplemen melalui jalur klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme.5. Produksi interferon alfa (IFN-α) oleh leukosit dan interferon beta (IFN-β) oleh fibroblast

yang mempunyai efek antivirus.6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel NK) melalui

pelepasan granula yang mengandung perforin.7. Pelepasan mediator eosinofil seperti  major basic protein (MBP) dan protein kationik

yang dapat merusak membran parasit.

Respon Imunitas Spesifik

Bila mikroorganisme dapat melewati pertahanan nonspesifik/innate immunity, maka tubuh akan membentuk mekanisme pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas ini memerlukan pengenalan terhadap antigen lebih dulu. Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri dari imunitas humoral, yaitu produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non T

Page 25: imun humolar

dependent) dan mekanisme Cell mediated immunity (CMI). Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui produksi sitokin serta jaringan interaksinya dan sel sitotoksik matang di bawah pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6 (IL-6).

Presentasi Antigen

Respons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/mikroorganisme ke dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan sebagai antigen presenting cell (APC). Sel itu akan menangkap sejumlah kecil antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit Th atau T  helper. Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th ini) akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk mengeliminasi antigen. Sel limfosit dan sel APC bekerja sama melalui kontak langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-sel ini dapat juga berinteraksi secara simultan dengan sel tipe lain atau dengan komponen komplemen, kinin atau sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit, pembekuan darah atau penyembuhan luka. Respon imun dapat bersifat lokal atau sistemik dan akan berhenti bila antigen sudah berhasil dieliminasi melalui mekanisme kontrol.

Peran  Major Histocompatibility Complex (MHC)

Respon imun sebagian besar antigen hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh sel APC. Oleh karena itu, sel T hanya mengenal imunogen yang terikat pada protein MHC pada permukaan sel lain. terdapat 2 kelas MHC yaitu:

1. Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel somatik dan digunakan untuk presentasi antigen kepada sel TCD8 yang sebagian besar adalah sel sitotoksik. Hampir sebagian besar sel mempresentasikan antigen ke sel T sitotoksik (sel Tc) serta merupakan target/sasaran dari sel Tc tersebut. MHC kelas I digunakan ketika merepson infeksi virus.

2. Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag dan beberapa sel lain untuk presentasi antigen kepada sel TCD4 yang sebagian besar adalah sel T helper (Th). Aktivasi sel Th ini diperlukan untuk respon imun yang sesungguhnya dan sel APC dengan MHC kelas II merupakan poros penting dalam mengontrol respon imun tersebut. MHC kelas II digunakan ketika merespon infeksi bakteri.

T Helper 1 (Th1) dan T Helper 2 (Th2)

Sel-sel T berperan sebagai penghantar imunitas yang dimediasi sel dalam respon imun adaptif yang digunakan untuk mengontrol patogen intraseluler serta meregulasi respon sel B, termasuk aktivasi sel imun lainnya dengan pelepasan sitokin (Uzel 2000). Terdapat dua subset utama limfosit yang dibedakan dengan keberadaan molekul (petanda) permukaan CD4 dan CD8. Limfosit T yang mengekspresikan CD4 juga dikenal sebagai sel T helper, penghasil sitokin terbanyak. Subset ini dibagi lagi menjadi Th1 dan Th2, dan sitokin yang dihasilkan disebut sebagai sitokin tipe Th1 dan sitokin tipe Th2. Sitokin tipe Th1 cenderung menghasilkan respon proinflamatori yang bertanggung jawab terhadap killing parasit intraseluler dan mengabadikan respon autoimun. Sitokin tipe Th1 terdiri dari interferon gamma, interleukin-2, serta limfotoksin-α yang merangsang imunitas tipe  1, ditandai aktivitas fagositik  yang kuat.

Page 26: imun humolar

Respon proinflamatori yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang tidak terkontrol. Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk menetralkan  aksi mikrobisidal berlebih  yang dimediasi Th1 ini, yaitu dengan respon Th2. Sitokin yang termasuk dalam mekanisme Th2 ini adalah interleukin 4, 5, 9, dan 13, yang disertai IgE dan respon eosinofilik dalam atopi, dan juga interleukin-10, dengan respon yang lebih bersifat anti-inflamatori. Imunitas tipe 2 yang distimulasi Th2 ditandai dengan kadar antibodi tinggi (Berger 2000). Bagi kebanyakan infeksi, imunitas tipe 1 bersifat protektif, sedang respon tipe 2 membantu resolusi inflamasi yang dimediasi sel. Stres sistemik yang berat, imunosupresi, atau inokulasi mikrobial yang berlebihan (overwhelming) mengakibatkan sistem imun meningkatkan respon tipe 2 terhadap infeksi  yang seharusnya dikendalikan oleh  imunitas tipe 1 (Spellberg 2001). Kemungkinan prekursor sel-T penolong akan menjadi sel tipe 1 atau tipe 2 tergantung pada beberapa faktor, yaitu dilihat dari sudut pandang patogen seperti sifat dan kuantitas patogen, route infeksi, pengaruh komponen imunomodulator dan infeksi bersamaan, serta faktor pejamu termasuk predisposisi genetik, jumlah sel-T yang merespon, kompleks histokompatiliti mayor haplotype individu, sifat sel yang mempresentasikan antigen, serta lingkungan sitokin sel-T selama dan pasca aktivasi (Nahid 1999).

Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Mikroba

Respons tubuh terhadap serangan mikroba dapat terjadi dalam beberapa jenjang tahapan. Tahapan pertama bersifat nonspesifik atau innate, yaitu berupa respons inflamasi. Tahapan kedua bersifat spesifik dan adaptif, yang diinduksi oleh komponen antigenik mikroba. Tahapan terakhir adalah respon peningkatan dan koordinasi sinergistik antara sel spesifik dan nonspesifik yang diatur oleh berbagai produk komponen respon inflamasi, seperti mediator kimia. Sistem kekebalan adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan dalam tubuh juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor.

Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh dari komponen patogen asing akan menopang amanat yang diembannya guna merespon infeksi patogen, baik yang berkembang biak di dalam sel tubuh (intraseluler) seperti misalnya virus, maupun yang berkembang biak di luar sel tubuh (ekstraseluler) sebelum berkembang menjadi penyakit. Meskipun demikian, sistem kekebalan mempunyai sisi yang kurang menguntungkan. Pada proses peradangan, penderita dapat merasa tidak nyaman oleh karena efek samping yang dapat ditimbulkan sifat toksik senyawa organik yang dikeluarkan sepanjang proses perlawanan berlangsung. Pertahanan awal terhadap organisme asing adalah jaringan terluar dari tubuh yaitu kulit, yang memiliki banyak sel termasuk makrofag dan neutrofil yang siap memfagosit organisme lain pada saat terjadi penetrasi pada permukaan kulit, dengan tidak dilengkapi oleh antibodi. Pertahanan yang kedua adalah kekebalan tiruan.

Walaupun sistem pada kedua pertahanan mempunyai fungsi yang sama, terdapat beberapa perbedaan yang nyata, antara lain :

sistem kekebalan tiruan tidak dapat terpicu secepat sistem kekebalan turunan

Page 27: imun humolar

o sistem kekebalan tiruan hanya merespon imunogen tertentu, sedangkan sistem yang lain merespon nyaris seluruh antigen.

o sistem kekebalan tiruan menunjukkan kemampuan untuk “mengingat” imunogen penyebab infeksi dan reaksi yang lebih cepat saat terpapar lagi dengan infeksi yang sama. Sistem kekebalan turunan tidak menunjukkan kemampuan immunological memory.

Imunologi Toleransi Terhadap Antigen bakteri

Toleransi adalah properti dari host dimana ada pengurangan imunologis spesifik dalam respon imun terhadap antigen tertentu. Toleransi ke Antigen bakteri tidak melibatkan kegagalan umum dalam respon imun tetapi kekurangan tertentu dalam kaitannya dengan antigen dari bakteri tertentu.  Jika ada respon kekebalan yang tertekan terhadap antigen yang relevan dari parasit, proses infeksi difasilitasi. Toleransi dapat melibatkan baik AMI (Antibody-Mediated Immunity) atau CMI (Cell Mediated Immunity) atau kedua lengan dari respon imunologi. Toleransi terhadap suatu Antigen dapat timbul dalam berbagai cara, tetapi tiga yang mungkin relevan dengan infeksi bakteri.

1. Paparan Antigen  Janin terpapar Antigen. Jika janin terinfeksi pada tahap tertentu dari perkembangan imunologi, mikroba Antigen dapat dilihat sebagai “diri”, dengan demikian menyebabkan toleransi (kegagalan untuk menjalani respon imunologi) ke Antigen yang dapat bertahan bahkan setelah kelahiran.

2. High persistent doses of circulating Antigen. Toleransi terhadap bakteri atau salah satu produknya mungkin timbul ketika sejumlah besar antigen bakteri yang beredar dalam darah menyebabkan sistem kekebalan menjadi kewalahan.

3. Molecular mimicry. Jika Antigen bakteri sangat mirip dengan “antigen” host normal, respon kebal terhadap Antigen ini mungkin lemah memberikan tingkat toleransi. Kemiripan antara Antigen bakteri dan host Antigen disebut sebagai mimikri molekuler.  Dalam hal ini determinan antigenik dari bakteri sangat erat terkait kimiawi untuk host komponen jaringan yang sel-sel imunologi tidak dapat membedakan antara dua dan respon imunologi tidak dapat ditingkatkan.  Beberapa kapsul bakteri tersusun dari polisakarida (hyaluronic acid, asam sialic) sehingga mirip dengan host polisakarida jaringan yang tidak imunogenik.

Antibodi yang diserap oleh Antigen bakteri Larut

Beberapa bakteri dapat membebaskan komponen antigen permukaan dalam bentuk yang larut ke dalam cairan jaringan. Antigen ini larut dan dapat menggabungkan dengan “menetralisir” antibodi sebelum mereka mencapai sel-sel bakteri.  Misalnya, sejumlah kecil endotoksin (LPS) dapat dilepaskan ke cairan sekitarnya oleh bakteri Gram-negatif. Otolisis bakteri Gram-negatif atau Gram-positif dapat melepaskan komponen antigen permukaan dalam bentuk yang larut. Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis diketahui melepaskan polisakarida kapsuler selama pertumbuhan dalam jaringan. Bakteri ini ditemukan dalam serum pasien dengan pneumonia pneumokokus dan dalam cairan serebrospinal pasien dengan meningitis. Komponen-komponen sel bakteri yang larut dalam dinding adalah antigen yang kuat dan melengkapi

Page 28: imun humolar

aktivator sehingga mereka berkontribusi dengan cara utama untuk patologi yang diamati pada penderita meningitis dan pneumonia.

Secara umum tahapan sistem kekebalan tubuh terhadap mikroba adalah sebagai berikut:

Tahap pertama

Respons inflamasi tubuh merupakan salah satu sel tubuh yang timbul sebagai akibat invasi mikroba pada jaringan. Respons ini terdiri dari aktivitas sel-sel inflamasi, antara lain sel leukosit (polimorfonuklear, limfosit, monosit), sel makrofag, sel mast, sel natural killer, serta suatu sistem mediator kimia yang kompleks baik yang dihasilkan oleh sel (sitokin) maupun yang terdapat dalam plasma. Sel fagosit, mononuklear maupun polimorfonuklear berfungsi pada proses awal untuk membunuh mikroba, dan mediator kimia dapat meningkatkan fungsi ini. Mediator kimia akan berinteraksi satu dengan lainnya, juga dengan sel radang seperti komponen sistem imun serta fagosit, baik mononuklear maupun polimorfonuklear untuk memfagosit dan melisis mikroba. Mediator tersebut antara lain adalah histamin, kinin/bradikinin, komplemen, prostaglandin, leukotrien dan limfokin. Respons inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi dan menghambat penyebaran mikroba.

Histamin yang dilepaskan sel mast akibat stimulasi anafilatoksin  akan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular untuk memfasilitasi peningkatan aliran darah dan keluarnya sel radang intravaskular ke jaringan tempat mikroba berada. Kinin/bradikinin adalah peptida yang diproduksi sebagai hasil kerja enzim protease kalikrein pada kininogen. Mediator ini juga menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Faktor Hageman yang diaktifkan oleh karena adanya kerusakan pembuluh darah serta endotoksin bakteri gram negatif, juga sel dalam menginduksi mediator kimia lainnya.

Produk aktivasi komplemen yang pada mulanya melalui jalur alternatif dapat meningkatkan aliran darah, permeabilitas pembuluh darah, keinotaksis dan fagositosis, serta hasil akhir aktivasi komplemen adalah lisis mikroba. Prostaglandin, leukotrien dan fosfolipid lainnya yaitu mediator yang merupakan hasil metabolit asam arakidonat dapat menstimulasi motilitas leukosit yang dibutuhkan untuk memfagosit mikroba dan merangsang agregasi trombosit untuk memperbaiki kerusakan pembuluh darah yang ada. Prostaglandin juga dapat bekerja sebagai pirogen melalui pusat termoregulator di hipotalamus. Dikatakan bahwa panas juga merupakan mekanisme sel tubuh, tetapi sukar dibuktikan. Mikroba tertentu memang tidak dapat hidup pada suhu panas tetapi suhu tubuh yang tinggi akan memberikan dampak yang buruk pada pejamu.

Protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP), protein yang mengikat lipopolisakarida, protein amiloid A, transferin dan α1-antitripsin akan dilepaskan oleh hati sebagai respons terhadap inflamasi. Peranannya dapat sebagai stimulator atau inhibisi. Protein α1-antitripsin misalnya akan menghambat protease yang merangsang produksi kinin. Transferin yang mempunyai daya ikat terhadap besi, akan menghambat proliferasi dan pertumbuhan mikroba. Protein yang mengikat lipopolisakarida akan menginaktifkan endotoksin bakteri Gram negatif.

Limfokin, yaitu sitokin yang dihasilkan limfosit, merupakan mediator yang kuat dalam respons inflamasi. Limfokin ini dan sebagian diantaranya juga disekresi oleh makrofag akan

Page 29: imun humolar

meningkatkan permeabilitas vaskular dan koagulasi, merangsang produksi prostaglandin dan faktor kemotaksis, merangsang diferensiasi sel induk hematopoietik dan meningkatkan pertumbuhan serta diferensiasi sel hematopoietik, serta mengaktivasi neutrofil dan sel endotel. Sel radang yang ada akan memfagosit mikroba, sedangkan monosit dan makrofag juga akan memfagosit debris pejamu dan patogen yang tinggal sebagai hasil penyerangan enzim neutrofil dan enzim lainnya. Fungsi makrofag akan ditingkatkan oleh faktor aktivasi makrofag seperti komponen C3b, interferon γ dan faktor aktivasi makrofag yang disekresi limfosit.

Tahapan kedua

Jika mikroba berhasil melampaui mekanisme sel nonspesifik, terjadi tahapan kedua berupa pertahanan spesifik yang dirangsang oleh antigen mikroba itu sendiri, atau oleh antigen yang dipresentasikan makrofag. Tahapan ini terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular.

Imunitas humoral yang diperankan oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai hasil aktivasi antigen mikroba terhadap limfosit B, akan menetralkan toksin yang dilepaskan mikroba sehingga tidak menjadi toksik lagi. Antibodi juga akan menetralkan mikroba sehingga tidak infeksius lagi. Antibodi juga bersifat sebagai opsonin, sehingga memudahkan proses fagositosis mikroba. Antibodi juga berperan dalam proses ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) baik oleh sel Tc maupun sel NK sehingga terjadi lisis sel yang telah dihuni mikroba. Antibodi juga dapat mengaktifkan komplemen untuk melisis mikroba. Imunitas selular yang diperankan oleh limfosit T melalui limfokin yang dilepas sel T akan meningkatkan produksi antibodi oleh sel plasma, fungsi sel fagosit untuk memfagosit mikroba; dan sel NK untuk melisis sel yang dihuni virus (lihat Bab 3). Limfokin juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel prekursor Tc serta fungsi sel Tc untuk melisis sel yang dihuni mikroba. Inteleukin (IL)- 2, IL-12 dan IFN-γ meningkatkan  imunitas selular. Imunitas selular adalah mekanisme utama tubuh untuk terminasi infeksi mikroba intraselular seperti infeksi virus, parasit dan bakteri intraselular.

Tahapan Akhir

Tahapan terakhir  ini terdiri atas peningkatan respons imun baik melalui aktivasi komplemen jalur klasik maupun peningkatan kemotaksis, opsonisasi dan fagositosis. Sel makrofag dan limfosit T terus memproduksi faktor yang selanjutnya akan meningkatkan lagi respons inflamasi melalui ekspresi molekul adesi pada endotel serta merangsang kemotaksis, pemrosesan antigen, pemusnahan intraselular, fagositosis dan lisis, sehingga infeksi dapat teratasi.

Respons imun yang terkoordinasi yang melibatkan sel T, antibodi, sel makrofag, sel PMN, komplemen dan pertahanan nonspesifik lainnya akan terjadi pada kebanyakan penyakit infeksi.

Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Virus

Virus berbeda dengan agen penyebab infeksi lainnya dalam hal struktur dan biologi, khususnya reproduksi. Walaupun virus membawa informasi genetik didalam DNA atau RNA, tetapi ada kekurangan sistem sintesis yang diperlukan untuk memproses informasi ini kedalam materi virus baru. Replikasi baru terjadi setelah virus menginfeksi sel inang yang kemudian mengendalikan

Page 30: imun humolar

sel inang untuk melakukan transkripsi dan/atau translasi informasi genetik demi kelangsungan hidup virus. Virus dapat menginfeksi setiap bentuk kehidupan sehingga sering menyebabkan penyakit yang diantaranya berakibat cukup serius. Beberapa virus dapat memasukkan informasi genetiknya kedalam genom manusia kemudian menyebabkan kanker. Permukaan luar  partikel virus adalah bagian yang pertamakali mengadakan kontak dengan membran dari sel inang. Hal yang penting untuk diketahui untuk dapat mengerti bagaimana proses virus dapat menginfeksi sel inang adalah dengan mempelajari struktur dan fungsi dari permukaan luar partikel virus. Secara umum, virus yang tidak beramplop (virus yang telanjang) resisten hidup dialam bebas, bahkan mereka tahan terhadap asam empedu saat menginfeksi saluran cerna. Virus yang beramplop lebih rentan terhadap dipengaruhi oleh lingkungan seperti kekeringan, asiditas cairan lambung dan empedu. Perbedaan dalam hal kerentanan ini yang mempengaruhi cara penularan  virus.

Infeksi virus terhadap sel inang melewati beberapa tahap, yaitu virus menyerang sel inang, lalu melakukan penetrasi yang merupakan proses pemasukan materi genetik virus kedalam sel inang dan selanjutnya tahap uncoating yang ditunjukan pada gambar 1.

Siklus hidup yang dialami virus saat menginfeksi sel inang, yaitu sekali virus berada didalam sitoplasma sel inang maka dia tidak infeksius lagi. Setelah terjadi fusi antara virus dan membramn sel inang, atau difagosit dalam bentuk fagosom, maka partikel virus dibawa ke sitoplasma melalui plasma membran. Pada tahap ini amplop dan/atau kapsid akan terkuak nukleus virus akan terurai. Sekarang virus tidak infeksius lagi dan ini disebut eclipse phase. Keadaan ini menetap sampai terbentuk partikel virus baru melalui replikasi. Asam nukleat sendiri yang menentukan bagaimana cara replikasi berlangsung. Pertama-tama virus harus membentuk messenger RNA (mRNA). Virus hanya  mempunyai salah satu asam nukleat yaitu RNA atau DNA dan tidak pernah kedua-duanya. Asam nukleat tampil sebagai single atau double strandad  dalam bentuk linier (DNA dan RNA) atau sirkuler (DNA). Genom dari virus terdapat dalam satu atau beberapa molekul dari asam nukleat. Dengan diversitas ini maka tidak heran bila proses replikasi dari tiap virus berbeda. Pada virus DNA, mRNA dapat dibentuk sendiri oleh

Page 31: imun humolar

virus dengan cara menggunakan RNA polimerase dari sel inang, kemudian langsung mentranskrip kode genetik yang berada pada DNA virus. Sedangkan virus RNA tidak dapat dengan cara ini, karena tidak ada polymerase dari sel inang yang sesuai. Oleh karena itu untuk melakukan transkripsi  maka virus harus menyediakan sendiri polimerasenya yang dapat diperoleh dari nukleokapsid atau disintesa setelah infeksi.

Virus RNA memproduksi mRNA dengan beberapa cara yang berbeda. Pada  virus dsRNA, satu strand yang pertama ditranskrip oleh polimerase virus menjadi mRNA. Pada ssRNA terdapat tiga rute yang jelas berbeda dalam pembentukan mRNA yaitu:

1. Bila single strand mempunyai konfigurasi positive sense (misalnya mempunyai sekuen basa yang sama seperti yang dibutuhkan pada saat translasi), maka konfigurasi ini dapat langsung dipergunakan sebagai mRNA.

2. Bila mempunyai konfigurasi negative sense, maka pertama-tama harus diterjemahkan (transcribe) dengan memgunakan polimerase dari virus kedalam  positive sense strand yang kemudian bertindak sebagai mRNA.

3. Retrovirus mempunyai pola yang berbeda. Pertama-tama positive sense ssRNA oleh reverse transcriptase (enzim dari virus, terdapat dalam nukleokapsid) diubah menjadi negative sense ssDNA. Setelah  terbentuk dsDNA  kemudian akan memasuki nukleus dan kemudian berintegrasi dengan genom sel inang dan selanjutnya sel inang membentuk mRNA virus.

Tahapan selanjutnya yaitu, mRNA virus kemudian ditranslasi kedalam sitoplasma sel inang untuk menghasilkan protein yang dibutuhkan virus. Sekali mRNA virus terbentuk maka akan ditanslasi dengan memanfaatkan ribosom  dari sel inang untuk mensintesa protein yang dibutuhkan virus dan ditunjukkan pada Gambar 3. RNA virus biasanya monocistronic (mempunyai single coding region) dapat mengubah mRNA dari ribosom sel inang untuk menghasilkan protein yang lebih ‘disukai’. Pada fase awal diproduksi protein yang diperlukan untuk replikasi asam nukleat virus seperti enzim dan  molekul regulator. Pada fase selanjutnya diproduksi protein yang penting unutk pembentukan kapsid. Virus dengan genom single nucleic acid molecule mentranslasi poli protein yang multifungsi, kemudian akan dipecah secara enzimatik. Sedangkan virus yang genomnya  tersebar didalam beberapa molekul, maka akan terbentuk beberapa macam mRNA yang masing-masing akan membuat protein. Setelah translasi protein dapat diglikosilasi kembali dengan menggunakan enzim sel inang.

Virus juga harus mereplikasi asam nukleatnya untuk pembentukan kapsid baru berarti memerlukan produksi molekul tambahan. Oleh karena itu virus harus mereplikasi asam nukleat sehingga dapat menyediakan materi genetik yang kemudian akan dibungkus oleh kapsid tersebut. Pada virus positive sense ssRNA seperti poliovirus, polimerase yang ditranslasi dari template  mRNA virus menghasilkan negative sense RNA yang selanjutnya ditranskripsi lebih banyak positif ssRNA. Siklus transkripsi ini terus berlangsung menghasilkan strand positif dalam jumlah yang besar, yang kemudian dikemas dengan menggunakan protein yang telah dibentuk sebelumnya dari mRNA untuk membentuk partikel virus yang baru. Untuk virus negative sense ssRNA  (misalnya virus rabies) transkripsi oleh polimerase  virus akan menghasilkan  positive sense ssRNA yang kemudian akan meghasilkan negative sense mRNA yang baru.

Page 32: imun humolar

Replikasi ini terjadi dalam sitoplasma sel inang, sedangkan pada virus lainnya seperti  campak dan influensa replikasi terjadi di inti sel sehingga sejumlah besar negative sense RNA akan ditranskripsi membentuk partikel baru. Replikasi pada inti sel inang juga terjadi pada  virus dsRNA seperti rotavirus yang kemudian akan memproduksi positive sense RNA seperti diatas. Yang kemudian akan bertindak sebagai template pada partikel subviral untuk memsintesa negative sense RNA yang baru guna memperbaiki kondisi double stranded. Replikasi virus DNA  terjadi di inti sel inang kecuali poxvirus yang terjadi di sitoplasma Virus DNA membentuk kompleks dengan histon dari sel inang untuk menghasilkan struktur yang stabil. Pada virus herpes, mRNA ditranslasi dalam sitoplasma  menghasilkan polymerase DNA yang penting untuk sintesa DNA yang baru. Adenovirus menggunakan baik enzim dari sel inang maupun virus untuk  kepentingan ini. Sedangkan retrovirus mensintesa RNA virus baru di inti sel inang. Polimerase RNA sel inang ditranskrip dari DNA virus yang sudah berintegrasi dengan genom sel inang. Virus hepatitis B (suatu virus dsDNA) secara unik menggunakan ssRNA (sebagai perantara) yang kemudian ditranskrip untuk menghasilkan DNA baru. Retrovirus dan virus hepatitis B merupakan virus-virus yang mempunyai aktifitas reverse transkriptase.

Stadium akhir dari replikasi adalah penyusunan dan pelepasan parikel virus baru. Penyusunan virus baru melibatkan gabungan dari asam nukleat yang telah direplikasi dengan kapsomer yang baru disintesa untuk kemudian membentuk nukleokapsid baru. Aktifitas ini terjadi di sitoplasma atau di inti sel inang. Amplop dari virus melalui beberapa tahapan sebelum dilepaskan. Protein amplop dan glikoprotein yang ditranslasi dari mRNA virus didisipkan pada membran sel inang (biasanya membrana plasma). Nukleokapsid yang muda ini bergabung dengan membran secara spesifik melalui glikoprotein dan menbentuk tonjolan. Virus baru memerlukan membran dari sel inang ditambah dengan molekul dari virus untuk membentuk amplop. Enzim dari virus seperti muraminidase pada virus influensa ikut berperan dalam proses ini. Enzim dari sel inang (seperti protease seluler) dapat memecah protein amplop yang besar,  suatu proses yang diperlukan dimana virus muda sangat infeksius. Pada virus herpes terjadi proses yang sama. Pelepasan virus yang sudah beramplop tidak harus disertai dengan kematian sel, jadi sel inang yang sudah terinfeksi dapat terus menghasilkan protein virus dalam waktu yang lama. Insersi molekul virus

Page 33: imun humolar

kedalam membran sel inang membuat sel inang berbeda secara antigenik. Respon imun ekspresi antigen ini yang menjadi dasar perkembangan terapi anti virus.

Pada respon innate terhadap patogen intraseluler, seperti virus, sasaran utama adalah sel-sel yang sudah terinfeksi. Sel terinfeksi virus tertentu dikenali oleh limfosit non-spesifik, disebut sel  natural killer (NK). Sesuai dengan namanya, sel NK  mengakibatkan kematian sel yang terinfeksi dengan menginduksi sel terinfeksi  menuju apoptosis. Sel NK juga membunuh sel kanker tertentu (in vitro) dan melengkapi dengan mekanisme menghancurkan sel sebelum sel berkembang menjadi tumor. Sel normal (tidak terinfeksi dan tidak ganas) mengandung molekul permukaan yang melindungi terhadap serangan sel NK. Respon antivirus lain dimulai dalam sel yang terinfeksi sendiri. Sel terinfeksi virus ini memproduksi interferon-α (IFN-α) yang disekresi ke dalam ruang ekstraseluler, dimana akan terikat  pada permukaan sel yang tidak terinfeksi sehingga kebal terhadap infeksi berikutnya. Cara kerja  interferon ini adalah dengan cara mengaktivasi suatu sinyal transduction pathway dengan akibat phosphorilasi yang diikuti translasi faktor elF2. Sel yang mengalami respons ini tidak dapat mensintesa protein virus  yang diperlukan untuk replikasi virus.

Respon imun terhadap serangan virus melibatkan interferon. Interferon merupakan sitokin yang mengatur aktivitas semua komponen sistem imun,  merupakan  bagian  dari  sistem  imun  non-spesifik  yang  timbul  pada  tahap awal  infeksi  virus sebelum timbulnya reaksi dari  sistem  imun spesifik. Interferon gamma  (IFN-γ)  dihasilkan  oleh  sel  T  yang  telah  teraktivasi  dan  sel  NK,  sebagai reaksi  terhadap  antigen  (termasuk  antigen  virus  dalam  derajat  rendah)  atau sebagai  akibat  stimulasi  limfosit  oleh  mitogen.  IFN-γ  meningkatkan  ekspresi molekul  MHC-II  pada  Antigen  Presenting  Cell  (APC)  yang  kemudian  akan meningkatkan  presentasi  antigen  pada  sel  T  helper.  IFN-γ  juga  dapat mengaktifkan kemampuan  makrofag untuk  melawan  infeksi  virus (aktivitas virus intrinsik) dan  membunuh  sel  lain  yang telah terinfeksi (aktivitas  virus ekstrinsik) (Ianaro 2000).

Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Bakteri

Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti. Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit. Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat seperti di tanah, air, udara, dalam simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit (patogen), bahkan dalam tubuh manusia. Respon imun terhadap sebagian besar antigen seperti bakteri ini hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh sel APC (Antigen Presenting Cell).

Keberhasilan bakteri masuk ke dalam sitoplasma sel bergantung pada kemampuannya untuk menghindar dari respon imun. Infeksi bakteri akan berbeda sesuai dengan sistem kerja dari bakteri tersebut. Dimana dalam hal ini dipaparkan infeksi bakteri ekstraseluler dan interaseluler beserta mekanisme pertahanan tubuh manusia (Munasir 2001).

Infeksi bakteri berbeda dengan infeksi virus. Respons imun terhadap bakteri ada dua yaitu, ekstraselular dan intraselular.

1. 1.    Respons imun terhadap bakteri ekstraselular

Page 34: imun humolar

Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu:

1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.

2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta aktifator poliklonal sel limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan mekanisme yang belum jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat faktor elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang menyebabkan sekresi aktif klorida, kehilangan cairan serta diare yang hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat  motor  endplate pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi otot persisten yang sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin Clostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat menghasilkan gas gangren. Respon imun terhadap bakteri ekstraselular ditujukan untuk eliminasi bakteri serta netralisasi efek

toksin Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular

Respon imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan virulensi bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang peranan penting dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri gram negatif  dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek opsonisasi bakteri serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta beberapa hasil sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan respon inflamasi melalui pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin yang merupakan LPS

Page 35: imun humolar

merangsang produksi sitokin oleh makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara lain  tumour necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan berat molekul rendah yang termasuk golongan IL-8. Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi.

Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Banyak fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai co-stimulator sel limfosit T dan B yang menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol dapat membahayakan tubuh serta berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri ekstraselular. Yang paling berat adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri gram negatif yang menyebabkan disseminated  intravascular coagulation (DIC) yang progresif serta shock septik atau shock endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling berperan pada shock endotoksin ini.

 

 

Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular

Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respon kekebalan spesifik terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus independent. Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype switching rantai berat oleh sitokin. Respon sel limfosit T yang utama terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan sebelumnya. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag. Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen permukaan bakteri, yaitu:

1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat reseptor Fc pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik yang menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi piogenik yang hebat.

2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin tersebut.

Page 36: imun humolar

3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC serta pelepasan mediator inflamasi akut.

1. 1.    Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular

Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap degradasi dalam makrofag.

Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Intraselular

Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme intraselular adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran infeksi sehingga sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.

Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Intraselular

Respon imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh  cell mediated  immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon-α (IFN-α). Respon imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria. Telah disebutkan sebelumnya bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi sitokin terutama IFN-α. Sitokin IFN-α ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya.

Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh respon imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama terhadap Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian ada yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang terinfeksi terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan bakteri berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang menyebabkan kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respon imun spesifik yang sama.

Page 37: imun humolar

Netralisasi toksin

Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel target.

Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.

Opsonisasi

Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang berfungsi untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi. Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri

Page 38: imun humolar

yang resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah diopsonisasi oleh antibodi. Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.

Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik terhadap  neutrofil untuk membantu fagositosis.

Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua faktor kemotaktik. Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi.

Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan menghancurkan bakteri tersebut.

Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu. Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl).

Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2 dengan superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding

Page 39: imun humolar

bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).

Sistem imun sekretori

Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi (coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE.

Adanya kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik. Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC).

Terminologi Sitokin

            Sitokin merupakan protein-protein kecil yang berfungsi sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. Sitokin disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel-sel lokal sehingga memiliki efek pada sel lain. Sitokin dihasilkan sebagai respon terhadap stimulus sistem imun. Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik, yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui tirosine kinase (second messanger). Sitokina berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur hampir semua proses biologi penting seperti halnya aktivasi, pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi, proses inflamasi sel, imunitas, serta pertahanan jaringan ataupun morfogenesis. Sitokina mempunyai berat molekul rendah sekitar 8-40 kilo dalton, di samping kadarnya juga sangat rendah.

Klasifikasi sel Sitokin

Sitokin adalah nama umum dari hasil sekresi sel tertentu, nama yang lain diantaranya limfokin (dihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan monosit), kemokin (sitokin dengan aktivitas kemotaktik), dan interkulin (sitokin yang dihasilkan oleh satu

Page 40: imun humolar

leukosit dan bereaksi pada leukosit lain). Sitokina biasanya diproduksi oleh sel sebagai respon terhadap rangsangan. Sitokina yang dibentuk segera dilepas dan tidak disimpan di dalam sel. Satu sitokina dapat bekerja terhadap beberapa jenis sel dan dapat menimbulkan efek melalui berbagai mekanisme. Setiap jenis sitokin dihasilkan oleh sel berbeda dan digunakan pada sel target yang berbeda juga sehingga fungsinya pun akan berbeda.

Beri peringkat:

      3 Votes

Share this:

Twitter Facebook12

Terkait

Hemoglobin, Eritrosit, dan Golongan Darahdalam "serambi Ilmu"

KALSIUM DARAHdalam "serambi Ilmu"

"si Buruk Rupa" yang berhargadalam "serambi Ilmu"

Berikan Balasan

Analisis Hasil Pertumbuhan   Koloni Cihideung Ilir in   Action

Statistik Blog

o 47,754 klikers

Link Sahabat

Page 41: imun humolar

o Biokimia IPB o Forum sains o Hermanto

Top Post & Pageso Mekanisme Pertahanan Tubuh o CAIRAN EMPEDU o Getah Lambung o PROTEIN o KALSIUM DARAH o Perpanjangan PAJAK tahunan Sepeda Motor o PENENTUAN KADAR KREATININ o Enzim o EFISIENSI FOTOSINTESIS TANAMAN C3 DAN C4 o CAIRAN PANKREAS

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. | The Greyzed Theme.