Tia

96
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular. Sementara, sepertiga dari seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk mengalami major cardiovascular events. Pada tahun yang sama, WHO mencatat sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar 32 juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya. Di Amerika setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pectoris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan. 1 Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker 1

Transcript of Tia

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar belakangOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular. Sementara, sepertiga dari seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk mengalami major cardiovascular events. Pada tahun yang sama, WHO mencatat sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar 32 juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya. Di Amerika setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pectoris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.1Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK.1Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard. Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan pelepasan isi granuler yang menyebabkan agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan akhirnya pembentukan trombus.2,3Sindrom koroner akut merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarction / STEMI sampai kematian jantung mendadak.1 Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung. Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral.4Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Protein-protein intraseluler ini meliputi aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.1,5

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiMenurut WHO, penyakit jantung koroner adalah gangguan pada miokardium karena ketidakseimbangan antara aliran darah koroner dengan kebutuhan oksigen miokardium sebagai akibat adanya perubahan pada sirkulasi koroner yang dapat bersifat akut (mendadak) maupun kronik (menahun).4,5Manifestasi klinik PJK yang klasik adalah angina pektoris. Angina pektoris ialah suatu sindroma klinis di mana didapatkan sakit dada yang timbul pada waktu melakukan aktivitas karena adanya iskemik miokard. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi > 70% penyempitan arteri koronaria. Angina pektoris dapat muncul sebagai angina pektoris stabi (APS) dan keadaan ini bisa berkembang menjadi lebih berat dan menimbulkan sindroma koroner akut (SKA).6Penyakit jantung koroner dapat terdiri dari: Angina pektoris stabil (APS)Sindroma klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, punggung ataupun lengan, yang biasanya oleh kerja fisik atau stres emosional dan keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau dengan obat nitrogliserin.6,7 Sindroma Koroner Akut (SKA)Sindroma klinik yang mempunyai dasar patofisiologi, yaitu berupa adanya erosi, fisur atau robeknya plak arterosklerosis sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.6,7,8Yang termasuk SKA adalah :a. Angina pektoris tidak stabil (UAP, unstable angina pectoris), yaitu: Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari. Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina muncul lebih sering dan lebih lama ( >20 menit), dan lebih sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat6,9b. Infark miokard akut (IMA), yaituNyeri angina yang umunya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). IMA bisa berupa Non ST elevasi infark miokard (NSTEMI) dan ST elevasi miokard infark (STEMI).9Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan sehingga berakibat adanya gangguan pada organ-organ tubuh. Hal ini bisa disebabkan trombus arteri koroner oleh ruptur plak yang dipermudah terjadinya oleh faktor-faktor seperti hipertensi,merokok dan hiperkolesterolemia.IMAdengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut yang terdiri dari angina pektoris tak stabil,AMItanpa elevasi ST danAMIdengan elevasi ST. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasienAMI.12Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.4 Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut,dengan pembagian:1. Derajat I : tanpa gagal jantung2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galopdan peningkatan tekanan venapulmonalis3. Derajat III :Gagal jantung beratdengan edema paruseluruh lapanganparu.4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _90 mmHg)dan vasokonstriksi perifer (oliguria,sianosis dan diaforesis).6,7Ada dua tipe dasar infark miokard akut:1. Transmural: terkait dengan aterosklerosis arteri koroner utama yang melibatkan.Hal ini dapat subclassified ke anterior, posterior, inferior, lateral atau septum.Infark transmural memperpanjang melalui seluruh ketebalan otot jantung dan biasanya merupakan akibat dari oklusi lengkap dari suplai darah di daerah itu. 2. Subendocardial: melibatkan area kecil di dinding subendocardial dari ventrikel kiri, septum ventrikel, atau otot papiler.Infark Subendocardial dianggap akibat dari suplai darah menurun secara lokal, mungkin dari penyempitan arteri koroner.Daerah subendocardial adalah terjauh dari suplai darah jantung dan lebih rentan terhadap jenis patologi.1,10

2.2 EtiologiInfark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:1. Infark miokard tipe 1 Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.2. Infark miokard tipe 2 Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.3. Infark miokard tipe 3 Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.4. a. Infark miokard tipe 4a Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard. b. Infark miokard tipe 4b Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.5. Infark miokard tipe 5 Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.7 Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard.6Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia. (Brown, 2006).Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok.1Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II.1Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit.14

2.3 PatofisiologiKejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi. 6STEMI terjadi ketika sebuah bentuk trombus dalam arteri koroner, bocor dan mencegah darah mengalir secara efektif ke jaringan distal. Dalam kondisi normal, sinyal depolarisasi dikirim melalui jantung "nol keluar" di segmen ST, yang sesuai dengan depolarisasi ventrikel waktu antara (kompleks QRS) dan repolarisasi ventrikel (gelombang T). Sebagai jaringan mati, atau infark, kebocoran kalium keluar dari sel, mengubah muatan selama ini bagian dari jantung. Dalam pengaturan iskemia, orang dapat menemukan berbagai kelainan termasuk T-gelombang inversi dan perubahan ST-segmen tingkat dan morfologi. Perubahan yang paling spesifik untuk STEMI adalah elevasi segmen ST pada EKG hasil. Hal ini disebabkan infark jaringan transmural, yang menyebabkan kebocoran kalium signifikan. Para kalium yang berlebih menciptakan muatan positif lokal jaringan, tercermin dengan elevasi segmen ST.5Identifikasi distribusi anatomi dari iskemia dan / atau infark bukan merupakan langkah penting dalam diagnosis STEMI. Hal ini penting, namun, untuk mengakui bahwa daerah tertentu dari infark meningkatkan kemungkinan komplikasi tertentu dan bahwa informasi ini harus menjadi faktor dalam keputusan pengobatan dan pemantauan.5

Tabel 1.Tabel 1 menunjukkan perubahan EKG dan cabang utama yang terkait arteri koroner, dengan daerah kemungkinan kerusakan dan komplikasi potensi masing-masing. Pencocokan perubahan EKG dengan anatomi sangat membantu dalam pemetaan distribusi jaringan yang terlibat dengan adanya pola regangan (gelombang T inversi, ST depresi) atau infark (ST-segmen elevasi dengan atau tanpa depresi berdekatan). Perhatian harus diambil ketika menerapkan konsep ini pada pasien dengan penyakit jantung koroner berat yang mungkin memiliki aliran sirkulasi kolateral yang signifikan. Jarang, variasi anatomi kongenital juga dapat membuat sulit untuk menyimpulkan distribusi kerusakan dan kemungkinan konsekuensi. 5Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri. 3Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi. 11Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard. 3,2Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. 5STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lesi vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.14Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari trombus merah kaya fibrin, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap terapi trombolitik.2Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin, epinefrin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesi yang larut (integrin) seperti vWF dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.6Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. (Wilson, 2006)Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.6Serangan jantung adalah suatu kondisi ketika kerusakan dialami oleh bagian otot jantung (myocardium) akibat mendadak sangat berkurangnya pasokan darah ke bagian otot jantung. Berkurangnya pasokan darah ke jantung secara tiba-tiba dapat terjadi ketika salah satu nadi koroner ter blokade selama beberapa saat, entah akibat spasme mengencangnya nadi koroner atau akibar pergumpalan darah thrombus. Bagian otot jantung yang biasanya di pasok oleh nadi yang terblokade berhenti berfungsi dengan baik segera setelah splasme reda dengan sendirinya, gejala-gejala hilang secara menyeluruh dan otot jantung berfungsi secara betul-betul normal lagi. Ini sering disebut crescendo angina atau coronary insufficiency. Sebaliknya, apabila pasokan darah ke jantung terhenti sama sekali, sel-sel yang bersangkutan mengalami perubahan yang permanen hanya dalam beberapa jam saja dan bagian otot jantung termaksud mengalami penurunan mutu atau rusak secara permanen. Otot yang mati ini disebut infark.

Penyakit Arteri Koroner / penyakit jantung koroner (Coronary Artery Disease) ditandai dengan adanya endapan lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran darah. Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan tersebar di percabangan besar dari kedua arteri koroner utama, yang mengelilingi jantung dan menyediakan darah bagi jantung. Proses pembentukan ateroma ini disebut aterosklerosis. Ateroma bisa menonjol ke dalam arteri dan menyebabkan arteri menjadi sempit. Jika ateroma terus membesar, bagian dari ateroma bisa pecah dan masuk ke dalam aliran darah atau bisa terbentuk bekuan darah di permukaan ateroma tersebut. Supaya bisa berkontraksi dan memompa secara normal, otot jantung (miokardium) memerlukan pasokan darah yang kaya akan oksigen dari arteri koroner. Jika penyumbatan arteri koroner semakin memburuk, bisa terjadi iskemi (berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung, menyebabkan kerusakan jantung.

Aterosklerosis adalah suatu keadaan arteri besar dan kecil yang ditandai oleh endapan lemak, trombosit, makrofag dan leukosit di seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunika media.

Faktor ResikoFaktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu :1. Usia dan jenis kelaminMemasuki usia 45 tahun bagi pria. Sangat penting bagi kaum pria untuk menyadari kerentanan mereka dan mengambil tindakan positif untuk mencegah datangnya penyakit jantung.Bagi wanita, memasuki usia 55 tahun atau mengalami menopause dini (sebagai akibat operasi). Wanita mulai menyusul pria dalam hal resiko penyakit jantung setelah mengalami menopause.2. RasOrang Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih3. Riwayat keluargaRiwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Pentingnya pengaruh genetik dan lingkungan masih belum diketahui. Komponen genetik dapat diduga pada beberapa bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi, riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat seperti misalnya gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas.Faktor-faktor resiko lain yang masih dapat diubah adalah : 1. Kadar Kolesterol Total dan LDL tinggi danKadar Kolesterol HDL rendah.Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun.2. Tekanan darah tinggi (hipertensi).Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.3. Kebiasaan merokokBanyak wanita perokok yang tidak mau mengubah kebiasaannya, karena takut gemuk. Padahal, kendati merokok biasanya diasosiasikan dengan gangguan paru-paru, sebenarnya sebagai perokok aktif, risiko kematian akibat penyakit jantung sama besarnya dengan penyakit paru-paru. Sejumlah kecil nikotin dalam rokok merupakan racun bagi tubuh. Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan, tetapi tetap membahayakan jantung karena dapat mengakibatkan pengerasan pembuluh nadi serta mengacaukan irama jantung. 4. Hobi makan junk foodMakanan kaya lemak yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan penumpukan zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari dinding pembuluh nadi bisa mengakibatkan penyumbatan dan penyempitan pembuluh arteri kororner (arteroklerosis). Sedangkan, lemak jenuh yang banyak terdapat dalam makanan sejenis junk food juga mampu merangsang hati untuk memproduksi banyak kolesterol. Kolesterol yang mengendap lama-kelamaan akan menghambat aliran darah dan oksigen sehingga menggangu metabolisme sel otot jantung.5. Obesitas Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 % pada perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.

6. Diabetes. Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x lipat.7. Sering stress.Stres yang berlarut-larut membuat denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Hal ini tentu membuat jantung bekerja lebih berat dan pada akhirnya akan meningkatkan risiko penyakit jantung. Tingkah laku yang serba terburu-buru, dan cepat marah juga memicu timbulnya penyakit tersebut.8. Jarang berolahragaWanita yang tidak aktif bergerak mempunyai risiko 2-3 kali lebih besar menderita serangan jantung. Selain mengurangi berat badan, olahraga teratur dapat memperkuat otot jantung dan memperbaiki sistem peredaran darah. PatofisiologiPeningkatan tekanan darah sistemik pada hipertensi menimbulkan peningkatan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung bertambah, akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi dapat terlampaui; kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai pembuluh koroner menyebabkan iskemia miokardium mlokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan ,perubahan reversibelnpada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik menjadi metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik lewat lintasan glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerobik melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob, yaitu asam laktat, akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung mengubah hemodinamika. Perubahan hemo-dinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya curah sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya, tekanan jantung kiri akan meningkat tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Peningkatan tekanan diperbesar oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin mem- perberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Jelas bahwa, pola ini merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respon vagus. Iskemia miokardium secara khas disertai oleh dua perubahan elektrokardiogram akibat perubahan elektrofisiologi selular, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Elevasi segmen ST dikaitkan dengan sejenis angina yang dikenal dengan nama angina Prinzmetal. Serangan iskemi biasanya mereda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat reversibel.Penyebab infark miokardium adalah terlepasnya plak arteriosklerosis dari salah satu arteri koroner dan kemudian tersangkut di bagian hilir sehingga menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut. Infark miokardium juga dapat terjadi jika lesi trombotik yang melekat di arteri menjadi cukup besar untuk menyumbat total aliran ke bagian hilir, atau jika suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigen tidak dapat terpenuhi.

ETIOLOGI( Aterosklerosis pembuluh koroner )

Timbul endapan lemak dalam tunika intimaPenimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koroner

Regresi sebagian dan sebagian berkembang menjadi plak fibrosaLumen pembuluh darah menyempit

Ateroma( kompleks aterosklerosis )Resistensi terhadap alirandarah meningkat

Penurunan kemampuan pembuluhvascular untuk melebar

Perdarahan, Kalsifikasi, Trombosis

Ketidakseimbangan antara suplaidan kebutuhan O2 miokardium( Resiko tinggi penurunan cardiac output)( Gangguan pertukaran gas)( Nyeri dada )

Infark Miokardium

2.4 Klasifikasi2.4.1 Klasifikasi CCS untuk Angina PektorisKlasifikasi CCS (Canadian Cardiovascular Society) digunakan untuk menilai berat ringannya angina pada penderita penyakit jantung coroner.19Kelas CCSKeterangan

CCS I Pasien dengan penyakit jantung koroner tanpa limitasi aktivitas fisik. Angina timbul pada aktivitas fisik yang berat

CCS IIPasien dengan penyakit jantung koroner dengan limitasi ringan terhadap aktivitas fisik. Angina timbul pada aktivitas fisik yang lebih berat dari aktivitas sehari-hari

CCS IIIPasien dengan penyakit jantung koroner dengan limitasi bermakna terhadap aktivitas fisik. Angina timbul pada aktivitas fisik sehari-hari

CCS IVPasien dengan penyakit jantung koroner dengan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas apapun tanpa menimbulkan gejala angina. Angina timbul dalam keadaan istirahat atau tanpa melakukan aktivitas

Klasifikasi angina pectoris tak stabil menurut Braunwald 1989 berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.7Beratnya angina :1. Kelas I angina yang berat untuk pertama kali atau semakin bertambahnya nyeri dada.2. Kelas II angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan tapi ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.3. Kelas III angina pada waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau berulang dalam waktu 48 jam terakhir. 7Keadaan klinis :1. Kelas A angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi atau febris2. Kelas B angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstra cardiac.3. Kelas C angina yang timbul setelah seranga infark miokard7Intensitas pengobatan :1. Tak ada pengobatan atau hanya pengobatan minimal.2. Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi standar3. Masih timbul serangan angina walaupun telah diberi pengobatan yang maksimum, dengan beta blocker, nitrat, dan antagonis kalsium.7Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) ialah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.9

2.5 DiagnosisDiagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 1 mm, minimal pada 2 sandapan yang berdampingan. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim. 4

a. Anamnesis Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Selanjutnya perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya, serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, DM, dislipidemia, merokok, stres, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. (Bohme, 2006)Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur17Nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina : Lokasi: sub/retrosternal, prekordial Sifat: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas, dan dipelintir Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau nitrat Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas7b. Pemeriksaan fisisSebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering kali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI. .(Pearlson, 2003)

c. Elektrokardiografi (EKG)Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI. (Chou, 1996).LokasiLokasi elevasi segmen stPerubahan resiprokalArteri koroner

AnteriorV3,V4V7,V8,V9Arteri koroner kiri,cabang LAD/Diagonal

AnterioseptalV1,V2,V3V7,V8,V9Arteri koroner kiri,cabang LAD diagonal cabang LAD septal

AnteriorekstensifI,aVL,V2-V6I,III,aVFArteri koroner kiri,proksimal LAD

AnterolateralI, aVL,V3,V4,V5,V6II,III,aVF,V7,V8,V9Arteri koroner kiriCabang LAD-diagonal dan cabang sirkumfleks

InferiorII,III,aVFI,aVL,V2,V3Arteri koroner kanan cabang decendens posterior dan cabang arteri koroner kiri sirkumfleks

LateralI,aVL,V5,V6II,III,aVFArteri koroner kiriCabang LAD- diagonal dan cabang sirkumfleks

SeptumV1,V2V7,V8,V9Arteri koroner kiri cabang LAD-septal

PosteriorV7,V8,V9V1,V2,V3Arteri koroner kanan/ sirkumfleks

Ventrikel kananV3R-V4RI,aVLArteri koroner kanan proksimal

Tabel. 2 Penentuan lokasi infark miokard.

Pada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inversi gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di 2 sadapan ( Q patologis ).

d. LaboratoriumPetanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.

Tabel 2.Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard). CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic dehidrogenase (LDH)Nilai Normal Enzim JantungEnzyme/ProteinNormal Value

Creatine Kinase50 80 U/L

Total Creatinine Phosphokinase (CPK)30 - 200 U/L

CPK MB (Fraction)0 - 8.8 ng/ml

CPK MB (Fraction with percent of total CPK).0 - 4 %

CPK MB2 (Fraction)Less than 1 U/L

Troponin 10 0.4 ng/ml

Troponin T0 0.1 ng/ml

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL. (Antman, 2002).

Tabel 3.

2.6 PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. 4Tujuan penanganan pada STEMI adalah:a. Penanganan kegawatdaruratan diperlukan untuk menegakkan diagnosis secara cepat dan penilaian awal stratifikasi risiko, menghilangkan/ mengurangi nyeri dan pencegahan atau penanganan henti jantung.b. Penanganan dini untuk membuat keputusan segera terapi reperfusi untuk membatasi proses infark serta mencegah perluasan infark serta menangani komplikasi segera seperti gagal jantung, syok dan aritmia yang mengancam jiwa.c. Penanganan selanjutnya untuk menangani komplikasi lain yang timbul selanjutnya.d. Evaluasi dan penilaian risiko untuk mencegah terjadinya progresi penyakit arteri koroner, infark baru, gagal jantung, dan kematianPenanganan kegawatdaruratan (lihat Guideline AHA 2010 di bawah)a. Tatalaksana awal: Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%). Aspirin 160mg (dikunyah). Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri. Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat. (Irmalita.2009)

b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda reperfusi). Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis. Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel. Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH). Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin. Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB maksimum 4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 48 jam dengan maksimum 1000 u/ jam dengan target aPTT 50 70s. Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi dimulai. LMWH dapat digunakan sebagai alternative UFH pada pasien-pasien berusia < 75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-laki atau < 2 mg/ dl pada wanita).15 Terapi fibrinolitik.Dianjurkan pada:a. Presentasi 3jam.b. Tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat.c. Tidak ada kontraindikasi fibrinolitik. (Irmalita.2009)Kontraindikasi fibrinolitik:a. Kontraindikasi absolut: Riwayat perdarahan intracranial apapun. Lesi structural cerebrovaskular. Tumor intracranial (primer ataupun metastasis). Stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam terakhir. Dicurigai adanya suatu diseksi aorta. Adanya trauma/ pembedahan/ truma kepala dalam 3 bulan terakhir. Adanya perdarahan aktif (termasuk menstruasi). (Irmalita.2009)

a. Kontraindikasi relatif: Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol. Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, atau kelainan intracranial selain yang disebutkan pada kontraindikasi absolute. Resusitasi jantung paru traumatic atau lama > 10 menit atau operasi besar < 3 minggu. Perdarahan internal dalam2-4 minggu terakhir. Terapi antikoagulan oral. Kehamilan. Non compressible punctures. Ulkus peptikum aktif. Khusus untuk streptokinase/ anistreplase: riwayat pemaparan sebelumnya (>5hari) atau riwayat alergi terhadap zat-zat tersebutTerapi awalAntitrombin terapiKontraindikasi spesifik

Streptokinase(SK)1,5 juta unit/ 100ml D5% atau NaCl 0,9% selama 30 60 menit.Dengan atau tanpa heparin iv selama 24 48 jamRiwayat SK atau anistreplase

Alteplase(tPA)15 mg iv bolus 0,75 mg/ kg BB selama 30 menit kemudian 0,5 mg/ kg BB selama 60 menit iv. Dosis total tidak melebihi 100mgHeparin iv selama 24 48 jam

Percutanous coronary intervention (PCI)a. PCI primer.Dianjurkan pada: Presentasi 3jam. Tersedia fasilitas PCI. Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon < 90 menit. (Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi) dikurangi (waktu antara pasien tiba sampai dengan proses fibrinolitik) < 1jam. Terdapat kontraindikasi fibrinolitik. Risiko tinggi (gagal jantung kongestif, Killip 3). Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST masih diragukan.

b. PCI kombinasi dengan fibrinolitik.Dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi jika tindakan PCI tidak dapat dilakukan dengan segera dan pada pasien dengan risiko perdarahan rendah. Pada tindakan ini tidak dianjurkan menggunakan penghambat reseptor GPIIb/ IIIa dengan dosis penuh.c. Rescue PCI.Dilakukan bila terdapat kegagalan trombolitik pada pasien dengan infark luas dengan: Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia. Keluhan iskemik yang berkepanjangan. Syok kardiogenik.Pada pasien-pasien dengan kegagalan reperfusi atau terjadi reoklusi dimana rescue PCI tidak dapat dilakukan segera, reperfusi secara medikamentosa harus dipertimbangkan dengan fibrinolitik ulang atau tirofiban. Pemilihan stent pada PCI primer atau rescue PCI adalah Bare metal stent (BMS). Tindakan pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan pengobatan, pada keadaan :a. Stenosis yang signifikan ( 50 %) di daerah left main (LM)b. Stenosis yang signifikan ( 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri koroner utamac. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari left anterior descending coronary artery.2.1.6. Diagnosa BandingTabel 3.

Nilai prediktif dari sebuah elevasi segmen ST pada EKG sangat tergantung pada kejadian penyakit dalam populasi di mana pasien cocok. Sebagai contoh, segmen ST elevasi pada orang muda cenderung untuk dihubungkan dengan MI karena ada insiden lebih rendah pada populasi yang lebih muda MI. Fakta ini, dalam dan dari dirinya sendiri, mengurangi nilai prediktif positif dari EKG sebagai alat diagnostik dalam situasi ini. Untuk semua pasien, tetapi khususnya di, penyebab muda lain dari elevasi ST-segmen harus hati-hati diteliti dalam contextes klinis.9

1. Terapi Non Medikamentosa Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

2.7 Pencegahana. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.15b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.16c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.11d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung.15

2.8 Komplikasi 2.8.1 Aritmia supraventrikularSinus takikardia merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun, jika sinus takikardia tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan. 2.8.2 Gagal jantungBeberapa derajat kelainan pada saat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik. 2.8.3 Sistole prematur ventrikelDepolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik. Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas 8

2.9 Prognosis Prognosis dapat diperkirakan dengan menggunakan TIMI score (Thrombolysis in Myocardial Infarction ). TIMI skor risiko untuk mengidentifikasi STEMI signifikan gradien dari risiko kematian dengan menggunakan variabel yang menangkap sebagian besar informasi prognostik yang tersedia di multivariabel model. Kapasitas prediksi risiko ini skor stabil selama beberapa titik waktu, pada pria dan wanita, dan pada perokok dan bukan perokok. Selain itu,TIMI skor risiko dilakukan baik dalam data eksternal yang besar ditetapkan pasien dengan STEMI.7

Tabel 4.

BAB 3LAPORAN KASUS3.1 IDENTITAS PASIENNama : Mr.MYUmur: 53 tahunJenis kelamin : Laki-lakiAgama : IslamSuku : AcehPekerjaan : GuruAlamat: Tanaoh Anoe, Aceh TimurCM: 1-05-05-92Tanggal Masuk: 05 Mei 2015Tanggal Pemeriksaan: 05 Mei 2015

3.2 ANAMNESISa. Keluhan Utama: nyeri dadab. Keluhan Tambahan: keringat dingin

c. Riwayat penyakit sekarangPasien datang ke IGD RSUZA dengan keluhan utama nyeri dada. Nyeri dada yang dirasakan pasien seperti diremas,rasa panas terbakar dan rasa tertimpa beban berat. Nyeri dada yang di rasakan juga menjalar ke bahu dan punggung. Keluhan nyeri dada timbul tiba-tiba pada saat pasien minum kopi setengah 4 sore, keluhan berlangsung >20 menit dan tidak berkurang dengan istirahat. Keluhan nyeri dada sudah dirasakan selama 3 bulan dan memberat 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien memiliki kebiasaan minum kopi 2-5 gelas/hari, dan pasien juga mempunyai kebiasaan merokok sejak berumur 20 tahun. Pasien sehari menghabiskan 1 bungkus rokok. Pasien juga mengalami mual dan muntah. Pasien mengalami muntah 2x saat di RS Langsa, muntah tidak disertai darah, tidak kental dan hanya mengeluarkan isi makanan yang dimakan sebelumnya, lalu pasien berkeringat dingin ketika mengalami nyeri dada. Sebelumnya pasien dirawat di RS Langsa semalam diberi obat ISDN 1x1 kemudian di rujuk ke RSUZA.

d. Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, tetapi memiliki riwayat dislipidemia dengan tidak terkontrol.

e. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat Dislipidemia atau penyakit jantung lainnya di keluarga tidak ada

f. Riwayat Kebiasaan SosialPasien sering mengkonsumsi makanan berlemak dan tidak pernah menjaga pola makan. Pasien juga mengaku tidak teratur berolahraga.

g. Riwayat Penggunaan ObatPasien mengkonsumsi obat-obatan anti kolesterol (golongan statin)

h. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi Usia 53 tahun

i. Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi Makan makanan berlemak Jarang berolahraga Merokok

3.3 PEMERIKSAAN FISIK a. Status PresentKeadaan Umum: Tampak sakit ringanKesadaran: Compos MentisTekanan Darah: 120/70 mmHgNadi: 62 x/menit, regulerFrekuensi Nafas: 20 x/menitTemperatur: 36,2 0C (aksila)Berat badan : 56 kgTinggi badan : 170 cmIMT: 19,4 (1deal) b. Status GeneralKulitWarna: Sawo matangTurgor: cepat kembaliIkterus: (-)Anemia: (-)Sianosis: (-) KepalaBentuk: Kesan NormocephaliRambut: Tersebar rata, Sukar dicabut, Berwarna hitamMata: Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-), Conj.palpebra inf pucat (-/-)Telinga: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)Hidung: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)MulutBibir: Pucat (-), Sianosis (-)Gigi: Karies (-)Lidah: Beslag (-), Tremor (-)Mukosa: Basah (+)Tenggorokan: Tonsil dalam batas normalFaring: Hiperemis (-)

LeherBentuk: Kesan simetrisKel. Getah Bening: Kesan simetris, Pembesaran (-)Peningkatan TVJ: JVP tidak meningkat (5-2 cm H2O)

AxillaPembesaran KGB (-)

ThoraxThorax depan dan belakang1. InspeksiBentuk dan Gerak: Normochest, pergerakan simetrisTipe Pernafasan: Abdominal ThoracalRetraksi: (-)2. Palpasi Pergerakan dada simetris Nyeri tekan (-/-) Stem fremitus kanan sama dengan stem fremitus kiri3. Perkusi Sonor pada kedua lapangan paru4. Auskultasi Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (+/+)JantungInspeksi: Ictus Cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus Cordis teraba di ICS V Linea midclavicula 1 jari lateral sinistraPerkusi: Batas jantung atas: di ICS III sinistraBatas jantung kanan: di ICS V Linea Parasternalis DekstraBatas jantung kiri: di ICS V linea midclavikula 1 jari lateral sinistraAuskultasi: Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, BJ1>BJ2, mumur (-), gallop (-)AbdomenInspeksi: Distensi (-)Palpasi: Soepel (-), Nyeri tekan (-) Undulasi (-) Hepar/ Lien/ Renal tidak dapat dirabaPerkusi: Timpani (+), Shifting dullness (-) undulasi (-)Auskultasi: Peristaltik usus normalGenetalia: tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas Akral hangat CRT < 2 detik Edema (-/-) Tampak sianosis pada kuku (-) Deformitas (-)

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG3.4.1Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tanggal 05 Mei 2015

Jenis PemeriksaanHasilNilai rujukan

Hematologi

Darah Rutin

Hemoglobin16,214 -17 gr/dl

Hematokrit4645-55%

Eritrosit514,7-6,1 x 106/mm3

Trombosit272150 - 450 x 103/mm3

Leukosit5,84.1-10.5 x 103/mm3

MCV8380-100 fL

MCH3227-31 pg

MCHC3532-36 %

LED40T2, A2>A1, P2>P1 Abdomen : Inspeksi: soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung Palspasi: hepar, lien, massa tidak teraba Perkusi: timpani (+), asites (-) Auskultasi: bising usus (+) normal Genitalia: tidak ada kelainan. Anus: (+), tidak ada kelainan. Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--) Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan Otot: Tidak ditemukan kelainanA= Acute Anterior Ext STEMI onset 10 Hari tanpa revascularisasi

Terapi= Diet 1700 kkal Clopidogrel 1x75 mg Aspilet 1x80 mg ISDN 3x5 mg Simvstatin 1x20 mg (malam) Lansoprazole 2x1

06 Mei 2015S= nyeri dada (-), pusing (+), mual (-), muntah (-) , BAB (-), BAK (+),O= vital sign Tekanan darah: 120/80 mmhg Frekuensi jantung: 89 kali/menit Frekuensi nafas: 22 kali/menit Temperatur: 36,5 Cb) Status General Kulit: coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-), anemis (-) Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali. Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+. Hidung : sekret -/-, sekret (-) Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh Mulut : dalam batas normal Bibir : sianosis (-), pucat (- ). Lidah: beslag (-), tremor (-), sariawan (+) Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-). Tonsil : Hiperemis (-) Faring: Hiperemis (-) Leher: tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi, tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-). Thoraks : Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak meningkat. Perkusi : sonor +/+batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5 Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/- Jantung : Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal midclavicula sinistra. Perkusi : Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1 Abdomen : Inspeksi: soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung Palspasi: hepar, lien, massa tidak teraba Perkusi: timpani (+), asites (-) Auskultasi: bising usus (+) normal Genitalia: tidak ada kelainan. Anus: (+), tidak ada kelainan. Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--) Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan Otot: Tidak ditemukan kelainanA= Acute Anterior Ext STEMI onset 10 Hari tanpa revascularisasi

Terapi= Diet 1700 kkal Clopidogrel 1x75 mg Aspilet 1x80 mg ISDN 3x5 mg Simvstatin 1x20 mg (malam) Lansoprazole 2x1

07 Mei 2015S= nyeri dada (-), mual (-)O= vital sign Tekanan darah: 100/70 mmhg Frekuensi jantung: 89 kali/menit Frekuensi nafas: 20 kali/menit Temperatur: 36,5 Cb) Status General Kulit: coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-), anemis (-) Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali. Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+. Hidung : sekret -/-, sekret (-) Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh Mulut : dalam batas normal Bibir : sianosis (-), pucat (- ). Lidah: beslag (-), tremor (-), sariawan (+) Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-). Tonsil : Hiperemis (-) Faring: Hiperemis (-) Leher: tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi, tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-). Thoraks : Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak meningkat. Perkusi : sonor +/+batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5 Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/- Jantung : Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal midclavicula sinistra. Perkusi : Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1 Abdomen : Inspeksi: soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung Palspasi: hepar, lien, massa tidak teraba Perkusi: timpani (+), asites (-) Auskultasi: bising usus (+) normal Genitalia: tidak ada kelainan. Anus: (+), tidak ada kelainan. Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--) Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan Otot: Tidak ditemukan kelainanA= Acute Anterior Ext STEMI onset 10 Hari tanpa revascularisasi

Terapi= Diet 1700 kkal Clopidogrel 1x75 mg Aspilet 1x80 mg ISDN 3x5 mg Simvstatin 1x20 mg (malam) Lansoprazole 2x1

08 Mei 2015S= nyeri dada (-), mual (-)O= vital sign Tekanan darah: 120/80 mmhg Frekuensi jantung: 89 kali/menit Frekuensi nafas: 18 kali/menit Temperatur: 36,5 Cb) Status General Kulit: coklat, turgor (-), parut, cacar (-), sianosis (-), ikterus (-), edema (-), anemis (-) Kepala : rambut hitam, bulat, kesan normocephali. Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+. Hidung : sekret -/-, sekret (-) Telinga : sekret -/-, membran timpani utuh Mulut : dalam batas normal Bibir : sianosis (-), pucat (- ). Lidah: beslag (-), tremor (-), sariawan (+) Gigi geligi : struktur gigi atas dan bawah normal, kariers (-). Tonsil : Hiperemis (-) Faring: Hiperemis (-) Leher: tidak terdapat kaku kuduk, vena jugularis tidak teraba pulsasi, tekanan tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-). Thoraks : Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris Palpasi : massa (-), fremitus vokal simetris kanan dan kiri tidak meningkat. Perkusi : sonor +/+batas paru-hati: peranjakan sonor-pekak di ICS 5 Auskultasi : vesikuler +/+, rh +/+, 1/3 lap. bawah paru, wh -/- Jantung : Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 1 cm lateral lineal midclavicula sinistra. Perkusi : Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra Batas kiri : 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1 Abdomen : Inspeksi: soepel, bentuk simetris, tidak tampak kembung Palspasi: hepar, lien, massa tidak teraba Perkusi: timpani (+), asites (-) Auskultasi: bising usus (+) normal Genitalia: tidak ada kelainan. Anus: (+), tidak ada kelainan. Ekstremitas : Sianosis (--/--), edema (--/--), ptechie (--/--) Anggota gerak: Tidak ditemukan kelainan Otot: Tidak ditemukan kelainanA= Acute Anterior Ext STEMI onset 10 Hari tanpa revascularisasi

Terapi= Diet 1700 kkal Clopidogrel 2x75 mg Aspilet 1x80 mg ISDN 3x5 mg Simvstatin 1x20 mg (malam) Lansoprazole 2x1

Pasien PBJ dan hari Selasa sudah dijadwalkan PCI.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI2. Antman, E.M., Braunwald, E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA3. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA Guidelines for The Management of Patients with ST Elevation Myocardial Infarction. Cardiac Cath Conference.4. Beers, M.H., Fletcher A.J., Jones, T.V., 2004. Merk Manual of Medical Information: Coronary Artery Disease. 2nd ed. New York: Simon & Shcuster.5. Brown, T.C., 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William, L.M., ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta.6. Chou, T., 1996. Electrocardiography in Clinical Practice Adult and Pediatric: Myocardial Infarction, Myocardial Injury, and Myocardial Ischemia. 4th ed. Pennsylvania: W. B. Saunders Company.7. Fenton, D.E., 2009. Myocardial Infarction. Diambil dari: http://emedicine.medscape.com/article/759321-overview . 8. Irmalita et al. 2009. Standard Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi 3.20099. Irmalita, 1996. Infark Miokard. Dalam: Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono, P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakart.10. Killip, T. Kimbal, J.T. 1967. Treatment of myocardial infarction in a coronary care unit: A two year experience with 250 patients. Diambil dari: http://content.onlinejacc.org 11. Kosowsky, Joshua M. Yiadom, Maame. 2009. The Diagnosis And Treatment of STEMI In The Emergency Department. Emergency Medicine Practice. Diambil dari: http://www.EBMedicine.net . 12. Morrow, David. Antman Elliott. Charlesworth, Andrew, et al. 2011. TIMI Risk Score for ST-Elevation Myocardial Infarction: A Convenient, Bedside, Clinical Score for Risk Assessment at Presentation. Diambil dari http://circ.ahajournals.org. 13. Nigam. P.K., 2007. Biochemical Markers of Myocardial Injury. Indian Journal of Clinical Biochemistry. Diambil dari: http://medind.nic.in/iaf/t07/i1/iaft07i1p10.pdf 14. O'Connor, Robert E. , William Brady, Steven C. Brooks, Deborah Diercks,. 2010 Part 10: Acute Coronary Syndromes 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Diambil dari http://circ.ahajournals.org/. 15. Oemar, H., 1996. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah. Dalam: Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono, P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI16. Patel, N.R., Jackson. G., 1999. Serum markers in myocardial infarction. J Clin Pathol. Diambil dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC501424/?page=1 . 17. Ramrakha, P., Hill, J., 2006. Oxford Handbook of Cardiology: Coronary Artery Disease. 1st ed. USA: Oxford University Press.18. Reznik, AG. 2010. "[Morphology of acute myocardial infarction at prenecrotic stage]" (in Russian). Kardiologiia. Diambil dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov . 19. Samsu, N., Sargowo, D., 2007. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I pada Diagnosis Infark Miokard Akut. Tinjauan Pustaka. Malang: Fakultas Kedokteran Brawijaya. Diambil dari http://mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_viewall&smod=mki&s p=public&id_katparent=14&id_artikel=178 . 20. Selwyn, A.P., Braunwald E., 2005. Ischemic Heart Disease. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds., Harrisons Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA21. Thygesen K, Alpert JS, White HD . 2007. Universal definition of myocardial infarction". Diambil dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov . 22. Wicaksono, Sonny. Yuniadi, Yoga. 2009. J point/R wave ratio predicts in-hospital major cardiovascular event in inferior myocardial infarction. Jurnal Kardiologi Indonesia 2009. Vol. 30, No. 2.

55