Down Syndrome

34
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Data Pasien Ayah Ibu Nama An. A Tn.I Ny. A Umur 2 bulan 33tahun 29 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Alamat Margahayu Bekasi Agama Islam Islam Islam Suku bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - SMA SMK Pekerjaan - Swasta Ibu Rumah Tangga Penghasilan - - - Keterangan Hubungan dengan orang tua : Anak kandung I TanggalMasuk RS 12 Juli 2014 II. ANAMNESIS Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Sabtu tanggal 12 Juli 2014 a. Keluhan Utama :

Transcript of Down Syndrome

Page 1: Down Syndrome

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Data Pasien Ayah Ibu

Nama An. A Tn.I Ny. A

Umur 2 bulan 33tahun 29 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Alamat Margahayu Bekasi

Agama Islam Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMK

Pekerjaan - Swasta Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - - -

Keterangan Hubungan dengan

orang tua : Anak

kandung I

TanggalMasuk RS 12 Juli 2014

II. ANAMNESIS

Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Sabtu tanggal 12 Juli 2014

a. Keluhan Utama :

Batuk

b. Keluhan Tambahan :

-

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik RSUD Kota Bekasi dengan keluhan batuk. Batuk

dialami pasien sudah 1minggu. Batuk berdahak, namun dahak sulit dikeluarkan. Sesak

nafas disangkal. Demam disangkal. Pilek disangkal. Nafsu makan baik, anak kuat dan

banyak mengkonsumsi ASI, BAK normal. BAB normal tidak pernah terdapat masalah.

Page 2: Down Syndrome

Sudah berobat ke poliklinik anak RSUD ketika pertama kali batuk dan sudah terdapat

perbaikan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Kurang lebih 1 bulan yang

lalu dan sudah berobat ke rumah sakit, berobat jalan dengan diagnosis flu.Pasien

menyangkal adanya alergi makanan ataupun obat.

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare - Ginjal -

DBD - Kejang - Darah -

Thypoid - Maag - Radang paru -

Otitis - Varicela - Tuberkulosis -

Parotis - Radang

tenggorokan

- Morbili -

.

d. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit keluarga yang mengidap penyakit yang sama tidak ada.

Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, asma dan alergi tidak ada.

e. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada

Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke

bidan, TT lengkap

Usia ketika hamil 29 tahun

Riwayat konsumsi obat-

obatan

Tidakada

Riwayat Radiasi USG 2x di bidan

Riwayat Keguguran -

KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan

Penolong persalinan Bidan

Page 3: Down Syndrome

Cara persalinan Normal

Masa gestasi 9 bulan

Keadaan bayi

Berat lahir 2900 gram

Panjang badan 55 cm

Lingkar kepala tidak ingat

Langsung menangis

Nilai apgar tidak tahu

Tidak ada kelainan bawaan

Kesan : Riwayat kehamilan dan kelahiran tidak terdapat permasalahan berarti. Bayi cukup bulan

f. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan belum dapat dipantau

g. Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim

0-2 +

2-4 +

Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik dan pasien makan 3x sehari dengan porsi

cukup.

h. Riwayat Imunisasi :

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG -

DPT - - - - -

POLIO Lahir - - - - -

CAMPAK - -

HEPATITIS B Lahir - -

Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap, hanya polio dan hep B. pasien merencanakan BCG,

namun kondisi belum sehat

i. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Page 4: Down Syndrome

Pasien tinggal dirumahpasien yang terdiridari 3 orang penghuni. Terdapat tiga kamar

tidur dan satu kamar mandi. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum dan air

mandi berasal dari air PAM. Rumah pasien terletak di rumah yang padat penduduk.Lantai

rumah tegel.Di rumah pasien juga tidak terdapat hewan peliharaan.

Kesan : Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien baik.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal melati pada hari Sabtu, 12 Juli 2014

a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

b. Tanda Vital

Nadi : 120x/menit

Respirasi : 25x/menit

Suhu : 36,6 º C

c. Data Antropometri

Berat badan : 3 kg

Panjang badan : 60 cm

Lingkar Kepala : 36 cm

Status Gizi WHO

BB/U : dibawah -3 SD (gizi buruk)

TB/U : antara 0 hingga +2 SD (gizi baik)

BB/TB : dibawah -3 SD (gizi buruk)

Lingkar Kepala : dibawah -2 SD

Kesan : status gizi pasien gizi buruk

d. Kepala dan Leher

Bentuk : mikrocephali

Rambut : rambut hitam, tipis

Page 5: Down Syndrome

Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,RCL

+/+, RCTL +/+, Palpebra miring keatas, kelopak mata

jatuh, garis mata sejajar dengan ujung pina

Telinga : mikrotia, membran timpani intak, serumen -/-

Hidung : bentuk normal, sekret +/+, napas cuping hidung -/-

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)

Lidah : makroglosia, menonjol keluar warna merah muda, lidah kotor (-)

Tenggorokan : tonsil T1-T1, kriptus -/-, detritus -/-, faring hiperemis (-),

arkus faring simetris, granula (-)

Leher : KGB membesar (-), kelenjar tiroid membesar (-), trakea letak

normal

e. Thoraks

Paru

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : SN vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur -, gallop –

f. Abdomen

Inspeksi : perut tampak buncit, hernia umbilicalis (+)

Auskultasi : bising usus 3x/menit

Palpasi : supel, nyeri tekan - region epigastrium, hepar dan lien

tidak teraba membesar

Perkusi : shifting dullness -, nyeri ketok –

g. Kulit : ikterik -, petechie –, turgor kulit cukup

h. Ekstremitas : akral hangat, sianosis -, oedem -, CRT < 2 detik, tonus keempat

ekstremitas menurun

Page 6: Down Syndrome

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan penunjang (dirujuk ke RSCM) untuk penanganan selanjutnya

PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN

Analisis kromosom

TSH dan T4

V. DIAGNOSIS KERJA

Influenza

Suspek Sindrom Down

VI. DIAGNOSIS BANDING

Sindroma Trisomi 18,24

Hipotiroidisme

Akondroplasia

VII. TATALAKSANA

Ambroxol 3 x ½ cth

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Functionam : bonam

Ad Sanationam : bonam

Page 7: Down Syndrome

BAB II

ANALISA KASUS

Dari hasi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, diagnosis pada pasien

ini adalah influenza dan suspek syndrome down. Hal ini dikarenakan pada anamnesis ditemukan

pasien datang ke Poliklinik RSUD Kota Bekasi dengan keluhan batuk. Batuk dialami pasien

sudah 1minggu. Batuk berdahak, namun dahak sulit dikeluarkan. Sesak nafas disangkal. Demam

disangkal. Pilek disangkal. Nafsu makan baik, anak kuat dan banyak mengkonsumsi ASI, BAK

normal. BAB normal tidak pernah terdapat masalah. Sudah berobat ke poliklinik anak RSUD

ketika pertama kali batuk dan sudah terdapat perbaikan. Riwayat Penyakit Dahulu, Pasien pernah

mengalami keluhan serupa sebelumnya. Kurang lebih 1 bulan yang lalu dan sudah berobat ke

rumah sakit, berobat jalan dengan diagnosis flu.Pasien menyangkal adanya alergi makanan

ataupun obat. Riwayat penyakit keluarga yang mengidap penyakit yang sama tidak ada. Riwayat

diabetes mellitus, penyakit jantung, asma dan alergi tidak ada. Riwayat kehamilan dan kelahiran

tidak terdapat permasalahan berarti. Bayi cukup bulan. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

belum dapat dipantau. Riwayat imunisasi dasar belum lengkpa, hanya polio dan hep B. pasien

merencanakan BCG, namun kondisi belum sehat. Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat

tinggal pasien baik.

Pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran Compos mentis Tanda

Vital nadi 120x/menit, RR 25x/menit, suhu 36,6 º C. Data Antropometri BB 3 kg, PB 60 cm, LK

36 cm, Status Gizi WHO BB/TB dibawah -3 SD (gizi buruk) lingkar kepala dibawah -2 SD.

Kepala dan Leher Bentuk mikrocefali, kelopak mata jatuh, garis mata sejajar dengan ujung pina,

Hidung sekret +/+, Lidah makroglosia, menonjol keluar, Abdomen tampak hernia umbilicalis

(+), Ekstremitas CRT < 2 detik, tonus keempat ekstremitas menurun.

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan. Pasien dirujuk untuk pengobatan di RSCM.

Page 8: Down Syndrome

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Sindroma down disebut juga trisomi 21, adalah suatu kondisi dimana materi genetik

tambahan menyebabkan keterlambatan tumbuh kembang anak baik secara fisik, intelektual

dan emosional. Tingkat keparahan sindroma down sangat bervariasi, beberapa dari penderita

membutuhkan banyak perhatian medis.

II. ETIOLOGI

Sindroma Down disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah non

disjunctional. Non disjunctional disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

Genetik

Radiasi

Infeksi

Autoimun

Faktor Resiko

1. Usia Ibu

Seorang wanita kemungkinan melahirkan anak dengan sindroma down meningkat dengan

bertambahnya usia karena telur yang lebih tua memiliki resiko lebih besar pembagian

kromosom yang tidak tepat. Namun, dalam kenyataannya banyak anak sindroma down

lahir dari ibu yang usianya dibawah 35 tahun, karena pada kenyataannya semua oosit

perempuan terbentuk saat lahir. Sel-sel ini terhenti dalam meiosis sampai saat ovulasi,

saat mana sel-sel tersebut menyelesaikan pembelahan meiotiknya. Meningkatnya usia

oosit mungkin berperan menimbulkan nondisjunction.

Page 9: Down Syndrome

2. Mempunyai anak yang sebelumnya sindroma Down

Biasanya seorang anak yang memiliki satu anak dengan sindroma down memiliki sekitar

1 persen memiliki seorang anak dengan sindroma down lagi.

3. Menjadi pembawa sifat genetik dari sindrom Down

Baik pria maupun wanita yang bersifat carrier terhadap sindroma down dapat diturunkan

pada anak-anak mereka.

III. KLASIFIKASI

Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik.

1. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler

Sebagian besar anak Sindroma down (95%) memiliki kromosom 21 tambahan dalam

setiap tubuhnya hal ini disebut Trisomi 21.

Merupakan tipe paling sering ditemukan. Akibat dari salah satu orangtua memberi 2

kromosom pada kromosom 21. Dimana sel telur atau sel sperma terjadi kesalahan dalam

proses pembelahan. Proses ini dikenal sebagai “non disjunctional” karena kromosom 21

dalam sel asalnya tidak mengalami pembelahan tetapi tetap bersatu dengan sel yang baru.

2. Tipe yang kedua adalah translokasi

Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi dengan kromosom yang lain. Adapun

kromosom yang dapat berkombinasi dengan kromosom 21 adalah kromosom 13,14,15

dan 22. Dan paling sering adalah kromosom 14. Hal ini terjadi jika bagian ujung

kromosom 21 dan kromosom lain patah dan bagian yang tersisa saling bersatu pada

bagian yang patah tersebut. Proses penempelan salah satu kromosom pada kromosom lain

disebut “translokasi”.

Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini

tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total

kasus.

Page 10: Down Syndrome

3. Tipe ketiga adalah mosaic

Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua

persen adalah penderita tipe mosaik ini dan biasanya kondisi si penderita lebih ringan.

IV. PATOFISIOLOGI

Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan

perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam

nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan

menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak – anak

yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan

tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.

Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal

seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas, dan penyakit

jantung kongenital.

Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21

bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down.

Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2,

adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi mental

dan defek jantung.

Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme thiroid dan malabsorpsi

intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan

meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit

Hashimoto.

Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap proses

fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal.

Sebagai contoh, anak – anak dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif

terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi

Page 11: Down Syndrome

terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab

peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down.

Anak – anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient

Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan anak

yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic

transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak – anak dengan sindrom Down

terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses

perubahan genetik yang belum diketahui pasti.

V. GEJALA KLINIK

a. Anamnesis

- Sering memiliki riwayat ISPA

- Muntah sekunder karena atresia duodenal dan gangguan buang air besar karena

Hirschsprung’s disease

- Kejang (5-10%) pada bayi terbanyak berupa spase infantile dan pada anak besar

bersifat tonik-klonik

- Pertumbuhan pada masa bayi kadang-kadang baik tetapi kemudian melambat

- Terjadi hambatan perkembangan gerak bayi akibat semua otot terlihat lemas

b. Pemeriksaan Fisik

- Kepala

Relative mikrosefali, bagian occipital kepala mendatar, ubun-ubun melebar dan

lambat menutup

- Wajah

Muka melebar, pipi tinggi (mongoloid face)

- Mata

Palpebra miring keatas, kelopak mata jatuh, garis mata sejajar dengan ujung pina,

brushsfield spot,lipatan epikantus melebar, jarak antara kedua mata lebar,

strabismus nistagmus dan katarak congenital.

- Hidung

Tulang hidung hipoplastik dan flat nasal bridge

Page 12: Down Syndrome

- Telinga

Mikrotia, over folded helux, gangguan pendengaran (66-89%) mencapai >15-20

db

- Mulut

Bibir tebal kecil, lidah menonjol keluar, lidah besar dan kasar, scrotal tongue,

palatum durum pendek, bernafas lewat mulut, berliur, agenesis dan malformasi

gigi

- Leher

Pendek dan lipatan berlebihan

- Thoraks

Terdapat kelainan jantung bawaan (40-50%) berupa aritmia dan palpitasi

- Abdomen

Buncit, gangguan pergerakan usus

- Ekstremitas

Tangan melebar dan pendek, kinodaktili, linea simian

Kaki ada jarak antara jari 1 dan 2, garis telapak kaki banyak

Hiperekstensi persendian jari tangan

- Musculoskeletal

Hipotonus , pergerakan sendi berlebihan

- Kulit

Kering, tampak keriput, xerosis, lesi hiperkeratosis yang terlokalisir, garis – garis

transversal pada telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari kelima, elastosis

serpiginosa, alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan infeksi pada kulit yang

rekuren.

- Genitalia : kecil

- Keterbelakangan mental sedang – berat ( IQ <50-70 )

Anak penderita sindrom Down mempunyai risiko tinggi mendapat Leukemia,

termasuklah Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Myeloid. Diperkirakan 10% bayi yang

lahir dengan sindrom Down akan mendapat klon preleukemic, yang berasal dari progenitor

myeloid pada hati yang mempunyai karekter mutasi pada GATA1, yang terlokalisir pada

Page 13: Down Syndrome

kromosom X. Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk sebagai Transient Leukemia, Transient

Myeloproliferative Disease (TMD), atau Transient Abnormal Myelopoiesis (TAM).

Penyakit Jantung Kongenital

Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down dengan

prevelensi 40-50%. Walaubagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada penderita yang

dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering adalah aneuploidy dalam dua

tahun pertama kehidupan. Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan Atrioventricular

Septal Defects (AVD) atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular

Septal Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%),

dan Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah Patent

Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis (9%). Kira - kira 70% dari endocardial cushion

defects adalah terkait dengan sindrom Down. Dari keseluruhan penderita yang dirawat, kira –

kira 30% mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka .

Atrioventricular septal defects (AVD)

Atrioventricular septal defects (AVD) adalah kondisi dimana terjadinya kelainan

anatomis akibat perkembangan endocardial cushions yang tidak sempurna sewaktu tahap embrio.

Kelainan yang sering di hubungkan dengan AVD adalah patent ductus arteriosus, coarctation of

the aorta, atrial septal defects, absent atrial septum, dan anomalous pulmonary venous return.

Kelainan pada katup mitral juga sering terjadi. Penderita AVD selalunya berada dalam kondisi

asimtomatik pada dekade pertama kehidupan, dan masalah akan mula timbul pada dekade kedua

dan ketiga kehidupan. Pasien akan mula mengalami pengurangan pulmonary venous return, yang

akhirnya akan menjadi left-to-right shunt pada atrium dan ventrikel. Akhirnya nanti akan terjadi

gagal jantung kongestif yang ditandai dengan antara lain takipnu dan penurunan berat badan.

AVD juga bisa melibatkan septum atrial, septum ventrikel, dan pada salah satu, atau kedua dua

katup atrioventikuler. Pada penderita dengan penyakit ini, jaringan jantung pada bagian superior

dan inferior tidak menutup dengan sempurna. Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial melalui

septum atrial. Kondisi ini kita kenal sebagai defek ostium primum. Akan terjadi letak katup

atrioventikuler yang abnormal, yaitu lebih rendah dari letak katup aorta. Perfusi jaringan

endokardial yang tidak sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur pada leaflet katup

Page 14: Down Syndrome

mitral. Pada penderita sering terjadi predominant left-to-right shunting. Apabila penderita

mengalami kelainan yang parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium primum pada

septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat terjadi defek pada septum

ventrikel dan juga insufisiensi valvular. Kemudian akan terjadi volume overloading pada

ventrikel kiri dan kanan yang akhirnya diikuti dengan gagal jantung pada awal usia. Sekiranya

terjadi overload pulmonari, dapat terjadi penyakit vaskuler pulmonari yang diikuti dengan gagal

jantung kongestif .

Ventricular Septal defect (VSD)

Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada kondisi dimana

adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh terjadi sebagai anomali

primer, dengan atau tanpa defek kardiak yang lain. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan

seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV) canal defects, transposition of

great arteries,dan corrected transpositions.

Secundum Atrial Septal Defect (ASD)

Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau jalur yang

menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri, atau sebaliknya, melalui septum

interatrial. Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial dan darah venous akan

bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan sebarang gejala klinis. Percampuran darah ini juga

disebut sebagai ‘shunt’. Secara medis, right-to-left-shunt adalah lebih berbahaya.

Tetralogy of Fallot (TOF)

Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung kongenital pada anak yang sering

ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darah yang kaya oksigen dengan darah yang

kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang sering terkait dengan Tetralogy of fallot.

Pertama adalah hipertrofi ventrikel kanan. Terjadinya pengecilan atau tahanan pada katup

pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan katup terbuka kearah luar dari ventrikel kanan. Ini

akan menimbulkan restriksi pada aliran darah akan memaksa ventrikel untuk bekerja lebih kuat

yang akhirnya akan menimbulkan hipertrofi pada ventrikel. Kedua adalah ventricular septal

defect. Pada kondisi ini, adanya lubang pada dinding yang memisahkan dua ventrikel, akan

Page 15: Down Syndrome

menyebabkan darah yang kaya oksigen dan darah yang kurang oksigen bercampur. Akibatnya

akan berkurang jumlah oksigen yang dihantar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala klinis

berupa sianosis. Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal. Keempat adalah pulmonary valve

stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis yang minimal terjadi karena darah masih lagi

bisa sampai ke paru. Tetapi jika stenosisnya sedang atau berat, darah yang sampai ke paru adalah

lebih sedikit maka sianosis akan menjadi lebih berat.

Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus arteriosus si anak gagal menutup

dengan sempurna setelah si anak lahir. Akibatnya terjadi bising jantung. Simptom yang terjadi

antara lain adalah nafas yang pendek dan aritmia jantung. Apabila dibiarkan dapat terjadi gagal

jantungkongestif. Semakin besar PDA, semaki buruk status kesehatan penderita .

Immunodefisiensi

Penderita sindrom Down mempunyai risiko 12 kali lebih tinggi dibandingkan orang

normal untuk mendapat infeksi karena mereka mempunyai respons sistem imun yang rendah.

Contohnya mereka sangat rentan mendapat pneumonia. Adapun gejala pneumonia pada anak

adalah batuk, sesak napas timbulnya mendadak, demam, nyeri dada (pleuritik), ekspektorasi

purulen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam, dispneu, takipneu, pernafasan cuping

hidung, sianosis. Pemeriksaaan paru ditemukan adanya retraksi dinding dada, pergerakan

dinding dada pada saat pernafasan asimetris (bisa ada maupun tidak), perkusi sonor sampai redup

relative. Suara nafas vesikuler/bronchial/subbronkial, RBH nyaring atau sampai dengan

krepitasi.

Sistem Gastrointestinal

Kelainan pada sistem gastrointestinal pada penderita sindrom Down yang dapat

ditemukan adalah atresia atau stenosis, Hirschsprung disease (<1%), TE fistula, Meckel

divertikulum, anus imperforata dan juga omphalocele. Selain itu, hasil penelitian di Eropa dan

Amerika didapatkan prevalensi mendapat Celiac disease pada pasien sindrom Down adalah

sekitar 5-15%. Penyakit ini terjadi karena defek genetik, yaitu spesifik pada human leukocyte

Page 16: Down Syndrome

antigen (HLA) heterodimers DQ2 dan juga DQ8. Dilaporkan juga terdapat kaitan yang kuat

antara hipersensitivitas dan spesifikasi yang jelek.

Sistem Endokrin

Tiroiditis Hashimoto yang mengakibatkan hipothyroidism adalah gangguan pada sistem

endokrin yang paling sering ditemukan. Onsetnya sering pada usia awal sekolah, sekitar 8 hingga

10 tahun. Insidens ditemukannya Graves disease juga dilaporkan meningkat. Prevelensi

mendapat penyakit tiroid seperti hipothirodis kongenital, hipertiroid primer, autoimun tiroiditis,

dan compensated hypothyroidism atau hyperthyrotropenemia adalah sekitar 3-54% pada

penderita sindrom Down, dengan persentase yang semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya umur.

Gangguan Psikologis

Kebanyakan anak penderita sindrom Down tidak memiliki gangguan psikiatri atau

prilaku. Diperkirakan sekitar 18-38% anak mempunyai risiko mendapat gangguan psikis.

Beberapa kelainan yang bisa didapat adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD),

Oppositional Defiant Disorder, gangguan disruptif yang tidak spesifik dan gangguan spektrum

Autisme.

VI. LABORATORIUM

I. Studi sitogenetik : karyotypik penderita dan orangtua penderita (untuk kepentingan

konseling genetik)

Analisis kromosom langsung dan tidak langsung

Analisis Kromosom

LANGSUNG TIDAK LANGSUNG

BAHAN Sel-sel sumsum tulang Lekosit

Cara

pengambilan

BMP (Bone Morrow Pincture) Darah v. Mediana cubiti dgn

spuit

Page 17: Down Syndrome

Heparin - + untuk mencegah

pembekuan darah

Pembiakan - +

Sel Oleh karena mitosis sudah aktif Oleh karena mitosis < aktif +

Pytohemoglutinin

Medium

DIFCO 199

- + medium untuk pembiakan

sel

*Dilihat di bawah mikroskop

*Potret

*Pembuatan kariotip

*Kariotip adalah susunan kromosom menurut klasifikasi Danver.

II. Fluorescence In Situ Hybridization (FISH) digunakan untuk mendeteksi Trisomi 21

dengan cepat baik pada masa prenatal dan neonatal

III. Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan Thyroxine (T4) untuk menilai fungsi

kelenjar tiroid. Dilakukan segera setelah lahir dan berkala setiap tahun.

IV. Pemeriksaan darah lengkap dan analisa gas darah jika sudah terdapat gejala penderita

mengalami pneumonia.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN

1. Pengambilan sampel janin

• Amnionsentesis

Biasanya dilakukan pada trimester ke dua atau pada janin berusia 13-20 minggu.

Amnionsintesis dianjurkan bagi perempuan hamil lebih dari 35 tahun, perempuan yang

pernah melahirkan anak dengan kelainan kromosom, dan perempuan dengan riwayat

cacat genetik dalam keluarganya. Tapi dengan prosedur ini menyebabkan kematian

janin dengan angka sekitar 0.5 %.

• Pengambilan sampel vilus korionik (CVS)

Page 18: Down Syndrome

Merupakan pengambilan langsung sel-sel trofoblastik janin (vilus korionik bantalan

plasenta). CVS dilakukan pada akhir trimester pertama sehingga dapat memberikan

diagnosis yang lebih dini dibandingkan dengan amnionsintesis. CVS memiliki resiko

amhka kematian janin lebih tinggi dibandingkan dengan amnionsintesis, yaitu 1 %

sampai 1.5 %.

• Pengambilan sampel darah umbilikus perkutis (PUBS)

PUBS dilakukan setelah usia gestasi 16 minggu dan digunakan untuk menganalisis

secara cepat sitogenetika janin.

2. Pemeriksaan Radiologi

- x-foto kepala : brakisefali, mikrosefali, hipoplastik tulang-tulang wajah dan sinus

- x-foto ekstremitas: hipoplastik pada falang tengah dan distal rudimenter. Jarak antara

jari satu dan dua, baik tangan maupun kaki agak besar.

3. EKG

Untuk mendeteksi kemungkinan terjadi kelainan jantung bawaan

4. ABR

Untuk menentukan derjat gangguan pendengaran

5. DDST

Untuk mendeteksi dini gangguan tumbuh kembang

VI. DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis Trisomi 21 dilihat dari gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh

pasien seperti:

1. Retardasi mental

2. Kelainan jantung

3. Dermatoglifi

Dilanjutkan pemeriksaan amniosintesis atau CVS atau PUBS (untuk mendiagnosis

trisomi 21 pada masa maternal), pemeriksaan analisis kromosom (untuk mendiagnosis

trisomi setelah bayi lahir ) didapatkan hasilnya positif mengarah ke Trisomi 21.

Page 19: Down Syndrome

VII. DIAGNOSIS BANDING

Adapun diagnosis banding dari sindroma Down adalah :

a. Hipotiroidisme

Terkadang gejala klinis sindroma Down sulit dibedakan dengan hipotiroidisme. Secara

kasar dapat dilihat dari aktivitasnya karena anak-anak dengan hipotiroidisme sangat

lambat dan malas, sedangkan anak dengan sindroma Down sangat aktif.

b.Akondroplasia

c. Rakitis

d.Sindrom Turner

e. Penyakit Trisomi lain selain trisomi 21 yaitu Trisomi 18 (Sindroma Edwards), Trisomi

13 (Sindroma Patau).

Sindroma Edward ditandai dengan Kepala kecil, telinga terletak lebih rendah, celah

bibir/celah langit-langit, tidak memiliki ibu jari tangan, clubfeet, diantara jari tangan

terdapat selaput,kelainan jantung & kelainansaluran kemih dan kelamin.

Sindroma Patau ditandai dengan Kelainan otak &mata yg berat, celah bibir/celah langit-

langit, kelainan jantung, kelainan saluran kemih-kelamin & kelainan bentuk telinga.

VIII. PENATALAKSANAAN

Anak dengan sindroma Down diperlukan penanganan secara multidisiplin. Selain

penanganan secara medis, pendidikan anak juga perlu mendapat perhatian, disamping

partisipasi dari keluarganya.

a) Penanganan secara medis

Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama

dengan anak normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi,

kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat

beberapa keadaan dimana anak ini dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus,

yaitu dalam hal :

Pendengaran

70-80% anak dengan Down syndrom dilaporkan terdapat gangguan pendengaran.

Maka diperlukan pemeriksaan telinga secara berkala oleh ahli THT.

Page 20: Down Syndrome

Penyakit jantung bawaan

30-40% anak dengan Down syndrom disertai penyakit jantung bawaan, maka

memerlukan penanganan jangka panjang oleh ahli jantung anak.

Penglihatan

Anak dengan kelainan sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak.

Diperlukan evaluasi secara rutin oleh ahli mata.

Nutrisi

Pada anak yang mengalami kelainan kongenital yang berat akan terjadi gangguan

pertumbuhan pada masa bayi atau prasekolah, ada juga kasus obesitas pada masa

remaja. Sehingga diperlukan kerjasama dengan ahli gizi.

Kelainan tulang

Kelainan tulang pada sindro down dapat berupa dislokasi patella, subluksasio pangkal

paha atau ketidakstabilan atlantoaksial.Maka diperlukan pemeriksaan radiologis untuk

memeriksa spina servikalis dan diperlukn konsultasi neurologis.

Farmakologi

Penderita sindroma Down yang disertai gejala ADHD atau depresi dapat diberikan

stimulan atau antidepresan. Agitasi, agresi, dan tantrum merespon baik terhadap

pemberian antipsikotik. Antipsikotik atipikal seperti risperidone (Risperidal) dan

olazapine (Zyprexal) lebih dipilih karena memiliki kecenderungan lebih kecil dalam

mengakibatkan gejala ekstrapiramidal dan diskinesia. Litium (Eskalith) berguna dalam

mengontrol sifat agresif atau menyakiti diri sendiri. Carbamazepin (Tegretol),

valproate (Depakene), dan propanolol (Inderal) juga dapat digunakan untuk perilaku

agresif dan tantrum. Pemberian antibiotik yang adekuat sangat diperlukan pada pasien

Sindroma Down dengan infeksi karena terbukti mampu mencegah mortalitas.

Psikoterapi

Terapi perilaku dilakukan untuk membentuk dan meningkatkan kemampuan perilaku

sosial serta mengontrol dan meminimalkan perilaku agresif dan destruktif. Terapi

kognitif, seperti menanamkan nilai yang benar dan latihan relaksasi dengan mengikuti

instruksi, direkomendasikan untuk anak yang mampu mengikuti instruksi. Terapi

psikodinamik digunakan untuk mengurangi konflik tentang pencapaian yang

diharapkan yang dapat mengakibatkan kecemasan, kemarahan dan depresi.

Page 21: Down Syndrome

b) Pendidikan

√ Intervensi dini

Anak akan dapat manfaat dari stimulasi sensoris dini, latihan khusus yang

mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar anak mampu

berbahasa.

√ Taman bermain atau Taman kanak-kanak

Kesempatan bergaul dengan lingkungan diluar rumah maka memungkinkan anak

berpatisipasi dalam dunia yang lebih luas.

√ Pendidikan khusus (SLB-C)

c) Penyuluhan pada orangtuanya

Dokter harus menjelaskan bahwa anak dengan Down sindrom adalah individu

yang mempunyai hak yang sama dengan anak yang normal, serta pentingnya kasih

sayang dan pengasuhan orangtua.

IX. KOMPLIKASI

Anak-anak dengan sindrom Down dapat memiliki berbagai komplikasi , beberapa di

antaranya menjadi lebih menonjol ketika usia mereka bertambah , termasuk :

- Kelainan jantung bawaaan . Sekitar separuh anak-anak dengan sindrom Down dilahirkan

dengan beberapa jenis cacat jantung . Masalah-masalah ini jantung bisa mengancam jiwa

dan mungkin memerlukan pembedahan pada awal masa bayi .

- Leukemia . Anak-anak dengan sindrom Down lebih mungkin untuk mengembangkan

leukemia daripada anak-anak lain .

- Penyakit menular . Karena kelainan pada sistem kekebalan tubuh mereka , orang-orang

dengan sindrom Down jauh lebih rentan terhadap penyakit menular , seperti pneumonia .

Page 22: Down Syndrome

- Demensia . Kemudian dalam kehidupan , orang dengan sindrom Down memiliki risiko

sangat meningkat dari demensia . Tanda dan gejala demensia sering muncul sebelum usia

40 pada orang dengan sindrom Down . Mereka yang memiliki demensia juga memiliki

tingkat yang lebih tinggi kejang .

- Apnea . Karena jaringan lunak dan perubahan tulang yang menyebabkan penyumbatan

saluran udara mereka , anak-anak dengan sindrom Down pada risiko lebih besar apnea

tidur obstruktif .

- Obesitas . Orang dengan sindrom Down memiliki kecenderungan lebih besar untuk

menjadi gemuk daripada populasi umum .

- Masalah lain . Sindrom Down juga dapat dikaitkan dengan kondisi kesehatan lainnya ,

termasuk penyumbatan gastrointestinal , masalah tiroid , menopause dini , kejang ,

gangguan pendengaran , penuaan dini , masalah tulang dan visi miskin .

X. PROGNOSIS

Survival rate penderita sindroma Down umumnya hingga usia 30-40 tahun. Selain

perkembangan fisik dan mental terganggu, juga ditemukan berbagai kelainan fisik. Kemampuan

berpikir penderita dapat digolongkan idiot dan biasanya ditemukan kelainan jantung bawaan,

seperti defek septum ventrikel yang memperburuk prognosis. Sebesar 44% penderita sindroma

Down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14% hidup sampai 68 tahun. Meningkatnya risiko

terkena leukemia pada sindroma Down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer

yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun. Beberapa penderita

sindroma Down mengalami hal-hal berikut:

a. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa.

b. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea.

c. Pada usia 30 tahun menderita dementia (berupa hilang ingatan, penurunan kecerdasan

dan kepribadian).

d. Gangguan tiroid

Page 23: Down Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Editor: IG.N. Gde Ranuh. Jakarta : EGC, 1995.

p. 211-20

2. Sindroma down. Available at:

http://www.mayoclinic.com/health/down-syndrome/DS00182/DSECTION=prevention.

Accessed July18tht 2014.

3. Setianingsih, Iswari. Ilmu Kenidanan Sarwono Prawirohardjo/editor ketua, Abdu; Bari

Saifuddin editor, Trijatmo Rachimhadhi, Gulardi H. Wiknjosastro. Ed. 4. Cet. 2. Jakarta :

PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009. p. 702-17.

4. Price SA, Wilson LM. Kelainan Kromosom. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Ed 6 vol.1. Jakarta: EGC;2006.p.26-31.

5. Thompson & Thompson, 2001 : Genetics in Medicine Edt 6th, Nussbaum, McInnes, and

Willard. WB.Saunders Comp.

6. Sindroma down at: http://www.medicastore.com/. Accesed July 18 th 2014.

7. Fatusi, Buckley, Sue. 2005. Specificity in Down syndrome. The DownSyndrome Educational

Trust. p81-86.

8. Riyanto, Buckley, S. and Bird, G. (2001). Memory Development forIndividuals with Down

Syndrome. The Down Syndrome Educational Trust,p112.120.

9. Shin, M., Besser, Lilah M., Kucik, James E., Lu, C., Siffel, C., Correa, A. Etal. 2009.

Prevalence of Down Syndrome Among Children and Adolescentsin 10 Regions of the United

States. Official Journal of the AmericanAcademic of Pediatrics. 124:1565-1571.

10. Weijerman, Michel E. De Winter, J. Peter. 2010. The care of children withDown syndrome.

Eur J Pediatric. 169:1445–1452.

Page 24: Down Syndrome