Tetanus Kasus 2
-
Upload
rahmi-fikriah -
Category
Documents
-
view
117 -
download
2
Transcript of Tetanus Kasus 2
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
1/37
Stadium Tetanus
Berdasarkan gejala klinisnya maka stadium klinis tetanus dibagi menjadi stadium klinis pada
anak dan stadium klinis pada orang dewasa.
Stadium klinis pada anak.
Terdiri dari :
Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm) belum ada kejang rangsang, dan belum ada
kejang spontan.
Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang, dan belum ada kejang
spontan.
Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang, dan kejang spontan.
Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari :
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
2/37
Stadium 1 : trisnus
Stadium 2 : opisthotonus
Stadium 3 : kejang rangsang
Stadium 4 : kejang spontan
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Abletts :
a. Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada, disfagia tidak ada atau
ringan, tidak ada gangguan respirasi.
b. Derajat II (sedang)
Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipneu dan disfagia ringan
c. Derajat III (berat)
Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, apnoeic spell, disfagia berat, takikardia
dan peningkatan aktivitas sistem otonomi
d. Derajat IV (sangat berat)
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
3/37
Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi sistem kardiovaskuler, yaitu
hipertensi berat dan takikardi atau hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau
hipotensi berat. Hipotensi tidak berhubungan dengan sepsis, hipovolemia atau penyebab
iatrogenik.
Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari ringan, sedang dan berat, maka derajat tetanus
berat meliputi derajat III dan IV.
Derajat penyakit tetanus
Derajat I (tetanus ringan)
Trismus (lebar antar gigi sama atau lebih 2 cm) Kekakuan umum Tidak dijumpai kejang Tidak dijumpai gangguan respirasi
Derajat II (tetanus sedang)
Trismus (lebar kurang dari 1 cm) Kekakuan umum makin jelas
Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
Derajat III a. tetanus berat
Trismus berat (kedua baris gigi rapat)
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
4/37
Otot sangat spastis, timbul kejang spontan Takipnea, takikardia Apneic spell (spasme laryng)
Derajat III b. tetanus dengan gangguan saraf otonom
Gangguan otonom berat Hipertensi berat dan takikardi, atau Hipotensi dan bradikardi
Hipertensi berat atau hipotensi berat
Berdasarkan tipe tetanus
1. Tetanus local
- Kekakuan sekelompok otot yang dekat dengan invasi kuman
-Nyeri terus menerus, unyreling awal kelainan general
-anti toksin yang beredar tidak cukup menetralkan toksin yang menumpuk di sekitar tempat
masuk
-Dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan hilang tanpa bekas
-Tetanus ringan, kematian 1%
2. Tetanus sefalik
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
5/37
- Port dentre di kepala, leher, mata, telinga atau (jarang) pasca tonsilektomi
- Inkubasi 1-2 hari
- Kelumpuhan saraf II (optikus), IV (troklearis), VII (fasialis), IX (glosofaringeus), X (S. vagus),
XI (hipoglosus), sendiri atau kombinasi
- Prognosis jelek
3. Tetanus generalisata
- Port dentri: luka tusuk dalam, furunkulosis, cabut gigi, embedded splinter, ulkus dekubiti,
tusukan jarum tidak steril, fraktura komplikata yang menjadi supuratif
- mengenai seluruh otot skelet
- Tanda: irritable, trismus (kekakuan otot wajah) muka meringis, sulit menelan, kaku kuduk,
otot punggung epistotonus (punggung melengkung) dengan lengan fleksi dan abduksi, kaku
otot abdomen, disfagia, fotofobia
- Kejang generalisata mudah timbul dengan pacu ringan seperti :sentuhan angina, suara, cahaya
terang, hentakan tempat tidur, rabaan
- uji laboratorium tidak mempunyai peran diagnostic
Ascending Tetanus
Suatu bentuk penyakit tetanus yng pada awalnya berbentuk lokal biasanya mengenai
tungkai dan kemudian menyebar mengenai seluruh tubuh. Setelah terjadi tetanus lokal, toksin
disekitar luka masuk cukup banyak dengan cara asenderen masuk ke dalam SSP.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
6/37
Etiologi
Penyakit tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang dapat masuk
melalui luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tidak dirawat dan tidak
dibersihkan dengan baik, caries gigi, pemotongan tali pusat yang tidak steril, dan penjahitan luka
robek yang tidak steril. Penginfeksian kuman Clostridium tetani lebih mudah bila klien belum
terimunisasi.
Penyebab
Sumber infeksi biasanya sebagian besar 65% adalah luka, yang sering adalah kecil misalnya,
kayu atau logam pecahan, duri. Ulkus kulit kronis adalah sumber pada sekitar 5% kasus, dan
dalam sisa kasus, tidak ada sumber jelas diidentifikasi.
Menurut data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) amerika serikat tahun 1982-84
penyebab tersering adalah sebagai berikut:
Terinfeksi laserasi atau luka tusukan (69%) Terinfeksi luka kronis dan abses (20%)
Paparan melalui penyalahgunaan obat intravena (3%)
Neonatus (1%) Lain atau tidak dapat diidentifikasi penyebab (7%)
Kemungkinan penyebab tidak biasanya berhubungan dengan tetanus
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
7/37
otitis media luka bakar Benda asing Intranasal kornea lecet Benda asing di tubuh Gigi atau prosedur bedah
Faktor predisposisi: 1. Umur tua atau anak-anak 2. Luka yang dalam dan kotor 3. Belum
terimunisasi C.Patofisiologi Tetanus Suasana yang memungkinkan organisme anaerob
berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :
Luka yang terjadi karena tusukan paku , besi, kaleng/ bekas tusuk sate yang kotor cenderung
tertutup dan menyebab keadaan kotoran anaerob didalam luka,merupakan media yang sangat
baik bagi kuman clostridium tetani .
1). Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul
dan lain-lain. 2). Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas. 3).
Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
luka-luka seperti Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustion (luka
bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
8/37
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi:
- Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat luka.
- Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap
- Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan otot perut
(opisthotonus), rasa sakit serta kecemasan.
- Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek
- Kejang umum episodik dicetusklan dengan rangsang minimal maupun spontan dimana
kesadaran tetap baik.
Temuan laboratorium :
- Lekositosis ringan
- Trombosit sedikit meningkat
- Glukosa dan kalsium darah normal
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
9/37
- Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat
- Enzim otot serum mungkin meningkat
- EKG dan EEG biasanya normal
- Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat
membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk
tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.
- Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)
TETANUS
I . Definisi:
Penyakit tetanus addalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh kuman Cloctradium tetani
yang dimanifestasikan berupa kejang otot proksimal, diikuti oleh kekuatan otot seluruh
tubuh. Kekuatan tonos otot ini selalu tampak pada otot maseter dan otot otot rangka.
Definisi
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang.
http://vazryan.blogspot.com/2010/04/tetanus.htmlhttp://vazryan.blogspot.com/2010/04/tetanus.html -
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
10/37
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin
kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi yang
diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai dengan gejala kekakuan dan
kejang otot.(Ritharwan,2004)
II. Etiologi:
Clastradium tetani adalah kuman berbentuk batang, rangping berukuran 2-5x0,4-0-0,5
milimikron. Kuman ini berspora termasuk dalam golongan gram positif dan hidup anaerob.
Spora dewasamempunyai bagian yang bergenderang ( drum stick). Kuman mengeluarkan toksin
yang bersifat neorotoksik. Toksik ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot
daqn syaraf ferefer setempat. Toksin labil pada pemanasan pada suhu 65 derajat celcius akan
hancur dalamwaktu5 menit. Disamping itu dikenal juga tetanolisin yang bersifat hemolisis yang
perannya kurang berani dalam proses hemolisis.
Clostridium tetani
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
11/37
C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan
berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadappanas dan
antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten
terhadapfenol dan agen kimia lainnya.Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan ditanah,
kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.Umumnya, spora bakteri ini
terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing,
tikus, babi, dan ayam.Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan
neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf).
C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari
tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin
merupakan toksin yang cukup kuat.
III. Epidmiologi :
Di Amerika rata-rata usia pasien tetanus berkisar antara 50 s.d 57 tahun. Tetanus juga dapat
menyerang semua golongan umur : bayi (tetanus neonatorum). Dewasa muda (biasanya pecandu
narkotik) Kuman ini bisa tersebar luas diseluruh tanah terutama tanah garapan yang berasal dari
kotoran hewan.
IV. Patofisiologi :
Penyebaran toksin
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anaerob_obligat&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Resisten&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Panashttp://id.wikipedia.org/wiki/Antiseptikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Fenolhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tanahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kotoranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pertanianhttp://id.wikipedia.org/wiki/Feseshttp://id.wikipedia.org/wiki/Neurotoksinhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tetanolysin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tetanospasmin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tetanospasmin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tetanolysin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Neurotoksinhttp://id.wikipedia.org/wiki/Feseshttp://id.wikipedia.org/wiki/Pertanianhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kotoranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tanahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Fenolhttp://id.wikipedia.org/wiki/Antiseptikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Panashttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Resisten&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anaerob_obligat&action=edit&redlink=1 -
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
12/37
Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai berikut
:
1. Masuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke otot-otot
sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.
2. Penyebaran melalui sistem limfatik
Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus limfatikus,
selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.
3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.
Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula
melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara
yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar
toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau
ditahan dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena.
Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk
menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-
otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung
meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.
4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
13/37
Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin
mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai
kornu anterior medula spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung
dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.
Pada keadaananaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi selvegetatifbila dalam
lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah.
Selanjutnya,toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
melaluiperedaran darah dan sistemlimpa.Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat
tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin
pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf autonom. Toksin dari
tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara
intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang.
Akhirnya menyebar ke SSP. Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan
saraf tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan darineurotransmiter sehingga
terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini
menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan gamma
aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap
tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik terhadap
http://id.wikipedia.org/wiki/Anaerobikhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Vegetatif&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Toksin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Peredaran&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Limpahttp://id.wikipedia.org/wiki/Neurotransmiterhttp://id.wikipedia.org/wiki/Neurotransmiterhttp://id.wikipedia.org/wiki/Limpahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Peredaran&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Toksin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Vegetatif&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Anaerobik -
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
14/37
rangsangan sensoris. Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter
(trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada
extremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin
mencapai korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan.
Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan
antagonis. Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal
dari system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari
otot leher.
Tetanospasmin pada system saraf otonom juga verpengaruh, sehingga terjadi gangguan
pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan
neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi, hyperhidrosis
merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena penderita sudah
meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan
mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola dengan
teliti.
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari
susunan syaraf pusat, dengan cara :
pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
dari refleks synaptik di spinal cord.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
15/37
cerebral ganglioside.
Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala
: berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian
cathecholamine dalam urine.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya
aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot
masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap
afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi
agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu
anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk kedalam susunan syaraf pusat.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
16/37
V. Gejala Klinis :
Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak
yang didahului oleh ketegangan otot pada rahang dan leher. Timbul kesukaran membuka
mulut, (trismus) karena spasmus otot masseter. Kejang ototini akan berlanjut kekuduk
dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan toksik sedang sering tampak
rimus sardonikus karena spasmus otot muka dengan gambaran alis tertarik keatasdan sudut
mulut tertarik keluar dankebawah , bibir tertekan kuat pada gigi . Gambaran umum yang khas
pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus ,tungkaidalam keadaan ektensi,
lengan kaku dan tangan mengapel, biasanya kesadaran tetap baik.
Secara umumdalam kurun waktu kurang lebih 48 jam penyakit tetanus menjadi nyata
terlihat dengan gambaran klinis sebagai berikut :
1. Tetanus : karena spasmus otot-otot matikatoris ( otot pengunyah).
2. Kaku kuduk sampai epistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector tungkai).
3. Ketegangan otot dinding perut (perut kaku seperti papan).
4. Kejang tonis teritama bila dirangsang karena toksin yang tendapat di komus
anterior.
5. Resus sardonikos karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas,sudut muka
tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi)
6. Kerusakan menelan, gelisah ,mudah terrangsang, nyeri kepala, nyeri anggota
badan
7. Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan epitotonus, ektrimitas inferior dalam
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
17/37
keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat .
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.
9. Panas biasanya tidak terlalu tinggi.
10. Biasanya terdapat leukositisis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan
cairan otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium :
1. trismus ( 3cm) tampa kejang tonik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
3. Trismus ( 1 cm) dengan kejang tonik umum spontan
Penilaian tetanus berdasarkan Phillip skore :
Gardasi Penyakit :
1. Masa inkubasi :
- < 2 hari - Nilai 5
- 2-5 hari - 4
- 6-8 hari - 3
- 11-14 hari - 2
- > 15 hari - 1
2. Tempat infeksi :
- Umbilikus - Nilai 5
- Kepala/leher - 4
- Badan - 3
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
18/37
- Ektrimitas atas proksimal - 3
- Ektrimitas bawah proksimal - 3
- Ektrimitasd atas distal - 2
- Ektrimitas bawah distal - 2
- Tidak diketahui - 1
3. Imunisasi :
- Belum pernah - Nilai 10
- Mungkin pernah - 8
- Pernal > 10 th yang lalu - 4
- Pernah < 10 th yang lalu - 2
- Imunisasi lengkap - 0
4. Faktor penyerta :
- Trauma yg mengancam jiwa - Nilai 10
- Trauma berat - 8
- Trauma sedang - 4
- Trauma ringan - 2
- A.S.A derajat 1 - 1
Faktor-faktor yg mempengaruhi prognosa penyakit :
5. Derajat spasme :
- Epistotonus - Nilai 5
- Reflek spasme umum - 4
- Reflek terbatas - 3
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
19/37
- Spastisitas umum - 2
- Trismus - 1
6. Frekue3nsi spasme :
- Spontan > 3 x / 15 menit - Nilai 5
- Spontan < 3 x / 15 menit - 4
- Kadsang-kadang spontan - 3
- < 6 x / 12 jam - 1
7. Suhu Badan :
- > 38,9 derajat celcius - Nilai 10
- 38,3 38,9 derajat celcius - 8
- 37,8 38,2 derajat celcius - 4
- 37,2 37, 7 derajat celcius - 2
- 37,7 37,1 derajat celcius - 0
8. Pernapasan :
- Tracheostomy - Nilai 10
- Henti napas setiap konvulsi - 8
- Henti napas kadang setelah konvulsi - 4
- Henti napas hanya selama konvulsi - 2
- Normal - 0
VI. Pemeriksaan Laboratorium :
Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang didapat peningkatan tekanan cairan
otak.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
20/37
VII. Penatalaksanaan :
1. Umum :
a. Merawat dan membersihkan luka dgn sebaik-baiknya
b. Diet cukup ka;lori dan protein ( bentuk makanan tergantungpada kemampuan
membuka mulut dan menelan ).
c. Isolasi klien untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tidakan thd
klien lainnya
d. Oksigen dan pernapasan buatan dan tracheotomy kalau perlu.
e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Obat-obatan :
a. Anti toksin . Tetanus Imun Glubolin (TIG ) lebih dianjurkan pemakainnya di
bandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Disis initial TIG
adalah 5000 U IM ( disis harian 500 6000 U ). Kalau tidak adaTIG diberi ATS
dgn dosis 5000 U IM dan 5000 U IV.
b. Anti kejang.
Beberapa obat yg dapat diberikan :
Obat Dosis Efek samping
- Diasepam 0,5 10 mg/kg BB /24 jam IM - Sopor, koma
- Meprobamat 300 400 mg/4 jam IM - Tidak ada
- Klorpromasin 25 75 mg /4 jam IM - Hipotensi
- Fenobarbital 50 100 mg / 4 jam IM - Depresi nafas
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
21/37
VIII. Prognosis :
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yg dapat memperburuk keadaan yaitu :
a. Masa inkubasi yg pendek ( 7 hari ).
b. Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 th )
c. Frekuensi kejang yg sering
d. Kenaikan suhu badan yg tinggi
e. Pengobatan yg terlambat
f. Periode trismus dan kejang yg semakin sering
g. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas
PROGNOSIS
Tetanus neonatorum mempunyai angka kematian 66%, pada usia 10-19 tahun, angka
kematiannya antara 10-20% sedangkan penderita dengan usia > 50 tahun angka kematiannya
mencapai 70%. Penderita dengan undernutrisi mempunyai prognosis 2 kali lebih jelek dari yang
mempunyai gizi baik. Tetanus lokal mempunyai prognosis yang lebih baik dari tetanus umum.
Sistem Skoring
Skor 1 Skor 0
Masa inkubasi > 7 hari
Awitan penyakit > 48 jam
Tempat masuk Tali pusat, uterus, fraktur Selain tempat tersebut
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
22/37
terbuka, postoperatif,
bekas suntikan IM
Spasme (+) (-)
Panas badan (per rektal) > 38,4 C (> 40 C) < 38,4 C ( < 40 C)
Takikardia dewasa > 120 x/menit
neonatus > 150 x/menit
Dikutip dari Habermann, 1978, Bleck, 1991
Tabel klasifikasi untuk prognosis Tetanus
Tingkat Skor Prognosis
Ringan 0-1
Sedang 2-3 1020
Berat 4 2040
Sangat berat 5-6 > 50
Dikutip dari Bleck, 1991
Catatan : Tetanus sefalik selalu dinilai berat atau sangat berat
Tetanus neonatorum selalu dinilai sangat berat
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
23/37
Komplikasi
Dystonia, Tardive Gangguan ventilasi paru, Aspirasi pneumonia, Bronkopneumonia, atelektasis
Emfisema mediastinal, pneumotoraks,
Sepsis, Fraktur vertebra atau fraktur tulang paha.
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di rongga mulut.Hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
2. Asfiksia.3. Atelektasis karena obstruksi secret.4. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah
tinggi.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
24/37
Komplikasi tetanus yang sering terjadi adalah pneumonia, bronkopneumonia dan sepsis.
Komplikasi terjadi karena adanya gangguan pada sistem respirasi antara lain spasme laring
atau faring yang berbahaya karena dapat menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak. Spasme
saluran nafas atas dapat menyebabkan aspirasi pneumonia atau atelektasis. Komplikasi pada
sistem kardiovaskuler berupa takikardi, bradikardia, aritmia, gagal jantung, hipertensi,
hipotensi, dan syok. Kejang dapat menyebabkan fraktur vertebra atau kifosis. Komplikasi
lain yang dapat terjadi berupa tromboemboli, pendarahan saluran cerna, infeksi saluran
kemih, gagal ginjal akut, dehidrasi dan asidosis metabolik.
Diagnosa banding
Trismus akibat abses gigi, abses parafaring/retrofaring/peritonsiler Sepsis neonatorum, meningitis bakterialis, ensefalitis, rabies keracunan striknin, efek simpang fenotiazin, tetani, epilepsi.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
25/37
PENATALAKSANAAN
1. Non-farmakologi1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,2. Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila trismus, diberikan
lewat sonde parenteral.
3. Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.4. Menjaga jalan nafas agar tetap efisien.5. Mengatur cairan dan elektrolit.
1. Dasar
a. Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.
1. Antibiotik
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
26/37
Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus bentuk vegetatif.
Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin,
karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut juga peka terhadap klorampenikol,
metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga.
Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin prokain 1,2 juta 1 kali sehari.
Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari.
Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis
tetanus belum ditegakkan, kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan diganti Penisilin G.
Rauscher (1995) menganjurkan pemberian metronidazole awal secara loading dose 15
mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 7,5 mg/kgBB selama 1 jam perinfus setiap 6 jam. Hal
ini pemberian metronidazole secara bermakna menunjukkan angka kematian yang
rendah, perawatan di rumah sakit yang pendek dan respon yang baik terhadap pengobatan
tetanus sedang.
Pada penderita yang sensitif terhadap penisilin maka dapat digunakan tetrasiklin dengan dosis
25-50 mg/kg/hari, dosis maksimal 2 gr/hari dibagi 4 dosis dan diberikan secara peroral.
Bila terjadi pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200 mg/kgBB/hari selama 10 hari
atau metisilin dengan dosis yang sama ditambah gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari.
2. Perawatan luka
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
27/37
Luka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda asing dan luka dibiarkan
terbuka. Sebaiknya dilakukan setelah penderita mendapat anti toksin dan sedasi. Pada
tetanus neonatorum tali pusat dibersihkan dengan betadine dan hidrogen peroksida, bila
perlu dapat dilakukan omphalektomi.
b. Netralisasi toksin
1. Anti tetanus serum
Dosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-100.000 unit, setengah dosis diberikan
secara IM dan setengahnya lagi diberikan secara IV, sebelumnya dilakukan tes
hipersensitifitas terlebih dahulu. Pada tetanus neonatorum diberikan 10.000 unit IV.
Udwadia (1994) mengemukakan sebaiknya anti tetanus serum tidak diberikan secara intrathekal
karena dapat menyebabkan meningitis yang berat karena terjadi iritasi meningen. Namun
ada beberapa pendapat juga untuk mengurangi reaksi pada meningen dengan pemberian
ATS intratekal dapat diberikan kortikosteroid IV, adapun dosis ATS yang disarankan
250-500 IU.
2. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)
Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama pada tetanus dengan dosis 3000-
6000 unit secara IM, HTIG harus diberikan sesegera mungkin. Kerr dan Spalding (1984)
memberikan HTIG pada neonatus sebanyak 500 IU IV dan 800-2000 IU intrathekal.
Pemberian intrathekal sangat efektif bila diberikan dalam 24 jam pertama setelah timbul
gejala.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
28/37
Namun penelitian yang dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin (1991) menyatakan pemberian
immunoglobulin tetanus intratekal tidak memberikan keuntungan karena kandungan
fenol pada HTIG dapat menyebabkan kejang bila diberikan secara intrathekal. Pemberian
HTIG 500IU IV atau IM mempunyai efektivitas yang sama.
Dosis HTIG masih belum dibakukan, Miles (1993) mengemukakan dosis yang dapat diberikan
adalah 30-300IU/kgBB IM, sedangkan Kerr (1991) mengemukakan HTIG sebaiknya
diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU IM untuk meningkatkan kadar antitoksin darah
sebelum debridemen luka.
c. Menekan efek toksin pada SSP
1. Benzodiazepin
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Obat ini mempunyai
aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang kuat. Pada tingkat
supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi ketakutan dan ketegangan fisik
serta penenang dan pada tingkat spinal menginhibisi refleks polisinaps. Efek samping
dapat berupa depresi pernafasan, terutama terjadi bila diberikan dalam dosis besar. Dosis
diazepam yang diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian.
Udwadia (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali sehari, dan
pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus
ringan obat dapat diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan drip IV
lambat selama 24 jam.
2. Barbiturat
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
29/37
Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30 mg untuk neonatus dan 100
mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam, bila dosis berlebihan dapat menyebabkan hipoksisa
dan keracunan. Fenobarbital intravena dapat diberikan segera dengan dosis 5 mg/kgBB,
kemudian 1 mg/kgBB yang diberikan tiap 10 menit sampai otot perut relaksasi dan
spasme berkurang. Fenobarbital dapat diberikan bersama-sama diazepam dengan dosis 10
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis melalui selang nasogastrik.
3. Fenotiazin
Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari (dewasa), 25 mg IM 4 kali
sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali sehari untuk neonatus. Fenotiazin tidak dibenarkan
diberikan secara IV karena dapat menyebabkan syok terlebih pada penderita dengan
tekanan darah yang labil atau hipotensi.
Jenis Obat Dosis Anakanak Dosis Orang Dewasa
Fenobarbital
(Luminal)
Mula mula 60 100 mg IM,
kemudian 6 x 30 mg per oral.
Maksimum 200 mg/hari
3 x 100 mg IM
Klorpromazin
(Largactil)
46 mg/kg BB/hari, mula mula
IM, kemudian per oral
3 x 25 mg IM
Diazepam
(Valium)
Mula mula 0,5 1 mg/kg BB
IM, kemudian per oral 1,5 4
mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6
dosis
3 x 10 mg IM
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
30/37
Klorhidrat - 3 x 500 100 mg per
rectal
2. Umum
Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang pada unit perawatan
intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian cairan dan elektrolit serta nutrisi harus
diperhatikan. Pada tetanus neonatorum, letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu
36,2-36,5oC (36-37
oC), infus IV glukosa 10% dan elektrolit 100-125 ml/kgBB/hari.
Pemberian makanan dibatasi 50 ml/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari dan
dinaikkan bertahap. Aspirasi lambung harus dilakukan untuk melihat tanda bahaya.
Pemberian oksigen melalui kateter hidung dan isap lendir dari hidung dan mulut harus
dikerjakan.
Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh spasme atau sekret
yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi dilakukan pada bayi lebih dari 2
bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakhea.
Bantuan ventilator diberikan pada :
1. Semua penderita dengan tetanus derajat IV2. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali dengan terapi
konservatif dan PaO2
3. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-lain.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
31/37
Terapi suportif
Bebaskan jalan nafas Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan
posisi pasien)
Pemberian oksigen Perawatan dengan stimulasi minimal Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal
tidak memperkuat kejang
Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit
Tetanus ringan dan sedang
Diberikan pengobatan tetanus dasar
Tetanus sedang
Terapi dasar tetanus Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi) Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.
Tetanus berat/sangat berat
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
32/37
Terapi dasar seperti di atas Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi Balans cairan dimonitor secara ketat. Apabila spasme sangat hebat (tetanus berat), perlu ventilasi mekanik dengan
pankuronium bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan tiap
2-3 jam.
Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti propanolol/adan b- blocker labetalol.
Pencegahan
Imunisasi aktif
Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu,ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal Imunisasi).
Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanitausia subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT lifelong-card).
Pencegahan pada luka
Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang
Luka ringan dan bersih: Bila Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanusimunoglobulin, Bila Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
33/37
Luka sedang/berat dan kotor: Bila Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atautetanus imunoglobulin 250-500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain. Bila Imunisasi (+),
lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, tetanus imunoglobulin
250-500 U.
INDIKASI IMMUNISASI
DATA VAKSINASI
LUKA BERSIH LUKA KOTOR
Tetanus
Toksoid
Tetanus
Antitoksin
Tetanus
Toksoid
Tetanus
Atoksin
Tidak pernah mendapat
vaksinasi atau tidak
diketahui
Ya Tidak Ya Ya
Satu kali mendapat
vaksinasi tetanusYa Tidak Ya Ya
Dua kali mendapat
vaksinasi tetanus
Ya Tidak Ya Ya
Tiga kali mendapat
vaksinasi tetanusTidak/Ya Tidak Tidak/Ya Tidak/Ya
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
34/37
Prinsipprinsip Umum Profilaksis
Pertimbangan individual penderita. Pada setiap penderita luka harus ditentukan apakah perlu
tindakan profilaksis terhadap tetanus dengan mempertimbangkan keadaan / jenis luka, dan
riwayat imunisasi.
Debridemen. Tanpa memperhatikan status imunisasi. Eksisi jaringan yang nekrotik dan benda
asing harus dikerjakan untuk semua jenis luka.
Imunisasi aktif. Tetanus toksoid (TFT = VST = vaksin serap tetanus) diberikan dengan dosis
sebanyak 0,5 cc IM, diberikan 1 x sebulan selama 3 bulan berturutturut.
DPT (Dephteri Pertusis Tetanus) terutama diberikan pada anak. Diberikan pada usia 2 6 bulan
dengan dosis sebesar 0,5 cc IM, 1 x sebulan selama 3 bulan berturut turut. Booster diberikan
pada usia 12 bulan, 1 x 0,5 cc IM, dan antara umur 56 tahun 1 x 0,5 cc IM.
Tetanus toksoid. Imunisasi dasar dengan dosis 0,5 cc IM, yang diberikan 1 x sebulan selama 3
bulan berturut turut. Booster (penguat) diberikan 10 tahun kemudian setelah suntikan ketiga
imunisasi dasar, selanjutnya setiap 10 tahun setelah pmberian booster di atas.
Setiap penderita luka harus mendapat tetanus toksoid IM pada saat cedera, baik sebagai
imunisasi dasar maupun sebagai booster, kecuali bila penderita telah mendapatkan booster atau
menyelesaikan imunisasi dasar dalam 5 tahun, terakhir.
Imunisasi Pasif. ATS (Anti Tetanus Serum), dapat merupakan antitoksin bovine (asal lembu)
maupun antitoksin equine (asal kuda). Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 1500
IU per IM, dan untuk anak adalah 750 IU per IM.
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
35/37
Human Tetanus Immunoglobuline (asal manusia), terkenal di pasaran dengan nama Hypertet.
Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 250 IU per IM (setara dengan 1500 IU ATS),
sedang untuk anak anak adalah 125 IU per IM. Hypertet diberikan bila penderita alergi
terhadap ATS yang diolah dari hewan.
Pemberian imunisasi pasif tergantung dari sifat luka, kondisi penderita, dan status imunisasi.
Pasien yang belum pernah mendapat imunisasi aktif maupun pasif, merupakan keharusan untuk
diimunisasi. Pemberian imunisasi secara IM, jangan sekalikali secara IV.
Kerugian hypertet adalah harganya yang mahal, sedangkan keuntungannya pemberiannya tanpa
didahului tes sensitivitas.
Tindakan profilaksis
Jenis Luka
Belum IA atau
sebagian
Mendapat IA yang lengkap
15 tahun 510 tahun > 10 tahun
Ringan, bersih Mulai atau
melengkapi IA
toks. 0,5 cc hingga
lengkap
- Toks. 0,5 cc Toks. 0,5 cc
Berat, bersih, atau
cenderung tetanus
ATS 1500 IU
Toks. 0,5 cc
Toks. 0,5 cc Toks. 0,5 cc ATS 1500 IU
Toks. 0,5 cc
Cenderung tetanus,
debrimen
ATS 1500 IU Toks. 0,5 cc Toks. 0,5 cc ATS 1500 IU
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
36/37
terlambat,m atau
tidak bersih
Toks. 0,5 cc
Hingga lengkap
ABT
ABT Toks. 0,5 cc
ABT
Keterangan :
ATS 1500 IU setara dengan HTIG (Humane Tetanus Immunoglobuline) 250 IU.
Pada anakanak dosis ATS = dosis dewasa
IA = Imunisasi aktif (dengan toksoid)
Toks = Toksoid (vaksin serap tetanus)
ABT = antibiotika dosis tinggi yang sesuai untuk Clostridium tetani
DAFTAR PUSTAKA
1. Azhali MS, Herry Garna, Aleh Ch, Djatnika S. Penyakit Infeksi dan Tropis. Dalam :Herry Garna, Heda Melinda, Sri Endah Rahayuningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak, edisi 3. FKUP/RSHS, Bandung, 2005 ; 209-213.
2. Sumiardi Karakata, Bob Bachsinar; Bedah Minor, edisi 2,J akarta : Hipokrates,19953.
bedah : UNPAD, 2000
-
5/27/2018 Tetanus Kasus 2
37/37
4. Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI,Jakarta: 2001, 49- 51.
5. Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004.322.
6. http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview7. BUKU Ajar Ilmu Bedah . De Jong dkk. Ed 2 , Jakarta, 20048.9. Rauscher LA. Tetanus. Dalam :Swash M, Oxbury J, penyunting. Clinical Neurology.
Edinburg : Churchill Livingstone, 1991 ; 865-871
10.Behrman, Richard E., MD; Kliegman, Robert M.,MD ; Jenson Hal. B.,MD, NelsonTextbook of Pediatrics Vol 1 17
thedition W.B. Saunders Company. 2004
11.Udwadia FE, Tetanus. Bombay: Oxford University Press, 1993 : 30512.Soedarmo, Sumarrno S.Poowo; Garna, Herry; Hadinegoro Sri Rejeki S, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi pertama, Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
13.WHO News and activities. The Global Eliination of neonatal tetanus : progress to date,Bull WHO 1994; 72 : 155-157
http://emedicine.medscape.com/article/786414-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/786414-overview