Tetanus Kasus 2

download Tetanus Kasus 2

of 37

Transcript of Tetanus Kasus 2

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    1/37

    Stadium Tetanus

    Berdasarkan gejala klinisnya maka stadium klinis tetanus dibagi menjadi stadium klinis pada

    anak dan stadium klinis pada orang dewasa.

    Stadium klinis pada anak.

    Terdiri dari :

    Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm) belum ada kejang rangsang, dan belum ada

    kejang spontan.

    Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang, dan belum ada kejang

    spontan.

    Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang, dan kejang spontan.

    Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari :

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    2/37

    Stadium 1 : trisnus

    Stadium 2 : opisthotonus

    Stadium 3 : kejang rangsang

    Stadium 4 : kejang spontan

    Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Abletts :

    a. Derajat I (ringan)

    Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada, disfagia tidak ada atau

    ringan, tidak ada gangguan respirasi.

    b. Derajat II (sedang)

    Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipneu dan disfagia ringan

    c. Derajat III (berat)

    Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, apnoeic spell, disfagia berat, takikardia

    dan peningkatan aktivitas sistem otonomi

    d. Derajat IV (sangat berat)

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    3/37

    Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi sistem kardiovaskuler, yaitu

    hipertensi berat dan takikardi atau hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau

    hipotensi berat. Hipotensi tidak berhubungan dengan sepsis, hipovolemia atau penyebab

    iatrogenik.

    Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari ringan, sedang dan berat, maka derajat tetanus

    berat meliputi derajat III dan IV.

    Derajat penyakit tetanus

    Derajat I (tetanus ringan)

    Trismus (lebar antar gigi sama atau lebih 2 cm) Kekakuan umum Tidak dijumpai kejang Tidak dijumpai gangguan respirasi

    Derajat II (tetanus sedang)

    Trismus (lebar kurang dari 1 cm) Kekakuan umum makin jelas

    Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan

    Derajat III a. tetanus berat

    Trismus berat (kedua baris gigi rapat)

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    4/37

    Otot sangat spastis, timbul kejang spontan Takipnea, takikardia Apneic spell (spasme laryng)

    Derajat III b. tetanus dengan gangguan saraf otonom

    Gangguan otonom berat Hipertensi berat dan takikardi, atau Hipotensi dan bradikardi

    Hipertensi berat atau hipotensi berat

    Berdasarkan tipe tetanus

    1. Tetanus local

    - Kekakuan sekelompok otot yang dekat dengan invasi kuman

    -Nyeri terus menerus, unyreling awal kelainan general

    -anti toksin yang beredar tidak cukup menetralkan toksin yang menumpuk di sekitar tempat

    masuk

    -Dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan hilang tanpa bekas

    -Tetanus ringan, kematian 1%

    2. Tetanus sefalik

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    5/37

    - Port dentre di kepala, leher, mata, telinga atau (jarang) pasca tonsilektomi

    - Inkubasi 1-2 hari

    - Kelumpuhan saraf II (optikus), IV (troklearis), VII (fasialis), IX (glosofaringeus), X (S. vagus),

    XI (hipoglosus), sendiri atau kombinasi

    - Prognosis jelek

    3. Tetanus generalisata

    - Port dentri: luka tusuk dalam, furunkulosis, cabut gigi, embedded splinter, ulkus dekubiti,

    tusukan jarum tidak steril, fraktura komplikata yang menjadi supuratif

    - mengenai seluruh otot skelet

    - Tanda: irritable, trismus (kekakuan otot wajah) muka meringis, sulit menelan, kaku kuduk,

    otot punggung epistotonus (punggung melengkung) dengan lengan fleksi dan abduksi, kaku

    otot abdomen, disfagia, fotofobia

    - Kejang generalisata mudah timbul dengan pacu ringan seperti :sentuhan angina, suara, cahaya

    terang, hentakan tempat tidur, rabaan

    - uji laboratorium tidak mempunyai peran diagnostic

    Ascending Tetanus

    Suatu bentuk penyakit tetanus yng pada awalnya berbentuk lokal biasanya mengenai

    tungkai dan kemudian menyebar mengenai seluruh tubuh. Setelah terjadi tetanus lokal, toksin

    disekitar luka masuk cukup banyak dengan cara asenderen masuk ke dalam SSP.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    6/37

    Etiologi

    Penyakit tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang dapat masuk

    melalui luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tidak dirawat dan tidak

    dibersihkan dengan baik, caries gigi, pemotongan tali pusat yang tidak steril, dan penjahitan luka

    robek yang tidak steril. Penginfeksian kuman Clostridium tetani lebih mudah bila klien belum

    terimunisasi.

    Penyebab

    Sumber infeksi biasanya sebagian besar 65% adalah luka, yang sering adalah kecil misalnya,

    kayu atau logam pecahan, duri. Ulkus kulit kronis adalah sumber pada sekitar 5% kasus, dan

    dalam sisa kasus, tidak ada sumber jelas diidentifikasi.

    Menurut data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) amerika serikat tahun 1982-84

    penyebab tersering adalah sebagai berikut:

    Terinfeksi laserasi atau luka tusukan (69%) Terinfeksi luka kronis dan abses (20%)

    Paparan melalui penyalahgunaan obat intravena (3%)

    Neonatus (1%) Lain atau tidak dapat diidentifikasi penyebab (7%)

    Kemungkinan penyebab tidak biasanya berhubungan dengan tetanus

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    7/37

    otitis media luka bakar Benda asing Intranasal kornea lecet Benda asing di tubuh Gigi atau prosedur bedah

    Faktor predisposisi: 1. Umur tua atau anak-anak 2. Luka yang dalam dan kotor 3. Belum

    terimunisasi C.Patofisiologi Tetanus Suasana yang memungkinkan organisme anaerob

    berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :

    Luka yang terjadi karena tusukan paku , besi, kaleng/ bekas tusuk sate yang kotor cenderung

    tertutup dan menyebab keadaan kotoran anaerob didalam luka,merupakan media yang sangat

    baik bagi kuman clostridium tetani .

    1). Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul

    dan lain-lain. 2). Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas. 3).

    Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

    luka-luka seperti Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustion (luka

    bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    8/37

    Diagnosis

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi:

    - Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat luka.

    - Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap

    - Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan otot perut

    (opisthotonus), rasa sakit serta kecemasan.

    - Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek

    - Kejang umum episodik dicetusklan dengan rangsang minimal maupun spontan dimana

    kesadaran tetap baik.

    Temuan laboratorium :

    - Lekositosis ringan

    - Trombosit sedikit meningkat

    - Glukosa dan kalsium darah normal

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    9/37

    - Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat

    - Enzim otot serum mungkin meningkat

    - EKG dan EEG biasanya normal

    - Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat

    membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk

    tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.

    - Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)

    TETANUS

    I . Definisi:

    Penyakit tetanus addalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh kuman Cloctradium tetani

    yang dimanifestasikan berupa kejang otot proksimal, diikuti oleh kekuatan otot seluruh

    tubuh. Kekuatan tonos otot ini selalu tampak pada otot maseter dan otot otot rangka.

    Definisi

    Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang.

    http://vazryan.blogspot.com/2010/04/tetanus.htmlhttp://vazryan.blogspot.com/2010/04/tetanus.html
  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    10/37

    Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan

    kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin

    (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin

    kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot

    seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

    Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi yang

    diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai dengan gejala kekakuan dan

    kejang otot.(Ritharwan,2004)

    II. Etiologi:

    Clastradium tetani adalah kuman berbentuk batang, rangping berukuran 2-5x0,4-0-0,5

    milimikron. Kuman ini berspora termasuk dalam golongan gram positif dan hidup anaerob.

    Spora dewasamempunyai bagian yang bergenderang ( drum stick). Kuman mengeluarkan toksin

    yang bersifat neorotoksik. Toksik ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot

    daqn syaraf ferefer setempat. Toksin labil pada pemanasan pada suhu 65 derajat celcius akan

    hancur dalamwaktu5 menit. Disamping itu dikenal juga tetanolisin yang bersifat hemolisis yang

    perannya kurang berani dalam proses hemolisis.

    Clostridium tetani

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    11/37

    C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan

    berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadappanas dan

    antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten

    terhadapfenol dan agen kimia lainnya.Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan ditanah,

    kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.Umumnya, spora bakteri ini

    terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing,

    tikus, babi, dan ayam.Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan

    neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf).

    C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari

    tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin

    merupakan toksin yang cukup kuat.

    III. Epidmiologi :

    Di Amerika rata-rata usia pasien tetanus berkisar antara 50 s.d 57 tahun. Tetanus juga dapat

    menyerang semua golongan umur : bayi (tetanus neonatorum). Dewasa muda (biasanya pecandu

    narkotik) Kuman ini bisa tersebar luas diseluruh tanah terutama tanah garapan yang berasal dari

    kotoran hewan.

    IV. Patofisiologi :

    Penyebaran toksin

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anaerob_obligat&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Resisten&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Panashttp://id.wikipedia.org/wiki/Antiseptikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Fenolhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tanahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kotoranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pertanianhttp://id.wikipedia.org/wiki/Feseshttp://id.wikipedia.org/wiki/Neurotoksinhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tetanolysin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tetanospasmin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tetanospasmin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tetanolysin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Neurotoksinhttp://id.wikipedia.org/wiki/Feseshttp://id.wikipedia.org/wiki/Pertanianhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kotoranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tanahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Fenolhttp://id.wikipedia.org/wiki/Antiseptikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Panashttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Resisten&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anaerob_obligat&action=edit&redlink=1
  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    12/37

    Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai berikut

    :

    1. Masuk ke dalam otot

    Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke otot-otot

    sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.

    2. Penyebaran melalui sistem limfatik

    Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus limfatikus,

    selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.

    3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.

    Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula

    melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara

    yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar

    toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau

    ditahan dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena.

    Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk

    menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-

    otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung

    meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.

    4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    13/37

    Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin

    mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai

    kornu anterior medula spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung

    dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.

    Pada keadaananaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi selvegetatifbila dalam

    lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah.

    Selanjutnya,toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh

    melaluiperedaran darah dan sistemlimpa.Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat

    tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin

    pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf autonom. Toksin dari

    tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara

    intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang.

    Akhirnya menyebar ke SSP. Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan

    saraf tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan darineurotransmiter sehingga

    terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini

    menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan gamma

    aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap

    tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik terhadap

    http://id.wikipedia.org/wiki/Anaerobikhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Vegetatif&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Toksin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Peredaran&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Limpahttp://id.wikipedia.org/wiki/Neurotransmiterhttp://id.wikipedia.org/wiki/Neurotransmiterhttp://id.wikipedia.org/wiki/Limpahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Peredaran&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Toksin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Vegetatif&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Anaerobik
  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    14/37

    rangsangan sensoris. Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter

    (trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada

    extremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin

    mencapai korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan.

    Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan

    antagonis. Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal

    dari system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari

    otot leher.

    Tetanospasmin pada system saraf otonom juga verpengaruh, sehingga terjadi gangguan

    pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan

    neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi, hyperhidrosis

    merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena penderita sudah

    meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan

    mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola dengan

    teliti.

    Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari

    susunan syaraf pusat, dengan cara :

    pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

    dari refleks synaptik di spinal cord.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    15/37

    cerebral ganglioside.

    Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala

    : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian

    cathecholamine dalam urine.

    Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya

    aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot

    masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap

    afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi

    agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .

    Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

    1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu

    anterior susunan syaraf pusat

    2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian

    masuk kedalam susunan syaraf pusat.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    16/37

    V. Gejala Klinis :

    Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak

    yang didahului oleh ketegangan otot pada rahang dan leher. Timbul kesukaran membuka

    mulut, (trismus) karena spasmus otot masseter. Kejang ototini akan berlanjut kekuduk

    dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan toksik sedang sering tampak

    rimus sardonikus karena spasmus otot muka dengan gambaran alis tertarik keatasdan sudut

    mulut tertarik keluar dankebawah , bibir tertekan kuat pada gigi . Gambaran umum yang khas

    pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus ,tungkaidalam keadaan ektensi,

    lengan kaku dan tangan mengapel, biasanya kesadaran tetap baik.

    Secara umumdalam kurun waktu kurang lebih 48 jam penyakit tetanus menjadi nyata

    terlihat dengan gambaran klinis sebagai berikut :

    1. Tetanus : karena spasmus otot-otot matikatoris ( otot pengunyah).

    2. Kaku kuduk sampai epistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector tungkai).

    3. Ketegangan otot dinding perut (perut kaku seperti papan).

    4. Kejang tonis teritama bila dirangsang karena toksin yang tendapat di komus

    anterior.

    5. Resus sardonikos karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas,sudut muka

    tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi)

    6. Kerusakan menelan, gelisah ,mudah terrangsang, nyeri kepala, nyeri anggota

    badan

    7. Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan epitotonus, ektrimitas inferior dalam

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    17/37

    keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat .

    8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.

    9. Panas biasanya tidak terlalu tinggi.

    10. Biasanya terdapat leukositisis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan

    cairan otak.

    Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium :

    1. trismus ( 3cm) tampa kejang tonik umum meskipun dirangsang.

    2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.

    3. Trismus ( 1 cm) dengan kejang tonik umum spontan

    Penilaian tetanus berdasarkan Phillip skore :

    Gardasi Penyakit :

    1. Masa inkubasi :

    - < 2 hari - Nilai 5

    - 2-5 hari - 4

    - 6-8 hari - 3

    - 11-14 hari - 2

    - > 15 hari - 1

    2. Tempat infeksi :

    - Umbilikus - Nilai 5

    - Kepala/leher - 4

    - Badan - 3

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    18/37

    - Ektrimitas atas proksimal - 3

    - Ektrimitas bawah proksimal - 3

    - Ektrimitasd atas distal - 2

    - Ektrimitas bawah distal - 2

    - Tidak diketahui - 1

    3. Imunisasi :

    - Belum pernah - Nilai 10

    - Mungkin pernah - 8

    - Pernal > 10 th yang lalu - 4

    - Pernah < 10 th yang lalu - 2

    - Imunisasi lengkap - 0

    4. Faktor penyerta :

    - Trauma yg mengancam jiwa - Nilai 10

    - Trauma berat - 8

    - Trauma sedang - 4

    - Trauma ringan - 2

    - A.S.A derajat 1 - 1

    Faktor-faktor yg mempengaruhi prognosa penyakit :

    5. Derajat spasme :

    - Epistotonus - Nilai 5

    - Reflek spasme umum - 4

    - Reflek terbatas - 3

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    19/37

    - Spastisitas umum - 2

    - Trismus - 1

    6. Frekue3nsi spasme :

    - Spontan > 3 x / 15 menit - Nilai 5

    - Spontan < 3 x / 15 menit - 4

    - Kadsang-kadang spontan - 3

    - < 6 x / 12 jam - 1

    7. Suhu Badan :

    - > 38,9 derajat celcius - Nilai 10

    - 38,3 38,9 derajat celcius - 8

    - 37,8 38,2 derajat celcius - 4

    - 37,2 37, 7 derajat celcius - 2

    - 37,7 37,1 derajat celcius - 0

    8. Pernapasan :

    - Tracheostomy - Nilai 10

    - Henti napas setiap konvulsi - 8

    - Henti napas kadang setelah konvulsi - 4

    - Henti napas hanya selama konvulsi - 2

    - Normal - 0

    VI. Pemeriksaan Laboratorium :

    Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang didapat peningkatan tekanan cairan

    otak.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    20/37

    VII. Penatalaksanaan :

    1. Umum :

    a. Merawat dan membersihkan luka dgn sebaik-baiknya

    b. Diet cukup ka;lori dan protein ( bentuk makanan tergantungpada kemampuan

    membuka mulut dan menelan ).

    c. Isolasi klien untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tidakan thd

    klien lainnya

    d. Oksigen dan pernapasan buatan dan tracheotomy kalau perlu.

    e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

    2. Obat-obatan :

    a. Anti toksin . Tetanus Imun Glubolin (TIG ) lebih dianjurkan pemakainnya di

    bandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Disis initial TIG

    adalah 5000 U IM ( disis harian 500 6000 U ). Kalau tidak adaTIG diberi ATS

    dgn dosis 5000 U IM dan 5000 U IV.

    b. Anti kejang.

    Beberapa obat yg dapat diberikan :

    Obat Dosis Efek samping

    - Diasepam 0,5 10 mg/kg BB /24 jam IM - Sopor, koma

    - Meprobamat 300 400 mg/4 jam IM - Tidak ada

    - Klorpromasin 25 75 mg /4 jam IM - Hipotensi

    - Fenobarbital 50 100 mg / 4 jam IM - Depresi nafas

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    21/37

    VIII. Prognosis :

    Dipengaruhi oleh berbagai faktor yg dapat memperburuk keadaan yaitu :

    a. Masa inkubasi yg pendek ( 7 hari ).

    b. Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 th )

    c. Frekuensi kejang yg sering

    d. Kenaikan suhu badan yg tinggi

    e. Pengobatan yg terlambat

    f. Periode trismus dan kejang yg semakin sering

    g. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas

    PROGNOSIS

    Tetanus neonatorum mempunyai angka kematian 66%, pada usia 10-19 tahun, angka

    kematiannya antara 10-20% sedangkan penderita dengan usia > 50 tahun angka kematiannya

    mencapai 70%. Penderita dengan undernutrisi mempunyai prognosis 2 kali lebih jelek dari yang

    mempunyai gizi baik. Tetanus lokal mempunyai prognosis yang lebih baik dari tetanus umum.

    Sistem Skoring

    Skor 1 Skor 0

    Masa inkubasi > 7 hari

    Awitan penyakit > 48 jam

    Tempat masuk Tali pusat, uterus, fraktur Selain tempat tersebut

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    22/37

    terbuka, postoperatif,

    bekas suntikan IM

    Spasme (+) (-)

    Panas badan (per rektal) > 38,4 C (> 40 C) < 38,4 C ( < 40 C)

    Takikardia dewasa > 120 x/menit

    neonatus > 150 x/menit

    Dikutip dari Habermann, 1978, Bleck, 1991

    Tabel klasifikasi untuk prognosis Tetanus

    Tingkat Skor Prognosis

    Ringan 0-1

    Sedang 2-3 1020

    Berat 4 2040

    Sangat berat 5-6 > 50

    Dikutip dari Bleck, 1991

    Catatan : Tetanus sefalik selalu dinilai berat atau sangat berat

    Tetanus neonatorum selalu dinilai sangat berat

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    23/37

    Komplikasi

    Dystonia, Tardive Gangguan ventilasi paru, Aspirasi pneumonia, Bronkopneumonia, atelektasis

    Emfisema mediastinal, pneumotoraks,

    Sepsis, Fraktur vertebra atau fraktur tulang paha.

    1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di rongga mulut.Hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

    2. Asfiksia.3. Atelektasis karena obstruksi secret.4. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah

    tinggi.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    24/37

    Komplikasi tetanus yang sering terjadi adalah pneumonia, bronkopneumonia dan sepsis.

    Komplikasi terjadi karena adanya gangguan pada sistem respirasi antara lain spasme laring

    atau faring yang berbahaya karena dapat menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak. Spasme

    saluran nafas atas dapat menyebabkan aspirasi pneumonia atau atelektasis. Komplikasi pada

    sistem kardiovaskuler berupa takikardi, bradikardia, aritmia, gagal jantung, hipertensi,

    hipotensi, dan syok. Kejang dapat menyebabkan fraktur vertebra atau kifosis. Komplikasi

    lain yang dapat terjadi berupa tromboemboli, pendarahan saluran cerna, infeksi saluran

    kemih, gagal ginjal akut, dehidrasi dan asidosis metabolik.

    Diagnosa banding

    Trismus akibat abses gigi, abses parafaring/retrofaring/peritonsiler Sepsis neonatorum, meningitis bakterialis, ensefalitis, rabies keracunan striknin, efek simpang fenotiazin, tetani, epilepsi.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    25/37

    PENATALAKSANAAN

    1. Non-farmakologi1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,2. Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila trismus, diberikan

    lewat sonde parenteral.

    3. Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.4. Menjaga jalan nafas agar tetap efisien.5. Mengatur cairan dan elektrolit.

    1. Dasar

    a. Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.

    1. Antibiotik

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    26/37

    Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus bentuk vegetatif.

    Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin,

    karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut juga peka terhadap klorampenikol,

    metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga.

    Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin prokain 1,2 juta 1 kali sehari.

    Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari.

    Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis

    tetanus belum ditegakkan, kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan diganti Penisilin G.

    Rauscher (1995) menganjurkan pemberian metronidazole awal secara loading dose 15

    mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 7,5 mg/kgBB selama 1 jam perinfus setiap 6 jam. Hal

    ini pemberian metronidazole secara bermakna menunjukkan angka kematian yang

    rendah, perawatan di rumah sakit yang pendek dan respon yang baik terhadap pengobatan

    tetanus sedang.

    Pada penderita yang sensitif terhadap penisilin maka dapat digunakan tetrasiklin dengan dosis

    25-50 mg/kg/hari, dosis maksimal 2 gr/hari dibagi 4 dosis dan diberikan secara peroral.

    Bila terjadi pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200 mg/kgBB/hari selama 10 hari

    atau metisilin dengan dosis yang sama ditambah gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari.

    2. Perawatan luka

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    27/37

    Luka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda asing dan luka dibiarkan

    terbuka. Sebaiknya dilakukan setelah penderita mendapat anti toksin dan sedasi. Pada

    tetanus neonatorum tali pusat dibersihkan dengan betadine dan hidrogen peroksida, bila

    perlu dapat dilakukan omphalektomi.

    b. Netralisasi toksin

    1. Anti tetanus serum

    Dosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-100.000 unit, setengah dosis diberikan

    secara IM dan setengahnya lagi diberikan secara IV, sebelumnya dilakukan tes

    hipersensitifitas terlebih dahulu. Pada tetanus neonatorum diberikan 10.000 unit IV.

    Udwadia (1994) mengemukakan sebaiknya anti tetanus serum tidak diberikan secara intrathekal

    karena dapat menyebabkan meningitis yang berat karena terjadi iritasi meningen. Namun

    ada beberapa pendapat juga untuk mengurangi reaksi pada meningen dengan pemberian

    ATS intratekal dapat diberikan kortikosteroid IV, adapun dosis ATS yang disarankan

    250-500 IU.

    2. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)

    Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama pada tetanus dengan dosis 3000-

    6000 unit secara IM, HTIG harus diberikan sesegera mungkin. Kerr dan Spalding (1984)

    memberikan HTIG pada neonatus sebanyak 500 IU IV dan 800-2000 IU intrathekal.

    Pemberian intrathekal sangat efektif bila diberikan dalam 24 jam pertama setelah timbul

    gejala.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    28/37

    Namun penelitian yang dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin (1991) menyatakan pemberian

    immunoglobulin tetanus intratekal tidak memberikan keuntungan karena kandungan

    fenol pada HTIG dapat menyebabkan kejang bila diberikan secara intrathekal. Pemberian

    HTIG 500IU IV atau IM mempunyai efektivitas yang sama.

    Dosis HTIG masih belum dibakukan, Miles (1993) mengemukakan dosis yang dapat diberikan

    adalah 30-300IU/kgBB IM, sedangkan Kerr (1991) mengemukakan HTIG sebaiknya

    diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU IM untuk meningkatkan kadar antitoksin darah

    sebelum debridemen luka.

    c. Menekan efek toksin pada SSP

    1. Benzodiazepin

    Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Obat ini mempunyai

    aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang kuat. Pada tingkat

    supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi ketakutan dan ketegangan fisik

    serta penenang dan pada tingkat spinal menginhibisi refleks polisinaps. Efek samping

    dapat berupa depresi pernafasan, terutama terjadi bila diberikan dalam dosis besar. Dosis

    diazepam yang diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian.

    Udwadia (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali sehari, dan

    pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus

    ringan obat dapat diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan drip IV

    lambat selama 24 jam.

    2. Barbiturat

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    29/37

    Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30 mg untuk neonatus dan 100

    mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam, bila dosis berlebihan dapat menyebabkan hipoksisa

    dan keracunan. Fenobarbital intravena dapat diberikan segera dengan dosis 5 mg/kgBB,

    kemudian 1 mg/kgBB yang diberikan tiap 10 menit sampai otot perut relaksasi dan

    spasme berkurang. Fenobarbital dapat diberikan bersama-sama diazepam dengan dosis 10

    mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis melalui selang nasogastrik.

    3. Fenotiazin

    Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari (dewasa), 25 mg IM 4 kali

    sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali sehari untuk neonatus. Fenotiazin tidak dibenarkan

    diberikan secara IV karena dapat menyebabkan syok terlebih pada penderita dengan

    tekanan darah yang labil atau hipotensi.

    Jenis Obat Dosis Anakanak Dosis Orang Dewasa

    Fenobarbital

    (Luminal)

    Mula mula 60 100 mg IM,

    kemudian 6 x 30 mg per oral.

    Maksimum 200 mg/hari

    3 x 100 mg IM

    Klorpromazin

    (Largactil)

    46 mg/kg BB/hari, mula mula

    IM, kemudian per oral

    3 x 25 mg IM

    Diazepam

    (Valium)

    Mula mula 0,5 1 mg/kg BB

    IM, kemudian per oral 1,5 4

    mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6

    dosis

    3 x 10 mg IM

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    30/37

    Klorhidrat - 3 x 500 100 mg per

    rectal

    2. Umum

    Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang pada unit perawatan

    intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian cairan dan elektrolit serta nutrisi harus

    diperhatikan. Pada tetanus neonatorum, letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu

    36,2-36,5oC (36-37

    oC), infus IV glukosa 10% dan elektrolit 100-125 ml/kgBB/hari.

    Pemberian makanan dibatasi 50 ml/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari dan

    dinaikkan bertahap. Aspirasi lambung harus dilakukan untuk melihat tanda bahaya.

    Pemberian oksigen melalui kateter hidung dan isap lendir dari hidung dan mulut harus

    dikerjakan.

    Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh spasme atau sekret

    yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi dilakukan pada bayi lebih dari 2

    bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakhea.

    Bantuan ventilator diberikan pada :

    1. Semua penderita dengan tetanus derajat IV2. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali dengan terapi

    konservatif dan PaO2

    3. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-lain.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    31/37

    Terapi suportif

    Bebaskan jalan nafas Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan

    posisi pasien)

    Pemberian oksigen Perawatan dengan stimulasi minimal Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal

    tidak memperkuat kejang

    Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

    Tetanus ringan dan sedang

    Diberikan pengobatan tetanus dasar

    Tetanus sedang

    Terapi dasar tetanus Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi) Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.

    Tetanus berat/sangat berat

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    32/37

    Terapi dasar seperti di atas Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi Balans cairan dimonitor secara ketat. Apabila spasme sangat hebat (tetanus berat), perlu ventilasi mekanik dengan

    pankuronium bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan tiap

    2-3 jam.

    Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti propanolol/adan b- blocker labetalol.

    Pencegahan

    Imunisasi aktif

    Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu,ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal Imunisasi).

    Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanitausia subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT lifelong-card).

    Pencegahan pada luka

    Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang

    Luka ringan dan bersih: Bila Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanusimunoglobulin, Bila Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    33/37

    Luka sedang/berat dan kotor: Bila Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atautetanus imunoglobulin 250-500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain. Bila Imunisasi (+),

    lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, tetanus imunoglobulin

    250-500 U.

    INDIKASI IMMUNISASI

    DATA VAKSINASI

    LUKA BERSIH LUKA KOTOR

    Tetanus

    Toksoid

    Tetanus

    Antitoksin

    Tetanus

    Toksoid

    Tetanus

    Atoksin

    Tidak pernah mendapat

    vaksinasi atau tidak

    diketahui

    Ya Tidak Ya Ya

    Satu kali mendapat

    vaksinasi tetanusYa Tidak Ya Ya

    Dua kali mendapat

    vaksinasi tetanus

    Ya Tidak Ya Ya

    Tiga kali mendapat

    vaksinasi tetanusTidak/Ya Tidak Tidak/Ya Tidak/Ya

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    34/37

    Prinsipprinsip Umum Profilaksis

    Pertimbangan individual penderita. Pada setiap penderita luka harus ditentukan apakah perlu

    tindakan profilaksis terhadap tetanus dengan mempertimbangkan keadaan / jenis luka, dan

    riwayat imunisasi.

    Debridemen. Tanpa memperhatikan status imunisasi. Eksisi jaringan yang nekrotik dan benda

    asing harus dikerjakan untuk semua jenis luka.

    Imunisasi aktif. Tetanus toksoid (TFT = VST = vaksin serap tetanus) diberikan dengan dosis

    sebanyak 0,5 cc IM, diberikan 1 x sebulan selama 3 bulan berturutturut.

    DPT (Dephteri Pertusis Tetanus) terutama diberikan pada anak. Diberikan pada usia 2 6 bulan

    dengan dosis sebesar 0,5 cc IM, 1 x sebulan selama 3 bulan berturut turut. Booster diberikan

    pada usia 12 bulan, 1 x 0,5 cc IM, dan antara umur 56 tahun 1 x 0,5 cc IM.

    Tetanus toksoid. Imunisasi dasar dengan dosis 0,5 cc IM, yang diberikan 1 x sebulan selama 3

    bulan berturut turut. Booster (penguat) diberikan 10 tahun kemudian setelah suntikan ketiga

    imunisasi dasar, selanjutnya setiap 10 tahun setelah pmberian booster di atas.

    Setiap penderita luka harus mendapat tetanus toksoid IM pada saat cedera, baik sebagai

    imunisasi dasar maupun sebagai booster, kecuali bila penderita telah mendapatkan booster atau

    menyelesaikan imunisasi dasar dalam 5 tahun, terakhir.

    Imunisasi Pasif. ATS (Anti Tetanus Serum), dapat merupakan antitoksin bovine (asal lembu)

    maupun antitoksin equine (asal kuda). Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 1500

    IU per IM, dan untuk anak adalah 750 IU per IM.

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    35/37

    Human Tetanus Immunoglobuline (asal manusia), terkenal di pasaran dengan nama Hypertet.

    Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 250 IU per IM (setara dengan 1500 IU ATS),

    sedang untuk anak anak adalah 125 IU per IM. Hypertet diberikan bila penderita alergi

    terhadap ATS yang diolah dari hewan.

    Pemberian imunisasi pasif tergantung dari sifat luka, kondisi penderita, dan status imunisasi.

    Pasien yang belum pernah mendapat imunisasi aktif maupun pasif, merupakan keharusan untuk

    diimunisasi. Pemberian imunisasi secara IM, jangan sekalikali secara IV.

    Kerugian hypertet adalah harganya yang mahal, sedangkan keuntungannya pemberiannya tanpa

    didahului tes sensitivitas.

    Tindakan profilaksis

    Jenis Luka

    Belum IA atau

    sebagian

    Mendapat IA yang lengkap

    15 tahun 510 tahun > 10 tahun

    Ringan, bersih Mulai atau

    melengkapi IA

    toks. 0,5 cc hingga

    lengkap

    - Toks. 0,5 cc Toks. 0,5 cc

    Berat, bersih, atau

    cenderung tetanus

    ATS 1500 IU

    Toks. 0,5 cc

    Toks. 0,5 cc Toks. 0,5 cc ATS 1500 IU

    Toks. 0,5 cc

    Cenderung tetanus,

    debrimen

    ATS 1500 IU Toks. 0,5 cc Toks. 0,5 cc ATS 1500 IU

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    36/37

    terlambat,m atau

    tidak bersih

    Toks. 0,5 cc

    Hingga lengkap

    ABT

    ABT Toks. 0,5 cc

    ABT

    Keterangan :

    ATS 1500 IU setara dengan HTIG (Humane Tetanus Immunoglobuline) 250 IU.

    Pada anakanak dosis ATS = dosis dewasa

    IA = Imunisasi aktif (dengan toksoid)

    Toks = Toksoid (vaksin serap tetanus)

    ABT = antibiotika dosis tinggi yang sesuai untuk Clostridium tetani

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Azhali MS, Herry Garna, Aleh Ch, Djatnika S. Penyakit Infeksi dan Tropis. Dalam :Herry Garna, Heda Melinda, Sri Endah Rahayuningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi

    Ilmu Kesehatan Anak, edisi 3. FKUP/RSHS, Bandung, 2005 ; 209-213.

    2. Sumiardi Karakata, Bob Bachsinar; Bedah Minor, edisi 2,J akarta : Hipokrates,19953.

    bedah : UNPAD, 2000

  • 5/27/2018 Tetanus Kasus 2

    37/37

    4. Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI,Jakarta: 2001, 49- 51.

    5. Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004.322.

    6. http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview7. BUKU Ajar Ilmu Bedah . De Jong dkk. Ed 2 , Jakarta, 20048.9. Rauscher LA. Tetanus. Dalam :Swash M, Oxbury J, penyunting. Clinical Neurology.

    Edinburg : Churchill Livingstone, 1991 ; 865-871

    10.Behrman, Richard E., MD; Kliegman, Robert M.,MD ; Jenson Hal. B.,MD, NelsonTextbook of Pediatrics Vol 1 17

    thedition W.B. Saunders Company. 2004

    11.Udwadia FE, Tetanus. Bombay: Oxford University Press, 1993 : 30512.Soedarmo, Sumarrno S.Poowo; Garna, Herry; Hadinegoro Sri Rejeki S, Buku Ajar Ilmu

    Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi pertama, Ikatan Dokter Anak

    Indonesia.

    13.WHO News and activities. The Global Eliination of neonatal tetanus : progress to date,Bull WHO 1994; 72 : 155-157

    http://emedicine.medscape.com/article/786414-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/786414-overview