Tetanus Pada Anak Usia 2,5 Tahun
Transcript of Tetanus Pada Anak Usia 2,5 Tahun
TETANUS PADA ANAK USIA 2,5 TAHUN
DI SU.SUN OLEH :
Adinda Annisa Yuliasari
Angelina Bella Dina
Wella Yumala
Zona Pratiwi
Ririn Indriyani
STIKES Pertamina bina medika
Jakarta
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kelompok panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya penulisan makalah kami dengan judul “Asuhan Keperawatan Tetanus pada Anak”.. Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata ajar Keperawatan Anak Semester VII di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA Jakarta.
Dalam makalah ini kami membahas tentang “Asuhan Keperawatan Tetanus pada Anak“ Dengan tujuan agar mahasiswa lebih mengetahui tentang proses persalinan lebih dalam.
Kelompok menyadari dalam penulisan makalah ini masih dirasakan kurang sempurna, karena itu penulis dengan terbuka menerima segala kritik dan saran dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
Jakarta,10 oktober 2011
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................................3
B. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI..........................................................................................................................................5
A. Definisi Tetanus...............................................................................................................................5
B. Etiologi.............................................................................................................................................6
C. Tanda dan Gejala.............................................................................................................................6
D. Patofisiologi.....................................................................................................................................7
E. Penatalaksanaan Medis...................................................................................................................9
F. Komplikasi Tetanus..........................................................................................................................9
G. Pencegahan...................................................................................................................................11
H. Dampak hospitalisasi pada anak....................................................................................................12
BAB III........................................................................................................................................................14
ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................................................................................14
A. Pengkajian.....................................................................................................................................14
B. Diagnosa keperawatan..................................................................................................................16
C. Intervensi.......................................................................................................................................16
D. Implementasi Keperawatan...........................................................................................................21
E. Evaluasi Keperawatan....................................................................................................................21
BAB IV........................................................................................................................................................22
Kesimpulan dan Saran...............................................................................................................................22
A. Kesimpulan....................................................................................................................................22
B. Saran..............................................................................................................................................22
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang
berkembang, tetapi insidensinya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus
neonatorum (umbilicus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun karena
ibu tidak terimunisasi.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus
difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama
dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda.
Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk ditingkat sanitasi rendah. Oleh
karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang
kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di
masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah.
Di Rumah Sakit sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari
seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat
atau bidan dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan
asuhan keperawatan yang tepat
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi
sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein
yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan
hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya
punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
3
B. Tujuan1. Tujuan Umum
Agar Mahasiswa atau mahasiswi memahami tentang “ Penyakit Tetanus pada Anak”
2.Tujuan Khusus
Agar Mahasiswa atau mahasisiwi mengetahui dan memahami tentang :
a. Definisi tetanus
b. Etiologi
c. Tanda dan Gejala
d. Patofisiologi
e. Penatalaksanaan Medis
f. Komplikasi
g. Pencegahan
h. Danpak hospitalisasi
i. Asuhan Keperawatan
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Tetanus
1. Kamus Kedokteran
Dorlan:
Tetanus adalah penyakit infeksi yang akut dan kadang fatal yang disebabkan oleh
neurotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh clostridium tetani, yang sporanya
masuk melalui luka.
Ahmad A. K. Miuda:
Tetanus adalah penyakit akibat infeksi luka oleh bakteri clostridium tetani dengan gejala
kejang-kejang.
2. Brook I., 2002
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh infeksi Clostridium
tetani, pada kulit/ luka. Tetanus merupakan manifes dari intoksikasi terutama pada
disfungsi neuromuscular, yang disebabkan oleh tetanospasmin, toksin yang dilepaskan
oleh Clostridium tetani. Keadaan sakit diawali dengan terjadinya spasme yang kuat pada
otot rangka dan diikuti adanya kontraksi paroksismal. Kekakuan otot terjadi pada rahang
(lockjaw) dan leher pada awalnya, setelah itu akan merata ke seluruh tubuh.
3. Wikipedia
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh
tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang
menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid).
Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban
manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi
dengan antibodi yang spesifik. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari
teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot
tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum,
melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan.
5
B. Etiologi
Penyakit tetanus disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Clostridium tetani adalah
kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora
termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot
dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 0C akan hancur
dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang
peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Kuman ini banyak terdapat dalam kotoran hewan memamah biak seperti sapi, kuda,
dan lain-lain sehingga luka yang tercemar dengan kotoran hewan sangat berbahaya bila
kemasukan kuman tetanus. Tusukan paku yang berkarat sering juga membawa clostridium
tetani kedalam luka lalu berkembang biak. Bayi yang baru lahir ketika tali pusarnya dipotong
bila alat pemotong yang kurang bersih dapat juga kemasukan kuman tetanus. Kuman
clostridium tetani membuat spora yang tahan lama dan menghasilkan 2 toksin utama yaitu
tetanospasmin dan tetanolysin.
Faktor predisposisi
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi
C. Tanda dan Gejala
Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah infeksi, tetapi bisa juga
timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah infeksi. Gejala yang sering ditemukan adalah
kekakuan rahang dan sulit dibuka (trismus) karena yang pertama kali terserang adalah otot
rahang. Selanjutnya muncul gejala lain seperti gelisah, gangguan memelan, sakit kepala,
demam, nyeri tenggorokan, mengigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai.
Kejang pada otot2 wajah menyebabkan expresi wajah seperti menyeringai (risus sardonikus),
dengan dua alis yang terangkat. Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung
bisa menyebabkan kepala dan tumit penderita tertarik kebelakang sedangkan badannya
6
melengkung ke depan yang disebut epitotonus. Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah
bisa menyebabkan retensi urine dan konstipasi.
Tanda dan gejala yang timbul ketika terjadi tetanus:
1. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
2. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
3. Kesukaran membuka mulut (trismus)
4. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
5. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
1. Badan kaku dengan epistotonus
2. Tungkai dalam ekstensi
3. Lengan kaku dan tangan mengepa
4. Biasanya kesadaran tetap
5. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur
vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang
suhu dapat naik 2-4 derajat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit
menelan.
D. PatofisiologiPenyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka tertusuk paku,
pecahan kaca atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat
melalui pemotongan tali pusat.
Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanopasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan
mempengaruhi sistem syaraf pusat. Kemudian tetanolysin yang tampaknya tidak signifikan.
Exotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem syaraf pusatdengan melewati
akson neuron atau sistem vaskular. Kuman ini menjadi terikatpada sel syaraf atau jaringan
7
syaraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toxin yang bebas
dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh arititosin.
Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toxin; adalah pertama toxin diabsorbsi pada
ujung syaraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf
pusat. Kedua toxin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kesusunan syaraf pusat.
Toxin bereaksi pada myoneural junktion yang menghasilkan otot menjadi kejang dan
mudah sekali terangsang.
Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi
adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonatus biasanya 5 sampai 14 hari.
Bagan patofisiologi tetanus
8
E. Penatalaksanaan Medis 1. Pemeriksaan Diagnostik
a. pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
b. pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat).
c. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot
rahang.
d. Laboratorium: leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
e. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
2. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Di rawat dalam ruang yang intensif
b. Pemberian ATS (anti tetanus serum) 20.000 U secara IM di dahului oleh uji kulit dan
mata.
c. Anti kejang dan penenang (fenobarbital bila kejang hebat, diazepam, largaktil).
d. Antibiotik PP(penasilin 50.000 U/kgbb/hari)
e. Diit tinggi kalori dan protein.
f. Perawatan isolasi.
g. Pembarian oksigen, pemasangan NGT bila perlu intubasi dan trakeostomi bila
indikasi.
h. Pemberian terapi intravena bila indikasi.
3. Pembedahan
a. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi
trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
b. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.
F. Komplikasi Tetanus1. Patah tulang (fraktur)
Kejang otot berulang-ulang dan kejang-kejang yang disebabkan oleh infeksi
tetanus dapat menyebabkan patah tulang di tulang belakang, dan juga di tulang lainnya.
Patah tulang kadang-kadang dapat menyebabkan kondisi yang disebut myositis
circumscripta ossificans, yang mana tulang mulai terbentuk dalam jaringan lunak, sering
di sekitar sendi.
9
2. Aspirasi pneumonia
Jika Anda memiliki infeksi tetanus, rigiditas otot dapat membuat batuk dan
menelan sulit. Hal ini dapat menyebabkan pneumonia aspirasi untuk berkembang.
Aspirasi pneumonia terjadi sebagai akibat menghirup sekresi atau isi perut, yang dapat
menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah.
3. Laryngospasm
Laryngospasm adalah tempat laring (kotak suara) masuk ke dalam kejang, singkat
sementara yang biasanya berlangsung 30-60 detik. Laryngospasm mencegah oksigen dari
mencapai paru-paru Anda, membuat sulit bernapas. Setelah serangan laryngospasm, pita
suara Anda biasanya akan rileks dan kembali normal. Namun, dalam kasus yang sangat
parah, laryngospasm dapat mengakibatkan asfiksia (mati lemas). Tidak ada obat untuk
efektif mengobati laryngospasm, tetapi duduk dan mencoba untuk rileks seluruh tubuh
Anda dapat mempercepat pemulihan.
4. Pulmonary embolism
Suatu emboli paru adalah kondisi serius dan berpotensi mengancam nyawa. Hal
ini disebabkan oleh penyumbatan dalam pembuluh darah di paru-paru yang dapat
mempengaruhi pernapasan dan sirkulasi. Oleh karena itu, penting bahwa pengobatan
segera diberikan dalam bentuk obat anti-pembekuan dan, jika diperlukan, terapi oksigen.
5. Gagal ginjal akut
Kejang otot parah yang berhubungan dengan infeksi tetanus dapat menyebabkan
kondisi yang dikenal sebagai rhabdomyolysis. Rhabdomyolysis adalah tempat otot
rangka dengan cepat hancur, sehingga mioglobin (protein otot) bocor ke dalam urin. Hal
ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut.
10
G. PencegahanKarena infeksi tetanus seringkali berakibat fatal, maka tindakan pencegahan merupakan
hal terpenting untuk dilakukan. Pencegahan bisa dilakukan dengan dua cara utama, imunisasi
dan penanganan luka.
Ada dua jenis imunisasi untuk setiap penyakit, aktif dan pasif. Disebut imunisasi aktif
saat vaksin diberikan kepada orang sehingga sistem kekebalan tubuh bisa membuat antibodi
untuk membunuh kuman penginfeksi. Sebagian besar ahli, seperti yang dikutip situs webmd,
menganjurkan untuk melakukan imunisasi Td (tetanus dan diphtheria) setiap 10 tahun sekali.
Sedangkan, mereka yng belum pernah menerima vaksin imunisasi sebaiknya mendapatkan 3
seri imunisasi setiap 7 bulan.
Ada juga bukti yang menunjukkan kalau imunisasi tetanus efektif lebih dari 10 tahun.
Beberapa ahli mengatakan kalau imunisasi pertama saat sekolah menengah atas dan
imunisasi kedua di usia 60 bisa melindungi dari serangan tetanus seumur hidup.
Saat luka, bahkan goresan sekecil apapun, sepanjang merusak kulit, mempunyai
kemungkinan mengalami tetanus. Sebagain besar dokter menyarankan langkah berikut: Jika
lukanya bersih dan Anda belum menerima imunisasi tetanus selama 10 tahun terakhir, Anda
direkomendasikan untuk melakukan imunisasi. Jika lukanya kotor atau cenderung mengalami
tetanus, dokter menyarankan Anda untuk melakukan imunisasi jika Anda belum melakukan
imunisasi selama 5 tahun terakhir.
Luka yang cenderung mengalami tetanus adalah luka yang dalam dan terkontaminasi
dengan kotoran atau tanah. Jika tidak yakin kapan terakhir kali Anda menerima imunisasi,
lebih baik memilih cara aman dengan melakukan imunisasi.
Jika Anda belum pernah menerima imunisasi saat anak-anak dan mengalami luka
terbuka, dokter mungkin akan memberikan vaksin saat perawatan pertama luka. Anda harus
kembali memeriksakan diri ke dokter 4 minggu kemudian dan 6 bulan kedepannya untuk
melengkapi vaksin pertama Anda.
Hal kedua yang sangat penting untuk dilakukan adalah membersihkan luka secara
menyeluruh. Bersihkan luka dengan air bersih dan sabun, cobalah mengeluarkan semua
partikel dan kotoran dari luka. Hal ini tidak hanya akan mencegah tetanus tetapi juga
mencegah infeksi bakteri lainnya.
11
H. Dampak hospitalisasi pada anakDampak tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan
koping yang dimilikinya, pada umumnya ,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan
karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri.
Dampak anak pada hospitalisasi :
1. Masa bayi (0-1 th)
Dampak perpisahan
Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak
- Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2.Masa todler (2-3 th)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
> Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
> Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain, sedih,
apatis
> Pengingkaran/ denial
- Mulai menerima perpisaha
- Membina hubungan secara dangkal
- Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
12
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , klg, klp
sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan
peran dlm klg, kehilangan klp sosial,perasaan takut mati,kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa
digambarkan dgn verbal dan non verbal.
5.Masa remaja (12 sampai 18 tahun )
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat MRS cemas karena
perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan control
Reaksi yang muncul :
> Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
> Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan
respon :
- bertanya-tanya
- menarik diri
- menolak kehadiran orang lain
13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian1. Identitas pasien
Identitas orang tua:
Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
Identitas sudara kandung
2. Keluhan utama/alasan masuk RS.
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan masa lalu
Ante natal care
Natal
Post natal care
Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat imunisasi
6. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan fisik
Perkembangan tiap tahap
7. Riwayat Nutrisi
Pemberin asi
Susu Formula
Pemberian makanan tambahan
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
8. Riwayat Psikososial
9. Riwayat Spiritual
10. Reaksi Hospitalisasi
14
11. Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap
12. Aktifitas sehari-hari
Nutrisi, Cairan, Eliminasi BAB/BAK, Istirahat tidur, Olahraga, Personal Hygiene,
Aktifitas/mobilitas fisik, Rekreasi.
13. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien
Tanda-tanda vital
Antropometri
Sistem pernafasan
Sistem Cardio Vaskuler
Sistem Pencernaan
Sistem Indra
Sistem muskulo skeletal
Sistem integument
Sistem Endokrin
Sistem perkemihan
Sistem reproduksi
Sistem imun
Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi
cerebelum, refleks, iritasi meningen
14. Pemeriksaan tingkat perkembangan
0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST
(motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial) tahun keatas
(perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial)
15. Tes Diagnostik
16. Terapi
B. Diagnosa keperawatan1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakea dan spame otot pernafasan.
15
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunya.
5. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
6. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
kurang dan oliguria
7. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
8. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan
sering kejang
9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang
C. IntervensiDx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea
dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak efektif disertai
dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis
Respiratorik)
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
- Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
- Pernafasan 16-18 kali/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tambahan otot pernafasan
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-7,45 ;
PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
Intervensi
1. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi. Secara anatomi posisi
kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses
respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
16
2. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap
2-4 jam sekali. Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau
sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk
mengoptimalkan jalan nafas.
3. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction.
Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga
mempermudah proses respirasi
4. Oksigenasi. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam. Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan
capilary refill time yang memanjang/lama.
6. Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical
ventilation)
7. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi(mukolitik). Obat mukolitik dapat
mengencerkan sekret yang kental sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah
kekentalan
Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya
lendir dan sekret yang menumpuk.
Tujuan : Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen
- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit
- Tidak sianosis.
17
Intervensi
1. Monitor irama pernafasan dan respirati rate. Indikasi adanya penyimpangan atau
kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan
irama nafas.
2. Atur posisi luruskan jalan nafas. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses
respirasi dapat berjalan dengan lancar.
3. Observasi tanda dan gejala sianosis. Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi
ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer
4. Oksigenasi. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia
5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam. Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan
capilary refill time yang memanjang/lama.
6. Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical
ventilation).
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah. Kompensasi tubuh terhadap gangguan
proses difusi dan perfusi jaringan dapat
Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang
dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3
Tujuan: Suhu tubuh normal
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
Intervensi
1. Atur suhu lingkungan yang nyaman. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan
suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
2. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam. Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah syok
exhaustion
3. Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequate. Cairan-cairan membantu menyegarkan
badan dan merupakan kompresi badan dari dalam
18
4. Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka. Perawatan lukan
mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
5. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang. Kompres dingin
merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
6. Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik. Obat-obat antibakterial
dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria
gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi
panas.
7. Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit. Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat
lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti
perkembangan pengobatan yang diprogramkan
Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi
dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin
kurang dari 3,5 mg%.
Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- BB optimal
- Intake adekuat
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
Intervensi
1. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanabagi
tubuh. Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien
mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan
tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif
dalam program diit.
2. Kolaboratif : Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar. Pemberian carian per IV
line. Pemasangan NGT bila perlu Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien
dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah. Pemberian cairan perinfus diberikan
19
pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut
sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi. NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan
juga untuk memberikan obat.
Dx.5.Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Tujuan : Cedera tidak terjadi
kriteria
- Klien tidak ada cedera
- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi
1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus. Menghindari kemungkinan terjadinya cedera
akibat dari stimulus kejang
2. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman. Menurunkan
kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
3. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel. Antisipasi dini pertolongan kejang akan
mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien
4. Lindungi pasien pada saat kejang. Mencegah terjadinya benturan/trauma yang
memungkinkan terjadinya cedera fisik
5. Catat penyebab mulai terjadinya kejang. Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan
pengontrolan dan identifikasi kejang
Dx.6.Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
kriteria:
- Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
Intervensi
1. Kaji intake dan out put setiap 24 jam. Memberikan informasi tentang status cairan
/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
20
3. Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT
40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien. Mempertahankan
kebutuhan cairan tubuh
4. Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya. Mempertahankan intake nutrisi untuk
kebutuhan tubuh
5. Pertahankan kepatenan NGT. Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis
urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
D. Implementasi KeperawatanLakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang telah anda
lakukan tidakan pada pasien.
E. Evaluasi KeperawatanEvaluasi semua tindakan yang telah anda berikan pada pasien. Jika dengan tindakan
yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat
dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar tindakan
harus mengalami perubahan atau perbaikan
21
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
A. KesimpulanTetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat
toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia, terutama
pada daerah resiko tinggi cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko
penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan
kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
1.Luka tusuk, gigitan binatang, luka baker
2.Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3.OMP, caries gigi
4.Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5.Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Kejang dapat terjadi kembali pada saat pasien bila pasien mendapat rangsangan motorik suara
dan cahaya karena rangsangan ini merangsang saraf untuk melakukan neurotransmisi untuk ke
otak dan pada akhirnya keadaan ini semakin memperberat keadaan anak. Untuk itu pasien perlu
diisolasi dan diberi penerangan atau cahaya yang minimal diruangan isolasi.
B. SaranKami selaku penulis, menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah yang akan dibuat dimasa mendatang.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://ayosz.files.wordpress.com/2009/01/slide1.jpg?w=683&h=607
http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2008/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
tetanus.html
http://www.lenterabiru.com/2009/09/tetanus.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus
http://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/asuhan-keperawatan-pada-tetanus/
23